Anda di halaman 1dari 17

KRITIK SASTRA -CONTOH-

Penulis Mengubah Sejarah Hidup Dengan Madre

Dewi Lestari, yang juga dikenal dengan nama pena Dee, lahir di Bandung, 20 Januari 1976. Sepanjang

kiprahnya sebagai penulis sejak tahun 2001, Dee telah memepereoleh berbagai penghargaan karya sastra dan

semua bukunya selalu menjadi bestseller. Beberapa bahkan telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Namun

baginya, hadiah terbesar sebagai penulis ada ketika karyanya dapat menyentuh, bahkan mengubah, hidup

pembacanya.

Madre merupakan buku Dee yang ketujuh sekaligus kumpulan fiksi ketiganya setelah Filosofi Kopi (2006) dan

Rectoverso (2008). Ia tinggal di pinggir kota Jakarta yang tenang bersama suami dan dua anaknya tercinta.

Madre yang menceritakan kisah hidup seorang bernama Tansen tiba-tiba mendapat warisan dari orang yang

sangat belum dia kenal. Bernama Tan Sie Gie, orang yang mencantumkan namanya dalam daftar warisan di

surat wasiatnya. Seketika itu Tansen bingung karena merasa dimasukkan ke dalam cerita yang dia tidak

mengetahui sama sekali apa yang sedang terjadi.

Suatu hari, Tansen bersama seorang pengacara yang ditunjuk Pak Tan menuju sebuah toko tua tanpa plang.

Masuklah kedua orang itu dan di dalam disambut oleh Pak Hadi, penjaga toko tua itu. Rupanya penjaga rumah

itu sangat menantikan sekali kedatngan Tansen ke tempat yang mati itu. Sempat Tansen menolak dan ingin

memberikan warisan yang menjadi hak nya itu untuk diberikan kepada Pak Hadi. Namun seiring berjalannya

waktu, saat Pak Hadi menceritakan silsialh dah cerita asal muasal kenapa nama Tansen disebut dalam surat

wasiatnya. Namun pada akhirnya Tansen mau menerima harta warisan itu dari pak Hadi. Dikeluarkannya

amplop dan diberikan kepada Tansen. Ternyata isi amplop itu adalah kunci untuk membuka bankas yang saat

dibuka berisi sebuah biang yang disebut Madre.

Sejak itu, kehidupan Tansen yang semula tak teratur, hidup bebas hari demi hari mulai berubah. Pekerjaan yang

ia geluti kini adalah untuk menghidupkan kembali toko yang telah lama mati. Padahal dulu toko roti itu

merupakan yang terlaris di Jakarta. Mulai saat itu, Tansen mulai serius menggarap pekerjaan besarnya itu sesuai

dengan jiwa pemudanya hingga sukses dan berjaya seperti dulu kala.

Sebagaimana karya-karya Dewi Lestari ada pada isi dan bentuk ceritanya. Gaya bercerita Dee yang pandai

menciptakan cerita-cerita yang tidak begitu berat untuk dibaca. Kekuatan antar kalimat yang mengalir ringan

dan selalu membuat penasaran namun tidak asalan, selalu ditunjukkan dari setiap karya-karya Dewi Lestari.
Dalam gaya bercerita yang sangat imajinatif, mengutamakan sesuatu yang sangat luar biasa menjadi ciri khas

Dewi Lestari. Konflik yang berat dibuat ringan menurut gaya pemikiran Dewi Lestari.

Madre, memiliki tema yang bisa dikatakan lain. Dia mampu membuat cerita yang mengangkat sesuatu yang ada

dimasyarakat walaupun dari sesuatu yang kecil menjadi karya yang bagus. Keseimbangan antara isi dan bentuk

membuat berbeda dengan yang biasa dijumpai dari pengarang-pengarang yang lain. Selain itu gaya bahasa yang

digunakan tidak monoton.


Judul Buku : Benih Kayu Dewa Kapur
Penulis : Hanna Fransisca
Penerbit : PT Komodo Books
Tanggal Terbit : Mei 2012
Jumlah Halaman : 160 halaman
Ukuran Buku : 14 x 20,5 cm
Jenis Cover : Lukisan Cover, Hard Cover, dan Soft Cover
Kategori : Kumpulan Sajak
Teks : Bahasa Indonesia

Penyair yang mengumpulkan sajak-sajaknya dalam buku ini bernama Hanna Fransisca. Ia juga
memiliki nama Cina yaitu Zhu Yong Xia. Buku ini adalah buku kedua Hanna setelah buku pertama yang
berjudul Konde Penyair Han (2010). Buku kedua yang berjudul Benih Kayu Dewa Kapur menjadi kegiatan
yang mengasyikkan saat membacanya.

Hanna Fransisca ataupun Zhu Yong Xia merupakan dua buah nama yang dimiliki satu orang. Hal
tersebut diibaratkan seperti dua sisi mata uang. Dan di buku Benih Kayu Dewa Kapur ini, sajak pertama, yang
berjudul “Bakpao Tionghoa”, mengharuskan saya untuk membolak-balik mata uang itu.
Bakpao putih, pipi gadis Tionghoa, jelmaan bangau jelita
di atas telaga. Ia tahu kapan ikan birahi,
kapan saat katak remaja kasmaran, yang mengantar mereka pada maut
di tepi-tepi.
Berdasarkan penggalan sajak tersebut, saya tahu bahwa bakpao adalah salah satu hasil kebudayaan
yang berasal dari kebudayaan bangsa Tionghoa, tetapi Hanna tetap memakai “Tionghoa” sehingga saya dapat
memahami tanda “bakpao” sebagai penanda dan “Tionghoa” sebagai petandanya. Hubungan-hubungan antara
bangau, ikan, katak, dan maut saya baca sebagai dasar untuk menghayati sajak-sajak lain dalam buku ini.
Hubungan-hubungan itu semakin erat dengan munculnya “lelaki” dalam sajak tersebut. Ketika Hanna
menuliskan,
Para lelaki gemar membuat gelembung air,
menjadikan bayangan payudara seperti mimpi.
Dari penggalan sajak di atas menjadikan saya memiliki pemikiran yang tak jelas mana yang penanda,
dan mana petanda. Bakpao saya baca sebagai penanda, dan ketika ada dua bakpao “turun bagai bidadari” dari
langit “memasuki hasrat, lurus menusuk rind”, muncullah petanda yang seketika itu juga berubah menjadi
penanda lagi. Dan hal itu semakin tegas ketika diuandangnya lelaki untuk menuntaskan “birahi sebelum mati”.
Di awal sajak ini saya jumpai bakpao, Tionghoa, bangau, telaga, ikan, katak, dan maut. Semua itu dijajarkan
dengan kasmaran, birahi, dan maut.
Secara umum, puisi-puisi atau sajak Hanna bertema kemanusiaan. Di beberapa karyanya ia
mengangkat tradisi-tradisi masyarakat Cina yang selama ini dihayati dan dijalaninya, seperti Cap Go Meh dan
Hari Kur Bulan, tapi mengkritik keras tradisi masyarakat Cina yang dianggapnya tak adil.
Dengan sajak-sajak kulinernya, sebenarnya Hanna sudah ikut memberikan kesegaran pada khasanah
puisi kita. Bukan hanya karena ia mengerjakan sesuatu yang tidak dikerjakan oleh penyair-penyair lain secara
intens, melainkan karena ia menggarapnya dengan prespektif dan teknik yang bukan sembarang. Hanna telah
berusaha sebaik-baiknya untuk menempatkan kata-kata itu sedemikian rupa sehingga memiliki tenaga yang
diperlukan untuk menyusun jawaban atas pertanyaan-pertanyaan para pembaca karyanya.

