A. Sistem Kardiovaskuler
a. Definisi
Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung
yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis. Aritmia timbul
akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi
ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik
aktivitas listrik sel. Menurut Buku Pelatihan ICU RS Haji Jakarta (2016) pada
umumnya artimia dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu gangguan pembentukan
impuls dan gangguan penghantaran impuls. Gangguan hantaran impuls secara klinis
dapat berdampak pada timbulnya gejala hampir pingsan (near syncope) atau
pingsan (syncope). Keadaan klinis inilah yang menjadi indikasi utama pemasangan
pacu jantung (Sudoyo, 2009).
b. Etiologi
Menurut National Heart Foundation of Australia (2016) aritmia
disebabkan oleh gangguan pada sistem kelistrikan jantung meliputi:
1) Sel jantung yang teriritasi
Terkadang sel jantung dapat mengalami malfungsi dan mengirim sinyal listrik
meskipun secara normal tidak seharusnya. Sinyal dari sel-sel jantung yang
malfungsi tersebut akan mengganggu sistem pacu alami pada jantung. Ini akan
membuat jantung “kebingungan” sehingga akan berdetak secara irregular.
2) Blokade sinyal jantung yang membuat jantung berdetak lemah
3) Pathway abnormal akibat gangguan konduksi awal jantung
4) Obat-obatan dan stimulan, pada beberapa kasus obat-obatan dan substansi lain
seperti kafein, nikotin dan alkohol dapat mengakibatkan aritmia.
c. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tergantung dari penyebab aritmia dan seberapa besar hal
tersebut berpengaruh pada gaya hidup pasien. Menurut National Heart
Foundation of Australia (2016) penatalaksanaan aritmia meliputi:
1
1) Obat-obatan yang memperlambat detak jantung yang terlalu cepat atau
menipiskan pembuluh darah untuk mengurangi resiko terlepasnya blood clot
dari pembuluh darah jantung
2) Menanamkan alat medis seperti pacemaker/ alat pacu jantung yang
menggunakan listrik beraliran kecil untuk merangsang otot jantung memompa
secara reguler
3) Prosedur lain seperti ablasi kardiak
b. Klasifikasi
Menurut Lewis, et al (2008) alat pacu jantung buatan terbagi dua yaitu:
a. Pacu Jantung Sementara/ Temporary Pacemakers (TPM)
Pacu jantung sementara merupakan pacu jantung dengan sumber listrik diluar dari
tubuh. Pacu jantung mungkin hanya dipakai untuk sementara (TPM) untuk
mengatasi gangguan yang biasanya berlangsung tidak lama. TPM ini dapat
2
dibiarkan terpasang untuk waktu kurang dari 30 hari Menurut Lewis, et al (2008)
terdapat 3 jenis pacu jantung sementara yaitu:
1) Transvenous Pacemaker
Transvenous Pacemaker terdiri dari sebuah atau lebih lead yang dipasang
secara transvena ke atrium kanan atau ventrikel kanan dan terthubung ke
sumber listrik eksternal. Sebagian besar terapi pacu jantung sementara
transvena diterapkan pada situasi gawat darurat di unit perawatan kritis. Alat
ini digunakan hingga pacu jantung permanen dapat dipasang atau hingga
penyebab yang menyertai terjadinya aritmia tertangani.
3
2) Epicardial Pacing
Pacu jantung epikardial didapatkan dengan menempelkan lead pacu
jantung pada atrium dan ventrikel pada epikardium melalui operasi jantung
lead terpasang melalui dinding dada dan terhubung dengan sumber listrik
eksternal.
4
tersedianya terapi definitif lain. Sebelum memulai terapi TCP, sangat penting
untuk memberikan informasi mengenai tujuan dari terapi. Kontraksi otot tidak
nyaman yang disebabkan oleh alat saat arus listrik melewati dinding dada
harus dijelaskan. Pasien harus diyakinkan bahwa terapi ini hanya sementara
dan akan dilakukan usaha untuk menggantikan TCP dengan pacu jantung
transvena sesegera mungkin.
b. Pacu Jantung Permanen/ Permanent Pacemakers (PPM)
Pacu jantung menetap adalah suatu alat medis yang ditanam dalam tubuh pasien
berupa kawat pacing yang ditanam dalam satu ruang atau beberapa ruang jantung
melalui vena yang tepat dan dihubungkan generator dari pacu jantung tersebut yang
ditanam dibawah kulit atau otot dada kanan atau kiri. Sumber listrik pacu jantung
permanen ditanam secara subkutan, biasanya pada otot pectoral pasien pada sisi
non-dominan. Sumber listrik terhubung ke pacing leads , yang mana terhubung
secara transvena ke atrium kanan dan satu atau kedua ventrikel.
