0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
71 tayangan5 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang konsep dasar disritmia dan penyakit jantung koroner. Disritmia adalah gangguan irama jantung yang disebabkan oleh perubahan elektrofisiologi sel-sel miokard. Penyakit jantung koroner disebabkan oleh proses arteriosklerosis yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah jantung dan mengakibatkan iskemia. Faktor risikonya meliputi usia, jenis kelamin, tekanan darah tinggi
Dokumen tersebut membahas tentang konsep dasar disritmia dan penyakit jantung koroner. Disritmia adalah gangguan irama jantung yang disebabkan oleh perubahan elektrofisiologi sel-sel miokard. Penyakit jantung koroner disebabkan oleh proses arteriosklerosis yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah jantung dan mengakibatkan iskemia. Faktor risikonya meliputi usia, jenis kelamin, tekanan darah tinggi
Dokumen tersebut membahas tentang konsep dasar disritmia dan penyakit jantung koroner. Disritmia adalah gangguan irama jantung yang disebabkan oleh perubahan elektrofisiologi sel-sel miokard. Penyakit jantung koroner disebabkan oleh proses arteriosklerosis yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah jantung dan mengakibatkan iskemia. Faktor risikonya meliputi usia, jenis kelamin, tekanan darah tinggi
1. Pengertian Disritmia Gangguan irama jantung atau disritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark miokardium. Disritmia atau aritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Bararah & Jauhar, 2013). Disritmia adalah gangguan irama jantung akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokard (perubahan bentuk aksi potensial) yang pada akhirnya mengakibatkan gangguan irama, frekuensi, dan konduksi (Udjianti, 2010). 2. Etiologi Disritmia Disritmia disebabkan oleh : - Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi) - Gangguan sirkulasi coroner (aterosklerosis coroner atau spasme arteri coroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard. - Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidine dan obat-obat anti-aritmia lainnya. - Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia) - Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonomy yang mempengaruhi kerja dan irama jantung - Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat - Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis) - Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme) - Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung - Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi jantung) 3. Manifestasi Klinis - Perubahan TD (hipertensi atau hipotensi); nadi mungkin tidak teratur, deficit nadi, bunyi jantung irama tidak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun, kulit pucat, sianosis, berkeringat, edema, keluaran urine menurun bila curah jantung menurun berat - Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil - Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah - Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan, bunyi napas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernapasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal, hemoptisis - Demam, kemerahan kulit (reaksi obat), inflamasi, eritema, edema (thrombosis siperfisial), kehilangan tonus otot/ kekuatan. 4. Pemeriksaan Diagnostik - EKG; menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek keseimbangan elektrolit dan obat jantung - Monitor Holter; gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (dirumah/ kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu/ efek obat antidisritmia - Foto dada; dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup - Tes stres Latihan; dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan Latihan yang menyebabkan disritmia - Elektrolit; peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat menyebabkan disritmia - Pemeriksaan tiroid; peningkatan atau penurunan kadar tiroid serum dapat menyebabkan meningkatnya disritmia - Laju sedimentasi; peninggian dapat menunjukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia - GDA/nadi oksimetri; hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia 5. Penatalaksanaan 1. Terapi medis. Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu : a. Anti-aritmia kelas 1 : sodium channel blocker Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter b. Anti-aritmia kelas 2 (Beta adrenergik blockade) Atenolol, metoprolol, propanol, indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi c. Anti-aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation) Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang d. Anti-aritmia kelas 4 (calsium channel blocker) Verapamil, indikasi superventrikular aritmia. 2. Terapi mekanis a. Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif. b. Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat c. Defibrilator kardioverter impantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang risiko mengalami fibrilasi ventrikel. d. Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.
