DASAR TEORI
Timah tidak ditemukan dalam unsur bebasnya dibumi, akan tetapi diperoleh
dari senyawaannya. Timah pada saat ini diperoleh dari mineral cassiterite atau
tinstone. Cassiterite merupakan mineral oksida dari timah SnO2, dengan kandungan
timah berkisar 78%. Contoh lain sumber biji timah yang lain dan kurang mendapat
perhatian daripada cassiterite adalah kompleks mineral sulfide yaitu stanite
20
dari timbal-timah-besi-antimon-belerang dua contoh mineral ini biasanya
ditemukan bergandengan dengan mineral logam yang lain seperti perak.
Mayoritas timah saat ini digunakan untuk membuat patri solder. Patri
solder adalah campuran timah dan timbal yang digunakan untuk menyambungkan
pipa dan membuat sirkuit elektronik. Timah juga digunakan sebagai pelapis untuk
melindungi logam lainnya seperti timbal, seng, dan baja dari korosi. Aplikasi lain
untuk timah termasuk paduan logam seperti perunggu dan timah, produksi kaca
menggunakan proses Pilkington, tempat pasta gigi, dan dalam pembuatan tekstil.
Unsur timah hadir dalam batuan beku dari kerak bumi sekitar 0,001
persen, termasuk langka tetapi tidak jarang; kelimpahan di dunia sama besarnya
seperti unsur kobalt, nikel, tembaga, dan cerium, dan itu pada dasarnya sama
dengan kelimpahan nitrogen. Dalam kosmos ada 1,33 atom timah per 1 × 106
atom silikon, kelimpahan kurang lebih sama dengan niobium, ruthenium,
neodymium, atau platinum. Timah kosmik merupakan produk penyerapan
neutron. Kekayaan dalam isotopnya tercatat stabil.
Timah terjadi pada butir logam asli tapi sebagian besar sebagai oksida
21
untuk memproduksi timah. Stannite mengandung sekitar 28% timah, 13%
besi, 30% tembaga, dan 30% belerang. Stannite berwarna biru hingga abu-
abu.
3) Cylindrite
Cylindrite merupakan mineral sulfonat yang mengandung timah, timbal,
SnCl4 yang bersifat volatile) bereaksi dengan air meteoric (H2O), atau melalui
proses pneumatolitik hidrotermal menerobos bereaksi dengan air meteoric (H2O)
dan mengisi celah retakan yang ada, di mana terbentuk reaksi dasar:
SnF4 + H2O -> SnO2 + HF2 atau SnCl4 + 2H2O -> SnO2 + 4Cl ............ (1)
Pada proses endapan timah melalui beberapa fase penting yang sangat
menentukan keberadaan timah itu sendiri, fase tersebut adalah, pertama adalah
fase pneumatolitik, selanjutnya melalui fase kontak pneumatolitik-hydrotermal
tinggi dan fase terakhir adalah hypotermal sampai mesotermal. Fase yang terakhir
ini merupakan fase terpenting dalam penambangan karena mempunyai arti
ekonomi, dimana larutan yang mengandung timah dengan komponen utama silica
22
(Si02) mengisi perangkap pada jalur sesar, kekar dan bidang perlapisan. Sampai
ini ada dua jenis utama timah yang berdasarkan proses terbentuknya yaitu timah
primer dan timah sekunder. Endapan timah primer pada umumnya terdapat pada
batuan granit daerah sentuhannya, sedangkan endapan timah sekunder
kebanyakan terdapat pada sungai-sungai tua dan dasar lembah baik yang terdapat
di darat maupun di laut. Produksi delapan puluh persen dari endapan timah
sekunder yang merupakan hasil proses pelapukan endapan timah primer,
sedangkan sisanya ada dua puluh persen berasal dari endapan timah primer itu
sendiri. kedua timah jenis tersebut dibedakan atas dasar proses terbentuknya
(genesa).
Mineral utama yang terkandung di dalam bijih timah berupa kasiterit,
sedangkan pyrit, kuarsa, zirkon, ilmenit, galena, bismut, arsenik, stibnit,
kalkopirit, xenotim, dan monasit merupakan mineral ikutan. Timah putih dalam
bentuk cebakan dijumpai dalam dua tipe, yaitu cebakan bijih timah primer dan
sekunder. Pada tubuh bijih primer, kandungan kasiterit terdapat pada urat maupun
dalam bentuk tersebar.
Mineral yang terkandung di dalam bijih timah pada umumnya mineral
utama yaitu kasiterit, sedangkan pyrit, kuarsa, zircon, ilmenit, plumbum, bismut,
arsenik, stibnite, kalkopirit, kuprit, xenotim, dan monasit merupakan mineral
ikutan. Sumber timah Indonesia merupakan bagian jalur timah Asia Tenggara
(The South East Tin Belt), jalur timah terkaya di dunia yang membentang mulai
dari selatan China, Thailand, Birma, Malaysia sampai Indonesia.
