Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIK

A. Definisi
Menurut Mansjoer, (2001) dalam Nurchayati, (2010). Gagal ginjal
kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan menurunnya fungsi ginjal yang bersifat irreversible, dan
memerlukan terapi pengganti ginjal yaitu berupa dialisis atau transplantasi
ginjal. Selain itu gagal ginjal kronik juga dapat diartikan dengan terjadinya
kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG), dengan manifestasi adanya kelainan patologis, adanya
kelainan ginjal seperti kelainan dalam komposisi darah atau urin serta
adanya kelainan pada tes pencitraan (imaging tests) serta laju filtrasi
glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/mnt/1.73 m2.
Gagal ginjal kronis merupakan penyakit ginjal tahap akhir, progresif
dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk memepertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi
uremia. (Bararah & Jauhar, 2013).
Menurut Suharyanto & Madjid, 2009 dalam Hutagaol, Veronika
Emma, (2017) Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut
sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan
yang biasanya di eliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat
gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan
metabolik, cairan, elektrolit serta asam-basa.
Menurut Price & Wilson, 2006 Hutagaol, Veronika Emma, (2017)
Gagal ginjal adalah suatu kondisi dimana fungsi ginjal mengalami
penurunan sehingga tidak mampu lagi untuk melakukan filtrasi sisa
metabolisme tubuh dan menjaga keseimbangan cairan elektrolit seperti
sodium dan kalium di dalam darah atau urin. Penyakit ini terus berkembang
secara perlahan hingga fungsi ginjal semakin memburuk sampai ginjal
kehilangan fungsinya.
B. Etiologi
Menurut Bararah dan Jauhar (2013) penyebab dari Gagal ginjal kronis ialah:
1. Diabetes Melitus
2. Glumerulonefritis kronis
3. Pielonefritis
4. Hipertensi tak terkontrol
5. Obstruksi saluran kemih
6. Penyakit ginjal polikistik
7. Gangguan vaskuler
8. Lesi herediter
9. Agen tosik (timah, Karmium, dan merkuri)
C. Partofisiologi
Menurut Bararah dan Jauhar (2013). Patofisiologi gagal ginjal kronis:
1. Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urine 24 jam
untuk pemeriksaan klrens kreatinin. Akibat dari penurunan DFR,
maka klirenskretinin akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan
nitrogen urea darah (BUN) juga akan meningkat.
2. Gangguan klirens renal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh
ginjal).
3. Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengonsentrasikan atau
mengencerkan urine secara normal. Terjadi penahanan cairan
dannatrium, meingkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongestifdan hipertensi.
4. Anemia
Anemian terjadi sebagai akibat dari produksi eritopoetin yang tidak
adekuat, memendeknyausia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan
kecenderungan untuk terjadi pendarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran GI.
5. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat.
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memilikihubungan yang
saling timbal balik, jika sala satunya meningkat, yang lain akan
turun. Dengan menurunya GFR, maka terjadi peningkatan kadar
fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan
kadar kalsium ini akan memicu seksresi paratormon, namun dalam
kondisi gagal ginjal, tubuh tidak beresfons terhadap peningkatan
sekresi parathormon, akibatnyakalsium ditulang menurun
menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang.
6. Penyakit tulang uremik (osteodistrofi)
Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan
parathormon.
D. Tanda dan gejala
Menurut Bararah dan Jauhar (2013) tanda gejala dari gagal ginjal klonis
sebagai berikut:
1. Perubahan haluaran urine (haluaran urine sedikit, mengandung darah
dan gravitasinya rendah (1,010) sedangkan nilai normalnya adalah
1,015-1,025)
2. Peningkatan BUN, Kreatinin.
3. Kebihan volume cairan
4. Hiperkalemia.
5. Serum kalsium menurun, fosfat meningkat.
6. Asidosis metabolik
7. Anemia
8. Letargi
9. Mual persisten, muntah dan diare
10. Nafas berbau urine
11. Manifestasi sistem syaraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala
kedutan otot dan kejang.
E. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didefenisikan berdasarkan derajat
penurunan Laju Filtrasi Glomerulusnya (LFG) dimana stadium yang lebih
tinggi memiliki nilai LFG yang lebih rendah. Penyakit ginjal kronik dibagi
menjadi 6 stadium seperti pada tabel di bawah ini (KDIGO, 2013).

