Anda di halaman 1dari 73

MAKALAH

PENGELOLAAN LIMBAH DAN PENCEMARAN


PENGOLAHAN SAMPAH SECARA TERMAL DAN BIOLOGI

Disusun Oleh :

KELAS C
(NAMA KELOMPOK DI HALAMAN SELANJUTNYA)

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2017
PENYUSUN :
Kelompok 1 : 1. Kristina Debora Sidabutar (114150002)
2. Ardhiva Hayu Octora (114150011)
3. Diansyah Ummar N. (114130094)
4. Nur Aji (114150005)
5. Herryawan (114150008)
6. Faiz Abimanyu (114150009)
7. Mawardana Arta K. (114150010)
8. Nugraha Aji S. (114150014)

Kelompok 2 : 1. Tita Apriyani (114150013)


2. Sagita Putri Nurfadilah (114150016)
3. Annisa Luthfia (114150020)
4. Adhi Maulana A. (114150015)
5. Yusuf Syaifurohman (114150017)
6. Medy Ismatullah S. (114150024)
7. Cakra Ageng S. (114150025)

Kelompok 3 : 1. Nendia Nur Isni (114150022)


2. Firly Febrianne S. (114150028)
3. Dayu Aviana (114150029)
4. M. Taufik Noise (114150027)
5. Aldian Wahid A. (114150032)
6. Prahesta Ardhya K. (114150033)
7. Wahyu Satrio N. (114150044)

Kelompok 4 : 1. Umi Kalsum T. (114150037)


2. Kara Desiana K. (114150049)
3. Dilla Octavianti S. (114150059)
4. Foundry Giovanni (114150045)
5. Ready Bagas K. (114150051)
6. Arief Ramadhan B. (114150055)
7. Pitoyo Setiawan (114150057)
Teknologi Konversi Termal

Proses pengolahan limbah padat secara termal, digunakan secara baik untuk
pengurangan volume dan pemulihan energi, dan merupakan elemen yang penting
dalam banyak sistem pengelolaan limbah yang terintegrasi. Tujuan dari bab ini adalah
untuk memperkenalkan dasar-dasar proses termal dari sudut pandang teknik
lingkungan dan manajer sistem pembuangan limbah. Pemahaman tentang fungsi
pengolahan secara termal di sistem pengolahan limbah padat sangat penting untuk
memilih kebutuhan dan menetapkan standar kinerja. Karenanya fokus dari bab ini
adalah dasar-dasar analisis sistem dan bukan pada desain. Bab ini disusun dalam
beberapa bagian berikut: 1. Dasar-dasar dari pengolahan termal 2. Sistem pembakaran
3. Pirolisis system 4. Gasifikasi sistem 5. Sistem control lingkungan dan 6. Sistem
pemulihan energi.

13-1 Dasar-dasar Pengolahan Termal

Pengolahan limbah padat secara termal dapat didefinisikan sebagai konversi


limbah padat menjadi produk gas, cair dan padat, dengan serentak atau selanjutnya
pelepasan energi panas. Sistem pengolahan termal dapat diatur berdasarkan kebutuhan
udara (Lihat Gambar 13 - 1). Pembakaran dengan jumlah oksigen (atau udara) yang
tepat lah yang dibutuhkan untuk pembakaran sempurna yang dikenal sebagai
pembakaran stoikiometri. Pembakaran dengan oksigen melebihi persyaratan
stoikiometri disebut pembakaran excees-air. Gasifikasi adalah pembakaran tidak
sempurna limbah padat dalam kondisi sub-stoikiometri untuk menghasilkan gas yang
mudah terbakar yang mengandung karbon monoksida, hidrogen dan gas hidrokarbon.
Pirolisis adalah pengolahan sampah secara temal, tanpa memerlukan oksigen.
Gasifikasi dan pirolisis dibahas secara rinci pada bagian berikutnya.

Pembakaran Stoikiometri

Seperti yang telah dibahas dalam Bab 9, reaksi dasar untuk pembakaran stoikiometri
dari pembakaran karbon, hidrogen dan sulfur dalam fraksi organik MSW adalah
sebagai berikut:

Karbon, C + 𝑂2 𝐶𝑂2 (9-2)


12 32

Hidrogen, 2𝐻2 + 𝑂2 2𝐻2 O (9-3)


4 32

Sulfur S + 𝑂2 𝑆𝑂2 (9-4)


32,1 32

Jika diasumsikan bahwa dari berat udara kering mengandung 23,15 persen oksigen,
dan jumlah udara yang diperlukan untuk oksidasi dari 1lb karbon akan sama dengan
11,52 lb [(32/12)(1/0,2315)]. Jumlah belerang dan hidrogen adalah lb 34,56 dan 4,31,
masing-masing. Perlu dicatat bahwa jumlah hidrogen harus terlebih dahulu
disesuaikan dengan mengurangi satu-delapan persen oksigen dari total persen
hidrogen yang terdapat dalam limbah (pengurangan jumlah oksigen dalam limbah
bergabung dengan hidrogen bentuk air). Perhitungan pembakaran yang diperlukan
untuk menentukan jumlah udara yang diperlukan untuk pembakaran stoikiometri
diilustrasikan dalam contoh 9-2 Bab 9.

Pembakaran Excess-air

Karena sifat tidak konsisten yang dimiliki oleh limbah padat, pada hakikatnya akan
mustahil untuk membakar limbah padat dengan sejumlah stoikiometri dari udara.
Sebagai persentase kelebihan air meningkat, kadar oksigen gas buang meningkat dan
suhu pembakaran menurun; dengan demikian, pembakaran udara dapat digunakan
untuk mengontrol suhu pembakaran. Suhu sangat penting untuk mengontrol bau.
Ketika suhu pembakaran kurang dari sekitar 1450 F, emisi yang berbau dapat terjadi.
Diketahui bahwa suhu pembakaran lebih besar daripada 1800 F meminimalkan emisi
dioxin, Furan, senyawa organik volatile (VOC) dan senyawa lain yang memiliki
potensi berbahaya dalam gas buang. Dioxin dan furan dan cara mengontrolnya yang
dibahas dalam bagian 13-5. Perhitungan yang diperlukan untuk menilai efek dari
pembakaran excess-air diilustrasikan dalam contoh 13-1.

Contoh 13-1 Penetapan efek dari udara yang berlebih pada suhu dan komposisi dari
asap gas. Menetapkan komposisi dan suhu dari asap gas untuk limbah padat terdapat
pada table 3-7 dan contoh 3-3. Lihat efek dari udara yang mudah terbakar berlebih
pada asap gas. Diasumsikan keadaannya sebagai berikut:

1. Semua karbon yang awalnya hadir dikonversi menjadi CO2


2. Kandungan energi dari MSW sebesar 5065 Btu/lb, sebagai penetapan
dicontoh 3-4

Solusi

Buatlah tabel perhitungan untuk menentukan mol oksigen dan pon udara yang
dibutuhkan per 100 pon limbah padat untuk pembakaran stoikiometri.

Komponen Persen berata Berat atom Unit berat Mole O2 yang Reaksi pembakaran
atomb dibutuhkan dan produk

Karbon 27.4 12 2.283 2.283 C + O2 -> CO2

Hidrogen 3.6 1 3.6 0.9 2H2 + O2 -> 2H2O

Oksigen 23 16 1.438 -0.719

Nitrogen 0.5 14 0.036

Sulfur 0.1 32.1 0.003 0.003 S + O2 -> SO2

Air 21.4 18 1.189

Lembam 24.0

Total 100 2.467


a
Data dari contoh 3-3, step 2
b
kalkulasi sampel 27,4/12 = 2,283
Produk Mol gas buang
pembakaran
Dari pembakarana Dari udarab Total persen

CO2 2,283 0,004c 2,287 15,3

H20 2,000 + 1,189d 0,150 3,339 22,3

O2 - - - -

N2 0,018 9,3 9,318 62,3

SO2 0,003 0,003 < 0,1

Total 14,947 99,9

Mol udara per mole gas buang = 11,92/14,95 = 0,8

a
Data dari berasal dari perhitungan tabel untuk step 1
b
Mol udara per mol 100 lb limbah padat
c
Kalkulasi sampel, 11,92(0,0003) = 0,004
d
Mol kelembapan dari sampel asli

1. Mengatur tabel perhitungan untuk menentukan komposisi gas buang untuk


berbagai jumlah udara berlebih dengan asumsi 100 mol gas buang dari
pembakaran stoikiometri.
Persen Mol Total Komposisi gas, persen
kelebihan kelebihan mol
CO2 O2 N2 H2O SO2
udara udaraa dari
gas
0 0,0 100 15,3 0 62,3 22,3 <0,1

50 40b 140 10,9c 5,9d 66,8e 16,3f <0,1

100 80 180 8,5 9,2 69,3 12,9 <0,1

a
Mol kelebihan udara = persen kelebihan udara (mol udara/mol gas buang)
b
(50 persen kelebihan udara)(0,8) = 40
c
Persen CO2 = {[15,3+(40x0,0003)]/140}100 = 10,9
d
Persen O2 = {[40x0,2069)/140]100 = 5,9
e
Persen N2 = {[62,3+40(0,7802)]/140}100 = 66,8
f
Persen H2O = {[22,3 = 40(0,0126)]/140} = 16,3

2. Menentukan entalpi dari gas buang untuk 2 persentase dari kelebihan udara
pada Langkah # pada keempat suhu (1000,1500,2000, dan 2500 oF).
a. gunakan persamaan berikut dengan data entalpi yang diberikan pada
tabel terlampir

𝐵𝑡𝑢 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑔𝑎𝑠 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑚𝑜𝑙 𝑔𝑎𝑠 𝑏𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑜𝑙 𝑔𝑎𝑠
= [𝑙𝑏 𝑙𝑖𝑚𝑏𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡 𝑥 𝑚𝑜𝑙 𝑔𝑎𝑠 𝑏𝑢𝑎𝑛𝑔] x
𝑙𝑏 𝑙𝑖𝑚𝑏𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡
𝑏𝑡𝑢
[ ∑𝑓𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑚𝑜𝑙 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛 𝑔𝑎𝑠 𝑥 ]
𝑚𝑜𝑙 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛 𝑔𝑎𝑠

dimana mole gas buang berada di kondisi stokiometri dari Langkah 2


dan total mol gas buang termasuk kelebihan udara dari Langkah 3. (lihat
tabel halaman 615).

o
F CO2 O2 N2 H2O

1000 10,048 6,974 6,720 26,925

1500 16,214 11,008 10,556 31,743

2000 22,719 15,191 14,520 36,903

2500 29,539 19,517 18,609 42,405

a
Gas, kecuali air, pada tekanan 1 atm dan 77 oF
b. Sebuah sampel perhitungan entalpi pada 1000 oF dan 50% kelebihan
udara:
Btu pada gas buang/lb limbah padat = (0,1495 mol gas buang/ lb limbah
padat)(140/100)
X [0,109 (10,048 Btu/mole) + 0,059 (6974 Btu/mole)
+ 0,0668 (6720 btu/mole) + 0,163(26,925 btu/mole)]
= 2173 btu/lb limbah padat
c. Ringkasan perhitungan entalpi pada keempat temperature:
Temperature oF Btu pada gas buang/lb limbah padat

Kelebihan udara 50% Kelebihan udara


100%

1000 2173 2590

1500 3064 3714

2000 3995 4884

2500 4964 6101

3. Menentukan suhu dari gas buang pada kondisi 50 dan 100 persen kelebihan
udara
a. Jika diasumsikan kandungan energy dari limbah padat sebesar 5065 btu/lb
dan energinya hilang sebesar 15 persen, kemudian 4305 btu/lb dari limbah
padat harus tetep berada didalam gas buang.
b. Dengan interpolasi dari ringkasan tabel pada Langkah 4c, suhu dari gas
buang sebesar 2160 oF pada 50 persen kelebihan udara dan sekitar 1750 oF
pada kelebihan 100 persen udara

Ulasan. Teknik yang digunakan pada contoh ini dapat diperkirakan efek dari panas
yang hilang dan bermacam jumlah dari kelebihan udara pada saat pembakaran. Ini
tidak semuanya akurat, karena distribusi udara dalam pembakar MSW tidak
sepenuhnya seragam. Pada suatu kasus, distribusi udara sengaja diatur untuk
mengoperasikan beberapa bagian dari sistem pembakaran pada kondisi substokiometri
dan bagian lain saat kondisi kelebihan udara. Teknik mengontrol pembakaran ini
dibahas pada Sesi 13-5.

Pelepasan Panas dari Pembakaran

Panas yang dilepaskan dari proses pembakaran sebagian disimpan dalam produk
pembakaran dan sebagian ditransfer oleh konveksi, konduksi, dan radiasi ke dinding
sistem pembakaran, ke bahan bakar yang masuk dan residu. Sering kandungan energi
limbah padat didasarkan pada analisis nilai pemanasan masing-masing komponen
limbah (Lihat tabel 3-13 dan contoh 3-4). Pembakaran perhitungan yang diperlukan
untuk memperkirakan panas yang tersedia dari proses pembakaran untuk
mengkonversi uap dan akhirnya untuk daya listrik yang digambarkan dalam contoh
13-2.

Example 13-2. Bahan dan Panas Seimbang untuk Pembakaran Limbah Padat.
Menentukan panas yang tersedia dalam gas buang dari pembakaran 125 ton/d limbah
padat dengan karakteristik berikut.

Komponen Persen total Lb/day

Mudah terbakar 54,6 136.500

Tidak mudah terbakar 24,0 60.000

Air 21,4 53.500

Elemen Persen

Karbon 27,4

Hidrogen 3,6

Oksigen 23,0

Nitrogen 0,5

Sulfur 0,1

Air 21,4

Inerts 24,0

Asumsikan bahwa berlaku kondisi berikut :

1. Nilai pemanasan limbah padat adalah 5065 Btu/lb.


2. Residu mengandung 5 persen karbon yang tidak terbakar
3. Suhu : Udara masuk, 80˚F
Grate residu, 800˚F
4. Spesifik panas residu = 0,25 Btu/lb-˚F
5. Panas laten air = 1040 Btu/lb
6. Kehilangan radiasi = 0,005 Btu/Btu of gross heat input
7. Semua oksigen dalam limbah terikat sebagai air
8. Kebutuhan udara teoritis berdasarkan stoikiometri (lihat bab 9) :
karbon : (C + O2 CO2 ) = 11,52 lb/lb
hidrogen : (2H2 + O2 2H2O) = 34,56 lb/lb
sulfur : (S + O2 SO2) = 4,31 lb/lb
9. ----
10. Nilai pemanasan karbon adalah 14.000 Btu/lb
11. Kelembaban dalam pembakaran udara adalah 1 persen

Solusi
1. Buat tabel perhitungan untuk menghitung berat elemen dari limbah padat
Elemen Lb/d

Karbon = 0,274 (250.000) 68.500

Hidrogen = 0,036 (250.000) 9.000

Oksigen = 0,230 (250.000) 57.500

Nitrogen = 0,005 (250.000) 1.250

Sulfur = 0,001 (250.000) 250

Air = 0,214 (250.000) 53.500

Inerts = 0,240 (250.000) 60.000

Total 250.000

2. Hitung jumlah residunya :


Inerts = 60.000 lb/d
Total residu = 60.000/0,95 = 63.158 lb/d
Karbon dalam residu = 63.158 – 60.000 = 3.158 lb/d

3. Menentukan hidrogen dan air yang tersedia :


Hidrogen tersedia, % = (3,6% - 23,0%/8) = 0,725% = 1812
lb/d
Hidrogen terikat dalam air = 3,6% - 0,725% = 2,875% = 7188
lb/d
Terikat dalam air = oksigen + hidrogen terikat dalam air
= 57.500 + 7188 = 64.688 lb/d

4. Buat tabel perhitungan untuk menghitung udara yang dibtuhkan

Element Kebutuhan udara, lb/d

Karbon = (68.500 – 3.158) (11,52) 752.740

Hidrogen = 1.812 (34,56) 62.623

Sulfur = 250 (4,31) 1.078

Total udara teoritis kering 816.441*

Total udara kering termasuk kelebihan 100 1.632.882


persen
Kelembaban = 1.632.882 (0,01) 16.329

Total udara 1.649.211

*lb udara/ lb limbah padat = 816.441 lb udara/ 250.000 lb limbah padat = 3,27.
Hasil ini hampir sama dengan 3,42 lb udara/lb limbah padat pada Langkah 1dari
contoh 13-1,karena O2 dalam bahan bakar pada Contoh 13-1 dihitung sebagai
bilangan negatif dan bukan dalam hal udara terikat seperti pada contoh ini.

5. --------

6. Menyiapkan panas yang seimbang untuk proses pembakaran


Bahan Nilai, 106 Btu/d

Masukan panas kotor


2,5 x 105 lb/d (5065 Btu/lb) 1266,3

Kehilangan panas pada karbon yang tidak terbakar


3158lb/d (14.000 Btu/lb) -44,2

Kehilangan radiasi
0,005 Btu/Btu (1266,3 x 106 Btu/lb) -6,3

Kelembaban yang melekat


53.500 lb/d (1040 Btu/lb) -55,6

Kelembaban terikat dalam air


64.688 lb/d (1040 Btu/lb) -67,3

Kelembaban dari pembakaran hidrogen yang tersisa


16.308 lb/d (1040 Btu/lb) -17,0

Panas yang masuk dalam residu


63.158 lb/d [0,25 Btu/lb-˚F(800-80)˚F] -11,4

Total kehilangan -201,8

Panas yang tersedia di bahan bakar gas


(1266,3 – 201,8) x 106 Btu/d 1064,5

Efisiensi pembakaran
(1064,5 x 106 Btu/d/1266,3 x 106 Btu/d) x 100% 84,1%

komentar. Jika efisiensi pendidih 85 persen, maka efisiensi keseluruhan akan


sama dengan efisiensi pembakaran dikalikan dengan efisiensi pendidih (84,1% x
85%), sekitar 71,5 persen. Nilai ini konsisten dengan nilai yang diperoleh pada
sistem pembakaran MSW modern.

