by @ahmadcs92
Hermanto
Deputi Direktur
NILAI-NILAI STRATEGIS
Nilai-nilai strategis Bank Indonesia adalah: (i) kejujuran dan integritas (trust and integrity); (ii)
profesionalisme (professionalism); (iii) keunggulan (excellence); (iv) mengutamakan
kepentingan umum (public interest); dan (v) koordinasi dan kerja sama tim (coordination and
teamwork) yang berlandaskan keluhuran nilai-nilai agama (religi).
3. Inflasi ________________________________________________________________________________________ 31
3.1. Inflasi Secara Umum __________________________________________________________________________ 32
3.1.1 Inflasi Kelompok Pengeluaran ________________________________________________________________ 34
3.1.1.1 Inflasi Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau _______________________________________ 35
3.1.1.2 Inflasi Kelompok Pakaian dan Alas Kaki ___________________________________________________ 36
3.1.1.3 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar RT ________________________________ 38
3.1.1.4 Inflasi Kelompok Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan _________________________________ 39
3.1.1.5 Inflasi Kelompok Transportasi __________________________________________________________ 40
3.1.1.6 Inflasi Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya _______________________________________ 41
3.2. Upaya Pengendalian Harga _______________________________________________________________________ 43
4 Stabilitas Keuangan Daerah ______________________________________________________________________ 52
4.1 Perkembangan Stabilitas Keuangan Rumah Tangga ________________________________________________ 53
4.1.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga ______________________________________ 53
4.1.2 Dana Pihak Ketiga Perseorangan Perbankan ________________________________________________ 53
4.1.3 Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga __________________________________________________ 55
LAMPIRAN __________________________________________________________________________________________ 94
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (%yoy) ............................................................................................................................. 2
Grafik 1.2. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan .................................................................................................................. 3
Grafik 1.3. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan .............................................................................................. 3
Grafik 1.4. Perkembangan Konsumsi RT ..................................................................................................................................................... 5
Grafik 1.5. Kondisi Ekonomi saat ini Dibandingkan 6 Bulan Lalu ............................................................................................................. 5
Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Konsumsi ............................................................................................................................................... 5
Grafik 1.7. Perkembangan Penjualan Mobil ............................................................................................................................................... 5
Grafik 1.8. Perkembangan Konsumsi Pemerintah ..................................................................................................................................... 6
Grafik 1.9. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat .............................................................................................. 6
Grafik 1.10. Perkembangan Giro Pemerintah Daerah di Perbankan Sulawesi Barat .............................................................................. 6
Grafik 1.11. Perkembangan Investasi .......................................................................................................................................................... 7
Grafik 1.12. Perkembangan Kredit Investasi .............................................................................................................................................. 7
Grafik 1.13. Realisasi Penanaman Modal .................................................................................................................................................... 7
Grafik 1.14. Perkembangan Ekspor ............................................................................................................................................................. 8
Grafik 1.15. Aktivitas Ekspor LN ................................................................................................................................................................... 8
Grafik 1.16. Negara Tujuan Ekspor .............................................................................................................................................................. 8
Grafik 1.17. Pangsa Komoditas Ekspor LN Triwulan II 2022 ...................................................................................................................... 8
Grafik 1.18. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Penawaran .............................................................................................................. 10
Grafik 1.19. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Penawaran ........................................................................................... 10
DAFTAR BOKS
KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP INDUSTRI KELAPA SAWIT DI SULAWESI BARAT .......................................... 14
PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI SULAWESI BARAT ............................................................................................................................ 45
Perkembangan Ekonomi
Perekonomian Perekonomian Sulawesi Barat tumbuh lebih baik pada triwulan II 2022.
Sulawesi Barat Perekonomian Sulawesi Barat tumbuh sebesar 2,13% (yoy) pada triwulan II 2022
tumbuh lebih tinggi atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2022 yang mengalami pertumbuhan
pada triwulan II 2022 sebesar 0,93% (yoy). Berdasarkan komponen pengeluaran, Konsumsi Rumah
Tangga mengalami peningkatan pertumbuhan didorong oleh mobilitas
masyarakat yang terus meningkat seiring dengan kondisi pandemi COVID-19 yang
semakin terkendali dan momentum HBKN Idul Fitri yang tidak disertai dengan
pembatasan seperti tahun sebelumnya. Meskipun demikian, Ekspor mengalami
kontraksi imbas kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) larangan ekspor
terhadap produk CPO dan turunannya yang diterapkan oleh pemerintah untuk
mengatasi kenaikan harga minyak goreng. Kemudian, Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB)/Investasi juga mengalami penurunan akibat proses pembangunan
pascagempa yang mulai berakhir. Dari sisi lapangan usaha, lapangan usaha
Pertanian dapat tumbuh positif di tengah penurunan produksi kelapa sawit.
Peningkatan pada lapangan usaha ini didorong oleh peningkatan produksi padi,
produksi buah-buahan, dan produksi ayam ras. Sejalan dengan lapangan usaha
Pertanian, lapangan usaha Perdagangan juga mengalami peningkatan seiring
dengan Konsumsi Rumah Tangga yang meningkat. Namun di sisi lain, lapangan
usaha Industri Pengolahan mengalami penurunan akibat penurunan bahan baku
kelapa sawit dan penerapan kebijakan DMO dan larangan ekspor untuk produk
CPO dan turunannya oleh pemerintah. Dari perspektif regional, perekonomian
kawasan Sulawesi tercatat tumbuh lebih tinggi dibandingkan Sulawesi Barat
dengan tingkat pertumbuhan sebesar 6,47% (yoy) pada triwulan II 2022. Seluruh
perekonomian provinsi di Pulau Sulawesi tumbuh lebih baik pada triwulan II 2022
dibanding triwulan I 2022.
Keuangan Pemerintah
Realisasi APBN Realisasi belanja APBN Sulawesi Barat terkontraksi pada triwulan II 2022. Secara
mengalami kontraksi nominal, penurunan terbesar terjadi pada komponen belanja modal, diikuti oleh
sementara realisasi belanja pegawai dan belanja barang. Hal ini dipengaruhi oleh adanya
APBD meningkat penyesuaian penggunaan anggaran belanja karena aktivitas pembangunan
infrastruktur tidak lebih progresif dibandingkan tahun sebelumnya, dimana
terdapat bencana gempa yang merusak sejumlah infrastruktur fisik, seperti jalan,
gedung perkantoran, dan sebagainya. Untuk belanja pegawai, penurunan
disebabkan oleh adanya pergeseran pemberian gaji ke-13 pada tahun lalu yang
diberikan pada bulan Juni. Sementara tahun ini pemberian gaji ke-13 diberikan
pada bulan Juli. Lalu pada belanja barang, penurunan disebabkan oleh
penyesuaian jumlah pengadaan barang penunjang operasional instansi vertikal
Inflasi
Inflasi Sulawesi Barat Kenaikan harga sejumlah komoditas pangan dan transportasi menjadi sumber
triwulan II 2022 tekanan inflasi Sulawesi Barat pada triwulan II 2022. Beberapa komoditas pangan,
meningkat seperti bawang merah, cabai merah, cabai rawit (hortikultura) dan minyak goreng
masuk menjadi jajaran teratas penyumbang inflasi Sulawesi Barat pada periode
pelaporan. Kemudian, tiket angkutan udara menyusul menjadi sumber tekanan
inflasi yang berasal dari kelompok Administered Price. Untuk komoditas
hortikultura, kenaikan harga komoditas tersebut disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara jumlah pasokan dan permintaan konsumsi
masyarakat. Terbatasnya jumlah stok komoditas hortikultura di Sulawesi Barat
diakibatkan oleh volume pengiriman yang berkurang imbas dari kegagalan panen
di sentra produsen karena gangguan cuaca. Kondisi ini membuat penyesuaian
harga di tingkat produsen dan pedagang besar yang pada akhirnya berdampak
pada harga di tingkat konsumen. Sejalan dengan kondisi tersebut, harga
komoditas minyak goreng juga terpantau masih tinggi pada periode pelaporan.
Hal ini disebabkan oleh pengaruh efek berkelanjutan (multiplier effect) dari
pelepasan harga komoditas di pasaran seiring dicabutnya Harga Eceran Tertinggi
(HET) oleh Pemerintah. Hal ini berakibat pada kenaikan harga minyak goreng,
khususnya jenis curah di tingkat konsumen dan menjadi penyumbang inflasi pada
triwulan pelaporan. Selanjutnya, harga tiket angkutan udara juga turut
mengalami kenaikan dipicu oleh penyesuaian biaya operasional dalam merespon
kenaikan harga avtur yang diakibatkan oleh lonjakan harga minyak dunia. Lebih
lanjut, ketidakseimbangan antara jumlah ketersediaan unit pesawat dengan
permintaan masyarakat seiring peningkatan mobilitas menjadi faktor pendukung
Penyaluran kredit konsumsi rumah tangga tumbuh positif pada triwulan II 2022.
Realisasi kredit yang bersifat konsumtif tersebut pada triwulan II 2022 tercatat
sebesar Rp7,73 triliun. Nominal tersebut tercatat tumbuh sebesar 12,32% (yoy)
atau lebih lambat dibandingkan pertumbuhan 13,86% (yoy) pada triwulan I 2022.
Perlambatan tingkat pertumbuhan kredit konsumsi ini disebabkan oleh
perlambatan pertumbuhan kredit multiguna pada periode yang sama. Kredit
multiguna tumbuh sebesar 1,83% (yoy) pada triwulan II 2022 atau menurun
dibandingkan triwulan I 2022 yang tumbuh sebesar 15,89% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan ini disebabkan oleh base effect triwulan II 2021 dimana masyarakat
membutuhkan dana untuk mengganti barang-barangnya yang rusak akibat
bencana gempa bumi. Meskipun demikian, pertumbuhan Kredit Pemilikan
Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) mengalami peningkatan
pada triwulan II 2022. KPR mengalami pertumbuhan sebesar 24,18% (yoy) pada
triwulan II 2022 atau meningkat dari triwulan I 2022 yang mencatatkan
pertumbuhan sebesar 6,71% (yoy). Sementara itu, KKB mengalami pertumbuhan
sebesar 98,78% (yoy) pada triwulan II 2022 atau lebih tinggi dari pertumbuhan
pada triwulan I 2022 yang mencatatkan sebesar 81,02% (yoy). Peningkatan
pertumbuhan kredit ini seiring dengan peningkatan konsumsi masyarakat yang
terjadi.
Sistem Pembayaran
Net outflow yang tetap Transaksi pembayaran tunai di Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan II 2022
tinggi menunjukkan tercatat mengalami net outflow sebesar Rp832,17 miliar. Kondisi ini sejalan
perbaikan aktivitas dengan lebih besarnya uang yang disalurkan (outflow) oleh Kantor Perwakilan
perekonomian (KPw) Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat dibandingkan setoran uang tunai
(inflow) dari masyarakat yang diterima melalui perbankan. Namun, outflow pada
periode laporan tercatat sebesar Rp1,06 triliun atau turun sebesar 1,51% (yoy)
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal yang
mendukung stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia menyelenggarakan
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Pada triwulan II 2022, nominal
transaksi kliring kredit tercatat sebesar Rp140,29 miliar atau mengalami kontraksi
pertumbuhan sebesar 4,96% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan I 2022
yang tercatat dengan nominal sebesar Rp161,28 miliar. Hal ini sejalan dengan
volume warkat kliring kredit yang mengalami penurunan sebesar 8,79% (yoy)
dengan volume warkat sebanyak 4.837 warkat.
Namun, angka kemiskinan Sulawesi Barat meningkat pada Maret 2022. Tingkat
kemiskinan di Sulawesi Barat pada Maret 2022 mencapai 11,75%, atau meningkat
dibandingkan Maret 2021 sebesar 11,29%. Hal ini sejalan dengan bertambahnya
jumlah penduduk miskin Provinsi Sulawesi Barat pada bulan Maret 2022 sejumlah
165,72 ribu jiwa, atau mengalami peningkatan sebesar 5,43% (yoy) dibandingkan
Maret 2021 sejumlah 157,19 ribu jiwa. Di samping itu, peningkatan tersebut
sejalan dengan persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret
2022 yang tumbuh sebesar 0,61% (yoy) atau menjadi 27,99 ribu jiwa dari
sebelumnya sebanyak 27,82 ribu jiwa pada Maret 2021. Demikian halnya dengan
peningkatan persentase penduduk miskin di wilayah perdesaan yang meningkat
sebesar 6,46% (yoy) atau menjadi 137,73 ribu jiwa pada periode pelaporan, dari
sebelumnya sebanyak 129,37 ribu jiwa pada Maret 2021.
Prospek Perekonomian
Perekonomian Secara kumulatif, perekonomian Sulawesi Barat tahun 2022 diproyeksikan
Sulawesi Barat tumbuh lebih tinggi dibanding tahun 2021 setelah pada laporan sebelumnya
diperkirakan tumbuh diproyeksikan tumbuh lebih lambat. Pencabutan larangan ekspor yang kemudian
positif dengan tingkat didukung oleh kebijakan pembebasan bea ekspor untuk produk CPO dan
inflasi yang stabil
turunannya akan mendorong peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian dan
industri pengolahan, yang sebelumnya diproyeksikan tertahan akibat kebijakan
Domestic Market Obligation (DMO) serta larangan ekspor CPO dan turunannya.
Selain itu, kondisi pandemi COVID-19 yang semakin terkendali membuat
pembatasan kegiatan menjadi semakin minim dan akan memberikan dampak
positif pada lapangan usaha tersier seperti perdagangan, transportasi dan
pergudangan, penyediaan akomodasi dan makan minum, serta lapangan usaha
tersier lainnya. Sementara itu, pembangunan pascagempa yang mulai berakhir
akan membuat kinerja lapangan usaha konstruksi tidak sebaik tahun
sebelumnya. Berdasarkan hal-hal tersebut, perekonomian Sulawesi Barat
diperkirakan akan tumbuh pada rentang 2,75-3,15% (yoy) di tahun 2022, lebih
tinggi dari tingkat pertumbuhan ekonomi tahun 2021, yaitu sebesar 2,56% (yoy).
Inflasi Sulawesi Barat tahun 2022 diperkirakan lebih tinggi dari tahun 2021 dan
melewati rentang sasaran inflasi nasional yaitu 3%±1%. Pengendalian inflasi
BAB 01
PERKEMBANGAN EKONOMI
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan
(%yoy) Sulawesi (%yoy)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
tumbuh sebesar 3,40% (yoy) berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat untuk tumbuh
lebih baik. Peningkatan ini disebabkan oleh momentum HBKN Idul Fitri yang tanpa pembatasan kegiatan
seperti tahun sebelumnya seiring dengan kondisi pandemi COVID-19 yang semakin terkendali. Meskipun
demikian, PMTB/Investasi di Sulawesi Barat tercatat terkontraksi sebesar 3,54% (yoy) atau berbanding
terbalik dengan triwulan I 2022 yang mengalami pertumbuhan sebesar 3,50% (yoy). Penurunan ini
disebabkan oleh pembangunan pascagempa yang mulai berakhir sehingga kegiatan investasi dan
konstruksi tidak semasif tahun sebelumnya. Kemudian, Ekspor Sulawesi Barat juga tercatat mengalami
kontraksi sebesar 14,22% (yoy) atau lebih dalam dari triwulan I 2022 yang mengalami kontraksi sebesar
12,89% (yoy). Kinerja ekspor yang menurun ini disebabkan oleh kebijakan DMO dan larangan ekspor untuk
produk CPO dan turunannya oleh pemerintah (BOKS 1).
Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Permintaan
Pada triwulan II 2022, perekonomian Sulawesi Barat masih didominasi oleh Konsumsi Rumah
Tangga. Sektor tersebut menjadi pembentuk utama perekonomian Sulawesi Barat dengan pangsa
sebesar 50,85%. Selanjutnya, Ekspor dan PMTB/Investasi menjadi sektor dengan pangsa terbesar setelah
Konsumsi Rumah Tangga dengan nilai pangsa masing-masing sebesar 45,03% dan 25,14%.
Grafik 1.2. Struktur Ekonomi Grafik 1.3. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Sisi
Sulawesi Barat Sisi Permintaan Permintaan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Di sisi lain, penjualan mobil di Sulawesi Barat tumbuh melambat namun masih berada di teritori
positif. Kebijakan pemerintah untuk memberikan diskon PPnBM 66,6% untuk mobil LCGC berhasil
mendorong penjualan mobil di Sulawesi Barat untuk tubuh positif pada triwulan II 2022. Penjualan mobil
pada 3 (tiga) merek selama triwulan II 2022 di Sulawesi Barat adalah sebesar 380 unit atau tumbuh positif
sebesar 12,43% (yoy). Meskipun demikian, jumlah penjualan tersebut menurun dibandingkan triwulan I
2022 yang memiliki jumlah penjualan sebanyak 402 unit atau tumbuh sebesar 57,03% (yoy). Penurunan
tingkat penjualan ini disebabkan oleh berkurangnya insentif PPnBM yang diberikan. Pada triwulan I 2022,
pemerintah memberikan insentif PPnBM sebesar 50% untuk pembelian mobil dengan harga di bawah
Rp250 juta dan 100% untuk mobil LCGC.
Hasil Survei Konsumen yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia menunjukkan optimisme positif
namun tidak sebaik triwulan sebelumnya. Indeks keyakinan konsumen berada pada level 114,44 atau
lebih tinggi dari batas 100 yang menandakan kondisi triwulan II 2022 lebih baik dari periode 6 (enam) bulan
yang lalu. Indeks penghasilan konsumen dan Indeks konsumsi kebutuhan tahan lama juga berada di atas
batas 100, yaitu 116,67 dan 112,33. Hal ini seiring dengan minimnya pembatasan kegiatan seiring dengan
kondisi pandemi COVID-19 yang terkendali. Meskipun demikian, indeks keyakinan konsumen pada
triwulan II 2022 berada di bawah indeks keyakinan konsumen pada triwulan I 2022 yang berada pada level
124,08.
Pertumbuhan realisasi penyaluran kredit konsumsi melambat pada triwulan II 2022. Realisasi kredit
konsumsi tercatat tumbuh sebesar 12,32% (yoy) pada triwulan II 2022 atau lebih lambat dibandingkan
triwulan I 2022 yang tumbuh sebesar 13,86% (yoy). Perlambatan tingkat pertumbuhan kredit konsumsi ini
disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan kredit multiguna pada periode yang sama.
Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Konsumsi Grafik 1.7. Perkembangan Penjualan Mobil
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Kontak Liaison dan Bank Indonesia, diolah
Belanja APBD tumbuh melambat pada triwulan II 2022. Realisasi belanja dan transfer pemerintah
Provinsi Sulawesi Barat tercatat tumbuh sebesar 47,89% (yoy) pada triwulan II 2022, melambat
dibandingkan triwulan I 2022 yang memiliki pertumbuhan sebesar 123,56% (yoy). Hal ini sejalan dengan
posisi giro pemerintah pada triwulan II 2022 yang tumbuh sebesar 27,87% (yoy) atau lebih tinggi
dibandingkan triwulan I 2022 yang mengalami pertumbuhan sebesar 27,69% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan ini disebabkan oleh base effect triwulan II 2021 dimana belanja pemerintah meningkat
untuk memenuhi kebutuhan dan perbaikan pascagempa.
Grafik 1.9. Realisasi Belanja Pemerintah Grafik 1.10. Perkembangan Giro Pemerintah
Daerah Provinsi Sulawesi Barat Daerah di Perbankan Sulawesi Barat
Sumber: BPKPD Provinsi Sulawesi Barat, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
1.2.3 Investasi
PMTB Sulawesi Barat terkontraksi pada triwulan II 2022. PMTB atau Investasi Sulawesi Barat tercatat
tumbuh sebesar -3,54% (yoy) pada triwulan II 2022 atau berbanding terbalik dibandingkan triwulan I 2022
yang tumbuh sebesar 3,50% (yoy). Kontraksi yang terjadi pada sektor ini sejalan dengan pembangunan
pascagempa yang mulai berakhir. Meskipun demikian, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) maupun
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Sulawesi Barat terpantau tumbuh lebih baik dibandingkan
triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan realisasi PMA dan PMDN Sulawesi Barat tumbuh lebih tinggi pada triwulan II 2022.