Ada beberapa tipe dari pacu jantung permanent, yaitu:
1) Single Chamber (alat pacu jantung dengan satu lead/ kabel)
Alat pacu jantung single chamber memiliki satu lead/ kabel untuk
memonitor dan menghantar signal dari satu ruang jantung, umumnya ditanam
pada ventrikel/ bilik kanan jantung. Alat pacu jantung jenis ini biasanya di
diagnosa untuk pasien yang SA Node nya lemah dan mengirim signal terlalu
lambat.
5
2) Dual Chamber (alat pacu jantung dengan dua lead/ kabel)
Alat pacu jantung dual chamber memiliki dua buah lead/ kabel. Satu
lead ditanam pada atrium/ serambi kanan. Lead kedua ditanam pada ventrikel/
bilik kanan. Dengan dua lead pada dua ruang jantung, alat ini dapat meonitor
dan menghantar signal untuk memacu jantung anda ke dua ruang tersebut atau
salah satunya.
6
Menurut Lewis, et al (2008) indikasi pemasangan pacu jantung yaitu:
a. Indikasi pemasangan pacu jantung permanen
1) AV Block
a) AV block derajat 2
b) AV block derajat 3
2) Bundle Branch Block
3) Kardiomiopati (Dilatasi dan Hipertropi)
4) Gagal Jantung
5) Sindrom hipersensitif sinus karotis
6) Disfungsi SA node
7) Takiaritmia
b. Indikasi pemasangan pacu jantung sementara
1) Sebagai maintenance untuk detak jantung dan irama jantung yang adekuat
selama keadaan khusus, misalnya saat operasi dan penuembuhan postoperasi,
kateterisasi jantung atau angioplasty coroner, selama terapi obat dengan efek
samping bradikardi dan sebelum pemasangan pacu jantung permanen
2) Sebagai profilaksis setelah operasi jantung terbuka
3) Infark miokard akut anterior dengan AV block derajat 2 atau derajat 2 atau BBB
(Bundle Branch Block)
4) Infark miokard inferior dengan bradikardi simtomatis dan AV block
5) Sebagai studi elektrofisiologi untuk mengevaluasi pasien dengan bradiaritmia
dan takiaritmia.
d. Persiapan Pasien
Sebelum Dokter memutuskan apakah klien membutuhkan sebuah alat pacu
jantung, klien akan menjalani serangkaian pemeriksaan untuk menentukan penyebab
irama jantung klien yang tidak teratur. Menurut Hanafy, D. A. (2014) pemeriksaan ini
meliputi:
1. Elektrokardiogram (EKG)
Pada pemeriksaan sederhana ini, alas sensor yang terhubung dengan kabel, yang
dinamakan elektroda, akan ditempelkan pada dada klien dan terkadang
pergelangan kaki dan tangan Anda untuk menilai hantaran listrik jantung klien.
Gambaran pola jantung klien dapat memberi petunjuk pada Dokter mengenai jenis
irama jantung yang tidak teratur. Selengkapnya dapat dilihat disini.
7
2. Holter monitoring.
Dikenal sebagai monitor EKG berjalan, suatu monitor Holter akan merekam irama
jantung selama 24 jam penuh. Kabel dari elektroda di dada akan bekerja dengan
tenaga baterai sebagai alat perekam yang dapat kantongi atau dibawa kemana-mana
dengan ikat pinggang atau tali pengikat di bahu. Selama memakai monitor, klien
akan menyimpan buku catatan (diary) mengenai aktivitas dan gejala yang klien
alami. Dokter akan membandingkan buku catatan klien dengan rekaman untuk
mencari penyebab dari keluhan klien.
