Anda di halaman 1dari 18

1.

PENDEKATAN
Tanah gambut atau lebih dikenal dengan nama Peat Soil adalah tanah yang
mempunyai kandungan organic cukup tinggi dan pada umumnya terbentuk dari
campuran fragmen-fragmen material organic yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
yang telah berubah sifatnya menjadi fosil. Menurut Van de Meene (1982) tanah
gambut terbentuk sebagai hasil proses penumpukan sisa tumbuhan rawa seperti
berbagai macam jenis rumput, paku-pakuan, bakau, pandan, pinang, serta
tumbuhan rawa lainnya. Gambut Indonesia merupakan jenis gambut tropis
dengan luas area tanah gambut mencapai kurang lebih 15,96 juta hektar (Wijaya,
Adhi, dkk, 1991) yang sebagian besar terdapat di Pulau Sumatera, Kalimantan
dan papua dengan variasi kedalaman yang berbeda serta merupakan areal
gambut terbesar ketiga di Dunia (panduan Geoteknilk, 2001).

Lahan dan hutan rawa gambut merupakan suatu ekosistem yang unik,
namunsangat rentan (fragile) terhadap adanya gangguan eksternal. Ekosistem
gambut terbentuk dari interaksidan kesatuan antara substrat (tanah organik), air
(hidrologi) dan vegetasi secara utuh dan solid.Ekosistem gambut memiliki nilai dan
jasa lingkungan penting seperti pengendali dan pengatur hidrologi, pemendam
(sink) dan penambat (sequester) karbon, sumber plasma nuftah dan keragaman
hayati serta manfaat sosial-ekonomi lainnya.

Kendati memiliki nilai dan fungsi penting, namun ekosistem gambut di Indonesia
mengalami ancaman deforestasi dan degradasi akibat pengelolaan dan

Page | 1
pemanfaatan yang kurang bijaksana dan berkelanjutan. Kegiatan pembalakan,
konversi ke kegiatan industri perkebunan, kehutanan, pemukiman disertai
pembangunan drainase berlebihan serta kebakaran merupakan pemicu dan
pemacu utama deforestasi dan degradasi gambut di Indonesia. Deforestasi dan
degradasi gambut berdampak pada gangguan hidrologi, penurunan tutupan hutan,
subsidensi gambut, peningkatan kerentanan kebakaran, peningkatan pengeluaran
gas rumah kaca, kehilangan biodiversitas dan sosial ekonomi lainnya. Peristiwa
kekabaran hutan dan lahan gambut yang terjadi di tahun 2015, misalnya, telah
menyebabkan kabut asap tebal berbulan-bulan yang berdampak biaya ekonomi,
sosial, kesehatan dan bahkan mengganggu hubungan dengan negara-negara
tetangga.

Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi degradasi ekosistem gambut


beserta dampak yang ditimbulkan nya adalah melalukan kegiatan pemulihan
(restorasi) secara sistematis, terencana dan terukur, Untuk itu telah dibentuk
Badan restorasi Gambut (BRG) melalui Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2016.
BRG diberikan tugas pokok untuk mengkoordinasi dan memfasilitasi pelaksanaan
kegiatan restorasi gambut di 7 (tujuh) provinsi yakni Sumatera Selatan, Riau,
Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua
dengan mandat untuk melakukan restorasi gambut paling tidak seluas 2 juta
hektar pada kurun waktu tahun 2016-2020.

Didalam mengimplementasikan kegiatan restorasi gambut, BRG menetapkan 3


(tiga) pendekatan pokok yaitu: Pembasahan Gambut (Peat Rewetting),
Revegetasi (Revegetation), dan Revitalisasi Sumber Mata Penceharian
(Revitalization of local livelihoods). Ketiga Pendekatan ini lebih kenal sebagai
pendekatan 3R. Kegiatan pembasahan gambut (Peat Rewetting) dilaksanakan
melalui pembangunan infrastruktur pembasahan gambut seperti sekat kanal
(canal blocking), penimbunan kanal (canal backfilling)dan sumur bor (deep wells),
sedangkan kegiatan revegetasi (Revegetation) meliputi kegiatan persemaian,
pengembangan bank benih, kegiatan penanaman dan regenerasi alami.
Sementara itu kegiatan revitalisasi sumber mata pencaharian meliputi berbasis
lahan (land-based livelihood activities) dan berbasis air (water-based livelihood)
seperti pertanian tanpa bakar, paludiculture, peternakan, perikanan, budidaya
lebah madu dan lain-lain.