Penanaman modal asing pada triwulan II 2022 tercatat sebesar USD1,26 juta atau tumbuh sebesar -2,62%
(yoy). Tingkat pertumbuhan ini tercatat lebih baik dibandingkan triwulan I 2022 yang memiliki
pertumbuhan PMA sebesar -50,27% (yoy). Perbaikan tingkat pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan
investasi pada sektor industri makanan di Sulawesi Barat. Kemudian, PMDN di Sulawesi Barat pada
triwulan II 2022 juga tumbuh lebih baik dengan tingkat pertumbuhan sebesar 48,29% (yoy) atau lebih
tinggi dibandingkan triwulan I 2022 yang tumbuh sebesar 22,96% (yoy). Peningkatan ini didorong oleh
peningkatan investasi pada sektor listrik, gas, dan air. Peningkatan PMA dan PMDN ini menunjukkan
adanya peningkatan kinerja ekonomi kedepannya.
Tingkat pertumbuhan kredit investasi meningkat di tengah perlambatan sektor investasi. Realisasi
penyaluran kredit investasi pada triwulan II 2022 tercatat tumbuh sebesar 10,77% (yoy) atau meningkat
dibandingkan triwulan I 2022 yang tumbuh sebesar 9,13% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit
investasi ini sejalan dengan peningkatan PMA dan PMDN di Sulawesi Barat yang mengindikasikan adanya
peningkatan kinerja ekonomi kedepannya.
Grafik 1.12. Perkembangan Kredit Investasi Grafik 1.13. Realisasi Penanaman Modal
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
1.2.4 Ekspor
Ekspor Sulawesi Barat pada triwulan II 2022 kembali mengalami kontraksi. Ekspor Sulawesi Barat
tercatat tumbuh sebesar -14,22% (yoy) pada triwulan II 2022 atau menurun dibandingkan triwulan I 2022
yang tumbuh sebesar -12,89% (yoy). Penurunan ekspor ini sejalan dengan penurunan produksi CPO
sebagai komoditas utama ekspor Sulawesi Barat akibat penerapan kebijakan Domestic Market Obligation
(DMO) dan larangan ekspor oleh pemerintah terhadap produk CPO dan turunannya (BOKS 1). Produksi
CPO di Sulawesi Barat terkontraksi sebesar 38,51% (yoy) pada triwulan II 2022 atau lebih dalam
dibandingkan triwulan I 2022 yang terkontraksi sebesar 13,67% (yoy).
Kontraksi ekspor luar negeri Sulawesi Barat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang melarang
ekspor CPO dan produk turunannya. Pertumbuhan ekspor luar negeri Sulawesi Barat pada triwulan II
2022 adalah sebesar -48,67% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan I 2022 yang tumbuh sebesar -
38,91% (yoy). Hal ini dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang melarang ekspor CPO dan produk
turunannya demi menjaga ketersediaan agar mendorong penurunan harga minyak goreng (BOKS 1).
Grafik 1.17. Pangsa Komoditas Ekspor LN
Grafik 1.16. Negara Tujuan Ekspor
Triwulan II 2022
pertumbuhannya pada triwulan I 2022, yaitu sebesar -0,99% (yoy). Kinerja positif ini ditopang oleh
peningkatan produksi padi, buah-buahan, ayam ras, dan ikan budidaya di tengah penurunan produksi
kelapa sawit. Di sisi lain, lapangan usaha Perdagangan tercatat tumbuh sebesar 3,19% (yoy) atau lebih
lambat dibandingkan pertumbuhan sebesar 5,97% (yoy) pada triwulan I 2022. Perlambatan kinerja
lapangan usaha ini seiring dengan perlambatan pertumbuhan penjualan mobil dan dan Indeks Keyakinan
Konsumen. Selain itu, base effect triwulan II 2021 dimana lapangan usaha ini tumbuh cukup signifikan
membuat pertumbuhan lapangan usaha ini pada triwulan II 2022 tidak masif. Meskipun demikian,
momentum HBKN Idul Fitri yang tidak disertai pembatasan kegiatan seperti tahun sebelumnya berhasil
mendorong lapangan usaha ini untuk tumbuh positif. Kemudian, lapangan usaha Konstruksi tercatat
tumbuh sebesar -4,75% (yoy) pada triwulan II 2022 atau lebih rendah dibandingkan pertumbuhan sebesar
3,99% (yoy) pada triwulan I 2022 (Tabel 1.3). Penurunan kinerja lapangan usaha Konstruksi ini disebabkan
oleh kegiatan pembangunan pascagempa yang mulai berakhir.
Tabel 1.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Penawaran
Lapangan Usaha Pertanian masih menjadi pembentuk utama perekonomian Sulawesi Barat. Pangsa
lapangan usaha Pertanian terhadap perekonomian Sulawesi Barat adalah sebesar 44,80% pada triwulan
II 2022. Kegiatan pertanian yang meliputi tanaman pangan, perkebunan, dan perikanan menjadi sub
sektor utama meskipun menghadapi berbagai tantangan. Selain lapangan usaha pertanian, terdapat
lapangan usaha Industri Pengolahan, Perdagangan, Administrasi Pemerintahan, dan Konstruksi yang juga
mendominasi perekonomian Sulawesi Barat dengan pangsa masing-masing sebesar 11,15%; 10,05%;
6,84%; dan 6,73% (Grafik 1.18).
Grafik 1.18. Struktur Ekonomi Sulawesi Grafik 1.19. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat
Barat Sisi Penawaran Sisi Penawaran
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 1.20. Perkembangan Lapangan Usaha Grafik 1.21. Perkembangan Produksi Tandan Buah
Pertanian Segar (TBS) Kelapa Sawit
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Kontak Liaison Bank Indonesia, diolah
Pertumbuhan kredit pertanian melambat pada triwulan II 2022. Total kredit pertanian yang disalurkan
pada triwulan II 2022 tumbuh sebesar 28,90% (yoy) atau menurun dari pertumbuhan pada triwulan I 2022
yang tumbuh sebesar 30,60% (yoy) (Grafik 1.23). Perlambatan ini seiring dengan penurunan kinerja
produksi TBS kelapa sawit.
Grafik 1.22. Perkembangan Curah Hujan Grafik 1.23. Perkembangan Kredit Pertanian
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik 1.24. Perkembangan Lapangan Usaha Grafik 1.25. Perkembangan Kredit Sektor
Perdagangan Perdagangan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik 1.26. Perkembangan Lapangan Usaha Grafik 1.27. Perkembangan Aktivitas Produksi
Industri Pengolahan CPO
Pertumbuhan kredit industri pengolahan mengalami perlambatan pada triwulan II 2022. Total kredit
yang disalurkan kepada lapangan usaha industri pengolahan tercatat tumbuh sebesar 29,64% (yoy) atau
menurun dibandingkan triwulan I 2022 yang tumbuh sebesar 47,60% (yoy) (Grafik 1.28). Perlambatan ini
seiring dengan penurunan kinerja produksi CPO di Sulawesi Barat.
Sumber: Badan Pusat Statistk, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
BOKS 1
Kebijakan pembatasan dan pelarangan ekspor CPO membuat kinerja sektor industri
pengolahan Sulawesi Barat mencatatkan pertumbuhan negatif pada 2 (dua) periode berturut-turut.
Berdasarkan data BPS, sektor industri pengolahan Sulawesi Barat yang didominasi oleh pengolahan CPO
mencatatkan pertumbuhan negatif secara tahunan 2 (dua) kali berturut-turut, yakni sebesar -8,44%
(triwulan I 2022) dan -3,5% (triwulan II 2022) (Grafik 1.32). Sebagai salah satu penggerak roda
perekonomian Sulawesi Barat, sektor industri pengolahan memiliki kontribusi cukup besar, yakni sekitar
11,13% dari total PDRB. Dengan adanya kebijakan pelarangan tersebut, maka cukup berdampak pada
kinerja sektoral maupun sektor terkait, yakni perkebunan kelapa sawit. Ditinjau dari pertumbuhan
produksi, volume produksi TBS Sulawesi Barat pada triwulan II 2022 tercatat tumbuh negatif, yakni sekitar
-4,49% (yoy). Hal ini turut berdampak pada produk turunannya yang juga mencatatkan pertumbuhan
negatif pada periode pelaporan, yakni sebesar -16,08% (yoy). Selain itu, kebijakan pelarangan ekspor CPO
juga turut berdampak pada kinerja ekspor Sulawesi Barat. Pada triwulan II 2022, realisasi nominal ekspor
Sulawesi Barat sebanyak USD85,74 juta, atau menurun cukup signifikan, yakni sebesar -32,5% (yoy).
Capaian ini tidak terlepas dari kondisi ekonomi Sulawesi Barat yang masih bergantung pada komoditas
kelapa sawit dan produk turunannya. Hal tersebut ditunjukkan oleh pangsa komoditas ekspor CPO
Sulawesi Barat yang mendominasi pada triwulan II 2022 mencapai 86% dari total keseluruhan ekspor.
Dengan penurunan kedua indikator utama, yakni pertumbuhan sektoral dan kinerja ekspor maka turut
berimplikasi pada capaian pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat triwulan II 2022 yang hanya sebesar
2,13% (yoy), atau jauh lebih rendah dibandingkan dari capaian Nasional yang mampu tumbuh 5,44% (yoy).
Grafik 1.32. Pertumbuhan Sektor Industri Grafik 1.33. Perkembangan Nilai Tukar
Pengolahan Sulawesi Barat Perkebunan Rakyat Sulawesi Barat
Tingkat kesejahteraan petani kelapa sawit menurun pada periode pelaporan. Hal ini terkonfirmasi
dari salah satu indikator pengukurnya, yakni Nilai Tukar Perkebunan Rakyat (NTPR) Sulawesi Barat yang
mengalami penurunan pada periode pelaporan. Data BPS mencatat NTPR Sulawesi Barat pada triwulan II
2022 berada di angka 132,2 atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan II 2021
(Grafik 1.33). Jika menggunakan pendekatan sisi pertumbuhan, tingkat kesejahteraan petani kelapa sawit
secara tahunan mengalami penurunan sekitar 3,14%. Turunnya indikator tersebut mencerminkan bahwa
pendapatan yang diterima oleh petani kelapa sawit mengalami penurunan, meskipun masih dapat
menutupi biaya pengeluaran operasional (NTPR > 100).
BAB 02
Keuangan Pemerintah
% Realisasi % Realisasi
Uraian Anggaran 2019 Tw II 2019 Anggaran 2020 Tw II 2020 Anggaran 2021 Tw II 2021 Anggaran 2022 Tw II 2022
Tw II 2021 Tw II 2022
Total Belanja APBN 5.366,09 1.807,56 4.650,06 1.707,08 5.524,88 2.095,62 37,93% 5.092,97 1.136,38 22,31%
Belanja Pegawai 938,28 482,63 1.102,97 509,68 1.083,36 523,52 48,32% 1.078,59 299,24 27,74%
Belanja Barang 1.518,77 571,15 1.057,13 411,47 1.339,45 466,45 34,82% 1.182,56 250,38 21,17%
Belanja Modal 1.256,32 321,36 556,87 208,50 1.331,36 548,63 41,21% 1.007,21 144,77 14,37%
Belanja Bantuan Sosial 5,78 1,05 5,80 0,82 3,18 1,40 43,97% 4,01 - 0,00%
Belanja Transfer 1.646,94 431,37 1.927,29 576,60 1.767,53 555,62 31,43% 1.820,61 441,99 24,28%
Sejalan dengan penurunan pagu, realisasi belanja APBN Sulawesi Barat terkontraksi pada triwulan
II 2022. Total belanja APBN di Sulawesi Barat pada triwulan pelaporan mencapai Rp1,14 triliun, atau
mengalami penurunan sebesar 45,8% (yoy). Secara nominal, penurunan terbesar terjadi pada komponen
belanja modal, diikuti oleh belanja pegawai dan belanja barang. Pada triwulan II 2022, realisasi belanja
modal tercatat sebesar Rp144,77 miliar, atau menurun signifikan sebesar 73,6% (yoy). Hal ini dipengaruhi
oleh adanya penyesuaian penggunaan anggaran belanja karena aktivitas pembangunan infrastruktur
tidak lebih progresif dibandingkan tahun sebelumnya, dimana terdapat bencana gempa yang merusak
sejumlah infrastruktur fisik, seperti jalan, gedung perkantoran, dan sebagainya. Untuk belanja pegawai,
komponen ini turut mengalami penurunan realisasi dari triwulan II 2021 sebesar Rp466,45 miliar menjadi
Rp250,38 miliar. Kondisi ini disebabkan oleh adanya pergeseran pemberian gaji ke-13 pada tahun lalu
yang diberikan pada bulan Juni. Sementara tahun ini pemberian gaji ke-13 diberikan pada bulan Juli.
Sejalan dengan kedua komponen belanja sebelumnya, realisasi belanja barang APBN juga mengalami
penurunan pada triwulan pelaporan menjadi Rp250,38 miliar, dari periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar Rp466,45 miliar. Hal ini disebabkan oleh penyesuaian jumlah pengadaan barang penunjang
operasional instansi vertikal di Sulawesi Barat, setelah pada tahun sebelumnya terdapat peningkatan
kebutuhan untuk penggantian barang yang rusak akibat bencana gempa (Grafik 2.1).
Persentase realisasi seluruh komponen belanja APBN menurun pada triwulan II 2022. Capaian
seluruh komponen belanja APBN di Sulawesi Barat terpantau lebih rendah dibandingkan tahun lalu,
sejalan penurunan pagu belanja. Ditinjau dari persentase nominal terhadap pagu, persentase realisasi
terendah terjadi pada pos belanja modal. Pada triwulan II 2022, persentase belanja modal tercatat sebesar
14,37% dari total pagu, atau lebih rendah dibandingkan posisi triwulan II 2021. Kondisi ini disebabkan oleh
penyesuaian nominal realisasi setelah aktivitas pembangunan infrastruktur yang mengalami normalisasi
pascagempa tahun sebelumnya. Selanjutnya, persentase terendah kedua berasal dari komponen belanja
barang. Capaian persentase realisasi belanja yang diorientasikan untuk pengadaan barang penunjang
operasional instansi vertikal di Sulawesi Barat mencatatkan persentase realisasi sebesar 21,17% pada
triwulan II 2022, atau menurun jika dibandingkan triwulan yang sama tahun 2021. Hal ini dipengaruhi oleh
penyesuaian jumlah pengadaan barang dibandingkan tahun sebelumnya dimana terdapat kebutuhan
penggantian barang yang rusak akibat bencana gempa. Penurunan persentase realisasi kedua komponen
belanja sebelumnya turut diikuti oleh belanja pegawai. Jenis belanja ini tercatat sebesar 27,74% pada
triwulan II 2022, atau lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun 2021 sebesar 48,32%. Hal ini
dipengaruhi oleh adanya pergeseran pemberian gaji ke-13 (Grafik 2.2).
mencatatkan realisasi sebesar Rp162,2 miliar, lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun 2021
sebesar Rp149,7 miliar. Naiknya komponen ini dikontribusikan utamanya Pajak Daerah dan Lain-Lain PAD
yang Sah. Sementara itu, komponen Pendapatan Transfer turut mengalami peningkatan pada triwulan
pelaporan. Komponen terbesar dalam pendapatan daerah Sulawesi Barat tersebut mencatatkan realisasi
sebesar Rp653,7 miliar, atau lebih tinggi dibandingkan capaian triwulan II 2021 sebesar Rp596,2 miliar.
Capaian positif ini utamanya dikontribusikan oleh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
(DAK) (Grafik 2.3)
Sejalan dengan pendapatan, realisasi belanja APBD Sulawesi Barat mengalami peningkatan pada
triwulan II 2022. Realisasi belanja APBD Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan pelaporan tercatat sebesar
Rp708,4 miliar, atau lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2021 sebesar Rp478,9 miliar. Ditinjau dari
persentase realisasi terhadap total pagu, belanja APBD Sulawesi Barat terealisasi sekitar 32,48% dari total
pagu belanja tahun berjalan. Angka persentase ini juga lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama
tahun sebelumnya sekitar 20,28% (Grafik 2.3). Peningkatan realisasi belanja APBD, baik nominal maupun
nilai persentasenya tersebut didorong oleh komponen belanja operasi dan belanja modal. Untuk belanja
operasi, kenaikan komponen belanja ini didorong oleh adanya pemberian insentif Tunjangan Hari Raya
(THR) yang didukung oleh peningkatan jumlah pegawai Pemda, baik berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN)
maupun non ASN. Selain itu, peningkatan realisasi belanja barang dan jasa turut mendorong naiknya
realisasi belanja daerah Sulawesi Barat. Hal ini dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan barang penunjang
operasional pelayanan administrasi pemerintahan, yang pada tahun sebelumnya mengalami kerusakan
akibat bencana gempa. Sejalan dengan hal tersebut, komponen belanja modal juga turut mengalami
kenaikan dikontribusikan utamanya oleh kebutuhan pembangunan jalan, irigasi, dan infrastruktur fisik
lainnya. Hal ini terkonfirmasi dari beberapa proyek infrastruktur yang masih terus dalam tahap
pengerjaan, diantaranya Jalan Penghubung Bonehau Kalumpang, Jalan Kalukku – Salubatu,
Pembangunan Bendungan Budong-Budong, dan lainnya.
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah
2.2.1 Pendapatan
Pagu pendapatan APBD Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat menurun pada tahun 2022. Alokasi pagu
pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Barat pada tahun berjalan tercatat sebesar Rp1,83 triliun, atau
menurun sekitar 9,1% (yoy). Penurunan pendapatan tersebut berasal dari komponen Penerimaan Transfer
dari Pemerintah Pusat dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah. Untuk pos Penerimaan Transfer dari
Pemerintah Pusat, jenis pendapatan ini tercatat sebesar Rp1,42 triliun pada triwulan II 2022, atau turun
sekitar 12,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan terbesar berasal dari
komponen Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik. Pada tahun 2022, pagu DAK Non Fisik tercatat sebesar
Rp187,76 miliar, atau menurun signifikan sekitar 52,8% (yoy). Penurunan ini disebabkan adanya peralihan
mekanisme penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang sebelumnya dikelola oleh
Pemerintah Provinsi menjadi disalurkan langsung ke satuan pendidikan di tingkat Kabupaten. Peralihan
skema tersebut merupakan kebijakan Pemerintah Pusat yang bertujuan untuk mengurangi
keterlambatan penyaluran dana BOS ke daerah (Tabel 2.2).
Pendapatan daerah Sulawesi Barat didominasi oleh Pendapatan Transfer. Pada triwulan II 2022,
Penerimaan Dana Transfer Pemda Sulawesi Barat dari Pemerintah Pusat mencapai Rp653,65 miliar, atau
lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2021 sebesar Rp596,16 miliar. Ditinjau dari komponen penyusunnya,
peningkatan terbesar dikontribusikan oleh komponen Dana Alokasi Umum (DAU). Realisasi jenis
pendapatan yang diorientasikan untuk pemerataan daerah tersebut tercatat sebesar Rp626,66 miliar
pada triwulan II 2022, lebih besar dibandingkan triwulan II 2021 sebesar Rp491,22 miliar. Peningkatan
belanja komponen ini sejalan dengan pengeluaran beberapa komponen belanja daerah lain, seperti
belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan lainnya. Hal ini dikarenakan alokasi DAU dapat digunakan
untuk mengurangi fiscal gap dan pemerataan pembangunan daerah (Tabel 2.2).
