Anda di halaman 1dari 166

BAB I

LAPISAN ATMOSFER
1.1 Latar Belakang

Atmosfer merupakan campuran gas yang melingkungi setiap benda yang


berhubungan dengan angkasa (seperti Bumi) yang memiliki medan gravitasi
kekuatan cukup untuk mencegah agar gas tidak lolos. Atmosfer adalah lapisan gas
yang menyebar dari permukaan lahan ke puncak atmosfer.

Banyak wilayah beriklim sedang yang mengalami 4 musim iklim berbeda, yang
ditentukan oleh posisi bumi dalam orbitnya mengelilingi Matahari. Keempat musim
tersebut, yaitu musim dingin, semi, panas, dan musim gugur digambarkan melalui
perbedaan-perbedaan dalam suhu rata-rata dan panjangnya siang hari.

Penyebaran polutan dalam atmosfer bervariasi tergantung pada musim di sebagian


besar daerah.

Musim-musim terjadi karena poros bumi yang miring sehubungan dengan bidang
orbitnya mengelilingi matahari. Oleh karena itu Kutub Utara dan Kutub Selatan
masing-masing contong ke arah matahari mengalami siang lebih lama, lebih banyak
sinar matahari dan dianggap sedang mengalami musim panas. Belahan bumi yang
miring menjauhi matahari mengalami suhu rendah, siang yang lebih pendek dan
sedang mengalami musim dingin. Oleh karena itu musim panas dibelahan bumi
utara sama dengan musim dingin di belahan bumi selatan.

Perubahan-perubahan suhu dan panjangnya siang hari yang menyertai perubahan


musim adalah sangat berlainan di garis lintang yang berbeda. Di kutub, musim
panas adalah siang yang panjang dan musim dingin adalah malam yang panjang.
Sebaliknya, didekat khatulistiwa, siang dan malam masing-masing tetap sekitar 12
jam lamanya di sepanjang tahun. Perubahan lebih jauh dalam hasil pemanasan
adalah karena tebalnya atmosfer melalui mana sinar matahari harus lewat
sehubungan dengan sudut insidennya.

1.2 Komposisi Atmosfer

1
Unsur-unsur pokok atmosfer bumi adalah nitrogen (78%) dan oksigen (21%).
Gasgas atmosfer dalam sisanya yang 1% adalah argon(0,9%), karbondioksida
(0,03%), uap air dalam jumlah yang bervariasi, serta sejumlah sangat kecil dari
hidrogen, ozon, metan, karbonmonoksida, helium, neon, kripton, dan xenon.
Lingkungan udara (ambien), sebelum terkena kontaminasi dari berbagai kontaminan
yang berasal dari bermacam-macam kegiatan antropogenik, maka komposisi
konsentrasi gas yang terdapat didalam atmosfer, adalah sebagai berikut :

Tabel 1.1 Konsentrasi gas di dalam atmosfir bersih dan kering


Jenis gas Rumus kimia Konsentrasi Konsentrasi
[ppm volume] [% volume]
Nitrogen N2 780900 78.09
Oksigen O2 209500 20.95
Argon Ar 9300 0.93
Karbondioksida CO2 320 0.032
Neon Ne 18 0.0018
Helium He 5.2 0.00052
Metan CH4 1.5 0.00015
Krypton Kr 1.0 0.0001
Hidrogen H2 0.5 0.00005
Dinitrogen oxida N2O 0.2 0.00002
Karbonmonoxida CO 0.1 0.00001
Xenon Xe 0.08 0.000008
Ozon O3 0.02 0.000002
Amonia NH3 0.006 0.0000006
Nitrogen dioxida NO2 0.001 0.0000001
Sulfur dioxida SO2 0.0002 0.00000002
Hidrogen sulfida H2S 0.0002 0.00000002
[Peave et al,1986:423]

Sedangkan unsur-unsur pokok/gas-gas yang dapat menyatukan, dan membentuk


atmosfer, dapat ditunjukkan pada tabel 1.2 dan 1.3 :

Tabel 1.2 Gas-Gas Permanen Yang Menyatukan Atmosfer

Gas Permanen Berat Molekuler % Dari Volume

2
Nitrogen (N2) 28,016 78,110 + 0,004

Oksiigen (O2) 31,999 20,953 + 0,001


Argon (Ar)
39,942 0,934 + 0,001 (18,18 + 0,01)
Neon (Ne)
-4 -4
Helium (He) * 10 (5,24 + 0,04) * 10
20,192
-4
Kripton (Kr) (1,14 + 0,01) * 10 (0,087 +
Xenon (Xe) 4,003 -4
0,001) * 10
Tabel 1.3 Gas-
Gas Variabel Yang
Membentuk
Atmosfer