Berdasarkan tempat atau lokasi pengendapannya endapan bijih timah
sekunder dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Endapan Elluvial
Endapan elluvial adalah endapan bijih timah yang terjadi akibat pelapukan
secara intensif. Proses ini diikuti dengan disintegrasi batuan samping dan
perpindahan mineral kasiterit (Sn02) secara vertikal sehingga terjadi
konsentrasi residual.
Ciri-ciri endapan elluvial adalah sebagai berikut :
Terdapat dekat sekali dengan sumbernya
23
Tersebar pada batuan sedimen atau batuan granit yang telah lapuk
Ukuran butir agak besar dan angular
2. Endapan Kollovial
Endapan bijih timah yang terjadi akibat peluncuran hasil pelapukan endapan
bijih timah primer pada suatu lereng dan terhenti pada suatu gradien yang
agak mendatar diikuiti dengan pemilahan.
Ciri-cirinya :
Butiran agak besar dengan sudut runcing
Biasanya terletak pada lereng suatu lembah
3. Endapan Alluvial
Endapan bijih yang terjadi akibat proses transportasi sungai, dimana mineral
berat dengan ukuran butiran yang lebih besar diendapkan dekat dengan
sumbernya. Sedangkan mineral-mineral yang berukuran lebih kecil
diendapkan jauh dari sumbernya.
Ciri-cirinya :
Terdapat di daerah lembah
Mempunyai bentuk butiran yang membundar
4. Endapan Miencan
Endapan bijih timah yang terjadi akibat pengendapan yang selektif secara
berulang-ulang pada lapisan tertentu.
Ciri-cirinya :
Endapan berbentuk lensa-lensa
Bentuk butiran halus dan bundar
5. Endapan Disseminated
Endapan bijih timah yang terjadi akibat transportasi oleh air hujan. Jarak
transportasi sangat jauh sehingga menyebabkan penyebaran yang luas tetapi
tidak teratur.
Ciri-cirinya :
Tersebar luas, tetapi bentuk dan ukurannya tidak teratur
Ukuran butir halus karena jarak transportasi jauh
24
Terdapat pada lapisan pasir atau lempung
Endapan timah sekunder termasuk salah satu jenis endapan placer yang
mempunyai nilai ekonomis. Batchelor (1973) mengemukakan tentang evolusi
“Sunda Land Tin Placer” yaitu pembentukan endapan timah placer terjadi dalam
kurun waktu yang lama sejak kala Miosen Tengah dengan ditandai mineralisasi
primer tersingkap dengan skala yang besar. Tubuh pluton granit ini mengalami
pelapukan laterit dalam (deep laterite weathering) yang mengakibatkan komposisi
kandungan mineral yang tidak resisten lapuk meningalkan mineral-mineral berat
termasuk kasiterit dalam matriks kaolin kemudian mengalami erosi membentuk
endapan “Elluvial Placer”. Proses erosi berjalan terus yang menyebabkan endapan
ini tertranspor lebih jauh membentuk endapan kolovial placer, kejadian ini terjadi
pada Sunda Land Regolith selama Miosen bawah – Pliosen awal, tipe – tipe
endapan ini di Indonesia lebih dikenal dengan endapan timah kulit.
Proses ini dilanjutkan dengan proses “Mass Wasting” yang mengkibatkan
terakumulasinya endapan Kollovial pada dasar lereng kulit (Base Of Hillslope),
selama proses ini terjadi zona-zona sesar dan kekar sehingga alterasi / ubahan
hydrothermal tererosi. Akumulasi yang dibentuk dari hasil erosi ini mengandung
bongkah-bongkah regolith, karena kandungan air yang ada terlalu tinggi
menyebabkan terjadinya debris flow membentuk endapan “Piedmont Tin Placer”
dengan ciri khas butiran timah yang kasar.
Endapan “Piedmont Tin Placer” mengalami re-working lagi dan
membentuk timah berukuran gravel yang tertransport pada lingkungan fluvial
yang dikenal dengan “Braided Stream Placer”. Endapan ini mengalami re-
working lagi membentuk endapan “Beach Placer” dengan karakteristik endapan
lebih tipis dan lebih luas dari pada endapan “Braided Stream Placer”. Variabel-
variable yang mempengaruhi konsentrasi(kekayaan)endapan timah placer adalah :
a. Batuan sumber (Source Rock) : ukuran , kadar, distribusi butiran dari
daerah mineralisasi sebagai sumber.
b. Tektonik : membentuk morfostruktur permukaan bumi.