Membangun Komunikasi Bisnis

Judul Buku : Tema Fantasi

Penulis : Dr. Dorien Kartikawangi

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Cetakan : I, Desember 2013

Tebal : 264 halaman

ISBN : 978-602-03-0050-4

Di negeri maju dan berkembang, perusahaan multinasional biasanya sangat berperan dalam menumbuhkan
industri di suatu Negara.

Tidak heran apabila perusahaan multinasional selalu digadang – gadang sebagai penggerak ekonomi suatu
negara, terutama negara berkembang karena dengan tumbuhnya industri di negeri berkembang setidaknya dapat
memberi kita gambaran akan kemajuan ekonomi kedepan.

Namun demikian, tumbuhnya perusahaan multinasional juga tidak lepas dari aspek lain, seperti komunikasi,
serta manajemen yang baik agar hubungan perusahaan tersebut dapat bertahan dengan mempertahankan azaz
relasi (hubungan baik) perusahaan dengan pemerintah sebagai pemegang kekuasaan serta masyarakat sebagai
pendongkrak ekonomi global.

Dr. Dorien secara praktis dan lengkap berusaha menyajikan bagaimana membangun relasi serta membangun
manajemen yang baik bagi perusahaan multinasional agar tidak hanya bertahan, namun juga dapat
mengembangkan sayap perusahaan.

Dijelaskan juga didalam buku ini strategi yang harus diambil kala perusahaan akan memulai sampai proses
dalam relasi berlangsung.
Komunikasi yang baik dalam hubungan baik dengan masyarakat maupun dengan pemerintah juga dijelaskan
secara praktis dan simpel di buku ini.

Buku ini dapat menjadi referensi baik pengusaha, akademisi maupun umum yang ingin membangun sebuah
relasi dan komunikasi yang baik.

Walaupun di buku ini terdapat beberapa istilah akademis yang mungkin sulit dimengerti orang awam, namun
secara keseluruhan buku ini mampu menjawab hambatan-hambatan dalam membangun relasi bisnis. Serta dapat
membangun wawasan kita dalam memulai sebuah bisnis serta hubungan-hubungan lain dalam manajemen
komunikasi.

Khairul Arief Rahman, Mahasiswa jurusan Komunikasi & Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah, UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta.

Judul Buku : Masa Kehamilan & Pasca Melahirkan


Penulis : dr. Lestari Handayani, M.Med (PH)
Penyunting : Tetty Yulia
Penerbit : Agromedia Pustaka
Tahun Terbit : 2003
Tebal Buku : 103 halaman
No. ISBN : 979-3357-59-2

Kehamilan merupakan proses normal yang terjadi pada makhluk hidup, termasuk manusia sebagai upaya
alamiah untuk berkembang biak. Pada usia kehamilan yang cukup panjang, yaitu sekitar 9 bulan dapat terjadi
berbagai gangguan, demikian juga pada proses persalinan. Angka kematian ibu (MMR : Maternal Mortality
Rate) dan bayi (IMR : Infant Mortality Rate) di Indonesia masih cukup tinggi. Walaupun berbgai upaya telah
dilakukan oleh pmerintah dalam menekan angka ini.

Buku ini ditujukan untuk para ibu yang sedang mengandung dan setelah melahirkan. Dalam buku ini penulis
berusaha menjembatani budaya tradisional yang masih dilakukan oleh masyarakat dengan ilmu modern yang
terus berkembang. Kajian dari berbagai literatur baik berupa penelitian, maupun pengalaman dan praktek
tentang perawatan tradisional menggunakan cara dan obat tradisional berusaha dituangkan di buku ini.

Buku ini sangat komunikatif, disusun dengan sistematis dan membuat pembaca bisa mengikuti bagian demi
bagian dari buku ini dengan mudah. Disusun dalam 6 bab, buku ini sangat mendetail dan menyajikan semua
kebutuhan ibu hamil dan setelah melahirkan. Buku ini mengupas tuntas perawatan yang dibutuhkan oleh ibu
hamil dari masa kehamilan sampai pasca melahirkan. Cakupan pembahasan cukup lengkap dimulai dari masa
awal kehamilan, perawatan masa hamil, gangguan kesehatan saat hamil, perawatan pasca persalinan, tanaman
obat yang digunakan, serta panduan obat untuk masa hamil dan pasca persalinan.

Buku ini juga dilengkapi dengan ilustrasi-ilustrasi untuk memudahkan pemahaman pembaca. Selain itu bahasa
yang komunikatif dan mudah dicerna menjadi salah satu keunggulan tersendiri dari buku ini. Buku ini
menggunakan dua jenis kertas yaitu HVS dan art paper, pada halaman-halaman tertentu terdapat gambar-
gambar berwarna, namun lebih banyak menampilkan gambar-gambar monokrom hitam putih.

Karena keterbatasan pengetahuan pembaca, sejauh ini, belum ditemukan kelamahan pada buku ini. Secara
umum buku ini bisa dikatakan lengkap dan sangat cocok untuk dibaca oleh Ibu hamil dan pasca melahirkan.
Bisa disimpulkan bahwa buku ini sangat bermanfaat dan layak dimiliki oleh pasangan yang sedang menanti
kelahiran buah hatinya.