Gas Variabel % Dari Volume


Uap (H2O) 0 hingga 0,7
Karbondioksida (CO2) 0,032
Ozon (O3) 0 hingga 0,01
Sulfur Dioksida (SO2) 0 hingga 0,001
Nitrogen Dioksida (NO2) 1 hingga 0,000002
1.3 Struktur vertikal atmosfer

Studi mengenal sampel udara menunjukkan bahwa hingga ketinggian 90 km di atas


permukaan laut, komposisi atmosfer sebenarnya sama seperti permukaan tanah.
Homogenitas relatif ini dipertahankan oleh gerakan terus-menerus yang dihasilkan
oleh arus atmosfer yang mencegah kecenderungan gas-gas berat mengendap di
bawah gas-gas ringan.

Berdasarkan pada suhu, Atmosfer terdiri dari sejumlah lapisan sebagaimana


ditunjukkan dalam gambar 1.1 di bawah ini,

3
Gambar 1.1 Lapisan Atmosfer dan Gradasi Suhu

Dalam lapisan terendah, yaitu troposfir, biasanya suhu menurunkan ke atas pada
tingkat kecepatan sekitar 5,5 oC per 1000 m. Ini merupakan lapisan di mana terjadi
sebagian besar awan dan cuaca sebagaimana kita mengalaminya di bumi.

Troposfir terbentang hingga sekitar 16 km di daerah tropis ( hingga suhu sekitar –


79oC) dan hingga sekitar 9,7 km dalam garis lintang cuaca sedang (hingga suhu
sekitar –5 o C). Diatas troposfir terletak stratosfir. Di dalam stratosfir lebih rendah,
secara praktis sehunya lebih konstan atau sedikit naik seiring dengan ketinggiannya,
terutama di atas daerah tropis. Di dalam lapisan ozon suhu naik dengan lebih cepat,
dan permukaan laut, hampir sama dengan suhu di permukaan bumi lapisan dari 50
hingga 80 km, disebut mesosfir, dan digambarkan oleh tajamnya penurunan dalam
suhu ketika ketinggiannya naik.

Dari penyelidikan-penyelidikan mengenai penyebarluasan dan refleksi gelombang


radio diketahui bahwa mulai pada ketinggian 80 km, radiasi ultraviolet, sinar - x, dan
hujan elektronik dari matahari mengionisasi beberapa lapisan atmosfer,
menyebabkan mereka menghantarkan listrik, lapisan-lapisan ini memantulkan
gelombang radio dari frekuensi tertentu kembali ke bumi. Karena konsentrasi ion
yang secara relatif tinggi dalam udara di atas 80 km, maka lapisan ini yang
membentang ke suatu ketinggian sebesar 640 km, disebut ionosfir. Ini juga disebut
termosfir, karena suhunya yang tinggi dalam lapisan ini (naik sekitar 1200o C pada
sekitar 400 km). Daerah dibawah ionosfir disebut eksosfir, yang membentang ke
sekitar 9600 km, batas luar dari atmosfer.

1.4 Manfaat atmosfer

4
Atmosfer melakukan sejumlah fungsi kritis dalam pelestarian kehidupan di bumi, hal
ini termasuk :

a. Melindungi bumi dari radiasi sinar matahari

Lapisan atmosfer dari 19 hingga 48 ke atas mengandung lebih banyak ozon, yang
dihasilkan oleh tindakan radiasi ultraviolet matahari. Lapisan ozon ini mulai
diperdulikan pada awal tahun 1970-an ketika diketemukan bahwa bahan kimia yang
dikenal sebagai khlorofluorokarbon (CFC), atau khlorofluorometan , naik ke dalam
atmosfer dalam jumlah besar. Kepedulian ini berpusat pada kemungkinan bahwa
senyawa-senyawa ini melalui tindakan sinar matahari, dapat menyerang secara
fotokimia dan menghancurkan ozon stratosfir, yang melindungi permukaan bumi dari
radiasi ultraviolet yang berlebihan.

b. Air yang berpindah dari permukaan laut ke atmosfer dan daratan,


sebagaimana terlihat dalam siklus hidrologis

Gerakan air yang berkesinambungan antara bumi dan atmosfer dikenal sebagai
siklus hidrologis. Dibawah sejumlah pengaruh, dimana panas cukup dominan, air
diuapkan dari permukaanair dan daratan dan dilepaskan dari sel-sel hidup. Uap ini
bersirkulasi melalui atmosfer dan dijatuhkan dalam bentuk hujan, atau salju.

c. Sebagai sumberdaya alam yang dibutuhkan untuk pernafasan dan


pertumbuhan

Pencemaran atmosfer oleh limbah atau produk samping gas, cairan atau bahan
padat yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan kesehatan serta
kesejahteraan tanaman dan hewan, atau dapat menyerang bahanbahan,
menurunkan daya penglihatan, atau menghasilkan bau-bau yang tidak dikehendaki

