Anda di halaman 1dari 16

TUGAS KELOMPOK

TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI


PERTAMBANGAN TIMAH

DISUSUN OLEH :
Faiz Abimanyu 114150009
M. Wigya Permana Vega 114150018
Cakra Ageng Suminar 114150025
Anissa Aulia Ramadhani N 114150034
Farid Zulfa Fakhruddin 114150048
Muhammad Pasha Faishal 114150058

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Timah merupakan unsur golongan IVA (grup 14) dalam tabel periodik,
bersama dengan karbon, silikon, germanium, dan timbal. Timah menunjukkan
kesamaan sifat kimia dengan Ge dan Pb seperti pembentukan keadaan oksidasi +2
dan +4. Sebagai anggota dalam golongan IVA, struktur geometri SnCl4 yang telah
dikarakterisasi ialah tetrahedral seperti CCl4. Pada suhu ruang, keduanya cairan tidak
berwarna dengan titik didih masing-masing 114°C dan 77°C (pada tekanan
atmosfer). Di luar keadaan tersebut, keduanya menunjukkan karakter yang cukup
berbeda. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan karena ukuran atom Sn yang lebih
besar dibandingkan atom C dan dimilikinya orbital 5d pada atom Sn. Kedua faktor
tersebut, membuat Sn memungkinkan untuk “berikatan lebih” (ekstra koordinasi)
dengan ligan-ligannya. Dalam hal tersebut, timah memiliki fleksibilitas valensi yang
lebih besar, yaitu memiliki bilangan koordinasi yang dapat lebih dari empat
(Purnomo, 2008).

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses penambangan bijih timah ?
2. Bagaimana cara mengolah penambangan bijih timah ?
3. Bagaimana ciri / karakteristik limbah timah ?
4. Bagimana cara penanganan limbah timah ?

3. Tujuan
1. Mengetahui proses penambangan bijih timah.
2. Mengetahui cara pengolahan bijih timah.
3. Mengetahui karakteristik limbah timah.
4. Mengetahui cara penanganan limbah timah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Timah adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol
Sn (bahasa Latin: stannum) dan nomor atom 50. Unsur ini merupakan logam miskin
keperakan, dapat ditempa (“malleable”), tidak mudah teroksidasi dalam udara
sehingga tahan karat, ditemukan dalam banyak aloy, dan digunakan untuk melapisi
logam lainnya untuk mencegah karat. Timah diperoleh terutama dari mineral
cassiterite yang terbentuk sebagai oksida.
Timah adalah logam berwarna putih keperakan, dengan kekerasan yang
rendah, berat jenis 7,3 g/cm3, serta mempunyai sifat konduktivitas panas dan listrik
yang tinggi. Dalam keadaan normal (13 –1600C), logam ini bersifat mengkilap dan
mudah dibentuk. Timah putih (sn) adalah unsur kimia dengan simbol Sn (Latin :
stannum) dan nomor atom 50, adalah logam golongan utama di kelompok 14 dari
tabel periodik. Timah menunjukkan kemiripan kimia untuk kedua kelompok 14
elemen tetangga, germanium dan memimpin dan memiliki dua kemungkinan
oksidasi, +2 dan sedikit lebih stabil 4. Timah adalah unsur paling melimpah ke-49
dan memiliki, dengan 10 isotop stabil, jumlah terbesar yang stabil isotop dalam tabel
periodik. Tin diperoleh terutama dari mineral kasiterit , di mana itu terjadi sebagai
timah dioksida.
Mineral ekonomis penghasil timah putih adalah kasiterit (SnO2), meskipun
sebagian kecil dihasilkan juga dari sulfida seperti stanit, silindrit, frankeit, kanfieldit
dan tealit (Carlin, 2008). Mula jadi timah di daerah jalur timah yang membentang
dari Pulau Kundur sampai Pulau Belitung dan sekitarnya diawali dengan adanya
intrusi granit yang berumur ± 222 juta tahun pada Trias Atas. Magma bersifat asam
mengandung gas SnF4, melalui proses pneumatolitik hidrotermal menerobos dan
mengisi celah retakan, dimana terbentuk reaksi: SnF4 + H2O → SnO2 + HF2
(Pamungkas, 2006). Cebakan bijih timah merupakan asosiasi mineralisasi Cu, W,
Mo, U, Nb, Ag, Pb, Zn, dan Sn. Busur metalogenik terbentuknya timah 100 - 1000
km. Terdapat tiga tipe kelompok asosiasi mineralisasi timah putih, yaitu stanniferous
pegmatites, kuarsa-kasiterit dan sulfida-kasiterit (Taylor, 1979).