Sejalan dengan hal tersebut, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat pada triwulan II
2022. Penerimaan yang langsung dihimpun oleh Pemda Sulawesi Barat tersebut mencatatkan realisasi
sebesar Rp162,2 miliar, atau lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar
Rp149,7 miliar. Peningkatan PAD Sulawesi Barat dikontribusikan oleh komponen Lain-Lain PAD yang Sah
dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan. Untuk komponen Lain-Lain PAD yang Sah,
kenaikan jenis pendapatan ini didorong oleh kenaikan penerimaan jasa giro atas penempatan dana
Pemda di perbankan Sulawesi Barat. Hal ini terkonfirmasi dari data Laporan Bank Umum (LBU) Bank
Indonesia yang menunjukkan bahwa dana giro Pemda Sulawesi Barat pada triwulan II 2022 mencapai
Rp1,28 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2021 sebesar Rp999,82 miliar atau naik sekitar 27,87%
(yoy). Lebih lanjut, hal yang sama juga diikuti oleh komponen lainnya, yakni Hasil Pengelolaan Kekayaan
yang Dipisahkan. Komponen ini terpantau meningkat pada triwulan II 2022 menjadi Rp8,18 miliar, dari
periode yang sebelumnya belum terdapat realisasi penerimaan. Kenaikan pendapatan ini disumbangkan
oleh penerimaan laba yang dibagikan kepada Pemda atas penyertaan modal pada BUMD (Tabel 2.2).
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah
Secara umum, nominal dan persentase realisasi pendapatan daerah Sulawesi Barat meningkat pada
triwulan II 2022. Ditinjau dari sisi nominal, realisasi pendapatan daerah Sulawesi Barat pada triwulan II
2022 tercatat sebesar Rp816,7 miliar, atau meningkat sekitar 8,6% jika dibandingkan triwulan yang sama
tahun sebelumnya. Jika dirinci lebih lanjut, kenaikan pendapatan tersebut disumbangkan oleh komponen
Pendapatan Transfer dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pada triwulan II 2022, realisasi Penerimaan
Transfer Pusat ke Sulawesi Barat mencapai Rp653,7 miliar, atau naik sebesar 9,6% (yoy). Hal yang sama
juga terjadi pada PAD Sulawesi Barat yang mencatatkan kenaikan dari triwulan II 2021 sebesar Rp149,7
miliar menjadi Rp162,2 miliar, atau naik sebesar 8,33% (yoy). Di tengah penurunan pagu pendapatan pada
tahun berjalan, Pemda Sulawesi Barat mampu mencatatkan realisasi pendapatan daerah lebih optimal
dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini turut didukung oleh aktivitas ekonomi yang membaik seiring
kondisi pandemi COVID-19 yang terkendali, serta akselerasi program kerja yang kembali dalam keadaan
normal dibandingkan tahun sebelumnya karena faktor bencana gempa (Grafik 2.4).
Grafik 2.4. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Prov.
Sulawesi Barat
2.2.2 Belanja
Pagu belanja APBD Provinsi Sulawesi Barat terpantau menurun pada tahun 2022. Ditinjau secara
tahunan, alokasi lokasi pagu belanja Pemda Sulawesi Barat pada tahun 2022 tercatat sebesar Rp2,18
triliun, atau menurun sekitar 7,67% dari tahun sebelunya. Penurunan pagu tersebut terjadi pada pos
belanja operasi dan belanja modal. Pada pos belanja operasi, komponen belanja hibah menjadi jenis
belanja yang mengalami penurunan signifikan dari tahun sebelumnya, yakni sekitar Rp254,6 miliar pada
tahun 2021 menjadi Rp62,2 miliar pada tahun 2022, atau turun sekitar 75,56% (yoy). Hal yang sama juga
terjadi pada pos belanja modal. Alokasi belanja untuk kebutuhan pembangunan daerah tersebut
menurun menjadi Rp568 miliar, dari tahun 2021 sebesar Rp679,2 miliar. Lebih rendahnya pagu belanja
modal Sulawesi Barat pada tahun berjalan disebabkan oleh penurunan belanja modal adalah belanja
modal jalan, irigasi, dan jaringan, belanja modal aset tetap lainnya, serta belanja modal peralatan dan
mesin. Penurunan ketiga jenis belanja ini ditengarai adanya penyesuaian alokasi kebutuhan anggaran
pada tahun berjalan jika dibandingkan tahun sebelumnya karena faktor bencana gempa.
Di tengah penurunan pagu, realisasi belanja APBD Sulawesi Barat meningkat pada triwulan II 2022.
Realisasi belanja Pemda Sulawesi Barat pada triwulan pelaporan tercatat sebesar Rp708,35 miliar, atau
naik sekitar 47,89% (yoy). Kenaikan ini didorong oleh peningkatan realisasi belanja modal, kemudian
diikuti oleh belanja operasi dan belanja transfer. Untuk belanja modal, jenis belanja yang diorientasikan
pada pembangunan infrastruktur tersebut meningkat cukup signifikan. Pada triwulan II 2022, realisasi
belanja modal Sulawesi Barat mencapai Rp165,2 miliar, atau naik signifikan dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya sebesar Rp22,27 miliar. Kondisi ini didorong oleh aktivitas pembangunan
beberapa proyek infrastruktur yang lebih progresif dibandingkan pada periode yang sama tahun
sebelumnya di mana pelaksanaan program kerja pemerintahan daerah belum berjalan normal akibat
dampak gempa.
Realisasi belanja operasi juga meningkat pada triwulan II 2022. Jenis belanja yang diperuntukkan bagi
pengadaan barang dan jasa serta kebutuhan pembayaran gaji ASN tersebut mencatatkan realisasi sebesar
Rp436,88 miliar, atau naik sekitar 15,98% (yoy). Kontributor kenaikan belanja operasi Sulawesi Barat
adalah belanja pegawai dan belanja barang dan jasa. Untuk belanja pegawai, kenaikan jenis belanja ini
didorong oleh penambahan jumlah Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), yang turut
didukung pemberian Tunjangan Hari Raya (THR). Sementara kenaikan realisasi belanja barang dan jasa
didorong oleh kebutuhan pembelian, baik yang bersifat rutinitas maupun penggantian barang yang rusak
akibat gempa tahun lalu guna menunjang aktivitas operasional pemerintahan daerah yang optimal.
Sejalan dengan kedua jenis belanja sebelumnya, belanja transfer Pemda Sulawesi Barat turut
mencatatkan kenaikan pada triwulan II 2022. Jenis belanja yang diorientasikan untuk bagi hasil kepada
Pemerintah Kabupaten maupun Desa tersebut mencatatkan realisasi sebesar Rp105,39 miliar, atau naik
sekitar 34,24% (yoy). Peningkatan belanja transfer Sulawesi Barat dikontribusikan utamanya oleh transfer
bagi hasil pajak daerah yang diterima oleh Pemerintah Provinsi kepada Pemerintah Kabupaten dan/atau
Desa. Kondisi tersebut sejalan dengan meningkatnya penerimaan daerah, yang disumbangkan oleh pajak
daerah yang berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
(BBNKB). Hal ini turut didukung oleh implementasi Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan
Daerah (UU HKPD), di mana salah satunya diatur mengenai pembagian hasil penerimaan daerah Provinsi
dan Kabupaten dengan skema opsen (Tabel 2.3).
Tabel 2.4. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta)
% Realisasi % Realisasi
Uraian Anggaran 2019 Tw II 2019 Anggaran 2020 Tw II 2020 Anggaran 2021 Tw II 2021 Anggaran 2022 Tw II 2022
Tw II 2021 Tw II 2022
BELANJA + TRANSFER 1.926.781,99 552.314,90 2.068.442,01 512.306,62 2.361.848,73 478.971,19 20,28% 2.180.702,13 708.350,53 32,48%
BELANJA OPERASI 1.505.348,93 516.899,36 1.400.144,65 365.249,62 1.505.262,66 376.673,80 25,02% 1.371.306,72 436.875,64 31,86%
Belanja Pegawai 612.368,62 255.302,29 531.392,38 236.736,30 572.914,44 268.762,52 46,91% 686.161,82 271.433,70 39,56%
Belanja Barang dan Jasa 538.271,31 126.857,43 552.795,33 113.826,09 656.544,51 99.503,12 15,16% 600.839,08 139.346,84 23,19%
Belanja Bunga 19.154,08 9.918,40 7.815,74 4.031,21 18.712,35 6.809,86 36,39% 20.696,30 13.105,62 63,32%
Belanja Hibah 262.750,92 124.821,24 305.574,75 10.656,02 254.561,36 1.598,30 0,63% 62.219,53 12.959,48 20,83%
Belanja Bantuan Sosial 72.804,00 0,00 2.566,44 0,00 2.530,00 0,00 0,00% 1.390,00 30,00 2,16%
Belanja Bagi Hasil kepada Prov/Kabupaten/Kota dan Desa 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00% 0,00 0,00 0,00%
Belanja Bantuan Keuangan kepada Prov/Kabupaten/Kota dan Desa 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00% 0,00 0,00 0,00%
BELANJA MODAL 417.433,06 35.415,55 364.204,67 46.693,20 679.161,33 22.273,67 3,28% 568.039,70 165.200,64 29,08%
Belanja Modal Tanah 31.197,08 21.515,58 15.286,89 6.809,84 17.972,29 600,00 3,34% 18.135,60 6.182,53 34,09%
Belanja Modal Peralatan dan Mesin 122.947,29 7.166,97 114.676,01 10.373,16 96.922,43 1.099,13 1,13% 72.230,40 11.667,56 16,15%
Belanja Modal Gedung dan Bangunan 123.109,13 168,57 114.537,28 26.333,15 134.686,91 13.420,94 9,96% 126.483,01 594,23 0,47%
Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan 118.786,37 2.404,09 83.835,00 3.122,05 375.520,44 6.846,70 1,82% 323.380,43 146.150,32 45,19%
Belanja Modal Aset Tetap Lainnya 19.600,77 3.929,91 35.869,49 55,00 54.059,26 306,90 0,57% 27.810,25 605,99 2,18%
Belanja Modal Aset Lainnya 1.792,43 230,42 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00% 0,00 0,00 0,00%
BELANJA TAK TERDUGA 4.000,00 0,00 87.415,84 14.357,42 5.792,35 1.519,96 26,24% 6.807,52 887,47 13,04%
Belanja Tak Terduga 4.000,00 0,00 87.415,84 14.357,42 5.792,35 1.519,96 26,24% 6.807,52 887,47 13,04%
BELANJA TRANSFER 149.939,97 34.239,05 216.676,86 86.006,39 171.632,40 78.503,77 45,74% 234.548,19 105.386,78 44,93%
TRANSFER BAGI HASIL PENDAPATAN 149.939,97 34.239,05 157.607,84 86.006,39 161.832,40 78.503,77 48,51% 186.648,19 100.386,78 53,78%
Transfer Bagi Hasil Pajak Daerah 149.939,97 34.239,05 157.607,84 86.006,39 161.832,40 78.503,77 48,51% 186.648,19 100.386,78 53,78%
BANTUAN KEUANGAN 0,00 0,00 59.069,01 0,00 9.800,00 0,00 0,00% 47.900,00 5.000,00 10,44%
SURPLUS/DEFISIT 28.110,08 506.274,13 -87.637,75 324.106,46 -356.967,67 273.221,34 -76,54% -347.761,05 108.357,31 -31,16%
PEMBIAYAAN
PENERIMAAN PEMBIAYAAN 30.650,37 135.362,77 0,00 403.192,70 61.024,11 15,14% 403.422,87 345.197,41 85,57%
SILPA Tahun Sebelumnya 30.650,37 0,00 97.892,86 0,00 0,00 61.024,11 0,00% 174.869,56 149.527,47 85,51%
Penerimaan Pinjaman Daerah 0,00 0,00 37.469,91 0,00 0,00 0,00% 228.553,31 195.669,94 85,61%
PENGELUARAN PEMBIAYAAN 58.760,45 35.112,51 47.725,02 24.612,51 46.225,02 23.112,51 50,00% 55.661,82 35.958,78 64,60%
Penyertaan Modal Daerah 12.000,00 12.000,00 1.500,00 1.500,00 0,00 0,00 0,00% 0,00 0,00 0,00%
Pembayaran Cicilan Pokok Utang yang Jatuh Tempo 0,00 0,00 46.225,02 23.112,51 0,00 23.112,51 0,00% 55.661,82 35.958,78 64,60%
PEMBIAYAAN NETTO -28.110,08 35.112,51 87.637,75 -24.612,51 356.967,67 37.911,60 10,62% 347.761,05 309.238,64 88,92%
SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN ANGGARAN (SILPA) TAHUN
0,00 471.161,62 0,00 299.493,94 0,00 311.132,94 0,00% 0,00 417.595,95 0,00%
BERJALAN
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah
Nominal dan realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat meningkat pada triwulan II 2022.
Sejalan dengan peningkatan pendapatan daerah, realisasi belanja APBD Sulawesi Barat pada triwulan II
2022 mencapai Rp708,4 miliar. Ditinjau dari sisi persentase realisasi, belanja APBD Sulawesi Barat telah
mencapai 32,48% dari total pagu belanja, atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 20,28%. Peningkatan persentase belanja daerah tersebut didorong oleh komponen
belanja modal dan belanja operasi,. Untuk belanja modal, Pemda Sulawesi Barat lebih progresif dalam
merealisasikan komponen belanja yang dialokasikan untuk kebutuhan pembangunan tersebut. Pada
triwulan II 2022, realisasi belanja modal Sulawesi Barat mencapai Rp165,2 miliar, atau terealisasi sebesar
29,08% dari total pagu. Capaian ini lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2021, yang dikontribusikan
utamanya oleh belanja untuk kebutuhan pembangunan jalan, jembatan, dan jaringan infrastruktur
lainnya. Kemudian, realisasi belanja operasi turut mencatatkan capaian positif, yakni sebesar Rp436,88
miliar. Angka ini telah mencatatkan persentase realisasi sebesar 31,86% dari total pagu belanja operasi.
Lebih akseleratifnya jenis belanja ini utamanya dikontribusikan oleh komponen belanja barang dan jasa
guna mendukung peningkatan layanan dan operasional pegawai di lingkup Pemda. Di sisi lain, realisasi
belanja transfer juga mengalami kenaikan. Pada triwulan II 2022, realisasi jenis belanja yang didominasi
oleh bagi hasil daerah kepada kabupaten dan desa tersebut mencapai Rp105,4 miliar, atau lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp75,5 miliar. Ditinjau persentase realisasi,
belanja transfer Pemda Sulawesi Barat pada triwulan pelaporan mencapai 44,93% dari total pagu, sedikit
lebih rendah jika dibandingkan triwulan II 2021. Hal ini dikarenakan nominal pagu belanja transfer pada
tahun berjalan lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya (Grafik 2.5).
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah
Rasio kemandirian fiskal Provinsi Sulawesi Barat meningkat pada triwulan II 2022. Rasio kemandirian
fiskal daerah Sulawesi Barat pada triwulan pelaporan tercatat sebesar 19,9%, meningkat dari triwulan
sebelumnya sebesar 15,2%. Secara tahunan, capaian rasio tersebut relatif sama dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya. Capaian positif rasio yang dicerminkan oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap total Pendapatan Daerah tersebut mengindikasikan bahwa upaya Pemda Sulawesi Barat dalam
meningkatkan komponen Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terus meningkat. Pada triwulan II 2022, nilai
PAD Sulawesi Barat tercatat sebesar Rp162,2 miliar, lebih tinggi dibandingkan capaian triwulan II 2021
sebesar Rp149,7 miliar atau naik sekitar 8,3% (yoy). Kondisi ini didorong oleh perbaikan aktivitas ekonomi
seiring mobilitas yang lebih longgar, serta berlanjutnya kebijakan insentif Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM) pada golongan mobil tertentu. Hal ini turut mendorong berkontribusi positif terhadap
kenaikan total pendapatan daerah Sulawesi Barat (Grafik 2.7).
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah
Berbeda dengan pendapatan, kinerja belanja daerah Kabupaten se-Sulawesi Barat menurun pada
triwulan II 2022. Secara total, realisasi belanja daerah Pemda Kabupaten di wilayah Sulawesi Barat
mencapai Rp1,95 triliun, atau turun sekitar 1,9% (yoy). Penurunan terjadi terutama pada pos belanja
operasi dan belanja modal. Sebagai komponen belanja terbesar, total realisasi belanja operasi di seluruh
Kabupaten se-Sulawesi Barat terpantau mengalami penurunan dari triwulan II 2021 sebesar Rp1,55 triliun
menjadi Rp1,54 triliun pada triwulan II 2022. Penurunan pos belanja ini terjadi pada komponen belanja
barang dan jasa. Sejalan dengan kondisi tersebut, belanja modal juga mencatatkan penurunan realisasi
pada triwulan pelaporan. Jenis belanja yang diorientasikan untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur
tersebut mengalami penurunan sebesar 30,3% (yoy). Kondisi ini sejalan dengan rendahnya capaian PMTB
Sulawesi Barat pada triwulan pelaporan (Tabel 2.4).
Tabel 2.4 Perkembangan Fiskal Daerah Kabupaten se-Sulawesi Barat (Rp Miliar)
2.3.1 Pendapatan
Sebagian Pemda Kabupaten mencatatkan kenaikan pendapatan daerah pada triwulan II 2022.
Peningkatan penerimaan daerah pada triwulan pelaporan terjadi di wilayah Kabupaten Mamuju, Polewali
Mandar, dan Mamasa. Untuk Kabupaten Mamuju, realisasi pendapatan daerah pada triwulan II 2022
mencapai Rp499,23 miliar, atau naik sekitar 3,1% (yoy). Kemudian, hal tersebut turut diikuti oleh Pemkab
Polewali Mandar yang berhasil menaikkan pendapatan daerahnya dari triwulan II 2021 sebesar Rp583,77
miliar menjadi Rp670,46 miliar pada periode pelaporan. Sama halnya dengan kedua daerah tersebut,
realisasi penerimaan daerah Kabupaten Mamasa juga mencatatkan kenaikan dari triwulan II 2021 sebesar
Rp331,84 miliar menjadi Rp405,56 miliar pada triwulan II 2022, atau tumbuh sekitar 22,2% (yoy). Capaian
positif dari ketiga kabupaten tersebut didorong oleh keberhasilan dalam meningkatkan PAD (Kabupaten
Mamuju) dan Pendapatan Transfer (Kabupaten Polewali Mandar dan Mamasa). Di sisi lain, ketiga
kabupaten lainnya, yakni Mamuju, Majene, dan Mamuju Tengah mengalami penurunan nominal
pendapatan pada triwulan II 2022. Penurunan terbesar terjadi di Kabupaten Majene, yakni sebesar -16%
(yoy), diikuti oleh Kabupaten Pasangkayu dan Mamuju Tengah masing-masing mencatatkan penurunan
pendapatan daerah sebesar 9,3% (yoy) dan 2,1% (yoy). Kondisi ini dipengaruhi oleh lebih rendahnya
realisasi pendapatan transfer dibandingkan tahun sebelumnya (Grafik 2.8).
2.3.2 Belanja
Realisasi belanja daerah Kabupaten se-Sulawesi Barat, kecuali Mamuju dan Mamasa mengalami
penurunan pada triwulan II 2022. Ditinjau dari pertumbuhan belanja daerah, Kabupaten Pasangkayu
menjadi daerah yang mengalami penurunan realisasi belanja terbesar, yakni sebesar -30% (yoy). Hal
tersebut diikuti oleh ketiga kabupaten lain, yakni Mamuju Tengah, Majene, dan Polewali Mandar yang
masing-masing mencatatkan penurunan secara tahunan, yakni sebesar -14,8%, -4,2%, dan -0,5%. Pos
belanja yang memengaruhi penurunan tersebut berasal dari belanja operasi (Kabupaten Majene) dan
belanja modal (Kabupaten Pasangkayu, Mamuju Tengah, dan Polewali Mandar). Untuk belanja operasi,
lebih rendahnya belanja pengadaan barang dan jasa oleh Pemkab Majene menjadi penyebab turunnya
realisasi total belanja pada periode pelaporan. Sementara itu, penurunan realisasi belanja modal pada
ketiga kabupaten tersebut, yakni Pasangkayu, Mamuju Tengah, dan Polewali Mandar turut memengaruhi
capaian PMTB yang mengalami kontraksi pertumbuhan pada triwulan II 2022. Meski demikian, terdapat 2
(dua) kabupaten lain, yakni Mamuju dan Mamasa yang mencatatkan kenaikan belanja daerah. Pada
triwulan II 2022, realisasi belanja daerah Pemkab Mamuju tumbuh sebesar 8,1% (yoy). Kondisi ini turut
diikuti oleh Pemkab Mamasa yang berhasil meningkatkan belanja daerah pada triwulan II 2022, yakni
sebesar 22,2% (yoy). Kontributor terbesar peningkatan belanja dari kedua kabupaten tersebut berasal dari
komponen belanja operasi dan belanja modal (Grafik 2.9).