SISTEM PEMBAKARAN
Pembakaran dapat di definisikan sebagai proses pemanasan dari limbah padat
menggunakan oksidasi kimia dengan stoichiometri atau melepaskan sejumlah udara.
Hasil produk antara lain gas pembakaran panas, nitrogen, CO2, uap air dan residu yang
tidak terbakar. Energi didapatkan dari pertukaran panas dari gas pemanasan. Operasi
dasar tentang pembakaran limbah padat telah diidentifikasi dan di deskripsi
sebelumnya pada Chapter 9

Tipe – tipe sistem pembakaran

Pembakaran limbah padat dapat di rancang untuk mengoperasikan dua tipe limbah
padat: limbah padat campuran (pembakaran campuran) dan limbah padat yang telah
terproses RDF.

Sistem Pembakaran Campuran (Mass Fired)

Dalam sistem pembakaran campuran, limbah padat diproses secara minim terlebih
dahulu sebelum diletakkan di gerbong pengisian dari sistem. Derek dalam sistem ini
dapat secara manual menolak barang – barang yang tidak sesuai untuk pengolahan.
Harus dipastikan bahwa limbah padat yang akan diolah dapat masuk ke dalam sistem,
bukan termasuk barang yang tebal, bukan barang tidak terbakar yang besar (contoh:
Lemari es) dan bahkan bukan limbah berbahaya yang dengan sengaja atau tidak
sengaja masuk kedalam sistem.

Sistem tersebut harus dirancang untuk menangani limbah tanpa kerusakan terhadap
alat – alat. Kandungan energi dari limbah pembakaran campuran sangat bervariasi,
tergantung cuaca, musim dan sumber limbah. Meskipun dengan banyaknya
kekurangan diatas, Pembakaran campuran ini menjadi teknologi yang paling sering
digunakan.

Salah satu komponen penting dalam pembakaran campuran ini adalah sistem parut.
Fungsi dari sistem ini diantaranya pergerakan limbah melalui sistem, pencampuran
limbah dan injeksi udara pembakaran. Banyak variasi dari sistem ini berdasarkan dari
tukar-menukar, membatu atau perputaran elemen. Tipe tipe sistem parut ditampilkan
pada gambar 13-3.

Sistem Pembakaran RDF


Dalam pembakaran RDF, RDF terbakar pada api yang berjalan. Pada tempat itu
terdapat platform dimana RDF dapat terbakar dan menyiapkan kedalam udara perapian
untuk meningkatkan turbulen dan pembakaran yang seragam. Hasil terbaik
ddidapatkan dengan sistem pembakaran yang khususnya dirancang untuk RDF, tetapi
dengan pemasangan ketel bara api untuk membakar RDF atau RDF/campuran
batubara.

Operasi dari sistem ini pertama adalah pelepasan besi, kaca dan material lain yang
tidak dapat terbakar untuk memproduksi bahan bakar (RDF) yang telah dibahas di
chapter 9 dan 12. RDF dapat diproduksi dengan konsistensi untuk mendapatkan
spesifikasi yang tepat untuk energi, kelembaban dan kandungan debu nya. RDF dapat
diproduksi dalam wujud yang halus atau terdensifikasi dalam bentuk kubus. RDF
terdensifikasi memiliki biaya yang lebih mahal untuk diproduksi namun lebih mudah
untuk ditransportasikan dan disimpan.

Karena kandungan energi pada RDF kebih besar daripada bahan bakar Mass-fired
System, maka pembakaran RDF secara fisik lebih kecil. Sistem RDF dapat di kontrol
lebih efektif karena bahannya di alam lebih homogen yang menyebabkan kontrol
pembakaran yang lebih baik dan performa yang baik dalam pengotoran polusi udara
nya.

Fluidized Bed Combustion (FBC)

Fluidized Bed Combustion (FBC) adalah desain alternative untuk sistem pembakaran
konvensional. Dalam bentuk yang paling sederhana, sistem FBC memiliki bagian-
bagian seperti vertical steel cylinder yang biasanya tahan panas, dengan sand bed, grid
plate pendukung, dan pipa penyemprot udara yang biasa disebut tuyures. Ketika udara
dipaksa ke atas melalui tuyures, sand bed akan meng-fluidasi dan volume akan
membesar dua kali lipat dari volume normal. Bahan bakar padat, seperti batubara atau
RDF, dapat diinjeksikan kedalam reactor melalui bagian bawah atau atas bed yang
terfluidasi. Proses “pendidihan” yang terjadi pada sand bed memicu turbulensi dan
mencampur dan mengtransfer kalor menuju bahan bakar. Dalam proses operasi, bahan
bakar pembantu (gas alam atau bahan bakar minyak) digunakan untuk meningkatkan
temperatur bed mencapai temperatur operasi (1450-1750°F). Setelah proses awal,
biasanya bahan bakar pembantu tidak diperlukan, dikarenakan bed memiliki suhu
tinggi yang bertahan selama 24 jam, sehingga memungkinkan untuk mengulang proses
tersebut tanpa bahan bakar pembantu.

Sistem FBC merupakan sistem yang cukup serbaguna dan dapat dioperasikan pada
berbagai macam bahanbakar, termasuk MSW, lumpur, batubara, dan limbah kimia
lainnya.material untuk bed dapat berupa pasir atau batugamping (CaCO3). Ketika
batugamping digunakan, batugamping tersebut akan bereaksi dengan oksigen dan
sulfur dioksida (SO2) yang terbentuk dari proses pembakaran dari limbah yang
mengandung sulfur untuk melepas karbondioksida dan membentuk kalsiumsulfat
(CaSO4) yang dapat dibuang bersamaan dengan abu. Fungsi dari batugamping sebagai
material bed adalah membantu proses pembakaran batubara yang mengandung sulfur
tinggi dengan emisi sulfurdioksida yang rendah.

Beberapa sistem FBC digunakan untuk pembakaran limbah padat di dunia. Salah satu
dari pemasangan awal sistem ini adalah sebuah unit bed terfluidasi kecil (150-ton/hari)
yang berada di Lausanne, Switzerland. Alat tersebut digunakan untuk pembuangan
bersama pada MSW dan pengurangan limbah cair dengan treatment plant sludge
(lumpur tanaman). Panas yang dihasilkan oleh pemanas limbah menghasilkan uap
yang dimanfaatkan untuk pemanas dan pembangkit listrik. Sebuah unit yang lebih
besar (700ton/hari) dibangun di Duluth, Minnesota. Unit tersebut digunakan untuk
membuang 300 ton/hari dari unit pengolahan limbah cair dengan plant sludge
treatment dan 400 ton/hari MSW. MSW diproses pada sistem terlebih dahulu sebelum
pembakaran. Sebuah sistem FBC sebesar 390 ton/hari beroperasi di Fujisawa, Jepang.
Sistem tersebut memiliki hak milik dari desain FBC yang memperbolehkan
pembakaran massa pada MSW yang belum di proses

Sistem Pemulihan Panas

Hampir semua sistem pembakaran limbah padat baru yang saat ini dibangun di
Amerika Serikat dan eropa menggunakan pemulihan energi untuk membantu
mengimbangi biaya operasi dan mengurangi biaya modal peralatan untuk mengontrol
polusi udara. Energy dapat dipulihkan dari gas buang panas yang dihasilkan oleh
pembakaran MSW atau RDF dari dua metode: (1) ruang bakar waterwall dan (2) boiler
panas limbah, baik air yang panas atau uap dapat dihasilkan. Air panas dapat
digunakan untuk aplikasi pemanas ruangan atau pemanas industri yang memiliki suhu
rendah. Uap lebih serbaguna untuk digunakan, karena bisa digunakan untuk
pemanasan dan untuk pembangkit listrik. Pendapatan yang dihasilkan dapat separuh
dari biaya oprasional sistem.

Pemulihan panas juga memiliki efek menguntungkan dalam mengurangi biaya modal
dan operasi peralatan pengontrol polusi udara. Dalam prakteknya, di mana sistem
pembakaran MSW tanpa menggunakan peralatan pemulihan panas, ditemukan bahwa
dari 100 sampai 200 persen udara exess harus disiapkan untuk memenuhi kebutuhan
pembakaran dan turbulensi dan kontrol slagging dan akumulasi bahan pada dinding
sistem pembakaran. Aliran gas buang yang dihasilkan dari penggunaan sistem seperti
itu mahal karena kapasitas ekstra yang dibutuhkan untuk peralatan pengontrol polusi
udara. Sebaliknya ketika sistem pemulihan panas digunakan, ditemukan bahwa dari
50 sampai 100 persen kelebihan udara cukup memadai, sehingga mengurangi ukuran
perangkat kontrol polusi udara. Pendinginan gas buang yang terjadi selama pemulihan
panas juga mengurangi volume gas buang.

Ruang bakar waterwall dalam metode ini, dinding ruang bakar dilapisi dengan tabung
boiler yang disusun vertikal dilas bersama-sama di bagian sambungan. Air yang
disirkulasikan melalui tabung menyerap panas yang dihasilkan di ruang bakar,
menghasilkan uap. Biasanya area dinding tungku yang berdekatan dengan grates
dilapisi dengan bahan tahan api (tahan panas) untuk melindungi tabung dari suhu yang
berlebihan dan abrasi mekanis (lihat gambar 13-7). Pembakaran limbah dalam metode
ini, ruang pembakaran pada tungku dilapisi dengan bahan pengisi untuk mengurangi
kehilangan panas melalui dinding tungku. Gas buang panas dilewatkan melalui boiler
panas limbah sparate yang berada
Eksternal ke ruang bakar. Metode pemulihan ini biasa digunakan pada unit
pembakaran modular, yang akan dibahas nanti di bab ini. Dalam beberapa kasus, ada
kemungkinan untuk memasang kembali boiler panas limbah pada bahan yang sudah
ada

sebelumnya. Tungku Linen (lihat gambar 13-8).

Analisis sistem pemulihan panas pada dasarnya adalah penukar panas. Panas dari
limbah yang terbakar ditransfer ke fluida kerja (air) dengan cara pada gradien suhu
antara gas buang dan fluida kerja. Desain dan analisis sistem perpindahan panas pada
dasarnya sama dengan pembangkit listrik tenaga batu bara atau minyak.

Analisis yang disederhanakan dapat saya gunakan dengan menggunakan tingkat


produksi uap, yang menghubungkan produksi uap dengan kandungan energi limbah.
Seperti ditunjukkan pada tabel 131 tingkat produksi uap berkisar 1,5 sampai 4,3 ton
limbah uap / ton, tergantung pada kandungan energi dan kelembaban limbah.

Kriteria dari Sistem Seleksi

Seleksi dari sistem pengolahan termal adalah suatu usaha yang kompleks dan mahal.
Kebanyakan sistem yang dibangun pada beberapa bentuk kontrak 'turnkey', di mana
satu tingkat produksi uap untuk pembakaran MSW*
Tabel13-1

Barang kandungan energi yang diterima, HHV, Btu /


lb
6500 6000 5000 4000 3000
Kualitas MSW
Kelembaban,% 15,0 18,0 25,0 32,0 39,0
Tidak mudah 14,0 16,0 20,0 24,0 28,0
terbakar,%
mudah terbakar,% 71,0 66,0 55,0 44,0 33,0
uap yang dihasilkan
ton / ton MSW 4,3 3,9 3,2 2,3 1,5
* Diadaptasi dari Ref . S

Tabel 13-2

kriteria kinerja untuk pembakaran limbah kota padat

Keterangan Barang Unit Keterangan


Tingkat Nominal ton / d Berdasarkan MSW yang tercampur untuk sistem massa-
dipecat atau RDF
output listrik kW Tidak termasuk penggunaan listrik internal. Berdasarkan
kotor(gross) tingkat nominal dan dtandar kandungan energi MSW atau
RDF, harus ditentukan
output listrik bersih kW Termasuk semua penggunaan internal dan kehilangan
(net)
Ketersediaan h / yr Perkiraan waktu bahwa sistem akan hidup, termasuk
kelonggaran bagi seluruh pemeliharaan terjadwal secara
teratur
emisi udara lb / d * sebagai diperlukan untuk memenuhi federal, negara bagian,
dan pengendalian pencemaran udara lokal
Peralatan - Spesifikasi peralatan pengendalian pencemaran udara yang
pengendalian diperlukan untuk memenuhi peraturan emisi udara
pencemaran udara
Residu padat ton / d Perkiraan residu dari kedua ash bottom dan fly ash,
berdasarkan unit operasi serupa dan uji coba.
pembuangan limbah gal / Perkiraan kualitas dan kuantitas air limbah
air db
Tenaga kerja Orang Termasuk manajemen, operasi dan staf pemeliharaan
biaya modal S Termasuk rekayasa, konstruksi, dan biaya modal situs kerja,
struktur, dan semua peralatan
Biaya operasi S / Termasuk tenaga kerja, perawatan rutin dan perbaikan,
tahun utilitas, dan biaya pembuangan residu padat dan limbah
a
juga ditentukan oleh izin dan peraturan dalam hal konsentrasi (lihat Bagian 13-5)
B
parameter mutu meliputi BOD, pH, logam berat dan lain-lain seperti yang
dipersyaratkan oleh izin pembuangan lokal dan negara.
Kontraktor bertanggung jawab lengkap untuk desain dan konstruksi sistem. Atau,
beberapa sistem dibangun di bawah kontrak dengan layanan lengkap, di mana desain
kontraktor, membangun dan mengoperasikan sistem untuk jumlah tahun yang tetap.

Kriteria Kinerja Teknik.


Seorang lulusan teknik lingkungan memainkan peran perantara dalam sistem proses
seleksi dengan menyiapkan satu set spesifikasi kinerja rekayasa, yang menentukan
kinerja sistem bukannya rincian teknologi spesifik seperti jenis grate atau sistem
penanganan abu(ash). Spesifikasi kinerja menghasilkan sistem yang paling hemat
biaya, karena mereka memperluas kompetisi dan mendorong kemajuan teknis oleh
industri. Kriteria kinerja yang khas kembali tercantum dalam Tabel 13-2. Mereka
termasuk throughput, kehandalan, penurunan volume dan berat, emisi udara, keluaran
energi, kebutuhan ruang, dan persyaratan keperluan.

Kriteria Kinerja Ekonomi.


Kinerja ekonomi dari sistem pengolahan termal juga harus dievaluasi untuk memilih
antara sistem yang bersaing. Cara terbaik untuk membandingkan cara cara alternatif
adalah dengan menggunakan penetapan biaya siklus hidup, yang menyumbang biaya
operasi dan pemeliharaan selama masahidup sistem. Industri limbah padat telah
mengembangkan pendekatan standar untuk penetapan biaya siklus hidup, yang dikenal
sebagai pro forma income statement. Pendekatan untung-saat ini-yang layak
digunakan untuk menormalkan modal dan biaya operasi dan pendapatan untuk basis
waktu 'zero year’ , sehingga memungkinkan biaya yang akan dievaluasi secara dollar
per ton. Sebuah program komputer untuk menghitung pro forma laporan laba rugi
dijelaskan dalam Ref.45

SISTEM PIROLISIS

Definisi dari pirolisis banyak yang mengatakan sebuah proses pemanasan dari
limbah atau sampah dalam keadaan tidak ada oksigen. Sayangnya terdapat sedikit
perbedaan definisi dalam beberapa literatur, ada juga yang mendefinisikan bahwa
pirolisis sebenarnya adalah sistem gasifikasi. Keduanya, baik sistem pirolisis dan
gasifikasi digunakan untuk mengubah limbah padat menjadi gas, cair, dan bahan bakar
padat. Perbedaan utama keduanya dimana sistem pirolisis menggunakan sumber panas
external untuk mendorong reaksi pirolisis endotermik di lingkungan bebas oksigen,
sedangkan sistem gasifikasi bersifat mandiri dan menggunakan udara atau oksigen
untuk pembakaran sebagian limbah padat.

DESKRIPSI

Kebanyakan dari zat organik tidak stabil secara termal, dalam kondisi udara
bebas terbagi menjadi dua kombinasi yaitu retak secara termal dan reaksi kondensasi
yang akan berakhir menjadi fraksi gas, cair, dan padat. Pirolisis adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan proses yang sangat eksotermik. Proses pirolitik
sangat endotermik yang membutuhkan sumber panas eksternal. Untuk alasan ini,
istilah destilasi destruktif sering digunakan sebagai alternatif dari istilah pirolisis.

Tiga komponen utama fraksi yang dihasilkan dari proses pirolisis adalah
sebagai berikut:

1. Aliran gas, mengandung terutama hidrogen, metana, karbon


monoksida, karbon dioksida, dan berbagai gas lainnya tergantung pada
karakteristik organik dari bahan yang telah dipirolasi.
2. Fraksi cair, terdiri dari aliran tar atau minyak yang mengandung asam
asetat, aseton, metanol, dan hidrokarbon oksigen kompleks dengan
pengolahan tambahan, fraksi cair dapat digunakan sebagai bahan bakar
minyak sintetis sebagai pengganti yang konvensional.(No. 6)
3. Arang, yang terdiri dari karbon hampir murni ditambah bahan yang tak
bereaksi yang semula ada dalam limbah padat.