Urat kuarsa-kasiterit, stockworks dan greisen terbentuk pada batuan beku
granitik plutonik, secara gradual terbentuk stanniferous pegmatites yang ke arah
dangkal terbentuk urat kuarsa-kasiterit dan greisen (Taylor, 1979). Urat berbentuk
tabular atau tubuh bijih berbentuk lembaran mengisi rekahan atau celah (Strong,
1990). Tipe kuarsa-kasiterit dan greisen merupakan tipe mineralisasi utama yang
membentuk sumber daya timah putih pada jalur timah yang menempati Kepulauan
Riau hingga Bangka-Belitung. Jalur ini dapat dikorelasikan dengan “Central Belt” di
Malaysia dan Thailand (Mitchel, 1979).
Mineral utama yang terkandung di dalam bijih timah berupa kasiterit,
sedangkan pirit, kuarsa, zirkon, ilmenit, galena, bismut, arsenik, stibnit, kalkopirit,
xenotim, dan monasit merupakan mineral ikutan. Timah putih dalam bentuk cebakan
dijumpai dalam dua tipe, yaitu cebakan bijih timah primer dan sekunder. Pada tubuh
bijih primer, kandungan kasiterit terdapat pada urat maupun dalam bentuk tersebar.
Proses oksidasi dan pengaruh sirkulasi air yang terjadi pada cebakan timah primer
pada atau dekat permukaan menyebabkan terurainya penyusun bijih timah primer.
Proses tersebut menyebabkan juga terlepas dan terdispersinya timah putih, baik
dalam bentuk mineral kasiterit maupun berupa unsur Sn. Proses pelapukan, erosi,
transportasi dan sedimentasi yang terjadi terhadap cebakan bijih timah putih pimer
menghasilkan cebakan timah sekunder, yang dapat berada pada tanah residu maupun
letakan sebagai endapan koluvial, kipas aluvial, aluvial sungai maupun aluvial lepas
pantai. Tubuh bijih primer yang berpotensi menghasilkan sumber daya cebakan
timah letakan ekonomis adalah yang mempunyai dimensi sebaran permukaan erosi
luas sebagai sumber dispersi.
Cassiterite adalah mineral timah oksida dengan rumus SnO2. Berbentuk kristal
dengan banyak permukaan mengkilap sehingga tampak seperti batu perhiasan.
Kristal tipis Cassiterite tampak translusen. Cassiterite adalah sumber mineral untuk
menghasilkan logam timah yang utama dan biasanya terdapat dialam di alluvial atau
aluvium. Stannite adalah mineral sulfida dari tembaga, besi dan timah. Rumus
kimianya adalah Cu2FeSnS4dan merupakan salah satu mineral yang dipakai untuk
memproduksi timah. Stannite mengandung sekitar 28% timah, 13% besi, 30%
tembaga, dan 30% belerang. Stannite berwarna biru hingga abu - abu.
Cylindrite merupakan mineral sulfonat yang mengandung timah, timbal,
antimon, dan besi. Rumus mineral ini adalah Pb2Sn4FeSb2S14. Cylindrite
membentuk kristal pinakoidal triklinik dimana biasanya berbentuk silinder atau tube
dimana bentuk nyatanya adalah gulungan dari lembaran kristal ini. Warna cylindrite
adalah abu - abu metalik dengan spesifik gravity 5,4. Pertama kali ditemukan di
Bolivia pada tahun 1893. Timah hitam ( Pb ) merupakan logam lunak yang berwarna
kebiru - biruan atau abu - abu keperakan dengan titik leleh pada 327,5°C dan titik
didih 1.740°C pada tekanan atmosfer. Senyawa Pb - organik seperti Pb - tetraetil dan
Pb - tetrametil merupakan senyawa yang penting karena banyak digunakan sebagai
zat aditif pada bahan bakar bensin dalam upaya meningkatkan angka oktan secara
ekonomi. PB - tetraetil dan Pb tetrametil berbentuk larutan dengan titik didih masing-
masing 110°C dan 200°C. Karena daya penguapan kedua senyawa tersebut lebih
rendah dibandingkan dengan daya penguapan unsur - unsur lain dalam bensin, maka
penguapan bensin akan cenderung memekatkan kadar P - tetraetil dan Pb - tetrametil.