Konsentrasi tinggi bahan-bahan berbahaya dalam kawasan pencemaran yang tinggi


dan, di bawah kondisi yang parah, dapat mengakibatkan luka-luka dan bahkan
kematian. Efek-efek eksposur jangka panjang pada konsentrasi rendah tidak dapat
dipastikan dengan baik, namun mereka yang paling beresiko adakah anak-anak,
orang tua, perokok pasif, pekerja yang pekerjaannya memaksa mereka berhadapan
5
dengan bahan-bahan beracun, dan orang-orang yang sakit jantung dan paru-paru.
Efek buruk pencemaran udara lainnya adalah cedera potensial pada hewan ternak
dan tanaman pangan.

Untuk pencemaran udara, sebuah hubungan dose-response lazimnya digunakan


untuk menghubungkan perubahan-perubahan dalam tingkat pencemaran ambien
dengan hasil-hasil kesehatan. Studi bank dunia barubaru ini di Jakarta (Ostro 1994)
dilakukan untuk mengestimasikan hubungan dose-response guna memperkirakan
hasil-hasil penelitian kesehatan di Jakarta.

d. Sebagai perantara emisi

Konsentrasi polutan turun oleh percampuran atmosfer, yang bergantung pada


kondisi cuaca seperti suhu, kecepatan angin, dan gerakan sistem tekanan tinggi dan
rendah dan interaksinya dengan topografi setempat, misalnya gunung dan lembah.
Sebagai perantara emisi, atmosfer perlu dilestarikan.

6
BAB II

FENOMENA PENCEMARAN UDARA

2.1 Latar Belakang

Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang


kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan
perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan daya
dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal.

Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat


memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan
antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan
tersebut merupakan kontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke udara
bebas. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan
alam, seperti kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dll. Dampak dari
pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan penurunan kualitas udara, yang
berdampak negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.

Udara merupakan media lingkungan yang merupakan kebutuhan dasar manusia


perlu mendapatkan perhatian yang serius, hal ini pula menjadi kebijakan
Pembangunan Kesehatan Indonesia 2010 dimana program pengendalian
pencemaran udara merupakan salah satu dari sepuluh program unggulan.

Pertumbuhan pembangunan seperti industri, transportasi, dll disamping memberikan


dampak positif namun disisi lain akan memberikan dampak negatif dimana salah
satunya berupa pencemaran udara dan kebisingan baik yang terjadi didalam

7
ruangan (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor) yang dapat membahayakan
kesehatan manusia dan terjadinya penularan penyakit.

2.2 Hasil Pemantauan

Diperkirakan pencemaran udara dan kebisingan akibat kegiatan industri dan


kendaraan bermotor akan meningkat 2 kali pada tahun 2000 dari kondisi tahun 1990
dan 10 kali pada tahun 2020.

Hasil studi yang dilakukan oleh Ditjen PPM & PL, tahun 1999 pada pusat keramaian
di 3 kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Yogyakarta dan Semarang menunjukkan
gambaran sebagai berikut : kadar debu (SPM) 280 ug/m3, kadar SO2 sebesar 0,76
ppm, dan kadar NOx sebesar 0,50 ppm, dimana angka tersebut telah melebihi nilai
ambang batas/standar kualitas udara.

Hasil pemeriksaan kualitas udara disekitar stasiun kereta api dan terminal di kota
Yogyakarta pada tahun 1992 menunjukkan kualitas udara sudah menurun, yaitu
kadar debu rata-rata 699 ug/m3, kadar SO2 sebesar 0,03–0,086 ppm, kadar NOx
sebesar 0,05 ppm dan kadar Hidro Karbon sebesar 0,35–0,68 ppm.

Kondisi kualitas udara di Jakarta Khususnya kualitas debu sudah cukup


memprihatinkan, yaitu di Pulo Gadung rata-rata 155 ug/m3, dan Casablanca rata-
rata 680 ug/m3, Tingkat kebisingan pada terminal Tanjung Priok adalah rata-rata 74
dBA dan disekitar RSUD Koja 63 dBA.

Disamping kualitas udara ambien, kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality)
juga merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian karena akan berpengaruh
terhadap kesehatan manusia. Timbulnya kualitas udara dalam ruangan umumnya
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kurangnya ventilasi udara (52%) adanya
sumber kontaminasi di dalam ruangan (16%) kontaminasi dari luar ruangan (10%),
mikroba (5%), bahan material bangunan (4%) , lain-lain (13%).