Untuk selulosa C6H10O5, berikut adalah reaksi yang telah disarankan untuk
mewakili reaksi dari sistem pirolisa (19):

3(C6H10O5) 8H2O + C6H8O + 2CO + 2CO2 + CH4 + H2 + 7C (13-1)

Pada persamaan (13-1) diatas, cairan tar atau senyawa minyak yang
biasanya diperoleh diwakili oleh C6H8O. Telah ditemukan bahwa distribusi
produk.

Suhu (°F) limbah (lb) Gas (lb) Asam Arang (lb) Massa
pyroligenus terkumpul
dan tar, (lb) (lb)
900 100 12,33 61,08 24,71 98,12
1200 100 18,64 59,18 21,8 99,62
1500 100 23,69 59,67 17,24 100,59
1700 100 24,36 58,7 17,67 100,73

Dalam tabel Misalnya, cairan tar atau minyak mentah yang biasanya muncul
oleh ekspresi C6H8. Hal ini telah ditemukan bahwa distribusi fraksi produk sangat
bervariasi dengan suhu kritis di mana pirolisis terjadi/dilakukan. Representasi data
dalam produk sesuai fungsinya pada operasi suhu dapat dilihat pada tabel 13-3.
Analisis tipikal pirolisis gas yang sesuai fungsinya diberikan pada tabel 13-4. Energi
mengandung minyak pirolitik yang telah diperkirakan kandungannya sekitar
9000btu/lb. Dibawah dari kondisi gasifikasi maksimal, telah di perkirakan kandungan
energi dari hasil gas dapat mencapai 700Btu/ft3.

Masalah Operasional dengan Sistem Pirolisis MSW

Hanya satu skala penuh dari sistem pirolisis MSW yang dibangun di Amerika
Serikat. Dibangun di daerah El Cajon, California. System pirolisis sesaat tidak
mencapai tujuan utama operasional ( tujuannya yaitu banyak produksi yang laku
terjual pada minyak pyrolisis) dan telah dimatikan setelah hanya dua tahun beroperasi.

Diagram alir sederhana dari sistem ini dapat dilihat pada gambar 13-9. Bagian
depan sampai belakang sistem menggunakan dua tahap mengiris, klasifikasi udara,
menyimpan, dan pengeringan untuk memproduski fraksi organik yang berkualitas
sangat bagus. Logam besi, alumunium, dan gelas juga akan pulih/ kembali, dengan
separasi magnetik, pemisahan arus eddy, dan flotasi buih masing masing. Bagian dari
sistem pirolisis terdiri dari beberapa proses putaran yang saling berkaitan.

Tabel 13-4
Komposisi gas untuk pirolisis berdasarkan fungsi terhadap suhu

Gas Persen berdasarkan Volume


900F 1200F 1500F 1700F
H2 5,56 16,58 28,55 32,48
CH4 12,43 15,91 13,73 10,45
CO 33,5 30,49 24,12 35,25
CO2 44,77 31,78 20,59 18,31
C2H4 0,45 2,18 2,24 2,43
C2H6 3,03 3,06 0,77 1,07
Jumlah 99,74 100 100 99,99

Gambar13-9
Diagram Skema Occidental Flash Pyrolysis sistem untuk bagian zat organik yang
berasal dari limbah padat kota.

Beberapa proses yang saling berhubungan. Produk akhir terdiri dari


minyak pirolitik, gas. arang, dan abu.

Seperti yang diharapkan dari sistem yang begitu kompleks, banyak


masalah operasional yang timbul. Berdasarkan analisis, kegagalan utama
sistem disebabkan dari beberapa faktor lain, termasuk:
1. Kegagalan sistem front-end untuk memenuhi spesifikasi kemurnian untuk
aluminium dan kaca, yang mempengaruhi sistem ekonomi
2. Kegagalan sistem untuk menghasilkan minyak pirolisis yang dapat dijual.
Minyak yang dihasilkan memiliki kadar air 52 persen. bukan 14 persen yang
diprediksi dari hasil pilot plant. Kelembaban yang meningkat dalam minyak
menurunkan kadar energi menjadi 3600 Btu / lb, dibandingkan dengan 9100
Btu / lb yang diprediksi oleh uji coba pilot plant.
Komentar

Pirolisis masih banyak digunakan pada proses industri untuk memproduksi


arang dari kayu, kokas dan gas kokas dari batu bara, dan bahan bakar gas dan pitch
dari fraksi petroleum berat. Terlepas dari penggunaan pirolisis pada industri,
proses pirolisis pada limbah padat nampaknya belum berhasil. Penyebab utama
kegagalan teknologi pirolisis di masa lalu tampaknya tetap melekat sangat
kompleks.

Meskipun sistem seperti sistem pirolisis piramida hulu api bukan merupakan
keberhasilan komersial namun menghasilkan data desain dan operasional yang
berharga yang dapat digunakan oleh perancang masa depan. Jika ekonomi yang terkait
dengan produksi bahan bakar cair sintetis berubah, pyrolisis sekali lagi dapat menjadi
proses yang ekonomis untuk pengolahan termal limbah padat. Namun jika bahan bakar
gas diinginkan, gasifikasi adalah teknologi yang lebih sederhana dan hemat biaya.

13-4 SISTEM GASIFIKASI


Gasifikasi adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan
proses pembakaran parsial dimana bahan bakar sengaja dibakar dengan udara
stoikiometri yang kurang. Meskipun prosesnya ditemukan pada abad kesembilan
belas, namun baru belakangan ini diterapkan pada pengolahan limbah padat.

DESKRIPSI DARI PROSES GASIFIKASI


Gasifikasi adalah teknik hemat energi untuk mengurangi volume limbah
padat dan pemulihan energi. Pada dasarnya, proses ini melibatkan pembakaran
sebagian bahan bakar berkarbon untuk menghasilkan gas bahan bakar yang mudah
terbakar yang kaya akan karbonmonoksida, hidrogen, dan beberapa hidrokarbon
jenuh, terutama metana. Gas bahan bakar yang mudah terbakar kemudian dapat
dibakar dalam mesin pembakaran internal, turbin gas, atau ketel uap dengan kondisi
udara berlebih. Perkembangan historis dan teori dasar. gasifikasi adalah teknik hemat
energi untuk mengurangi volume limbah padat dan pemulihan energi. Pada dasarnya,
proses ini melibatkan pembakaran sebagian bahan bakar berkarbon untuk
menghasilkan gas bahan bakar yang mudah terbakar yang kaya akan
karbonmonoksida, hidrogen, dan beberapa hidrokarbon jenuh, terutama metana. Gas
bahan bakar yang mudah terbakar kemudian dapat dibakar dalam mesin pembakaran
internal, turbin gas, atau ketel uap dengan kondisi udara berlebih. Perkembangan
historis dan teori dasar dari operasi dengan proses gasifikasi akan didiskusikan dalam
paragraph selanjutnya.

Sejarah perkembangan. Gasifiers telah digunakan sejak abad ke-19, gasifiers


batubara pertama dibangun di Jerman oleh Bischof 1839 dan oleh siemens, 1861.
Gasifiers Siemens terutama digunakan untuk bahan bakar tungku industri berat.
Pengembangan perangkat lunak pembersihan dan pendinginan gas oleh dowson di
Inggris, 1881, memperluas penggunaan gasifiers ke tungku kecil dan mesin
pembakaran dalam [43].
Pada awal 1990an, teknologi gasifiers telah maju sampai pada titik di mana
hampir semua jenis residu selulosa, seperti lubang zaitun, jerami, dan kerang kenari
bisa digasifikasi. Gasifiers awal ini digunakan terutama untuk menyediakan bahan
bakar untuk mesin pembakaran internal stasioner untuk penggilingan dan penggunaan
pertanian lainnya. Portable gasifiers juga muncul di tahun 1900-an. Mereka digunakan
untuk kapal, mobil, truk, dan traktor. Dorongan nyata untuk pengembangan teknologi
gasifier adalah kekurangan bensin dari perang dunia II. Selama tahun-tahun perang,
Prancis memiliki lebih dari 60.000 mobil bakar arang, sementara swedia memiliki
sekitar 75.000 pembakaran kayu, bus, mobil, truk, dan kapal yang dilengkapi gasifier.
Dengan kembalinya bensin dan solar yang relatif murah dan berlimpah setelah akhir
perang dunia II, teknologi gasifier hampir terlupakan.

Teori Gasifikasi. Selama proses gasifikasi, lima reaksi utama terjadi:

C+O2 CO2 exothermic (13-2)


C+H2O CO+H2 endothermic (13-3)

C+CO2 2CO endothermic (13-4)

C+2H2 CH4 exothermic (13-5)

CO+H2O CO2+H2 exothermic (13-6)

Panas untuk mempertahankan proses berasal dari reaksi eksotermik, sedangkan


komponen yang mudah terbakar terutama dihasilkan oleh reaksi endotermik. Untuk
diskusi lebih lanjut tentang teori gasifikasi dan kinetika reaksi, pembaca merujuk pada
ref. 43 dan 45.

Ketika gasifier dioperasikan pada tekanan atmosfir dengan udara sebagai


oksidan. Produk akhir dari proses gasifikasi adalah gas Btu rendah yang biasanya
mengandung (volume) 10 persen CO2, 20 persen CO, 15 persen H2, dan 2 persen CH4,
dengan keseimbangan N2, karbon yang mengandung karbon dan inerts awalnya dalam
bahan bakar; dan cairan yang kondusif menyerupai minyak pirolitik. Karena efek
pengenceran nitrogen di udara input, gas Btu yang rendah memiliki kandungan energi
sekitar 150 Btu / ft3. Operasi gasifiers udara yang tertiup angin cukup stabil, dengan
kualitas gas yang cukup konstan yang diproduksi dengan berbagai tingkat input udara.
Kemampuan untuk berfungsi di bawah kondisi beban yang berbeda dikenal sebagai
rundown ratio. Bila oksigen murni digunakan sebagai oksidan dan bukan udara, seperti
pada sistem puroks, gas Btu medium dapat diproduksi dengan kandungan energi
sekitar 300 Btu / ft3.

Tipe Gasifier

Ada lima tipe dari gasifiers 1.vertical fixed bed 2.horizontal fixed bed
3.fluidized bed 4.multiple hearth 5.rotary kiln. Karena tiga jenis pertama adalah yang
paling banyak digunakan, mereka akan dijelaskan secara singkat pada subbagian
folllowing.

Vertikal Fixed Bed. Gasifier vertikal fixed bed memiliki sejumlah keunggulan
dibanding jenis gasifiers lainnya, termasuk kesederhanaan dan biaya modal yang
relatif rendah. Namun, jenis reaktor ini lebih sensitif terhadap karakteristik mekanik
bahan bakar; Ini membutuhkan bahan bakar homogen yang seragam, seperti RDF
padat. Seperti ditunjukkan pada Gambar 13-10, aliran bahan bakar melalui gasifier
adalah dengan gravitasi, dengan udara dan bahan bakar mengalir bersamaan melalui
reaktor. Produk akhir dari proses ini terutama adalah gas Btu rendah dan char. Hal ini
juga memungkinkan untuk mengoperasikan reaktor vertikal fixed bed dalam mode
aliran arus balik, dengan udara dan gas bergerak ke atas melalui reaktor.

Pengoperasian gasifier fixed bed vertikal menggunakan RDF padat sebagai bahan
bakar telah ditunjukkan pada skala pilot. Gasifier dioperasikan pada suhu rendah 1200
sampai 1500 F) mode nonslagging,

Gambar 13-10 Skema Diagram dari gasifikasi vertical fix bed

menghasilkan gas Btu rendah (sekitar 150 Btu / ft3). Sejumlah kecil cairan kondensat
dan karat dan abu kering. Karakter char ini ditemukan memiliki karakteristik adsorptif
yang serupa dengan karbon aktif komersial dan mungkin berguna untuk perawatan
lanjutan air limbah.

Btu gas rendah yang dihasilkan oleh sistem diuji dalam mesin diesel tiga silinder Ford.
Mesin hanya membutuhkan sedikit modifikasi untuk dioperasikan dengan kombinasi
gas Btu rendah (80 persen input energi) dan solar.
Gambar 13-11 Percobaan system gasifier untuk menolak bahan bakar turunan

Gambar 13-12
Diagram skematik sistem pengujian emmisi untuk eksperimen menolak sistem gasifikasi bahan
bakar turunan
Dari uji dinamometer ditemukan bahwa mesin yang dimodifikasi
menghasilkan 76 persen output yang sama seperti yang dihasilkan mesin diesel 100
persen sama.
Gasifikasi memiliki potensi untuk mencapai emisi polusi udara rendah dengan
perangkat kontrol polusi udara yang disederhanakan. Hasil pengujian emisi udara,
dengan menggunakan peralatan yang ditunjukkan pada gambar. 13-12, dalam tabel
13- 5. Aparatus mensimulasikan pembakaran gas BTu rendah dalam boiler dengan
cara pembakaran gas dalam sistem afterburner. Siklon efisiensi tinggi yang sederhana
digunakan untuk kontrol partikulat sebelum afterburner. Emisinya sebanding dengan
atau kurang dari emisi dari sistem pembakaran udara berlebih yang menggunakan
sistem kontrol emisi yang jauh lebih kompleks.
Tabel 13-5
Emisi gas gasifier
Emisi Unit Nilai
NO2 ppmv 60 - 115
SO2 gr/dscm 0.091 – 0.227
Noncondensible
ppmv <1
hydrocarbons
Total particle emission
gr/dcsm 0.068 – 0.164
rate (EPA Method 5)
Particle cut diameter
m 8
(hasil impactor tests)
Gambar 13-13
Komposisi dari sistem gasifier yang diberi oksigen untuk MSW komersil
Proses gasifikasi secara vertikal dapat dioperasikan dengan oksigen murni
sebagai oksidan, bukan udara. Operasi dengan hasil oksigen murni dalam produksi gas
medium-Bru dengan kandungan energi 240 sampai 320 Btu / ft3 dan komposisi gas
rata-rata 50 persen CO, 30 persen H2, 14 persen CO2, 4 persen CH4, 1 persen
hidrokarbon, dan 1 persen N2 [26, 28, 29]. Sistem seperti itu dikembangkan oleh
perusahaan carbide dan dipasarkan sebagai sistem pembersihan. Seperti yang
ditunjukkan pada gambar 13-13, sistem terdiri dari reaktor, sistem front-end minimal
(hanya shredding), kereta pembersihan gas (precipitator elektrostatik, penyerap asam,
kondensor, dan pemurni air) dan pabrik oksigen. gasifier dioperasikan pada suhu yang
relatif tinggi (2600 sampai 3000oF), menghasilkan terak cair sebagai produk
sampingan. Meski alat percontohan berhasil diuji pada berbagai limbah, termasuk
Municipal Solid Waste (MSW) dan limbah lumpur, sistem pembersihan tidak lagi di
produksi komersial.
Gasifisikasi secara horisontal telah menjadi tipe yang paling banyak tersedia
secara komersial. Ironisnya, hal itu tidak biasa disebut sebagai tembakan gas
melainkan dengan istilah pemborosan udara (insinerator), pembakar udara terkontrol,
atau pembakar pirolitik. terminologi yang digunakan pada bagian ini adalah unit
pembakaran modular seperti yang digunakan dalam ref. 5
Sebuah MCU, seperti ditunjukkan pada Gambar 13-14, terdiri dari dua
komponen utama: ruang bakar primer dan ruang bakar sekunder. Di ruang utama,
limbah digasifikasi oleh pembakaran partisan di bawah kondisi substoikiometri,
menghasilkan gas Btu rendah, yang kemudian mengalir ke ruang bakar sekunder, di
mana ia dibakar dengan udara berlebih. Pembakaran sekunder menghasilkan gas suhu
tinggi (1200 sampai 1600 oF) dari pembakaran sempurna (CO2, H2O, N2), yang dapat
digunakan untuk menghasilkan uap atau air panas pada boiler panas limbah yang
terpasang. Kecepatan dan turbulensi yang rendah di ruang bakar utama meminimalkan
endapan partikulat dalam aliran gas, yang menyebabkan emisi partikulat lebih rendah
daripada pada pembakar udara berlebih konvensional.
Unit pembakaran modular tersedia secara komersial dari beberapa
manufaktur dengan ukuran standar mulai dari 100 sampai 8400 lb / hr dalam kapasitas.
Unit-unit tersebut diprakarsai pabrik dan dikirim dengan truk atau kereta api ke lokasi
proyek, di mana mereka memerlukan tenaga kerja minimum untuk pemasangan. Fitur
MCU ukuran yang lebih besar terus menyuplai dan sebagai pemindahan. Unit
berukuran lebih kecil dioperasikan dalam mode sekumpulan dan dimuat secara
manual. Biasanya, mereka dimuat selama jam kerja dan dibiarkan tanpa pengawasan
semalaman.
Saat boiler pemulihan panas dipasang, uap atau air panas yang dihasilkan
harus disesuaikan dengan hati-hati ke pasar terdekat. Aplikasi yang umum termasuk
pembakaran sisa kayu di pabrik kayu lapis dimana uap digunakan dalam proses
produksi, dan pembakaran MSW di gedung industri dan perkantoran kecil.
Alas terfluidisasi. Penggunaan pembakaran unggun terfluidisasi untuk
pembakaran udara berlebih MSW telah dibahas sebelumnya. Dengan sedikit
modifikasi, sistem pembakaran unggun terfluidisasi dapat dioperasikan dalam mode
sub stoikiometri sebagai gasifier. Beberapa uji coba skala pilot telah dilakukan dengan
limbah padat kota sebagai bahan bakar. Sebuah gasifikasi bahan bakar bergeser 1 ton
/ jam didorong oleh RDF telah ditunjukkan di Kingston, Ontario. Gasifier bed fluidized
ganda telah dikembangkan di Jepang. Sistem ini menggunakan dua alas terfluidisasi,
satu untuk bahan bakar dan satu untuk pembakaran hangus, menggunakan pasir
sebagai media perpindahan panas antara dua alas, yang menghasilkan gas medium-
Btu. Sistem gasifikasi unggun terfluidisasi menggunakan dRDF telah dibangun di
Italia. Sistem ini menghasilkan gas Btu rendah, yang digunakan dalam boiler untuk
produksi uap dan listrik.

