Anda di halaman 1dari 43

BAB III

DASAR TEORI

3.1 Pengertian Timah


Timah merupakan logam putih keperakan, logam yang mudah ditempa dan
bersifat fleksibel, memiliki struktur kristalin, akan tetapi bersifat mudah patah jika
o
didinginkan. Timah dibawah suhu 13,2 C dan tidak memiliki sifat logam sama
sekali. Timah biasa disebut sebagai timah putih disebabkan warnanya putih
mengkilap, dan memiliki struktur kristal tetragonal. Tingkat resistansi
transformasi dari timah putih ke timah hitam dapat ditingkatkan dengan
pencampuran logam lain pada timah seperti seng, bismuth, atau gallium.
Timah diklasifikasikan sebagai logam pasca-transisi. Atom timah memiliki
50 elektron dan 50 proton dengan 4 elektron valensi di kulit terluar. Dalam
kondisi standar timah adalah logam lembut berwarna perak abu-abu. Timah sangat
lunak (yang berarti bahwa hal itu dapat potong menjadi lembaran tipis) dan dapat
dipoles agar bersinar. Timah dapat membentuk dua alotrop berbeda di bawah
tekanan normal, yaitu timah putih dan timah abu-abu. Timah putih adalah bentuk
logam timah yang paling akrab dengan kita. Timah abu-abu adalah non-logam dan
merupakan bahan tepung berwarna abu-abu. Timah abu-abu mempunyai banyak
kegunaan. Timah resistif (dapat melawan korosi) dari air. Hal ini memungkinkan
untuk digunakan sebagai bahan pelapis untuk melindungi logam lainnya.

Timah tidak ditemukan dalam unsur bebasnya dibumi, akan tetapi diperoleh
dari senyawaannya. Timah pada saat ini diperoleh dari mineral cassiterite atau
tinstone. Cassiterite merupakan mineral oksida dari timah SnO2, dengan kandungan
timah berkisar 78%. Contoh lain sumber biji timah yang lain dan kurang mendapat
perhatian daripada cassiterite adalah kompleks mineral sulfide yaitu stanite

(Cu2FeSnS4) merupakan mineral kompleks antara tembaga-besi-timah-belerang dan

cylindrite (PbSn4FeSb2S14) merupakan mineral kompleks

20
dari timbal-timah-besi-antimon-belerang dua contoh mineral ini biasanya
ditemukan bergandengan dengan mineral logam yang lain seperti perak.
Mayoritas timah saat ini digunakan untuk membuat patri solder. Patri
solder adalah campuran timah dan timbal yang digunakan untuk menyambungkan
pipa dan membuat sirkuit elektronik. Timah juga digunakan sebagai pelapis untuk
melindungi logam lainnya seperti timbal, seng, dan baja dari korosi. Aplikasi lain
untuk timah termasuk paduan logam seperti perunggu dan timah, produksi kaca
menggunakan proses Pilkington, tempat pasta gigi, dan dalam pembuatan tekstil.
Unsur timah hadir dalam batuan beku dari kerak bumi sekitar 0,001
persen, termasuk langka tetapi tidak jarang; kelimpahan di dunia sama besarnya
seperti unsur kobalt, nikel, tembaga, dan cerium, dan itu pada dasarnya sama
dengan kelimpahan nitrogen. Dalam kosmos ada 1,33 atom timah per 1 × 106
atom silikon, kelimpahan kurang lebih sama dengan niobium, ruthenium,
neodymium, atau platinum. Timah kosmik merupakan produk penyerapan
neutron. Kekayaan dalam isotopnya tercatat stabil.
Timah terjadi pada butir logam asli tapi sebagian besar sebagai oksida

Stannic, SnO2, di kasiterit mineral, satu-satunya mineral timah signifikan yang


komersial. Logam ini diperoleh dari kasiterit dengan reduksi (pengangkatan
oksigen) dengan batu bara atau coke dalam tungku peleburan. Tidak ada
persediaan timah yang bermutu tinggi yang diketahui. Sumber utama adalah
endapan aluvial, rata-rata sekitar 0,01 persen timah. Jenis mineral yang memiliki
kandungan unsur Timah :
1) Cassiterite
Cassiterite adalah mineral timah oksida dengan rumus SnO2. Berbentuk
kristal dengan banyak permukaan mengkilap sehingga tampak seperti batu
perhiasan. Kristal tipis Cassiterite tampak translusen. Cassiterite adalah
sumber mineral untuk menghasilkan logam timah yang utama dan biasanya
terdapat dialam di alluvial atau aluvium
2) Stannite
Stannite adalah mineral sulfida dari tembaga, besi dan timah. Rumus kimianya
adalah Cu2FeSnS4 dan merupakan salah satu mineral yang dipakai

21
untuk memproduksi timah. Stannite mengandung sekitar 28% timah, 13%
besi, 30% tembaga, dan 30% belerang. Stannite berwarna biru hingga abu-
abu.
3) Cylindrite
Cylindrite merupakan mineral sulfonat yang mengandung timah, timbal,

antimon, dan besi. Rumus mineral ini adalah Pb2Sn4FeSb2S14. Cylindrite


membentuk kristal pinakoidal triklinik dimana biasanya berbentuk silinder
atau tube dimana bentuk nyatanya adalah gulungan dari lembaran kristal ini.
Warna cylindrite adalah abu-abu metalik dengan spesifik graviti 5,4.
Pertama kali ditemukan di Bolivia pada tahun 1893.

3.2 Pembentukan Timah


Timah terbentuk sebagai endapan primer pada batuan granit dan pada
daerah sentuhan batuan endapan metamorf yang biasanya berasosiasi dengan
turmalin dan urat kuarsa timah, serta sebagai endapan sekunder, yang di dalamnya
terdiri dari endapan aluvium, eluvial, dan koluvium.
Genesis kehadiran timah bermula dengan adanya intrusi granit yang
diperkirakan ± 222 juta tahun yang lalu pada Masa Triassic Atas, magma yang
bersifat asam mengandung gas F dan Cl yang membawa unsur Sn (SnF4 dan

SnCl4 yang bersifat volatile) bereaksi dengan air meteoric (H2O), atau melalui
proses pneumatolitik hidrotermal menerobos bereaksi dengan air meteoric (H2O)
dan mengisi celah retakan yang ada, di mana terbentuk reaksi dasar:

SnF4 + H2O -> SnO2 + HF2 atau SnCl4 + 2H2O -> SnO2 + 4Cl ............ (1)

Pada proses endapan timah melalui beberapa fase penting yang sangat
menentukan keberadaan timah itu sendiri, fase tersebut adalah, pertama adalah
fase pneumatolitik, selanjutnya melalui fase kontak pneumatolitik-hydrotermal
tinggi dan fase terakhir adalah hypotermal sampai mesotermal. Fase yang terakhir
ini merupakan fase terpenting dalam penambangan karena mempunyai arti
ekonomi, dimana larutan yang mengandung timah dengan komponen utama silica

22
(Si02) mengisi perangkap pada jalur sesar, kekar dan bidang perlapisan. Sampai
ini ada dua jenis utama timah yang berdasarkan proses terbentuknya yaitu timah
primer dan timah sekunder. Endapan timah primer pada umumnya terdapat pada
batuan granit daerah sentuhannya, sedangkan endapan timah sekunder
kebanyakan terdapat pada sungai-sungai tua dan dasar lembah baik yang terdapat
di darat maupun di laut. Produksi delapan puluh persen dari endapan timah
sekunder yang merupakan hasil proses pelapukan endapan timah primer,
sedangkan sisanya ada dua puluh persen berasal dari endapan timah primer itu
sendiri. kedua timah jenis tersebut dibedakan atas dasar proses terbentuknya
(genesa).
Mineral utama yang terkandung di dalam bijih timah berupa kasiterit,
sedangkan pyrit, kuarsa, zirkon, ilmenit, galena, bismut, arsenik, stibnit,
kalkopirit, xenotim, dan monasit merupakan mineral ikutan. Timah putih dalam
bentuk cebakan dijumpai dalam dua tipe, yaitu cebakan bijih timah primer dan
sekunder. Pada tubuh bijih primer, kandungan kasiterit terdapat pada urat maupun
dalam bentuk tersebar.
Mineral yang terkandung di dalam bijih timah pada umumnya mineral
utama yaitu kasiterit, sedangkan pyrit, kuarsa, zircon, ilmenit, plumbum, bismut,
arsenik, stibnite, kalkopirit, kuprit, xenotim, dan monasit merupakan mineral
ikutan. Sumber timah Indonesia merupakan bagian jalur timah Asia Tenggara
(The South East Tin Belt), jalur timah terkaya di dunia yang membentang mulai
dari selatan China, Thailand, Birma, Malaysia sampai Indonesia.
Berdasarkan tempat atau lokasi pengendapannya endapan bijih timah
sekunder dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Endapan Elluvial
Endapan elluvial adalah endapan bijih timah yang terjadi akibat pelapukan
secara intensif. Proses ini diikuti dengan disintegrasi batuan samping dan
perpindahan mineral kasiterit (Sn02) secara vertikal sehingga terjadi
konsentrasi residual.
Ciri-ciri endapan elluvial adalah sebagai berikut :
 Terdapat dekat sekali dengan sumbernya