Page | 2
Lahan gambut didefinisikan sebagai “daerah dengan akumulasi bahan organik
yang sebagian terurai (decomposed) dengan kadar abu sama dengan atau kurang
dari 35%, kedalaman gambut sama dengan atau lebih dari 50 cm, dan kandungan
karbon organik (berat) minimal 12%” (ICCC, 2012).

Ketebalan gambut atau kedalaman adalah jarak vertikal dari permukaan lantai
tanah sampai lapisan substratum (lapisan tanah mineral) di bawah lapisan
gambut.

1. Analisa Spasial

Kombinasi data citra satelit, peta topografi, dan peta lahan gambut yang telah ada
sebelumnya digunakan untuk analisa spasial dari lokasi studi. Secara rinci data-
data tersebut adalah:

 Landsat TM4, 5, 7 dan 8 sebagai sumber primer untuk analisa spasial;


 Data polarimetry Alos PALSAR sebagai sumber sekunder analisa spasial;
 Peta BIG (Badan INFORMASI Geospasial) topografi skala 1:50.000;
 Data dari Shutter Radar Topografi Mission (SRTM) dan Digital Elevation Model
(DEM);
 Peta lahan gambut (ESRI shapefile Format) yang dibuat oleh Wetlands
International (WI, 2004) dan Kementerian Pertanian Indonesia (MoA, 2012);
dan
 Data dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA)
Radiometer Lanjutan Resolusi Sangat Tinggi (AVHRR).

Data ini digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan utama antara


peta lahan gambut yang telah ada, memahami karakteristik geomorfologi lahan
gambut di lokasi studi, menentukan titik contoh untuk verifikasi lapangan, dan
mengklasifikasikan tutupan lahan gambut secara multi-temporal.

Page | 3
2. Verifikasi Kedalaman Gambut

Kegiatan survei lapangan untuk pengukuran kedalaman gambut dan pengambilan


contoh tanah gambut telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang dijelaskan
dalam Rancangan Standarisasi Nasional Indonesia mengenai Pemetaan Lahan
Gambut (RSNI 2012).

Pengukuran kedalaman gambut yang dilakukan mengikuti prosedur pemetaan


lahan gambut yang tertuang dalam Prosedur Pemetaan Lahan Gambut diterbitkan
oleh Badan Standardisasi Nasional Indonesia (Standar Nasional Indonesia 7925:
2013). Bor yang digunakan untuk mengukur kedalaman gambut adalah bor
gambut Eijkelkamp®2. Ketebalan gambut diukur dengan melakukan pengeboran
ke dalam tanah gambut secara manual, sembari mengambil sampel tanah gambut
di setiap kedalaman 50 cm sampai mencapai lapisan substratum (Gambar).

 Pengambilan Sampel Tanah Gambut

Kandungan karbon, kadar abu dan bobot jenis-nya, di mana ketiga parameter
ini digunakan untuk mendefiniskan kualitas gambut yang terdapat di titik
sampel. Tidak semua titik pengukuran gambut diambil sampelnya, hanya
kurang lebih setengah dari jumlah titik sampling pengukuran kedalaman
gambut tersebut yang diambil sampel tanah gambutnya.