25
c. Iklim : mempengaruhi proses pada permukaan bumi yang meliputi
pelapukan, erosi, transportasi dan sedimentasi.
26
e) Ion Sn2+ yang sangat peka terhadap udara, terjadi dalam larutan asam
perklorat, yang dapat diperoleh dengan reaksi
2+ 4- (4)
Cu(ClO4)2 + Sn Hg Cu + Sn + 2 ClO ..............
2+ + 2+
f) Hidrolisis memberikan [Sn3(OH)4] , dengan SnOH dan [Sn2(OH)2]
dalam jumlah sedikit:
2+ 2+ + (5)
3 Sn + 4 H2O [Sn3(OH)4] + 4 H log K = -6,77 ..........
27
3.5 Eksplorasi Penambangan Timah
Eksplorasi adalah segala kegiatan sebelum aktivitas penambangan yang
dikhususkan untuk mengetahui, memperkirakan, dan mendapatkan ukuran,
bentuk, posisi, kadar rata – rata serta jumlah cadangan suatu endapan mineral agar
dapat menentukan kualitas dan kwantitas dari suatu endapan tersebut
diperuntukkan mengetahui nilai ekonomisnya. Kegiatan eksplorasi ini perlu
dilakukan sebelum kegiatan penambangan karena menghindari resiko kerugian
yang akan ditanggung perusahaan.
Seluruh kegiatan eksplorasi pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
potensi sumber daya mineral (resources) yang terdapat dibumi menjadi cadangan
terukur yang siap untuk di tambang (miniable reserve). Tahapan eksplorasi ini
mencakup kegiatan untuk mencari dimana keterdapatan suatu endapan mineral,
menghitung berapa banyak dan bagaimana kondisinya, serta ikut memikirkan
bagaimana sistem pendayagunaannya. Kajian ekonomi pada kegiatan eksplorasi
ini perlu dilakukan terutama pada :
- Tahap menuju eksplorasi rinci (analisis ekonomi eksplorasi)
- Tahap sebelum penambangan (analisis ekonomi endapan)
- Mineral / studi kelayakan, (ekonomi makro)
Beberapa ilmu penunjang yang mendukung kegiatan eksplorasi ini antara lain :
- Geologi, mineral, genesa bahan galian
- Teknik eksplorasi, geofisika, geokimia
- Analisis cadangan, geostatistik
- Hidrogeologi, geoteknik
28
adalah melakukan eksplorasi detail (rinci) yang meliputi pemetaan geologi rinci
serta pengambilan contoh dengan jarak yang relatif rapat sesuai dengan sifat
endapan bahan galian termaksud. Contoh-contoh yang diperoleh kemudian
dianalisis di laboratorium untuk ditentukan kadar, sifat fisik lain yang menunjang
kegiatan penambangan. Kegiatan eksplorasi diawali dengan melakukan studi
pendahuluan, berupa studi literatur tentang genesa timah, keterdapatan, studi
fisiografis, lithologi dan stratigrafi daerah eksplorasi. Studi ini juga dilakukan
tinjauan kembali terhadap data pemboran yang telah dilakukan. Kemudian
dilakukan penetapan wilayah studi dan dibuat suatu program pemboran.
29
membangun Kapal Isap Produksi (KIP) dengan kemampuan gali
mencapai 45 meter di bawah permukaan laut sehingga dapat
menjangkau cadangan sisa dari kapal keruk, dan pengembangan Bucket
Wheel Dredges yang nantinya akan menggantikan kapal keruk jenis
Bucket Line yang mempunyai kemampuan gali sekitar 70 meter kubik di
bawah permukaan laut. Hasil produksi bijih timah dari kapal keruk
diproses di instalasi pencucian untuk mendapatkan kadar minimal 30%
Sn dan diangkut dengan kapal tongkang untuk dibawa ke Pusat
Pengolahan Bijih Timah (PPBT) untuk dipisahkan dari mineral ikutan
lainnya selain bijih timah dan ditingkatkan kadarnya hingga mencapai
persyaratan peleburan yaitu minimal 70-72% Sn.
(a) (b)
Gambar 3.1 (a) Kapal Isap Produksi, (b) Kapal Keruk (Bucket Wheel Dredge)
30
Untuk meningkatkan kapasitas produksi di laut, PT. Timah (Persero)
Tbk.