BAB 14
TEKNOLOGI KONVERSI BIOLOGIS DAN KIMIA
Tujuan dari bab ini adalah untuk mengenalkan dan meninjau kembali proses biologis dan
kimia yang dapat digunakan untuk mengubah fraksi organik msw menjadi produk konversi
gas, cair, dan padat. Fokus utama bab ini adalah pada proses biologis, karena penggunaannya
paling umum untuk transformasi bahan limbah organik. Proses biologis yang dipertimbangkan
dalam bab ini meliputi pengomposan aerobik, pencernaan anaerob padat rendah, pencernaan
anaerob padat tinggi, dan pencernaan anaerobik padat / pengomposan aerobik. Sebelum proses
biologis individu dipertimbangkan, beberapa prinsip biologis dasar, yang mendasar bagi
semua proses biologis, harus diperkenalkan.

14-1 PRINSIP BIOLOGI

Sebelum mempertimbangkan proses spesifik yang digunakan untuk konversi limbah


biologis, akan sangat membantu untuk meninjau ulang
(1) Persyaratan gizi umum dari mikroorganisme yang biasa ditemukan di fasilitas konversi
limbah padat,
(2) Jenis metabolisme mikroba berdasarkan kebutuhan akan oksigen molekuler,
(3) Jenis mikroorganisme yang penting dalam konversi limbah padat,
(4) Persyaratan lingkungan
(5) Transformasi aerob dan anaerobik, dan
(6) Pemilihan proses

Persyaratan Nutrisi untuk Pertumbuhan Mikroba


Untuk terus bereproduksi dan berfungsi dengan baik, bubur organisme memiliki
sumber energi; karbon untuk sintesis jaringan sel baru, dan unsur anorganik (nutrisi)
seperti nitrogen, fosfor, sulfur, potassium, kalsium, dan magnesium. Nutrisi organik
(faktor pertumbuhan) juga diperlukan untuk sintesis sel. Sumber karbon dan energi,
biasanya disebut substrat, dan persyaratan unsur hara dan faktor pertumbuhan untuk
berbagai jenis organisme dipertimbangkan dalam pembahasan berikut.

Sumber Karbon dan Energi. Dua sumber karbon yang paling umum untuk jaringan
sel adalah karbon organik dan karbon dioksida. Organisme yang menggunakan karbon
organik untuk pembentukan jaringan sel disebut heterotrof. Organisme yang
mendapatkan karbon dari karbon dioksida disebut autotrof. Konversi karbon dioksida
ke jaringan sel organik adalah proses reduktif, yang membutuhkan masukan energi
bersih. Organisme autotrofik karenanya harus menghabiskan lebih banyak energi
untuk sintesis daripada heterotrof, yang menghasilkan tingkat pertumbuhan yang
umumnya lebih rendah di antara autotrof.
Energi yang dibutuhkan untuk sintesis sel dapat diberikan oleh cahaya atau dengan
reaksi oksidasi kimia. Organisme yang mampu menggunakan cahaya sebagai sumber
energi disebut phototrophs. Organisme fototrofik dapat berupa heterotrofik (bakteri
sulfur tertentu) atau bakteri autotrofik (bakteri ganggang dan fotosintetik). Organisme
yang memperoleh energinya dari reaksi kimia dikenal sebagai chemotrophs. Seperti
fototrof, chemptrophs bisa berupa heterotrofik (protozoa, jamur, dan kebanyakan
bakteri) atau autotrofik (bakteri nitrifikasi). Chemoautotrophs memperoleh energi dari
oksidasi senyawa anorganik yang berkurang, seperti amonia, nitrit dan sulfida.
Chemoheterotroph biasanya memperoleh energinya dari oksidasi senyawa organik.
Klasifikasi mikroorganisme oleh sumber energi dan karbon sel dirangkum dalam
Tabel 14-1.
Tabel 14.1
Klasifikasi Mikroorganisme oleh Sumber Energi dan Karbon
Klasifikasi Sumber Energi Sumber Karbon

Autotrophic
Photoautotrophic Cahaya CO2
CO2
Chemoautotrophic Reaksi reduksi oksidasi anorganik
Heterotrophic
Chemoheterotrophic Reaksi reduksi oksidasi anorganik Karbon organik
Photoheterotrophic Cahaya Karbon organik

Kebutuhan Nutrisi dan Faktor Pertumbuhan. Nutrisi, bukan karbon atau sumber
energi, terkadang merupakan bahan pembatas sintesis dan pertumbuhan sel mikroba.
Nutrisi anorganik utama yang dibutuhkan oleh mikroorganisme adalah nitrogen (N),
belerang (S), fosfor (P), kalium (K), magnesium (Mg), kalsium (Ca), besi (Fe), natrium
(Na), dan klorin (Cl). Nutrisi penting kecil meliputi seng (Zn), mangan (Mn),
molibdenum (Mo), selenium (Se), kobalt (Co), tembaga (Cu), nikel (Ni), dan tungsten
(W).
Selain nutrisi anorganik yang baru saja disebutkan, beberapa organisme mungkin juga
membutuhkan nutrisi organik. Nutrisi organik yang dibutuhkan, yang dikenal sebagai
faktor pertumbuhan, adalah senyawa yang dibutuhkan oleh organisme sebagai
prekursor atau konstituen dari bahan sel organik yang tidak dapat disintesis dari
sumber karbon lainnya. Meskipun persyaratan faktor pertumbuhan berbeda dari satu
organisme ke organisme lainnya, faktor pertumbuhan utama termasuk dalam tiga kelas
berikut: (1) asam amino, (2) purin dan pirimidin, dan (3) vitamin

Proses Gizi Mikro dan Konversi Biologis. Tujuan utama dalam kebanyakan proses
konversi biologis adalah konversi bahan organik ke dalam limbah ke produk akhir
yang stabil. Dalam menyelesaikan jenis pengobatan ini, organisme kemoheterotrofik
sangat penting karena kebutuhan mereka akan senyawa organik sebagai sumber
karbon dan energi. Fraksi organik MSW biasanya mengandung sejumlah nutrisi yang
memadai (baik secara anorganik maupun organik) untuk mendukung konversi biologis
dari limbah. Dengan beberapa limbah komersial, bagaimanapun, penambahan nutrisi
diperlukan untuk pertumbuhan bakteri yang tepat dan untuk degradasi selanjutnya dari
sampah organik.

Jenis Metabolisme Mikroba


Organisme kemoheterotrofik dapat dikelompokkan lebih lanjut sesuai dengan tipe
metabolik dan kebutuhannya akan oksigen molekuler. Organisme yang menghasilkan
energi dengan transpor elektron yang dimediasi enzim dari donor elektron ke akseptor
elektron eksternal (seperti oksigen) dikatakan memiliki metabolisme pengalihan.
Sebaliknya, metabolisme fermentasi tidak melibatkan partisipasi akseptor elektron
eksternal. Fermentasi adalah proses penghasil energi yang kurang efisien daripada
repirasi: sebagai konsekuensinya, organisme heterotrofik yang sangat fermentasi
ditandai oleh tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dan hasil sel dibandingkan
heterotrof pernafasan.
Ketika oksigen molekul digunakan sebagai akseptor elektron dalam metabolisme
pernafasan, prosesnya dikenal sebagai respirasi aerobik. Organisme yang bergantung
pada respirasi aerobik untuk memenuhi kebutuhan energiknya hanya bisa ada bila ada
suplai oksigen molekuler. Organisme ini disebut obligat aerobik. Senyawa anorganik
teroksidasi seperti nitrat dan sulfat dapat berfungsi sebagai akseptor elektron untuk
beberapa organisme pernafasan karena tidak adanya oksigen molekuler (lihat Tabel
14-2). Dalam rekayasa lingkungan, proses yang memanfaatkan organisme ini sering
disebut sebagai anoksik.
Organisme yang menghasilkan energi dengan fermentasi dan itu hanya bisa ada di
lingkungan yang tidak memiliki oksigen yang bersifat anaerobik. Ada kelompok
mikroorganisme lain, yang memiliki kemampuan untuk tumbuh baik dalam
keberadaan atau tidak adanya molekul oksigen. Organisme ini disebut anaerob
fakultatif.
Organisme fakultatif dibagi menjadi dua subkelompok, berdasarkan kemampuan
metabolisme mereka. Anaerob fakultatif sejati dapat beralih dari metabolisme
pernafasan yang berfermentasi ke aerobik, tergantung pada ada tidaknya molekul
oksigen. Aerotolerant anaerob memiliki metabolisme fermentasi yang ketat tetapi
relatif tidak peka terhadap keberadaan oksigen molekuler..

Lingkungan Penerima Elektron Proses


Aerobic Oxygen, O2 Metabolisme aerobic
Anaerobic Nitrate, NO3- Denitrifikasi
Sulfate, SO42- Reduksi sulfat
Carbon dioxide, CO2 Methanogenesis

Jenis Mikroorganisme
Mikroorganisme umumnya diklasifikasikan berdasarkan struktur dan fungsi sel,
seperti eukariota, eubakteri, dan archabacteria, seperti ditunjukkan pada Tabel 14-3.
Kelompok prokariotik (eubacteria dan archaebacteria) sangat penting dalam konversi
biologis dari fraksi organik dari limbah padat dan umumnya disebut hanya sebagai
bakteri. Kelompok eukariotik mencakup tumbuhan, hewan, dan protista. Eucaryotes
penting dalam konversi biologis limbah organik meliputi jamur, ragi, dan
aktinomisetes. Karena pentingnya konversi biologis dari limbah organik, organisme
ini dijelaskan secara singkat dalam paragraf berikut.
Grup Struktur Sel Karakter Anggota yang
mewakili
Eucaryotes Eucaryotic Multiseluler dengan Tanaman (bibit
(mempunyai diferensiasi luas sel tanaman, pakis, lumut)
inti) dan jaringan Hewan (vertebrata,
avertebrata)
Unicellular atau Protisrs (alga, jamur,
coenocytic atau protozoa)
mycelia; sedikit atau
tidak ada perbedaan
jaringan
Eubacteria Procaryotic Kimia sel mirip Kebanyakan bakteri
(tidak ada dengan eukariota
membrane inti)
Archaebacteria Procaryotic Kimia sel yang khas Methanogens,
(tidak ada halophiles,
membrane inti) thermacidophiles

Persyaratan lingkungan

Kondisi lingkungan dari suhu dan ph memiliki efek penting terhadap kelangsungan hidup dan
pertumbuhan mikroorganisme. Secara umum, pertumbuhan optimal terjadi dalam kisaran suhu
dan nilai pH yang cukup sempit, walaupun mikroorganisme tersebut mungkin dapat bertahan
dalam batas yang jauh lebih luas. Misalnya, suhu di bawah optimum biasanya memiliki efek
yang lebih signifikan terhadap laju pertumbuhan bakteri daripada suhu di atas optimum. Telah
diamati bahwa tingkat pertumbuhan dua kali lipat dengan kira-kira setiap kenaikan 10 c suhu
sampai suhu optimum tercapai. Sesuai dengan rentang suhu di mana mereka berfungsi paling
baik, bakteri dapat diklasifikasikan sebagai psikofil, mesofilik, atau termofilik. Kisaran suhu
khas untuk bakteri di masing-masing kategori disajikan pada tabel 14-4.

Konsentrasi ion hidrogen, dinyatakan sebagai ph, bukanlah faktor signifikan dalam
pertumbuhan mikroorganisme, dalam dan dari dirinya sendiri, dalam kisaran 6 sampai 9 (yang
mewakili seribu kali lipat perbedaan dalam konsentrasi ion hidrogen). Secara umum, ph
optimum untuk pertumbuhan bakteri terletak antara 6,5 dan 7,5. Namun, ketika ph di atas 9.0
atau di bawah 4.5 nampak bahwa molekul asam lemah atau basa yang tidak terdisosiasi dapat
memasuki sel lebih mudah daripada ion hidrogen dan hidroksida, dengan mengubah ph
internal, merusak sel.
Kadar air merupakan persyaratan lingkungan penting lainnya untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Kandungan moisure dari limbah organik yang harus dikonversi harus
diketahui, terutama jika proses kering seperti pengomposan harus digunakan. Dalam banyak
operasi pengomposan, perlu menambahkan air untuk mendapatkan aktivitas bakteri yang
optimal. Penambahan air dalam proses fermentasi anaerob akan bergantung pada
karakteristik limbah organik dan jenis proses anaerobik yang digunakan.

konversi biologis dari sampah organik membutuhkan sistem biologis untuk berada dalam
keadaan keseimbangan dinamis. untuk membangun dan mempertahankan kesetimbangan
dinamis, lingkungan harus bebas dari konsentrasi inhibitor logam berat, amonia, sulfida, dan
unsur penyusun lainnya.

Tabel 14-4 Beberapa rentang suhu yang khas untuk berbagai bakteri
Suhu oC
Tipe
Rentang (Jarak) Optimal
Psychrophilic -10 – 30 15
Mesophilic 20 – 50 35
Thermophilic 45 – 75 55

Transformasi biologis aerobic

Transformasi aerobik secara umum dari limbah padat dapat dijelaskan dengan menggunakan
persamaan berikut
Bahan organik + O2 + Nutrisi Bakteri Sel Baru + Bahan organik resistan +CO +H2O +
NH3 + SO42- + ... + panas (4-20)

Jika bahan organik dalam limbah padat terwakili (secara molar) sebagai CaHbOcNd, produksi
sel baru dan sulfat tidak dipertimbangkan, dan komposisi bahan tahan terwakili (berdasarkan
molar) sebagai CwHxOyNz, maka jumlah oksigen diperlukan untuk stabilisasi aerobik dari
fraksi organik biodegradable msw dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan
berikut:

CaHbOcNd + 0.5 (ny + 2s +r – c)O2 nCwHxOyNz + sCO2 +rH2O + (d – nx)NH3 (14-1)


Dimana: r = 0.5 [b – nx – 3(d-nx)]
s = a - nw

Istilah chon dan chon mewakili komposisi mol empiris dari bahan organik yang pada
awalnya ada dan pada akhir proses. Jika konversi lengkap selesai, ekspresi yang sesuai
adalah
4𝑎+𝑏−2𝑐−3𝑑 𝑏−3𝑑
CaHbOcNd +( 4
)O2 aCO2 + ( 2
)H2O+d NH3 (14-2)

Dalam banyak kasus amonia, nh3. Yang dihasilkan dari oksidasi bahan organik karbon
dioksidasi lebih lanjut menjadi nitrat, no3 (proses yang dikenal sebagai nitrifikasi). Jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk oksidasi amonia menjadi nitrat dapat dihitung dengan
persamaan berikut:

NH3 + 32O2 HNO2 + H2O (14-3)

HNO2 + 12O2 HNO3 (14-4)

NH3 + 2O2 H2O + HNO3 (14-5)

perhitungan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk stabilisasi limbah padat disiapkan
diilustrasikan pada contoh 14-1

Hal 678

Contoh 14-1 persyaratan oksigen untuk konversi limbah padat aerobik. Tentukan jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi 1000 lb limbah padat organik secara aerob.
asumsikan bahwa komposion awal bahan organik yang akan didekomposisi diberikan oleh
[C6H7O2(OH)3]5, bahwa komposisi akhir bahan organik sisa diperkirakan [C6H7O2(OH)3]5, dan
bahwa 400 lb material remin setelah proses oksidasi.