3. Echocardiogram
Pemeriksaan non-invasif ini menggunakan gelombang suara yang tidak berbahaya
sehingga Dokter dapat melihat jantung tanpa perlu membuat sayatan. Selama
tindakan ini berlangsung, sebuah alat kecil terbuat dari plastik yang dinamakan
transducer ditempatkan di dada klien. Alat tersebut akan mengumpulkan bayangan
dari gelombang suara yang direfleksikan (echoes) dari jantung dan
mentransmisikannya ke mesin yang kemudian menampilkan gambar jantung klien
yang sedang berdetak di layar. Gambar ini akan menunjukkan seberapa bagus
fungsi pompa jantung klien,dan juga merekam gambar sehingga Dokter dapat
mengukur ketebalan dari dinding otot jantung klien.
4. Stress test
Beberapa masalah jantung hanya terjadi saat berolahraga. Pada stress test,
jantung akan diperiksa terlebih dahulu dengan echocardiogram atau EKG sebelum
dan segera sesudah berjalan diatas treadmill atau bersepeda statis. Tipe treadmill
exercise test lainnya juga dapat dilakukan untuk mengevaluasi jantung, termasuk
pemeriksaan konsumsi oksigen untuk mengukur berapa banyak oksigen yang
tubuh butuhkan.
e. Patofisiologi
Seperti yang sudah disebutkan diatas, aritmia ventrikel umumnya disebabkan
oleh iskemia atau infark myokard.Lokasi terjadinya infark turut mempengaruhi proses
terjadinya aritmia. Sebagai contoh, jika terjadi infark di anterior, maka stenosis
biasanya barada di right coronary artery yang juga berperan dalam memperdarahi SA
node sehingga impuls alami jantung mengalami gangguan (Ismudiati L, 2004).
Akibat dari kematian sel otot jantung ini, dapat menimbulkan gangguan pada
depolarisasi dan repolarisasi jantung, sehingga mempengaruhi irama jantung. Dengan
8
dilepaskannya berbagai enzim intrasel dan ion kalium serta penimbunan asam laktat ,
maka jalur-jalur hantaran listrik jantung terganggu. Hal ini dapat menyebabkan
hambatan depolarisasi atrium atau ventrikel serta timbulnya aritmia. Penurunan
kontraktilitas myokard akibat kematian sel juga dapat menstimulus pangaktifan
katekolamin yang meningkatkan rangsang system saraf simpatis, akibatnya akan terjadi
peningkatan frekuensi jantung, peningkatan kebutuhan oksigen dan
vasokonstriksi. Selain itu iritabilitas miokard ventrikel juga menjadi
penyebab munculnya aritmia ventrikel, baik VES< VT maupun VF (Ismudiati L, 2004).
Pasien aritmia perlu diberikan sebuah alat yang dapat menstabilkan detak
jantung dengan cara memberi impuls listrik berkekuatan ringan. Berawal dari fungsi
dari pacemaker untuk melebarkan pembuluh arteri. Pacemaker akan merangsang bilik
jantung dan memberikan impuls kelistrikan dan mensikronkan detak jantung yang
melambat atau terlalu cepat.alat pacu jantung atau pacemaker meantau denyut jantung,
dan apabila terlalu lambat, alat pacu jantung akan mempercepat pengiriman listrik ke
jantung. Sebagai tambahan, sebagian besar alat pacu jantung memiliki seonsor yang
dapat mendeteksi gerkan tubuh atau laju napas, yang memberikan sinyal pada alat pacu
jantung untuk meningkatkan denyut jantung selama berolahraga untuk memenuhi
kebutuhan tubuh akan darah dan oksigen. Penanaman alat pacu jantung dilakukan
dengan tingkat kematian minimal. Risiko prosedur secara umum termasuk perdarahan,
pneumotoraks, perforasi jantung, resiko infeksi jangka panjang dan malfungsi alat
(Hanafy, D. A, 2014).