Sumber pencemaran udara dapat pula berasal dari aktifitas rumah tangga dari dapur
yang berupa asap, Menurut beberapa penelitian pencemaran udara yang bersumber
dari dapur telah memberikan kontribusi yang besar terhadap penyakit ISPA.
8
Dari hasil penelitian pengaruh pencemaran udara terhadap kesehatan yang
dilakukan oleh FKM–UI tahun 1987 terhadap spesimen darah pekerja jalan tol
Jagorawi, menunjukkan kadar Timah Hitam adalah 3,92-7,59 ug/dl. Kemudian pada
pengemudi dan petugas polantas diatas 40 ug/dl. Sedangkan kadar timah hitam di
udara kota Jakarta berkisar antara 0,2-1,8 ug/m3. Diperkirakan 1 ug/dl timbal di
udara sudah dapat menyebabkan tercemarnya darah oleh timbal sekitar 2,5- 5,3
ud/dl. Selanjutnya akumulasi timbal sebesar 10 ug/dl dalam darah dapat
menurunkan tingkat kecerdasan anak-anak hingga 2,5 poin. Diperkisakan pada
tahun 1999 sebesar 1 juta poin tingkat kecerdasan anak-anak di Jakarta telah hilang.
Hasil penelitian 1998 pada 131 anak sekolah usia 7 tahun di Jakarta dilaporkan
terdapat kandungan Timbal dalam darah sebesar 7,7 ug/dl.

Kejadian kebakaran hutan beberapa tahun yang lalu memberikan pengalaman yang
sangat berharga bagi berbagai pihak, khususnya sektor kesehatan. Akibat yang
terjadi tidak dapat dihindarkan adalah menurunnya kualitas udara sampai taraf yang
membahayakan kesehatan dan akhirnya menimbulkan dan meningkatkan gangguan
penyakit saluran pernafasan seperti ISPA, asthma dan pneumonia serta penyakit
mata. Tercatat di beberapa lokasi debu mencapai 10 kali lebih besar dibanding
dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan, dan masyarakat yang memerlukan
pengobatan di berbagai sarana pelayanan kesehatan meningkat tajam. Penderita
ISPA pada daerah bencana asap meningkat sebesar 1,8-3,8 kali lebih besar dari
jumlah penderita ISPA pada periode yang sama tahun-tahun sebelumnya.

Pada saat kebakaran hutan tahun yang lalu, kualitas udara di wilayah Kalimantan
Barat sudah pada taraf membahayakan Kesehatan, dimana kadar debu mencapai
angka di atas 1.490 ug/m3, dimana batas ambang yang diperkenankan sebesar 230
ug/m3. Kabut asap akibat kebakaran hutan yang telah merambah ke berbagai
propinsi, seperti Kalimantan Tengah, Sumatera Utara dan Riau, bahkan telah
berpengaruh sampai wilayah manca negara seperti Malaysia dan Thailand.

Mengingat bahayanya pencemaran udara terhadap kesehatan sebagaimana kasus-


kasus tersebut diatas, maka dipandang perlu bagi petugas kesehatan di daerah
untuk mengetahui berbagai parameter pencemar seperti : sifat bahan pencemar,
9
sumber dan distribusi, dan dampak yang mungkin terjadi juga cara pengendalian,
maka diperlukan suatu pedoman atau acuan dalam rangka meminimalkan terjadi
dampak terhadap kesehatan .

Jenis parameter pencemar udara dalam buku pedoman ini didasarkan pada baku
mutu udara ambien menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999, yang
meliputi : Sulfur dioksida (SO2), Karbon monoksida (CO), Nitrogen dioksida (NO2),
Oksidan (O3), Hidro karbon (HC), PM 10 , PM 2,5, TSP (debu), Pb (Timah Hitam),
Dust fall (debu jatuh). Empat parameter yang lain (Total Fluorides (F), Fluor Indeks,
Khlorine & Khlorine dioksida, Sulphat indeks) yang merupakan parameter
pencemaran udara yang diberlakukan untuk daerah/kawasan industri kimia dasar.

2.3 Pengertian Pencemaran Udara

Menurut Badan Lingkungan Hidup Dunia, United Nations Environmental Program


pada ahun 1992, Indonesia berada di urutan ketiga negara terpolusi di dunia

setelah Mexico dan Bangkok (UNEP, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa kota –
kota di Indonesia mengindikasikan pencemaran udara yang cukup tinggi.