BAB 03
Inflasi
Capaian inflasi Sulawesi Barat pada triwulan II 2022 lebih rendah dibandingkan kawasan
Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua) dan Nasional. Data BPS menunjukkan bahwa realisasi inflasi
Sulawesi Barat pada triwulan pelaporan tercatat sebesar 3,84% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan
kawasan Sulampua dan Nasional yang masing-masing mencatatkan inflasi tahunan sebesar 4,17% dan
4,35%. Ditinjau dari kawasan Sulawesi, Sulawesi Barat menjadi provinsi dengan capaian inflasi terendah
kedua, setelah Sulawesi Utara (Tabel 3.1). Kendati demikian, capaian inflasi Sulawesi Barat mendekati
batas psikologis atas target inflasi sebesar 4% dan berpotensi melanjutkan kenaikan. Capaian inflasi
Sulawesi Barat maupun kawasan Sulampua dipicu oleh faktor yang sama, yakni kenaikan harga pada
kelompok Volatile Foods dan Administered Price. Beberapa komoditas, seperti bawang merah, cabai
merah, cabai rawit, minyak goreng curah, dan tiket angkutan udara menjadi penyumbang inflasi utama
Sulawesi Barat pada periode pelaporan.
Grafik 3.1. Inflasi Sulbar, Sulampua, dan Nasional Tabel 3.1. Inflasi di Pulau Sulawesi
2021 2022
Inflasi Tahunan
(% yoy ) TW I TW II TW III TW IV TW I TW II
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sama dengan hal di atas, kelompok Transportasi menjadi penyumbang terbesar kedua pada
capaian inflasi Sulawesi Barat triwulan II 2022. Andil inflasi tahunan kelompok ini tercatat sebesar
0,85%, meningkat cukup signifikan dari periode sebelumnya sebesar 0,39%. Peningkatan inflasi yang
terjadi pada kelompok ini disebabkan oleh sub kelompok jasa angkutan penumpang, terutama jasa
angkutan udara. Komoditas yang termasuk dalam komoditas inflasi yang diatur oleh Pemerintah tersebut
menyumbang andil inflasi sebesar sebesar 0,69% (yoy). Lonjakan harga minyak dunia berdampak pada
harga avtur pesawat ditengarai menjadi pemicu naiknya inflasi jasa angkutan udara. Di samping itu,
pelonggaran mobilitas masyarakat seiring kondisi pandemi COVID-19 yang terkendali namun tidak diikuti
dengan ketersediaan jumlah pesawat turut memicu kenaikan harga tiket angkutan udara pada periode
pelaporan (Tabel 3.2).
Risiko tekanan inflasi pada triwulan mendatang diperkirakan berlanjut. Faktor domestik dan
global menjadi pemicu tekanan inflasi Sulawesi Barat pada triwulan mendatang. Dari sisi domestik,
kondisi La Nina (cuaca ekstrem) menjadi salah satu pemicu yang menekan inflasi pada kelompok bahan
makanan bergejolak, terutama komoditas hortikultura (bawang merah, cabai merah, dan cabai rawit).
Lebih lanjut, kerentanan stok komoditas bahan pangan Sulawesi Barat karena ketergantungan kepada
wilayah lain, yakni Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah akan memengaruhi harga komoditas di tengah
permintaan yang tetap ada. Sementara dari sisi global, ketidakstabilan kondisi geopolitik imbas Perang
Rusia-Ukraina memberikan dampak gangguan rantai pasok bahan baku, terutama gandum dan kedelai.
Hal ini dapat memengaruhi produk turunannya, seperti mie instan, tahu, dan tempe. Selain itu,
ketidakstabilan tersebut juga memberikan tekanan terhadap harga minyak dunia, yang berdampak pada
naiknya harga bahan bakar, salah satunya avtur. Hal ini terlihat dari respon Pemerintah melalui
Kementerian Perhubungan yang telah menyepakati kenaikan Tarif Batas Atas (TBA) maksimal 15% untuk
pesawat jenis jet dan maksimal 25% untuk pesawat jenis propeller per 8 Agustus 2022. Kondisi ini
berpotensi menaikkan tiket angkutan udara ke depan.
Grafik 3.2. Perkembangan Andil Kelompok terhadap Inflasi Tahunan pada Triwulan
II 2022 Sulawesi Barat
Grafik 3.3. Inflasi Makanan, Minuman dan Grafik 3.4. Andil Kelompok Makanan, Minuman
Tembakau dan IHK dan Tembakau
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sejalan dengan hal tersebut di atas, sub kelompok Rokok dan Tembakau turut
menyumbangkan inflasi Sulawesi Barat pada triwulan II 2022. Data Badan Pusat Statistik (BPS)
menunjukkan bahwa sub kelompok Rokok dan Tembakau memberikan andil inflasi tahunan sebesar
0,51% pada triwulan pelaporan, atau lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya sebesar 0,4% secara
tahunan (Grafik 3.4). Dalam konteks IHK, sub kelompok ini mengalami kenaikan harga sebesar 8,69% (yoy)
pada triwulan II 2022, atau meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 6,74% (yoy) (Grafik 3.5)
Peningkatan capaian inflasi pada sub kelompok ini utamanya disebabkan oleh komoditas rokok kretek
dan rokok putih dengan capaian masing-masing 23,53% (yoy) dan 8,16% (yoy). Kebijakan kenaikan tarif
Cukai Hasil Tembakau (CHT) oleh Pemerintah pada awal tahun masih berimplikasi terhadap penyesuaian
harga komoditas di level distributor pada tahun berjalan.
Grafik 3.5. Inflasi Sub Kelompok Makan, Minuman
dan Tembakau
(yoy) pada triwulan II 2022, atau turun terbatas dari triwulan sebelumnya sebesar 2,86% (yoy) (Grafik 3.6).
Kondisi ini dipengaruhi oleh penurunan sub kelompok Pakaian, tercermin dari andil yang diberikan. Pada
triwulan II 2022, andil inflasi tahunan sub kelompok Pakaian tercatat sebesar 0,15%, atau lebih rendah
dibandingkan triwulan I 2022 sebesar 0,18% secara tahunan. Di sisi lain, untuk sub kelompok Alas Kaki
mencatatkan kenaikan andil inflasi tahunan, yakni dari sebelumnya sebesar 0,01% menjadi 0,03% (Grafik
3.7).
Grafik 3.6. Inflasi Pakaian dan Alas Kaki dan IHK Grafik 3.7. Andil Kelompok Pakaian dan Alas Kaki
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Peningkatan permintaan terhadap kebutuhan baju lebaran seiring HBKN menjadi sumber
tekanan inflasi kelompok Pakaian dan Alas Kaki pada triwulan II 2022. Tekanan inflasi kelompok ini
masih didominasi oleh sub kelompok Pakaian, terutama baju muslim wanita. Pada triwulan II 2022,
barang ini menjadi penyebab utama tekanan inflasi sub kelompok Pakaian dengan kenaikan harga
sebesar 9,54% (yoy), dengan andil yang diberikan sebesar 0,07% (yoy). Capaian andil ini meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,01% (yoy). Naiknya harga barang ini tidak terlepas dari
momentum Hari Raya Idul Fitri yang mendorong kelompok wanita berbelanja baju muslim, didukung daya
beli konsumen yang tetap kuat pada triwulan pelaporan.
Grafik 3.8. Inflasi Sub Kelompok Pakaian dan Alas Kaki
Grafik 3.9. Inflasi Perumahan, Air, Listrik, dan Grafik 3.10. Andil Kelompok Perumahan, Air,
Bahan Bakar RT dan IHK Listrik dan Bahan Bakar RT
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Penyesuaian tarif jasa tukang bukan mandor menahan laju inflasi kelompok Perumahan, Air, Listrik,
dan Bahan Bakar RT pada triwulan II 2022. Data BPS menunjukkan bahwa andil inflasi jasa tukang bukan
mandor terpantau mengalami penurunan dari sebelumnya 0,15% (yoy) menjadi 0,00% (yoy) pada triwulan
pelaporan. Hal ini dipengaruhi oleh aktivitas pembangunan infrastruktur Sulawesi Barat yang tidak sekuat
periode sebelumnya, tercermin dari turunnya realisasi penjualan semen pada triwulan pelaporan. Lebih
rendahnya aktivitas pembangunan proyek infrastruktur dipengaruhi oleh penurunan realisasi belanja
modal oleh Pemda yang bersumber dari APBN maupun APBD sehingga turut berimplikasi pada
tertahannya inflasi sub kelompok Pemeliharaan, Perbaikan, dan Keamanan Tempat Tinggal/Perumahan.
Inflasi sub kelompok ini terpantau menurun dari sebelumnya 10,25% (yoy) menjadi 7,42% (yoy) pada
triwulan pelaporan. Lebih lanjut, hal tersebut turut membuat penurunan andil inflasi tahunan yang
diberikan oleh sub kelompok Pemeliharaan, Perbaikan, dan Keamanan Tempat Tinggal/Perumahan
menjadi 0,39%, dari sebelumnya sebesar 0,52% (Grafik 3.11).
Grafik 3.12. Inflasi Informasi, Komunikasi dan Grafik 3.13. Andil Sub Kelompok Informasi,
Jasa Keuangan dan IHK Komunikasi dan Jasa Keuangan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Deflasi sub kelompok Peralatan Informasi dan Komunikasi dipengaruhi oleh penurunan permintaan
terhadap peralatan elektronik. Pada triwulan II 2022, IHK sub kelompok Peralatan Informasi dan
Komunikasi tercatat sebesar -0,63% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang
terpantau inflasi sebesar 0,27% (yoy) (Grafik 3.14). Deflasi sub kelompok tersebut dipengaruhi oleh
penurunan harga telepon seluler, yakni sebesar -3,69% (yoy). Penurunan harga telepon seluler ini terjadi
seiring dengan penurunan permintaan masyarakat.
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tiket angkutan udara menjadi sumber tekanan inflasi sub kelompok Jasa Angkutan Penumpang
pada triwulan II 2022. Capaian inflasi sub kelompok Jasa Angkutan Penumpang yang tinggi, yakni
sebesar 33,56% (yoy) pada triwulan II 2022 disebabkan oleh tiket angkutan udara (Grafik 3.17). Tingkat
inflasi tahunan komoditas ini mencapai 57,87% dengan andil yang diberikan terhadap IHK Sulawesi Barat
triwulan II 2022 sebesar 0,69%. Naiknya harga avtur seiring lonjakan harga komoditas minyak dunia global
menjadi penyebab utama peningkatan inflasi komoditas yang diatur oleh Pemerintah tersebut. Mengutip
data Pertamina yang dimuat pada linimasa Katadata, harga rata-rata avtur di Bandara Internasional
Soekarno-Hatta mencapai Rp16.556 per liter atau telah naik sebesar 55,38% dari awal tahun 2022. Selain
itu, peningkatan permintaan terhadap jasa angkutan udara seiring aktivitas masyarakat yang lebih
longgar turut menjadi faktor lain yang memengaruhi kenaikan tiket angkutan udara.
Sejalan dengan kondisi di atas, sub kelompok pengoperasian peralatan transportasi pribadi turut
menjadi penyumbang inflasi kelompok transportasi pada triwulan II 2022. Hal ini tercermin dari
capaian inflasi tahunan sub kelompok tersebut yang mengalami kenaikan dari sebelumnya sebesar 0,69%
menjadi 2,23% pada triwulan II 2022 (Grafik 3.17). Kenaikan inflasi sub kelompok ini utamanya disebabkan
oleh peningkatan jasa pemeliharaan (service) dan pembelian ban luar motor. Kebijakan Pemerintah yang
mengizinkan kegiatan mudik pada tahun berjalan menjadi indikasi adanya peningkatan kebutuhan
pemeliharaan kendaraan milik masyarakat, termasuk pembelian ban kendaraan. Di samping itu,
penyesuaian harga imbas pengenaan kenaikan tarif PPn pada jasa servis dan harga komponen kendaraan,
termasuk ban turut menjadi faktor lain yang memengaruhi kenaikan inflasi pada sub kelompok
Pengoperasian Peralatan Transportasi Pribadi.
Grafik 3.18. Inflasi Perawatan Pribadi dan Jasa Grafik 3.19. Andil Sub Kelompok Perawatan
Lainnya dan IHK Pribadi dan Jasa Lainnya
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pada sub kelompok Perawatan Pribadi, kebutuhan wanita menjadi barang yang menjadi sumber
inflasi pada triwulan II 2022. Data BPS menunjukkan bahwa inflasi sub kelompok Perawatan Pribadi
tercatat sebesar 6,01% (yoy), sedikit meningkat dari triwulan I 2022 sebesar 4,71% (yoy) (Grafik 3.20).
Peningkatan konsumsi barang, terutama kebutuhan wanita, yakni hand body lotion dan krim wajah
menjadi penyumbang inflasi sub kelompok tersebut. Kedua barang ini mencatatkan kenaikan harga
secara tahunan masing-masing sebesar 9,73% dan 7,05%. Penyesuaian harga yang dilakukan oleh
produsen atau distributor yang ditengarai oleh kenaikan tarif PPn turut menyebabkan kenaikan harga
kedua barang tersebut. Di sisi lain, pada sub kelompok Perawatan Pribadi Lainnya menahan laju inflasi
kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya. Pada triwulan II 2022, inflasi tahunan kelompok ini
tercatat sebesar 0,8%, atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,05%. Salah satu
yang menahan laju inflasi sub kelompok ini adalah emas perhiasan. Komoditas ini mencatatkan
penurunan inflasi tahunan dari triwulan sebelumnya sebesar 4,66% menjadi 1,09% pada triwulan II 2022.
Kondisi ini sejalan dengan menurunnya harga komoditas emas dunia pada triwulan pelaporan, imbas dari
tren kenaikan suku bunga global di negara maju yang menawarkan imbal hasil lebih baik pada instrumen
pasar keuangan, salah satunya obligasi.
Ke depan, TPID se-Sulawesi Barat secara konsisten melaksanakan keempat program unggulan tersebut.
Selain itu, pelaksanaan operasi pasar murah terutama pada komoditas hortikultura tetap dilanjutkan
seiring risiko kenaikan harga komoditas tersebut. Selanjutnya, KPw BI Provinsi Sulawesi Barat bekerja
sama dengan Pemda Sulawesi Barat dan TPID se-Sulawesi Barat berencana melaksanakan HLM TPID se-
Sulawesi Barat pada akhir Agustus 2022 guna mencapai inflasi Sulawesi Barat yang tetap rendah dan stabil
pada rentang target 3%±1%.
BOKS 2
Dari sisi komoditas pangan atau volatile food, komoditas minyak goreng, ikan bandeng/bolu,
bawang merah, cabai merah, dan mie kering instan menjadi komoditas utama penyumbang inflasi
sepanjang tahun 2022. Untuk komoditas minyak goreng dan mie kering instan, kenaikan harga berakar
dari pengaruh efek berkelanjutan (multiplier effect) dari pelepasan harga komoditas di pasaran seiring
dicabutnya Harga Eceran Tertinggi (HET) oleh Pemerintah dan gangguan rantai pasok bahan baku akibat
tensi geopolitik Perang Rusia-Ukraina, yakni gandum. Sementara untuk komoditas hortikultura, volume
pengiriman yang berkurang imbas dari kegagalan panen di sentra produsen karena gangguan cuaca
menjadi faktor yang menyebabkan kenaikan harga. Dari sisi administered price, komoditas tiket angkutan
udara, bahan bakar rumah tangga dan aneka rokok menjadi komoditas utama yang turut menekan inflasi.
Ketidakstabilan kondisi geopolitik imbas Perang Rusia-Ukraina memberikan dampak kenaikan harga
minyak global sehingga mendorong kenaikan harga avtur. Sementara itu, kebijakan pemerintah untuk
menaikkan LPG non subsidi serta cukai rokok turut berdampak pada kenaikan harga kedua komoditas
lainnya.
Dalam merespon kondisi tersebut, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi
Barat dan Kabupaten se-Sulawesi Barat terus berupaya mengendalikan inflasi di wilayah Sulawesi
Barat melalui berbagai program yang dicanangkan oleh berbagai elemen yang tergabung dalam
TPID. Sinergi program yang terjalin antara pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten
dengan Bank Indonesia dilakukan dengan berpedoman pada Peta Jalan/Roadmap Pengendalian Inflasi
Jangka Pendek dan Menengah TPID. Upaya tersebut dilakukan melalui Strategi 4K (Ketersediaan Pasokan,
Keterjangkauan Harga, Kelancaran Distribusi dan Komunikasi yang Efektif). Hal ini bertujuan untuk
memastikan ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi kebutuhan bahan pokok serta ekspektasi
masyarakat tetap terjaga.
1. Ketersediaan Pasokan
Tingginya harga minyak goreng di Sulawesi Barat pada akhir Maret hingga Mei 2022 merupakan
dampak dari terbatasnya ketersediaan pasokan. Dalam kaitan ini, TPID se-Sulawesi Barat berperan
penting untuk menjaga ketersediaan pasokan, melalui pelaksanaan inspeksi mendadak (sidak) kepada
distributor minyak goreng curah di Kabupaten Mamuju. Selain itu, TPID se-Sulawesi Barat bersama tim
Satgas Pangan Provinsi Sulawesi Barat serta Dinas Ketahanan Pangan se-Sulawesi Barat juga
merumuskan strategi pemenuhan pasokan minyak goreng curah bekerja sama dengan PT Tanjung Sarana
Lestari (TSL). Adapun PT TSL merupakan perusahaan yang bergerak dalam pengolahan CPO untuk
diproses menjadi produk turunan, salah satunya minyak goreng curah. Dengan adanya komitmen baik PT
TSL dalam memasok minyak goreng curah ke seluruh wilayah Sulawesi Barat, langkah ini terbukti berhasil
penyediaan pasokan dan menekan harga minyak goreng curah di pasaran.
Lebih lanjut, dalam rangka memastikan ketersediaan pasokan, Dinas Ketahanan Pangan Provinsi
Sulawesi Barat juga melakukan pengawasan terhadap ketersediaan bahan pangan serta
mengoptimalisasi data Neraca Bahan Makanan (NBM). Tidak berhenti sampai di situ, Dinas Ketahanan
Pangan Provinsi Sulawesi Barat juga bekerja sama dengan BULOG Sulawesi Barat dan ID Food dalam
memastikan ketersediaan bahan pangan daerah serta mendorong tersedianya cadangan pangan
kabupaten. Selanjutnya, untuk memperkuat ketahanan pangan Rumah Tangga, Dinas Ketahanan Pangan
Provinsi Sulawesi Barat turut menggalakkan program Pekarangan Pangan Lestari.
Gambar 3.1. Rakor Identifikasi Barang Kebutuhan Pokok dalam Menjaga Ketersediaan Stok
2. Keterjangkauan Harga
Dalam mengendalikan keterjangkauan harga, TPID Provinsi Sulawesi Barat melalui OPD terkait
melakukan monitoring harga komoditas secara harian. Hal ini dilakukan untuk memastikan harga pangan
berada pada range harga sesuai kebutuhan masyarakat dan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang
ditetapkan. Beberapa langkah yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut diantaranya melalui sidak
pasar secara langsung oleh Pimpinan Daerah kepada distributor dan pelaku ritel minyak goreng dan gas
elpiji, khususnya mengenai penerapan kebijakan HET oleh Kementerian Perdagangan RI. Di samping itu,
dalam pemantauan penerapan kebijakan tersebut, TPID Provinsi Sulawesi Barat juga secara aktif
melakukan sidak rutin ke distributor dan pedagang ritel eceran.