31
Tabel 3.1 Sifat-sifat Fisik Beberapa Mineral pada Bijih Timah
Mineral Kimia
Warna Kilap BJ Kekerasan Magnet Listrik
Coklat,
merah,
1 Cassiterite SnO2 kuning, Lemak 6.9–7.1 6-7 NM C
hitam
Putih,
2 Quarzt SiO2 kuning Kaca 2.6-2.7 7 NM NC
Kuning,
tembaga,
3 Pyrite FeS2 coklat Logam 4.8–4.9 6.0 – 6.5 NM C
kehitaman
Coklat
kemerahan,
5 Rutile TiO2 merah Logam 4.1-4.3 6 – 6.5 NM C
ungu,
hitam
Kelabu
baja, merah
6 Hematite Fe2O3 tua Logam 4.9 - 5.1 5.5 - 6.5 M C
kehitaman
32
7 Magnetite Fe3O4 Hitam Besi Logam 5.1-5.2 5.5-6.5 M C
Coklat,
Coklat
8 Siderite FeCO3 kemerahan, Kaca 3.8–3.9 3.5 – 4.0 M NC
Kelabu,
hitam
(CeLaY Cokelat
9 Monazite Th) Lemak 4.9-5.3 5.0-5.5 M NC
PO4 kekuningan
kemerahan
Na(Mg),
Fe, Hitam,
12 Tourmalin A16(BO hitam Kaca 3.0-3.2 7.0-7.5 M NC
3) coklat, biru
(Si6)18( hitam
OH)14
Al2SiO Kuning
13 Topaz 4 anggur, Kaca 3.4-3.6 8 NM NC
(OH2F) Jingga, putih
2
33
3.8 Mineral Berdasarkan Sifat Kemagnetan
a. Diamagnetic
Benda-benda yang tergolong jenis ini sukar untuk ditarik oleh
magnet dan bila terletak di dalam medan magnet cenderung
dihindari oleh garis-garis gaya magnet.
b. Paramagnetic
Benda-benda yang tergolong pada jenis ini tidak begitu kuat dapat
ditarik oleh magnet dan bila terletak di dalam medan magnet, fluks
yang mengalir didalamnya sama dengan fluks magnet yang
mengalir di dalam udara biasa. Benda paramagnetic dapat
dipisahkan pada magnetic separator dengan intensitasnyang tinggi.
Contoh mineral paramagnetic adalah ilmenite (FeTiO3), monazite
(fosfat tanah jarang), dan siderite (FeCO3).
c. Ferromagnetic
Benda feromagnetic adalah kategori khusus dari benda
paramagnetic yang memiliki suseptibilitas yang sangat tinggi
terhadap gaya magnet dan memiliki kecenderungan menahan sifat
kemagnetan setelah dijauhkan dari medan magnet.
34
positif, sedangkan mineral diamagnetic memiliki nilai suseptibiltas magnet nol
dan negatif. Tabel 3.2 memperlihatkan nilai suseptibiltas magnet beberapa
mineral, dimana nilai suseptibilitas magnet mineral yang sama kemungkinan
berbeda jika berbeda batuan induk (source rock) maupun ukuran butir
(Drzymala, 2007).
Paramagnetic
35
3.9 Proses Pengolahan Timah
Timah diolah dari bijih timah yang didapatkan dari batuan atau mineral
timah ( kasiterit SnO2 ). Proses produksi logam timah dari bijinya melibatkan
serangkaian proses yang terbilang rumit yakni pengolahan mineral ( peningkatan
kadar timah/proses fisik dan disebut juga upgrading ), persiapan material yang
akan dilebur, proses peleburan, proses refining dan proses pencetakan logam
timah. Pemakaian timah biasanya dalam bentuk paduan timah yang dikenal
dengan nama timah putih yakni campuran 80% timah, 11 % antimony dan 9%
tembaga serta terkadang ditambah timbal. Timah putih ini terutama dipakai untuk
peralatan logam pelindung dan pipa dalam industri kimia, industri bahan makanan
dan untuk menyimpan bahan makanan.
36
selajutnya material oversize langsung terbuang melalui tailing dan untuk material
undersize langsung turun melalui kompartment dengan panjang 640 cm, lebar 50
cm dan kedalamnya 50 cm. Didalam bak distribusi tersebut dilapisi karet sehingga
air akan mengalir dengan baik. Diatas Jig diletakkan kuku macan yang berguna
untuk memecah aliran air yang turun melalui compartment.
37
Gambar 3.3 Pengeringan Bijih Timah Menggunakan Rotary Dryer
39
3.10 Proses Peleburan Bijih Timah
3.10.1 Pra Olahan
1) Aglomerasi
Suatu proses penggumpalan dari partikel yang kecil menjadi partikel yang
lebih besar. Biasa dilakuakn pada bijih, konsentrat dan partikel partikel yang
mengalami roasting. Aglomerasi diperlukana bila diumpankan butiran yang
terlalu halus dapat terjadi penyumbatan aliran aliran gas terganggu.