Sampel tanah gambut diambil sampai kedalamanan 3 meter dengan jenjang


per 50 cm (yaitu, 0-0,5 m, 0.5 - 1 m, ... 2,5 - 3 m), kemudian pada bagian
transisi atau substratum juga diambil sampel tanah gambut. Sampel tanah
gambut yang diambil adalah sepanjang 5 cm dipilih dari bagian yang relatif
tidak terganggu pada segmen tersebut. Pada lapisan transisi, sampel tanah
gambut diambil tepat di atas batas tanah gambut-mineral. Kelebihan akar dan
material organik yang tidak membusuk dari panjang 5 cm kemudian

Page | 4
dibersihkan dari sampel dengan pisau. Sampel tanah gambut kemudian
ditempatkan dalam cawan aluminium (8 cm dengan 7 cm). Berat basah sampel
langsung diukur di lapangan. Kemudian cawan aluminium ditutup rapat dengan
kertas aluminium dan dimasukkan ke dalam plastik Whirl-Pak®. Sampel tanah
gambut kemudian dikemas dan dikirim ke laboratorium Biotrop di Bogor, Jawa
Barat, untuk analisa kadar abu, kandungan karbon organik dan bobot jenis.

 Indeks Aktivitas Vegetasi

Metode supervised classification berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan


data kedalaman gambut yang ada dijalankan untuk mengestimasi relasi pola
spasial antarake dalaman gambut dengan tipe hutan rawa. Dalam klasifikasi
ini, nilai NDVI yang berasal dari data National Oceanic and Atmospheric
Administration (NOAA) Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR)
digunakan untuk mengevaluasi indeks vegetasi. Untuk tujuan estimasi
kedalaman dan sebaran lahan gambut yang lebih akurat di lokasi studi, maka
analisa didasarkan pada kondisi tutupan lahan awal 1990an, di mana pada
saat itu lahan gambut relatif tidak terganggu dan masih dalam kondisi asli.
Persamaan untuk NDVI yang digunakan adalah sebagai berikut:

Di mana:
NIR = near-infrared wavelength (Channel 2 of AVHRR)
RED = the visible red wavelength (Channel 1 of AVHRR)

 Prosedur Pengolahan Data

Prosedur pengelolaan data dapat dilihat pada gambar dan dijelaskan secara
lebih rinci pada bagian selanjuntya.

Page | 5
o Akuisisi citra NOAA-AVHHR images

Citra NOAA-AVHRR diperoleh dari USGS global Land 1-km AVHHR


Project. Periode data yang tersedia adalah dari April 1992 sampai dengan
Januari 1996, semuanya digunakan dalam penelitian ini. Data yang
diperoleh kemudian dikompositkan secara maksimum per 10

Page | 6
o Pra-proses data NOAA-AVHHR data

Pertama, data komposit maksimum bulanan NDVI dihitung. Kemudian,


kedua, dataset bulanan yang berisi gangguan (noise) dan areal tertutup
awan dihilangkan dengan maksud untuk menghindari nilai-nilai “tidak ada
data” dalam perhitungan. Penghapusan ini dilakukan dengan menggunakan
Band 1 dari dataset NOAA AVHHR.

 Delineasi luasan lahan gambut

Daerah hutan rawa gambut dihasilkan dari peta dasar tutupan lahan tahun
1990 guna mewakili potensi luasan lahan gambut. Pada tahun 1990, sebagian
besar lahan gambut masih ditutupi oleh hutan yang rapat, dan pada saat itu
pun belum terjadi konversi lahan gambut atau degradasi secara besar-
besaran. Ini dapat diasumsikan bahwa daerah hutan rawa pada saat itu juga
merupakan perwakilan yang relatif akurat dari luasan lahan gambut pada saat
itu. Selain hasil analisa, data-data aktivitas hasil pemeriksaan lapangan pun
digunakan untuk melengkapi delineasi luasan lahan gambut. Lebih jauh,
kawasan hutan rawa gambut kemudian dikalibrasi secara manual dengan
mengacu pada citra Landsat TM images dengan urutan pita 5 (R), 4 (G) dan 3
(B).