Pencemaran udara didefinisikan sebagai masuknya satu atau lebih


kontaminan/polutan seperti debu, asap, bau, gas, dan uap ke atmosfer dalam
jumlah tertentu dan karakteristik tertentu serta dalam waktu tertentu pula yang
dapat membahayakan kehidupan manusia, hewan, tumbuhan, dan menggangu
kenyamanan dalam kehidupan. Selain polutan – polutan tersebut, aktivitas
manusia juga berperan besar dalam polusi udara (Peavy, 1985).
Miller, G. Tyler (1982), mendefinisikan pencemaran udara adalah sebagian udara
yang mengandung satu atau lebih bahan kimia konsentrasi yang cukup tinggi
untuk membahayakan manusia, hewan, vegetasi atau material. Secara skematik
Pencemaran udara dapat diuraikan dalam 3 komponen dasar seperti diagram di
bawah ini (Seinfeld, 1975):
1 2 3
Sumber emisi Atmosfer Reseptor
Polutan Transformasi kimia
Gambar 2.1 Proses Terjadinya Pencemaran Udara

10
Menurut “ the Engineers, Joint Council in Air Pollution on Its Control” definisi
Pencemaran Udara adalah sebagai berikut : “ Air Pollution means Presence in the
outdoor atmosphere of one more contaminants, such as dust, fumes, gas, mist,
odor, smoke, or vapor in quantities, of chracteristics, and of duration, such as to be
injurous to human , plant, or animal life or to property, or which unreasonable
interferes with the comfortable enjoyment of life and proverty.
Jika definisi ini diterjemahkan secara bebas kedalam bahasa Indonesia, maka dapat
diartikan sebagai berikut : “ Pencemaran udara, adalah hadirnya satu atau beberapa
kontaminan pada lingkungan udara diluar ruangan, seperti antara lain, oleh debu,
busa, gas, kabut, bau-bauan, asap atau uap dalam kuantitas yang banyak, dengan
berbagai sifat, dan lama berlangsungnya di udara tersebut, sehingga dapat
menimbulkan gangguan terhadap kehidupan manusia, tumbuh-tumbuhan atau
binatang maupun benda, atau tanpa alasan jelas dapat mempengaruhi kelestarian
kehidupan organisme dan benda.
Sedang menurut Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 tahun
1982, Pencemaran Udara atau polusi udara,adalah masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau
berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam
sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara
menjadi kurang/tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No: 41 Tahun 1999, Pencemaran Udara
(air pollution) : masuknya, atau dimasukkannya zat, energi, dan atau komponen
lainnya kedalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu/kualitas udara
ambien turun sampai tingkat tertentu, yang menyebabkan udara ambien tidak dapat
memenuhi fungsinya, dan Pencemar Udara (air polutant) : zat yang berada di
atmosfer dalam konsetrasi tertentu yang bersifat membahayakan manusia, binatang,
tumbuhan, atau benda-benda lain.
Pencemaran udara dapat didefinisikan sebagai suatu zat atau bahan yang kadarnya
melebihi ambang batas, dan berada pada waktu dan tempat yang tidak tepat,
sehingga merupakan bahan pencemar lingkungan, misalnya: bahan kimia, debu,
panas dan suara. Polutan tersebut dapat menyebabkan lingkungan menjadi tidak

11
dapat berfungsi sebagaimana mestinya, dan akhirnya dapat menimbulkan dampak
negatif bagi manusia, hewan, vegetasi danbendalainnya.
Udara sebagai salah satu komponen lingkungan hidup, memiliki kesamaan dengan
komponen lingkungan hidup lainnya, tetapi juga mempunyai sifat kekhususan, yaitu
dalam hal mobilitas yang tinggi, dan secara singkat, kualitas udara perlu mendapat
perhatian, mengingat :
1. Terbatasnya kemampuan udara dalam menerima, menetralkan, dan mendaur
ulang akibat masuknya unsur-unsur pencemar/polutan.
2. Menurunnya kemampuan fungsi udara, akan memberi dampak negatif yang
besar, dan meluas terhadap kesehatan, lingkungan, kegiatan perekonomian,
dan pembangunan.
3. Akan memerlukan biaya yang besar, sebagai akibat menurunnya kualitas
udara, yang semakin jauh tingkat penurunannya, semakin besar pula biaya
yang diperlukan untuk penanggulangannya.
4. Perubahan kualitas udara dengan memperhatikan ciri mobilitas yang tinggi,
maka ruang lingkupnya dapat berskala Lokal, Regional, dan Global.

Gejala menurunnya kualitas udara ambien, kondisi ini dapat diikuti dengan
beberapa kejadian yang antara lain :
1. Makin meningkatnya kandungan gas carbon dioksida (CO2), yang dapat
mengakibatkan efek rumah kaca, penyebab peningkatan suhu dipermukaan
bumi.
2. Makin meningkatnya derajat ke-asaman (acidity) dari air hujan, yang
disebabkan oleh tingginya kadar NOx (Nitrogen Oksida), dan SOx (Sulfur
Oksida) didalam udara ambien. Hal ini akan mengakibatkan tingginya sifat
korosif air hujan, dan berubahnya tingkat kesuburan tanah (soil fertility).
3. Sering terjadi Asbut (asap dan kabut), yang disebut juga Smog (smoke dan
fog), hal ini disebabkan oleh adanya kandungan dari unsur-unsur fotosintesis
oksidan (Ozon, NOx, dan CH4), setelah kontak dengan ultra violet.
4. i pencemaran udara, menyebabkan perubahan klimatologi (cuaca dan iklim)
baik secara lokal, regional, dan global, yang disinyalir banyak kaitannya

