Anda di halaman 1dari 8

MINIMNYA KOMPETENSI HINGGA INTERVENSI: Studi Kasus

Pejabat Pengadaan di Kota Salatiga


MAKALAH INI DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS
BIMBINGAN TEKNIS PEJABAT PENGADAAN

Disusun oleh:
FATKHUROHIM, S.E., M.Ec.Dev., M.Sc.

PENGELOLA PENGADAAN BARANG/JASA PERTAMA


BAGIAN PENGADAAN BARANG DAN JASA
SEKRETARIAT DAERAH KOTA SALATIGA
2021
MINIMNYA KOMPETENSI HINGGA INTERVENSI: Studi Kasus Pejabat Pengadaan di
Kota Salatiga
Fatkhurohim, S.E., M.Ec.Dev., M.Sc. - Pengelola Pengadaan Barang/Jasa

PENDAHULUAN
Pejabat Pengadaan adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas
melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan/atau E-purchasing (Perpres 16/2018,
Pasal 1 ayat 13). Pejabat Pengadaan adalah salah satu pelaku pengadaan yang disebutkan dalam
peraturan tersebut pasal 8 selain PA/KPA, PPK, Pokja Pemilihan, Agen Pengadaan, PjPHP/PPHP,
Penyelenggaran Swakelola, dan Penyedia, yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan LKPP
Nomor 15 tahun 2018.
Peranan Pejabat Pengadaan sangat penting karena jumlah paket untuk pengadaan langsung,
penunjukan langsung dan e-purchasing jika dijumlahkan lebih banyak dari paket tender/seleksi.
Sebagai contoh saja di Kota Salatiga selama lima tahun terakhir, paket untuk Pejabat Pengadaan
kurang lebih berjumlah 245 paket, sedangkan rata-rata paket untuk tender adalah 88 paket. Dapat
dilihat bahwa pelaksanaan 245 paket tersebut merupakan tanggung jawab pejabat pengadaan.
Namun demikian, seringkali pejabat pengadaan mengalami kendala dalam melaksanakan
tugasnya. Salah satunya adalah fakta bahwa personel yang menjalankan tugas sebagai Pejabat
Pengadaan adalah PNS yang memiliki sertifikat keahlian tingkat dasar yang juga memiliki tugas dan
fungsi yang lain baik selaku pejabat struktural ataupun fungsional umum. Kendala lainnya adalah
masih adanya pengadaan barang/jasa yang kurang memperhatikan segi administratif baik karena
kurangnya pemahaman regulasi atau adanya intervensi. Barang/Jasa yang dibutuhkan telah
didatangkan lebih dahulu, baru kemudian administrasi dibuat. Hal ini sangat berbahaya karena tidak
sesuai dengan regulasi dan membuka celah permasalahan hukum.
Makalah ini mencoba membahas mengenai serba-serbi permasalahan yang dihadapi pejabat
pengadaan di Kota Salatiga, kemudian mencoba mencari solusi sebagai usulan untuk memecahkan
masalah-masalah tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA
Pejabat Pengadaan
Sesuai Peraturan Presiden 16/2018, Pejabat Pengadaan adalah personel yang bertugas
melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung dan/atau E-Purchasing. Ia adalah salah
satu dari sembilan pelaku pengadaan yang disebutkan pada pasal 8 peraturan tersebut. Selanjutnya