Lebih lanjut, kegiatan TPID dalam mengendalikan keterjangkauan harga juga dilakukan melalui
penyelenggaraan Operasi Pasar Murah. Hal ini dilakukan secara bersinergi antar anggota TPID dan
Forkopimda Sulawesi Barat pada periode penting, seperti Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idul
Fitri 1443 H dan disinergikan dengan event besar lainnya, seperti Pekan QRIS Nasional (PQN) Sulawesi
Barat pada tanggal 16-20 Agustus 2022.
3. Kelancaran Distribusi
Kelancaran distribusi merupakan faktor penting dalam menjaga harga barang lebih terjangkau
dan stabil. Di Sulawesi Barat sendiri, hal ini merupakan tantangan tersendiri. Beberapa hal yang dapat
menghambat kelancaran distribusi diantaranya, meliputi keterbatasan infrastruktur (kecukupan jumlah
dan kondisi), ketersediaan sarana dan prasarana, minimnya konektivitas antar infrastruktur), dan
bencana alam (gempa bumi, banjir, tanah longsor).
4. Komunikasi efektif
TPID se-Sulawesi Barat terus menjalankan komunikasi yang efektif dalam rangka menyediakan
informasi mengenai perkembangan harga terkini bahan pokok kepada masyarakat. Salah satu bentuk
komunikasi yang dilakukan kepada masyarakat adalah mendorong penggunaan laman
https://hargapangan.id/ - Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) untuk dapat
melakukan pengecekan harga bahan pokok. Selain itu, komunikasi efektif juga disampaikan
menggunakan media komunikasi melalui Dinas Kominfo Persandian Statistik Provinsi Sulawesi Barat.
Selanjutnya, demi terciptanya komunikasi yang efektif antar anggota TPID baik di tingkat provinsi
maupun kabupaten, TPID secara berkala melaksanakan High Level Meeting (HLM) se-Sulawesi Barat. Pada
tanggal 11 Februari 2022, Kantor Perwakilam Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat bekerja sama
dengan TPID Provinsi Sulawesi Barat menyelenggarakan HLM TPID Provinsi Sulawesi Barat yang pertama
pada periode 2022.
Gambar 3.2. HLM TPID se-Sulawesi Barat dipimpin oleh Wakil Gubernur Sulawesi Barat
HLM TPID Februari 2022 menghasilkan 4 (empat) program unggulan HLM TPID se-Sulawesi Barat
dalam menjaga kestabilan harga di Sulawesi Barat. Tindak lanjut pelaksanaan 4 (empat) program
unggulan tersebut terus dilakukan hingga pada triwulan II tahun 2022.
Gambar 3.3. Kondisi Lahan Poktan Bunga Tanjung Komoditas Bawang Merah dengan
Digital Farming
Pada tahun 2022, digital farming akan kembali diimplementasikan untuk klaster
pangan/hortikultura. Dengan tujuan yang sama, digital farming dilakukan dengan tujuan
untuk meningkatkan kapasitas produksi komoditas penyumbang inflasi Sulawesi Barat.
Rencana implementasi digital farming adalah penggunaan Green House untuk dapat mengatur
kondisi lingkungan, agar kondisi tanaman dapat dikendalikan sehingga dapat
memaksimalkan produksi tanaman.
b. Penguatan Proses Bisnis dalam Pemenuhan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) sebagai
Upaya Pemulihan Ekonomi Sulawesi Barat
Penguatan dan perluasan KAD dilakukan untuk memastikan ketersediaan komoditas di
Sulawesi Barat. Pada tahun 2021, TPID Provinsi Sulawesi Barat telah melakukan penjajakan
KAD Government-to-government (G-to-G) dengan Provinsi Kalimantan Timur untuk beragam
komoditas pangan. Selain itu, penjajakan KAD juga dilakukan dengan Provinsi Gorontalo
terkait lokasi penangkapan ikan.
Pada tahun 2022, penjajakan perluasan KAD dilakukan dengan provinsi lain pendukung Ibu
Kota Negara baru (IKN) di sekitar wilayah Selat Makassar, yaitu Provinsi Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Adapun kerja
sama akan dilaksanakan untuk berbagai komoditas, baik komoditas penyebab inflasi maupun
komoditas lainnya.
c. Pembentukan Tim Terpadu Koordinasi Provinsi dan Kabupaten untuk Memperkuat
Komunikasi Efektif Internal dan Masyarakat
Penguatan jaringan komunikasi antar anggota TPID se-Sulawesi Barat dilakukan untuk
memudahkan proses monitoring, analisa, pelaporan dan pengambilan kebijakan.
Pembentukan platform komunikasi ini juga mempermudah Dinas Teknis/Sekretariat TPID
kabupaten/kota dalam berkoordinasi dan memberikan respon cepat ketika terdapat gejolak
harga. Selanjutnya, Tim Terpadu ini TPID se Sulawesi Barat akan dibentuk secara resmi
melalui Surat Keputusan Gubernur, yang terdiri dari perwakilan TPID Kabupaten se-Sulawesi
Barat, Bank Indonesia, Polda, TNI, BULOG, dan Badan Pusat Statistik (BPS).
d. Intensifikasi Produk/Komoditas Lokal sebagai Alternatif dalam Pemenuhan Kebutuhan
Komoditas di Sulawesi Barat
Sebagai upaya memenuhi permintaan komoditas pangan yang saat ini bergantung pada
pasokan dari luar daerah Sulawesi Barat, penggalakan program Bangga Buatan Sulawesi
Barat dilakukan untuk dapat memperkuat produksi komoditas pangan domestik. Program ini
salah satunya dilakukan oleh TPID Provinsi Sulawesi Barat melalui program Pangan Lestari
bekerja sama dengan kelompok Wanita Tani di Sulawesi Barat. Adapun tujuan dari program
ini adalah dengan memanfaatkan lahan kosong di sekitar tempat tinggal masyarakat untuk
menjadi lahan produktif, khususnya untuk komoditas cabai dan bawang merah.
Selanjutnya, masyarakat Sulawesi Barat juga didorong untuk beralih menggunakan minyak
mandar guna meningkatkan resilensi terhadap gejolak harga minyak goreng kelapa sawit.
Minyak mandar atau Lomo Mandar merupakan minyak berbahan kelapa (crude coconut
oil/CCO) yang diolah secara tradisional dari Kabupaten Pasangkayu hingga Polewali Mandar.
Mempertimbangkan besarnya potensi minyak mandar sebagai substitusi minyak goreng
tersebut, Pemerintah Daerah telah melakukan pembinaan UMKM Pengolahan Minyak Mandar
Terintegrasi. Dengan intervensi program pembinaan Pemerintah Daerah tersebut, diharapkan
pengembangan minyak mandar sebagai substitusi minyak goreng dilakukan secara efektif.
BAB 04
Stabilitas Keuangan Daerah
instrumen giro dan deposito. Kedua instrumen tersebut mencatatkan nominal masing-masing sebesar
Rp108,73 miliar dan Rp356,74 miliar, atau lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencatatkan
masing-masing sebesar Rp113,59 miliar dan Rp369,01 miliar. Instrumen giro dan deposito masing-masing
memberikan pangsa sebesar 2,41% dan 7,92% dari total DPK Perseorangan. Sementara itu, instrumen
tabungan terpantau meningkat terbatas dari periode sebelumnya sebesar Rp4,02 triliun menjadi Rp4,04
triliun. Posisi nominal dana simpanan tersebut memberikan pangsa sekitar 89,67% dari total DPK
perseorangan (Grafik 4.4).
Di sisi lain, pangsa penghimpunan DPK non perseorangan terpantau meningkat pada triwulan II
2022. Pangsa jenis DPK ini mengalami peningkatan dari 25,21% pada triwulan I 2022 menjadi 27,09% pada
triwulan II 2022. Hal ini didorong oleh peningkatan realisasi DPK non perseorangan periode pelaporan
yang tercatat sebesar Rp1,67 triliun atau lebih tinggi dibandingkan posisi di triwulan sebelumnya yang
mencatatkan sebesar Rp1,52 triliun (Grafik 4.3).
Grafik 4.3. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Grafik 4.4. Komposisi DPK Perseorangan di
Total DPK di Sulawesi Barat Sulawesi Barat
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Pertumbuhan DPK Perseorangan mengalami perlambatan pada triwulan II 2022. Total DPK
perseorangan tumbuh sebesar 1,91% (yoy) pada triwulan II 2022 atau melambat dibandingkan triwulan I
2022 yang tumbuh sebesar 8,28% (yoy). Jika ditinjau dari sisi instrumennya, DPK jenis tabungan
perseorangan mengalami perlambatan pertumbuhan dari 10,76% (yoy) pada triwulan I 2022 menjadi
3,15% (yoy) pada triwulan II 2022. Perlambatan pertumbuhan ini dipengaruhi oleh pola konsumsi
masyarakat Sulawesi Barat yang cenderung meningkat selama triwulan II 2022. Hal ini turut tercermin dari
konsumsi rumah tangga yang mencatatkan kenaikan pertumbuhan pada periode pelaporan. Kemudian,
DPK jenis deposito perseorangan tercatat terkontraksi semakin dalam dari -2,72% (yoy) pada triwulan I
2022 menjadi -3,70% (yoy) pada triwulan II 2022. Kebijakan suku bunga deposit facility yang masih tetap
rendah memengaruhi kebijakan perbankan untuk menyesuaikan tingkat bunga deposito sehingga hal ini
membuat imbal hasil yang ditawarkan kurang menarik bagi para nasabah. Di sisi lain, DPK perseorangan
jenis giro mengalami perbaikan tingkat pertumbuhan meskipun masih berada di zona negatif dari -23,90%
(yoy) pada triwulan I 2022 menjadi -18,76% (yoy) pada triwulan II 2022 (Grafik 4.6). Perbaikan tingkat
pertumbuhan ini merupakan imbas dari base effect triwulan II 2021 dimana masyarakat mulai
membelanjakan dananya setelah tertahan akibat bencana gempa bumi.
Berbeda dengan DPK perseorangan, pertumbuhan DPK non perseorangan meningkat pada triwulan
II 2022. Penghimpunan DPK dari kelompok non perseorangan mencatatkan realisasi sebesar Rp1,67
triliun atau tumbuh sebesar 14,78% (yoy) pada triwulan II 2022 (Grafik 4.5). Tingkat pertumbuhan ini
mengalami peningkatan dari triwulan I 2022 yang tumbuh sebesar 12,03% (yoy). Peningkatan ini
terkonfirmasi dari hasil liaison yang dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sulawesi Barat kepada pelaku usaha di berbagai sektor pada triwulan II 2022 yang menyatakan bahwa
kebutuhan penggunaan dana korporasi, baik untuk kebutuhan modal kerja maupun investasi masih
cukup minim.
Grafik 4.5. Pertumbuhan Jenis DPK dari sisi Grafik 4.6. Pertumbuhan Komposisi DPK
Kepemilikan Perseorangan
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) kredit konsumsi tetap terjaga pada
triwulan II 2022. Secara umum, rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) untuk kredit
konsumsi tercatat sebesar 0,85%, atau meningkat terbatas dibandingkan periode sebelumnya yang
memiliki NPL sebesar 0,68%. KPR tercatat memiliki NPL sebesar 1,88% pada triwulan II 2022 atau
meningkat dari 1,26% pada triwulan I 2022. Kemudian, NPL KKB memiliki NPL sebesar 0,83% pada
triwulan II 2022 atau meningkat dari triwulan I 2022 yang memiliki NPL sebesar 0,81%. Selanjutnya untuk
kredit multiguna, NPL tercatat sebesar 0,67% pada triwulan II 2022 atau lebih tinggi dari NPL triwulan I
2022 yang tercatat sebesar 0,62%. Peningkatan risiko kredit tersebut terjadi pada komponen jenis KPR,
KKB, dan kredit multiguna. Meskipun demikian, rasio kredit macet atau NPL untuk kredit konsumsi di
Sulawesi Barat dinilai masih cukup terjaga dan masih berada pada batas ideal, yaitu di bawah 5% (Grafik
4.8).
Grafik 4.7. Perkembangan Kredit Rumah Grafik 4.8. Perkembangan Risiko Kredit Rumah
Tangga Tangga
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Pertumbuhan kredit pada sektor-sektor di atas didorong oleh perbaikan permintaan akibat peningkatan
aktivitas masyarakat seiring dengan kondisi pandemi COVID-19 yang semakin terkendali. Pemulihan
ekonomi Sulawesi Barat yang terus berlanjut didukung oleh perbaikan daya beli masyarakat turut
mendukung capaian realisasi kredit di sektor tersebut. Hal ini terkonfirmasi dari Indeks Penghasilan
Konsumen pada triwulan II 2022 mencatat angka sebesar 116,67 atau berada pada level optimis, didorong
oleh meningkatnya pendapatan masyarakat. Indeks Penghasilan konsumen triwulan II 2022 juga tercatat
lebih tinggi dibandingkan posisi triwulan I 2022 yang memiliki indeks sebesar 111,00.
Di sisi lain, kredit pada sektor pertanian dan industri pengolahan tumbuh melambat pada triwulan
II 2022. Penyaluran kredit pada sektor pertanian dan industri pengolahan masing-masing tumbuh sebesar
29,44% (yoy) dan 29,64% (yoy) pada triwulan II 2022 (Grafik 4.9). Tingkat pertumbuhan ini lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan yang terjadi pada triwulan I 2022 dimana kredit sektor pertanian dan industri
pengolahan masing-masing tumbuh sebesar 30,80% (yoy) dan 47,60% (yoy). Perlambatan kinerja kredit
pada sektor ini disebabkan oleh kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) serta kebijakan larangan
ekspor yang diterapkan pemerintah terhadap produk CPO dan turunannya pada triwulan II 2022.
Berdasarkan hasil liaison yang dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi
Barat bersama pelaku usaha kelapa sawit dan produk turunannya, hasil olahan kelapa sawit di Sulawesi
Barat lebih banyak dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan ekspor luar negeri sehingga kebijakan
tersebut membuat kinerja perusahaan menurun.
Penyaluran kredit pada sektor perdagangan dan penyediaan akomodasi dan makan minum; serta
pertanian dan perikanan memiliki pangsa terbesar di antara sektor lainnya. Pada triwulan II 2022,
kredit yang disalurkan pada sektor perdagangan dan penyediaan akomodasi makan minum memiliki
porsi sekitar 40,79% dari total kredit yang disalurkan oleh perbankan di Sulawesi Barat. Pangsa tersebut
meningkat dari triwulan I 2022 dimana sektor ini memiliki pangsa sebesar 38,98%. Selanjutnya, sektor
pertanian dan perikanan menjadi sektor dengan pangsa terbesar kedua, yaitu sebesar 38,91% dari total
kredit perbankan. Pangsa sektor pertanian dan perikanan ini menurun dibandingkan pangsanya pada
triwulan I 2022, yaitu sebesar 40,14%. Sementara untuk penyaluran kredit di sektor lainnya memiliki
pangsa di bawah 10% (Grafik 4.10). Dominasi pangsa sektor perdagangan dan penyediaan akomodasi
makan minum tercermin dari tetap tingginya kredit yang disalurkan kepada para pelaku usaha di kedua
sektor tersebut, yang juga tidak terlepas dari kondisi konsumsi masyarakat Sulawesi Barat yang tetap
baik. Kondisi ini terkonfirmasi dari capaian pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga pada PDRB
Sulawesi Barat yang tercatat sebesar 3,90% (yoy) pada triwulan berjalan atau lebih tinggi dibandingkan
triwulan I 2022 yang tumbuh sebesar 3,40% (yoy). Hal ini didukung juga oleh penanganan pandemi COVID-
19 yang semakin baik sehingga mobilitas masyarakat semakin meningkat. Selanjutnya, pangsa kedua
terbesar yaitu sektor pertanian dan perikanan dalam penerimaan kredit dari perbankan tidak terlepas dari
posisi sektor tersebut yang masih menjadi sektor utama pembentuk perekonomian di Sulawesi Barat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), struktur ekonomi sektor tersebut mencapai 44,80%
terhadap pembentukan PDRB Sulawesi Barat pada triwulan II 2022.
Grafik 4.9. Perkembangan Kredit Korporasi Grafik 4.10. Pangsa Kredit Korporasi
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Rasio kredit bermasalah korporasi terpantau meningkat terbatas pada triwulan II 2022. Secara
agregat, rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) korporasi di Sulawesi Barat mencatatkan
angka NPL sebesar 7,95%, terpantau meningkat tipis dibanding triwulan sebelumnya sebesar 7,47%
(Grafik 4.11). Peningkatan risiko kredit ini disebabkan oleh masih tingginya NPL khususnya pada sektor
pertanian & perikanan yang mencatat kan NPL sebesar 13,18% serta meningkatnya NPL pada sektor
perdagangan dan penyediaan akomodasi makan minum dari 3,24% pada triwulan I 2022 menjadi 4,63%
pada triwulan II 2022 (Grafik 4.11). Kedua sektor tersebut memiliki pangsa terbesar dalam penyaluran
kedit korporasi perbankan. Meskipun sektor pertanian & perikanan mencatatkan NPL yang lebih rendah
dibanding periode sebelumnya yang menandakan bahwa risiko gagal bayar oleh debitur mulai menurun,
namun demikian, rasio kredit bermasalah sektor tersebut tergolong masih tinggi atau berada di atas batas
NPL gross sebesar 5%. Selanjutnya, peningkatan rasio kredit bermasalah terjadi di sektor industri
pengolahan. Pada triwulan II 2022, posisi NPL di sektor ini tercatat sebesar 4,01%, meningkat signifikan
dari posisi pada triwulan I 2022 yang memiliki NPL sebesar 1,16%. Peningkatan risiko kredit di sektor
industri pengolahan disebabkan oleh penurunan produksi hasil olahan sawit yang menjadi penopang
utama sektor pertanian Sulawesi Barat. Penurunan tersebut disebabkan oleh kebijakan DMO dan larangan
ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya yang diterapkan pemerintah pada triwulan II 2022.
Kredit konsumsi tumbuh melambat pada triwulan II 2022. Pertumbuhan kredit konsumsi pada
triwulan II 2022 adalah sebesar 4,52% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan I 2022 yang tumbuh
sebesar 7,43% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ini disebabkan oleh base effect triwulan II 2022 dimana
masyarakat memiliki kebutuhan belanja untuk mengganti barang-barangnya yang rusak akibat bencana
gempa bumi.
Sejalan dengan kredit konsumsi, pertumbuhan kredit modal kerja mengalami perlambatan. Jenis
kredit produktif ini mencatatkan nominal sebesar Rp3,85 triliun atau tumbuh sebesar 25,21% (yoy) pada
triwulan II 2022. Pertumbuhan ini tercatat lebih rendah dibandingkan pertumbuhan sebesar 27,63% (yoy)
pada triwulan I 2022 (Grafik 4.12). Perlambatan pertumbuhan kinerja kredit modal kerja ini sejalan dengan
penurunan kinerja pertumbuhan kredit pada beberapa sektor, yaitu kredit sektor industri pengolahan dan
kredit sektor konstruksi. Perlambatan kinerja pertumbuhan kredit sektor industi pengolahan
diindikasikan oleh kebijakan DMO dan larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya yang
diterapkan pemerintah pada triwulan II 2022. Sementara itu, perlambatan kinerja pertumbuhan kredit
sektor konstruksi seiring dengan pembangunan pascagempa yang mulai berakhir.