Jenis Aglomerasi :
1. Pembriketan (Briqueting) Kondisi Dingin
2. Peletisasi (Pelletizing)
3. Sintering Kondisi panas
4. Modulasi
1. Pembriketan
Pembriketan dilakukan dengan percetakan tekan, menggunakan bahan
perekat (kapur, semen, lempung dan minyak residu). Hasil dari roasting
yang mempunyai partikel yang sangat halus dengan ditambahkan
reduktor karbon dibentuk suatu briket.
2. Peletisasi
Dilakukan terhadap bijih yang berbutir sangat halus sehingga sulit
disinter, produknya berupa bola-bola kecil. Tahapan proses pelletisasi
pembentukna berukuran 1-3cm dengan penambahan perekat dan air yang
dilakukan pada temperatur (!0% berat air dari 1% flux) dan juga
o
pembakran pada temperatur 1200-1300 C. jenis fluks yang dipakai
adalah bentonite, zat zat organis dan garam garam logam.
3. Sintering
Sinterisasi merupakan aglomerasi yang paling luas penerapannya
khususnya pada proses penyiapan bijih besi untuk peleburan didalam
tanur tiup. Feeding terdiri atas : konsentrat yang halus, 15% kokas
sebagai bahan bakar dan 10% air supaya bersifat poros. Dalam proses ini
bijih besi dicampur dengan kokas dan air lalu dilakukan pemanasan
dalam suatu mesin. Aglomerasi terjadi karena pelelehan sebagian
40
senyawa silikat yang terdapat dalam bijih atau karena terjadinya
pertumbuhan kristal dan rekristalisasi. Untuk bijih sulfide sinterisasi
biasanya dilakukan dengan proses pemanggangan
4. Modulasi
Proses ini dikerjakan seperti pada pembuatan klinker semen dengan cara
pemanasan didalam tanur putar, sehingga gumpalan-gumpalan material
yang terikat kuat.
2) Kalsinasi
Temperatur kaslinasi harus lebih tinggi dari drying dan membutuhkan
panas untuk menguraikan air hidrat
Tujuan kalsinasi :
1. Penguraian karbonat
2. Penguraian hydrant (air kristal)
MOH2O MO + H2O
1. Reaksi Endoterm
2. Suhu didalam reaksi > suhu diluar
3. Tekanan didalam > tekanan luar
3) Roasting
Pemanggangan secara oksidasi terjadi peleburan
Pemanggangan sulfida tidak sampai terjadi
peleburan
4) Drying
Tujuan dari drying :
1. Mengeluarkan H2O
2. Merubah dari fase padat ke fase cair tetapi tidak terjadi peleburan
41
3.10.2 Persiapan Peleburan
Peleburan adalah pekerjaan metalurgi yang terjadi pada fase suhu tinggi
dan terbentuk fase padatdan cair yang terdiri atas :
A. Pyrometalurgy
Proses pyrometalurgi merupakan pengambilan logam dari bijihnya dengan
menggunakan temperatur tinggi dimana terjadi reaksi kimia antara
42
a. Berlangsungnya reaksi kimia yang menghasilkan logam dari senyawa
senyawannya
b. Terbentuknya dua atau lebih fase yangmenungkinkan terpisahnya senyawa
logam yang dihasilkan dari senyawa senyawa yang tidak dikehendaki.
43
c) High Impurities Consentrate (konsentrat yang kadar pengotornya tinggi)
yaitu bijih timah di luar kategori satu dan dua diatas. Biasanya bijih jenis
ini digunakan untuk melebur dross dan hardhead dengan kandungan Pb
tinggi dalam bijih timah.
Sn 72,0
Fe 1,5
Pb 0,02
As 0,012
Cu 0,005
S 0,55
Ash 8 % (max)
44
Volatile Matter 5 % (max)
Sulfur 1 % (max)
Batu kapur dalam proses peleburan timah berfungsi sebagai flux atau
bahan pengikat kotoran harus mengandung CaO yang tinggi dengan kandungan
unsur lainnya rendah. Kandungan unsur dalam batu kapur :
CaO 53 % (min)
S 0,5 % (max)
P 0,5 % (max)
2) Penimbangan Komposisi
Material peleburan yang ada di gudang produksi ditempatkan dalam bunker
penimbangan selanjutnya akan dimasukkan dalam tanur peleburan. Penimbangan
material dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a. Penimbangan komposisi untuk peleburan bijih timah
bahan baku utama untuk peleburan tahap I adalah bijih timah ditambah
dengan bahan sirkulasi. Material peleburan ditimbang berdasarkan
komposisi yang ditentukan sehingga proses berjalan baik. Bahan sirkulasi
45
peleburan dross, hardhead, debu mengandung unsur yang berbeda dengan
bijih timah maka komposisi peleburan disesuaikan dengan jumlah material
lainnya.
b. Penimbangan komposisi untuk peleburan slag I
bahan baku dalam peleburan slag I terdiri dari slag I, antrasit sebagai
reduktor dan batu kapur sebagai flux.
c. Cara penimbangan
penimbangan komposisi dilakukan dengan timbangan Electrycally Drive
Batch Scale yang bergerak di rel dengan kapasitas 10 ton. Alat ini
dilengkapi dengan dua buah container untuk menampung curahan material
dari bunker, bahan baku yang telah ditimbang kemudian dimasukkan
dalam hopper tanur pantul tetap dengan crane.