23
 Tersebar pada batuan sedimen atau batuan granit yang telah lapuk
 Ukuran butir agak besar dan angular
2. Endapan Kollovial
Endapan bijih timah yang terjadi akibat peluncuran hasil pelapukan endapan
bijih timah primer pada suatu lereng dan terhenti pada suatu gradien yang
agak mendatar diikuiti dengan pemilahan.
Ciri-cirinya :
 Butiran agak besar dengan sudut runcing
 Biasanya terletak pada lereng suatu lembah
3. Endapan Alluvial
Endapan bijih yang terjadi akibat proses transportasi sungai, dimana mineral
berat dengan ukuran butiran yang lebih besar diendapkan dekat dengan
sumbernya. Sedangkan mineral-mineral yang berukuran lebih kecil
diendapkan jauh dari sumbernya.
Ciri-cirinya :
 Terdapat di daerah lembah
 Mempunyai bentuk butiran yang membundar
4. Endapan Miencan
Endapan bijih timah yang terjadi akibat pengendapan yang selektif secara
berulang-ulang pada lapisan tertentu.
Ciri-cirinya :
 Endapan berbentuk lensa-lensa
 Bentuk butiran halus dan bundar
5. Endapan Disseminated
Endapan bijih timah yang terjadi akibat transportasi oleh air hujan. Jarak
transportasi sangat jauh sehingga menyebabkan penyebaran yang luas tetapi
tidak teratur.
Ciri-cirinya :
 Tersebar luas, tetapi bentuk dan ukurannya tidak teratur
 Ukuran butir halus karena jarak transportasi jauh

24
 Terdapat pada lapisan pasir atau lempung

Endapan timah sekunder termasuk salah satu jenis endapan placer yang
mempunyai nilai ekonomis. Batchelor (1973) mengemukakan tentang evolusi
“Sunda Land Tin Placer” yaitu pembentukan endapan timah placer terjadi dalam
kurun waktu yang lama sejak kala Miosen Tengah dengan ditandai mineralisasi
primer tersingkap dengan skala yang besar. Tubuh pluton granit ini mengalami
pelapukan laterit dalam (deep laterite weathering) yang mengakibatkan komposisi
kandungan mineral yang tidak resisten lapuk meningalkan mineral-mineral berat
termasuk kasiterit dalam matriks kaolin kemudian mengalami erosi membentuk
endapan “Elluvial Placer”. Proses erosi berjalan terus yang menyebabkan endapan
ini tertranspor lebih jauh membentuk endapan kolovial placer, kejadian ini terjadi
pada Sunda Land Regolith selama Miosen bawah – Pliosen awal, tipe – tipe
endapan ini di Indonesia lebih dikenal dengan endapan timah kulit.
Proses ini dilanjutkan dengan proses “Mass Wasting” yang mengkibatkan
terakumulasinya endapan Kollovial pada dasar lereng kulit (Base Of Hillslope),
selama proses ini terjadi zona-zona sesar dan kekar sehingga alterasi / ubahan
hydrothermal tererosi. Akumulasi yang dibentuk dari hasil erosi ini mengandung
bongkah-bongkah regolith, karena kandungan air yang ada terlalu tinggi
menyebabkan terjadinya debris flow membentuk endapan “Piedmont Tin Placer”
dengan ciri khas butiran timah yang kasar.
Endapan “Piedmont Tin Placer” mengalami re-working lagi dan
membentuk timah berukuran gravel yang tertransport pada lingkungan fluvial
yang dikenal dengan “Braided Stream Placer”. Endapan ini mengalami re-
working lagi membentuk endapan “Beach Placer” dengan karakteristik endapan
lebih tipis dan lebih luas dari pada endapan “Braided Stream Placer”. Variabel-
variable yang mempengaruhi konsentrasi(kekayaan)endapan timah placer adalah :
a. Batuan sumber (Source Rock) : ukuran , kadar, distribusi butiran dari
daerah mineralisasi sebagai sumber.
b. Tektonik : membentuk morfostruktur permukaan bumi.

25
c. Iklim : mempengaruhi proses pada permukaan bumi yang meliputi
pelapukan, erosi, transportasi dan sedimentasi.

Klasifikasi endapan timah placer yang didasarkan atas konsep lingkungan


pengendapan sedimen dan proses yang terjadi (Osberger, 1968, dalam Batchelor,
1973). Aspek – aspek ini mempengaruhi keberadaan dan terjadinya endapan
placer, genesa endapan timah placer tergantung pada beberapa aspek diantaranya :

a. Sumber batuan yang mengandung endapan primer kaya akan kasiterit


b. Pelapukan yang kuat sehingga mampu membebaskan mineral kasiterit
dengan mineral lainnya.
c. Gerakan masa batuan yang lapuk sepanjang lereng
d. Konsentrasi mekanis material lepas yang terjadi secara selektif dan
diendapkan kedalam suatu cekungan.
e. Terhindar dari proses erosi selanjutnya

3.3 Senyawa Timah


2 2
a) Timah, Senyawaan yang terpenting adalah SnF dan SnCl , yang diperoleh
dengan pemanasan Sn dengan hf dan hcl gas.
b) Fluoridanya cukup larut dalam air dan digunakan dalam pasta gigi yang
2
mengandung fluorida. Air menghidrolisis SnCl menjadi klorida yang
2
bersifat basa, tetapi dari larutan asam encer SnCl .2H2O dapat
terkristalisasi. Kedua halidanya larut dalam larutan yang mengandung ion
halida berlebihan, jadi:
3-
SnF2 + F- = SnF pK1 ............... (2)
3-
SnCl2 + Cl- = SnCl pK1 ................(3)
3-
c) Dalam larutan akua fluorida, SnF adalah spesies yang utama, tetapi ion-
+
ion SnF dan Sn2F5 dapat dideteksi.
d) Halida larutan dalam pelarut donor seperti aseton, piridin, atau DMSO,
menghasilkan adduct peramidal, SnCl2OC(CH3)2

26
e) Ion Sn2+ yang sangat peka terhadap udara, terjadi dalam larutan asam
perklorat, yang dapat diperoleh dengan reaksi
2+ 4- (4)
Cu(ClO4)2 + Sn Hg Cu + Sn + 2 ClO ..............

2+ + 2+
f) Hidrolisis memberikan [Sn3(OH)4] , dengan SnOH dan [Sn2(OH)2]
dalam jumlah sedikit:
2+ 2+ + (5)
3 Sn + 4 H2O [Sn3(OH)4] + 4 H log K = -6,77 ..........

3.4 Reaksi-Reaksi Timah


Timah putih adalah timah yang mudah dibentuk. ada suhu 13,2°C, secara
perlahan, timah putih berubah menjadi tepung yang bewarna abu-abu yang disebut
timah abu-abu. Bila timah putih yang dipanaskan akan menjadi sangat rapuh yang
disebut timah rapuh. Timah putih dipakai sebagai pelapis kaleng agar mengkilap
dan tahan korosi. Timah juga dipakai sebagai logam campuran dalam perunggu
(tembaga dan timah) dan sebagai logam solder (campuran timah dengan timbal).
Timah lebih mudah teroksidasi dibandingkan besi, sehingga tidak dapat dipakai
sebagai pelindung besi.
1) Bilangan oksidasi timah dalam senyawa adalah +2 dan +4. Logam ini
dapat teroksidasi oleh asam yang bukan pengoksidasi menjadi +2.
Sn + 2HCl SnCl2 + H¬2.............. (6)
2) Akan tetapi dengan pengoksidasi kuat, logam timah teroksidasi, menjdi
+4.

Sn + 4 HNO3 SnO2 + 4NO2 + 2 H2O.............. (7)


3) Reaksi timah dengan Cl2 menghasilkan SnCl2.

Sn + Cl2 SnCl2.............. (8)

4) Logam Sn larut dalam basa membentuk ion stannit, Sn(OH)42-Sn + 2OH +


2H2O Sn(OH)42- + H2(Senyawa timah, seperti SnF2 dipakai dalam bahan
pasta gigi. Senyawa (C4H9)3SnO dipakai sebagai fungisida, yaitu zat
pembasmi fungi (jamur).