Kedua senyawa ini akan terdekomposisi pada titik didihnya dengan adanya sinar
matahari dan senyawa kimia lain diudara seperti senyawa holegen asam atau
oksidator.
Sumber timah yang terbesar yaitu sebesar 80% berasal dari endapan timah
sekunder (alluvial) yang terdapat di alur - alur sungai, di darat (termasuk pulau-pulau
timah), dan di lepas pantai. Endapan timah sekunder berasal dari endapan timah
primer yang mengalami pelapukan yang kemudian terangkut oleh aliran air, dan
akhirnya terkonsentrasi secara selektif berdasarkan perbedaan berat jenis dengan
bahan lainnya. Endapan alluvial yang berasal dari batuan granit lapuk dan terangkut
oleh air pada umumnya terbentuk lapisan pasir atau kerikil.
Mineral utama yang terkandung pada bijih timah adalah cassiterite (Sn02).
Batuan pembawa mineral ini adalah batuan granit yang berhubungan dengan magma
asam dan menembus lapisan sedimen (intrusi granit). Pada tahap akhir kegiatan
intrusi, terjadi peningkatan konsentrasi elemen di bagian atas, baik dalam bentuk gas
maupun cair, yang akan bergerak melalui pori-pori atau retakan. Karena tekanan dan
temperatur berubah, maka terjadilah proses kristalisasi yang akan membentuk
deposit dan batuan samping.
Timah tidak ditemukan dalam unsur bebasnya dibumi akan tetapi diperoleh
dari senyawaannya. Timah pada saat ini diperoleh dari mineral cassiterite atau
tinstone. Cassiterite merupakan mineral oksida dari timah SnO2, dengan kandungan
timah berkisar 78%. Contoh lain sumber biji timah yang lain dan kurang mendapat
perhatian daripada cassiterite adalah kompleks mineral sulfide yaitu stanite
(Cu2FeSnS4) merupakan mineral kompleks antara tembaga – besi – timah - belerang
dan cylindrite (PbSn4FeSb2S14) merupakan mineral kompleks dari timbale – timah
– besi – antimony - belerang dua contoh mineral ini biasanya ditemukan
bergandengan dengan mineral logam yang lain seperti perak. Timah merupakan
unsur ke-49 yang paling banyak terdapat di kerak bumi dimana timah memiliki
kandungan 2 ppm jika dibandingkan dengan seng 75 ppm, tembaga 50 ppm, dan 14
ppm untuk timbal. Cassiteri terbanyak ditemukan dalam deposit alluvial/alluvium
yaitu tanah atau sediment yang tidak berkonsolidasi membentuk bongkahan batu
dimana dapat dapat mengendap di dasar laut, sungai, atau danau. Alluvium terdiri
dari berbagai macam mineral seperti pasir, tanah liat, dan batu-batuan kecil. Hampir
80% produksi timah diperoleh dari alluvial/alluvium atau istilahnya deposit
sekunder. Diperkirakan untuk mendapatkan 1 Kg Cassiterite maka sekitar 7 samapi 8
ton biji timah/alluvial harus ditambang disebabkan konsentrasi cassiterite sangat
rendah.
BAB III
ISI

1. Penambangan Bijih Timah


Penambangan timah putih dilakukan dengan beberapa cara, yaitu semprot,
penggalian dengan menggunakan excavator, atau menggunakan kapal keruk untuk
penambangan endapan aluvial darat yang luas dan dalam serta endapan timah lepas
pantai. Kapal keruk dapat beroperasi untuk penambangan cebakan timah aluvial
lepas pantai yang berada pada kedalaman sekitar 15 meter sampai dengan 50.