Untuk delineasi lahan gambut secara manual, data raster kemiringan dengan
resolusi 1 - km disatukan berdasarkan data titik elevasi dari peta topografi
skala 1:50.000 BIG.95% dari titik sampling yang terletak di lahan gambut
berpotongan dengan data raster kemiringan ini, yang mengindikasikan
kemiringan sudut kurang dari atau sama dengan 0,2°. Daerah ini didefinisikan
sebagai "daerah dengan kelerengan landai” (Gambar A7). Kemudian delineasi
manual yang dilakukan mengacu pada daerah-daerah dengan kelerengan
landai ini. Walaupun begitu, ketika morfologi cekungan teridentifikasi pada
suatu dalan wilayah studi, wilayah tersebut dieliminasi walaupun terletak dalam
wilayah dengan kelerengan landai. Begitu pula dengan hutan tepian sungai
(riparian forest) yang terletak pada wilayah luapan air sungai dipisahkan dari
lahan gambut dan juga dihilangkan selama proses ini. Delineasi lahan gambut
untuk pulau di sebelah Timur Pelalawan, di mana tidak ada data lapangan atau

Page | 7
data slope raster dari BIG yang tersedia, maka hanya berdasarkan pada citra
Landsat.

Kemudian areal-areal hasil delineasi ini, yang ditetapkan sebagai lahan


gambut berdasarkan pengolahan data yang telah dijelaskan di atas,
diintegrasikan dan digunakan untuk melengkapi data dari hasil supervised
classification.

 Pemilihan training data

Karena Model Shimada mengkategorikan kedalaman gambut berdasarkan


indeks aktivitas vegetasi, maka training data harus dihasilkan dari wilayah
berhutan. Oleh karena itu, hanya titik sampling yang terletak dalam wilayah
berhutan yang diekstraksi sebagai training data, dan titik sampel gambut yang
berada di areal tidak berhutan tidak digunakan dalam analisis ini. Untuk dapat
mencukupi kebutuhan sampel data untuk klasifikasi, digunakan data set yang
telah ada sebelumnya dari berbagai sumber serta data sampel hasil dari survei
lapangan selama proses studi ini. Untuk menentukan apakah titik sampel
berada dalam wilayah berhutan maka digunakan citra Landsat dengan
interpretasi visual.

 Supervised classification untuk kedalaman gambut

Supervised classification dilakukan dengan menggunakan data multi-temporal


yang tersusun dari NOAA-AVHRR dan dataset latihan terpilih. Secara
skematik, prosedur klasifikasi ditunjukkan pada Gambar. Dalam proses
supervised classification ini diterapkan metode analisa discriminant likehood
maximum, metode yang paling umum digunakan dalam supervised
classification untuk citra satelit. Dalam metode ini, jarak Mahalanobis, ukuran
relatif tanpa satuan (unitless) kesamaan dari titik data sampel yang tidak
diketahui ke yang diketahui, digunakan untuk menetapkan setiap pixel dari
citra satelit agar masuk ke dalam salah satu kategori kedalaman gambut.
Peristiwa dua dimensi (misalnya, gambar satelit dari dua bulan) dapat
digunakan untuk mengukur jarak. Hasil awal dari klasifikasi ini adalah dalam
format raster dan ditulis dalam GeoTIFF.

Jarak Mahalanobis dan Kebolehjadian adalah berbanding terbalik. Metode


diskriminasi kebolehjadian maksimum (maximum likelihood discrimination)

Page | 8
memilih satu kumpulan nilai atau variabel untuk diterapkan dalam parameter
model yang mana akan memaksimalkan kebolehjadian dalam beragam
dimensi (multi citra satelit). Analisis kebolehjadian maksimum ini berlandaskan
pada fungsi Gaussian, dan data latihan yang kecil akan menyebabkan estimasi
yang berkualitas rendah pada distribusi kebolehjadian, karena susunan letak
data latihan pra-pengkelasan terlalu jarang. Dengan demikian, sejumlah besar
data latihan diperlukan untuk estimasi yang lebih akurat dari kebolehjadian
klasifikasi (classification likelihoods).