9
6. Pathway Asuhan Keperawatan Pasien dengan Pacemaker
Disfungsi endotel
Dimulai dari Gagal pompa
oklusi arteri ventrikel kiri
Meningkatnya permeabilitas koroner
thd lipid
Aliran darah Cardiac output
koroner menurun menurun
Timbul bercak lemak
Suplai O2
Tekanan arteri &
menurun
Ruptur plak perfusi jaringan
perifer menurun
Ketidakefektifan
Trombus pola nafas
Vasokontriksi
perifer
Terganggunya Metabolisme
pompa+aliran darah anaerob
jantung Gangguan
perfusi jaringan
perifer
Peningkatan produksi
Terganggunya SA asam laktat
node, AV node, berkas
HIS, serabut purkinje
Hipotensi
Stimulasi saraf
ARITMIA Syok
Mediator nyeri keluar
Perubahan Penurunan
elektrofisiologi sel Nyeri akut Kesadaran
miokardium
Resiko Cidera
Nyeri terus menerus
Perubahan potensial
aksi
Gangguan Pola
PEMASANGAN Tidur
PACE MAKER
10
PEMASANGAN
PACE MAKER
Perangsangan Perangsangan
saraf parasimpatis saraf simpatis
Pre Op Intra Op Post Op
Penurunan Peningkatan
Kurang Tindakan depolarisasi depolarisasi
terpapar Invasif
informasi
mengenai
prosedur Kecepatan Kecepatan
Resiko
pembedahan jantung menurun jantung
Perdarahan
meningkat
Bradikardi
Krisis Takikardi
situasional
Suhu
Ruangan Ejeksi Jantung
Resiko Penurunan
Rendah menurun
Ansietas Perfusi Miokard
Tidak Efektif
Hipotermi Penurunan
Prosedur Curah Jantung
Pemindahan
11
MANAJEMEN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PACU JANTUNG
12
2. Pemeriksaan Fisik system Kardiovaskular (Asmadi, 2008)
a. Pre Pemasangan Pacemaker
Biasanya klien mengeluhkan nyeri dada, pusing, rasa berdebar-debar, nafas
pendek, sering kelelahan, sering pingsan, kebanyakan klien mengeluhkan
perasaan seperti ingin mati, kecepatan denyut jantung bias mencapai 300-400
per menit.
b. Post pemasanganPacemaker
Setelah pemasangan pacemaker sementara atau permanen, frekuensi
dan irama jantung pasien harus dipantau dengan EKG.Pengaturan pacemaker
harus dicatat; frekuensi jantung pasien dapat bervariasi sampai lima denyut
di atasatau di bawahfrekuensi yang telahdiaturpada pacemaker. Bila timbul
atau terjadi peningkatan frekuensi disritmia, maka gejala ini harus diamati
dan dilaporkan pada dokter.
Periksa adanya perdarahan, pembentukan hematoma atau infeksi pada
luka insisi tempat pembangkit pulsa dipasang (atau tempat masuk elektroda
cetusan bila pacemaker bersifat sementara).Infeksi adalah ancaman utama
bagi pasien yang dipasang pacemaker.Tempat pemasangan diperiksa
terhadap adanya pembengkakan, nyeri tekan, dan peningkatan panas. Pasien
mungkin mengeluh rasa berdenyut yang terus menerus atau nyeri. Setiap
adanya rabas yang keluar harus dilaporkan pada dokter.
Semua peralatan listrik yang digunakan di dekat pasien harus
dihubungkan dengan ground. Peralatan yang tidak dihubungkan dengan
ground dapat menyebabkan kebocoran arus yang dapat menimbulkan
fibrilasi ventrikel.
Perawat harus memeriksakan adanya potensial bahaya dari sumber
listrik. Tidak boleh ada bagian terminal atau kabel pacemaker yang muncul
keluar. Semua logam telanjang harus ditutup rapat dengan bahan non
konduktif untuk mencegah kecelakaan fibrilasi ventrikel dari arus
luar.Insinyur biomedis, tukang listrik, atau orang yang ahli dibidang tersebut
harus memastikan bahwa pasien berada dalam lingkungan yang bebas listrik.
13
3. Komplikasi
Lakukan pengkajian ulang terhadap klien yang telah di pasang pacemaker adakah
komplikasi terkait seperti berikut :
a. Pada jam-jam awal setelah pacemaker sementara atau permanen dipasang
komplikasi yang paling sering adalah berpindahnya lokasi elektroda cetusan.