27
3.5 Eksplorasi Penambangan Timah
Eksplorasi adalah segala kegiatan sebelum aktivitas penambangan yang
dikhususkan untuk mengetahui, memperkirakan, dan mendapatkan ukuran,
bentuk, posisi, kadar rata – rata serta jumlah cadangan suatu endapan mineral agar
dapat menentukan kualitas dan kwantitas dari suatu endapan tersebut
diperuntukkan mengetahui nilai ekonomisnya. Kegiatan eksplorasi ini perlu
dilakukan sebelum kegiatan penambangan karena menghindari resiko kerugian
yang akan ditanggung perusahaan.
Seluruh kegiatan eksplorasi pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
potensi sumber daya mineral (resources) yang terdapat dibumi menjadi cadangan
terukur yang siap untuk di tambang (miniable reserve). Tahapan eksplorasi ini
mencakup kegiatan untuk mencari dimana keterdapatan suatu endapan mineral,
menghitung berapa banyak dan bagaimana kondisinya, serta ikut memikirkan
bagaimana sistem pendayagunaannya. Kajian ekonomi pada kegiatan eksplorasi
ini perlu dilakukan terutama pada :
- Tahap menuju eksplorasi rinci (analisis ekonomi eksplorasi)
- Tahap sebelum penambangan (analisis ekonomi endapan)
- Mineral / studi kelayakan, (ekonomi makro)

Beberapa ilmu penunjang yang mendukung kegiatan eksplorasi ini antara lain :
- Geologi, mineral, genesa bahan galian
- Teknik eksplorasi, geofisika, geokimia
- Analisis cadangan, geostatistik
- Hidrogeologi, geoteknik

Ekonomi endapan mineral Secara umum aliran kegiatan/eksplorasi


endapan bahan galian dimulai dengan kegiatan prospeksi atau eksplorasi
pendahuluan yang meliputi kegiatan persiapan di kantor (kompilasi foto udara,
citra landast, GIS, peta-peta yang sudah ada, atau laporan yang tersedia) sampai
kepada survei geologi awal yang terdiri dari peninjauan lapangan, pemetaan
geologi regional, pengambilan contoh (scout sampling). Kegiatan selanjutnya

28
adalah melakukan eksplorasi detail (rinci) yang meliputi pemetaan geologi rinci
serta pengambilan contoh dengan jarak yang relatif rapat sesuai dengan sifat
endapan bahan galian termaksud. Contoh-contoh yang diperoleh kemudian
dianalisis di laboratorium untuk ditentukan kadar, sifat fisik lain yang menunjang
kegiatan penambangan. Kegiatan eksplorasi diawali dengan melakukan studi
pendahuluan, berupa studi literatur tentang genesa timah, keterdapatan, studi
fisiografis, lithologi dan stratigrafi daerah eksplorasi. Studi ini juga dilakukan
tinjauan kembali terhadap data pemboran yang telah dilakukan. Kemudian
dilakukan penetapan wilayah studi dan dibuat suatu program pemboran.

Eksplorasi merupakan salah satu kegiatan untuk mengetahui :


1. Kadar ( %, gram/ton, kg/mᶟ, kalori )
2. Bentuk endapan
3. Kedalaman endapan
4. Penyebaran ( lateral, vertikal )
5. Sifat-sifat fisik endapan ( lunak, keras )
6. Jumlah cadangan

Macam – macam metode di dalam teknik eksplorasi :


1. Metode geokimia
2. Metode geofisika

3.6 Operasional Penambangan Timah (Eksploitasi)


Didalam proses penambangan timah dikenal 2 jenis penambangan
yang dikenal di PT. Timah (Persero) Tbk Bangka Belitung.
a. Penambangan Lepas Pantai
Eksploitasi timah yang dilakukan oleh PT. Timah (Persero) Tbk.
dilakukan baik di daratan maupun di lepas pantai. Kegiatan
penambangan darat dilakukan perusahaan di wilayah Izin Usaha
Pertambangan (IUP) perusahaan yang berlokasi di sebagian besar Pulau
Bangka dan Belitung serta Kepulauan Riau.

29
membangun Kapal Isap Produksi (KIP) dengan kemampuan gali
mencapai 45 meter di bawah permukaan laut sehingga dapat
menjangkau cadangan sisa dari kapal keruk, dan pengembangan Bucket
Wheel Dredges yang nantinya akan menggantikan kapal keruk jenis
Bucket Line yang mempunyai kemampuan gali sekitar 70 meter kubik di
bawah permukaan laut. Hasil produksi bijih timah dari kapal keruk
diproses di instalasi pencucian untuk mendapatkan kadar minimal 30%
Sn dan diangkut dengan kapal tongkang untuk dibawa ke Pusat
Pengolahan Bijih Timah (PPBT) untuk dipisahkan dari mineral ikutan
lainnya selain bijih timah dan ditingkatkan kadarnya hingga mencapai
persyaratan peleburan yaitu minimal 70-72% Sn.

(a) (b)
Gambar 3.1 (a) Kapal Isap Produksi, (b) Kapal Keruk (Bucket Wheel Dredge)

b. Penambangan Timah Darat (Gravel Pump)


Proses penambangan timah darat (alluvial) menggunakan metode
pompa semprot (gravel pump) dimana pengoperasiannya sesuai dengan
pedoman atau prosedur penambangan yang baik (Best Mining
Practices). Untuk penambangan lepas pantai, perusahaan
mengoperasikan kapal keruk dengan jenis Bucket Line Dredges dengan
ukuran mangkuk mulai dari 7 cuft sampai dengan 24 cuft dan dapat
beroperasi mulai dari 15 sampai 50 meter dibawah permukaan laut.

30
Untuk meningkatkan kapasitas produksi di laut, PT. Timah (Persero)
Tbk.

3.7 Sifat Fisik dan Karakteristik Mineral pada Bijih Timah

Bijih timah yang ditambang di Indonesia umumnya adalah dari jenis


endapan timah alluvial dan sering disebut sebagai endapan timah sekunder atau
disebut timah placer. Jenis bijih timah ini sudah terlepas dari endapan induknya
yaitu timah primer, dan oleh air diendapkan kembali di tempat lain yang lebih
rendah.

Berkembangnya ilmu pengetahuan memungkinkan pemisahan kasiterit


dan mineral-mineral ikutannya dan pemanfaatannya. Dengan mengenal sifat-
sifat tersebut maka setiap jenis mineral dapat dikenal, sekaligus kita mengetahui
susunan kimiawinya dalam batas-batas tertentu (Wills, 2006). Sifat-sifat fisik
yang dimaksudkan adalah kilap (luster), warna (colour), kekerasan (hardness),
cerat (streak), belahan (cleavage), pecahan (fracture), bentuk (form), berat jenis
(specific gravity), kemagnetan (magnetivity), dan kelistrikan (conductivity) (lihat
tabel 3.1).

Dari hasil penyelidikan terdahulu yang dilakukan oleh beberapa peneliti


di lokasi bekas penambangan yang berbeda, kandungan mineral pada endapan
tailing hasil proses pencucian timah berupa mineral cassiterite (SnO2), mineral
ikutan timah seperti zircon (ZrSiO4), ilmenite (FeTiO3), xenotime (YPO4),
magnetite (Fe3O4), monazite (Ce,La,Nd,Th)PO4 serta mineral quarzt (SiO2).
Mineral-mineral tersebut, baik mineral utamanya (cassiterite) maupun mineral
ikutannya, merupakan mineral yang memiliki nilai ekonomis apabila
dimanfaatkan. Berdasarkan hasil penyelidikan oleh Samal et al. (2010), salah
satunya adalah mineral ilmenite (FeO.TiO2 atau FeTiO3) yang memiliki
kandungan 30–65 % TiO2.

31
Tabel 3.1 Sifat-sifat Fisik Beberapa Mineral pada Bijih Timah

No Nama Rumus Visual Sifat-sifat Fisik

Mineral Kimia
Warna Kilap BJ Kekerasan Magnet Listrik

Coklat,
merah,
1 Cassiterite SnO2 kuning, Lemak 6.9–7.1 6-7 NM C
hitam

Putih,
2 Quarzt SiO2 kuning Kaca 2.6-2.7 7 NM NC
Kuning,
tembaga,
3 Pyrite FeS2 coklat Logam 4.8–4.9 6.0 – 6.5 NM C
kehitaman

4 Ilmenite FeTiO3 Hitam Besi Logam 4.5-5.0 5-6 M C

Coklat
kemerahan,
5 Rutile TiO2 merah Logam 4.1-4.3 6 – 6.5 NM C
ungu,
hitam

Kelabu
baja, merah
6 Hematite Fe2O3 tua Logam 4.9 - 5.1 5.5 - 6.5 M C
kehitaman

32
7 Magnetite Fe3O4 Hitam Besi Logam 5.1-5.2 5.5-6.5 M C

Coklat,
Coklat
8 Siderite FeCO3 kemerahan, Kaca 3.8–3.9 3.5 – 4.0 M NC

Kelabu,
hitam

(CeLaY Cokelat
9 Monazite Th) Lemak 4.9-5.3 5.0-5.5 M NC
PO4 kekuningan

10 Xenotime YPO4 Kekuningan, Kaca 4.5-4.6 4.0-5.0 M NC

kemerahan

11 Zircon ZrSiO4 Kuning Kaca 4.6-4.7 7.5 NM NC


pucat, hijau

Na(Mg),
Fe, Hitam,
12 Tourmalin A16(BO hitam Kaca 3.0-3.2 7.0-7.5 M NC
3) coklat, biru
(Si6)18( hitam
OH)14

Al2SiO Kuning
13 Topaz 4 anggur, Kaca 3.4-3.6 8 NM NC
(OH2F) Jingga, putih
2

Sumber : PT. Timah, 2014

Ket: C=Conductor; NC=Nonconductor; M=Magnetic; NM=Nonmagnetic.