MEMASAK NASI GORENG TANPA NASI: Antologi Esai Pemenang Sayembara Kritik Sastra DKJ 2014. Penulis:
Martin Suryajaya dan lain-lain. Penerbit: Dewan Kesenian Jakarta. Tebal: 240 Halaman. Genre: Kritik Sastra

Kajian terhadap sastra Indonesia selama satu dekade terakhir terasa sangat menyedihkan. Tak hanya karena
kritik dan kajian sastra mendapatkan sedikit ruang, tapi juga banyak kritikus sastra terjebak pada dikotomi
“haters” dan “nyinyir” ketika melakukan kritik.

Padahal, di masa lalu, kritik sastra menjadi satu tolok ukur sebuah karya bermutu atau tidak. Nama-nama seperti
HB Jassin, A Teeuw, dan Ajip Rosidi adalah kritikus yang membawa karya sastra Indonesia menjadi
dibanggakan.

Linda Christanty menyebut ketiadaan kritik sastra yang baik dan bertanggung jawab membuat sastra Nusantara
menanggung musibah. Para pendidik atau guru di sekolah mengenalkan buku-buku kepada siswa tanpa
mengetahui dengan tepat dan jelas macam apa buku-buku tersebut. Hasilnya, selera baca murid memburuk dan
pengetahuan khazanah sastra sangat terbatas.

Kita mengenal HB Jassin, Paus Sastra Indonesia, yang rajin sekali mencari, mempromosikan, dan mengkritik
para penyair muda untuk kemudian diperkenalkan. Jassin tidak sembarangan memperkenalkan, tentu dengan
catatan dan juga penjabaran yang serius mengapa seorang penyair wajib dikenal.
Kritikus dalam hal ini tidak melulu mencari cela dan salah dari orang lain untuk kemudian diutarakan dalam
kata-kata pedas. Kritikus juga berperan memperkenalkan orang, komunitas, atau sebuah karya untuk diapresasi
lebih luas sebagai karya sastra yang agung.

Namun, tentu kritikus juga bisa menjadi praktisi. Ingat bagaimana Subagio Sastrowardoyo menulis buku kritik
sastra Sosok Pribadi dalam Sajak atau Goenawan Mohamad dalam Di Sekitar Sajak, menulis tentang penyair
dan puisi-puisinya.

Juga bagaimana Afrizal Malna dalam Sesuatu Indonesia: Personifikasi Pembaca yang Tak Bersih menjelaskan
rona zaman melalui esai-esai tentang puisi karya cpendahulunya. Namun, apakah kita akan melulu hanya
dicekoki mereka? Penulis yang hanya mengglorifikasi dan menasbihkan kelompok sendiri sebagai kelompok
sastra terbaik.

Dalam buku baru terbitan Dewan Kesenian Jakarta, Memasak Nasi Goreng tanpa Nasi: Antologi Esai Pemenang
Sayembara Kritik Sastra DKJ 2014, kita menemukan harapan sastra Indonesia belum mati. Setidaknya ia
memberikan harapan bahwa ruang apresiasi, kritik, dan perdebatan sastra masih ada dan terbuka lebar.

Buku ini mencatat beberapa penulis yang memang konsisten melakukan kritik dan apresiasi sastra. Seperti
Bandung Mawardi, Sunlie Thomas Alexander, Sulaiman Djaya, Martin Suryajaya, Endiq Anang P, Ita Siregar,
dan M Irfan Zamzani. Mereka menulis dan melakukan apresiasi terhadap karya sastra dengan serius. Melalui
pembacaan mendalam dan analisis yang tajam.

Pemenang kritik sastra tahun lalu, Martin Suryajaya, melakukan telaah serius terhadap buku Bilangan Fu karya
Ayu Utami. Ia mengoreksi hampir keseluruhan ide dan pemikiran filsafat dalam buku itu yang dianggapnya
kurang tepat dan memiliki banyak kejanggalan. Martin menyebut buku Ayu sebagai “novel-diktat”, novel yang
narasi puitiknya berulang kali dipotong oleh paparan ala diktat kuliah dan terbebani oleh teori-teori.

Endiq Anang membedah buku puisi Nirwan Dewanto Buli-buli Lima Kaki. Endiq berusaha membedah habitus,
kapital, dan field dalam paradigma strukturalisme Bourdieu. Menurutnya, ada usaha mikikri puisi-puisi itu
dengan epos Yunani. Ia membandingkan sosok penyair Nirwan dengan Minotaur, Theseus, yang ada dalam
khazanah Yunani klasik.

Munculnya buku ini adalah upaya membawa pembacaan sastra menjadi satu hal serius. Ketika kritik sastra
bukan sekadar memuji “bagus” atau “keren”.

Masih banyak kritik yang indah, lugas, jernih, dan bernas dalam buku ini. Namun satu narasi yang bisa dipetik
adalah usaha untuk mendekatkan sastra kepada pembaca. Sastra seharusnya bukan barang mewah yang hanya
bisa dinikmati segelintir orang.
Berikut ini adalah contoh resensi buku pengetahuan :

Judul : Mengenal Makanan Sehat


Pengarang : Dadan Ahmad Sobardan
Penerbit : CV Karya Mandiri Pratama
Tahun terbit : 2008 (I) , 2009 (II)
Penyunting : Beni A. Supraba , Umar Riandi
Penata letak : Angga V. Permana , Kandi
Perancang kulit : Gumilar Nugraha , Dede Irawan
Ilustrasi : Aris Widya noor , Teddy Setiadi
Jumlah halaman : vi + 58
Ukuran buku : 21 x 14,8 cm