Komplikasi ini dapat dilihat dengan memeriksa pola EKG; hubungan antara
spike cetusan P serta QRS pasien menjadi tidak sinkron.
b. Perawat dapat membantu mencegah komplikasi ini dengan meminimalkan
aktivitas pasien. Apabila yang dipasang adalah elektroda sementara, maka
ekstremitas tempat kateter dimasukkan harus diimobilisasi. EKG dipantau
dengan sangat teliti untuk melihat adanya spike cetusan. Karena pentingnya
pemantauan tersebut, idealnya pasien harus berada di unit khusus.
c. Data berikut harus dicatat pada catatan pasien; model pacemaker, tanggal dan
jam pemasangan, lokasi pembangkit pulse, ambang stimulasi, dan frekuensi
pencetus. Informasi ini sangat penting untuk mengatasi setiap masalah
disritmia yang tidak wajar.
14
setelah penanaman pace maker atau alat CRT. Dalam register nasional dari 28.860
pasien, komplikasi lead terjadi pada 3,6% (European Heart Journal, 2013).
B. Diagnosa Keperawatan (Nuarif. A.H dan Kusuma. H. (2015) dan Tim Pokja SDKI
PPNI (2017)
Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik (luka insisi post operasi, alat
pacu jantung yang tertanam)
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cardiopulmonal; cerebral berhubungan
dengan disritmia, blok jantung, takiaritmia, penurunan tekanan darah, penurunan
curah jantung dan kegagalan baterai pacemaker
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive; pemasangan pace maker
Resiko Injuri berhubungan dengan kegagalan alat pacu jantung, perforasi,
kebocoran perforasi jaringan jantung, lead yang berpindah tempat, erosi kulit
15
pasien terhadap ketidak
nyamanan (misalnya, suhu,
kamar, pencahayaan,
kebisingan)
- Batasi pergerakan
ekstrimitas pada area insersi
pacemaker
- Kolaborasi pemberian
terapi farmakologis
analgesik
2 Resiko ketidakefektifan Setelah dilakukan keperawatan - Monitor TTV (TD, Nadi,
perfusi jaringan selama 1x3 hari resiko perfusi Suhu, RR) setiap 15 menit
cardiopulmonal; jaringan tidak efektif dapat teratasi hingga stabil, ulangi setiap 2
cerebral berhubungan dengan kriteria hasil : jam setelahnya
dengan disritmia, blok - Keefektifan pompa jantung dan - Monitor perubahan irama,
jantung, takiaritmia, perfusi jaringan jantung dan kecepatan dan disritmia pada
penurunan tekanan bebas disritmia EKG
darah, penurunan curah - Dapat mempertahankan kardiak - Hitung dan observasi irama
jantung dan kegagalan output untuk perfusi ke seluruh EKG dalam 1 strip setiap 4
baterai pacemaker tubuh jam dan beritahu dokter
- TD sistolik dan diastolik, apabila ada abnormalitas
tekanan nadi dalam batas normal - Pantau nilai elektrolit yang
- Nadi karotis, brakial, radial, berhubungan dengan
femoral, serta pedis kanan kiri disritmia
teraba kuat dan normal. - Monitor gejala sakit dada dan
auskultasi adanya friction rub
pada perikardial
- Monitor keluhan pusing,
lemah fatigue, pingsan,
edema, palpitasi atau dyspnea
16
prosedur invasive; infeksi dapat teratasi dengan kriteria pada area insersi,
pemasangan pace hasil: peningkatan panas ataupun
maker Risk control: Infectious process erosi pada kulit
- Tidak terjadi tanda-tanda infeksi - Gunakan perawatan luka
pada aea insersi kateter ataupun steril hingga luka membaik
baterai permanen serta hindari
- Pasien dapat mendemostrasikan melepas/mencabut kateter
perawatan luka seama perawatan luka
- Tingkatkan asupan nutrisi
yang tepat
- Ajarkan pasien dan anggota
keluarga bagaimana
menghindari infeksi
- Anjurkan pasien dan
keluarga tentang tanda dan
gejala infeksi dan kapan
harus melaporkan kepada
penyedia keperawatan
kesehatan
- Cuci tangan sebelum dan
setelah setiap kegiatan
perawatan pasien
- Berikan terapi antibiotik
yang sesuai
4 Resiko Injuri Setelah dilakukan tindakan - Monitor pendarahan pada
berhubungan dengan keperawatan selama 1x3 hari resiko area insersi pacemaker