33
3.8 Mineral Berdasarkan Sifat Kemagnetan

Wills, B.A, (2011) menyatakan bahwa mineral dapat diklasifikasikan


menjadi dua kelompok besar, tergantung daripada ketertarikan mineral tersebut
dengan magnet:

a. Diamagnetic
Benda-benda yang tergolong jenis ini sukar untuk ditarik oleh
magnet dan bila terletak di dalam medan magnet cenderung
dihindari oleh garis-garis gaya magnet.
b. Paramagnetic
Benda-benda yang tergolong pada jenis ini tidak begitu kuat dapat
ditarik oleh magnet dan bila terletak di dalam medan magnet, fluks
yang mengalir didalamnya sama dengan fluks magnet yang
mengalir di dalam udara biasa. Benda paramagnetic dapat
dipisahkan pada magnetic separator dengan intensitasnyang tinggi.
Contoh mineral paramagnetic adalah ilmenite (FeTiO3), monazite
(fosfat tanah jarang), dan siderite (FeCO3).
c. Ferromagnetic
Benda feromagnetic adalah kategori khusus dari benda
paramagnetic yang memiliki suseptibilitas yang sangat tinggi
terhadap gaya magnet dan memiliki kecenderungan menahan sifat
kemagnetan setelah dijauhkan dari medan magnet.

Menurut Salahudin, H (2010), suseptibilitas magnetic batuan merupakan


tingkat kemagnetan suatu benda untuk termagnetisasi, yang pada umumnya erat
kaitannya dengan kandungan mineral dan oksida besi. Semakin besar kandungan
mineral magnetit di dalam batuan, akan semakin besar harga susceptibilitasnya.
Sedang menurut Wills B.A, (2011) suseptibilitas magnet adalah nilai
perbandingan dari intensitas kemagnetan pada material dengan medan magnet
hasil magnetisasi. Setiap mineral memiliki nilai suseptibilitas magnet yang
berbeda, dimana mineral paramagnetic memiliki nilai suseptibilitas magnet

34
positif, sedangkan mineral diamagnetic memiliki nilai suseptibiltas magnet nol
dan negatif. Tabel 3.2 memperlihatkan nilai suseptibiltas magnet beberapa
mineral, dimana nilai suseptibilitas magnet mineral yang sama kemungkinan
berbeda jika berbeda batuan induk (source rock) maupun ukuran butir
(Drzymala, 2007).

Tabel 3.2 Nilai Suseptibilitas Magnet Beberapa Mineral

Tipe Mineral Mineral Rumus Kimia –3 3


χw (10 cm /g) (SI)

Cassiterite SnO2 -0,00620


Diamagnetic Quarzt SiO2 -0,00233
calsite CaCO3 -0,0048

Piryt FeS2 0,013


Wolframite (Fe,Mn)WO4 0,53
Siderite FeCO3 1,30

Paramagnetic

Monazite (CeLaYth)PO4 0,25

Ilmenite FeTiO3 1,50

Limonite 2Fe2O3.3H2O 0,76

Ferromagnetic Magnetite Fe3O4 130

Sumber : Drzymala, 2007

35
3.9 Proses Pengolahan Timah

Timah diolah dari bijih timah yang didapatkan dari batuan atau mineral

timah ( kasiterit SnO2 ). Proses produksi logam timah dari bijinya melibatkan
serangkaian proses yang terbilang rumit yakni pengolahan mineral ( peningkatan
kadar timah/proses fisik dan disebut juga upgrading ), persiapan material yang
akan dilebur, proses peleburan, proses refining dan proses pencetakan logam
timah. Pemakaian timah biasanya dalam bentuk paduan timah yang dikenal
dengan nama timah putih yakni campuran 80% timah, 11 % antimony dan 9%
tembaga serta terkadang ditambah timbal. Timah putih ini terutama dipakai untuk
peralatan logam pelindung dan pipa dalam industri kimia, industri bahan makanan
dan untuk menyimpan bahan makanan.

Proses pengolahan timah ini bertujuan sesuai dengan namanya yaitu


meningkatkan kadar kandungan timah dimana Bijih timah diambil dari dalam laut
atau lepas pantai dengan penambangan atau pengerukan setelah itu dilakukan
pembilasan dengan air atau washing dan kemudian diisap dengan pompa. Bijih
timah hasil dari pengerukan biasanya mengandung 20 – 30 % timah. Setelah
dilakukan proses pengolahan mineral maka kadar kandungan timah menjadi lebih
dari 70 %, sedangkan bijih timah hasil penambangan darat biasanya mengandung
kadar timah yang sudah cukup tinggi >60%.

3.9.1 Pencucian (Washing)


Pencucian timah dilakukan dengan memasukkan bijih timah ke dalam ore
bin yang berkapasitas 25 drum per unit dan mampu melakukan pencucian 15 ton
bijh per jam. Di dalam ore bin itu bijih dicuci dengan menggunakan air tekanan
dan debit yang sesuai dengan umpan.
Alat Screeen (Saringan Putar) Proses pencucian pada kapal isap dimulai
pada tahap material masuk ke saringan putar untuk memisahkan material oversize
dengan undersize dengan jumlah putaran tergantung jenis materialnya akan tetapi
rata - rata putarannya adalah 10 - 11 rpm yang digerakkan oleh Drag Roll. Setelah
masuk ke saringan putar material yang yang jatuh langsung dipecah oleh air

36
selajutnya material oversize langsung terbuang melalui tailing dan untuk material
undersize langsung turun melalui kompartment dengan panjang 640 cm, lebar 50
cm dan kedalamnya 50 cm. Didalam bak distribusi tersebut dilapisi karet sehingga
air akan mengalir dengan baik. Diatas Jig diletakkan kuku macan yang berguna
untuk memecah aliran air yang turun melalui compartment.

3.9.2 Pemisahan Berdasarkan Berat Jenis


Proses pemisahan ini menggunakan alat yang disebut Jig Harz.bijih timah
yang mempunyai berat jenis lebih berat akan mengalir ke bawah yang berarti
kadar timah yang diinginkan sudah tinggi sedangkan sisanya, yang berkadar
rendah yang juga berarti mengandung pengotor atau gangue lainya seperti
Kuarsa , zircon, rutile, siderit dan sebagainya akan ditampung dan dialirkan ke
dalam Trapezium Jig Yuba.

Gambar 3.2 Proses Pemisahan Berat Jenis menggunakan Trapezium Jig


Yuba
3.9.3 Proses Pengeringan
Proses pengeringan dilakukan didalam Rotary Dryer. Prinsip kerjanya
adalah dengan memanaskan pipa besi yang ada di tengah – tengah Rotary Dryer
dengan cara mengalirkan api yang didapat dari pembakaran dengan menggunakan
solar.

37
Gambar 3.3 Pengeringan Bijih Timah Menggunakan Rotary Dryer

3.9.4 Pemisahan Berdasarkan Ukuran (Screening/Sizing) Dan Uji Kadar


Bijih yang didapatkan dari hasil pencucian pada ore bin lalu dilakukan
pemisahan berdasarkan ukuran dengan menggunakan alat screen, mesh, setelah itu
dilakukan pengujian untuk mengetahui kadar bijih setelah pencucian. Prosedur
penelitian kadar tersebut adalah mengamatinya dengan mikroskop dan
menghitung jumlah butir dimana butir timah dan pengotornya memiliki
karakteristik yang berbeda sehinga dapat diketahui kadar atau jumlah kandungan
timah pada bijih.

Gambar 3.4 Pemisahan Berdasarkan Ukuran Menggunakan Mikroskop


38
3.9.5 Klasifikasi
Bijih – bijih timah selanjutnya akan dilakukan proses – proses
pemisahan /klasifikasi lanjutan yakni:
1. Klasifikasi berdasarkan ukuran butir dengan screening
2. Klasifikasi berdasarkan sifat konduktivitasnya dengan High Tension
separator
3. Klasifikasi berdasarkan sifat kemagnetannya dengan Magnetic
separator.
4. Klasifikasi berdasarkan berat jenis dengan menggunakan alat seperti
shaking table , air table dan multi gravity separator(untuk pengolahan
terak/tailing).