1. Pada peleburan bijih diharapkan besi dalam logam yang terbentuk tidak
terlalu besar sehingga temperatur operasi relatif rendah dan penggunaan
bahan reduktor dipakai relatif sedikit.
2. Pada peleburan slag I yang mengandung Sn 20-35% diharapkan mampu
menghasilkan hardhead dan slag II dengan kadar Sn dibawah 1%
46
3. Untuk mendapatkan recovary peleburan yang setinggi tingginya karena
peleburan timah ini memerlukan biaya yang besar,sehingga setiap langkah
kerja harus efektif.
Bijih timah dan bahan sirkulasi seperti debu, dross, hardhead serta
antrasit, batu kapur dalam bunker komposisi ditimbang dengan Electrically Drive
Batch Scale yang bergerak diatas rel, alat ini dilengkapi dengan buah kontainer
untuk menampung material dari bunker.
CO2 akan bereaksi dengan antrasit membentuk CO yang akan mereduksi oksida
oksida dalam tanur.
47
Empat jam setelah charge dilakukan tapping yaitu pengeluaran material
hasil peleburan untuk mengeluarkan timah cair. Temperatur pada saat tapping
o
dipertaankan sekitar 1200 C, setelah itu tiap jam dilakukan rabbling yaitu
pengadukan material dalam tanur merata. Setelah material mencair semua
dilakukan tapping C atau tapping akhir terakhir untuk mengeluarkan timah cair
dan slag nya yang ditampung dalam fore heart. Fore Heart ini dibagi dua bagian
yang dipisahkan oleh weir sekat pemisah, dimana pada bagian bawahnya ada
saluran yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya. Pemisahan di
foreheart didasarkan pada perbedaan berat jenis antara timah cair dengan slag
seperti pada gambar.
48
Gambar 3.6 Proses Charge pada Tanur
1) Peleburan Slag
Bahan baku yang dilebur pada peleburan tahap kedua adalah slag I, batu
kapur dan antrasit. sama halnya dengan peleburan pertama antrasit yang
digunakan untuk peleburan sebagai bahan konduktor dan batu kapur sebagai flux
untuk mengikat oksida pengotor.
Dalam peleburan bijih maupun dalam peleburan slag, SnO yang terbentuk
tidak seluruhnya tereduksi menjadi logam timah. Tetapi sebagian akan masuk ke
dalam slag cair dan sebagian lagi dalam bentuk debu timah bersama dengan gas
o
lain dari tanur. Temperatur tanur mula mula 1100 Cdan terus dinaikkan hingga
o
mencapai temperatur operasi antara 1400-1500 C kenaikkan temperatur kurang
49
o 3
dari 45 C/jam. Udara yang dipakai untuk membakaran slag I kurang 6000m /jam
2
atau sesuai dengan temepratur yang diperlukan. Tekanan bahan bakar 7 kg/m dan
tekanan dalam tanur berkisar -0,01 in H2O sampai dengan -0,02 in H2O.
50
banyak impuritisnya dapat diproses pada instalasi pemurnian yang sama tanpa
menimbulkan kesulitan yang berarti. Pengaturan letak ketel pemurnian seperti
pada gambar.
uap H2O yang akan naik ke permukaan timah cair dalam bentuk gelembung
gelembung. Unsur pengotor yang ada dalam timah cair akan kontak dengan
gelembung gelembung gas CO2 dan H2O dengan adanya pengadukan akan
mempercepat terjadinya kontak gelembung gelembung gas dengan pengotor yang
ikut terbawa ke permukan timah cair kotoran yang mengapung selanjutnya di
skimming, material ini disebut sebagai dross.
51
a) Pencampuran Serbuk gergaji b) Pengadukan setelah dimasukkan
serbuk gergaji
3.10.6 Pemurnian Fe
Cara untuk menghilangkan besi didasarkan pada sifat besi yang
membentuk persenyawaan dengan timah pada temperaut tinggi. Bila bijih yang
dilebur mengandung besi, maka timah kasar yang dihasilkan akan mengandung
besi pula karena timah dan besi mempunyai sifat kimia yang hampir sama.