Mengenal Makanan Sehat

Buku ini sangat bermanfaat bagi para pembaca terutama pemula untuk menambah wawasan
mengenai pentingnya makanan bagi tubuh . Makanan adalah segala sesuatu yang dapat kita makan
serta bermanfaat untuk tubuh . Kita akan mengetahui beberapa fungsi makanan , diantaranya sebagai
sumber tenaga atau energi , pertumbuhan dan perkembangan tubuh , pemelihara tubuh dan
pertahan tubuh . Pembaca juga akan mengenal berbagai zat yang terkandung dalam makanan . Setiap
makanan memiliki kandungan zat yang berbeda , misalnya karbohidrat , protein , lemak , vitamin ,
mineral atau air . Zat-zat tersebut memiliki fungsi tersendiri .
Berikut adalah penjelasannya :
a. Karbohidrat , berfungsi sebagai sumber energi
b. Protein , berfungsi :
1. Mengatur pertumbuhan , memperbaiki dan memelihara jaringan tubuh
2. Membentuk berbagai zat penting di dalam tubuh
3. Sumber energi
4. Menetralkan racun dalam tubuh
c. Lemak , berfungsi :
1. Menghasilkan energi
2. Melarutkan vitamin A , D , E dan K
3. Melindungi organ dalam tuh
4. Pengatur suhu
Dalam buku ini kita diajarkan agar dapat memilih makanan yang baik . Ada beberapa syarat
makanan yang baik sebagai berikut.
1. Mengandung cukup energi
2. Mengandung zat makanan yang diperlukan
3. Makanan tersebut mudah dicerna
4. Tidak mengandung racun dan bibit penyakit
Ketika kita ingin membeli makanan dalam kemasan kita harus berhati-hati . Berikut kiat-kiat
memilih makanan dalam kemasan :
1. Memilih makanan yang masih terbungkus baik dan rapih
2. Memperhatikan tanggal kedaluwarsa , informasi bilai gizi , komposisi makanan , label sertifikasi ,
saran penyajian dan beraat makanan .
Dari 58 halaman buku ini , dijelaskan pula kelainan atau penyakit yang berkaitan dengan pola
makan yang salah , yaitu :
1. Kwasiorkor (busung lapar) karena tubuh kekurangan protein
2. Gastritis (radang akut pada lambung) karena memakan makanan yang kotor atau mengandung bibit
penyakit
3. Diare karena infeksi kuman pada usus besar
4. Sembelit karena kurangnya konsumsi serat sehingga sulit buang air besar
5. Avitaminosis karena kekurangan vitamin tertentu
Secara keseluruhan , isi yang terdapat dalam buku Menegenal Makanan Sehat bermanfaat untuk
kehidupan sehari-hari . Selain informasi yang disajikan lengkap , penggunaan gambar juga menarik
agar pembaca mudah memahami maksud pembahasan walaupun masih ada gambar yang kurang
lengkap dan berwrna hitam putih . Alangkah lebih menarik jika gambar tersebut berwarna-warni .
Contoh Essay
Tayangan Televisi Merusak Moral Anak Bangsa

Pengaruh media seperti halnya televisi terhadap anak makin besar, namun bukan pengaruh positif yang
diberikan melainkan pengaruh negatif yang banyak diterima. Saat ini hampir seluruh stasiun televisi menyiarkan
acara-acara yang bisa dikatakan minim manfaat untuk anak-anak. Mungkin pada tahun 2000an kita masih
melihat acara-acara televisi yang diperuntukan untuk anak-anak seperti acara kartun dan sebagainya pada hari
minggu. Zaman memang semakin maju dan modern namun tidak berlaku untuk acara televisi di Indonesia
karena bukannya mengalami kemajuan melainkan mengalami kemunduran dari sudut pandang pesan yang
disampaikan terutama untuk anak-anak.

Katakan saja dalam satu minggu anak-anak menonton TV sekitar 17 jam. Apa yang mereka dapatkan dan
pelajari pada waktu yang selama itu? yang mereka dapat adalah kekerasan dapat menyelesaikan masalah, sama
halnya yang dipertontonkan di sinetron-sinetron saat ini. Selain itu, mereka juga hanya belajar duduk di rumah,
menonton, dan bermalas-malasan, bukannya bermain diluar ataupun berolahraga. Hal ini membuat anak bukan
bertambah cerdas melainkan menghambat kecerdasan anak untuk berkembang, karena dengan menonton dan
bersantai maka anak akan kurang berinteraksi dengan orang diluar dan pada akhirnya kecerdasan berinteraksi
tak akan tumbuh sehingga anak dapat dikatakan "kuper".

Menurut penelitian beberapa ahli, kalangan anak merupakan kalangan yang paling mudah terkena dampak
negatif dari siaran televisi. Penelitian tahun 2012 menyatakan bahwa jumlah jam menonton televisi pada anak
lebih kecil jika dibandingkan jam belajar disekolah. Jumlah jam menonton televisi pada anak adalah 1.560-
1.820 jam /tahun sedangkan jumlah jam belajar disekolah hanya 1000 jam/tahun. Tentunya jika melihat angka
tersebut maka kita sebagai orang tua harus bertindak agar hal yang lebih buruk tak akan terjadi pada anak kita.

Menurut Kidia, menyatakan bahwa pada tahun 2014 lalu dari seluruh tayangan televisi, yang aman untuk
ditonton anak-anak hanyalah sekitar 15% saja. Angka yang sangat kecil tentunya jika dibandingkan dengan
tontonan televisi Indonesia yang sangat banyak.

Mengapa kita harus mengurangi menonton televisi? Pertanyaan tersebut sebenarnya pertanyaan yang sampai
saat ini jarang dilontarkan oleh banyak orang dan hanya sebagian kecil saja orang yang berfikiran seperti itu.
Banyak dampak negatif dari menggunakan televisi apalagi secara berlebihan. Anak-anak harus dijaga dari
kebiasaan menonton televisi, seperti halnya penelitian yang diadakan Dokter spesialis anak di Eropa yang
menyatakan bahwa televisi dapat mengganggu perkembangan orak pada anak misalnya saja pada anak yang
berusia 0-3 tahun akan mengalami kesulitan bicara karena perkembangan otak terganggu dan selain itu juga
menghambat daya paham anak akan suatu hal.

Selain itu, televisi juga ternyata bisa mendorong anak menjadi konsumtif. Hal ini karena anak-anak adalah target
sebagian besar periklanan karena anak-anak dinilai mudah terhasut iklan dan yang jelas orang tua mau tidak
mau harus membelikan produk tersebut karena paksaan si anak. Bukan hanya itu saja, anak yang gemar
menonton televisi juga bisa mempengaruhi sikap anak. Ingatkah dulu ketika salah satu stasiun televisi
menayangkan acara gulat internasional yang bebas dipertontonkan anak-anak? apakah anda ingat tentang anak
yang meninggal akibat tontonan itu? jika anda ingat maka seharusnya anda sadar bahwa tayangan televisi
berbahaya untuk anak anda. Televisi juga dapat mengurangi daya konsentrasi anak, mengurangi kreatifitas,
membentuk pola pikir sederhana, mengganggu semangat belajar, dan bahkan dapat membuat kemungkinan
obesitas pada anak semakin meningkat.