3.9.6 Pemisahan Mineral Ikutan


Mineral ikutan pada bijih timah yang memiliki nilai atau value yang
terbilang tinggi seperti zircon dan thorium (unsur radioaktif) akan diambil dengan
mengolah kembali bijih timah hasil proses awal pada Amang Plant. Mula – mula
bijih diayak dengan vibrator listrik berkecepatan tinggi dan disaring (screening)
sehingga akan terpisah antara mineral halus berupa cassiterite dan mineral kasar
yang merupakan ikutan. Mineral ikutan tersebut kemudian diolah pada air table
sehingga menjadi konsentrat yang selanjutnya dilakukan proses smelting,
sedangkan tailingnya dibuang ke tempat penampungan.
Mineral–mineral tersebut lalu dipisahkan dengan high tension separator,
pemisahan berdasarkan sifat konduktor-nonkonduktor nya atau sifat
konduktivitasnya.
- Mineral Konduktor antara lain: Cassiterite dan Ilmenite.
- Mineral Non-Konduktor antara lain: Thorium, Zircon dan Xenotime.

Lalu masing masing dipisahkan kembali berdasarkan kemagnetitanya


dengan magnetic separation sehingga dihasilkan secara terpisah, thorium dan
zircon.

39
3.10 Proses Peleburan Bijih Timah
3.10.1 Pra Olahan
1) Aglomerasi
Suatu proses penggumpalan dari partikel yang kecil menjadi partikel yang
lebih besar. Biasa dilakuakn pada bijih, konsentrat dan partikel partikel yang
mengalami roasting. Aglomerasi diperlukana bila diumpankan butiran yang
terlalu halus dapat terjadi penyumbatan aliran aliran gas terganggu.
Jenis Aglomerasi :
1. Pembriketan (Briqueting) Kondisi Dingin

2. Peletisasi (Pelletizing)
3. Sintering Kondisi panas

4. Modulasi
1. Pembriketan
Pembriketan dilakukan dengan percetakan tekan, menggunakan bahan
perekat (kapur, semen, lempung dan minyak residu). Hasil dari roasting
yang mempunyai partikel yang sangat halus dengan ditambahkan
reduktor karbon dibentuk suatu briket.
2. Peletisasi
Dilakukan terhadap bijih yang berbutir sangat halus sehingga sulit
disinter, produknya berupa bola-bola kecil. Tahapan proses pelletisasi
pembentukna berukuran 1-3cm dengan penambahan perekat dan air yang
dilakukan pada temperatur (!0% berat air dari 1% flux) dan juga
o
pembakran pada temperatur 1200-1300 C. jenis fluks yang dipakai
adalah bentonite, zat zat organis dan garam garam logam.
3. Sintering
Sinterisasi merupakan aglomerasi yang paling luas penerapannya
khususnya pada proses penyiapan bijih besi untuk peleburan didalam
tanur tiup. Feeding terdiri atas : konsentrat yang halus, 15% kokas
sebagai bahan bakar dan 10% air supaya bersifat poros. Dalam proses ini
bijih besi dicampur dengan kokas dan air lalu dilakukan pemanasan
dalam suatu mesin. Aglomerasi terjadi karena pelelehan sebagian

40
senyawa silikat yang terdapat dalam bijih atau karena terjadinya
pertumbuhan kristal dan rekristalisasi. Untuk bijih sulfide sinterisasi
biasanya dilakukan dengan proses pemanggangan
4. Modulasi
Proses ini dikerjakan seperti pada pembuatan klinker semen dengan cara
pemanasan didalam tanur putar, sehingga gumpalan-gumpalan material
yang terikat kuat.

2) Kalsinasi
Temperatur kaslinasi harus lebih tinggi dari drying dan membutuhkan
panas untuk menguraikan air hidrat
Tujuan kalsinasi :

1. Penguraian karbonat
2. Penguraian hydrant (air kristal)

MOH2O MO + H2O

Proses yang terjadi dalam kalsinasi :

1. Reaksi Endoterm
2. Suhu didalam reaksi > suhu diluar
3. Tekanan didalam > tekanan luar

3) Roasting
Pemanggangan secara oksidasi terjadi peleburan
Pemanggangan sulfida tidak sampai terjadi
peleburan

4) Drying
Tujuan dari drying :
1. Mengeluarkan H2O
2. Merubah dari fase padat ke fase cair tetapi tidak terjadi peleburan

41
3.10.2 Persiapan Peleburan
Peleburan adalah pekerjaan metalurgi yang terjadi pada fase suhu tinggi
dan terbentuk fase padatdan cair yang terdiri atas :
A. Pyrometalurgy
Proses pyrometalurgi merupakan pengambilan logam dari bijihnya dengan
menggunakan temperatur tinggi dimana terjadi reaksi kimia antara

fase gas, solid (padat), d a n c a i r . P r o s e s pyrometalurgy yang


melibatkan fase gas dan padat disebut rosting. Sedangkan proses yang
menghasilkan fase cair disebut smelting.
B. Hydrometalurgy
Proses hydrometalurgy merupakan proses yang melibatkan larutan untuk
mengekstraksi logam dalam bijihnya. Proses pertama dalam
Hydrometalurgy adalah leaching, yaitu dengan cara menguraikan bijih
logam dalam larutan air atau pelarut lainnya. Setelah itu larutan
mengalami berbagai macam proses pemurnian dan penguatan konsesntrasi
sebelum logam tersebut diambil baik dalam keadaan logam murni maupun
sebagai senyawa kimia.
C. Electrometalurgy
Proses electrometalurgy merupakan proses ekstraksi dan pemurnian yang
melibtakan energi listrik sebagai dasar dalam proses ekstraksi.
Electrometalurgy melibatkan prinsip ekeltrolisis dan eletrokimia. Proses
yang paling umum dalam electrometalurgy adalah electrowinning dan
electro-refining

Pada tahap persiapan peleburan ini,peleburan pada bijih timah menggunakan


proses peleburan pyrometalurgi dikarenakan dalam proses ekstraksinya
menggunakanenergi panas yang tinggi agar dapat menghassilkan timah cair
(Crude Tin) dengan kadar Sn antara 90,0% - 99,99%.

Fenomena utama yang terjadi pada proses peleburan adalah :

42
a. Berlangsungnya reaksi kimia yang menghasilkan logam dari senyawa
senyawannya
b. Terbentuknya dua atau lebih fase yangmenungkinkan terpisahnya senyawa
logam yang dihasilkan dari senyawa senyawa yang tidak dikehendaki.

Pembentukan fasa fasa yang diperlukan untuk berlangsungnya pemisahan


fisik antara logam logam dengan unsur pengotornya dapat terjadi dengan
sendirinya atau dengan bantuan penambahan bahan bahan atau reagen-reagen lain.

1) Syarat Kualitas Bijih Timah


Bahan baku untuk memproduksi logam timah terdiri dari bijih timah,
antrasit dan batu kapur. Sedangkan bahan sirkulasi dalam proses peleburan terdiri
dari debu, dross dan hard head. Bahan baku semuanya didapatkan dari material
produksi
Bijih timah yang berasal dari unit penambangan darat dan penambangan
laut kadar timah dan pengotornya beda. Namun demikian konsentrat timah yang
akan dilebur harus memenuhi syarat yang ditetapkan untuk peleburan dengan
kandungan Sn tinggi. Sebelum dilebur bijih timah diambil sample untuk
mengetahui kandungan unsurnya dimaterial produksi.
Pengambilan sample konsentrat timah dilakukan dengan menggunakan
knight sample dari suatu partai konsentrat, dengan sample timah sebanyak 9,6 kg.
Setelah dilakukan mixing dan splitting hingga didapat sample sebanyak dua
bagian dengan berat masing masing 0,15 kg. Satu disimpan sebagai arsip
sedangkan sisanya dikirim ke laboratorium. Bijih timah yang diterima berdasarkan
unsur pengotornya di bagi atas :
a) Clean Consentrate (konsentrat bersih) yaitu bijih timah yang langsung
dapat dilebur untuk menghasilkan logam yang telah ditentukan, tanpa
adanya proses tambahan dalam pemurnian kecuali pemurnian besi.
b) Blendable Consentrate (konsentrat menengah) yaitu bijih timah yang
sebelum dilebur harus dicampur (blending) terlebih dahulu dengan clean
konsentrat yang mempunyai kadar pengotor tidak sama.