Di sisi lain, kinerja pertumbuhan kredit Investasi di Sulawesi Barat terpantau mengalami
peningkatan pada triwulan II 2022. Kredit investasi pada triwulan pelaporan mencatatkan nominal
sebesar Rp1,28 triliun atau bertambah sebesar Rp87,3 miliar dari triwulan sebelumnya. Dengan capaian
tersebut, kredit investasi mampu mencatatkan pertumbuhan sekitar 35,22% (yoy), meningkat
dibandingkan capaian triwulan I 2022 sebesar 30,31% (yoy) (Grafik 4.12). Kondisi ini didorong oleh
peningkatan pertumbuhan kredit pada sektor pertanian, kehutanan dan perikanan serta sektor listrik,
gas, dan air. Di samping itu, hasil liaison yang dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat kepada para pelaku usaha di berbagai sektor usaha menunjukkan bahwa para
pelaku usaha meningkatkan kegiatan investasi mereka pada triwulan pelaporan. Meningkatnya realisasi
investasi didorong oleh kebijakan dari perusahaan untuk tetap mencapai target realisasi investasi yang
telah ditetapkan dalam rangka mendukung kinerja perusahaan pada tahun berjalan. Selain itu, mobilitas
masyarakat yang semakin membaik juga mendorong peningkatan kinerja penjualan dunia usaha.
Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan di Sulawesi Barat juga tumbuh melambat pada
triwulan II 2022. Secara nominal, realisasi DPK perbankan di Sulawesi Barat tercatat sebesar Rp6,18
triliun, atau tumbuh sekitar 5,10% (yoy) pada triwulan II 2022. Capaian pertumbuhan ini melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 9,20% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan DPK tersebut disumbangkan oleh perlambatan pertumbuhan pada instrument giro dan
tabungan (Grafik 4.13).
Tabungan Sulawesi Barat tumbuh melambat pada triwulan II 2022. Instrumen DPK jenis tabungan di
Sulawesi Barat tercatat tumbuh sebesar 2,06% (yoy) atau lebih lambat dibandingkan triwulan I 2022 yang
tumbuh sebesar 8,89% (yoy). Perlambatan pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh preferensi masyarakat
yang mengalokasikan sebagian dananya untuk melakukan konsumsi pada periode pelaporan. Kondisi ini
sejalan dengan capaian pertumbuhan konsumsi masyarakat yang tetap tinggi dan tumbuh positif seiring
dengan kondisi pandemi COVID-19 yang semakin terkendali.
Sejalan dengan tabungan, instrumen giro juga tumbuh melambat pada triwulan II 2022. Realisasi
dana simpanan yang didominasi oleh penempatan dana Pemerintah Daerah ini tercatat tumbuh 22,36%
(yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I 2022 yang tumbuh sebesar 23,07%
(yoy). Perlambatan ini didorong oleh penurunan tingkat pertumbuhan giro yang dimiliki oleh BUMN dan
BUMD di Sulawesi Barat.
Di sisi lain, instrumen deposito tumbuh lebih baik meskipun masih terkontraksi pada triwulan II
2022. Jenis instrumen simpanan yang tergolong low risk tersebut mencatatkan pertumbuhan sebesar -
13,44% (yoy) atau lebih baik dari triwulan I 2022 yang tumbuh sebesar -19,38% (yoy) (Grafik 4.13). Di tengah
gejolak perekonomian global dan masih adanya pandemi COVID-19, masyarakat Sulawesi Barat lebih
memilih untuk berinvestasi pada instrumen dengan risiko rendah. Meskipun demikian, tren suku bunga
deposit facility yang masih berada di level rendah sejak awal tahun lalu, memberikan imbal hasil yang
kurang menarik sehingga deposito masih belum menjadi instrumen yang menarik untuk melakukan
investasi.
Sejalan dengan DPK, aset perbankan di Sulawesi Barat juga tumbuh melambat. Pada triwulan II 2022,
total aset perbankan di Sulawesi Barat tercatat sebesar Rp10,72 triliun atau tumbuh sebesar 10,16% (yoy).
Capaian pertumbuhan tersebut terpantau sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 11,13% (yoy) (Grafik 4.13).
Grafik 4.12. Perkembangan Penyaluran Kredit Grafik 4.13. Perkembangan Aset dan DPK
Sumber: Laporan Bank Umum (Lokasi Bank), diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik 4.14. Share Kredit Bank Umum secara Grafik 4.15. Share Kredit Bank Umum secara
Spasial Triwulan I 2022 Spasial Triwulan II 2022
Sumber: Laporan Bank Umum (Lokasi Proyek), diolah Sumber: Laporan Bank Umum (Lokasi Proyek), diolah
Struktur outstanding kredit di Sulawesi Barat didominasi oleh Kredit Konsumsi dan Kredit Modal
Kerja. Hal ini tercermin dari porsi penyaluran kredit konsumsi dan modal kerja masing-masing sebesar
46,44% dan 35,15% di Sulawesi Barat pada triwulan II 2022. Kedua porsi tersebut terpantau relatif sama
dibandingkan periode sebelumnya. Kedua jenis kredit tersebut menjadi pilihan bagi para debitur
perbankan di kabupaten se-Sulawesi Barat, kecuali Mamuju Tengah. Realisasi kredit yang ada di
Kabupaten Mamuju Tengah didominasi oleh jenis kredit investasi dengan pangsa sekitar 52,76% dari total
keseluruhan kredit yang direalisasikan di Kabupaten Mamuju Tengah (Grafik 4.16).
Ditinjau secara spasial, Kabupaten Mamuju memiliki nominal penyaluran kredit terbesar
dibandingkan kabupaten lainnya. Kredit yang disalurkan oleh perbankan di Kabupaten Mamuju sebagai
ibukota provinsi Sulawesi Barat didominasi oleh jenis kredit konsumsi. Pangsa jenis kredit yang bersifat
konsumtif ini tercatat sebesar 55,17% dari total keseluruhan kredit yang disalurkan di Kabupaten Mamuju.
Kemudian, kredit modal kerja dan kredit investasi menyusul dengan pangsa masing-masing sebesar
33,03% dan 11,80%. Capaian dari ketiga jenis kredit di atas tidak terlepas dari kedudukan Kabupaten
Mamuju yang memegang fungsi administrasi pemerintahan, baik sisi Kabupaten maupun Provinsi di
dalamnya. Selain itu, jumlah penduduk terbanyak setelah Kabupaten Polewali Mandar juga mendorong
kinerja konsumsi di Kabupaten Mamuju.
Sama halnya dengan Kabupaten Mamuju, kondisi yang sama terjadi di wilayah Kabupaten Polewali
Mandar. Penyaluran kredit di wilayah yang berbatasan langsung dengan Provinsi Sulawesi Selatan ini
memiliki pangsa sekitar 27,00% dari total kredit keseluruhan. Untuk kredit konsumsi yang disalurkan oleh
perbankan di wilayah ini memiliki pangsa sekitar 49,66%, disusul oleh kredit modal kerja dan kredit
investasi masing-masing sebesar 37,26% dan 13,08% dari total kredit yang disalurkan (Grafik 4.16).
Kabupaten Pasangkayu didominasi oleh kredit modal kerja sementara Kabupaten Mamuju Tengah
didominasi oleh kredit investasi. Sektor perkebunan kelapa sawit yang menjadi penopang utama
perekonomian Kabupaten Pasangkayu dan Kabupaten Mamuju Tengah mendorong para pelaku/industri
usaha di sektor tersebut memanfaatkan fasilitas pembiayaan perbankan untuk kebutuhan modal kerja
dan investasi dalam rangka mendukung aktivitas usaha tersebut. Pangsa kredit modal kerja di Kabupaten
Pasangkayu adalah sebesar 47,82%, disusul kredit konsumsi dengan pangsa sebesar 35,09% dan kredit
investasi dengan pangsa sebesar 17,09%. Sementara itu, kredit investasi di Kabupaten Mamuju Tengah
memiliki pangsa sebesar 52,76%, sementara kredit modal kerja dan konsumsi memiliki pangsa masing-
masing sebesar 23,62% (Grafik 4.16).
Rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) perbankan Kabupaten se-Sulawesi Barat
terpantau tetap terjaga, kecuali Kabupaten Mamuju. Hal ini terkonfirmasi dari posisi rasio kredit
bermasalah (NPL) perbankan seluruh 5 (lima) kabupaten se-Sulawesi Barat tetap berada di bawah batas
NPL gross sebesar 5%. Sementara itu, berdasarkan kredit lokasi proyek, rasio NPL perbankan di wilayah
Kabupaten Mamuju pada triwulan pelaporan tercatat sebesar 10,56%. Risiko kredit bermasalah yang
tinggi ini disebabkan oleh penurunan repayment capacity salah satu debitur di Lapangan Usaha utama
yang terjadi sejak triwulan III 2021. Meski demikian, posisi NPL perbankan di Kabupaten Mamuju terpantau
lebih baik dibandingkan triwulan I 2022 yang memiliki NPL sebesar 11,38%. Selanjutnya, untuk rasio NPL
perbankan di kelima kabupaten lainnya terpantau relatif aman. Kabupaten Mamuju Tengah menjadi
wilayah yang terpantau mengalami penurunan risiko kredit bermasalah. Hal ini mengindikasikan bahwa
kualitas kredit yang disalurkan perbankan di wilayah tersebut lebih baik dari periode sebelumnya (Grafik
4.17).
Grafik 4.16. Komposisi Jenis Penggunaan Kredit Grafik 4.17. Rasio NPL Bank Umum secara
Secara Spasial Spasial
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Secara spasial, realisasi penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tetap tersentralisasi di Kabupaten
Mamuju dan Polewali Mandar pada triwulan II 2022. Hal ini terkonfirmasi dari pangsa penghimpunan
DPK di kedua wilayah tersebut yang mewakili sekitar 69,3% dari total DPK di Sulawesi Barat. Jika dilihat
lebih lanjut, pangsa DPK kedua kabupaten ini tercatat sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya yang memiliki pangsa sebesar 69,2% terhadap total keseluruhan DPK (Grafik 4.19). Besarnya
porsi DPK dari kedua wilayah tersebut tidak terlepas dari pengaruh kondisi demografis Kabupaten
Mamuju dan Polewali Mandar yang memiliki jumlah penduduk terbesar di antara kabupaten lainnya. Jika
ditinjau dari pertumbuhan pangsanya, hanya perbankan di wilayah Kabupaten Mamasa yang mengalami
peningkatan dalam menghimpun DPK pada triwulan II 2022. Hal ini terkonfirmasi dari pangsa
penghimpunan DPK di wilayah Kabupaten Mamasa pada triwulan pelaporan tercatat sebesar 3,4%, atau
lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang memiliki pangsa sebesar 3,1%. Sementara itu, porsi
penghimpunan DPK perbankan di Kabupaten Polewali Mandar, Mamuju, & Pasangkayu terpantau sama
dibanding periode sebelumnya yang masing-masing sebesar 26,6%, 42,7% & 12% dari total DPK
keseluruhan. Kemudian, untuk dua kabupaten lainnya, yakni Kabupaten Majene dan Mamuju Tengah
memiliki pangsa penghimpunan DPK secara berurutan sebesar 11,4% dan 3,8%, pertumbuhan keduanya
menurun terbatas dari pada periode sebelumnya. (Grafik 4.19).
Grafik 4.18. Share DPK Bank Umum Spasial Grafik 4.19. Share DPK Bank Umum Spasial
pada Triwulan I 2022 pada Triwulan II 2022
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Tabungan tetap menjadi instrumen dana simpanan yang paling diminati oleh masyarakat di setiap
Kabupaten di Sulawesi Barat. Pangsa tabungan pada seluruh kabupaten di Sulawesi Barat tercatat lebih
dari 50%. Kabupaten Polewali Mandar tercatat sebagai Kabupaten dengan pangsa DPK tabungan terbesar
di Sulawesi Barat, yaitu sebesar 77,9%. Pangsa tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan dengan
pangsa DPK tabungan di Kabupaten Polewali Mandar pada triwulan I 2022, yaitu sebesar 81,7%.
Sementara itu, daerah dengan pangsa DPK tabungan terkecil adalah Kabupaten Mamuju Tengah dengan
pangsa tabungan sebesar 52,6% pada triwulan II 2022. Pangsa DPK tabungan di Kabupaten Mamuju
Tengah ini tercatat sedikit lebih kecil dibandingkan pangsanya pada triwulan I 2022, yaitu sebesar 54,7%.
DPK di Kabupaten Mamuju Tengah cukup didominasi oleh Giro sehingga pangsa DPK tabungan tidak
setinggi di Kabupaten lainnya.
Kenaikan penyaluran kredit UMKM didukung oleh tingkat suku bunga kredit yang menurun pada
triwulan II 2022. Hal ini tercermin dari tingkat suku bunga kredit perbankan yang diberikan kepada
pelaku UMKM pada triwulan pelaporan tercatat sebesar 9,72%, lebih rendah dari triwulan I 2022 yang
memiliki suku bunga sekitar sekitar 9,76%. Kondisi ini didukung oleh kebijakan Bank Indonesia yang tetap
mempertahankan tingkat suku bunga acuan (BI7DRR) pada Juni 2022 di level rendah, yakni sebesar 3,5%.
Kebijakan ini dimanfaatkan oleh pelaku UMKM dalam memperoleh pembiayaan dari lembaga keuangan
untuk kebutuhan operasional (modal kerja) maupun peningkatan skala usaha (investasi) dalam rangka
menopang kinerja usahanya. Lebih lanjut, kualitas kredit yang diberikan oleh perbankan di Sulawesi Barat
kepada UMKM tergolong cukup baik. Hal ini tercermin dari rasio kredit bermasalah atau Non Performing
Loan (NPL) untuk UMKM pada triwulan II 2022 tercatat sebesar 3,66%. Angka ini terpantau meningkat dari
periode sebelumnya sebesar 2,78% (Grafik 4.22). Meski mengalami kenaikan, posisi NPL kredit UMKM pada
triwulan pelaporan tetap berada level aman (< NPL Gross 5%).
Rendahnya NPL kredit UMKM tidak terlepas dari upaya Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)
dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, khususnya terhadap pembiayaan UMKM. Pemerintah
Pusat melalui Kementerian Keuangan melanjutkan pemberian stimulus Bantuan Produktif Usaha Mikro
(BPUM) senilai Rp600 ribu per penerima dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi pada tahun 2022.
Di sisi lain, Bank Indonesia juga berkontribusi dalam menerapkan kebijakan moneter yang akomodatif,
salah satunya tingkat suku bunga acuan (BI7DRR) yang tetap rendah guna mendorong akses keuangan
khususnya bagi pelaku UMKM dalam memanfaatkan fasilitas pembiayaan UMKM dari perbankan.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku lembaga pengawas perbankan turut menjaga dan
memantau perkembangan realisasi kredit, terutama kredit UMKM dapat berjalan dengan baik,
ditunjukkan dengan rasio NPL Kredit UMKM di level yang aman.
Lebih lanjut, Pemerintah Pusat/Daerah, Bank Indonesia, dan stakeholders terkait terus mendorong
upaya digitalisasi UMKM, salah satunya perluasan pemasaran melalui e-commerce dan digitalisasi
sistem pembayaran non tunai khususnya menggunakan QRIS. Hal ini sesuai dengan visi dan misi
Gerakan Bangga Buatan Indonesia (GBBI) yang terus digalakkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
daerah. Di samping itu, Bank Indonesia juga turut andil dalam mendorong UMKM naik kelas dengan
pelaksanaan business coaching dan business matching. Selain itu, dukungan digitalisasi sistem
pembayaran melalui pemberian insentif berupa biaya Merchant Discount Rate (MDR) QRIS sebesar 0%
untuk UMKM hingga Desember 2022 membantu efisiensi biaya pengeluaran UMKM, dan berfokus pada
peningkatan skala usaha UMKM di Sulawesi Barat. Dorongan penggunaan transaksi berbasis non tunai
juga terus ditingkatkan di tahun 2022. Bank Indonesia telah menargetkan bahwa target pengguna QRIS
pada tahun 2022 sebesar 15 juta pengguna yang tersebar secara Nasional. Khusus Sulawesi Barat,
pengguna QRIS ditargetkan sekitar 40.000 pengguna pada tahun 2022. Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat akan terus bersinergi dan berkolaborasi bersama Pemerintah Daerah dan
perbankan dalam mendorong sosialisasi dan program digitalisasi sistem pembayaran kepada masyarakat
Sulawesi Barat, khususnya para pelaku UMKM. Upaya tersebut bertujuan untuk perluasan akselerasi
digitalisasi pembayaran, di samping upaya mencapai target pengguna QRIS dan mendorong
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat.
Grafik 4.21. Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4.22. Perkembangan Risiko Kredit UMKM
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Akses keuangan masyarakat Sulawesi Barat terus meningkat. Hal ini tercermin dari salah satu
indikator, yakni rasio kepemilikan rekening tabungan terhadap penduduk yang berusia lebih dari 15 tahun
atau yang merupakan angkatan kerja pada triwulan II 2022 tercatat sebesar 169,5. Capaian tersebut lebih
tinggi dibandingkan angka di triwulan I 2022 yang memiliki rasio sebesar 167,8. Sejalan dengan hal
tersebut, pertumbuhan kepemilikan rekening tabungan pada triwulan II 2022 tercatat sebesar 16,29%
(yoy) atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 15,22%
(yoy) (Grafik 4.23). Peningkatan akses keuangan masyarakat terhadap instrumen dana simpanan tersebut
didukung oleh semakin meningkatnya literasi keuangan masyarakat, serta tumbuhnya realisasi DPK
perbankan di Sulawesi Barat. Selain itu, meningkatnya akses literasi sistem pembayaran non tunai turut
mendukung peningkatan akses keuangan masyarakat Sulawesi Barat. Hal ini tercermin dari data
pengguna QRIS Sulawesi Barat yang tercatat sebanyak 17,252 pengguna pada triwulan II 2022, atau
bertambah sebanyak 4,634 pengguna dari triwulan I 2022. Capaian ini turut mendukung upaya
pencapaian target QRIS 15 juta pengguna.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, rasio kepemilikan kredit terhadap penduduk angkatan kerja
atau berusia lebih dari 15 tahun meningkat pada triwulan II 2022. Hal ini tercermin dari rasio
kepemilikan rekening kredit terhadap penduduk angkatan kerja pada triwulan pelaporan tercatat sebesar
24,5 atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2022 yang memiliki rasio sebesar 22,9. Jika ditinjau dari sisi
pertumbuhannya, jumlah kepemilikan rekening kredit masyarakat Sulawesi Barat tumbuh sebesar
49,50% (yoy) atau meningkat dari triwulan I 2022 yang memiliki pertumbuhan sebesar 43,79% (yoy) (Grafik
4.24). Hal ini didorong oleh suku bunga kredit yang masih rendah sejalan dengan upaya untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini sejalan dengan kebijakan BI7DRR yang tidak mengalami
perubahan sejak Februari 2021, yakni sebesar 3,5% dengan suku bunga Deposit Facility dan Lending
Facility masing-masing sebesar 2,75% dan 4,25%.
Capaian pertumbuhan positif dari kedua indikator di atas, baik dari sisi kepemilikan rekening tabungan
maupun rekening kredit mengindikasikan bahwa akses keuangan masyarakat Sulawesi Barat ke industri
jasa keuangan terus meningkat. Hal ini didukung oleh upaya Pemerintah Daerah, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Barat, perbankan, dan stakeholders lainnya yang senantiasa mendukung
program peningkatan literasi dan akses keuangan masyarakat.
Grafik 4.23. Rasio Rekening Tabungan per Grafik 4.24. Rasio Rekening Kredit per Penduduk Usia
Penduduk Usia Bekerja Bekerja
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
BAB 05
Penyelenggaraan Sistem
Pembayaran & Pengelolaan Uang
Rupiah
Outflow pada triwulan II 2022 lebih tinggi apabila dibandingkan dengan triwulan I 2022 sejalan
dengan momentum Hari Besar Keagamaan idulfitri di Sulawesi Barat. Kebutuhan uang tunai
tersebut disebabkan oleh realisasi pengeluaran rumah tangga yang meningkat. Naiknya
pertumbuhan outflow pada periode laporan utamanya disebabkan oleh meningkatnya aktivitas konsumsi
masyarakat, terutama menjelang Hari Raya Idul Fitri dan permintaan uang baru selama momentum
lebaran yang tinggi dari masyarakat di wilayah Provinsi Sulawesi Barat.