Penambangan menggunakan cara semprot dilakukan terutama pada endapan timah
aluvial darat dengan sebaran tidak luas dan relatif dangkal. Penambangan dengan
menggunakan shovel/excavator dilakukan untuk menggali cebakan timah putih tipe
residu, yang merupakan tanah lapukan bijih primer, umumnya berada pada lereng
daerah perbukitan. Penambangan oleh masyarakat umumnya dilakukan dengan cara
semprot. Banyak juga penambangan dalam sekala kecil terdiri dari satu atau dua
orang, menggunakan peralatan sangat sederhana berupa sekop, saringan dan dulang,
seperti penambangan oleh masyarakat di lepas pantai menggunakan sekop dengan
panjang sekitar 2,5 meter, dan dilakukan pada saat air laut surut. Penambangan
banyak dilakukan pada wilayah bekas tambang dan sekitarnya. Bahkan tailing yang
semula dianggap sudah tidak ekonomis, kembali diolah untuk dimanfaatkan
kandungan timah putihnya. Penambangan oleh masyarakat di lepas pantai selain
menggunakan peralatan manual sederhana, menggunakan juga pompa hisap dan
perahu.

2. Pengolahan (Smelting) Bijih Timah


Timah diolah dari bijih timah yang didapatkan dari batuan atau mineral timah (
kasiterit SnO2). Proses produksi logam timah dari bijinya melibatkan serangkaian
proses yang terbilang rumit yakni pengolahan mineral (peningkatan kadar
timah/proses fisik dan disebut juga upgrading ), persiapan material yang akan
dilebur, proses peleburan, proses refining dan proses pencetakan logam timah.
Pemakaian timah biasanya dalam bentuk paduan timah yang dikenal dengan nama
timah putih yakni campuran 80% timah, 11 % antimony dan 9% tembaga serta
terkadang ditambah timbal. Timah putih ini terutama dipakai untuk peralatan logam
pelindung dan pipa dalam industri kimia, industri bahan makanan dan untuk
menyimpan bahan makanan. Proses pengolahan timah ini bertujuan sesuai dengan
namanya yaitu meningkatkan kadar kandungan timah dimana Bijih timah diambil
dari dalam laut atau lepas pantai dengan penambangan atau pengerukan setelah itu
dilakukan pembilasan dengan air atau washing dan kemudian diisap dengan pompa.
Bijih timah hasil dari pengerukan biasanya mengandung 20 – 30 % timah. Setelah
dilakukan proses pengolahan mineral maka kadar kandungan timah menjadi lebih
dari 70 %, sedangkan bijih timah hasil penambangan darat biasanya mengandung
kadar timah yang sudah cukup tinggi >60%. Adapun Proses pengolahan mineral
timah ini meliputi banyak proses, yaitu :
i. Washing atau Pencucian
Pencucian timah dilakukan dengan memasukkan bijih timah ke
dalam ore bin yang berkapasitas 25 drum per unit dan mampu
melakukan pencucian 15 ton bijh per jam. Di dalam ore bin itu bijih
dicuci dengan menggunakan air tekanan dan debit yang sesuai dengan
umpan.
ii. Pemisahan berdasarkan ukuran atau screening/sizing dan uji kadar
Bijih yang didapatkan dari hasil pencucian pada ore bin lalu dilakukan
pemisahan berdasarkan ukuran dengan menggunakan alat screen, mesh,
setelah itu dilakukan pengujian untuk mengetahui kadar bijih setelah
pencucian. Prosedur penelitian kadar tersebut adalah mengamatinya
dengan mikroskop dan menghitung jumlah butir dimana butir timah dan
pengotornya memiliki karakteristik yang berbeda sehinga dapat diketahui
kadar atau jumlah kandungan timah pada bijih.
iii. Pemisahan berdasarkan berat jenis
Proses pemisahan ini menggunakan alat yang disebut jig Harz. bijih
timah yang mempunyai berat jenis lebih berat akan mengalir ke bawah
yang berarti kadar timah yang diinginkan sudah tinggi sedangkan
sisanya, yang berkadar rendah yang juga berarti mengandung pengotor
atau gangue lainya seperti quarsa, zircon, rutile, siderit dan sebagainya
akan ditampung dan dialirkan ke dalam trapezium Jig Yuba
iv. Pengolahan tailing
Dahulu tailing timah diolah kembali untuk diambil mineral bernilai yang
mungkin masih tersisa didalam tailing atau buangan. Prosesnya adalah
dengan gaya sentrifugal. Namun saat ini proses tersebut sudah tidak lagi
digunakan karena tidak efisien karena kapasitas dari alat pengolah ini
adalah 60 kg/jam.
v. Proses Pengeringan
Proses pengeringan dilakukan didalam rotary dryer. Prinsip kerjanya
adalah dengan memanaskan pipa besi yang ada di tengah – tengah rotary
dryer dengan cara mengalirkan api yang didapat dari pembakaran dengan
menggunakan solar.