1
pada pasal 9 disebutkan bahwa Pengguna Anggaran (PA) yang menetapkan Pejabat Pengadaan.
Adapun tugas dari pejabat pengadaan sebagaimana tertuang dalam pasal 12 antara lain:
1. Melaksanakan persiapan dan pelaksanaan:
• Pengadaan langsung,
• Penunjukan langsung pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dengan nilai
paling banyak dua ratus juta rupiah;
• Penunjukan langsung pengadaan jasa konsultansi dengan nilai paling banyak seratus juta
rupiah;
2. Melaksanakan E-purchasing dengan nilai paling banyak dua ratus juta rupiah;
Pejabat Pengadaan dapat berkedudukan di luar UKPBJ atas dasar pertimbangan besaran
beban pekerjaan atau rentang kendali organisasi (pasal 74 ayat 4). Dalam melaksanakan tugasnya,
Pejabat Pengadaan berwenang memberikan usulan daftar hitam kepada PA/KPA jika calon penyedia
menyampaikan dokumen palsu/tidak benar, ada indikasi persekongkolan atau KKN, dan
mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima (pasal 79).
Sebaliknya, Pejabat Pengadaan dapat dikenakan sanksi administratif jika lalai dalam
melaksanakan tugasnya, atau hukuman disiplin (ringan, sedang, atau berat) jika terbukti melanggar
pakta integritas (pasal 82).
Pada ketentuan peralihan, pasal 88 Perpres 16/2018 mengatur bahwa Pejabat Pengadaan
wajib dijabat oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2020. Namun LKPP
kemudian mengeluarkan Surat Edaran No 33 Tahun 2020 bahwa pelaku pengadaan ini boleh dijabat
personel yang memiliki sertifikat keahlian tingkat dasar hingga 31 Desember 2023.
Penetapan dan Syarat Pejabat Pengadaan
Peraturan LKPP Nomor 15 Tahun 2018 menjelaskan bahwa Pejabat Pengadaan ditetapkan
oleh PA/KPA tanpa terikat tahun anggaran dan harus memenuhi syarat-syarat:
1. Pengelola PBJ, atau ASN/TNI/Polri/Personel Lainnya yang memiliki sertifikat kompetensi
okupasi Pejabat Pengadaan;
2. memiliki integritas dan disiplin;
3. menandatangani pakta integritas.
Pejabat Pengadaan dilarang merangkap sebagai PPSPM atau bendahara, dan PjPHP untuk paket
pengadaan yang sama (pasal 8), serta PPK untuk paket pengadaan yang sama (pasal 6).
Honorarium
Sesuai ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020, Pejabat Pengadaan dapat
diberikan honorarium untuk melaksanakan proses pemilihan penyedia. Namun dalam hal Pejabat
Pengadaan telah menerima tunjangan pengelola pengadaan barang/jasa maka ia tidak diperbolehkan

2
menerima honorarium dimaksud. Standar tertinggi untuk honorarium bagi Pejabat Pengadaan adalah
680.000 per bulan.
Pengelola PBJ sebagai Pejabat Pengadaan
PermenPANRB Nomor 29 Tahun 2020 menjelaskan bahwa Pejabat Pengadaan dapat dijabat
oleh Pengelola PBJ (pasal 10). Tugas sebagai pejabat pengadaan merupakan butir kegiatan pada
jenjang Pengelola PBJ Pertama, dan dapat dikerjakan oleh Pengelola PBJ Muda dan Madya
berdasarkan penugasan tertulis dari Unit Kerja yang bersangkutan (pasal 11).
PermenPANRB Nomor 52 Tahun 2020 menjelaskan bahwa Pengelola PBJ merupakan
jabatan karier PNS yang masuk dalam kategori keahlian dan dalam menjalankan tugasnya perlu
memenuhi Standar Kompetensi JFPBJ. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas kompetensi teknis,
manajerial, dan sosio kultural (pasal 5). Kompetensi teknis adalah penguasaan unsur tugas jabatannya.
Dalam kompetensi manajerial salah satu yang terpenting adalah integritas. Sedangkan kompetensi
sosio kultural yang dimaksud adalah perekat bangsa.
Pejabat Pengadaan dalam Pekerjaan Konstruksi
Sesuai PermenPUPR Nomor 14 Tahun 2020, peran pejabat pengadaan dalam pekerjaan
konstruksi terbatas pada pengadaan langsung (pasal 8). Sedangkan tugasnya antara lain: reviu
dokumen persiapan pemilihan, penetapan persyaratan penyedia, penetapan jadwal pemilihan, dan
penetapan dokumen pemilihan pengadaan langsung (pasal 38).
Pejabat Pengadaan dalam Swakelola
Dalam Peraturan LKPP Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola dijelaskan bahwa
pada Swakelola Tipe I, dalam hal dibutuhkan pengadaan barang/jasa melalui penyedia maka mengacu
ketentuan Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, saat ini adalah Perpres
16/2018 (pasal 8). Peran pejabat pengadaan dalam swakelola tipe I adalah melaksanakan pengadaan
langsung, penunjukan langsung dan e-purchasing.
Adapun Swakelola Tipe II, III, dan IV kontrak swakelola sudah termasuk kebutuhan
barang/jasa melalui penyedia dan jika pelaksana swakelola tidak bersedia/tidak mampu
melaksanakan pengadaan bahan/material/jasa lainnya pendukung kegiatan swakelola maka dibuat
kontrak terpisah oleh PPK. Dalam hal ini maka pejabat pengadaan dapat melaksanakan pengadaan
langsung, penunjukan langsung, atau e-purchasing.
Pejabat Pengadaan dalam Pengadaan yang Dikecualikan
Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa yang
Dikecualikan pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah merupakan aturan pelaksana dari Perpres
16/2018 pasal 61 ayat (3) dan pasal 91 ayat (1). Pejabat Pengadaan hadir dalam Pengadaan