43
c) High Impurities Consentrate (konsentrat yang kadar pengotornya tinggi)
yaitu bijih timah di luar kategori satu dan dua diatas. Biasanya bijih jenis
ini digunakan untuk melebur dross dan hardhead dengan kandungan Pb
tinggi dalam bijih timah.

Secara umum bijih timah yang akan dilebur mengandung unsure-unsur


sebagai berikut :

Tabel 3.3 Kandungan Unsur dalam Sample

Unsur dalam bijih timah Kadar rata-rata (%)

Sn 72,0

Fe 1,5

Pb 0,02

As 0,012

Cu 0,005

S 0,55

Antrasit yang diperlukan sebagai reduktor harus memenuhi syarat yang


telah ditentukan sebagai berikut :

Tabel 3.4 Kandungan Unsur dalam Antrasit

Unsur Kadar rata-rata

Fixed Carbon 78 % (min)

Ash 8 % (max)

Total Moisture 7 % (min)

44
Volatile Matter 5 % (max)

Sulfur 1 % (max)

Batu kapur dalam proses peleburan timah berfungsi sebagai flux atau
bahan pengikat kotoran harus mengandung CaO yang tinggi dengan kandungan
unsur lainnya rendah. Kandungan unsur dalam batu kapur :

Tabel 3.5 Kandungan Unsur dalam Batu Kapur

Unsur Kadar rata-rata

CaO 53 % (min)

CO2 41,6 % (min)

MgO 0,8 % (max)

SiO2 0,8 % (max)

Fe2O3 0,2 % (max)

S 0,5 % (max)

H2O 0,5 % (max)

P 0,5 % (max)

2) Penimbangan Komposisi
Material peleburan yang ada di gudang produksi ditempatkan dalam bunker
penimbangan selanjutnya akan dimasukkan dalam tanur peleburan. Penimbangan
material dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a. Penimbangan komposisi untuk peleburan bijih timah
bahan baku utama untuk peleburan tahap I adalah bijih timah ditambah
dengan bahan sirkulasi. Material peleburan ditimbang berdasarkan
komposisi yang ditentukan sehingga proses berjalan baik. Bahan sirkulasi

45
peleburan dross, hardhead, debu mengandung unsur yang berbeda dengan
bijih timah maka komposisi peleburan disesuaikan dengan jumlah material
lainnya.
b. Penimbangan komposisi untuk peleburan slag I
bahan baku dalam peleburan slag I terdiri dari slag I, antrasit sebagai
reduktor dan batu kapur sebagai flux.
c. Cara penimbangan
penimbangan komposisi dilakukan dengan timbangan Electrycally Drive
Batch Scale yang bergerak di rel dengan kapasitas 10 ton. Alat ini
dilengkapi dengan dua buah container untuk menampung curahan material
dari bunker, bahan baku yang telah ditimbang kemudian dimasukkan
dalam hopper tanur pantul tetap dengan crane.

Proses penimbangan dilakukan dari bunker material masing-masing yang


beratnya dapat dipantau dari ruang kontrol. Material dicampur dalam kubel dan
diangkat dengan crane untuk dicurahkan dalam hopper tanur.

3.10.3 Prinsip, Mekanisme Dan Teknologi Peleburan Bijih Timah


Peleburan bijh timah dilakukan dalam dua tahap yaitu peleburan bijih
timah dan peleburan slag I. Pada peleburan bijih tiah dihasilkan logam timah
kasar (crude tin) sedangkan pada peleburan slag I dihasilkan slag II dan
hardhead.

Tujuan dilakukan peleburan dua tahap adalah :

1. Pada peleburan bijih diharapkan besi dalam logam yang terbentuk tidak
terlalu besar sehingga temperatur operasi relatif rendah dan penggunaan
bahan reduktor dipakai relatif sedikit.
2. Pada peleburan slag I yang mengandung Sn 20-35% diharapkan mampu
menghasilkan hardhead dan slag II dengan kadar Sn dibawah 1%

46
3. Untuk mendapatkan recovary peleburan yang setinggi tingginya karena
peleburan timah ini memerlukan biaya yang besar,sehingga setiap langkah
kerja harus efektif.

Bijih timah dan bahan sirkulasi seperti debu, dross, hardhead serta
antrasit, batu kapur dalam bunker komposisi ditimbang dengan Electrically Drive
Batch Scale yang bergerak diatas rel, alat ini dilengkapi dengan buah kontainer
untuk menampung material dari bunker.

Selesai penimbangan material dimasukkan ke dalam hopper, dilakukan


mixing agar material yang akan dilebur menjadi homogen. Material yang telah
homogen tersebut ditempatkan dalam hopper-hopper tanur dengan melalui bukaan
valve material dicharge kedalam tanur. Setiap charge kurang dari 35 dan 20
komposisi. Dalam peleburan bijih timah diperlukan udara kurang dari 6.000
3 o
m /jam dan temperatur peleburan lebih kurang 1100-1350 C. Udara pembakaran
diambil dari atmosfer menggunakan axial fan refrigerator yang berkapasitas
3
maksimum 10.000 m /jam. Minyak yang dipakai untuk pembakaran dalam tanur
adalah minyak jenis FO(Fuel Oil)
o
Pada temperatur diatas 700 C gas CO akan lebih stabil daripada gas CO2
sehingga pada temperatur operasi akan diperoleh gas CO. Selain faktor, faktor
isapan yang berperan dalam pembentukan CO. Dengan isapan tekanan dalam
tanur menjadi kecildan jumlah oksigen didalam tanur sangat terbatas,sehingga gas

CO2 akan bereaksi dengan antrasit membentuk CO yang akan mereduksi oksida
oksida dalam tanur.

Gas-gas yang dihasilkan selama proses peleburan berlangsung dihisap


keluar dari tanur menuju gerbong. Setiap tanur mempunyai dua buah refrigerator
yang bekerja secara bergantian sesua dengan pergantian sparay nozzle. Flue gas
hasil pembakaran dimanfaatkan untuk pemanasan refrigerator lainnya sampai
o
temperatur mencapai 400-600 C dan tekanan operasi dalam tanur berkisar -0,01 in

H2O sampai dengan -0,02 in H2O.

47
Empat jam setelah charge dilakukan tapping yaitu pengeluaran material
hasil peleburan untuk mengeluarkan timah cair. Temperatur pada saat tapping
o
dipertaankan sekitar 1200 C, setelah itu tiap jam dilakukan rabbling yaitu
pengadukan material dalam tanur merata. Setelah material mencair semua
dilakukan tapping C atau tapping akhir terakhir untuk mengeluarkan timah cair
dan slag nya yang ditampung dalam fore heart. Fore Heart ini dibagi dua bagian
yang dipisahkan oleh weir sekat pemisah, dimana pada bagian bawahnya ada
saluran yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya. Pemisahan di
foreheart didasarkan pada perbedaan berat jenis antara timah cair dengan slag
seperti pada gambar.

Gambar 3.5 Pemisahan Timah Cair Dan Slag

Pengeluaran hasil peleburan atau tapping dilakukan apabila reaksi


dalam tanur relatif tidak terjadi lagi dngan cara membuka tapping
menggunakan pipa yang disemprotkan udara bertekanan tinggi. Tapping
dilakukan dalam tiga tahap yaitu Tapping A dan B untuk pengeluaran logam
timah dengan slag nya.

48
Gambar 3.6 Proses Charge pada Tanur

Kurasan foreheart, float dan ketel rafinasi mengandung Sn yang sangat


tinggi mencapai 90% dinamakan sebagai wet dross, untuk itu dilakukan peleburan
di flame oven yang prinsipnya sama dengan ditanur tetap hanya temperatur dan
bahan bakar yang digunakan berbeda. Hasil peleburan ini dituang ke ketel rafinasi
kembali sedangkan dry dross dilebur bersama sama dengan bijih timah. Pada
peleburan bijih timah dengan dross material sirkulasi ternyata membutuhkan
waktu yang sangat panjang dibandingan dengan peleburan bijih timah biasa atau
pun peleburan slag.

1) Peleburan Slag
Bahan baku yang dilebur pada peleburan tahap kedua adalah slag I, batu
kapur dan antrasit. sama halnya dengan peleburan pertama antrasit yang
digunakan untuk peleburan sebagai bahan konduktor dan batu kapur sebagai flux
untuk mengikat oksida pengotor.
Dalam peleburan bijih maupun dalam peleburan slag, SnO yang terbentuk
tidak seluruhnya tereduksi menjadi logam timah. Tetapi sebagian akan masuk ke
dalam slag cair dan sebagian lagi dalam bentuk debu timah bersama dengan gas
o
lain dari tanur. Temperatur tanur mula mula 1100 Cdan terus dinaikkan hingga
o
mencapai temperatur operasi antara 1400-1500 C kenaikkan temperatur kurang

49
o 3
dari 45 C/jam. Udara yang dipakai untuk membakaran slag I kurang 6000m /jam
2
atau sesuai dengan temepratur yang diperlukan. Tekanan bahan bakar 7 kg/m dan
tekanan dalam tanur berkisar -0,01 in H2O sampai dengan -0,02 in H2O.