1. Menentukan mol hadir materi awalnya dan pada akhir proses konversi biologis

1000 𝑙𝑏
[(30𝑥12)+(50𝑥1)+(25𝑥16)]
= 1.23

400 𝑙𝑏
[(12𝑥12)+(20𝑥1)+(10𝑥16)]
= 1.23

2. Tentukan mol bahan yang meninggalkan proses per mol bahan memasuki proses

1.23
n= 1.23 = 1.0
3. Tentukan nilai untuk a, b, c, d, w, x, y, z, dan kemudian tentukan nilai r dan s pada
persamaan (14-1)
4. Tentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan.
O2, lb = 0.5(ny =2s + r - c)O2
= 0.5 [1.0(10) + 2(18) + 15.0 – 25.0]1.23(32)
= 708 lb (321 kg)

5. Cek perhitungan dengan menggunakan bahan

684
Pemilihan Proses Biologi
Proses Aerobik dan Anaerobik keduanya merupakan sebuah tempat dalam manajemen
limbah padat. Beberapa proses menawarkan keuntungan yang berbeda-beda. Secara umum
menjalankan proses anaerobik lebih rumit dibandingkan dengan proses aerobik akan tetapi
proses anaerobik menawarkan keuntungan pemulihan energy dalam bentuk gas methan dan
demikianlah produsen energy bersih. Proses aerobik disisi lain merupakan energy bersih
karena oksigen harus disuplai untuk mengkonversi limbah, tetapi mereka menawarkan
keuntungan relative melalui operasi sederhana dan jika benar diop[erasikan dapat secara
signifikan mengurangi volume bahan organik dari limbah padat domestik. Keuntungan relatif
dari proses aerobik dan anaerobik terdapat pada table 14.5. Karakterisitik operasional dari
kedua system proses pengolahan limbah padat aerobik dan anaerobik dideskribsikan di bagian
selanjutnya.
14-2. Pengomposan Aerobik
Pengomposan aerobik adalah proses biologi yang paling umum digunakan untuk
konversi bagian organik limbah padat domestic untuk menstabilkan unsur hara seperti
material yang disebut sebagai kompos. Aplikasi dari pengomposan aerobik termasuk
sampah pekarangan, limbah padat domestic, limbah kota campuran, dan pemngomposan
kembali dengan lumpur air limbah. Proses deskripsi dan petunjuk desain intuk
pengomposan aerobik terdapat pada bagian berikut ini

Deskripsi Proses
Semua proses pengomposan aerobik adalah hampir seperti yang mereka gabungkan
dalam langkah dasar 1. Sebelum memproses limbah domestik (2) dekomposisi aerobik
dari fraksi bahan organik limbah domestic dan (3) sebelum persiapan produk dan
pemasaran basahi, keringkan
Karakteristik Proses Aerobik Proses Anaerobik
Penggunaan energi Konsumsi ramah energi Memproduksi energy ramah
Produk akhir Humus, CO2, H2O Lumpur, CO2, CH4
Pengurangan volume Lebih dari 50% Lebih dari 50%
Waktu proses 20 -30 hari 20-40 hari
Tujuan utama Pengurangan volume Produksi energy
Tujuan kedua Produksi kompos Mengurangi volume,
stabilisasi limbah

685
tumpukan statisdan dalam kapal adalah 3 prinsip dalam metode yang digunakan dalam
pengomposan dari fraksi organik limbah padat domestic (lihat gambar14.2) Metode ini
dapat menggambarkan mengenai chapter 9 secara detail. Yang mana proses utama
berbeda dalam metode yang digunakan untuk mengeringkan fraksi organik dari limbah
padat, prinsip biologi tetap sama ketika didesain dan dijalankan secara tetap, semua
produk akan memiliki kualioitas pengomposan yang hamper sama sekitar waktu periode
yang sama pula.
Proses Mikrobiologi dari proses pengomposan aerobik suksesif fakultatif dan
mewajibkan mikroorganisme aerobik dalam keadaan aktif. Pada fase mulanya proses
komposting, bakteri Mesophiliv merupakan yang paling dominan. Setelah suhu pada
kompos meningkat bakteri thermophilic yang selanjunya mendominasi, dipimpin oleh
jamur thermophilic Setelah muncul antara 5 – 10 hari. Pada tahapan terakhir atau periode
pemulihan pada waktu yang telah ditentukan. Actinometes dan molds muncul. Karena
jumlah konsentrasi yang signifikan dari mikro organisme ini mungkin tidak dapat hadir /
muncul pada beberapa jenis limbah yang terdegradasi secara bilogi. Perlu menambahkan
material pengomposan kedalam limbah tersebut.
Semua mikroba aerobik pada proses pengomposan adalah mirip. Parameter penting yang
mngendalikan proses pengomposan aerobik termasuk kadar air, rasio C/N, dan
temperature. Untuk limbah organik yang paling terbio degradasi dalam sekali
penambahan kadar air diperlukan kesesuaian level antara 50 – 60 % dan massa aerasi
mikroba makin meningkat. Mikroorganisme aerobik yang mana memanfaatkan oksigen.
Memberi makan bahan organik dan mengembangkan jaringan sel dari nitrogen, fosfor,
beberapa karbon dan kandungan nutrisi lainnya. Banyak dari karbon berfungsi sebagai
sumber energy dari organisme dan terbakar dan terespirasi sebagai karbon dioksida.
Karena karbonm organik dapat membantu sebagai sumber energy dan sell karbon. Lebih
dari karbon dibutuhkan kemudian sebagain contoh adalah nitrogen.
686
Desain dan Pertimbangan Operational
Prinsip desain mempertimbangkan asosiasi dengan posisi dekomposisi biologi aerobik
sebagai persiapan limbah padat yang terdapat pada table 14-6. Itu dapat disimpulkan dari
table ini yang mempersiapkan proses pengomposan yang tidak hanya berupa tugas
sederhana khususnya jika hasil optimum merupakan penghargaan. Sebagai alas an
bbanyak dari pengomposan pelaksanaan komersail yang telah dikembangkan dengan
teknologi modern dan menghasilkan fasilitas desain yang dilaporkan pada table 14-6 dan
dikendalikan oleh efektifitas. Pertimpangan prinsip desain telah didiskusikan pada
paragaf selanjutnya.
Ukuran partikel. Banykla dari material itu merupakan penyatuan dari fraksi organik
limbah padat domestic yang dalam bentuk tidak jelas/tidak umum. Hasil yang tidak biasa
ini dikurangi oleh secara substansial dengan merobek-robek material organik sebelum
mereka dilakukan pengomposan. Partikel ukuran influen adalah massa jenis, friksi dalam,
dan karaktersitik aliran, dan kandungan dalam material. Yang paling penting dari
semuanya adalah pengurangan ukuran partikel meningkatkan reaksi biokimia saat proses
pengomposan aerobik.Ukuran partikel yang paling diinginkan adalah kurang dari 2 inhes
(5 cm). Tetapi semakin besar partikel yang di komposkan. Ukuran partikel dari material
yang dikomposkan agar diatur untuk beberapa produk hasil yang dibutuhkan dan
pertimbangan ekonomi.\
Rasio Karbon hingga nitrogen. Faktor yang paling kritis untuk pengomposan adalah rasio
karbon untuk nitrogen. Nilai optimal dari limbah organik adalah antara 20 -25. Seperti
yang ditunjukkan pada table 14-7. Lumpur memiliki rasio karbon nitrogen yang rendah
seperti daun dan Koran dengan C/N rasio yang relative tinggi. Itu sebaiknya dicatat di
ratio C/N yang diberikan pada tabel 14-7adalah berdasarkan total Karbon dan Nitrogen
yang kering. Secara umum semua nitrogen organik terdapat pada bahan organik paling
banyak tersedia karena tidak semua material tersedia seperti kasus yang tidak ke
semuanya tersedia nitrogen biodegradasi. Tetapi hanya bagian organik karbon yang
terbiodegradasi. Pencampuran dari sampah tinggi karbon dan rendah nitrogen dengan
limbah yang katya nitrogen telah digunakan sebagai penghargaan optimum untuk C/N
rasio pengomposan.

688
Pencampuraqn dan pembibitan 2 faktor desai itu mungkin dapat dicampurkan dengan
fraksi organik limbah padat perkotaan dengan rasio C/N dengan kadar air. Analisis
Laboratorium biasanya dibutuhkan untuk mendeterminasi bagaimana macam material
organik yang sebaiknya bisa dicampurkan untuk pengomposan aerobik. Jika fraksi
organik dari limbah padat domestic menganding jumlah kertas yang signifikan atau
meningkat banyak jumlah karbon selain marial organik seperti limbah peternakan
,lumpur, pupukdari limbah cair pengolalahan tanaman dapat dicampur untuk
meningkatkan nilai rasio C/N kea rah optimum. Pencampuran limbah dengan rasio C/N
optimum diilustrasikan pada gambar 14-3. Kurang lebih sama seperti material yang
terlalu basah dan terl;alu kering untuk pengomposan yang baik dapat dicampur dalam
proporsi untuk mendapatkan kadar air yang optimum. Pembibitan termasuk dala m
penambahan volume budaya mikroba dalam jumlah besar untuk memberikan dampak
dekomposisi untuk memperoleh material dalam sebuah waktu yang relative cepat.
Tabel 14-7

Kandungan Nitrogen dan nominal rasio C/N dari material kompos (kering)
Bahan Percent N Rasio C/N
Limbah pengolahan
makanan
Limbah buah 1,52 34,8
Limbah pemotongan hewan 7,0-10,0 2,0
Kulit kentang 1,5 25,0

Kotoran
Kotoran sapi 1,7 18,0
Kotoran kuda 2,3 25,0
Kotoran babi 3,75 20,0
Kotoran unggas 6,3 15,0
Kotoran kambing 3,75 22,0

Lumpur
Lumpur aktif terpakai 1,88 15,7
Lumpur aktif mentah 5,6 6,3

Kayu dan jerami


Limbah pabrik kayu 0,13 170,0
Gandum (Oat) jerami 1,05 48,0
Serbuk gergaji 0,10 200,0-500,0
Gandum jerami 0,3 128,0
Kayu pinus 0,07 723,0

Kertas
Kertas campuran 0,25 173
Koran 0,05 983
Kertas buram 0,01 4490
Majalah 0,07 470
Surat 0,17 223

Limbah perkarangan
Potongan rumput 2,15 20,1
Daun 0,5-1,0 40,0-80,0

Biomassa
Eceng gondok 1,96 20,9
Rumput bermuda 1,96 24
Contoh 14-3 Pencampuran limbah untuk hasil optimum rasio C/N. Dedaunan dengan rasio C/N 50
dicampur dengan limbah lumpur aktif dari bangunan pengolahan air dengan rasio C/N 6,3.
Berdasarkan proporsi dari setiap komponen untuk campuran rasio C/N 25. Asumsinya mengikuti
kondisi seperti:

1. Kelembaban lumpur = 75%


2. Kelembaban daun = 50%
3. Nitogen dari lumpur = 5,6%
4. Nitrogen dari daun = 0,7%

Pemecahan

1. Menentukan persentase komposisi dari dedaunan dan lumpur


Untuk 1 lb dedaunan :
Air = 1 lb (0,50) = 0,50 lb
Bahan kering = 1 lb – 0,50 lb = 0,50 lb
N = 0,50 lb (0,007) = 0,0035 lb
C = 50 (0,0035 lb) =0,175 lb
Untuk 1 lb lumpur
Air = 1 lb (0,75) = 0,75 lb
Bahan kering = 1 lb – 0,75 lb = 0,25 lb
N = 0,25 lb (0,056) = 0,014 lb
C = 6,3 (0,014 lb) =0,0882 lb
2. Menentukan jumlah dari lumpur yang ditambahkan pada 1 lb dedaunan untuk
mencapai rasio C/N sebesar 25 :
C C pada 1 lb dedaunan + x(C pada 1 lb lumpur)
= 25 =
N N pada 1 lb dedaunan + x(N pada 1 lb lumpur)
Dimana x = berat lumpur yang dibutuhkan
0,175 + 𝑥(0,0882)
25 =
0,0035 + 𝑥(0,014)
0,33 lb lumpur⁄
𝑥= 1 lb dedaunan
3. Mengecek rasio C/N dan kandungan kelembababn dari hasil pengadukan.
Untuk 0,33 lb lumpur
Air = 0,33 lb (0,75) = 0,25 lb
Bahan kering = 0,33 lb (0,25) = 0,08 lb
N = 0,33 lb (0,014) = 0,005 lb
C = 0,33 lb (0,0882) = 0,03 lb
Untuk 0,33 lb lumpur + 1 lb dedaunan
Air = 0,25 lb + 0,50 lb = 0,75 lb
Bahan kering = 0,08 lb + 0,50 lb = 0,58 lb
N = 0,005 lb + 0,0035 = 0,008 lb
C = 0,03 lb + 0,175 = 0,205lb
Mencari rasio C/N
C 0,205 lb C
= = 25,6
N 0,008 lb N
Mencari kandungan kelembaban
0,75 𝑙𝑏 𝑎𝑖𝑟 0,75 𝑙𝑏
Kelembaban = = = 56%
0,75 𝑙𝑏 𝑎𝑖𝑟+0,58 𝑙𝑏 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 1,33 𝑙𝑏
Komentar. Komposisi lumpur dengan limbah perkarangan adalah metode
menambahkan nitrogen untuk meningkatkan kesuburan. Karena potensi pathogen
dan limbah logam berat, kualitas kompos harus terpantau dengan hati-hati.

Kelembaban. Kelembaban optimum dari kompos adalah pada sekitar 50% - 60%.
Kelembaban dapat diatur dengan mencampurkan bahan atau ditambahkan air. Ketika
kelembaban dari kompos di bawah 40%, laju kompos akan melambat.

Pengadukan/Perputaran. Pengadukan pertama kali dari limbah organik umumnya untuk


menambah atau mengurangi kelembaban optimum. Pengadukan dapat digunakan untuk
mencapai distribusi nutrisi dan mikroorganisme yang lebih seragam. Perubahan
material organic selama proses kompos adalah factor operasi yang sangat penting
dalam menjaga aktivitas aerob. Karena perubahan khususnya dari kandungan
kelembaban, karakteristik limbah, dan kebutuhan udara, tidak mungkin untuk
menentukan frekuensi minimum putaran atau jumlah dalam persyaratan umum.
Untuk limbah organic mempunyai kelembaban maksimal sekitar 55 sampai 60 persen
dan periode kompos selama 15 hari, perubahan pertama dusarankan pada hari
ketiga. Setelah itu, perubahan setiap hari selanjutnya total empat sampai lima kali
perubahan.
Suhu. Sistem kompos aerob dapat dioperasikan pada keadaan mesofilik, 30 sampai
38 0C (85 sampai 1000F), atau termofilik, 55 sampai 600C (131 sampai 1400F).
temperature regional. Kenaikan suhu yang diamati pada kompos limbah aktif
disebabkan oleh reaksi eksotermis yang bersamaan dengan system metabolisme;
lihat Eq (14-1). Timbunan yang teraerasi dan dalam sistem kompos, suhu dapat diatur
dengan memantau suhu dan mengontrol aliran udara. Dalam produksi kompos dari
bahan organik dan limbah daur ulang, suhu hanya bisa diatur secara tidak langsung,
dari perbedaan perubahan frekuensi berdasarkan besaran suhu. Profil rentang suhu
tertentu diamati dalam produksi kompos diilustasikan pada gambar 14-5. Umumnya,
suhu akan turun 5 sampai 100C setelah perbahan, tetapi akan kembali pada tingkat
sebelumnya dalam beberapa jam. Suhu berkurang setelah 10 sampai 15 hari pada
sampah organik daur ulang yang telah siap dioksidasi.

Pengontrol Patogen. Penghancuran organisme patogenik merupakan elemen yang penting


dalam proses kompos, ini akan mempengaruhi suhu dan proses aerasi. Data titik kematian
termal pada organisme patogen diringkas dalam tabel 14-8. Seperti yang ditampilkan dalam
table 14-8. Kematian patogen disebabkan dari fungsi waktu dan suhu. Contohnya, spesies
bakteri Salmonella bisa dimusnahkan selama 15 sampai 20 menit ketika terpapar pada suhu
600C, atau selama 1 jam pada 550C. Dari table 14-8, ini kenyataannya bahwa
Gambar 14-5. Tipe suhu dan range pH diamati pada metode windrow

Tabel 14-8
Suhu dan waktu pemaparan yang diperlukan untuk penghancuran beberapa patogen
dan parasit* yang umum
Organisme Pengamatan
Tidak ada pertumbuhan melampaui 46 0C; mati
dalam waktu 30 menit pada suhu 55-60 0C dan
Salmonella typhosa
dalam 20 menit pada suhu 60 0C; dalam waktu
singkat hancur pada lingkungan kompos
Mati dalam waktu satu jam pada suhu 55 0C
Salmonella sp.
dan dalam waktu 15-20 menit pada suhu 60 0C
Shigella sp. Mati dalam 1 jam pada suhu 55 0C
Kebanyakan mati dalam 1 jam pada suhu 55 0C
Escherichia coli
dan pada 15-20 menit pada suhu 60 0C
Mati dalam beberapa menit pada suhu 45 0C
Entamoeba histolytica cysts
dan dalam beberapa detik pada suhu 55 0C
Taenia saginata Mati dalam beberapa menit pada suhu 55 0C
Mati secara cepat pada 55 0C; langsung mati
Trichinella spiralis larvae
pada suhu 60 0C
Mati dalam 3 menit pada 62-63 0C dan dalam
Brucella abortus or Br. Suis
11 jam pada suhu 55 0C
Micrococcus pyogenes var. aureus Mati dalam 10 menit pada suhu 50 0C
Streptococcus pyogenes Mati dalam 10 menit pada suhu 54 0C
Mati dalam 15-20 menit pada suhu 66 0C atau
Mycobacterium tuberculosis var. hominis
setelah dipanaskan sebentar pada suhu 67 0C
Corynebacterium diphtheria Mati dalam 45 menit pada suhu 55 0C
Necator americanus Mati dalam 50 menit pada suhu 45 0C
Mati dalam waktu kurang dari 1 jam pada suhu
Ascaris lumbricoides eggs
lebih dari 50 0C

*dari kolom 6
Catatan : 1.8 x (0C) + 32 = 0F
Tabel 14-9
Persyaratan EPA untuk pengendalian patogen dalam proses pengkomposan*
Kebutuhan Penjelasan
Menggunakan sistem in-vessel, metode
aerated static pile, atau metode windrow.
Proses untuk secara signifikan mengurangi
Limbah padat dijaga pada kondisi operasi
patogen
minimum dari 40 0C untuk 5 hari. Selama
(PSRP)
empat jam selama periode ini, suhu melebihi
55 0C
Menggunakan metode in-vessel atau metode
Proses untuk lebih mengurangi patogen aerated static pile, Limbah padat dijaga pada
(PFRP) kondisi operasi
dari 55 0C atau lebih besar selama tiga hari
Menggunakan metode windrow. Limbah
padat dijaga pada kondisi operasi 55 0C atau
lebih besar paling sedikit 15 hari selama
masa pengomposan. Juga, Selama periode
suhu tinggi akan ada minimal lima putaran
windrow

*Criteria for Classification of Solid Waste Disposal Facilities and Practices, U.S. EPA, Federal
Register 44:179 (1979)

Sebagian besar patogen akan hancur dengan cepat saat semua bagian tumpukan
kompos dikenai suhu sekitar 55 0C, hanya sedikit yang bisa bertahan pada suhu hingga
67 0C untuk waktu singkat. Penghapusan semua mikroorganisme patogen dapat
dilakukan dengan membiarkan limbah pengomposan mencapai suhu 70 0C selama 1
sampai 2 jam. U. S. Enviromental Protection Agency telah mensyaratkan standar suhu
waktu tertentu untuk mengendalikan patogen dalam sistem pengomposan (lihat tabel
14-9). Kondisi ini mudah ditemui dalam sistem pengomposan yang beroperasi dengan
baik. Mikrobiologi dan kinetika penonaktifan panas patogen dibahas secara lebih rinci
pada 5, 6, dan 7.