Sangat banyak dampak-dampak kecil dari dampak besar yang telah disebutkan di atas. Hal ini tentunya dapat
membuat orang tua sadar bahwa membiarkan anak menonton televisi dapat mengganggu perkembangan anak.
Namun perlu diketahui, menonton televisi sebenarnya boleh-boleh saja dan tidak dilarang. Tetapi orang tua
perlu memanage kapan anak harus menonton dan kapan harus belajar. Dalam hal ini tentunya diperlukan
kedekatan dan pemahaman yang baik antara anak dan orang tua.

Tito Nurdiyanto
Pendidikan Matematika, Universitas Sriwijaya
(Memperoleh Juara III Lomba Esai – Bulan Bahasa UNSRI 2014)

Menjadi Indonesia Emas dengan jati diri luhur dimiliki bukan hanya impian belaka. Hal ini dapat diwujudkan
dengan berbagai cara. Salah satunya dengan membentukan dan penanaman karakter bangsa melalui pembinaan dan
pengembangan kebudayaan-kebudayaan yang sudah melekat dalam sanubari bangsa sejak dahulu kala. Usaha
pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional tidak terlepas dari upaya penggalian sumber-sumber kebudayaan
daerah yang banyak tersebar dari seluruh tanah air, termasuk di Sumatera Selatan. Usaha tersebut mempunyai arti penting,
tidak hanya bagi kebudayaan itu sendiri melainkan juga kebudayaan nasional yang sangat diperlukan kerja sama antara
semua pihak baik orang tua, guru, masyarakat serta pemerintah. Usaha pengkajian sastra daerah, khususnya yang
mencakup cerita rakyat akan terus berkontribusi dalam pembentukan karakter bangsa.
Hal ini pun dinilai penting, karena dewasa ini sastra daerah terutama cerita rakyat seolah-olah telah terlupakan.
Anak-anak lebih akrab dengan tayangan televisi, berbagai informasi dan games di internet yang notabene kurang mendidik
dan seolah-olah melupakan produk-produk kebudayaan Indonesia sesungguhnya, salah satunya adalah cerita rakyat.
Padahal keduanya berpotensi dalam pembentukan karakter, baik dalam hal positif maupun negatif, sebab secara tidak
langsung, apa yang dilihat, didengar, dan dibaca oleh anak-anak dalam hal nilai-nilai yangg terkandung dalam karya sastra
itu diresepsi dan secara tidak sadar merekontruksi sikap dan kepribadian mereka. Terlebih sastra daerah tersebut
merupakan cagar budaya yang banyak mengandung nilai-nilai budaya yang sangat tinggi serta mempunyai muatan bentuk
isi yang perlu diwarisi. Selain itu, kebudayaan daerah khususnya yang mencakup cerita rakyat merupakan budaya leluhur
dan wahana untuk berkomunikasi antar masyarakat lama dengan masyarakat sekarang.
Cerita rakyat adalah sastra tradisional karena merupakan hasil karya yang dilahirkan dari sekumpulan masyarakat
yang masih kuat berpegang pada nilai-nilai kebudayaan yang bersifat tradisional (Dharmojo, 1998:21). Penanaman karakter
melalui cerita rakyat memang dianggap paling efektif sebab cerita rakyat begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Apalagi dengan sikap dan sifat anak-anak yang serba ingin tahu, maka penceritaan melalui lisan maupun tulisan
menjadikan anak-anak terus mencari tahu setiap hal yang terjadi dalam cerita rakyat tersebut. Dunia cerita rakyat yang
penuh dengan warna-warni kehidupan akan menciptakan nuansa tersendiri khususnya bagi anak-anak. Cerita rakyat ini
mampu mempengaruhi alam bawah sadar anak-anak. Nilai-nilai yang terkandung dalam bawah sadar anak-anak akan
terbawa hingga mereka dewasa. Contohnya anak-anak Inggris yang senantiasa disuguhi dengan cerita rakyat yang
mengandung nilai-nilai positif akhirnya tumbuh menjadi anak yang berkarakter positif. Memiliki semangat tinggi, optimis, dan
selalu ingin maju. Nah, ketika dilihat di Spayol, cerita rakyat lebih mengangkat hal-hal komedi yang bernilai kebaikan, tibu
daya, dan sebagainya. Akhirnya, hal-hal yang menjadi ciri-ciri anak-anak dari Inggris sangat jarang ditemukan di Spayol.
Sehingga perkembangan selanjutnya yang terjadi pada kedua negara ini jauh berbeda.
Selain itu, cerita rakyat mampu mencetak anak yang gemar membaca, berani berbicara, mampu mengungkapkan
cerita dan bahkan mampu menciptakan suatu cerita lainnya, itu semua karena hasil dari cerita rakyat yang mereka dengar
atau baca. Dari semua ini tentu tidak lepas dari peran orangtua sebagai orang terdekat bagi anak-anak. Namun kendalanya
adalah ketika orangtua tidak bisa memiliki cerita atau bahkan tidak bisa bercerita. Sudah semestinya sebagai orangtua juga
perlu berhati-hatilah dalam memilih suatu kisah atau cerita, sebab tidak semua cerita memberikan manfaat kepada anak.
Dalam pelaksanaannya, tidak ada batasan usia yang ketat mengenai kapan sebaiknya ana-anak mulai diberi
cerita rakyat. Untuk anak-anak usia prasekolah, cerita rakyat dapat membantu mengembangkan kosa kata. Hanya saja
cerita yang dipilihkan tentu saja yang sederhana dan kerap ditemui anak sehari-hari. Sedangkan untuk anak-anak usia
sekolah dasar dapat dipilihkan cerita yang mengandung teladan, nilai, dan pesan moral serta problem solving. Harapannya
nilai dan pesan tersebut kemudian dapat diterapkan anak dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian, keberhasilan suatu
cerita rakyat tidak saja ditentukan oleh daya rangsang imajinatifnya, tapi juga kesadaran dan kemampuan pencerita untuk
menyajikannya secara menarik. Untuk itu, kita dapat menggunakan berbagai alat bantu seperti boneka atau berbagai buku
cerita sebagai sumber yang dapat dibaca oleh orangtua ataupun pihak lain sebelum bercerita.
Berdasar pemikiran Koetjaraningrat (1984:8-25) tentang nilai budaya, nilai budaya pada dasarnya dapat
dikelompokkan berdasarkan lima kategori hubungan manusia, yaitu: nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan,
masyarakat, manusia lain/orang lain, dirinya sendiri, dan alam. Mengenai hubungan antara nilai budaya dan sastra,
termasuk cerita rakyat, Tarigan (1984:194) mengemukakan bahwa dalam karya sastra terdapat bermacam-macam nilai.
Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai hedonik (nilai hiburan atau nilai kesenangan), nilai artistik (nilai yang lebih
menekankan pada seni atau keterampilan), nilai etis/moral/religius (nilai yang lebih menekankan pada segi permasalahan
norma, tentang kebaikan, dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa), nilai praktis (lebih menekankan pada fungsi
atau kegunaan sastra dalam kehidupan sehari-hari). Karya sastra dapat memberikan hiburan, memanifestasikan suatu seni
atau keterampilan, juga dapat memancarkan ajaran-ajaran etika, moral, dan religius, serta praktis karena dapat digunakan
dalan kehidupan sehari-hari. Untuk itu, perlu upaya memberikan pemahaman agar generasi-generasi yang akan datang
tidak mengalami kealpaan terhadap kebudayaannya. Salah satu bentuk upaya memelihara tradisi itu dapat dilakukan
dengan mengaktifkan kembali cerita rakyat yang dapat berkontribusi dalam pembentukan karakter bangsa.
Cerita rakyat yang memiliki banyak nilai-nilai budaya yang pada mulanya dilisankan selain berfungsi untuk
menghibur, juga dapat memberikan pendidikan moral dalam upaya membentukan karakter bangsa (National and Character
Buliding). Menurut Trimanto (2011), character building dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: (1) Pesonal Chacarter
Building yang meliputi keimanan/keyakinan, kejujuran, kerja keras, dan kemandirian, (2) Community Chracter Building yang
meliputi saling menghormati dan menghargai. Sikap toleransi, saling bekerjasama dan tolong menolong, dan (3) Nation
Character Building yang meliputi jiwa persatuan dan kesatuan, serta merasa senasib dan sepenanggungan. Dalam hal ini,
kebudayaan memiliki kontribusi besar dalam perwujudannya. Indonesia dengan kondisi sekarang yang penuh dengan
gejolak perilaku yang tidak sesuai dengan jati diri (self-pride) Indonesia sesungguhnya, sudah sepatutnya membutuhkan
National and Character Building guna membangun dan menata kembali karakter dan watak bangsa Indonesia kita sendiri.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis membahas sentuhan nilai-nilai budaya pada anak-anak dalam cerita
rakyat ‘Semesat dan Semesit dari Sumatera Selatan’ dalam upaya National and Character Buliding untuk Indonesia Emas.
Cerita rakyat ‘Semesat dan Semesit’ merupakan salah satu cerita rakyat yang mempunyai tatanan nilai dan isi yang
bermutu. Pentingnya mengkaji nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat tersebut, karena cerita rakyat tersebut
memiliki fungsi kultural yang diharapkan dapat menyampaikan nilai-nilai luhur kepada generasi penerusnya.
Dalam cerita Semesat dan Semesit ini juga banyak sekali nilai-nilai budaya yang dapat kita temukan dan kita
manfaatkan dalam hidup bermasyarakat, terlebih dalam pembentukan karakter bangsa sejak dini. Perbuatan atau sikap
tokoh mencerminkan nilai budaya masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat kehidupan dalam cerita rakyat
Semesat dan Semesit pada khususnya. Nilai budaya yang terkandung dalam cerita rakyat Semesat dan Semesit ini
terdapat dalam penggalan-penggalan berikut.