12
dengan frekuensi, dan durasi terjadinya el Nino (pada musim kemarau), dan
la Nina (pada musim Penghujan), dan juga gejala makin tingginya permukaan
air laut, dan pemanasan global (global warning)

Dengan adanya berbagai kegiatan yang menjadi sumber polutan, setelah bercampur
dengan udara ambien, maka komposisi elemen-elemen udara akan berubah, dan
menjadi suatu keseimbangan komposisi baru , sebagai akibat terkontaminasi oleh
unsur-unsur lain. Apabila akibat kontamnasi menyebabkan menurunnya kualitas
udara ambien, maka elemen penyebabnya disebut sebagai pencemar (polutant).

2.4 Sumber Pencemaran, Proses, dan Wujud Pencemar Udara


Udara di alam tidak pernah bersih tanpa polutan sama sekali. Berdasarkan
pengalaman empiris, perbedaan udara bersih dan tercemar bisa dilihat pada
tabel di bawah ini :

Tabel 2.1 Perbandingan Konsentrasi antara Udara Bersih dan Udara


tercemar
a.
Komponen Udara Bersih Udara Tercemar
SOx 0.001 -0.01 ppm 0.02 – 2 ppm
CO2 310 – 330 ppm 350 – 700 ppm
CO < 1 ppm 5 – 200 ppm
NOx 0.001 -0.01 ppm 0.01 – 0.5 ppm
HC 1 ppm 1 – 200 ppm
3 3
Partikel lain 10 – 20 kg/mm 70 – 700 kg/m
Simpson, R. (1994).

2.2.1 Menurut Sumbernya


Sumber pencemaran udara berasal dari :
1) Alam (natural source), seperti kebakaran hutan, hembusan debu oleh
angin, bencana gunung berapi, dan bencana alam lainnya.
2) Aktifitas Manusia (Antropogenik), terdiri dari 3 (tiga) kelompok, yaitu :
a) Sumber tidak bergerak/titik tetap (point sources), antara lain dari
cerobong pabrik/industri, instalasi pembangkit tenaga listrik, kompleks

13
pemukiman,dan lain-lain aktifitas yang menghasilkan emisi gas buang
dengan lokasinya tetap.
b) Sumber bergerak/titik tidak tetap (non point sources), antara lain dari
gas buang kendaraan bermotor, pesawat udara, kapal laut, kereta api,
dan lain-lain yang menghasilkan emisi gas buang dengan lokasi
berpindah-pindah.
c) Sumber campuran (compound sources), antara lain dari bandara
udara, pelabuhan laut, dan sebagainya.

2.2.2 Proses Terjadinya Pencemaran,


Secara umum terjadinya pencemaran yang disebabkan oleh aktifitas manusia
(antropogenik), dapat dibagi dalam 3 (tiga) kategori :
1) Attrition (gesekan),
Terjadi pada setiap aspek kehidupan, mulai dari yang sederhana, seperti
gesekan sepatu, atau gesekan ban mobil, sampai kepada yang lebih
kompleks, seperti penyebaran partikel-partikel ke udara melalui proses
sanding (pemecahan butir), grinding (pemotongan), drilling (pengeboran),
dan spraying (penyemprotan).
2) Vaporization (penguapan),
Istilah ini adalah suatu perubahan bentuk dari cair ke gas, perubahan
bentuk tersebut terjadi karena adanya kekuatan/energi tertentu, seperti
tekanan/pemanasan, vaporazation merupakan penyebab bau/rangsangan.
3) Combustion (pembakaran),
Adalah proses pembakaran, sebagai contoh pembakaran bahan bakar
(batubara, bensin, minyak tanah, dsb), untuk kendaraan bermotor,
pembangkit listrik, kapal motor, dsb. Proses pembakaran tersebut
umumnya berlangsung tidak sempurnah, sehingga menimbulkan
pencemaran.