Persyaratan udara. Dalam proses dengan aerasi paksa, seperti pada metode aerated
static pile dan metode system in-vessel, total kebutuhan udara dan laju alir udara
merupakan parameter desain yang penting. Perhitungan total kebutuhan udara dan
laju alir udara untuk metode sistem in-vessel digambarkan pada contoh 14-4.
Perhitungan untuk metode aerated static pile system hampir sama.

Contoh 14-4 persyaratan udara untuk metode system in-vessel. Tentukan jumlah
udara yang dibutuhkan untuk mengomposkan satu ton limbah padat dengan
menggunakan sistem pengomposan in-vessel dengan aerasi paksa. Asumsikan bahwa
komposisi fraksi organik dari MSW yang akan dikomposkan diberikan oleh
C60.0H94.3O37.8N (ditentukan pada contoh 4-2, langkah ke- 4). Asumsikan bahwa
kondisi dan data berikut berlaku:
1. Kelembaban kandungan fraksi organik dari MSW = 25%
2. Padatan volatil, VS = 0.93 x TS (total padatan)
3. Biodegradasi padatan volatile, BVS = 0.60 x VS
4. Efisiensi konversi BVS yang diharapkan = 95%
5. Waktu pengkomposan = 5 hari
6. Oxygen demand adalah 20, 35, 25, 15, 5% untuk periode pengomposan 5 hari
berturut-turut
7. Amonia yang dihasilkan selama penguraian aerobik limbah hilang ke
atmosfer
8. Kandungan udara 23 persen O2, dan berat spesifik udara sama 0.075 lb/ft3
9. Faktor 2 kali udara yang sebenarnya disuplai akan diperlukan untuk
memastikan bahwa kandungan oksigen udara tidak turun di bawah 50 persen
dari nilai awalnya.

Solusi
1. Tentukan massa biodegradasi padatan volatile dalam satu ton air organik
massa BVS = 1.0 ton x 2000 lb/ton x 0.75 (bahan kering)x 0.93 x
0.60
= 837.05 lb
2. Tentukan konversi massa BVS yang diharapkan
konversi massa BVS = 837.05 x 0.95 = 795.2 lb
3. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk penguraian satu pound BVS
menggunakan Eq (14-2), seperti yang diberikan di bawah ini :

4𝑎+𝑏−2𝑐−3𝑑 𝑏−3𝑑
CaHbOcNd + ( )O2 aCO2 + ( )H2O + dNH3
4 2

Untuk komposisi kimia yang diberikan, koefisiennya yaitu a = 60.0, b = 94.3,


c = 337.8, dan d = 1. Persamaan yang seimbang adalah :

C60.0H94.3O37.8N + 63.93 O2 60.0 CO2 + 45.7 H2O +


NH3
1433.1 2045.8 2640.0 822.6 17.0

2045.8 𝑙𝑏 𝑂
2 2 𝑙𝑏 𝑂
O2 yg dibutuhkan = 1433.1 𝑙𝑏 𝐵𝑉𝑆 𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 = 1.43 𝑙𝑏 𝐵𝑉𝑆 𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖

4. Tentukan jumlah total udara yang dibutuhkan untuk satu ton MSW,
mengandung 795.2 lb dari BVS, seperti yang ditentukan pada langkah 2 :

𝑙𝑏 𝑂2
( 795.2 𝑙𝑏 𝐵𝑉𝑆 𝑥 1.43 )
Udara yang dibutuhkan = 𝑙𝑏 𝑂2
𝑙𝑏 𝐵𝑉𝑆 𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖
𝑙𝑏 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = 65,921 ft3 udara
(0.23 𝑥 0.0075 3 )
𝑙𝑏 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑓𝑡 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎

5. Tentukan kapasitas peralatan aerasi yang dibutuhkan, nyatakan dalam ft3/min

0.35
(65.921 𝑓𝑡 3 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑥 2 𝑥 )
Udara yang dibutuhkan = 𝑚𝑖𝑛
𝑑
= 32.0 ft3/min
(1440 )
𝑑

Komentar. Laju alir dihitung dengan menggunakan 35 persen dari total kebutuhan
oksigen, hari yang paling kritis. Dalam operasi pengomposan sebenarnya, beberapa
BVS akan diubah menjadi jaringan sel. Namun, karena udara juga diperlukan untuk
konversi BVS ke jaringan sel, perhitungan yang disajikan dalam contoh ini, yang
didasarkan pada asumsi bahwa semua BVS dikonversi, masuk akal.
1. Kontrol pH
Pengaturan pH merupakan parameter penting lainnya dalam mengevaluasi
lingkungan dari mikroba dan stabilisasi limbah. Sebuah nilai pH, seperti suhu dari
kompos itu sendiri bervariasi terhadap waktu selama proses pengomposan. pH awal
dari fraksi organic dari MSW umumnya berkisar antara 5-7. Ph dari bahan baku
pengomposan akan berbeda sesuai dengan profil antara pH dan waktu yang
ditunjukkan pada Fig 14-3a. Dalam beebrapa hari proses pengomposan, pH akan
turun sampai 5 atau lebih kecil. Pada fase ini, masa organik sedang berada pada suhu
ambien, perbanyakan dari organisme mesofilik yang asli dimulai dan suhu meningkat
secara cepat. Hasil produk dari fase awal adalah asam organic yang sederhana yang
meneyebabkan penurunan ada Ph. Setelah kurang lebih 3 hari, suhhu akan mencapai
fase thermofilik dan ph akan mulai meningkat kurang lebih sampai 8-8,5 untuk sisa
dari proses aerobik. Nilai ph menurun sedikit saat proses pendinginan dan mencapai
nilai 7-8 pada kompos hasil akhir. Apabila derajat aerasi tidak memadai, kondisi
anaerobic akan muncul, pH akan turun sampai kurang lebih 4,5 dan proses
pengomposan akan lambat

2. Derajat Dekomposisi
Metodologi yang sesuai untuk pengukuran derajat dekomposisi tidak ada. Oleh
karena itu, beebrapa metodologi telah diusulkan. Metode yang telah diusulkan
adalah
a. Penurunan suhu akhir
b. Derajar kapasitas pemanasan
c. Jumlah material organik yang tahan dan yang dapat terdekomposisi dalam
material kompos
d. Kenaikan dalam potensial redoz
e. Serapan oksigen
f. Pertumbuhan fungi Chaetomium gracilis
g. Uji yodium pati

Analisis laboratorium Chemical Oxygen Demand (COD) dan pengujian lignin


menyediakan uji cepat dalam penentuan derajat dekomposisi. Nilai COD yang rendah
dan kandungan lignin yang tinggi (lebih dari 30 %) mengindikasikan kompos yang
stabil

3. Kontrol bau
Sebagian besar dari permasalahan bau dalam proses pengomposan aerobic adalah
berasosiasi dengan perkembangan kondisi anaerobik di dalam tumpukan kompos. Di
dalam skala besar sIstem pengomposan aerobic, merupakan hal biasa apabila
menemukan robekan majalah atau buku, plastic (khususnya plastic film) atau
material yang serupa dalam material organic yang telah terkomposkan. Material
tersebut pada keadaan normal tidak bisa dikomposisi dalam waktu relatif yang
pendek di dalam tumpukan kompos. Terlebih lagi, karena oksigen yang cukup
umumnya tidak tersedia di tengah bahan tersebut, kondisi anaerobic dapat
berkembang. Di bawah kondisi anaerobic, asam organic akan diproduksi dan banyak
dari asam organic tersebut yang sangat berbau. Untuk mengurangi masalah bau
tersebut, penting untuk mengurangi ukuran partikel, menghilangkan plastic dan
material yang tidak biodegradable (terdegradasi secara biologis) dari material
organic untuk dikomposkan atau menggunakan sumber terpisah atau bahan baku
yang tidak terkontaminasi

4. Kebutuhan Lahan
Kebutuhan area lahan adalah elemen penting lainnya yang harus dipertimbangkan
dalam proses pengomposan aerobic, Contohnya, dalam pengomposan windrow
untuk sebuah tanaman dengan kapasitas 50 ton/hari, kurang lebih dibutuhkan 2,5
hektar lahan. Dari jumlah ini, 1,5 hektar akan dikususkan untuk bangunan, peralatan
pabrik dan jalan. Untuk setiap tambahan 50 ton, diperkirakan 1 hektar lahan akan
dibutuhkan untuk operasi pengomposan dan 0,25 hektar tersebut akan dibutuhkan
untuk bangunan dan jalan. Kebutuhan lahan untuk system yang sangat mekanis akan
beberda dengan prosesnya. Sebuah perkiraan berkisar 1,5-2 hektar untuk mesin
industri dengan kapasitas 50 ton/hari adalah tidak beralasan, untuk mesin industry
yang lebih besar , area unit yang dibutuhkan akan lebih sedikit. Sebagai contoh,
Oregon, METRO tanaman kompos, berdasarkan pada proses DANO, didisain untuk
memproses 185.000 ton/tahun campuran MSW di atas site seluas 18 hektar.

Halaman 696
5. Memproses kompos untuk pasar
Siistem kompos yang ekonomis sangat ditingkatkan apabila kompos tersebut dapat
dijual. Agar berharga pasar, kompos harus dalam ukuran yang konsisten : bebas dari
kontaminan seperti kaca, platik dan logam dan bebas dari bau yang tidak enak. Jenis
dari tipe pemrosesan digunakan untuk mempersiapkan kompos untuk pemasaran
akan tergantung pada spesifikasi dari kompos tersebut. Merobek-robek dan
menyaring umumnya digunakan untuk menghasilkan produk yang seragam lebih
banyak lagi. Pada beberapa kasus, bahan aditif mungkin ditambahkan untuk
meningkatkan nilai dari produk akhir.

Pemilihan Proses Pengomposan secara aerobik


Karena kinerja pengoperasian windrow yang benar dan sesuai, sistem aerated static
pile dan di dalam wadah, proses pengomposan pada dasarnya sama, pemilihan
proses alternatif bergantung pada modal dan biaya operasi, ketersediaan lahan,
kompleksitas operasional dan potensi terjadinya masalah. Faktor ini dibandingkan
dalam table 4.10
Faktor tambahan yang perlu dipertimbangkan adalah proses aerated static pile yang
memanfaatkan komponen standard dan telah didisain dan dibangun dengan
berhassil secara “in-house” oleh banyak kota dan perusahaan swasta. Proses
pengomposan in-vessel memperkerjakan disain kepemilikan dan peralatan yang
dibuat khusus dan umumnya diperoleh secara operasi turnkey dari vendor tunggal.
Banyak dari system pengomposan in-vessel diperoleh dari kontrak pelayanan penuh
dan dimiliki dan dioperasi oleh vendor atau pihak ketiga. Segi ekonomi dari susunan
ini perlu untuk dibandingkan secara hati-hati terhadap kepemilikan dan operasi
system windrow yang lebih sederhana dan atau system “aerated static pile” oleh
kotamadya itu sendiri. Operasi pengomposan yang sukses sangat tergantung dengan
operasi yang sesuai dan pemeliharaan dan disain.

BAB 14

Teknologi Konversi Biologis dan Kimia

Tujuan bab ini adalah untuk mengenalkan dan meninjau proses biologis dan kimia
yang dapat digunakan untuk mengubah fraksi organik MSW menjadi produk konversi
gas, cair dan padat. Fokus utama bab ini adalah pada proses biologis, karena
penggunaannya paling umum untuk transformasi bahan limbah organik. Proses
biologis yang dipertimbangkan dalam bab ini meliputi pengomposan aerobik.
pencernaan anaerob padat rendah, pencernaan anaerob padat tinggi, dan pencernaan
anaerob padat tinggi/ pengomposan aerobik. Sebelum membahas proses biologis,
perlu diperkenalkan beberapa prinsip biologis dasar yang mendasari semua proses
biologis.

14-1 PRINSIP-PRINSIP BIOLOGI

Sebelum mempertimbangkan proses spesifik yang digunakan untuk konversi limbah


biologis, akan sangat membantu untuk meninjau

(1) kebutuhan gizi umum dari mikroorganisme yang biasa ditemukan di fasilitas
konversi limbah padat,

(2) jenis metabolisme mikroba berdasarkan kebutuhan akan oksigen molekuler,

(3) jenis mikroorganisme yang penting dalam konversi limbah padat,

(4) persyaratan lingkungan,

(5) transformasi aerobik dan anaerobik, dan


(6) pemilihan proses.

Untuk terus bereproduksi dan berfungsi dengan baik, organisme harus memiliki
sumber energi; karbon untuk sintesis jaringan sel baru, dan unsur anorganik (nutrisi)
seperti nitrogen fosfor, belerang, kalium, kalsium, dan magnesium. Nutrisi organik
(faktor pertumbuhan) juga diperlukan untuk sintesis sel. Sumber karbon dan energi
biasanya disebut sebagai substrat, dan persyaratan unsur hara dan faktor pertumbuhan
untuk berbagai jenis organisme dipertimbangkan dalam diskusi berikut.

Sumber Karbon dan Energi.

Dua sumber karbon yang paling umum untuk jaringan sel adalah karbon organik dan
karbon dioksida. Organisme yang menggunakan karbon organik untuk pembentukan
jaringan sel disebut heterothrop, organisme yang mendapatkan karbon dari karbon
dioksida disebut autotrof. Konversi karbon dioksida ke jaringan sel organik adalah
proses reduktif, yang memerlukan masukan energi bersih. Organisme autotrofik
karenanya harus menghabiskan lebih banyak energi untuk sintesis daripada heterotrof,
yang menghasilkan tingkat pertumbuhan yang umumnya lebih rendah adalah autotrof.
Energi yang dibutuhkan untuk mensintesis dapat diperoleh melalui cahaya atau oleh
reaksi oksidasi kimia. Organisme-organisme yang dapat menggunakan cahaya sebagai
sumber energi disebut fototrof. Organisme fototrofik dapat berupa bakteri heterotrofik
(bakteri sulfur tertentu) atau organisme autotropik (alga dan fotosintetik) yang
mendapatkan energinya dari reaksi kimia yang dikenal sebagai chemotrophs. Seperti
halnya fototrof, chemotrophs dapat berupa heterotrofik (protozoa, jamur dan
kebanyakan bakteri) atau autotrofik (bakteri nitrifikasi). Chemoautotrophs
memperoleh energi dari oksidasi senyawa anorganik yang berkurang, seperti amonia.
Nitrit, dan sulfida. Chemoheterotroph biasanya memperoleh energinya dari oksidasi
senyawa organik. Klasifikasi mikroorganisme oleh sumber energi dan karbon sel
dirangkum dalam Tabel 14-1
Persyaratan Faktor Gizi dan Pertumbuhan. Nutrien, dibandingkan karbon atau
sumber energi lain, merupakan bahan sintesis yang terbatas untuk mensintesis sel dan
pertumbuhan mikroba. Nutrisi anorganik utama yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme diantaranya nitrogen (N), belerang (S), fosfor (P), kalium (K),
magnesium (Mg), kalsium (Ca), besi (Fe), sodium (Na) dan klorin (Cl). Nutrisi
penting yang bersifat minor diantaranya seng (Zn), mangan (Mn), molibdenum Mo),
selenium (Se), kobalt (Co), tembaga (Cu), nikel (Ni), dan tungsten (W)

Selain nutrisi anorganik yang dikutip beberapa organisme juga memerlukan nutrisi
organik, dikenal sebagai faktor pertumbuhan yaitu adalah senyawa yang dibutuhkan
oleh organisme sebagai prekursor atau konstituen dari bahan sel organik yang tidak
dapat disintesis dari sumber karbon lainnya. Meskipun persyaratan faktor
pertumbuhan berbeda dari satu organisme ke organisme lainnya, faktor pertumbuhan
utama termasuk dalam tiga kelas berikut:

(1) asam amino,

(2) purin dan pirimidin, dan

(3) vitamin

Tabel 14 Klasifikasi mikroorganisme dari sumber energi dan karbon

Klasifikasi Sumber energi Sumber karbon


Autotroph
Fotoautotrof Cahaya CO2
Kemoautotrof Reaksi oksidasi-reduksi CO2
anorganik
Heterotroph
Kemoheterotrof Reaksi oksidasi-reduksi Karbon organic
organic
Fotoheterotrof Cahaya Karbon organik
Nutrisi Mikroba dan Konversi Biologis. Tujuan utama dalam kebanyakan proses
konversi biologis adalah mengkonversi bahan organik dalam limbah menjadi produk
akhir yang stabil. Dalam menyelesaikan jenis perlakuan ini, organisme
kemoheterotrofik sangat penting karena kebutuhan mereka akan senyawa organik
sebagai sumber karbon dan energi. Organik MSW biasanya mengandung sejumlah
nutrisi yang memadai (baik secara anorganik maupun organik) untuk mendukung
konversi biologis limbah. Dengan beberapa limbah komersial, adakalanya nutrisi
mungkin tidak hadir dalam jumlah yang cukup. Dalam kasus ini, penambahan nutrisi
diperlukan untuk pertumbuhan bakteri yang tepat dan untuk degradasi selanjutnya dari
sampah organik.