Page | 9
 Konversi menjadi data vektor

Untuk kebutuhan visualisasi, hasil raster awal disederhanakan dan diubah


kedalam bentuk vektor. Pertama, poligon-poligon raster yang lebih kecil
daripada batas spesifik (4 pixels) dihilangkan dan diganti dengan nilai pixel
terbesar dari polygon raster terdekat. Kedua, data raster yang sudah
disederhanakan dan diklasifikasi kemudian diubah menjadi data titik vector
(dalam format shp, ESRI). Ketiga, polygon thiessen dibuat dan batas-batas
polygonnya dihaluskan dengan menggunakan algoritma puncak dengan
threshold 4000 m. Terakhir, batas polygon yang sudah dihaluskan disatukan
dengan mask map hutan rawa gambut.

3. Klasifikasi kedalaman gambut

Selanjutnya untuk menyempurnakan peta lahan gambut, dilakukan klasifikasi


kembali untuk kategori kedalaman gambut. Kategori kedalaman gambut yang
yang digunakan oleh Model Shimada.

Untuk kebutuhan analisa dan pengolahan data satelit, beberapa aplikasi komputer
berikut telah digunakan seperti Grass GIS 6.4 RC3 (GRASS Development Team,
2013), Quantum GIS 1.8 (Quantum GIS Development Team, 2013), dan R 2.14.2

 Estimasi volume Pengatusan (drainase) Lahan Gambut

Volume potensi pengurasan air dari lahan gambut menuju kanal dan parit irigasi
dalam lokasi studi diestimasi dengan pendekatan skenario pengurasan maksimum
dan minimum. Angka-angka dari kedua skenario ini berdasarkan kepada angka
rata-rata volume tetinggi dan terendah GWL yang terekam oleh automatic water
loggers.

Page | 10
2. RENCANA KERJA
Penjelasan tentang rencana pelaksanaan Kegiatan Penyusunan Survey
Investigation Design (SID) Dan Detail Engineering Design (DED) Infrastruktur
Pembasahan Gambut Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Pulau Tebing Tinggi
Provinsi Riau terdiri dari jangka waktu dan tahapan pekerjaan.

a) Jangka Waktu Pelaksanaan


Jangka waktu pelaksanaan Kegiatan Kegiatan Penyusunan Survey
Investigation Design (SID) Dan Detail Engineering Design (DED) Infrastruktur
Pembasahan Gambut Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Pulau Tebing
Tinggi Provinsi Riau adalah 2 (dua) bulan atau 60 hari kalender, terhitung sejak
dikeluarkannya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) oleh Pemberi Tugas atau
sampai dengan dalam batas waktu yang wajar perbaikan dan penyempurnaan.
Dalam jangka waktu pelaksanaan tersebut konsultan diwajibkan untuk selalu
berkoordinasi dan berkonsultasi secara intensif dan efektif dengan Pemberi
Tugas/Pimpinan Pelaksana Kegiatan, serta melakukan asistensi proses
pelaksanaan dengan Tim Teknis. Setiap tahapan kegiatan akan dinilai apabila
telah mendapat persetujuan dari Tim Teknis.

b) TAHAPAN PELAKSANAAN PEKERJAAN


Tahapan pelaksanaan Kegiatan Kegiatan Penyusunan Survey Investigation
Design (SID) Dan Detail Engineering Design (DED) Infrastruktur Pembasahan
Gambut Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Pulau Tebing Tinggi Provinsi
Riau secara garis besar terdiri dari tahap persiapan, pengumpulan dan analisis
data, analisis/kajian, Penentuan tata ruang. Secara lebih rinci tahapan
pekerjaan ini akan diuraikan sebagai berikut.
1. Pekerjaan Persiapan, meliputi:
 Pengadaan dan penyiapan segala hal yang diperlukan dalam pekerjaan
ini, antara lain mobilisasi personil, peralatan, dan bahan, perijinan, data
awal, rencana kerja dan tinjauan lapangan;
 Pengumpulan data sekunder yang tersedia di instansi terkait;
 Berkoordinasi dengan instansi terkait di daerah terutama Tim Restorasi
Gambut Daerah (TRGD);

Page | 11
 Pengumpulan informasi data hasilsurvei dan investigasi yang pernah
dilakukan di lokasi atau yang ada disekitar lokasi program
pembangunan infrastruktur pembasahan gambut: elevasi referensi
topografi, lokasi, nomor, dan elevasi patok BM, peta topografi dan tanah
detail, registrasi elevasi muka air.