2.2.3 Wujud Pencemaran Udara

14
Wujud pencemaran udara dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kelompok,
yaitu :

a. Klasifikasi berdasarkan sumbernya

Menurut Warner (1981) pencemaran udara berdasarkan sumbernya,


dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu:
a). Polutan primer, terbentuk langsung dari emisi yang terdiri dari
partikulat berukuran < 10 mikron (PM 10), Sulfur dioksida (SO2),
Nitrogen dioksida (NO2), Karbon monoksida (CO) dan Timbal.
b). Polutan sekunder, merupakan bentuk lanjut dari pencemar primer
yang telah mengalami reaksi kimia di lapisan atmosfer yang lebih
rendah. Yang termasuk kepada kategori pencemar sekunder adalah ozon
yang dikenal sebagai oksidan fotokimia, garam sulfat, nitrat dan
sebagainya.
Sementara Peavy (1985) menyatkan bahwa bahan pencemar udara dapat
dibagi menjadi polutan alami, campuran kimia, dan partikel . Sementara
polutan partikel dapat digolongkan sebagai partikulat seperti debu, asap
dan gas (polutan gas organik dan inorganik).

a. Klasifikasi menurut bentuk fisik/partikel :

Polutant, dapat berada dalam bentuk padat, cair, dan gas. Bentuk cair dan
padat

disebut juga sebagai partiikel.

Keberadaan partikulat di atmosfer sebagian besar bersumber dari kendaraan


bermotor dan industri, selain itu partikulat juga dapat terbentuk di atmosfer
dari polutan gas. Efek partikulat terhadap kesehatan dan pengurangan jarak
pandang tergantung pada ukuran partikel dan komposisi kimia yang
terkandung didalamnya. Partikulat dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat
fisik (ukuran, bentuk formasi, tempat terbentuknya, kecepatan mengendap,
dll) dan sifat kimia berupa komposisi organik atau anorganik (Hinds C. W,
2000).

15
Pada partikulat, kita mengenal beberapa substansi yang berupa fase
cair dan padat di atmosfer, yang berada dibawah kondisi normal. Partikulat
mempunyai ukuran yang mikroskopis atau submikroskopis tetapi lebih besar
dari dimensi molekul (Seinfeld, 1975).
Emisi partikulat tidak hanya dapat diemisikan dalam bentuk partikel, tetapi
juga dapat terbentuk dari kondensasi gas secara langsung atau melalui
reaksi kimia. Deskripsi tentang partikulat tidak hanya meliputi
konsentrasinya, tetapi juga meliputi ukurannya, komposisi kimianya, dan
bentuk fisiknya.

Gambar 1.4 Partikulat Yang Diperbesar Ribuan Kali

Sejumlah cara dapat digunakan untuk menunjukkan ukuran partikel, dan


yang paling sering digunakan adalah diameter equivalen. Disamping itu
untuk partikel nonspheric dinyatakan dengan equivalen spheres,
berdasarkan kesamaan volume, massa, dan kecepatan (Crawford, 1980).
Menurut Hinds C. W (2000) partikel secara umum dapat dibagi

kedalam dua bagian, yaitu:

a). Partikel halus (Fine partikel): Partikel berukuran lebih kecil dari 2,5 mµ
b). Partikel kasar (Coarse partikel): Partikel berukuran lebih besar dari 2,5 mµ

16
Menurut Crawford (1980) beberapa istilah yang dapat menggambarkan
partikulat berdasarkan pembentukan dan ukurannya adalah sebagai berikut:

1) Debu (dust)
Aerosol padat yang dibentuk akibat pemecahan mekanik material besar
seperti dari Crushing dan grounding. Ukuran partikelnya dari submikrometer
sampai visibel. Coarse particle berukuran > 2,5 µm, Fine particle berukuran <
2,5 µm.
2) Fume
Aerosol padat yang dibentuk dari kondensasi uap atau gas hasil
pembakaran. Ukuran partikelnya kurang dari 1 µm. Definisi ini berbeda
dengan yang diketahui secara umum yang didasarkan pada adanya noxious
contaminant.
3) Asap (Smoke)
Aerosol visible yang dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna. Ukuran
partikelnya (padat atau cair) < 1 µm.
4) Kabut (Mist)
Aerosol cair yang terbentuk dari proses kondensasi atau atomisasi. Ukuran
partikelnya antara submikrometer hingga 20 µm.
Fog : Visible mist, smog : hasil reaksi fotokimia yang tercampur dengan
uap air. Ukuran partikelnya kurang dari 1 atau 2 µm. Merupakan gabungan
dari smoke dan fog.
5) Fly ash yang merupakan hasil pembakaran batu bara.