Persenyawaan yang terbentuk ada dua macam yaitu : FeSn dengan 32% Fe dan
52
Gambar 3.9 Proses Pemurnian Fe Menggunakan Flame Oven
3.10.7 Pemurnian Cu
Untuk mengurangi kadar Cu dalam timah cair ditambahakan sulfur (S)
selain dengan Cu sulfur juga bereaksi dengan Fe.
Partikel Cu2Sdan FeS akan terngkat ke permukaan cairan logam karena
berat jenisnya rendah dan dipisahkan dari cairan logam timah. Penambahan sulfur
tergatung dari banyaknya pengotor dalam timah cair.
3.10.8 Pemurnian As
Untuk mengurangi kadar As dalam timah kasar perlu ditambahkan dengan
o
aluminium sehingga terjadi reaksi pembentukan AlAs dengan titik lebur 1700 C.
o
Antimon akan membentuk AlSb dengan titik lebur 1050-1080 . Kedua kristal
tersebut mudah sekali mengapung karena berat jenisnya lebih kecil dibanding
logam timah.Untuk mempercepat reaksi dilakukan pengadukan dan menaikkan
o
temperatur hingga 400 C diketel rafinasi. komposisi AlAs dalam dross
dipermukaan logam cair sulit untuk dipisahkan sehingga perlu dilakukan polling
dengan menghembuskan udara ke dalam logam cair kurang lebih 5 jam. Dengan
adanya polling maka Al yang masih tertinggal teroksidasi menjadi Al2O3.
53
3.10.9 Pemurnian Pb
Untuk pemurnian Pb dengan memanfaatkan diagram dua fase PbSn. Pada
temperatur eutetic, dengan perbandingan PbSn lebih kurang 40-60%, maka PbSn
pada kondisi cair, sedangkan Sn dalam bentuk solid. Cara kerja Crystallizer
o o
berdasarkan titik lebur Pb 185 C dan Sn 232 C. Paduan logam PbSn dipanaskan
melalui blade pada temperatur diantara titik lebur kedua logam tersebut
2. Flame Oven
Wet dross dan kurasan Forehearth dimasukkan ke dalam flame oven,
setelah atap flame oven dibuka suhu operasi dipertahankan dengan menggunakan
burner yang menyemprotkan bahan bakar dan udara sekaligus sehingga terjadi
pembakaran dan menghasilkan kalor. Operasi flame oven hanya untuk
memisahkan timah dengan dross pada temperatur operasi dibuat sedemikian rupa
sehingga yang mencair hanya logam timahnya saja. Setelah timah mencair, lubang
tapping dibuka agar timah cair keluar, sementara slagnya tetap tertinggal di dalam
oven.
55
Gambar 3.12 Proses Operasi Flame Oven
3. Cooler
Cooler digunakan untuk menurunkan temperatur debu yang akan masuk
ke dalam filter. Gas-gas hasil reaksi yang mengandung debu itu dilewatkan pada
silinder-silinder tegak yang berjumlah 160 buah. Di bagian bawah dari cooler
disediakan kantung-kantung penampung (cyclone) guna mengurangi keasaman
gas. Setting Chamber berfungsi untuk mengurangi debu dari main flue.
Aliran udara disebabkan oleh isapan axial fan. Adanya gaya grafitasi dan
dibantu oleh sekat-sekat paku pada dinding pipa pendingin, maka debu yang
relatif berat akan mengendap. Penurunan temperatur terjadi karena adanya radiasi
panas dari flue gas ke udara bebas. Panjangnya lintasan yang dilalui menyebabkan
banyaknya panas yang terbuang. Debu-debu yang tertampung secara periodik
dibuang dengan membuka katup.
56
Gambar 3.13 Cooler Untuk Mengatur Menurunkan Temperatur Debu
4. Filter
Filter digunakan untuk memisahkan debu dengan gas-gas hasil reaksi
dalam tanur. Debu ini memiliki kadar Sn yang cukup tinggi, sehingga perlu
dilebur kembali. Pemakaian filter ini selain dapat mengurangi Sn yang terbuang
juga dapat mengurangi kadar polusi gas buang terhadap lingkungan sekitar.
Pendistribusian gas-gas ke kamar-kamar diatur oleh katup pengatur aliran.
Kamar yang diisi gas buang akan membuka katup pengatur aliran gas buang
secara otomatis, dan katup pengatur udara bebas ditutup. Gas tersebut selanjutnya
didistribusikan ke dalam 176 filter bag dalam tiap kamar filter. Pengaliran ini
dilakukan oleh fan penghisap melalui sebuah lubang atau pintu pada tiap kamar.
Pada waktu pengeluaran, katup pengatur aliran gas buang dan lubang isapan
ditutup. Dengan suatu sentakan, debu akan terlepas dari saringan wool dan dengan
dibantu oleh udara bebas, yang masuk melalui katup pengatur udara bebas, maka
debu akan jatuh ke bawah.