vi. Klasifikasi
Bijih –bijih timah selanjutnya akan dilakukan proses – proses
pemisahan/klasifikasi lanjutan yakni: klasifikasi berdasarkan ukuran butir
dengan screeningklasifikasi berdasarkan sifat konduktivitasnya dengan
High Tension separator. Klasifikasi berdasarkan sifat kemagnetannya
dengan Magnetic separator. Klasifikasi berdasarkan berat jenis dengan
menggunakan alat seperti shaking table , air table dan multi gravity
separator(untuk pengolahan terak/tailing).
vii. Pemisahan Mineral Ikutan
Mineral ikutan pada bijih timah yang memiliki nilai atau value yang
terbilang tinggi seperti zircon dan thorium( unsur radioaktif ) akan
diambil dengan mengolah kembali bijih timah hasil proses awal pada
Amang Plant. Mula – mula bijih diayak dengan vibrator listrik
berkecepatan tinggi dan disaring/screening sehingga akan terpisah antara
mineral halus berupa cassiterite dan mineral kasar yang merupakan
ikutan. Mineral ikutan tersebut kemudian diolah pada air table sehingga
menjadi konsentrat yang selanjutnya dilakukan proses smelting,
sedangkan tailingnya dibuang ke tempat penampungan. Mineral–mineral
tersebut lalu dipisahkan dengan high tension separator–pemisahan
berdasarkan sifat konduktor – nonkonduktornya atau sifat
konduktivitasnya. Mineral konduktor antara lain: Cassiterite dan
Ilmenite. Mineral nonconductor antara lain: Thorium, Zircon dan
Xenotime. Lalu masing – masing dipisahkan kembali berdasarkan
kemagnetitanya dengan magnetic separation sehingga dihasilkan secara
terpisah, thorium dan zircon.
viii. proses pre-smelting
Setelah dilakukan proses pengolahan mineral dilakukan proses pre-
smelting yaitu proses yang dilakukan sebelum dilakukannya proses
peleburan, misalnya preparasi material, pengontrolan dan penimbangan
sehingga untuk proses pengolahan timah akan efisien.
ix. Proses Peleburan ( Smelting )
Ada dua tahap dalam proses peleburan :
- Peleburan tahap I yang menghasilkan timah kasar dan slag/terak.
- Peleburan tahap II yakni peleburan slag sehingga menghasilkan
hardhead dan slag II.
Proses peleburan berlangsung seharian – 24 jam dalam tanur guna
menghindari kerusakan pada tanur/refraktori. Umumnya terdapat tujuh
buah tanur dalam peleburan. Pada tiap tanur terdapat bagian –bagian
yang berfungsi sebagai panel kontrol: single point temperature recorder,
fuel oil controller, pressure recorder, O2 analyzer,multipoint
temperature recorder dan combustion air controller. Udara panas yang
dihembuskan ke dalam mfurnace atau tanur berasal dari udara luar /
atmosfer yang dihisap oleh axial fan exhouster yang selanjutnya
dilewatkan ke dalam regenerator yang mengubahnya menjadi panas.
Tahap awal peleburan baik peleburan I dan II adalah proses charging
yakni bahan baku – bijih timah atau slagI dimasukkan kedalam tanur
melalui hopper furnace. Dalam tanur terjadi proses reduksi dengan suhu
1100 –15000C. unsure – unsure pengotor akan teroksidasi menjadi
senyawa oksida seperti As2O3 yang larut dalam timah cair. Sedangkan
SnO tidak larut semua menjadi logam timah murni namun adapula yang
ikut ke dalam slag dan juga dalam bentuk debu bersamaan dengan gas –
gas lainnya. Setelah peleburan selesai maka hasilnya dimasukkan ke
foreheart untuk melakukan proses tapping. Sn yang berhasil dipisahkan
selanjutnya dimasukkan kedalam float untuk dilakukan pendinginan
/penurunan temperatur hingga 4000C sebelum dipindahkan ke dalam
ketel.sedangkan hardhead dimasukkan ke dalam flame oven untuk
diambil Sn dan timah besinya.