2) Pemurnian Logam Timah


Tujuan dari proses pemurnian adalah memurnikan cairan timah yang
dihasilkan dari proses pelebran, sehingga didapat logam timah cair sebagaian
besar adalah senyawa kimia dalam bentuk intermetallic compound yang
mempunyai titik lebur di atas temperatur operasi peleburan. Proses pemurnian
dititikberatkan untuk menurunkan kadar Fe, as, Pb dan Cu yang terkandung dalam
timah cair.

3.10.4 Pengaturan Letak Ketel


Ketel berbentuk setengah bola dengan fungsi utama sebagai tempat
pemurnian timah kasar dari unsur-unsur pengotor terutama Fe, As dan Cu.
Penambahan bahan-bahan pengikat dilakukan setelah diketahui komposisi timah
o
serta unsur-unsur pengotornya. Temperatur ketel diatur pada suhu 280-400 C. Hal
ini dimaksudkan untuk mengurangi kelarutan Fe karena memilki titik lebur
o o
1536 C dan Sn 232 C maka Fe mengendap didinding dinding ketel.
Untuk memudahkan uraian tentang proses rafinasi atau pemurnian bijih
timah, maka ditentukan nomor dari ketel ketel yang ada. cara pembagian nomor
ketel tersebut hanyalah untuk mencapai kapasitas maksimum. Pembagian ketel
dan temperatur tersebut,yaitu :
1. Ketel I dan II : Berfungsi sebagai tempat Penampungan Timah
o o
Temperatur : 320 C – 400 C
2. Ketel III: Berfungsi Sebagai tempat Pemurnian Timah
o o
Temperatur : 280 C – 320 C
3. Ketel IV : Berfungsi sebagai tempat Pencetakan Logam Timah
o o
Temperatur : 260 C – 280 C
Ditentukan dua jalur utama dari timah yang dimurnikan dengan cara ini,
timah kasar yang hanya memerlukan rafinasi sedikit maupun timah kasar yang

50
banyak impuritisnya dapat diproses pada instalasi pemurnian yang sama tanpa
menimbulkan kesulitan yang berarti. Pengaturan letak ketel pemurnian seperti
pada gambar.

Gambar 3.7 Ketel Pemurnian Timah

3.10.5 Proses Stiring


Proses stiring adalah proses pemurnian timah kasar dengan cara
pengadukan dengan menggunakan stirrer karena ada putaran stirrer, maka
permukaan timah cair akan membentuk lekukan (vortex) dan ditambahakan
o
serbuk gergaji. Pada suhu 400 C serbuk gergaji akan menghasilkan gas Co2 dan

uap H2O yang akan naik ke permukaan timah cair dalam bentuk gelembung
gelembung. Unsur pengotor yang ada dalam timah cair akan kontak dengan
gelembung gelembung gas CO2 dan H2O dengan adanya pengadukan akan
mempercepat terjadinya kontak gelembung gelembung gas dengan pengotor yang
ikut terbawa ke permukan timah cair kotoran yang mengapung selanjutnya di
skimming, material ini disebut sebagai dross.

51
a) Pencampuran Serbuk gergaji b) Pengadukan setelah dimasukkan
serbuk gergaji

Gambar 3.8 Ketel Pada Saat Proses Stiring

3.10.6 Pemurnian Fe
Cara untuk menghilangkan besi didasarkan pada sifat besi yang
membentuk persenyawaan dengan timah pada temperaut tinggi. Bila bijih yang
dilebur mengandung besi, maka timah kasar yang dihasilkan akan mengandung
besi pula karena timah dan besi mempunyai sifat kimia yang hampir sama.
Persenyawaan yang terbentuk ada dua macam yaitu : FeSn dengan 32% Fe dan

FeSn2 dengan 19% Fe.


Selanjutnya dari ketel stirring timah cair dipindahkan ke Falme Oven agar
pemurnian lebih sempurna. Timah cair yang sudah mmenuhi persyaratan terhadap
unsur unsur pengotornya, dipindahkan ke ketel cetak yang langsung dicetak
o
menjadi logam timah. Pada temperatur 800 C akan terjadi pengendapan FeSn dan
bila pendinginan dilanjutkan maka pengendapan FeSn yang halus semakin
o
banyak, sementara timah akan bertambah murni. Pada suhu 400 C akan terbentuk
persenyawaan baru, kristal FeSn akan bereaksi dengan cairan timah
disekelilingnya membentuk FeSn2.

52
Gambar 3.9 Proses Pemurnian Fe Menggunakan Flame Oven

3.10.7 Pemurnian Cu
Untuk mengurangi kadar Cu dalam timah cair ditambahakan sulfur (S)
selain dengan Cu sulfur juga bereaksi dengan Fe.
Partikel Cu2Sdan FeS akan terngkat ke permukaan cairan logam karena
berat jenisnya rendah dan dipisahkan dari cairan logam timah. Penambahan sulfur
tergatung dari banyaknya pengotor dalam timah cair.

3.10.8 Pemurnian As
Untuk mengurangi kadar As dalam timah kasar perlu ditambahkan dengan
o
aluminium sehingga terjadi reaksi pembentukan AlAs dengan titik lebur 1700 C.
o
Antimon akan membentuk AlSb dengan titik lebur 1050-1080 . Kedua kristal
tersebut mudah sekali mengapung karena berat jenisnya lebih kecil dibanding
logam timah.Untuk mempercepat reaksi dilakukan pengadukan dan menaikkan
o
temperatur hingga 400 C diketel rafinasi. komposisi AlAs dalam dross
dipermukaan logam cair sulit untuk dipisahkan sehingga perlu dilakukan polling
dengan menghembuskan udara ke dalam logam cair kurang lebih 5 jam. Dengan
adanya polling maka Al yang masih tertinggal teroksidasi menjadi Al2O3.

53
3.10.9 Pemurnian Pb
Untuk pemurnian Pb dengan memanfaatkan diagram dua fase PbSn. Pada
temperatur eutetic, dengan perbandingan PbSn lebih kurang 40-60%, maka PbSn
pada kondisi cair, sedangkan Sn dalam bentuk solid. Cara kerja Crystallizer
o o
berdasarkan titik lebur Pb 185 C dan Sn 232 C. Paduan logam PbSn dipanaskan
melalui blade pada temperatur diantara titik lebur kedua logam tersebut

Gambar 3.10 Proses Pemurnian Pb menggunakan Crystallizer

3.11 Peralatan Peleburan Timah


1. Tanur Pantul Tetap
Setiap tanur memiliki 12 buah hopper yang diletakkan secara merata di
atas tanur. Dua buah hopper terdekat dengan lubang tapping biasanya tidak diisi
material, untuk memindahkan saat trapping.
Bahan bakar dimasukkan ke dalam tanur melalui nozzle pada burner
dengan kapasitas tertentu sesuai pengaturan. Udara bebas yang diisap oleh axial
fan dipanaskan terlebih dahulu oleh regenerator. Udara panas dan bahan bakar
bereaksi menghasilkan kalor, yang selanjutnya kalor ini sebagian dimanfaatkan
untuk memanaskan regenerator sebelum udara panas sisa pembakaran dibuang.
54
Material peleburan yang telah disiapkan baik dari komposisi maupun beratnya
dimasukkan ke dalam tanur melalui hopper. Rabbling atau pengadukan dilakukan
melalui pintu rabbling yang berjumlah 7 buah tiap tanur tujuannya untuk
meratakan material dan panas selama proses peleburan berlangsung.

Gambar 3.11 Proses Pengadukan (Rabbling) Material didalam Tanur

2. Flame Oven
Wet dross dan kurasan Forehearth dimasukkan ke dalam flame oven,
setelah atap flame oven dibuka suhu operasi dipertahankan dengan menggunakan
burner yang menyemprotkan bahan bakar dan udara sekaligus sehingga terjadi
pembakaran dan menghasilkan kalor. Operasi flame oven hanya untuk
memisahkan timah dengan dross pada temperatur operasi dibuat sedemikian rupa
sehingga yang mencair hanya logam timahnya saja. Setelah timah mencair, lubang
tapping dibuka agar timah cair keluar, sementara slagnya tetap tertinggal di dalam
oven.