II. KONSEP DASAR PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
1. Pengertian Penyakit Jantung Koroner (PJK) Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh suplai darah dan oksigen ke miokardium yang tidak adekuat; terjadi ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai darah (Chris Tanto,dkk. 2014). Penyakit jantung koroner adalah perubahan variable intima arteri yang merupakan pokok lemak (lipid), pokok kompleks karbohidrat dan hasil produk darah, jaringan fibrus dan defosit kalsium yang kemudian diikuti dengan perubahan lapisan media. Penyakit ini juga disebut dengan coronary artery disease (penyakit arteri koroner) (Abdul Majid, 2018).
2. Etiologi Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Penyakit jantung koroner disebabkan oleh proses arteriosclerosis yang merupakan kelainan degenerative serta faktor penunjang lainnya yang menyebabkan ketidakseimbnagan antara kebutuhan miokardium dan masukan (splay)-nya, sehingga bisa mengakibatkan iskemia dan anoksia yang ditimbulkan oleh kelainan vascular dan kekurangan O2 dalam darah (Noer, 2001). Penyakit jantung koroner terjadi karena suplai darah ke otot jantung berkurang sebagai akibat tersumbatnya (obstruksi) pembuluh darah arteri koronaria. Faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner adalah : a. Faktor-faktor risiko besar (Major Risk Factor) 1) Usia Usia adalah factor risiko terpenting dan 80% dari kematian akibat penyakit jantung koroner (PJK) terjadi pada orang dengan usia 65 tahun atau lebih. Meningkatnya usia seseorang akan semakin tinggi kemungkinan terjadinya penyakit jantung koroner. Peningkatan usia berkaitan dengan penambahan waktu yang digunakan untuk proses pengendapan lemak pada dinding pembuluh nadi. Selain itu, proses kerapuhan dinding pembuluh tersebut semakin Panjang, sehingga semakin tua seseorang, maka semakin besar kemungkinan terserang penyakit jantung koroner. 2) Jenis Kelamin Pria memilik risiko lebih tinggi untuk menderita jantung koroner, sedangkan wanita rawan dengan penyakit jantung koroner setelah masa menopause. Peningkatan setelah menopause terjadi akibat penurunan kadar estrogen dan peningkatan lipid dalam darah. 3) Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi) Hubungan tekanan darah tinggi penyakit jantung koroner atribut yang mempercepat proses untuk timbulnya ateriosklerosis. Selain itu, peningkatan resisten vaskuler perifer meningkatkan afterload (pasca pengisian) dan kebutuhan ventrikel. Akibatnya, akan terjadi peningkatan kebutuhan oksigen untuk miokardial untuk menghadapi suplai yang berkurang. Pengaruh hipertensi dapat dimodifikasi melalui kepatuhan terhadap regimen medis untuk pengendalian sistolik dan diastolik tekanan darah. 4) Hiperlipidemia Hiperlipidemia merujuk pada terjadinya peningkatan kadar kolesterol dan triglyserida didalam darah. Klien yang memiliki kadar kolesterol lebih dari 300ml/dl memiliki risiko 4 kali untuk menderita penyakit jantung koroner dengan mereka yang kadarnya 200mg/dl. 5) Merokok Merokok merupakan faktor terbesar yang memicu terjadinya penyakit jantung koroner. Para perokok sigaret mempunyai 2-3 kali untuk meninggal karena penyakit jantung koroner daripada yang bukan perokok. Seseorang yang merokok umumnya mengalami penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein) dan peningkatan kandungan LDL (Low Density Lipoprotein), sehingga risiko terjadinya penebalan dinding pembuluh darah meningkat. Keadaan ini pun bukan hanya dialami oleh perokok sendiri (perokok aktif), tetapi juga oleh perokok pasif maupun orang di sekeliling perokok. b. Faktor-faktor risiko kecil (Minor Risk Factor) 1) Obesitas Obesitas atau berat badan yang berlebih berhubungan dengan beban kerja jantung yang meningkat dan juga kebutuhan oksigen untuk jantung. Obesitas berhubungan dengan intake kalori dan peningkatan kadar Low Density Lipoprotein (LDL). 2) Kurang Gerak Telah dibuktikan bahwa Gerakan dapat memperbaiki efisiensi jnatung dengan mengurangi kecepatan jantung dan tekanan darah. Dampak terhadap fisiologis yang lain dari kegiatan gerakan ini adalah menurunkan kadar kepekatan rendah dari lipid protein, menurunkan kadar glukosa darah, dan memperbaiki cardiac output. Dampak positif ini dapat mengurangi kemungkinan penyakit jantung koroner. 3) Diabetes Melitus Penderita diabetes melitus cenderung memiliki prevalensi arteriosklerosis yang lebih tinggi, demikian pula pada kasus arteriosclerosis koroner prematur dan berat. Hiperglikemia menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang dapat menyebabkan pembentukan trombus. Hiperglikemia bisa menjadi penyebab kelainan metabolisme lemak atau prediposisi terhadap degenerasi vaskular yang berkaitan dengan gangguan toleransi terhadap glukosa.
3. Manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Gejala dan komplikasi berkembang sesuai dengan lokasi dan tingkat penyempitan lumen arteri, pembentukan trombus, dan penyumbatan aliran darah ke miokardium (Smeltzer, dkk.,2010). Tanda dan gejala meliputi : a. Kurangnya suplai oksigen ke miokardium (infark miokard) b. Ketidakmampuan jantung memompa darah secara efektif untuk mengoksigenasi jaringan dan sel c. Angina pektoris d. Acute coronary syndrome (ACS) e. Kematian jantung mendadak jika gejala tersebut hanya muncul pada saat beraktivitas, maka kondisi tersebut dinamakan angina stabil. Akan tetapi, jika gejala tersebut muncul bahkan pada saat beristirahat, kondisi tersebut dinamakan angina tidak stabil. Kondisi ACS terjadi apabila gejala iskemik berkepanjangan dan tidak cepat reda (Dewit, dkk.,2017). 4. Pemeriksaan Diagnostik Penyakit Jantung Koroner (PJK) - Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) Perubahan EKG yang sering ditemukan pada pasien angina ialah : Perubahan segmen ST-T (depresi atau elevasi), atau hipertrofi ventrikel kiri (walau tidak spesifik). Tanda infark sebelumnya, seperti gelombang Q Gangguan konduksi, paling sering left bundle branch block (LBBB) dan left anterior fascicular block. Gangguan konduksi sering berhubungan dengan gangguan fungsi ventrikel dan menggambarkan penyakit multivessels atau adanya kerusakan miokard sebelumnya. Meski demikian, pada 50% pasien APS ditemukan EKG normal saat istirahat. Pada kasus demikian, disarankan untuk pemeriksaan EKG Latihan atau treadmill Pada pasien yang tidak bisa melakukan uji latih jantung (kelompok lanjut usia, penyakit arteri perifer, artritis, penyakit paru, gangguan ortopedik, obesitas, pascastroke), dapat dianjurkan pemeriksaan diagnostik ekokardiografi stress (dobutamine stress ekokardiografi), nuklir stress (menggunakan adenosin atau dipiridamol), atau magnetic resonance imaging (MRI). 5. Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner (PJK) - Medikamentosa dan perubahan pola hidup. Manajemen kasus akut bertujuan untuk meningkatkan suplai ke miokard serta mengurangi beban kerja miokard. - Terapi farmakologi yang digunakan sesuai dengan kondisi pasien, sebagai berikut : Nitrat (nitrogliserin sublingual atau spray). Untuk mengatasi angina dengan cepat, atau sebelum Latihan fisik untuk mencegah angina. Penyekat beta. Dmulai dan dilanjutkan untuk selamanya pada pasien pascainfark miokard, sindrom koroner akut, atau dengan disfungsi ventrikel kiri, kecuali ada kontraindikasi (bradikardia berat, blok AV derajat dua atau tinggi, sindrom sick sinus, dan asma berat).