x. Proses Refining ( Pemurnian )
- Pyrorefining
Yaitu proses pemurnian dengan menggunakan panas diatas titik lebur
sehingga material yang akan direfining cair, ditambahkan mineral lain
yang dapat mengikat pengotor atau impurities sehingga logam
berharga dalam hal ini timah akan terbebas dari impurities atau hanya
memiliki impurities yang amat sedikit, karena afinitas material yang
ditambahkan terhadap pengotor lebih besar dibanding Sn. Contoh
material lain yang ditambahkan untuk mengikat pengotor: serbuk
gergaji untuk mengurangi kadar Fe, Aluminium untuk untuk
mengurangi kadar As sehingga terbentuk AsAl, dan penambahan
sulfur untuk mengurangi kadar Cu dan Ni sehingga terbentuk CuS dan
NiS. Hasil proses refining ini menghasilkan logam timah dengan
kadar hingga 99,92% (pada PT.Timah). Analisa kandungan impurities
yang tersisa juga diperlukan guina melihat apakah kadar impurities
sesuai keinginan, jika tidak dapat dilakukan proses refining ulang.
- Eutectic Refining
Yaitu proses pemurnian dengan menggunakan crystallizer dengan
bantuan agar parameter proses tetap konstan sehingga dapat diperoleh
kualitas produk yang stabil. Proses pemurnian ini bertujuan
mengurangi kadar Lead atau Pb yang terdapat pada timah sebagai
pengotor /impuritiesnya. Adapun prinsipnya adalah berhubungan
dengan temperatur eutectic Pb - Sn, pada saat eutectic temperature
lead pada solid solution berkisar 2,6% dan aakan menurun bersamaan
dengan kenaikan temperatur, dimana Sn akan meningkat kadarnya.
Prinsip utamnya adalah dengan mempertahankan temperatur yang
mendekati titik solidifikasi timah.
- Electrolitic Refining
Yaitu proses pemurnian logam timah sehingga dihasilkan kadar yang
lebih tinggi lagi dari pyrorefining yakni 99,99%( produk PT. Timah:
Four Nine ). Proses ini melakukan prinsip elektrolisis atau dikenal
elektrorefining. Proses elektrorefining menggunakan larutan elektrolit
yang menyediakan logam dengan kadar kemurnian yang sangat tinggi
dengan dua komponen utama yaitu dua buah elektroda – anoda dan
katoda – yang tercelup ke dalam bak elektrolisis.Proses
elektrorefining yang dilakukan PT.Timah menggunakan Bangka four
nine (timah berkadar 99,99% ) yang disebut pula starter sheetsebagai
katodanya, berbentuk plat tipis sedangkan anodanya adalah ingot
timah yang beratnya berkisar 130 kg dan larutan elektrolitnya H2SO4.
proses pengendapan timah ke katoda terjadi karena adanya migrasi
dari anoda menuju katoda yang disebabkan oleh adanya arus listrik
yang mengalir dengan voltase tertentu dan tidak terlalu besar.
xi. Pencetakan
Pencetakan ingot timah dilakukan secara manual dan otomatis. Peralatan
pencetakan secara manual adalah melting kettle dengan kapasitas 50 ton,
pompa cetak and cetakan logam. Proses ini memakan waktu 4 jam /50
ton, dimana temperatur timah cair adalah 2700C. Sedangkan proses
pencetakan otomatis menggunakan casting machine, pompa cetak, dan
melting kettle berkapasitas 50 ton dengan proses yang memakan waktu
hingga 1 jam/60 ton.
Langkah – langkah pencetakan:
a. Timah yang siap dicetak disalurkan menuju cetakan.
b. Ujung pipa penyalur diatur dengan menletakkannya diatas cetakan
pertama pada serinya, aliran timah diatur dengan mengatur klep pada
piapa penyalur.
c. Bila cetakan telah penuh maka pipa penyalur digeser ke cetakan
berikutnya dan permukaan timah yang telah dicetak dibersihkan dari
drossnya dan segera dipasang capa pada permukaan timah cair.
d. Kecepatan pencetakan diatur sedemikian rupa sehingga laju
pendinginan akan merata sehingga ingot yang dihasilkan mempunyai
kulitas yang bagus atau sesuai standar.
e. Ingot timah yang telah dingin disusun dan ditimbang.