2. Survei dan pengumpulan data


Pengumpulan data dan informasi sekunder dengan studi literatur, yaitu:
Data statistik, Laporan dari dinas-dinas terkait, Dokumen RPJM/RPJP,
Renstra Daerah dan RTRWK., RTRWP, RTRW PuIau, RTRWN, dan hasil-
hasil kajian atau penelitian lahan gambut yang sudah dilakukan.
Pengumpulan data primer dengan survei lapangan yaitu :
 Potensi lahan gambut.
 Karakteristik gambut dengan sampling tanah dan analisis laboratorium,
 Sosial ekonomi masyarakat dengan wawancara dan kuisioner.
 Pengukuran topografi area;
 Pengukuran trase saluran (kedalaman, lebar, elevasi);
 Survei data material konstruksi dan Borrow Area;
 Survei Kondisi Tanah;
 Survei Harga Dasar Tenaga, Bahan, Material dan Alat;
 Survei sosial ekonomi dan lingkungan.

3. Analisis
Teknik yang dikembangkan adalah menggunakan metode pendekatan
deskriptif kualitatif dan kuantitatif sehingga akan diperoleh informasi yang
baik dan terukur. Melalui pendekatan ini, fenomena yang terjadi di kawasan
hutan dan masyarakat akan diformulasikan dalam rangkaian informasi yang
aktual dan sistematis. Informasi yang diperoleh sedapat mungkin diolah
berdasarkan proses analisis data, maka tahap reduksi data yang dilakukan
sebagai berikut:
 Analisis tutupan lahan (land cover) dengan melakukan evaluasi nilai
NVDI dengan menggunakan sumber Citra Landsat TM yang diproses
dengan mempergunakan Software Arcview

Page | 12
 Karakteristik dan Sumberdaya Wilayah Hutan meliputi: karakteristik
biofisik wilayah hutan seperti struktur dan komposisi vegetasi (flora) dan
jenis (spesies) yang terdapat di dalamnya.
 Analisis Kondisi Sosial di dalam dan di sekitar hutan pada berbagai
kawasan hutan (daratan)
 Analisis hubungan/terpadu spasial yang meliputi: faktor biofisik,
flora/fauna, pola-pola interaksi sosial politik(kebijakan) dan institusi.

Analisis data ditekankan pada analisis karakteristik lahan gambut, potensi


ekonomi, dan lingkungan yang dipakai sebagai dasar penyusunan strategi
pengelolaan lahan gambut berkelanjutan.
 Analisis permasalahan lingkungan
 Analisis sosial ekonomi dan Kependudukan:
 Analisis tata kebijaksanaan dan kelembagaan dalam kaitannya dengan
pengelolaan lahan gambut berkelanjutan.
 Analisis pemanfaatan berdasarkan rencana tata ruang wilayah.
 Analisis isu lingkungan global tentang pemanfaatan gambut.
 Analisis pengelolaan lahan gambut secara bijaksana (wise use) dalam
rangka penyusunan strategi dan program pengelolaan lahan gambut
berkelanjutan.
 Analisis Topografi untuk mendapatkan peta situasi skala 1:50.000, peta
kerja dengan skala 1:10.000;
 Analisis Hidrologi untuk mendapatkan debit andalan dan debit banjir;
 Analisis Tanah untuk mendapatkan jenis dan kondisi daya dukung tanah
di lokasi sekat kanal dan/atau penimbunan kanal;
 Analisis sosial ekonomi dan lingkungan.
Kegiatan penyusunan tata ruang pengelolaan lahan gambut ini dilakukan
dengan menggunakan data sampel dari beberapa karakteristik khas lahan
gambut gambut. Data dianalisis dengan menggunakan analisis data spasial
dan kuantitatif

Page | 13
4. Kajian dan Analisa Studi SID, meliputi:
1) Aspek Teknikal;
2) Aspek Hidrologi;
3) Aspek Tanah;
4) Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan masyarakat sekitar.