F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronik adalah
(Prabowo, 2014): a) Penyakit tulang, b) Penyakit kardiovaskuler, c)
Anemia, dan d) Disfungsi seksual.
G. Pemeriksaan penunjang
(Sukandar, 2006).
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan
yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia,
etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat
memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif
dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum
klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat
penurunan faal ginjal.
b. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan
menentukan derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi
dan menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk
faal ginjal.
 Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah
cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).
 Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)
Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan
imunodiagnosis.
 Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit,
endoktrin, dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama
faktor pemburuk faal ginjal (LFG).
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan
tujuannya, yaitu:
 Diagnosis etiologi GGA
Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos
perut, ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde,
pielografi antegrade dan Micturating Cysto Urography (MCU).
 Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan
pemeriksaan ultrasonografi (USG).

H. Diagnose Keperawatan
Menurut Nurarif H & Kusuma H. (2015).Diagnosa keperawatan yaitu:
a. Gangguan pertukaran gas
b. Nyeri akut
c. Kelebihan volume cairan
d. ketidakseimbangan nutrisi kurang dair kebutuhan tubuh
e. ketidakefektifan perfusi jaringan
f. Intoleransi aktivitas
g. kerusakan integrasi kulit

I. Penatalksanaan GGK
1. Menurut Suwitra K (2006 )Perencanaan tatalaksana (action plan)
penyakit GGK sesuai dengan derajatnya, dapat dilihat pada table :

2. Terapi Nonfarmakologis, Suwitra K (2006 )


a. Pengaturan asupan protein:

b. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari


c. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan
mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh
dan tidak jenuh
d. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
e. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari
f. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari
g. Fosfor:5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari
h. Kalsium: 1400-1600 mg/hari
i. Besi: 10-18mg/hari
j. Magnesium: 200-300 mg/hari
k. Asam folat pasien HD: 5mg
l. Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss)

3. Terapi Farmakologis, Suwitra K (2006 )


a. Kontrol tekanan darah
 Penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin II
→evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat
peningkatan kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemia harus
dihentikan.
 Penghambat kalsium
 Diuretik
b. Pada pasien DM, kontrol gula darah →hindari pemakaian
metformin dan obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang.
Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 diatas nilai normal tertinggi,
untuk DMtipe 2 adalah 6%.
c. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
d. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol
e. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO320-22 mEq/l
f. Koreksi hiperkalemia
g. Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan
golongan statin
h. Terapi ginjal pengganti.

4. Penatalaksanaan keperawatan (nuari,arifin&widayati,dhina, 2017)


a. Konservatif
 Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urin
 Observasi balance cairan
 Observasi adanya cairan odema
 Batasi cairan yang masuk
b. Dialysis
 Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak
bersifat akut adalah CAPD ( continues ambulatory peritoneal
dialysis )
 Hemodialisis
Yaitu dialysis yang dilakukan melalui tindakan infasif di
vena dengan menggunakan mesi. Pada awalnya
hemodialisis dilakukan melalui daerah femoralis namun
untuk mempermudah maka dilakukan :
 AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
 Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke
jantung )
c. Operasi
 Pengambiulan batu
 Transplantasi ginjal
DAFTAR PUSTAKA

Bararah, Taqiyyah dan Jauhar, Mohammad, (2013). Asuhan Keperawatan:


Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional jilid 2. Jakarta : prestasi
pustakaraya.

Nurchayati, Sofiana (2010). Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang menjalani Hemodialisis
Di Rumah Sakit Islam Fatimah Cilacap Dan umah Sakit Umum Daerah
Banyumas. Depok : UI

Hutagaol, Veronika Emma, (2017). Peningkatan Kualitas Hidup Pada penderita


Gagal Ginjal Kronis Yang menjalani Terapi Hemodialisa melalui
Psychological Intervention Di Unit Hemodialisa RS Royal Prima Medan
Tahun 2016. Volume 2 nomor 1. Medan : Jurnal JUMANTIK.
Diakses pada tanggal 01 Januari 2018 di
https://www.google.co.id/url?q=http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/kesmas/a
rticle/download.

Prabowo. E, Pranata, AE, (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem


Perkemihan Pendekatan NANDA, NIC dan NOC. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Nurarif H & Kusuma H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Media Action.
Suwitra. K. (2006). Penyakit Ginjal Kronik. Dalam Sudoyo, A.W., dkk.,
Editor. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi keempat. Penerbit Depertemen Ilmu Penyakit


Dalam FK- UI. Jakarta. Hal. 570-572.

Anda mungkin juga menyukai