1. Jangan menjadi orang yang munafik. Dalam cerita tersebut permaisuri adalah orang yang munatik; antara
perkataan-perbuatan dengan yang sedang terjadi tidak sama. Seperti yang terlihat dalam kutipan berikut.
Permaisurinya yang baru itu bersedia menikah dengan dirinya karena hanya menginginkan harta dan kedudukan. Ia tidak
senang terhadap Semesat dan Semesit yang kerjanya hanya bermain bola. Akan tetapi, sikap ketidaksenangannya
terhadap kedua anak tirinya itu tidak diperlihatkan kepada sang Raja.

2. Jangan suka berbohong dan menfitnah. Hal tersebut merupakan perbuatan buruk yang harus dihindari. Seperti
yang terlihat dalam kutipan berikut.
“Ampun, Kanda! Kanda jangan marah dulu. Coba lihatlah wajah Dinda ini!” jawab permaisurinya sambil menunjukkan
wajahnya kepada sang Raja....
“Ampun, Kanda! Semua ini terjadi akibat dari ulah Semesat dan Semesit,” jawab permaisuri dengan nada mengadu. ....
“Begini, Kanda! Ketika mereka sedang asyik bermain bola, tiba-tiba bola mereka melesat dengan kencang dan mengenai
wajah Dinda,” ungkap permaisuri.

3. Jangan cepat termakaan hasutan. Harus memikirkan baik dan buruknya sebelum mengambil keputusan. Seperti
yang terdapat dalam kutipan berikut.
“Sekarang Kanda boleh menentukan pilihan, mau memilih Dinda atau kedua putra Kanda....
Rupanya, sang raja termakan oleh hasutan itu sehingga ia percaya begitu saja pada ucapan permaisurinya tanpa terlebih
dahulu mencari tahu kenyataan yang sebenarnya.
“Baiklah, Kanda lebih memilih Dinda. Semesat dan Semesit harus diberi pelajaran. Mereka harus kita asingkan ke tengah
hutan,” tegas sang Raja.
4. Menjadi orang yang mengalah dalam kebaikan dan saling menolong. Ketika Semesat mendapatkan dua burung,
ia lebih memilih burung yang pertama karena tidak ingin melihat adiknya menderita terlebih dahulu. Seperti halnya
kutipan berikut.
“Wahai, Adikku! Ambillah burung yang pertama ini agar Adik cepat menjadi orang kaya! Biarlah Abang memilih burung yang
kedua ini. Tidak apa-apa Abang menderita dulu baru bahagia,” ujar Semesat.