kegagalan alat pacu injury dapat teratasi dengan kriteria - Monitor adanya denyut pada
jantung, perforasi, hasil : area distal pada area insersi
kebocoran perforasi - Patient terbebas dari komplikasi pacemaker
jaringan jantung, lead yang mengancam jiwa yang - Monitor adanya sesak nafas,
yang berpindah tempat, disebabkan oleh pemasangan nyeri dada, pucat, sianosis,
erosi kulit dari alat pacu jantung deviasi trakea dan mati rasa
pada area insersi
17
- Monitor TTV, observasi
diaforesi, dyspnea dan
keletihan
- Instruksikan pasiden dan
keluarga tentang keluhan
yang dirasakan kepada
petugas medis
- Instruksikan pasien untuk
istirahat
D. Analisis Jurnal
1. Mitchell (2017)
18
Judul : Implementing Evidence Based Practices for Preventing Cardiac
Implantable Electronic Device (CIED) Infection and the Role of
Post-Operative Oral Antibiotics
Author : Ingrid Mitchell
Tahun : 2017
Jenis Jurnal : Retrospective analysis (Cohort)
Analisis PICO :
a. P (Problem)
Kelompok sampel terdiri dari 1200 pasien ICD 50,6%, Pacemaker 42,2%, ILR
5.5%, lead revision 1,8% pada tahun 2013-2016 di Rumah sakit perawtan Tersier
khusus CIED (Cardiac Implantable Electronic Devices) di California.
b. I (Intervention)
Dalam penelitian ini terdapat 2 kelompok sample yang diteliti, kelompok pasien
post operatif CIED dengan antibiotik profilaksis oral (Keflex dan Doxycycline)
dan kelompok pasien post operatif CIED tanpa antibiotik profilaksis oral.
Kelompok tersebut selanjutnya dievaluasi berdasarkan angka kejadian adanya
produk drain, bengkak, eritema, hematoma, lebam dan >dari 1 gejala yang
disebutkan berdasarkan hasil pengkajian pada area insersi penanaman CIED
dimana data tersebut didapatkan berdasarkan data selama pasien melakukan rawat
jalan dari dokter ahli ataupun perawat hingga akhir dari waktu penelitian..
c. C (Comparison)
-
d. O (Outcome)
Penggunaan antibiotik secara keseluruhan secara statistik tidak signifikan
memberikan penurunan gejala infeksi pada pasien-pasien yang terpasang CIED.
Berdasarkan hasil analisis faktor resiko dalam penelitian ini yaitu diabetes 13,4%,
anticoagulan 25,7%, wire sementara 0,8%. Implikasi bagi perawat dan tenaga
medis lain yaitu dalam meningkatkan outcome pasien dengan cara memberikan
pengetahuan perawatan post operativ mandiri, identifikasi tanda-tanda infeksi pada
area insersi. Kepatuhan dalam membersihkan secara konsisten alat-alat pada area
insersi yang tampak dari luar tubuh dengan tisu antiseptik sangat berperan dalam
pencegahan infeksi pada area insersi.
19
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika
Doenges, M E dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
European Heart Journal. 2013. ESC Guidelines on Cardiac Pacing and Cardiac
Resynchronization Therapy. European Society of Cardiology
Lewis, et al. 2008. Lewi’s Medical-Surgical Nursing Assessment and Management of Clinical
Problems. Australia: Elsevier
20
Nuarif. A.H dan Kusuma. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & Nanda NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Sudoyo, AW dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing
Tim Diklat RS Haji Jakarta. 2016. Pelatihan ICU Dasar. Jakarta: RS Haji Jakarta
Tim Pokja SDKI PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI
http://aibolita.com/heart-and-vessels/50643-temporary-pacemakers.html
http://www.chw.org/medical-care/herma-heart-center/conditions/living-with-a-pacemaker/
http://www.derangedphysiology.com/main/core-topics-intensive-care/mechanica-
haemodynamic-support/Chapter%202.5.2/anatomy-temporary-pacemaker-circuit
http://www.mayoclinic.org/tests-procedures/pacemaker/details/why-its-done/icc-20198449
https://thoracickey.com/4-temporary-cardiac-pacing/
21