5. Kajian dan Analisa Studi DED, meliputi:


1) Pemodelan fisik dan numerik pembangunan infrastruktur pembasahan
gambut;
2) Perencanaan struktur pembangunan infrastruktur pembasahan gambut;
3) Perencanaan pondasi pembangunan infrastruktur pembasahan gambut;
4) Metode pelaksanaan.
5) Dokumen perencanaan
a) Gambar-gambar/Peta;
b) Penyusunan RAB atau Bill of Quantity;
c) Spesifikasi Umum dan Teknis.

Berdasarkan data-data teknis hasil survei di lapangan, pengumpulan data dan


hasil analisis, maka keluaran yang diharapkan adalah tersedianya kajian,
antara lain:
1. Survei Investigasi dan Desain (SID), meliputi:
 Pemanfaatan Kanal
 Kelompok masyarakat terdampak;
 Potensial Ditolak/Ditolak dengan kompensasi/Diterima masyarakat;
 Kompensasi Revitalisasi Ekonomi.
 Program pembangunan infrastruktur pembasahan gambut yang telah
dilakukan diwilayah SID
 Penyajian data dan informasi biofisik, hidrologi, jaringan drainase
(panjang, lebar dan dalam), sosial ekonomi dan kondisi eksisting Sekat
Kanal dan/atau Penimbunan Kanal yang telah ada;
 Jumlah unit dan titik Koordinat Lokasi Rencana Pembangunan Sekat
Kanal dan/atau penimbunan kanal;

Page | 14
 Peta Lokasi Pembangunan Sekat Kanal dan/atau Penimbunan Kanal
sesuai kriteria yang telah ditetapkan;
 Penyajian Data Primer dan Data Sekunder dan hasil pengolahannya.

2. Detail Engineering Design (DED),meliputi:


 Data teknis Kawasan Hidrologis Gambut meliputi: topografi, kedalaman
gambut, lebar kanal, elevasi air;
 Menentukan jenis/model dan jumlah infrastruktur pembasahan gambut
sekat kanal dan/atau penimbunan kanal;
 Mendapatkan nilai harga bahan, material dan alatlokal/setempat;
 Membuat Desain, Bill of Quantity (RAB) dan spesifikasi teknis
pembangunan dan infrastruktur pembasahan gambut sekat kanal
dan/atau penimbunan kanal;
 Mengidentifikasi dan menilai risiko (SMK3) serta pengendaliannya

3. PELAPORAN
Pekerjaan ini melalui beberapa tahapan kegiatan yang masing-masing
tahapannya menghasilkan produk laporan yang harus diserahkan sebagai
berikut :
a. Laporan Pendahuluan, diserahkan selambat-lambatnya 14 (empat belas)
hari kalender setelah SPMK sejumlah 10 (sepuluh) eksemplar. Laporan
Pendahuluan ini berisi penjabaran dari kerangka acuan kerja, yang meliputi
pendahuluan, metodologi dan pendekatan teori yang diterapkan dalam studi,
gambaran umum secara singkat, rencana kerja, jadwal kegiatan dan
instrumen pengumpulan data primer dalam penelitian, termasuk keperluan
data sekunder.
b. Laporan Antara, diserahkan pada minggu ke-1 bulan ke-2 sejumlah 10
(sepuluh) eksemplar. Laporan Antara berisikan hasil survei primer, hasil studi
kasus/studi terdahulu serta laporan kemajuan pekerjaan.
c. Draft Laporan Akhir, diserahkan pada minggu ke-3 bulan ke-2 sejumlah 10
(sepuluh) eksemplar. Konsep Laporan Akhir merupakan draft hasil kajian
yang akan dibahas oleh stakeholders yang relevan.