3. Karakteristik Limbah Timah
a. Tailing
Limbah ini dikategorikan menjadi sand tailing dan slime tailing
(Tanpibal dan Sahunalu, 1989). Sand tailing bertekstur sangat kasar dan
memperlihatkan tidak adanya perkembangan profil dan agregasi. Slime tailing
terutama terdiri dari mineral dan tanah yang sangat halus (silt dan clay), serta
memiliki struktur lempeng. Reaksi tanah tailing tergolong sangat masam
sampai masam dengan kisaran pH 2,7-4,75 (Santi, 2005 dan Hanura, 2005)
sedangkan hasil penelitian Pusat Penelitian Bioteknologi Hutan dan
Lingkungan IPB (2002), pH berkisar 4,7-5,6. Tailing timah di Semenanjung
Malaysia juga tergolong masam dengan pH 5-6 (Mitchell, 1957 dalam Ang
1994) Kandungan unsur-unsur hara utama seperti N, P, dan K di sandy tailing
dan humic tailing tergolong rendah sampai sangat rendah. Kandungan N-total
berkisar 0,03-0,17%, P-Bray 4,20-10,65 μg g-1 , K-dd 0,00-0,32 C molkg-1 .
Unsur-unsur Na, Ca dan Mg juga tergolong rendah (Santi, 2005 dan Hanura,
2005). Sandy tailing timah mengandung bahan organik yang rendah, dengan
kisaran 0,1-2% (Palaniappan, 1972 dalam Ang 1994), namun akan mengalami
peningkatan sejalan dengan waktu. Hal ini disebabkan adanya vegetasi perintis
yang tumbuh di tailing-tailing yang sudah lama. Meskipun demikian, pada
tailing umur 20 tahun, bahan organik hanya mencapai 3,5%. Lahan sandy
tailing timah PT Koba Tin di Bangka Tengah yang berumur lebih dari 15
tahun, kandungan bahan organik sangat rendah (0,27%) (Santi 2005). Di T.B.
1,9 PT Timah Kabupaten Bangka kandungan bahan organik relatif lebih tinggi
yaitu 2,33% sementara humic tailing tergolong sedang yang berkisar 7,2%
(Hanura, 2005).
b. Terak (Slag)
Terak merupakan gabungan beberapa oksida dan silikat yang membentuk
persenyawaaan kimia. Terkadang terak juga mengandung sulfida, karbida dan
halida. Dalam peleburan bijih timah, selain menghasilkan logam timah juga
akan diperoleh terak (slag). Terak timah dihasilkan dari proses reduksi bijih
timah dalam tanur peleburan biji timah sehingga diperoleh produk timah cair
dan terak timah. Slag hasil proses peleburan bijih timah mengandung sisa
timah oksida, unsur pengikut sisa mineral seperti Ca, Zr, Si, Ti, dan Fe
kemudian dalam jumlah yang sangat sedikit adalah logam tanah jarang yang
berasal dari sisa mineral xenotime, monasite serta ilmenit. Terak timah hasil
peleburan sudah terbebas dari unsur radioaktif sehingga dapat dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan. Terak timah diambil dari dua tanur yaitu terak timah
I dan terak timah II yang diperoleh dari proses peleburan bijih timah tahap satu
dan tahap dua.
c. Mine Water
Salah satu penambangan timah di pulau Bangka menghasilkan Acid Mine
Drainage (AMD) yang menimbulkan pencemaran pada aliran sungai dan
eustarian. Permasalahan dari AMD adalah kualitas airnya yang asam dengan
pH < 3 dan kandungan logam seperti Fe, Zn, Pb, Al, dan As yang cukup tinggi.
Olahan hasil pencucian ataupun peleburan memicu timbulnya AMD dengan
ciri-ciri seperti diatas.

4. Pengolahan Limbah Timah


a. Tailing
Selain timah putih sebagai komoditas utama disertai mineral ikutan, juga
dapat dijumpai endapan kaolin yang mengandung pasir kuarsa. Penambangan
pasir timah pada tailing tambang timah dijumpai di daerah Belitung dan
Bangka. Umumnya penambangan berlangsung secara sederhana dengan
menggunakan mesin semprot dan sluice box, yang dilakukan secara perorangan
dan kelompok tambang. Kandungan timah pada tailing dapat mencapai 4550
gram timah perkubik. Kadar timah ini lebih tinggi dari CoG PT. Timah tahun
1994 yakni 300 gram timah per kubik. Kadar timah dalam tailing masih
menguntungkan untuk diusahakan meskipun menggunakan peralatan sederhana
oleh masyarakat. Penambangan pasir kuarsa dapat dilakukan juga dari endapan
tailing tambang timah. Untuk memperoleh spesifikasi yang diperlukan pasir
diolah atau dicuci untuk menghilangkan senyawa pengotornya, dan disaring
menurut kebutuhan konsumen, seperti ukuran 80 mesh, 60 mesh, 40 mesh, 24
mesh, dan 20 mesh. Ukuran ayakan yakni 24 mesh, 40 mesh, 60 mesh dan 80
mesh. Berdasarkan analisis mikroskopis contoh pasir kuarsa dari tailing timah
yang ditambang oleh PT. Karya Mandiri, menunjukkan bahwa kadar kuarsa
mencapai 99,98%, ilmenit, piroksen, turmalin, zirkon dan rutil 0,001%, garnet,
anatas, leukosin dan kasiterit menunjukkan kadar sangat rendah (trace).