5. Harus menjadi orang yang lapang dada dan ikhlas apabila memperoleh kegagalan atau kekecewaaan dalam
kompetisi. Seperti dalam penggalan berikut.
Dengan perasaan jengkel, Raja Semesit pun berkata kepada seluruh orang yang hadir di tempat itu bahwa dirinyalah yang
dicium oleh kuda sang putri, bukan Bujud Keling itu. Ia tidak rela jika pemuda Bujud Keling itu yang menjadi suami sang
putri.
“Aku tidak terima jika Tuan Putri menikah dengan pemuda Bujud Keling itu,” tegas Raja Semesit, “Pengawal, ayo kita
tinggalkan tempat ini dan bawa pemuda itu kembali ke kapal!”

6. Harus menjadi orang yang sabar ketika memperoleh cobaan atau kesusahan. Orang yang teraniaya akan
mendapat pertolongan dari Tuhan Yang Mahakuasa, baik langsung maupun tidak langsung. Harus percaya
kepada Allah SWT karena semua kejadian atas kehendak-Nya. Harus diyakini dan diiringi doa supaya Allah
membantu kita dan memberikan ketabahan. Jangan malah mengeluh.
“Sungguh malang nasib kami ini. Kenapa ayahanda lebih percaya kepada permaisurinya dari pada putranya? Oh Tuhan,
berilah kami petunjuk-Mu!” keluh Semesat dalam hati.

7. Saling menghargai. Ketika Semesit mengetahui bahwa pemuda Bujud Keling itu adalah kakaknya, maka dia lebih
memilih mengundurkan diri dan mengangkat kakaknya menjadi raja.
Menurut cerita, Raja Semesit mengundurkan diri dan mengangkat kakaknya sebagai raja. Raja Semesat dengan dibantu
Semesit memerintah negeri itu dengan arif dan bijaksana. Rakyatnya pun hidup damai dan tenteram.

Nilai-nilai budaya diatas memang sudah menjadi jati diri (self-pride) Indonesia. Tetapi kenyataannya masyarakat
Indonesia sudah jauh dengan nilai-nilai tersebut. Hal tersebut harus segera dikembalikan sesuai dengan yang semestinya.
Seharusnya kita mau menyadari sebenarnya banyak hal-hal atau manfaat yang dapat kita ambil dari setiap budaya
peninggalan nenek moyang kita. Banyak ajaran-ajaran yang ingin diwariskan nenek moyang kita kepada generasi
penerusnya, salah satunya melalui cerita rakyat.
Cerita Semesat dan Semesit dari Sumatera Selatan sebagai contohnya. Dari cerita saja kita bisa menemukan
nilai-nilai budaya yang ingin diwariskan nenek moyang kepada kita. Dilihat dari hal ini betapa kayanya kita akan nilai-nilai
budaya yang seharusnya kita lestarikan. Maka menjadikan sebuah kewajiban bagi kita untuk selalu melestarikan dan
menjaga warisan budaya nenek moyang.
Pengintegrasian dan sentuhan nilai-nilai budaya dalam pelaksanaan pembentukan karakter bangsa amat mungkin
dilaksanakan dalam kehidupan, mengingat karya sastra itu sendiri syarat dengan nilai budaya yang berkaitan dengan
pendidikan karakter. Kekayaan khazanah cerita rakyat Nusantara, terutama cerita rakyat Sumatera Selatan merupakan
potensi yang tak ada habis-habisnya untuk digali lalu dijadikan sebagai bahan belajar dan proses imitasi positif dalam
membentuk anak-anak menjadi jati diri bangsa Indonesia yang sesungguhnya.
Budi pekerti luhur yang ada dalam cerita rakyat tersebut perlu diajarkan kepada anak. Hal itu penting untuk
diajarkan agar anak memahami etika tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Cerita rakyat yang mengandung
nilai luhur tersebut perlu dilestarikan agar tidak hilang. Cerita rakyat yang merupakan salah satu tradisi lisan ini perlu
disampaikan secara turun temurun pada generasi berikutnya agar cerita ini tetap hidup di masyarakat. Cerita rakyat
merupakan salah satu potensi budaya lokal yang perlu dijaga bersama
Sentuhan Nilai Budaya pada Anak Lewat Cerita Rakyat
30 Desember 2012 - 07.44 WIB > Dibaca 4024 kali | Komentar
Share5

Melayu memiliki budaya yang tinggi. Sebuah bangsa memiliki peradaban yang tinggi dengan hadirnya beragam
budaya, tamadun dan karya-karya peradaban yang diakui masyarakat dunia. Budaya sebagai hasil budi
manusia mencerminkan masyarakat pendukungnya. Karena itu, budaya juga dapat menjadi ciri suatu
masyarakat. Salah satu wujud budaya itu adalah sastra atau sering disebut sastra daerah. Sastra daerah
umumnya bersifat lisan, yaitu sastra yang berkembang dari mulut ke mulut. Seperti legenda Laksamana Hang
Tuah, Ketobong Sakti, Putri Kaca Mayang, Putri Tujuh dan masih banyak lagi.

Cerita rakyat yang sering menyajikan cerita yang luar biasa, dengan tokoh yang luar biasa pula. Cerita rakyat
punya kegunaan sebagai alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial dan proyeksi keinginan terpendam. Selain
itu, dalam cerita rakyat terkandung nilai-nilai budaya. Ini berarti, di dalamnya terkandung ide yang besar, buah
pikiran yang luhur, pengalaman jiwa yang berharga, pertimbangan-pertimbangan yang luhur tentang sifat-sifat
yang baik dan buruk,rasa penyesalan terhadap dosa, perasaan belas kasihan, pandangan kemanusiaan yang
tinggi dan sebagainya.

Selain itu, cerita rakyat merupakan salah satu bentuk kebudayaan daerah di Indonesia yang perlu dapat
perhatian, pemeliharaan dan pengembangan, baik dari masyarakat pemiliknya maupun dari pemerintah.
Karena sastra lisan atau cerita rakyat juga merupakan salah satu bentuk aset kebudayaan nasional. Pernyataan
tersebut didasari bahwa sastra lisan sebagai sastra tradisional yang menyebar di daerah-daerah merupakan
bagian kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah dan berkembang secara turun-temurun
secara lisan sebagai milik bersama (Fachruddin, 1981: 1). Berdasarkan uraian tersebut, dapat diterima jika ada
anggapan bahwa sastra lisan memiliki kandungan nilai-nilai sosial-kultura-religi yang tinggi serta dimiliki oleh
masyarakat penuturnya.