Tipe Metabolisme Mikroba

Organisme kemoheterotrofik dapat dikelompokkan lebih lanjut sesuai dengan tipe


metabolik dan kebutuhannya akan oksigen molekuler. Organisme yang menghasilkan
energi dengan transpor elektron yang dimediasi enzim dari donor elektron ke akseptor
elektron eksternal (seperti oksigen) dikatakan memiliki metabolisme pernafasan.
Sebaliknya, metabolisme fermentasi tidak melibatkan partisipasi akseptor elektron
ekstemal. Fermentasi adalah proses pemberian energi yang kurang efisien daripada
respirasi sebagai konsekuensinya, organisme heterotrofik yang secara ketat fermentasi
ditandai oleh tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dan hasil sel dibandingkan
heterotrof pernafasan.

Ketika oksigen molekul digunakan sebagai akseptor elektron dalam metabolisme


pernafasan, prosesnya dikenal sebagai respirasi aerobik. Organisme yang bergantung
pada respirasi aerobik untuk memenuhi kebutuhan energiknya hanya bisa apabila ada
suplai oksigen molekuler. Organisme ini disebut obligat aerobik. Senyawa anorganik
teroksidasi seperti nitrat dan sulfat dapat berfungsi sebagai akseptor elektron untuk
beberapa organisme pernafasan karena tidak adanya oksigen molekuler (lihat Tabel
14-2). Dalam rekayasa lingkungan, proses yang memanfaatkan organisme ini sering
disebut sebagai anoksik.
Organisme yang menghasilkan energi dengan fermentasi dan itu hanya bisa ada di
lingkungan yang tidak memiliki oksigen adalah obligat anaerobik. Ada kelompok
mikroorganisme lain, yang memiliki kemampuan untuk tumbuh baik dalam
keberadaan atau tidak adanya molekul oksigen. Organisme ini disebut anaerob
fakultatif.

Organisme Fakultatif dibagi menjadi dua sub kelompok, berdasarkan kemampuan


metabolismenya. Anaerob fakultatif dapat bergeser dari fermentative menjadi
metabolisme pernapasan aerobik, tergantung pada ada tidaknya molekul oksigen.
Aerotolerant anaerob memiliki metabolisme yang sangat fermentative namun relatif
tidak peka terhadap adanya molekul oksigen.

Tabel 14-2 tipe aseptor elektron dalam rekasi bakteri

Lingkungan Aseptor elektron Proses


Aerobic Oksigen O2 Metabolisme aerobik
Anaerobik Nitrat NO3 Denitrifikasi
Sulfat SO4 Reduksi sulfat
Karbondioksida CO2 Metanogenesis

Tabel 14-2

Tipe akseptor elektron dalam reaksi bakteri

Lingkungan Akseptor Elektron Proses


Aerobic Oksigen, O2 Metabolis Aerobic
Anaerobic Nitrat, NO3- Denitrificasi
Sulfat, SO42- Reduksi Sulfat
Karbon Dioksida, CO2 Methanogenesis

Organisme fakultatif dibagi menjadi dua subkelompok, berdasarkan kemampuan


metabolisme mereka. Anaerob fakultatif sejati dapat beralih dari metabolisme
pernafasan yang berfermentasi ke aerobik, tergantung pada ada atau tidak adanya
oksigen molekuler. Aerotolerant anaerobes memiliki metabolisme yang sangat
fermentasi namun relatif tidak peka terhadap keberadaan oksigen molekuler.

Jenis Mikroorganisme

Mikroorganisme umumnya diklasifikasikan berdasarkan struktur dan fungsi sel,


seperti eukariota, eubakteria, dan archaebacteria, seperti ditunjukkan pada Tabel 14-3.
Kelompok prokariotik (eubacteria dan archaebacteria) sangat penting dalam konversi
biologis dari fraksi organik dari limbah padat dan umumnya hanya mengacu pada
bakteri. Kelompok eukariotik mencakup tumbuhan, hewan, dan protista. Eucariota
penting dalam penyebaran biologis limbah organik meliputi (1) jamur, (2) ragi, dan
(3) aktinomisetes. Karena pentingnya konversi biologis dari limbah organik,
organisme ini dijelaskan secara singkat dalam paragraf berikut.

Tabel 14-3

Klassifikasi Mikroorganisme

Kelompok Struktur Sel Karakteristik Perwakilan anggota


Eukariota Eukariotik Multiseluler dengan Tanaman (bibit
diferensiasi luas sel dan tanaman, pakis, lumut)
jaringan
Hewan (vertebrata,
Unicelular atau invertebrata)
coenocytic atau
mycelial; sedikit atau Protista (alga, jamur,
tidak ada perbedaan protozoa)
jaringan
Eubakteria Prokariotik Kimia sel mirip dengan Kebanyakan bakteri
eukariota
Archaebacteri Prokariotik Kimia sel yang khas Methanogens,
a halophiles,
thermacidophiles

Bakteri. Biasanya, bakteri adalah sel tunggal - bola, batang, atau spiral. Bentuk bola
(cocci) bervariasi dari 0,5 sampai 4 μm diameter, batang (basil) dari 0,5 sampai 20 μm
panjang dan 0,5 sampai 4 μm lebar; spiral (spirila) mungkin lebih dari 10 μm panjang
dan sekitar 0,5 μm lebar [19]. Bakteri ada di mana-mana dan ditemukan di lingkungan
aerobik (dengan kehadiran oksigen) dan anaerobik (jika tidak ada oksigen). Karena
berbagai macam senyawa anorganik dan organik yang dapat digunakan oleh bakteri
untuk mempertahankan pertumbuhan, bakteri digunakan secara terpisah dalam
berbagai operasi industri untuk mengumpulkan produk metabolisme antara dan akhir.
Pengujian terhadap jumlah spesies bakteri yang berbeda menunjukkan bahwa mereka
mengandung sekitar 80% air dan 20% bahan kering, dimana 90% organik dan 10%
bersifat anorganik. Rumus empiris perkiraan untuk fraksi organik adalah C5H7NO2
[10]. Berdasarkan rumus ini sekitar 53% berat fraksi organik adalah karbon. Senyawa
yang membentuk bagian anorganik meliputi P2O5 (50%), CaO (9%), Na2O (11%),
MgO (8%), K2O (6%), dan Fe2O3 (1%). Karena semua unsur dan senyawa ini harus
berasal dari lingkungan, kekurangan zat ini akan membatasi, dan dalam beberapa
kasus mengubah pertumbuhan bakteri [10].

Jamur. Jamur dianggap multicelullar, non-fotosintetik, protista heterotrofik.


Kebanyakan jamur memiliki kemampuan tumbuh di bawah kondisi kelembaban
rendah, yang tidak disukai pertumbuhan bakteri. Selain itu, jamur mentolerir nilai pH
yang relatif rendah. Nilai pH optimum untuk sebagian besar spesies jamur tampak
sekitar 5,6, namun rentangnya berkisar antara 2 sampai 9. Metabolisme organisme ini
pada dasarnya bersifat aerobik, dan tumbuh dalam filamen panjang, yang disebut hifa,
terdiri dari sel nukleat dan bervariasi lebar dari 4 sampai 20 μm. Karena kemampuan
mereka untuk menurunkan berbagai macam senyawa organik pada berbagai kondisi
lingkungan, jamur telah digunakan secara luas di industri untuk memproduksi senyawa
berharga, seperti asam organik (misalnya sitrat, glukonat), berbagai antibiotik
(misalnya , penisilin, griseofulvin), dan enzim (misalnya selulase, protease, amilase).
Ragi. Ragi adalah jamur yang tidak bisa membentuk filamen (miselium) dan karena
itu uniseluler. Beberapa ragi membentuk sel elips 8 sampai 15 μm dengan 3 sampai 5
μm, sedangkan yang lainnya bulat, diameter bervariasi ukurannya dari 8 sampai 12
μm. Dalam hal operasi pengolahan industri, ragi dapat diklasifikasikan sebagai "liar"
dan "berbudaya". Secara umum, ragi liar tidak banyak nilainya, tapi ragi berbudaya
digunakan secara ekstensif untuk memfermentasi gula menjadi alkohol dan karbon
dioksida.

Actinomycetes. Actinomycetes adalah kelompok organisme dengan sifat antara


bakteri dan jamur. Bentuknya mirip dengan jamur, kecuali selebar sel yang hanya 0,5
sampai 1,4 μm. Di industri, kelompok mikroorganisme ini digunakan secara luas untuk
produksi antibiotik. Karena karakteristik pertumbuhannya serupa, actinomycetes
sering dikelompokkan dengan jamur untuk tujuan diskusi [4].

Kebutuhan Lingkungan

Kondisi lingkungan suhu dan pH berpengaruh penting terhadap kelangsungan


hidup dan pertumbuhan mikroorganisme. Secara umum, pertumbuhan optimal terjadi
dalam rentang suhu dan nilai pH yang cukup sempit, walaupun mikroorganisme
tersebut dapat bertahan dalam batas yang jauh lebih luas. Misalnya, suhu di bawah
optimum biasanya memiliki pengaruh yang lebih signifikan terhadap laju
pertumbuhan bakteri daripada suhu mendekati optimum. Telah diamati bahwa tingkat
pertumbuhan dua kali lipat dengan kira-kira setiap kenaikan suhu 10 C sampai suhu
optimum tercapai. Menurut rentang suhu di mana mereka berfungsi paling baik,
bakteri dapat diklasifikasikan sebagai psikofil, mesofilik, atau termofilik. Kisaran suhu
tipikal untuk bakteri di masing-masing kategori ini disajikan pada Tabel 14-4.

Konsentrasi ion hidrogen, yang dinyatakan sebagai pH, bukanlah faktor


signifikan dalam pertumbuhan mikroorganisme, dalam dan dari dirinya sendiri
berkisar antara 6 sampai 9 (yang mewakili seribu perbedaan perbedaan dalam
konsentrasi ion hidrogen). Umumnya, pH optimum untuk pertumbuhan bakteri
terletak antara 6,5 dan 7,5. Namun, bila pH di atas 9,0 atau di bawah 4,5, nampak
bahwa molekul asam lemah yang tidak terdisosiasi dengan asam lemah dapat
memasuki sel lebih mudah daripada ion hidrogen dan hidroksida dan, dengan
mengubah pH internal, merusak sel.

Kandungan kelembaban adalah kebutuhan lingkungan penting untuk


pertumbuhan mikroorganisme. Kandungan air dari sampah organik yang harus
dikonversi harus diketahui, terutama jika proses kering seperti pengomposan harus
digunakan. Dalam banyak operasi pengomposan, perlu menambahkan air untuk
mendapatkan aktivitas bakteri yang optimal. Penambahan air dalam proses fermentasi
anaerob akan bergantung pada karakteristik limbah organik dan jenis proses anaerobik
yang digunakan.

Konversi biologis dari sampah organik mengharuskan sistem biologis berada


dalam keadaan keseimbangan dinamis. Untuk membangun dan mempertahankan
equlibrium yang dinamis, lingkungan harus bebas dari konsentrasi penghambatan
logam berat, amonia, sulfida, dan unsur penyusun lainnya.

Tabel 14-4

Beberapa rentang suhu khas untuk berbagai bakteri

Temperatur, °C
Tipe
Jarak Optimum
Psikofilik -10 - 30 15
Mesofilik 20 - 50 35
Termofilik 45 - 75 55

Transformasi Biologis Anaerobik

Produksi metana dari limbah padat oleh pencernaan secara anaerobik, atau fermentasi
anaerobikatau sering disebut sebagaimana yang telah dideskripsikan.

Proses Mikrobiologi Perubahan biologi dari pecahan yang berkaitan dengan limbah
padat pada kondisi anaerobik terjadi pada tiga langkah, yaitu langkah pertama adalah
proses yang melibatkan enzim-yang berada ditengah-tengah transformasi (hidrolisis)
dari molekul yang lebih tinggi masa senyawanya menjadi senyawa yang sesuai untuk
digunakan sebagai sumber energi dan jaringan sel. Langkah kedua melibatkan
perubahan bakteri dari senyawa yang dihasilkan dari langkah pertama menjadi sel
yang dapat diidentifikasi menjadi senyawa masa molekul rendah – intermediet. Pada
langkah ketiga melibatkan perubahan bakteri dari senyawa intermediet menjadi
produk terakhir yang sederhana, yaitu terutama metana dan karbon dioksida.

Pada proses dekomposisi limbah secara anaerobik, sejumlah organisme


anaerobik bekerja sama untuk membawa perubahan dari bagian organik limbah untuk
menyeiumbangkan produk akhir. Satu grup organisme bertanggung jawab atas
hidrolisis polimer organik dan lipid/lemak untuk membangun sebagian besar struktur
dasar seperti asam lemak, monosakarida, asam amino, dan senyawa terkait. Grup
kedua dari fermentasi bakteri anaerobik merusak senyawa dari grup pertama menjadi
asam organik sederhana, senyawa yang paling umum pada pencernaan anaerobik yaitu
asam asetat. Pada grup kedua ini mikroorganisme, dideskripsikan sebagai
nonmetanogenik, yang mengandung bakterian anaerobik yang tidak tentu dan wajib
yang sering diidentifikasi dalam literatur “asam asetat” atau “pembentuk asam”.

Grup ketiga dari perubahan mikroorganisme hidrogen dan asam asetat


dibentuk oleh pembentuk asam menjadi gas metana dan karbon dioksida. Bakteri yang
beryanggung jawab adalah anaerob., yang disebut methanogenik, dan diidentifikasi
sebagai “methanogen” atau pemebentuk mentana. Banyak organisme methanogenik
yang ada di tempat pembuangan sampah dan pencernaan anaerob diidentifikasi sama
dengan yang ditemukan pada perut hewan pemamah biak dan pada sedimen organik
yang diambil pada sungai dan danau. Bakteri yang paling penting pada kelompok
methanogenik salah satunya adalah yang

Gmambar 14-1

Mekanisme yang mengarah pada produksi metana dan karbon dioksida dari pencernaan anaerobik dari
fraksi organik MSW

memanfaatkan hidrogen dan asam asetat. Mereka memiliki pertumbuhan yang sangat
lambat sebagai hasilnya metabolismenya biasanya dinilai terbadatas pada perawatan
anaerobik limbah organik. Stabilisasi pada pencernaan anaerobik diselesaikan ketika
metana dan karbondioksida diproduksi. Gas metana merupakan gas yang tidak mudah
larut dan dapat hilang dari tempat pembuangan sampah atau mewakiliki larutan
stabilisiasi limbah yang sebenarnya.

Jalur Biokimia. Hal ini sangat penting untuk di catat bahwa bakteri metana hanya
bisa digunakan dengan jumlah yang terbatas pada subtrat yang terbatas: CO2 + H2,
pembentukan asetat, methanol, methlamines, dan karbon dioksida. Reaksi konversi
yang menghasilkan energi khas yang melibatkan senyawa ini adalah sebagai berikut:

4H2 + CO2 CH4 + 2H2O (14-6)

4HCOOH CH4 + 3CO2 + 2H2O (14-7)

CH3COOH CH4 + CO2 (14-8)

4CH3OH 3CH4 + CO2 +2H2O (14-9)

(CH3)3N + 6H2O 9CH4 + 3CO2 + 4NH3 (14-10)

4C0 + 2H2O CH4 + 3CO2 (14-11)

Dalam fermentasi anaerobik, dua jalur utama yang terlibat dalam pembentukan
metana (pada gambar 14.1) adalah konversi karbon dioksida dan hidrogen menjadi
metana dan air dan diperilhatkan pada (14-6) dan (2) konversi dari pembentukan asetan
menjadi metana karbon dioksida dan air diperlihatkan pada (14-7) dan (14-8).
Metanogen dan acidgogen membentuk hubungan sintrofik (saling menguntungkan) di
mana methanogen mengubah fermentasi dan produk seperti hidrogen. Formate, dan
actetate menjadi metana dan karbon dioksida. Methanogens dapat memanfaatkan
prduksi hidrogen oleh asam asetat, karena hydrogenasenya efisien. Karena
methanogen dapat mempertahankan tekanan parsial H2 yang sangat rendah,
keseimbangan reaksi fermentasi bergeser ke arah pembentukan produk akhir yang
lebih teroksidasi. Permanfaatan hidrogen, diproduksi oleh asam asetat dan anaerob
lainnya. Oleh metanogen oleh methanogen disebut interspecies transfer hidrogen.
Akibatnya bakteri metanogenik menghilangkan senyawa yang akan menghambat
pertumbuhan asam asetat.