Sedangkan analisis dari contoh hasil ayakannya menunjukkan kadar kuarsa
99,98% - 99,99%, zirkon 0,003% - 0,007%, rutil 0,002% - 0,003% dan ilmenit
mencapai 0,004% (Widhiyatna dkk, 2006).
Sehubungan dengan peningkatan kebutuhan dan harga zirkon akhir-akhir
ini, penambangan tailing tambang timah untuk memanfaatkan kandungan
zirkonnya juga mulai marak dilakukan. Pemanfaatan tailing tambang timah
putih untuk pasir bangunan umumnya dilakukan di lokasi bekas tambang.
Penambangan pasir bangunan tidak memerlukan pengupasan atau pembersihan
tanah penutup. Bahan baku pasir bangunan diambil dari bekas tailing timah,
umumnya berkomposisi kuarsa dan sedikit felspar dan magnetit. Dari hasil
pengamatan mikroskopik, pasir bangunan tersebut tidak mengandung mineral
berat ekonomis, kadar timah sangat rendah. Hasil analisis kimia contoh pasir
bangunan yang ditambang pada bekas tailing timah menunjukkan kadar 97,5%
SiO2, 0,9% Al2O3, dan 0,06% TiO2. Sedangkan pasir hasil cucian
menunjukkan kadar 98,2% SiO2, 0,6% Al2O3 dan 0,05% TiO2. Penambangan
pasir bangunan hampir sama dengan penambangan pasir kuarsa. Perbedaannya,
pada penambangan pasir bangunan tidak dilakukan penyaringan bertingkat,
hanya dilakukan pencucian agar pasir bangunan tersebut bebas dari kandungan
lumpur, material organik dan lempung. Produksi pasir bangunan yang
dilakukan oleh PT Bulu Tumbang ditambang di pinggiran Tanjungpandan,
diangkut ke pelabuhan menggunakan dump truck, dan dimuat ke ponton
dengan kapasitas angkut 1300 ton (Widhiyatna dkk, 2006).
b. Terak (Slag)
Pengolahan terak pada dua tanur yaitu terak timah I dan terak timah II
dapat diolah untuk diambil logam tanah jarang. Salah satu cara mengambil
logam tanah jarangnya dapat dengan pelarutan terak menggunakan larutan
NaOH. Terak timah I dan terak timah II yang telah mengalami pemanasan pada
temperatur 700 oC dan 900 oC dijadikan sebagai bahan baku, dan kemudian
dilarutkan dengan menggunakan larutan NaOH. Pada residur yang diperoleh
dari percobaan tersebut kemudian dianalisa dengan XRD (x-ray diffraction),
XRF (x-ray fluorescence). Hasil XRF akan mengidentifikasikan bahwa unsur
di dalam terak bersifat amfoter berupa zirkoin, kasiterit, dll yang merupakan
unsur logam tanah jarang. Logam tanah jarang sangat luas penggunaannya dan
erat kaitannya dengan produk industri teknologi.
c. Mine Water
Perbaikan kualitas air buangan dalam penambangan timah dapat
dilakukan dengan passive treatment yang merupakan gabungan sistem kapur
anoksik dan sistem rawa buatan. Penambahan filter pasir pada cara ini untuk
menurunkan padatan terlarut. Sistem pengolahan bersifat pasif tidak
memerlukan energi listrik, dimana aliran air menggunakan pengaruh gravitasi.
Sistem ini juga meningkatkan pH dari pH < 3 menjadi 7 serta menurunkan
turbiditas dan konduktivitas. Penyisihan logam-logam berat bisa mencapai
100% sehingga sesuai standar baku mutu.

Anda mungkin juga menyukai