Rusyana (1978:1) mengatakan, sastra lisan merupakan kekayaan budaya, khususnya kekayaan sastra sebagai
modal apresiasi sastra, sebab sastra lisan telah membimbing anggota masyarakat ke arah apresiasi dan
pemahaman gagasan berdasarkan praktik yang telah menjadi tradisi berabad-abad. Sastra lisan merupakan
dasar komunikasi antara pencipta dan masyarakat. Hal ini berarti, karya sastra, khususnya sastra lisan, akan
mudah dipahami dan dihayati, sebab ada unsur yang lebih mudah dikenal di masyarakat.

Cerita rakyat juga merupakan sarana penyampaian nilai dan sikap hidup bermasyarakat; mengisahkan riwayat
suatu masyarakat; memberikan penghiburan, di kala senggang; memberikan nasihat atau ajaran moral kepada
anggota masyarakat; mempropagandakan sesuatu seperti memberi kritikan kepada raja atau orang yang
berkuasa (Hamid, 1987: 4).

Seiring kemajuan zaman, para generasi muda kita saat ini sedikit jumlahnya yang mengenal betul budayanya
sendiri, termasuk mengetahui dongeng, cerita rakyat dan legenda yang bukan tidak mungkin turun
memperkuat budayanya. Maka pilihan yang paling mungkin dilakukan untuk mengenalkan budaya Melayu
lewat sentuhan sastra lisan kepada anak-anak. Sebab, anak-anak adalah sosok yang polos dan mudah meniru
dari apa yang diketahuinya, dilihat, termasuk juga yang didengarnya.

Perubahan Sosial
Dalam masyarakat apapun perubahan sosial dan budaya akan selalu mewarnai perjalanannya menuju suatu
titik perkembangan yang tak berujung. Dalam masyarakat Melayu Riau, kesadaran berbagai pihak untuk
membudayakan nilai-nilai melayu ini begitu konsisten dalam tindakannya. Namun berdasar pengamatan di
lapangan, geliat memelihara tradisi yang berkembang cenderung hanya dinikmati generasi tua. Di kalangan
generasi muda (baca: anak-anak) dengan banyaknya alternatif budaya pop dan instan menyebabkan minimnya
pemahaman mereka terhadap budaya Melayu khususnya.

Nilai-nilai budaya sendiri terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebahagian besar warga
masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Yakni, suatu sistem nilai
biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Dengan demikian, budaya adalah tata
kelakuan menusia yang paling kongkrit, seperti aturan-aturan khusus, hukum dan norma-norma, mengacu
terhadap sistem nilai itu.

Berdasar pemikiran Koetjaraningrat (1984: 8-25) tentang nilai budaya, nilai budaya pada dasarnya dapat
dikelompokkan berdasarkan lima kategori hubungan manusia, yaitu : (1) nilai budaya dalam hubunga manusia
dengan Tuhan, (2) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat, (3) nilai budaya dalam
hubungan manusia dengan manusia lain/orang lain, (4) hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan (5)
hubungan manusia dengan alam.

Untuk itu, perlu upaya memberikan pemahaman agar generasi belia tidak mengalami kealpaan terhadap
kebudayaanya. Salah satu bentuk upaya memelihara tradisi itu dapat dilakukan dengan mengaktifkan kembali
sastra lisan melalui kelas mendongeng. Mengingat melalui mendongeng yang disampaikan dengan cara-cara
unik dan kreatif akan memberikan pengetahuan kepada calon generasi penerus budaya.

Kelas Mendongeng FLP Kids


Mendongeng adalah sebuah seni pengisahan cerita dengan tujuan hiburan pada live audience (pemirsa
langsung) tentang kejadian-kejadian nyata maupun imajinatif yang dapat diambil dari naskah puitis atau prosa
maupun sumber-sumber lainnya (lisan, tertulis atau rekaman) dan melibatkan gestur tubuh, vokalisasi, musik,
atau gambar untuk memberikan kehidupan pada cerita.

Larkin (1997) mengungkapkan, mendongeng adalah pertunjukan seni yang interaktif, yaitu kegiatan dua arah
antara pendongeng dan audiens, didasarkan pada interaksi dan kerja sama untuk membangun sebuah cerita
yang utuh. Seorang pendongeng tidak hanya mampu membangun empati dan rapport yang baik dengan
pendengarnya tapi juga mendorong pendengarnya untuk mengimajinasikan cerita secara visual (Parkin, 2004).

FLP (Forum Lingkar Pena) Pekanbaru sebagai komunitas menulis telah memberikan perhatian khusus kepada
generasi belia untuk dekat dengan buku dan pena, melalui program FLP Kids. Dengan tujuan untuk
mempersiapkan lahirnya generasi penulis/pengarang sejak kecil. Kegiatan tersebut dimulai dari kelas-kelas
mendongeng yang tidak saja mengangkat fabel, cerita Nabi dan Rasul, tapi juga cerita-cerita rakyat Riau.
Seperti; legenda Laksamana Hang Tuah, Ketobong Sakti, Putri Kaca Mayang, Putri Tujuh dan cerita rakyat
lainnya.

Tentu saja bila ini dilakukan secara kontinu -kemudian menyampaikan cerita-cerita tersebut dengan empati
dan berkarakter- maka secara tak langsung nilai budaya sudah menyentuh dan mewarnai karakter anak-anak.
Sebab apresiasi anak-anak terhadap kelas ini dari yang sudah dilakukan cukup besar, dan layak untuk
dikembangkan. Hasil penelitian yang pernah saya temukan di lapangan cukup menggembirakan. Dari sebuah
pertanyaan yang diajukan kepada 50 orang responden, yakni: apakah cerita rakyat Riau bisa mengenalkan
nilai-nilai budaya kepada Anda? Hampir 80 persen responden menyatakan ��iya��. Hasil penelitian
tersebut termaktub dalam karya penelitian budaya yang berjudul ��Mengisah Ulang Cerita Rakyat Riau pada
Anak Lewat Kelas Mendongeng, Upaya Kreatif Melindungi Generasi dari Kealpaan Nilai Budaya�� dan
merupakan nominator Karya Penelitian Budaya Sagang tahun 2012.
Maka terjawab sudah, bahwa upaya yang bisa kita lakukan untuk menanamkan nilai-nilai budaya pada
generasi muda yakni salah satunya dengan mengadakan kelas-kelas mendongeng yang memuat kisah atau
cerita-cerita rakyat Riau. Tentu saja dari cerita-cerita rakyat tersebut mengajak anak-anak untuk mengambil
pesan-pesan moral, dan nilai-nilai budaya yang ditampilkan.***

Anda mungkin juga menyukai