Grafik 5.1. Perputaran Uang Kartal KPw BI Grafik 5.2. Perkembangan Outflow, Konsumsi
Prov. Sulawesi Barat RT, dan Pemerintah
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik, diolah
Inflow pada triwulan II 2022 mengalami pertumbuhan sebesar 47,07% (yoy), tumbuh lebih lambat
dibandingkan pada triwulan I 2022 yang mengalami pertumbuhan sebesar 164,15% (yoy).
Selanjutnya, dari sisi nominal, inflow pada triwulan II 2022 tercatat sebesar sebesar Rp237,00 miliar, atau
lebih tinggi dibandingkan dengan inflow pada triwulan IV 2021 sebesar Rp134,03 miliar. Meningkatnya
inflow disebabkan oleh tingginya aktivitas uang yang beredar selama momentum Idul Fitri pada awal
bulan Mei 2022 yang diikuti dengan menurunnya kasus COVID-19 di Sulawesi Barat. Hal ini mendorong
tingginya transaksi pada triwulan pelaporan sehingga menyebabkan tingginya transaksi yang kembali
melalui penyetoran kepada perbankan. Kondisi tersebut turut dicerminkan melalui jumlah inflow pada
periode Mei 2022 yang meningkat signifikan sebesar Rp189,83 miliar, dibandingkan inflow periode April
2022 sebesar Rp12,84 miliar.
Inflow dan outflow merupakan salah satu indikator untuk melihat aktivitas ekonomi yang terjadi di
masyarakat yang tidak terlepas dari pengaruh konsumsi rumah tangga dan pemerintah. Jika dilihat
berdasarkan pola series-nya, diketahui bahwa jumlah uang beredar di Provinsi Sulawesi Barat lebih
dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah. Sementara pengaruh konsumsi rumah tangga terhadap aliran
uang tunai tidak sebesar pengeluaran pemerintah. Hal ini dapat dilihat pada Grafik 5.2 yang
menggambarkan bahwa pertumbuhan outflow secara historis searah dengan pertumbuhan konsumsi
pemerintah.
Penukaran uang oleh Bank Indonesia kepada masyarakat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu
penukaran secara langsung dan penukaran tidak langsung. Penukaran secara langsung dilakukan
melalui loket penukaran Bank Indonesia, kegiatan kas keliling dalam dan luar kota serta kegiatan
penukaran uang bekerja sama dengan perbankan di Provinsi Sulawesi Barat khususnya pada saat Hari
Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Sementara itu, penukaran tidak langsung diupayakan oleh Bank
Indonesia dengan membuka kas titipan yang bekerja sama dengan Bank Sulselbar di wilayah Kabupaten
Pasangkayu dan Kabupaten Polewali Mandar.
Selanjutnya, sebagai bentuk upaya KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat dalam menjaga
kualitas uang yang beredar melalui kebijakan clean money policy, secara rutin KPw Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat melakukan kegiatan pemusnahan uang baik yang diterima dari masyarakat
maupun dari setoran perbankan. Berdasarkan data terkini yang dimiliki, pada triwulan II 2022, jumlah
UTLE yang diterima oleh KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat tercatat sebesar Rp33,89 miliar atau
terkontraksi sebesar 6,35% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Selanjutnya, outflow untuk uang pecahan kecil didominasi oleh pecahan Rp2.000,- sebesar 4,92 juta
lembar atau 16,80% dari total outflow, diikuti oleh pecahan Rp5.000,- dan Rp10.000,- dengan masing-
masing sebanyak 4,08 juta lembar atau 13,96% dari total outflow dan 2,69 juta lembar atau 9,16% dari total
outflow. Tingginya outflow UK pecahan kecil tersebut disebabkan oleh penukaran UK pecahan kecil yang
dilakukan oleh masyarakat pada momentum perayaaan Hari Raya Idul Fitri.
Grafik 5.4. Denominasi Uang Kartal Outflow Grafik 5.5. Denominasi Uang Logam Outflow
Sulawesi Barat Sulawesi Barat
Lebih lanjut, untuk aliran outflow Uang Logam (UL) pada triwulan II 2022 tercatat sebesar Rp169,01 juta
atau hanya sebesar 1,11% dari total outflow. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan UL
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp214,11 juta. Jika dilihat berdasarkan denominasinya,
pecahan Rp500,- dan Rp1.000,- mendominasi aliran outflow UL yang masing-masing tercatat sebanyak
128.009 keping atau 0,44% dari total ouflow dan 90.000 keping atau 0,31% dari total outflow.
Aliran inflow UK pada triwulan II 2022 didominasi oleh pecahan Rp100.000,-, Rp50.000,- dan pecahan
Rp10.000,-, sementara penyetoran UL pada periode laporan tidak signifikan. Aliran inflow UK pada
triwulan II 2022 tercatat sebesar Rp236,99 miliar atau 99,65 % dari total inflow. Sedangkan penyetoran UL
pada periode laporan tidak signifikan hanya sebesar Rp4.63 juta. Jika dilihat berdasarkan denominasinya,
aliran inflow pecahan besar didominasi oleh pecahan Rp100.000,- dan Rp 50.000,- sebanyak 1,42 Juta
lembar atau 22,49% dan 1,23 juta lembar atau 19,49% dari total inflow. Kemudian untuk uang pecahan
kecil didominasi oleh pecahan Rp5.000,- dan Rp2.000,- masing-masing sebanyak 776.362 lembar atau
12,32% dari total inflow dan 694.389 lembar atau 11,02% dari total inflow.
Grafik 5.6. Denominasi Uang Kartal Inflow Grafik 5.7. Denominasi Uang Logam Inflow
Sulawesi Barat Sulawesi Barat
Transaksi kliring debit mengalami penurunan yang cukup signifikan baik dari sisi nominal maupun dari
sisi volume warkat. Nominal transaksi kliring debit pada triwulan II 2022 tercatat sebesar Rp0,64 miliar
atau terkontraksi cukup dalam sebesar 62,25% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Selanjutnya, dari sisi volume warkat juga melanjutkan kontraksi pertumbuhan cukup dalam,
yaitu sebesar 83,33% (yoy) dengan volume warkat hanya mencapai 10 warkat.
Grafik 5.10. Transaksi Kliring Debit Grafik 5.11. Jumlah Warkat Kliring Debit
Pada triwulan II 2022, transaksi BI-RTGS di wilayah Provinsi Sulawesi Barat tercatat sebesar Rp1,618.77
miliar. Jumlah ini meningkat dibandingkan triwulan I 2022 yang tercatat sebesar Rp758.91 miliar. Hal ini
sejalan dengan hal peningkatan volume transaksi RTGS pada triwulan II 2022 yang tercatat sebanyak 1.070
transaksi, naik dibandingkan dengan volume transaksi RTGS pada triwulan I 2022 sebanyak 928 transaksi.
Namun, apabila dibandingkan dengan periode yang sama dengan tahun sebelumnya, transaksi BI-RTGS
secara nominal mengalami penurunan sebesar 2,51 (yoy).
Di wilayah Provinsi Sulawesi Barat, jumlah merchant QRIS posisi bulan Juni 2022 tercatat
sebanyak 46.670 merchant. Jika dilihat secara spasial, merchant QRIS terbanyak berada di Kabupaten
Mamuju sebanyak 19.493 merchant atau 41,77% dari total merchant QRIS. Kemudian diikuti oleh
Kabupaten Polewali Mandar sebanyak 14.676 merchant atau 31,45% dari total merchant QRIS.
Nilai transaksi melalui QRIS di Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan II 2022 (April & Mei) tercatat sebesar
Rp7,36 miliar dengan volume mencapai 39.230 transaksi. Jika dilihat secara spasial, diketahui bahwa
Kabupaten Mamuju tercatat sebagai daerah dengan nilai transaksi QRIS terbanyak, yaitu sebesar Rp3,42
miliar atau 46,51% dari total nilai transaksi dengan volume sebanyak 17.707 transaksi. Kemudian, diikuti
oleh Kabupaten Polewali Mandar dengan nilai transaksi sebesar Rp1,87 miliar atau 25,46% dari total nilai
transaksi dengan volume sebanyak 10.739 transaksi.
Tabel 5.1. Nilai dan Volume Transaksi QRIS per Wilayah di Provinsi Sulawesi Barat
TW I-2021 TW II-2021 TW III-2021 TW IV-2021 TW I-2022 TW II-2022 (Apr-Mei )
Wi l ayah
Ni l ai Vol ume Ni l ai Vol ume Ni l ai Vol ume Ni l ai Vol ume Ni l ai Vol ume Ni l ai Vol ume
SULAWESI BARAT 14,951,556,052 19,903 12,852,513,447 38,757 10,193,515,082 53,960 5,998,789,318 47,983 7,454,165,825 64,828 7,360,732,444 39,230
Kab. Majene 4,494,965,582 5,268 5,214,627,738 8,294 1,626,911,244 4,916 519,255,416 3,494 750,205,465 4,744 792,795,577 3,896
Kab. Mamas a 1,156,274,207 1,877 838,362,012 2,996 730,351,986 4,828 198,884,287 3,411 204,452,578 2,155 191,157,250 1,591
Kab. Mamuju 2,970,320,149 4,837 3,059,073,362 11,932 5,476,355,540 29,391 3,488,835,573 22,137 4,224,512,287 26,396 3,423,476,510 17,707
Kab. Mamuju Tengah 6,691,650 26 4,866,603 91 10,606,530 146 51,991,226 340 225,811,453 851 292,008,741 939
Kab. Mamuju Utara 2,510,468,258 2,412 1,828,143,497 2,232 1,187,065,937 2,356 744,822,254 2,605 604,308,478 4,468 787,253,947 4,358
Kab. Pol ewal i Mandar 3,812,836,206 5,483 1,907,440,235 13,212 1,162,223,845 12,323 995,000,562 15,996 1,444,875,564 26,214 1,874,040,419 10,739
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat tidak hanya mendorong penggunaan
QRIS untuk transaksi bisnis, tetapi juga mendorong penggunaan QRIS untuk pembayaran pajak dan
retribusi daerah melalui koordinasi di forum Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD)
yang diketuai langsung oleh masing-masing Kepala Daerah. Adapun salah satu tugas utama dari TP2DD,
yaitu mendorong optimalisasi penggunaan kanal digital untuk pembayaran pajak dan retribusi daerah
dengan tujuan mewujudkan transparansi pengelolaan keuangan daerah. JIka dilihat secara spasial,
diketahui bahwa pada posisi bulan Mei 2022 Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene
merupakan daerah dengan transaksi QRIS P2G (Person to Government) terbesar, yaitu masing-masing
sebesar Rp406,79 juta dan Rp228,46 juta.
Tabel 5.2. Nilai dan Volume Transaksi QRIS P2G per Wilayah di Provinsi Sulawesi Barat
Januari 2022 Februari 2022 Maret 2022 Apr-22 May-22
Wi l ayah P2G P2G P2G P2G P2G
Ni l ai Vol ume Ni l ai Vol ume Ni l ai Vol ume Ni l ai Vol ume Ni l ai Vol ume
Kab. Majene 124,894,286 140 132,194,286 143 156,199,286 152 185,963,286 179 228,461,630 261
Kab. Mamas a 100 1 100 1 2,371,212 4 3,271,712 10 2,858,712 10
Kab. Mamuju 500,000 1 500,000 1 500,000 1 1,410,000 5 1,410,000 5
Kab. Mamuju Tengah 8,673,626 14 37,375,371 53 54,319,863 83 63,554,760 107 73,574,342 119
Kab. Mamuju Utara 135,000 4 135,000 4 135,000 4 135,000 4 135,000 4
Kab. Pol ewal i Mandar 75,446,795 102 95,506,540 152 143,796,809 177 230,882,059 214 406,791,972 270
Untuk memberikan kenyamanan kepada masyarakat dalam bertransaksi, Bank Indonesia terus
berupaya melakukan inovasi terhadap pemenuhan sisi supply dan pengembangan fitur QRIS antara lain
(i) QRIS on Delivery (QoD) adalah fitur pembayaran menggunakan QRIS MPM pada saat serah terima barang
oleh pelanggan, (ii) QRIS Customer Presented Mode (CPM) adalah QRIS yang di-generate oleh pengguna
yang kemudian dipindai oleh merchant, (iii) QRIS Cross Border yang bertujuan untuk memfasilitasi
pembayaran cross border inbound dan outbound, sehingga nantinya akan memudahkan konsumen dan
pedagang di luar negeri untuk dapat melakukan dan menerima pembayaran barang dan jasa melalui QR-
Code, (iv) QRIS Ecosystem yaitu implementasi QRIS di sektor kuliner melalui penerapan QRIS MPM/TTM
yang tersedia di aplikasi/website merchant dan QRIS tagihan yaitu penggunaan QRIS untuk pembayaran
tagihan rutin bulanan seperti asuransi, tv kabel, wifi dan lainnya, dan (v) QRIS TTS (Transfer, Tarik dan
Setor) yang saat ini sedang dalam uji coba sandbox.
Di sisi lain, jika melihat transaksi non tunai lainnya, diketahui bahwa transaksi menggunakan kartu
ATM dan debit masih tercatat mendominasi. Pada triwulan II 2022, nominal transaksi kartu ATM dan debit
tercatat sebesar Rp4,35 miliar dengan volume transaksi sebanyak 3.811.314. Jika dilihat secara spasial
Kabupaten Mamuju tercatat sebagai daerah dengan nominal transaksi terbesar, yaitu mencapai Rp1.767
miliar, diikuti oleh Kabupaten Polewali Mandar sebesar Rp1.389 miliar. Selanjutnya, masyarakat di
Provinsi Sulawesi Barat juga menyukai bertransaksi menggunakan uang elektronik. Pada triwulan II 2022
nominal transaksi melalui uang elektronik tercatat sebesar Rp60,244 miliar atau tumbuh sebesar 7,99%
(yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, dengan volume transaksi sebanyak
539.877. Peningkatan penggunaan uang elektronik tersebut sejalan dengan akseptansi masyarakat yang
cukup baik terhadap QRIS. Jika dilihat secara spasial, Kabupaten Mamuju tercatat sebagai daerah dengan
nominal transaksi UE terbesar yaitu mencapai Rp17,26 miliar, diikuti oleh Kabupaten Polewali Mandar
tercatat sebesar Rp16,38 miliar.
Grafik 5.13. Nominal dan Volume Transaksi Kartu Grafik 5.14. Nominal dan Volume Transaksi Uang
ATM dan Debit di Sulawesi Barat Elektronik di Sulawesi Barat
Selanjutnya, transaksi kartu kredit pada triwulan II 2022 di Provinsi Sulawesi Barat tercatat sebesar
Rp16,82 miliar dengan volume transaksi sebanyak 106.973. Kondisi ini tercatat tumbuh baik secara
tahunan maupun triwulanan, dengan masing-masing sebesar 77,61% (yoy) dan 8,88% (qtq). Jika dilihat
secara spasial, Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamuju tercatat sebagai daerah dengan
transaksi kartu kredit terbesar, yaitu masing-masing mencapai Rp8,73 miliar dan Rp5,22 miliar.
BAB 06
Ketenagakerjaan &
Kesejahteraan
6.1 Ketenagakerjaan
Ketersediaan lapangan kerja meningkat pada triwulan II 2022. Indeks ketersediaan lapangan kerja
saat ini dibandingkan enam bulan lalu di Sulawesi Barat berada pada level 105, lebih tinggi dibandingkan
dengan triwulan I 2022 yang berada pada level 78. Normalisasi ketersediaan lapangan kerja di Sulawesi
Barat mulai berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja yang menunjukkan perbaikan pada triwulan II
2022. Selain itu, kondisi ini juga tercermin dari peningkatan jumlah penduduk usia kerja di wilayah
Sulawesi Barat pada Februari 2022.
Grafik 6.1. Kondisi Ekonomi Saat ini Grafik 6.2. Ekspektasi Kondisi Ekonomi 6 Bulan
Dibandingkan 6 Bulan yang Lalu ke Depan Dibandingkan Saat Ini
Ekspektasi ketersediaan lapangan kerja menurun pada triwulan II 2022. Berdasarkan ekspektasi
kondisi ekonomi enam bulan ke depan dibandingkan saat ini, diketahui indeks ketersediaan lapangan
kerja berada pada level 128 pada triwulan II 2022, menurun dibandingkan dengan triwulan I 2022 yang
berada pada level 134. Penurunan ekspektasi ketersedian lapangan kerja ini sejalan dengan proses
normalisasi yang masih dilakukan oleh penyedia lapangan kerja dengan melihat perkembangan
kepastian ekonomi ke depan. Kondisi ekonomi ke depan tersebut akan memengaruhi ketersediaan
lapangan kerja, khususnya bagi penyedia lapangan kerja dalam mempertahankan tenaga kerja yang ada
atau melakukan penyesuaian jumlah tenaga kerja kembali.
Ekspektasi penghasilan masyarakat menurun pada triwulan II 2022. Sama halnya dengan indeks
ekspektasi ketersediaan lapangan kerja, berdasarkan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan ke depan
dibandingkan saat ini, indeks penghasilan konsumen pada triwulan II 2022 berada pada level 124,
menurun dibandingkan dengan triwulan I 2022 yang memiliki posisi lebih baik pada level 143. Kondisi ini
merupakan bentuk sentimen masyarakat terhadap kondisi ekspektasi ketersediaan lapangan kerja di
Sulawesi Barat, dimana masih terdapat kemungkinan penyesuaian kembali dan sangat bergantung
terhadap kondisi perekonomian ke depannya.
Penduduk Usia Kerja (15+) di Sulawesi Barat meningkat pada Februari 2022. Sejalan dengan Indeks
Ketersediaan Lapangan Kerja Saat ini, jumlah Penduduk Usia Kerja (15+), yaitu 1.040,5 ribu jiwa atau
tumbuh sebesar 4,02% (yoy) dari periode Februari 2021 yang berjumlah 1.000,3 ribu jiwa. Kendati
demikian, kenaikan jumlah Penduduk Usia Kerja (15+) tidak diimbangi dengan ketersediaan lapangan
kerja di Sulawesi Barat. Hal ini menyebabkan penyerapan jumlah Angkatan Kerja mengalami penurunan
menjadi 716,9 ribu jiwa pada Februari 2022 atau turun sebesar 0,06% (yoy), dibandingkan dengan periode
Februari 2021. Adapun jumlah per masing-masing komponen Penduduk Usia Kerja (15+) yang merupakan
angkatan kerja terdiri atas penduduk Bekerja sebesar 694 ribu jiwa dan penduduk Pengangguran sebesar
22,3 ribu jiwa.
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (dalam ribu jiwa)
Tingkat Pengangguran Terbuka membaik pada Februari 2022. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Februari 2022 sebesar 3,11%, atau menurun dari Februari 2021 yang mencapai sebesar 3,28%. Penurunan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) cukup mencerminkan bahwa aktivitas ekonomi di Sulawesi Barat
yang membaik, ditambah dengan kemampuan akselerasi penyerapan penduduk angkatan kerja di
lapangan pekerjaan di wilayah Sulawesi Barat.
Penyerapan tenaga kerja sektor Jasa Kemasyakaratan meningkat pada Februari 2022. Peningkatan
penyerapan tenaga kerja secara signifikan terjadi pada sektor jasa kemasyarakatan, yang pada Februari
2022 meningkat menjadi sebanyak 112,6 ribu jiwa, atau tumbuh sebesar 19,02% (yoy) dibandingkan
dengan Februari 2021 sejumlah 94,6 ribu jiwa. Sejalan dengan sektor Jasa Kemasyarakatan tersebut,
penyerapan tenaga kerja sektor Industri, yakni sejumlah 62,9 ribu jiwa. Capaian ini meningkat
dibandingkan dengan Februari 2021 yang sejumlah 53,4 ribu jiwa, atau tumbuh sebesar 17,94% (yoy) pada
periode perlaporan.