57
Gambar 3.14 Filter untuk Memisahkan Debu dengan Gas Hasil Reaksi
Dalam Tanur
5. Dust Collecting System
Flue gas hasil peleburan biasanya terdiri dari gas Oksigen (O2), Nitrogen
(N2), Karbon Monoksida (CO), Karbon Dioksida (CO 2), gas sulfur, uap timah dan
debu timah yang semuanya dialirkan melalui regenerator, sehingga panas dari
flue gas akan diserap oleh regenerator hingga temperatur regenerator mencapai
0
600 C. Panas yang dibawa oleh flue gas, kemudian dilewatkan pada main flue
dan dua buah setlling chamber, selanjutnya flue gas melewati cooler system yang
berfungsi menurunkan temperatur flue gas tersebut sebelum masuk filter system
0
sehingga temperatur lebih kurang 110 C.
Fungsi filter system untuk mendapatkan debu timah, di mana debu timah
bersama dengan gas lain meninggalkan tanur sebelum ke system filter,
didinginkan dulu lewat pendingin udara (cooler system). Debu timah dan gas
tersebut masuk ke kantung-kantung filter. Sedangkan gas-gas lain yang ikut
sebagai flue gas keluar lewat pori-pori (dinding) kantung filter melalui cerobong.
Dengan ketukan mekanis debu akan turun, lalu ditampung di screw conveyor yang
dilanjutkan ke belt conveyor kemudian masuk ke bunker debu. Dari bunker debu
ini dilakukan palletizing dengan suatu alat yang disebut pelletizer, untuk
58
menghasilkan debu timah yang berbentuk pellet. Debu timah yang dihasilkan
dipakai dalam peleburan tingkat I sebagai bahan sirkulasi.
Selain dalam bentuk SnO, hasil reaksi di dalam tanur dapat menghasilkan
uap sulfide (SnS), yang terbentuk karena adanya penurunan temperatur. Setelah
meninggalkan tanur maka uap SnS ini akan mengendap sebagai debu bersama-
sama dengan debu SnO.
Proses peleburan dan pemurnian bijih timah dilakukan dengan berulang-
ulang dengan tujuan mendapatkan logam timah cair sebanyak-banyaknya dengan
kadar setinggi mungkin.
59
di permukaan timah cair, karena ditiupkan udara ke dalam timah cair
(proses polling).
- Pengurangan kadar Cu dan Ni, dilakukan dengan menambahkan sulfur
ke dalam timah cair sehingga akan terbentuk endapan CuS dan NiS.
Analisa akhir juga tetap dilakukan untuk pengecekan, jika ternyata
terdapat kandungan impurities yang melebihi atau di ambang batas
standar yang ditetapkan maka dilakukan refining ulang sesuai dengan
kandungan impurities yang ingin dikurangi.
- Pengurangan kadar Fe, dilakukan dengan cara mengubah temperatur
ketel menjadi 300 - 400C sehingga akan terbentuk endapan FeSn di
dasar ketel. Selain itu ditambahkan serbuk gergaji yang akan berfungsi
sebagai buffer interface untuk memisahkan endapan FeSn dengan Sn
cair.
b) Eutectic Refining
Yaitu proses pemurnian dengan menggunakan crystallizer dengan bantuan
agar parameter proses tetap konstan sehingga dapat diperoleh kualitas
produk yang stabil. Proses pemurnian ini bertujuan mengurangi kadar
Lead atau Pb yang terdapat pada timah sebagai pengotor /impurities nya.
Adapun prinsipnya adalah berhubungan dengan temperature eutectic Pb-
Sn, pada saat eutectic temperature lead pada solid solution berkisar 2,6%
dan aakan menurun bersamaan dengan kenaikan temperatur, dimana Sn
akan meningkat kadarnya. Prinsip utamanya adalah dengan
mempertahankan temperatur yang mendekati titik solidifikasi timah.
c) Electrolitic Refining
Yaitu proses pemurnian logam timah sehingga dihasilkan kadar yang lebih
tinggi lagi dari pyrorefining yakni 99,99% (produk PT. Timah:Four Nine).
Proses ini melakukan prinsip elektrolisis atau dikenal elektrorefining.
Proses elektrorefining menggunakan larutan elektrolit yang menyediakan
logam dengan kadar kemurnian yang sangat tinggi dengan dua komponen
60
utama yaitu dua buah elektroda–anoda dan katoda yang tercelup ke dalam
bak elektrolisis.Proses elektrorefining yang dilakukan PT. Timah
menggunakan bangka four nine (timah berkadar 99,99% ) yang disebut
pula starter sheet sebagai katodanya, berbentuk plat tipis sedangkan
anodanya adalah ingot timah yang beratnya berkisar 130 kg dan larutan
61
62