Faktor Lingkungan. Untuk memperthanakn sistem perkembangan anaeribik yang akan


menstabilkan limbah organik secara efisien, bakteri nonmetanogenik dan
methanogenik harus berada dalam keadaan seperti itu, isi reaktor harus kosong dari
oksigen terlarut dan logam bebas dan sulfida. Dan pH lingkungan berair berkisar
antara 6,5 sampai 7,5. Alkalinitas yang cukup harus ada untuk memastikan bahwa pH
tidak akan turun di bawah 6.2 karena bakteri metana tidak dapat berkembang pada pH
di bawah titik ini. Bila pencernaan berlangsung dengan sangat baik, alkalinitas
biasanya berkisar antara 1000 sampai 5000 mg / L dan kekentalan asalm lemak akan
kurang dari 250 mg / L. Nilai untuk alkalinitas dan kekntalan lemak volatil dalam
proses pencernaan anaerob sangat padat dan besar (lihat bagian 14-4) masing-masing
bisa mencapai 12.000 dan 700 mg / L. Jumlah nutrisi yang cukup, seperti nitrogen dan
fosfor, juga harus tersedia untuk memastikan pertumbuhan yang tepat dari komunitas
biologis. Bergantung pada sifat lumpur atau limbah yang akan dicerna, faktor suhu
juga diperlukan. Suhu adalah paramater lingkungan penting lainnya. Kisaran suhu
optimum adalah mesofilik, 30 sampai 38°C (85 sampai 100°F) dan termofilik 55
sampai 60°C (131 sampai 140°F)

Produksi Gas. Secara umum transformasi anaerobik pada limbah padat dapat
digambarkan dengan cara persamaan berikut.

Bahan Organik + H2O + nutrisi sel baru + resisten terhadap bahan organik

+ CO2 + CH4 + NH3 + H2S + heat (14-21)

Untuk tujuan praktis, konversi keseluruhan fraksi organik dari limbah padat menjadi
metana, karbon dioksida, dan amonia dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut
(17).
CaHbOc Nd  a CwHxOyNz + mCH4 + sCO2 + rH2O + (d – n x ) NH3

Dimana s = a – nw – m

R = c – ny – 2s

Istilah CaHbOcNd dan CwHxOyNz digunakan untuk mewakili (secara molar) komposisi
bahan organik yang ada pada awal dan akhir proses, masing-masing. jika diasumsikan
bahwa limbah organik distabilkan sepenuhnya, seperti yang disebutkan di Bab 11,
ungkapan yang sesuai adalah

4𝑎−𝑏−2𝑐−3𝑑 4𝑎−𝑏−2𝑐−3𝑑 4𝑎−𝑏−2𝑐−3𝑑


CaHbOcNd + ( ) H2O  ( )CH4 + ( ) CO2 +
4 8 8

dNH3

Dalam operasi di mana limbah padat dicampur dengan lumpur limbah, telah ditemukan
bahwa gas yang dikumpulkan dari digester mengandung antara 50 dan 60 persen
metana. Telah ditemukan juga bahwa sekitar 10 sampai 16 ft3 gas dihasilkan per pon
padatan volatile biodegradable yang hancur. Komputasi jumlah gas yang dihasilkan
oleh stabilisasi anaerobik limbah padat diilustrasikan pada contoh 14-2.

------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------

Contoh 14-2 estimasi jumlah gas yang dihasilkan dari fraksi organik MSW dalam
kondisi anaerob. Perkirakan jumlah total teoritis gas yang dapat diproduksi dalam
kondisi anaerobik di tempat pembuangan akhir sanitasi per unit berat limbah padat.
Asumsikan bahwa limbah tersebut terdiri dari komposisi yang ditunjukkan pada tabel
3-4 dan bahwa rumus kimia keseluruhan untuk konstituen organik, seperti yang
ditentukan pada contoh 4-2 adalah C60.0 H94.3 O37.8 N.

Larutan

1. Berat total bahan organik dalam 100 lb limbah padat sama dengan 79,5 lb termasuk
kelembaban (lihat tabel 3-4 dan contoh 4-2)

2. Tentukan jumlah total sampah organik yang mudah menguap, dengan asumsi
bahwa 5 pecahan dari bahan yang dapat didekomposisi akan tetap menjadi abu.
Sampah organik yang dapat diurai (dasar kering) lb = 58.1 lb (0.95) = 56.0 lb

3. Dengan menggunakan rumus kimia C60.0H94.3O37.8N (ditentukan misalnya 4-2


langkah 4). Perkirakan jumlah metana dan karbon dioksida yang dapat diproduksi
dengan menggunakan persamaan. (11-2)

4𝑎−𝑏−2𝑐−3𝑑 4𝑎−𝑏−2𝑐−3𝑑 4𝑎−𝑏−2𝑐−3𝑑


CaHbOcNd + ( ) H2O  ( )CH4 + ( ) CO2 +
4 8 8

dNH3

Untuk rumus kimia yang diberikan

a = 60.0 b = 94.3 c = 37.8 d=1

Persamaan yang dihasilkan adalah

C60.0H94.3O37.8N + 18.28 H2O  31.96 CH4 + 28.04 CO2 + NH3

1433.1 329.0 511.4 1233.8 17

4. Tentukan berat metana dan karbon dioksida dari persamaan yang diturunkan pada
langkah 3.

511.4
Methan = (56.0 lb)
1443.1

= 20.0 lb (9.1 kg)

1233.8
Karbondioksida = (56.0 lb)
1433.1

= 48.2 lb (21.9 kg)

5. Mengkonversi bobot gas, ditentukan pada langkah 4, sampai volume, dengan


asumsi bahwa berat spesifik metana dan karbon dioksida masing-masing adalah
0,0448 dan 0,1235 lb / ft3 (lihat tabel).

20.0 𝑙𝑏
Methan =
0.0448 𝑙𝑏/𝑓𝑡3

= 446.4 (12.6)

48.2
Karbondioksida =
0.1235
= 390.3 ft3 (11.0 m3)

6. Tentukan komposisi persentase campuran gas yang dihasilkan

446.4 𝑓𝑡
Methan (%) =
446.4+390.3

= 53.3 %

Karbondioksida = 100% − 53.3 % = 46.7%

7. Tentukan total jumlah gas yang dihasilkan per satuan berat limbah padat.

Berdasarkan berat kering bahan organik ft3/lb

446.4 𝑓𝑡3+390.3 𝑓𝑡3


= 14.9 ft3/lb (0.93 m3/kg)
56.0 𝑙𝑏

Berdasarkan 100 pon limbah padat

446.4 𝑓𝑡3+390.3 𝑓𝑡3


= 8.4 ft3/lb (0.52 m3/kg)
100.0 𝑙𝑏

Total gas yang dihasilkan dari evaluasi teoritis sama dengan 14.9 ft3 / lb
bahan organik dekompos kering. Produksi gas teoritis ini biasanya lebih tinggi
daripada yang dapat dicapai dalam praktik.

14-3 Pencernaan Anaerob rendah zat padat

Pencernaan anaerob rendah zat padat adalah proses biologi dimana limbah organic di
fermentasi saaat konsentrasi zat padat kurang dari 4 sampai 8 persen. Proses fermentasi
anaerob rendah zat padat digunakan di beberapa bagian dunia untuk menghasilkan gas
metana dari manusia, hewan dan limbah pertanian dan pecahan limbah dari MSW.
Salah satu kerugian dari proses pencernaan anaerob rendah zat padat seperti yang
diterapkan pada zat padat bahwa air banyak harus ditambahkan ke limbah untuk
membawa muatan zat padat ke kisaran 4 sampe 8 persen. Penambahan air
menghasilkan lumpur yang sangat encer yang harus dikurangi sebelum dibuang.
Buangan aliran cair hasil dari langkah pengurangan tersebut menjadi pertimbangan
dari seleksi proses pencernaan anaerob rendah zat padat.

Ada tiga tahap dasar terlibat kapanpun proses pecernaan anaerob rendah zat padat
digunakan untuk produksi metana dari pecahan organic MSW. Seperti yang
ditunjukkan gambar 14-8, langkah pertama melibatkan persiapan pecahan organic dari
MSW. Khususunya, untuk bercampurnya limbah zat padat langkah pertama
melibatkan penerimaan, penyortiran, pemisahan dan pengurangan ukuran. Pengukuran
ukuran juga dibutuhkan untuk pemisah sumber material.

Lanhkah kedua melibatkan penambahan kelembaban dan nutrisi, pencampuran,


penagturan pH sekitar 6,8 dan pemanasan pada suhu antara 55oC – 60oC dan
pencernaan anaerob membawa keluar reactor aliran kontinu yang berisi campuran
sepenuhnya (lihat gambar 14-9). Di beberapa operasi. Serangkaian reaaktor batch telah
menggunakan satu atau lebih aliran kontinu reactor campuran sepenuhnya

Gambar 14-8

Diagram alir proses anaerob rendah zat padat untuk pecahan organic MSW
(a) (b)

Gambar 14-9

Kenampakan alat pencernaan anaerob rendah zat padat: (a) tipe conventional circular
dan (b) tipe egg-shaped

Tabel 14-11

Perimbangan-Pertimbangan Penting Desain untuk Pencernaann Anaerobik


pada Padatan-Rendah dari Fraksi Organik Limbah Padat Kota

Komponen Limbah Komentar


Ukuran Material Limbah yang akan dicerna seharusnya
diparut ke ukuran yang sesuai dengan
memompa dan mecampur secara
efisien.
Peralatan Pencampuran Untuk mendapati hasil yang optimum
dan menghindari penumpukan
sampah, pencampuran secara
mekanik lebih direkomendasikan.
Persentase limbah padat yang Meskipun jumlah limbah bervariasi
dicampur dengan lumpur dari 60-90 perssen yang telah
digunakan, 60% muncul menjadi hasil
kompromi yang masuk akal.
Hidrolik dan rata-rata waktu tinggal Waktu mencuci bersih dalam range 3-
sel 4.
Tingkat pemuatan 0,04-0,10 lb/ft3 . d (0,6-1,6 kg/m3 . d).
Konsentrasi padatan Sama dengan atau kurang dari 8%-
10% .
Temperatur Berkisar antara 85-1000F untuk
mesofilik, dan sekitar 131-1400F untuk
reaktor termofilik.
Penghancuran limbah padat yang Bergantung pada alam dari
mudah menguap karakteristik limbah. Bervariasi dari
60%-80%. 70% bisa digunakan untuk
perkiraan tujuan selanjutnya.
Total padatan yang hancur Bervariasi dari 40%-60, tergantung
banyaknya kandungan material
lembab.
Produksi gas 8 sampai 12 ft3/lb (o,5-0,75 m3/kg) dari
padatam yang hancur.

PENCERNAAN ANAEROBIK PADA PADATAN-TINGGI (HSAD)

Sistem ini merupakan sebuah proses secara biologis di mana terjadi fermentasi pada
seluruh tubuh padatan, yaitu sekitar 22% atau bahkan lebih tinggi. Proses pencernaan
ini tergolong sebuah teknologi baru dan pengaplikasiannya untuk pemulihan energi
pada fraksi organik limbah padat kota (MSW) belum selesai sepenuhnya. Dua
keuntungan yang sangat penting dari proses pencernaan anaerobik pada padatan-tinggi
yaitu sedikitnya air yang diperlukan dan tingginya gas yang dihasilkan per satuan
volume dari reaktor. Kerugian yang utama dari proses ini, yaitu sejak diciptakannya
(pada tahun 1992), masih sangat terbatas sekali riwayat pengalaman dalam
mengoperasikannya.

Deskripsi Proses

Terdapat tiga tahapan yang dilakukan untuk pencernaan anaerobik padatan-rendah


juga diterapkan dalam proses pencernaan anaerobik padatan-tinggi. Perbedaannya
yaitu pada tahap akhir proses, di mana pada padatan-tinggi sedikit sekali usaha yang
diperlukan untuk mengurangi air dan membuang lumpur yang telah dicerna.

Kadar air (kelembaban) dan nutriwn-nutrien yang diperlukan ditambahkan ke dalam


limbah untuk diproses, dalam bentuk lumpur cair atau menyerupai kotoran sapi.
Tergantung oleh karakteristik kimiawi lumpur atau kotoran, maka nutrien-nutrien
lainnya dapat ditambahkan. Langkah ketiga pada prosesnya meliputi penangkapan,
penyimpanan, dan (jika memungkinkan) pemisahan komponen-komponen gas yang
ada.

Proses Mikrobiologi

Terlepas dari ketiadaan kadar oksigen, terjadi proses stabilisasi anaerobik atau
konversi material organik pada limbah padat kota. Langkah pertama melibatkan
transformasi enzim (hidrolisis) oleh senyawa dengan massa molekuler tinggi ke dalam
senyawa yang cocok untuk digunakan sebagai sumber energi dan jaringan sel.
Langkah kedua melibatkan konversi bakteri dari senyawa-senyawa yang dihasilkan
dari langkah pertama ke dalam massa molekuler rendah yang telah teridentifikasi
senyawa-senyawa intermediet. Langkah ketiga melibatkan konversi bakteri dari
senyawa-senyawa intermediet ke bentuk produk akhir yang lebih sederhana, terutama
metana dan karbon dioksida.

Pertimbangan Desain Proses


Meskipun proses pencernaan aerobik fraksi organik dari limbah padat kota tidak
berkembang sepenuhnya, beberapa desain penting telah dipertimbangkan. Dalam
sebuah operasi di mana limbah padat telah tercampur dengan lumpur cair, telah
ditemukan bahwa gas yang terkumpul dari pencerna mengandung 50 sampai 60 persen
gas metana. Telah ditemukan juga bahwa sekitar 10 ft3 gas diproduksi tiap pon material
biodegradable yang mudah menguap hancur.

Seleksi Proses. Seleksi proses antara proses anaerobik secara khas seperti antara
proses padatan-rendah dan padatan-tinggi. Pemilihan peralatan dan fasilitas-fasilitas
untuk pencernaan anaerobik padatan-rendah biasanya melibatkan tipe pencampuran
peralatan (mixer internal, pencampuran gas internal, dan pencampuran pompa
eksternal), bentuk umum dari pencerna (contoh; melingkar atau bentuk seperti telur),
sistem pengontrol, dan fasilitas-fasilitas tambahan untuk pencampuran limbah yang
akan datan dan pengurangan air lumpur yang dicerna.

Proses Mikrobiologi

Proses mikrobiologi untuk pencernaan anaerob yang memiliki kepadatan tinggi seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya untuk proses pencernaan anaerob kepadatan rendah.
Namun, karena konsentrasi padatan tinggi, efek dari banyak parameter lingkungan
pada populasi mikroba lebih parah. Sebagai contoh, toksisitas amonia dapat
mempengaruhi bakteri metanogenik, yang akan memiliki efek buruk pada stabilitas
sistem dan produksi metana. Dalam kebanyakan kasus, toksisitas amonia dapat
dicegah dengan penyesuaian yang tepat dari rasio C / N dari bahan baku masukan.

Pertimbangan Proses Desain

Meskipun proses pencernaan anaerob pada padatan tinggi tidak dikembangkan


sepenuhnya, beberapa desain pertimbangan penting seperti pada table 14 -12. Secara
umum, proses pencernaan anaerob dengan padatan tinggi lebih mampu menstabilkan
dibanding dengan sampah organik dan mampu memproduksi lebih banyak gas setiap
unit dari volume pada reaktor daripada proses padatan rendah yang dipertimbangkan
sebelumnya. Jumlah metana yang dapat dipulihkan dari fraksi organik MSW dengan
cara proses pencernaan anaerob padat tinggi dipertimbangkan.

Tabel 14 – 12
Pertimbangan desain penting untuk pencernaan anaerob padatan tinggi dari
fraksi organic berdasarkan MSW

Jenis Keterangan
Ukuran material Limbah yang harus dicerna harus diparut
ke ukuran yang tidak akan terganggu
dengan fungsi pemberian pakan dan
pemakaian yang efisien.
Pencampuran peralatan Peralatan pencampur akan tergantung
pada jenis reaktor yang akan digunakan
Persentase limbah padat dengan lumpur Tergantung pada karakteristik dari
sludge
Waktu retensi massal Gunakan 20 sampai 30 d untuk desain,
atau desain dasar pada hasil studi
percontohan
Tingkat pembebanan berdasarkan 0,375 sampai 0,4 lb / ft3. d (6 sampai 7
padatan volatil yang dapat teregenerasi, kg / m3 d). Tidak didefinisikan dengan
BVS baik pada saat ini. Tingkat signifikan
lebih tinggi telah dilaporkan
Konsentrasi padatan Antara 20 dan 35% (biasanya 22 sampai
28%).
Suhu Antara 85 dan 100 F (30 dan 38 C) untuk
mesofilik dan antara 131 dan 140 F (55
dan 60 C) untuk reaktor termofilik
Penghancuran BVS Bervariasi dari sekitar 90 sampai 98+
persen tergantung pada waktu retensi
massa dan tingkat pemuatan BVS
Total padatan hancur Bervariasi tergantung pada kandungan
lignin dari bahan baku
Produksi Gas 10 sampai 16 ft3 / lb padatan volatile
biodegradabel hancur (0,625 sampai 1,0
m3 / kg). (CH4 = 50 persen; CO2 = 50
persen)

Anda mungkin juga menyukai