20 40
30
15
20
10 10
5 0
-10
0 -20
-5 -30
-40
-10
-50
-15 -60
Feb-17 Aug-17 Feb-18 Aug-18 Feb-19 Aug-19 Feb-20 Aug-20 Feb-21 Aug-21 Feb-22
Penyerapan tenaga kerja sektor Perdagangan menurun pada Februari 2022. Berbeda halnya dengan
yang terjadi pada sektor Jasa Kemasyarakatan dan sektor Industri, penyerapan tenaga kerja sektor
Perdagangan pada periode Februari 2022 sejumlah 105,74 ribu jiwa, atau menurun sebesar 11,07% (yoy)
jika dibandingkan dengan periode Februari 2021 sejumlah 118,9 ribu jiwa. Demikian halnya dengan sektor
pertanian sejumlah 324,2 ribu jiwa pada Februari 2022, lebih rendah jika dibandingkan Februari 2021
sejumlah 333,41 ribu jiwa atau turun sebesar 2,74% (yoy).
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (rb jiwa)
S ektor E konomi 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022
Feb Feb Feb Feb Feb Feb Feb Feb
P ertanian 357,307 312,867 298,979 305,500 321,360 298,150 333,410 324,270
Industri 44,575 49,242 53,243 62,400 33,390 40,390 53,410 62,990
Konstruksi 25,758 52,908 32,307 37,200 29,740 35,490 29,280 43,730
P erdagangan 88,425 99,598 94,605 90,300 116,500 114,430 118,900 105,740
Jasa Kemasyarakatan, S osial, dan P erorangan 84,365 92,343 109,570 97,500 103,600 105,390 94,640 112,640
Lainnya* 35,580 17,150 33,937 54,100 55,670 62,530 64,190 45,260
Total 636,010 624,108 622,641 647,000 660,260 656,380 693,830 694,630
Status pekerjaan Dibantu Buruh Tetap meningkat pada Februari 2022. Jumlah pekerja dengan status
pekerjaan utama berusaha Dibantu Buruh Tetap secara signifikan meningkat menjadi sejumlah 13,18 ribu
jiwa, atau tumbuh sebesar 42,64% (yoy) dibanding Februari 2021 yang berjumlah 9,24 ribu jiwa. Sama
halnya terjadi untuk untuk status pekerjaan Pekerja Bebas yang meningkat menjadi 57,81 ribu jiwa
dibanding Februari 2021 sejumlah 45,48 ribu jiwa, atau mampu tumbuh sebesar 27,11% (yoy). Di samping
itu, status pekerjaan Buruh/ Karyawan juga mengalami peningkatan menjadi 163,25 ribu jiwa
dibandingkan Februari 2021 sebesar 152,29 ribu jiwa, atau tumbuh sebesar 7,20% (yoy).
Status pekerjaan Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap menurun pada Februari 2022. Perbaikan
kondisi penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Barat dapat tergambarkan melalui kondisi status pekerjaan
Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap, yang menunjukkan penurunan menjadi 168,38 ribu jiwa pada
periode Februari 2022, atau terkontraksi sebesar 11,51% (yoy) dibandingkan dengan periode Februari
2021. Capaian ini sejalan dengan status Pekerjaan Berusaha Sendiri dan Pekerja Tak Dibayar yang juga
mengalami penurunan, masing-masing menjadi 135,42 ribu jiwa atau terkontraksi sebesar 2,12% (yoy) dan
156,67 ribu jiwa atau terkontraksi sebesar 1,02% (yoy).
Jumlah tenaga kerja formal di Sulawesi Barat meningkat pada Februari 2022. Meskipun secara
komposisi tenaga kerja informal masih mendominasi sebesar 74,6% dan tenaga kerja formal sebesar
25,4% dari jumlah tenaga kerja di Sulawesi Barat, tenaga kerja formal periode Februari 2022 menunjukkan
peningkatan menjadi 176,43 ribu jiwa, atau ekspansi sebesar 9,11% (yoy) dibandingkan dengan periode
Februari 2021. Sedangkan untuk tenaga kerja informal Barat mengalami penurunan menjadi 518,17 ribu
jiwa pada Februari 2022, atau mengalami kontraksi sebesar 2,76% (yoy) dibandingkan dengan periode
Februari 2021.
30% 4
19.0%
3
20% 16.3% 15.7%
13.7%
11.6% 11.0% 2
10% 8.28% 7.60%
1
0%
SD ke Bawah SMP SMA SMK Diploma +
0
Universitas 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tenaga kerja berpendidikan rendah meningkat di Sulawesi Barat pada Februari 2022. Jumlah tenaga
kerja lulusan SD ke Bawah tumbuh menjadi 360,5 ribu jiwa, dari posisi sebelumnya pada Februari 2021
sejumlah 311,68 ribu jiwa. Sebaliknya, tenaga kerja dengan tingkat pendidikan Sekolah Menengah
Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Diploma &
Universitas mengalami penurunan pada Februari 2022.
Tenaga kerja berpendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) mengalami penurunan pangsa
terbesar. Jika dirinci berdasarkan pangsa terhadap total tenaga kerja, tenaga kerja berpendidikan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) turun menjadi 15,7% atau menjadi 109,3 ribu jiwa pada Februari 2022.
Selanjutnya, uraian penurunan pangsa tenaga kerja berdasarkan tingkat pendidikan masing-masing,
Sekolah Menengah Atas (SMA) turun menjadi 13,7% atau menjadi 95,3 ribu jiwa, Diploma + Universitas
turun menjadi 11,0% atau menjadi 76,5 ribu jiwa, dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) turun menjadi
7,60% atau menjadi 52,8 ribu jiwa.
NTP Indeks Harga Diterima Indeks Harga DIbayar Pertumbuhan NTP - skala kanan
indeks % yoy
150 20.0
140 15.0
130
10.0
120
5.0
110
0.0
100
90 -5.0
80 -10.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2018 2019 2020 2021 2022
Nilai Tukar Perkebunan Rakyat (NTPR) mengalami kontraksi pada triwulan II 2022. Sektor NTPR turun
hingga mencapai level 132,20, yang pada periode triwulan I 2021 mampu berada pada level 153,92.
Penurunan ini dipengaruhi oleh turunnya harga komoditas kelapa sawit, kelapa, dan kakao. Sektor
lainnya yang juga mengalami penurunan, yaitu Sektor Hortikultura (NTPH) pada level 107,30, Sektor
Nelayan (NTN) pada level 108,72, Sektor Tanaman Pangan (NTPP) pada level 100,20, dan Sektor
Peternakan (NTPT) pada level 95,92.
Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPI) mengalami eskpansi pada triwulan II 2022. Sektor NTPI mampu
tumbuh hingga level 106,19 pada periode triwulan II 2022, lebih tinggi dibandingkan capaian pada
triwulan I 2022 pada level 105.47 . Ekspansi yang terjadi pada sektor NTPI didorong oleh naiknya harga
komoditas mujair tawar, nila tawar, bandeng payau dan udang payau. Sektor lainnya yang juga
mengalami pertumbuhan positif, yaitu sektor Perikanan (NTNP) pada level 108,21.
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
Total Kota Desa
Standar Garis Kemiskinan (GK) mengalami peningkatan. Garis kemiskinan Sulawesi Barat pada Maret
2022 berada pada level Rp405.187/kapita/bulan atau tumbuh sebesar 11,24% (yoy) dibandingkan dengan
Maret 2021 sebesar Rp364.251/kapita/bulan. Garis kemiskinan berdasarkan klasifikasi wilayah perdesaan
pada Maret 2022 juga memiliki garis kemiskinan yang meningkat pada level Rp405.377/kapita/bulan atau
tumbuh sebesar 11,58% (yoy) dibandingkan periode Maret 2021 sebesar Rp363.308/kapita/bulan. Sama
halnya dengan garis kemiskinan di wilayah perkotaan pada Maret 2022 yang meningkat pada level
Rp404.705/kapita/bulan atau meningkat sebesar 9,71% (yoy) dibandingkan periode Maret 2021 sebesar
Rp368.899/kapita/bulan.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKNM) wilayah perkotaan
meningkat. Berdasarkan wilayah perkotaan, besaran GKM pada Maret 2022 meningkat pada level
Rp317.189/kapita/bulan atau meningkat sebesar 10,53% (yoy) dibandingkan dengan Maret 2021 sebesar
Rp286.970/kapita/bulan. Sejalan dengan hal tersebut, GKNM juga mengalami peningkatan pada Maret
2022 pada level Rp87.516/kapita/bulan atau tumbuh sebesar 6,82% (yoy) dibandingkan dengan Maret
2021 sebesar Rp81.929/kapita/bulan.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) wilayah pedesaan meningkat. Berdasarkan wilayah pedesaan,
besaran GKM pada Maret 2022 meningkat pada level Rp313.544/kapita/bulan atau tumbuh sebesar
12,73% (yoy) dibandingkan dengan Maret 2021 sebesar Rp278.145/kapita/bulan. Sama halnya capaian
tersebut, kondisi GKNM pada Maret 2022 juga turut meningkat pada level Rp91.833/kapita/bulan atau
sebesar 7,83% (yoy) dibandingkan dengan Maret 2021 Rp85.163/kapita/bulan.
K OT A
M ar 2014 188,201 47,732 235,933 8.61 5.71 8.01 26.31 -2.92 9.16
M ar 2017 233,412 61,766 295,178 8.31 7.01 8.04 23.50 2.84 8.53
Sep 2017 255,318 63,058 318,376 15.83 5.63 13.66 30.02 19.74 9,50
M ar 2018 255,642 65,681 321,324 9.52 6.34 8.86 30.76 30.89 9.64
Sep 2018 259,387 67,039 326,426 1.59 6.31 2.53 31.45 4.76 9,80
M ar 2019 261,198 67,608 328,806 2.17 2.93 2.33 31.28 1.69 9.63
Sep 2019 266,109 74,540 340,649 2.59 11.19 4.36 30.82 -2.00 9,41
M ar 2020 277,068 77,925 354,993 6.08 15.26 7.96 31.67 1.25 9.59
Sep 2020 278,234 78,733 356,967 4.56 5.63 4.79 28.13 -8.73 9.98
M ar 2021 286,970 81,929 368,899 3.57 5.14 3.92 27.82 -12.16 9.82
Sep 2021 299,812 82,840 382,652 7.76 5.22 7.20 27.72 -1.46 9.72
M ar 2022 317,189 87,516 404,705 10.53 6.82 9.71 27.99 0.61 9.76
DE SA
M ar 2017 240,904 63,946 304,849 4.59 6.57 5.00 126.26 -2.79 12.03
Sep 2017 247,744 67,392 315,137 6.02 8.59 6.56 119.45 -1.95 11,70
M ar 2018 248,042 70,469 318,512 2.96 10.20 4.48 121.02 -4.15 11.75
M ar 2019 252,528 75,486 328,014 1.81 7.12 2.98 120.12 -0.74 11.45
Sep 2019 262,158 77,679 339,838 5.11 4.77 5.03 121.05 -0.27 11.43
M ar 2020 268,940 80,755 349,695 6.50 6.98 6.61 120.34 0.18 11.26
Sep 2020 270,167 82,102 352,269 3.06 5.69 3.66 130.91 8.15 11.89
M ar 2021 278,145 85,163 363,308 3.42 5.46 3.89 129.37 7.50 11.67
Sep 2021 297,024 87,574 384,598 9.94 6.66 9.18 138.27 5.62 12.39
M ar 2022 313,544 91,833 405,377 12.73 7.83 11.58 137.73 6.46 12.26
T OT A L
M ar 2017 239,359 63,493 302,852 5.35 6.47 5.58 149.76 -1.94 11.30
Sep 2017 249,544 66,374 315,918 8.05 7.82 8.00 149.47 1.75 11,18
M ar 2018 249,788 69,333 319,121 4.36 9.20 5.37 151.78 1.35 11.25
Sep 2018 251,464 72,579 324,042 0.77 9.35 2.57 152.83 2.25 11.22
M ar 2019 254,518 73,626 328,144 1.89 6.19 2.83 151.40 -0.25 11.02
Sep 2019 262,966 76,976 339,942 4.57 6.06 4.91 151.87 -0.63 10,95
M ar 2020 270,655 80,088 350,743 6.34 8.78 6.89 152.02 0.41 10.87
Sep 2020 271,458 81,416 352,874 3.23 5.77 3.80 159.05 4.73 11.50
M ar 2021 279,747 84,504 364,251 3.36 5.51 3.85 157.19 3.40 11.29
Sep 2021 297,545 86,539 384,084 9.61 6.29 8.84 165.99 4.36 11.85
M ar 2022 314,221 90,966 405,187 12.32 7.65 11.24 165.72 5.43 11.75
Tingkat kedalaman kemiskinan dan keparahan mengalami kenaikan pada Maret 2022. Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) Maret 2022 sebesar 2,21 atau naik 0,31 poin dibandingkan September 2021.
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Maret 2022 sebesar 0,58 atau naik 0,08 poin dibandingkan September
2021. Naiknya angka P1 mengartikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin
jauh dari Garis Kemiskinan. Sementara naiknya angka P2 mengartikan bahwa ketimpangan pengeluaran
di antara penduduk miskin itu sendiri semakin besar. Tingkat kemiskinan tidak hanya berfokus pada
penurunan jumlah penduduk miskin, tetapi juga memperhitungkan permasalahan kemiskinan yang
dialami. Untuk itu, selain menekan penduduk miskin juga diperlukan strategi memperkecil kedalaman
dan keparahan kemiskinan yang terjadi di suatu daerah.
BAB 07
Prospek Perekonomian
Prospek pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat berbanding terbalik dengan prospek pertumbuhan
ekonomi global tahun 2022. Kondisi perekonomian global diperkirakan tumbuh melambat pada tahun
2022 sebagai dampak konflik geopolitik dan berlanjutnya gangguan pasokan berbagai komoditas.
Merujuk pada hal tersebut, Bank Dunia merevisi prakiraan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2022 dari
4,1% (yoy) menjadi 2,9% (yoy). Lebih lanjut lagi, pertumbuhan ekonomi negara mitra perdagangan utama
Sulawesi Barat, yaitu Tiongkok, juga diperkirakan melambat dari 8,1% pada tahun 2021 menjadi 4,3%
pada pada tahun 2022. Perekonomian Sulawesi Barat yang diprakirakan tumbuh lebih baik didorong oleh
konsumsi rumah tangga yang meningkat seiring dengan minimnya pembatasan kegiatan akibat kondisi
pandemi COVID-19 yang semakin terkendali. Hal ini dibuktikan dengan hasil Survei Konsumen yang
menunjukkan Indeks Ekspektasi Konsumen di Sulawesi Barat mulai meningkat dari 124,56 pada triwulan
II 2022 menjadi 125 pada bulan Juli 2022.
Grafik 7.1. Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok Grafik 7.2. Survei Konsumen Sulawesi Barat
Konsumsi rumah tangga tahun 2022 diperkirakan tumbuh lebih baik dibandingkan tahun
sebelumnya. Pembatasan kegiatan yang semakin minim seiring dengan kondisi pandemi COVID-19 yang
semakin terkendali akan membuat aktivitas masyarakat meningkat. Kondisi tersebut akan mendorong
peningkatan konsumsi pada berbagai sektor di Sulawesi Barat. Hal ini juga didukung oleh pemberian
bantuan sosial oleh pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Hasil Survei Konsumen yang
dilaksanakan oleh Bank Indonesia menunjukkan Indeks Keyakinan Konsumen dan Indeks Ekspektasi
Konsumen di Sulawesi Barat mulai meningkat pada bulan Juli 2022. Selain itu, penyelenggaraan berbagai
festival seperti Makarra Fair dan Gernas Bangga Buatan Indonesia akan turut mendorong peningkatan
aktivitas konsumsi masyarakat.
Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) atau Investasi tahun 2022 diperkirakan mengalami
penurunan. Pembangunan pascagempa yang mulai berakhir akan membuat kinerja sektor ini mengalami
penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Akan tetapi, pembangunan infrastruktur penunjang
transportasi serta proyek strategis nasional (PSN) yang dilakukan oleh pemerintah akan mendorong
investasi di Sulawesi Barat.
Net ekspor pada tahun 2022 diperkirakan terkontraksi. Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO)
serta larangan ekspor CPO dan produk turunannya oleh pemerintah akan membuat ekspor luar negeri
Sulawesi Barat yang lebih dari 90% pangsanya didominasi oleh produk tersebut mengalami penurunan.
Lapangan usaha pertanian diperkirakan tumbuh positif. Produksi padi yang tercatat meningkat akan
mendorong kinerja lapangan usaha pertanian pada tahun 2022. Kondisi cuaca yang lebih baik dan
aktivitas lapangan usaha pertanian yang lebih lancar dibanding tahun 2021 yang terdampak gempa akan
mendorong kinerja lapangan usaha ini tumbuh positif. Meskipun demikian, produksi kelapa sawit
diperkirakan terhambat akibat kelangkaan dan peningkatan harga pupuk serta kebijakan DMO dan
larangan ekspor pada Semester I tahun 2022 sehingga dapat menghambat kinerja lapangan usaha
pertanian.
Lapangan usaha perdagangan diperkirakan tumbuh lebih tinggi. Aktivitas pada sektor perdagangan
meningkat seiring dengan tingkat vaksinasi COVID-19 yang semakin meningkat dan kasus infeksi yang
terus menurun. Momentum HBKN Ramadhan dan Idul Fitri yang tidak disertai dengan pembatasan
mobilitas seperti 2 (dua) tahun sebelumnya juga akan mendorong perbaikan kinerja pada lapangan usaha
ini. Kemudian, kebijakan pembebasan PPnBM untuk pembelian mobil LCGC dan mobil dengan harga di
bawah Rp250 juta akan mendorong penjualan mobil selama tahun 2022. Selain itu, pemberian bantuan
sosial oleh pemerintah dan penyelenggaraan festival seperti Manakarra Fair dan Gerakan Nasional Bangga
Buatan Indonesia akan mendorong kinerja lapangan usaha ini.
Kegiatan konstruksi di Sulawesi Barat diperkirakan tidak semasif tahun sebelumnya. Pembangunan
kembali bangunan gedung, rumah, irigasi dan jaringan yang rusak akibat gempa bumi mulai berakhir
sehingga pertumbuhan lapangan usaha konstruksi diperkirakan tidak setinggi tahun sebelumnya.
Meskipun demikian, pembangunan pelabuhan perikanan, jalan trans Sulawesi, dan Proyek Strategis
Nasional (PSN) bendungan Budong-Budong akan mendorong kinerja lapangan usaha konstruksi.
Kinerja lapangan usaha industri pengolahan diperkirakan menurun di tahun 2022. Kebijakan
pemerintah untuk menerapkan Domestic Market Obligation (DMO) dan larangan ekspor terhadap produk
CPO beserta turunannya berimplikasi negatif terhadap produksi CPO di Sulawesi barat sehingga
berdampak terhadap kinerja lapangan usaha industri pengolahan. Namun demikian, kebijakan
pembebasan bea ekspor untuk produk CPO dan turunannya hingga 31 Agustus 2022 diperkirakan dapat
kembali meningkatkan kinerja lapangan usaha industri pengolahan di Sulawesi Barat.
7.1.3 Risiko
Dengan mencermati perkembangan ekonomi terkini, Bank Indonesia memandang potensi risiko yang
dapat mengganggu akselerasi pertumbuhan ekonomi, antara lain:
7.2.1. Risiko
Pengendalian inflasi yang rendah dan stabil perlu memperhatikan potensi risiko yang dapat
meningkatkan tekanan harga lebih tinggi, antara lain:
Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham
preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan
antara bank dengan nasabah
Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat
dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan
Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau
kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak
melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau
surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat
ditimbulkan
Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur
organisasi
Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealerUtama
Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara
keseluruhan
Margin Selisih
Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak
membahayakan kelangsungan usahanya
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu bulan tertentu
terhadap satu bulan sebelumnya
Prompt indicator Indikator yang menunjukkan arah variabel acuan pada waktu bersamaan
Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk memengaruhi permintaan agregat (aggregate
demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam
jangka pendek
Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya
ditawarkan oleh bank-bank ritel
Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu
(hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titilk waktu tertentu
(hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31
Desember)