Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan atau yang biasa disingkat PPHP adalah salah satu pihak dalam pengadaan
barang/jasa pemerintah yang sangat menentukan arah apakah hasil dari pekerjaan pengadaan barang/jasa tersebut
sesuai dengan yang tertuang dalam kontrak/perjanjian antara penyedia dengan PPK atau tidak, walaupun kedudukan
atau keberadaan PPHP tidak terlalu diperhatikan dan dipermasalahkan dalam sebuah instansi, tetapi tugas dan
tanggung jawab PPHP sangat berat. Ulasan dibawah ini nanti akan menjelaskan mengenai tugas, wewenang dan
tanggung jawab PPHP.
Sedangkan menurut Perpres No.4 Tahun 2015, Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP)
adalah panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil
pekerjaan (Pasal 1 angka 10 Perpres No.4 Tahun 2015).
Tugas utama PPHP sebagaimana dalam pasal 18 Perpres 54 tahun 2010 dan perubahannya dapat
dirangkum sebagai berikut:
a. Melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan ketentuan yang
tercantum dalam Kontrak (yang mencakup kesesuaian jenis, spesifikasi teknis, jumlah/volume/kuantitas,
mutu/ kualitas, waktu dan tempat penyelesaian pekerjaan apakah sesuai dengan yang tertuang dalam
kontrak atau tidak)
b. Menerima hasil Pengadaan Barang/Jasa setelah melalui pemeriksaan/pengujian ; dan
c. Membuat dan menandatangani Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan.
Sehingga seorang PPHP harus memahami setiap spesifikasi barang/jasa yang akan diadakan dan
memahami setiap jenis-jenis kontrak yang digunakan. Apabila didalam pemeriksaan/pengujian
dibutuhkan tenaga tekins maka KPA dapat membentuk Tim teknis/ Menunjuk Tenaga Ahli untuk
membantu Tugas PPHP (pasal 18 ayat 6 an 7 Perpres 70 tahun 2012).
Di dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah,
ketentuan Pasal 18 ayat (4) huruf e disebutkan bahwa syarat syarat PPHP adalah:
Itulah resiko seorang PPHP, sering tidak dianggap dalam proses pengadaan, tetapi tanggungjawabnya
sangat besar, PPSPM, Bendahara dan PPK mencairkan uang dengan acuan sudah diperiksa PPHP,
sehingga keputusan PPHP untuk menyatakan sesuai / tidaknya barang tersebut dengan kontrak sangat
menentukan.
Demikian sekelimut cerita tentang PPHP. Namun sayangnya, hal yang kadang terjadi di lapangan adalah
PPHP yang diangkat kurang kompeten. Dengan kata lain tidak memahami tugasnya, termasuk
memahami kontrak dengan cermat. Walhasil, PPHP asal tanda tangan saja, tidak begitu memperhatikan
hasil pekerjaan sesuai kontrak atau tidak. Atau memeriksanyapun tidak benar-benar detail sehingga
setelah barang atau hasil pekerjaan dimanfaatkan ternyata hasilnya mengecewakan. Ada juga, PPHP
yang ditunjuk memang sengaja yang tidak tahu apa-apa, atau mudah ditekan oleh pihak-pihak tertentu.
Ini juga praktik yang tidak sehat dalam pengadaan barang/jasa.
Dilihat dari fungsinya, PPHP adalah salah satu yang memastikan kualitas barang/jasa. Oleh karena
itu,untuk PBJ yang lebih berkualitas, sudah selayaknya yang menjadi PPHP adalah yang benar-benar
kompeten.
Sebenarnya tidak juga. Fungsi PPHP disini adalah untuk cross check fungsi pengawasan dari PPK. PPK
bertugas mengawasi jalannya pekerjaan sampai dengan pekerjaan itu selesai. Sampai saat pekerjaan
dianggap selesai oleh PPK, maka perlu ada pihak lain yang benar-benar memastikan bahwa pekerjaan
tersebut benar-benar selesai, sesuai dengan kontrak dan layak dibayar. Disitulah PPHP berperan. Oleh
karena itu dalam struktur organisasi PBJ, PPK dan PPHP mempunyai kedudukan yang selevel dan
sama-sama ditetepkan oleh PA/KPA.
Nah, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah PPHP bertugas saat pekerjaan sudah benar-benar
selesai atau bisa masuk di tengah-tengah proses pekerjaan? Jika pekerjaan berupa pengadaan
komputer, itu tidak menjadi permasalahan, karena begitu komputer datang, lansung dicek. Namun
bagaimana dengan pekerjaan konstruksi seperti membangun sebuah gedung. Apakah PPHP mengecek
pada saat gedung sudah benar-benar selesai, atau PPHP perlu memeriksa juga pada saat proses
pekerjaan konstruksinya.
Masih ada perbedaan penafsiran dan memang belum ada peraturan lebih detail tentang hal itu. Namun
kalau kita kembalikan ke peran PPHP tadi, maka pemeriksaan di akhir pekerjaan itu sesuatu yang harus
dilakukan. Nah, bagaimana jika di tengah pelaksanaan pekerjaan. Kalau menurut saya, perlu dilihat dulu
tahapan-tahapan atau milestone dari pekerjaan tersebut. Jika salah satu tahapan merupakan langkah
yang penting untuk tahap berikutnya dan pada tahapan tersebut ada tahapan pembayaran atas prestasi
kerja maka saya rasa PPHP harus memerikssa dan menerima hasil pekerjaan. Sebagai contoh misalnya
dalam kontrak, penyedia akan mendapat pembayaran termin I, jika kerangka bangunan sudah terpasang.
Maka PPHP wajib memastikan bahwa kerangka bangunan sudah terpasang sesuai kontrak sehingga
layak dibayar. Jika tahapan tersebut bukan sesuatu yang siginifikan untuk tahap berikutnya, maka ini
menjadi pilihan bagi PPHP. Pemeriksaan tersebut bisa dilakukan bisa tidak sesuai dengan kebutuhan
dan melihat peran-peran yang lain agar tidak terjadi tumpang tindih, misalnya peran dari konsultan
pengawas pekerjaan.