3
Barang/Jasa yang dilaksanakan berdasarkan praktik bisnis yang sudah mapan yang dilakukan dengan
non kompetisi dan lelang dengan nilai pagu anggaran paling banyak Rp.200.000.000 (pasal 7).
Bantuan Hukum
Pasal 15 Peraturan LKPP Nomor 15 Tahun 2018 menyebutkan bahwa pelaku pengadaan,
selain tertangkap tangan, dapat diberikan bantuan hukum oleh K/L/D sejak proses penyelidikan
hingga putusan pengadilan. Bantuan hukum ini diberikan terkait pelaksanaan tugas dalam pengadaan
barang/jasa. Dalam memberikan bantuan hukum ini dapat dibantu Advokat.
Bantuan hukum ini tidak diberikan kepada penyedia, ormas, pokmas, dan pelaku usaha yang
bertindak sebagai agen pengadaan.

METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENULISAN


Makalah ini menggunakan metode analisis deskriptif. Metode ini merupakan prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek dalam
penelitian dapat berupa orang, lembaga, masyarakat dan yang lainnya yang pada saat sekarang
berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Beberapa kendala yang ditemukan terkait Pejabat Pengadaan antara lain:
1. Kurangnya Kompetensi Pejabat Pengadaan
Salah satu syarat untuk menjadi pejabat pengadaan jika dijabat oleh bukan Pengelola
Pengadaan Barang/Jasa adalah memiliki sertifikat kompetensi okupasi Pejabat Pengadaan.
Namun kondisi eksisting yang terjadi adalah hal tersebut tidak terpenuhi dan baru sebatas
sertifikat dasar saja. Kondisi ini berakibat banyak tahapan yang terlewatkan pada proses
pemilihan penyedia. Solusi yang dapat diterapkan adalah mengikutsertakan mereka ke
bimbingan teknis terkait tugas pejabat pengadaan. Dalam hal ini, usulan diklat/bimtek dapat
berasal dari OPD atau UKPBJ kepada perangkat daerah kepegawaian.

2. Proses pengadaan tidak menggunakan SPSE


Hal lain yang muncul sebagai akibat dari kompetensi yang kurang adalah proses pengadaan
tidak dilakukan melalui SPSE. LKPP telah menetapkan bahwa seluruh proses pengadaan
dilaksanakan melalui SPSE. Akibatnya proses pengadaan tidak memenuhi transparansi.
Solusinya adalah UKPBJ membuat surat edaran untuk menegaskan kembali kepada OPD agar
melakukan pengadaan melalui SPSE. UKPBJ selaku pusat keunggulan memiliki tanggung

4
jawab untuk selalu gencar menginformasikan bahwa seluruh proses pengadaan harus melalui
SPSE.

3. Langsung Pengadaan
Proses pengadaan yang tidak melalui SPSE terkait langsung dengan praktik “langsung
pengadaan” yang marak dilakukan. Dalam kasus ini, pejabat pengadaan dibebani dengan
tugas-tugas PPK seperti menyusun KAK/Spek Tenis, HPS, dan rancangan kontrak. Di lain
sisi, PPK berpotensi menyalah-gunakan wewenang dengan telah menetapkan penyedia yang
merupakan tugas dari PP. Akibatnya seluruh administrasi dikerjakan oleh PP dan harus
mengikuti barang/jasa yang telah dikirim. Jika menerapkan SPSE, maka seluruh proses
pengadaan harus dilaksanakan secara urut dan tertata. Barang/jasa yang dibutuhkan tidak
boleh dikirimkan sebelum proses pemilihan penyedia selesai sehingga memperkecil risiko
hukum. Solusi dari masalah ini adalah dengan menerapkan SPSE dalam proses pemilihan
penyedia.

4. Administrasi dari PPK tidak lengkap


Seringkali pejabat pengadaan bekerja tanpa terlebih dahulu menerima dokumen persiapan
pengadaan dari PPK. Hal ini juga dapat terkait dengan masalah tidak diterapkannya SPSE,
praktik langsung pengadaan, dan kurang kompetennya Pejabat Pengadaan. Solusi
permasalahan ini adalah dengan melaksanakan proses pemilihan melalui SPSE dan Pejabat
Pengadaan tidak memulai proses pengadaan sebelum dokumen persiapan pengadaan
diserahkan oleh PPK.