Page | 15
d. Laporan Akhir, diserahkan pada minggu ke-4 bulan ke-2 (akhir masa studi)
sejumlah 10 (sepuluh) eksemplar. Laporan Akhir adalah Konsep Laporan
Akhir yang telah disempurnakan sesuai pembahasan akhir.
e. Laporan Ringkas (Ringkasan Eksekutif), diserahkan pada akhir bulan ke-2
(akhir masa studi) sejumlah 10 (sepuluh) eksemplar. Laporan Ringkas adalah
laporan yang digunakan untuk laporan eksekutif sehingga merupakan laporan
yang lebih singkat dan padat mengenai hasil studi.
f. Gambar Desain/Peta (A3) diserahkan pada akhir bulan ke-2 (akhir masa
studi) sejumlah 5 (lima) eksemplar.
g. Softcopy berupa CD/DVD berisi keseluruhan laporan kegiatan dan
dokumentasi beserta data pendukung seperti data GPS (ekstensi DWG,
GPX, atau SHP, berkaitan dengan software pengolah database yang
digunakan), diserahkan pada akhir bulan ke-2 (akhir masa studi)

4. STRUKTUR ORGANISASI PELAKSANAAN PEKERJAAN


Pada bagian ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai organisasi pelaksanaan
pekerjaan dari kegiatan Penyusunan Survey Investigation Design (SID) Dan
Detail Engineering Design (DED) Infrastruktur Pembasahan Gambut Kesatuan
Hidrologis Gambut (KHG) Pulau Tebing Tinggi Provinsi Riau Untuk lebih jelasnya
lagi dapat dilihat pada uraian organisasi Tenaga Ahli dalam pelaksanaan
pekerjaan bawah ini.
Konsultan akan membentuk suatu struktur organisasi Tim Pelaksanaan
Pekerjaan berdasar detail penugasan personil. Organisasi proyek terdiri dari
beberapa anggota tim tenaga ahli yang professional dan beberapa tenaga
administrasi/ pendukung proyek. Tim ini akan dikoordinasi di bawah seorang
ketua, yaitu Team Leader.
Para Tenaga Ahli akan menyelesaikan langkah-langkah yang tertuang dari
tahapan awal hingga akhir selain itu tim juga akan menyelesaikan penyusunan
laporan hingga pekerjaan diterima oleh pemberi tugas, dan beberapa tim
professional yang menjadi Key Person akan melaksanakan presentasi
pembahasan akhir laporan. Kesemua tahapan pekerjaan di atas akan
dikoordinasikan oleh Ketua Tim/Team Leader yang bertanggung jawab akan
kualitas substansi secara menyeluruh.

Page | 16
Sedangkan untuk menunjang kelancaran tugasnya terutama yang berkaitan
dengan pekerjaan administrasi proyek baik keperluan internal maupun eksternal,
kelengkapan data, keperluan survey di lapangan dan penyusunan pelaporan
maka Team Leader akan dibantu oleh sejumlah staf pendukung dan
administrasi. Selanjutnya, struktur organisasi pelaksanaan pekerjaan yang
mencakup uraian singkat pentahapan pekerjaan di atas dapat diskematikkan
sebagai berikut :

Page | 17
STRUKTUR ORGANISASI PEKERJAAN
PENYUSUNAN SURVEY INVESTIGATION DESIGN (SID) DAN DETAIL ENGINEERING DESIGN (DED)
INFRASTRUKTUR PEMBASAHAN GAMBUT KESATUAN HIDROLOGIS GAMBUT (KHG) PULAU TEBING
TINGGI PROVINSI RIAU

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN


KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL
KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN
EKOSISTEM

PENYUSUNAN SURVEY INVESTIGATION DESIGN (SID)


DAN DETAIL ENGINEERING DESIGN (DED)
PT. RYAN SYAWAL CONSULTANT
INFRASTRUKTUR PEMBASAHAN GAMBUT KESATUAN
Direktur HIDROLOGIS GAMBUT (KHG) PULAU TEBING TINGGI
PROVINSI RIAU

Office Manager

TIM TEKNIS/
Team Leader
SUPERVISI

Tim Ahli

 Ahli Bangunan Air Tenaga Sub Profesional


 Ahli Pemetaan
 Ahli Hidrologi  Surveyor
 Ahli Kehutanan
 Ahli Tanah
 Ahli Sosial Ekonomi

Tenaga Pendukung

Page | 18

Anda mungkin juga menyukai