55
Gambar 3.12 Proses Operasi Flame Oven

3. Cooler
Cooler digunakan untuk menurunkan temperatur debu yang akan masuk
ke dalam filter. Gas-gas hasil reaksi yang mengandung debu itu dilewatkan pada
silinder-silinder tegak yang berjumlah 160 buah. Di bagian bawah dari cooler
disediakan kantung-kantung penampung (cyclone) guna mengurangi keasaman
gas. Setting Chamber berfungsi untuk mengurangi debu dari main flue.
Aliran udara disebabkan oleh isapan axial fan. Adanya gaya grafitasi dan
dibantu oleh sekat-sekat paku pada dinding pipa pendingin, maka debu yang
relatif berat akan mengendap. Penurunan temperatur terjadi karena adanya radiasi
panas dari flue gas ke udara bebas. Panjangnya lintasan yang dilalui menyebabkan
banyaknya panas yang terbuang. Debu-debu yang tertampung secara periodik
dibuang dengan membuka katup.

56
Gambar 3.13 Cooler Untuk Mengatur Menurunkan Temperatur Debu

4. Filter
Filter digunakan untuk memisahkan debu dengan gas-gas hasil reaksi
dalam tanur. Debu ini memiliki kadar Sn yang cukup tinggi, sehingga perlu
dilebur kembali. Pemakaian filter ini selain dapat mengurangi Sn yang terbuang
juga dapat mengurangi kadar polusi gas buang terhadap lingkungan sekitar.
Pendistribusian gas-gas ke kamar-kamar diatur oleh katup pengatur aliran.
Kamar yang diisi gas buang akan membuka katup pengatur aliran gas buang
secara otomatis, dan katup pengatur udara bebas ditutup. Gas tersebut selanjutnya
didistribusikan ke dalam 176 filter bag dalam tiap kamar filter. Pengaliran ini
dilakukan oleh fan penghisap melalui sebuah lubang atau pintu pada tiap kamar.
Pada waktu pengeluaran, katup pengatur aliran gas buang dan lubang isapan
ditutup. Dengan suatu sentakan, debu akan terlepas dari saringan wool dan dengan
dibantu oleh udara bebas, yang masuk melalui katup pengatur udara bebas, maka
debu akan jatuh ke bawah.

57
Gambar 3.14 Filter untuk Memisahkan Debu dengan Gas Hasil Reaksi
Dalam Tanur
5. Dust Collecting System
Flue gas hasil peleburan biasanya terdiri dari gas Oksigen (O2), Nitrogen
(N2), Karbon Monoksida (CO), Karbon Dioksida (CO 2), gas sulfur, uap timah dan
debu timah yang semuanya dialirkan melalui regenerator, sehingga panas dari
flue gas akan diserap oleh regenerator hingga temperatur regenerator mencapai
0
600 C. Panas yang dibawa oleh flue gas, kemudian dilewatkan pada main flue
dan dua buah setlling chamber, selanjutnya flue gas melewati cooler system yang
berfungsi menurunkan temperatur flue gas tersebut sebelum masuk filter system
0
sehingga temperatur lebih kurang 110 C.
Fungsi filter system untuk mendapatkan debu timah, di mana debu timah
bersama dengan gas lain meninggalkan tanur sebelum ke system filter,
didinginkan dulu lewat pendingin udara (cooler system). Debu timah dan gas
tersebut masuk ke kantung-kantung filter. Sedangkan gas-gas lain yang ikut
sebagai flue gas keluar lewat pori-pori (dinding) kantung filter melalui cerobong.
Dengan ketukan mekanis debu akan turun, lalu ditampung di screw conveyor yang
dilanjutkan ke belt conveyor kemudian masuk ke bunker debu. Dari bunker debu
ini dilakukan palletizing dengan suatu alat yang disebut pelletizer, untuk

58
menghasilkan debu timah yang berbentuk pellet. Debu timah yang dihasilkan
dipakai dalam peleburan tingkat I sebagai bahan sirkulasi.
Selain dalam bentuk SnO, hasil reaksi di dalam tanur dapat menghasilkan
uap sulfide (SnS), yang terbentuk karena adanya penurunan temperatur. Setelah
meninggalkan tanur maka uap SnS ini akan mengendap sebagai debu bersama-
sama dengan debu SnO.
Proses peleburan dan pemurnian bijih timah dilakukan dengan berulang-
ulang dengan tujuan mendapatkan logam timah cair sebanyak-banyaknya dengan
kadar setinggi mungkin.

3.12 Proses Pemurnian ( Refining )


a) Pyrorefining
Yaitu proses pemurnian dengan menggunakan panas diatas titik lebur
sehingga material yang akan di refining cair, ditambahkan mineral lain
yang dapat mengikat pengotor atau impurities sehingga logam berharga
dalam hal ini timah akan terbebas dari impurities atau hanya memiliki
impurities yang amat sedikit, karena afinitas material yang ditambahkan
terhadap pengotor lebih besar dibanding Sn. Contoh material lain yang
ditambahkan untuk mengikat pengotor: serbuk gergaji untuk mengurangi
kadar Fe, Aluminium untuk untuk mengurangi kadar As sehingga
terbentuk Asal, dan penambahan sulfur untuk mengurangi kadar Cu dan Ni
sehingga terbentuk CuS dan NiS. Hasil proses refining ini menghasilkan
logam timah dengan kadar hingga 99,92% (pada PT. Timah). Analisa
kandungan impurities yang tersisa juga diperlukan guina melihat apakah
kadar impurities sesuai keinginan, jika tidak dapat dilakukan proses
refining ulang. Proses ini dilakukan dengan menambahkan zat aditif yang
akan berfungsi sebagai pengikat impurities di dalam timah cair. Tahapan
proses ini meliputi:
- Pengurangan kadar As, dilakukan dengan cara menambahkan
alumunium sehingga akan terbentuk senyawa AsAl yang mengapung

59
di permukaan timah cair, karena ditiupkan udara ke dalam timah cair
(proses polling).
- Pengurangan kadar Cu dan Ni, dilakukan dengan menambahkan sulfur
ke dalam timah cair sehingga akan terbentuk endapan CuS dan NiS.
Analisa akhir juga tetap dilakukan untuk pengecekan, jika ternyata
terdapat kandungan impurities yang melebihi atau di ambang batas
standar yang ditetapkan maka dilakukan refining ulang sesuai dengan
kandungan impurities yang ingin dikurangi.
- Pengurangan kadar Fe, dilakukan dengan cara mengubah temperatur
ketel menjadi 300 - 400C sehingga akan terbentuk endapan FeSn di
dasar ketel. Selain itu ditambahkan serbuk gergaji yang akan berfungsi
sebagai buffer interface untuk memisahkan endapan FeSn dengan Sn
cair.

b) Eutectic Refining
Yaitu proses pemurnian dengan menggunakan crystallizer dengan bantuan
agar parameter proses tetap konstan sehingga dapat diperoleh kualitas
produk yang stabil. Proses pemurnian ini bertujuan mengurangi kadar
Lead atau Pb yang terdapat pada timah sebagai pengotor /impurities nya.
Adapun prinsipnya adalah berhubungan dengan temperature eutectic Pb-
Sn, pada saat eutectic temperature lead pada solid solution berkisar 2,6%
dan aakan menurun bersamaan dengan kenaikan temperatur, dimana Sn
akan meningkat kadarnya. Prinsip utamanya adalah dengan
mempertahankan temperatur yang mendekati titik solidifikasi timah.

c) Electrolitic Refining
Yaitu proses pemurnian logam timah sehingga dihasilkan kadar yang lebih
tinggi lagi dari pyrorefining yakni 99,99% (produk PT. Timah:Four Nine).
Proses ini melakukan prinsip elektrolisis atau dikenal elektrorefining.
Proses elektrorefining menggunakan larutan elektrolit yang menyediakan
logam dengan kadar kemurnian yang sangat tinggi dengan dua komponen

60
utama yaitu dua buah elektroda–anoda dan katoda yang tercelup ke dalam
bak elektrolisis.Proses elektrorefining yang dilakukan PT. Timah
menggunakan bangka four nine (timah berkadar 99,99% ) yang disebut
pula starter sheet sebagai katodanya, berbentuk plat tipis sedangkan
anodanya adalah ingot timah yang beratnya berkisar 130 kg dan larutan

elektrolitnya H2SO4. proses pengendapan timah ke katoda terjadi karena


adanya migrasi dari anoda menuju katoda yang disebabkan oleh adanya
arus listrik yang mengalir dengan voltase tertentu dan tidak terlalu besar

3.14 Pencetakan Ingot Timah


Pencetakan ingot timah dilakukan secara manual dan otomatis. Peralatan
pencetakan secara manual adalah melting kettle dengan kapasitas 50 ton, pompa
cetak and cetakan logam. Proses ini memakan waktu 4 jam /50 ton, dimana
o
temperatur timah cair adalah 270 C. Sedangkan proses pencetakan otomatis
menggunakan casting machine, pompa cetak, dan melting kettle berkapasitas 50
ton dengan proses yang memakan waktu hingga 1 jam/60 ton.

Gambar 3.15 Pencetakan Ingot Timah

61
62

Anda mungkin juga menyukai