5. Melewatkan proses reviu


Salah satu proses penting yang sering dilewatkan oleh Pejabat Pengadaan adalah reviu
dokumen persiapan pemilihan. Reviu penting dilakukan sebelum proses pemilihan dimulai
karena dapat memperbaiki kelemahan dan kekurangan pada dokumen KAK/Spesifikasi
Teknis, Rancangan Kontrak, dan HPS yang ditetapkan oleh PPK. Realitanya PPK sering
membuat KAK untuk seluruh jenis pengadaan (barang/konstruksi/konsultansi/jasa lainnya).
Sesuai regulasi, KAK hanya diperlukan pada pengadaan jasa Konsultansi. Kemudian HPS
juga seringkali tidak didukung oleh bukti dukung penyusunannya, hal ini perlu direviu dan
ditanyakan oleh PP. Solusinya adalah dengan mengirim pejabat pengadaan untuk mengikuti
diklat/bimtek mengenai tugas pejabat pengadaan.

5
6. Kesalahan menetapkan metode pengadaan, terutama pada pengadaan dikecualikan
Hal lain yang cukup penting dalam proses pengadaan oleh Pejabat Pengadaan adalah jenis
pengadaan yang dikecualikan. Banyak pengadaan yang seharusnya dikecualikan sepertinya
contohnya fullboard meeting, direncanakan dengan pengadaan langsung. Regulasi mengenai
pengadaan yang dikecualikan tertuang dalam Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2018.
Solusnya adalah kembali dengan melakukan reviu terhadap dokumen persiapan pengadaan
dari PPK sehingga PPK dapat melakukan koreksi di SIRUP.

7. Adanya intervensi
Masalah intervensi merupakan hal yang akan selalu ada. Seorang pejabat pengadaan yang
diintervensi dapat mengambil solusi dengan membuat dokumen administrasi yang tertata rapi,
misalnya salah satunya dengan memasukkan informasi lainnya yang diperlukan dalam
dokumen pemilihan. Menggunakan SPSE dan menolak jika ditugaskan untuk melakukan
pengadaan tanpa melalui SPSE. Selain itu, jika intervensi yang diterima masih sesuai dengan
peraturan perundang-undangan maka hal tersebut tidak masalah.
Hampir seluruh permasalahan yang timbul tersebut dapat diminimalisir dengan menugaskan
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagai Pejabat Pengadaan. Hal tersebut karena seorang
PPBJ untuk diangkat ke dalam jabatan tersebut pasti memiliki kompetensi yang
dipersyaratkan. Selain itu, PPBJ berkesempatan lebih besar untuk memiliki integritas tinggi
karena target kinerjanya adalah perolehan Angka Kredit, dan lebih mampu menahan
intervensi pimpinan.

PENUTUP
Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa peran pejabat pengadaan
sangat penting dalam pelaksanakan pengadaan barang/jasa. Jumlah paket yang diperuntukkan bagi
pejabat pengadaan pertahun sangat banyak. Ketidaksesuain administrasi dalam proses pemilihan
penyedia oleh pejabat pengadaan berimplikasi risiko hukum yang patut diperhatikan. Dalam
praktiknya, pejabat pengadaan seringkali melaksanakan tugasnya tanpa didukung kompetensi yang
dipersyaratkan. Ditambah lagi dengan adanya intervensi dari pelaku pengadaan yang lain (PPK
misalnya), memperlebar risiko tersebut.
Beberapa solusi yang dapat ditempuh adalah dengan mengirim personel Pejabat Pengadaan ke
dalam diklat/bimtek, mendorong penggunaan SPSE dalam proses pemilihan penyedia, dan
menugaskan PPBJ sebagai Pejabat Pengadaan. Dalam hal ini maka tugas UKPBJ sangat penting
untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.

6
Demikian makalah ini kami susun, semoga bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah
2. Peraturan Presiden No. 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional
3. Permenpan RB Nomor 29 Tahun 2020 tentang Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan
Barang/Jasa
4. Permenpan RB Nomor 52 Tahun 2020 tentang Standar Kompetensi Jabatan Fungsional
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa
5. PermenPUPR Nomor 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa
Konstruksi Melalui Penyedia
6. Peraturan LKPP Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola
7. Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Melalui Penyedia
8. Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa yang
Dikecualikan pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
9. Peraturan LKPP Nomor 15 tahun 2018 tentang pelaku pengadaan barang/jasa beserta
peraturan perubahaannya yaitu Peraturan LKPP No. 19 tahun 2019 tentang perubahan atas
Peraturan LKPP No 15 Tahun 2018 tentang Pelaku Pengadaaan Barang/jasa.
10. Aplikasi SIRUP

Salatiga,

Penulis

Anda mungkin juga menyukai