Rentang ukuran partikulat dapat diterangkan pada gambar berikut :

Dust

fly ash

Spray

fumes

smoke

mists

17
1000 100 10 1 0.1 0.01 0.001 mikrometer

Gambar 2.2 Ukuran Partikulat Dalam Mikrometer


Sumber : Peavy, 1985

Menurut Seinfeld (1975) berdasarkan kecepatan pengendapan, partikulat dapat


dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Partikulat tersuspensi: kecepatan pengendapannya sangat kecil sehingga
jenis ini tetap tersuspensi di udara selama 10-30 hari sebelum tersisihkan
melalui deposisi. Ukurannya berkisar antara kurang dari 1 hingga 10 mikron.
b. Partikulat terendapkan: ukurannya lebih besar dari 10 mikron dan lebih
berat.
Sumber emisi alami partikel yang penting termasuk debu tanah, proses
vulkanis, uap air laut, pembakaran liar dan reaksi gas-gas alami. Emisi
partikulat tergantung pada aktivitas manusia, terutama dari pembakaran bahan
bakar dan dari industri, sumber non industri (debu dari jalan, erosi oleh angin,
dll) dan sumber transportasi

Tabel 2.2 Sumber Emisi Partikulat oleh Antropogenik di Amerika

Jenis Sumber Emisi (Teragram/tahun)


Pembakaran bahan bakar dan proses industri 10
Emisi fugitiv proses industri 3.3
Emisi fugitiv bukan industri 110-370
Transportasi 1.3
Total 125-385
Sumber : US EPA, 2005.

Sumber emisi fugitif dari proses industri seperti penanganan, pengisian hingga
transfer material. Diperkirakan dari kompleks industri besi baja modern, 15 % emisi
TSP (Total Suspended Particulate) berasal dari stack, 25 % berasal dari debu
fugitif dan 60 % berasal dari debu jalan di dalam kompleks industri.
Emisi fugitif dari sumber non industri (pada umumnya disebut fugitive dust)
disebabkan dari debu jalanan umum, proses pertanian, konstruksi, dan
pembakaran. Kecuali yang disebut terakhir, semua proses itu terjadi akibat

18
interaksi antara material dan mesin atau angin. Sumber debu fugitif banyak
terdapat didaerah pedesaan (US EPA, 2005).
Sumber transportasi terdiri dari 2 kategori: buangan knalpot kendaraan dan
sumber lainnya, seperti ban, kopling, dan rem. Pada tahun 1978, sumber TSP dari

transportasi mencapai 1300000 TG. 75 % dari total TSP ini berasal dari kendaraan
di jalan raya. Partikulat yang berasal dari mesin, sebagian besar terbentuk dari
timbal halida, sulfat, dan materi karbon yang berukuran < 1 µm. Keseluruhan TSP
dari sumber gerak roda 40 % berukuran < 10 µm (20% < 1 µm) yang komponen
utamanya terdiri dari karbon. Sumber TSP akibat pengereman berukuran < 1 µm
dan dibentuk terutama dari asbes dan karbon (US EPA, 2005).

b. Klasifikasi menurut bentuk gas :


Beberapa kategori polutan adalah SO2, NO2, NO, dan CO. SO2 dihasilkan dari
pembakaran sulfur atau materi lain yang mengandung sulfur. Sumber utama gas
SO2 adalah pembakaran bahan bakar fosil dari instalasi pembangkit listrik serta
beberapa industri lainnya. NOx terbentuk karena ada pembakaran di udara bebas.
Sumber berasal dari transportasi (sumber bergerak) serta sumber stasioner seperti
instalasi pembangkit tenaga listrik. Gas CO bersifat tidak berwarna, tidak berbau,
dan tidak berasa yang disebabkan adanya pembakaran yang tidak sempurna dari
bahan-bahan yang mengandung karbon. Instalasi pembangkit tenaga listrik dan
industri peleburan yang besar pada umumnya mampu mengoptimalkan setiap
pembakaran yang ada sehingga dapat mengurangi emisi CO (Cooper &
Aley,1986).

Tabel 1.5 Penyebab dari Emisi di Republik Federasi Jerman (1982)


Uraian Satuan SO2 Dust NOx CH CO Σ
Lalu lintas % 3.4 9.4 54.6 39.0 65.0 47.1
Rumah tangga % 9.3 9.2 3.7 1.0 21.0 16.3
Keperluan lain % 62.1 21.7 27.7 0.4 0.4 17.5
Industri % 25.2 59.7 14.0 13.6 13.6 19.1
Industri Semen % < 0,1 1.0 1.5 < 0.1 < 0.1 0.4
Total % 3.0 0.7 3.1 8.2 8.2 16.6
Sumber: Kroboth. K, 1986

19
Sumber-sumber emisi zat pencemar udara secara diagramatis disajikan pada
gambar berikut ini.

Gambar 2.3 Klasifikasi Sumber Emisi


(Sumber : Colls, 2002)

BAB III

20
PARAMETER DAN DAMPAK DARI PENCEMARAN UDARA

3.1 SULFUR DIOKSIDA

3.1.1 SIFAT FISIKA DAN KIMIA


Pencemaran oleh sulfur oksida terutama disebabkan oleh dua komponen sulfur
bentuk gas yang tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO2) dan Sulfur trioksida
(SO3), dan keduanya disebut sulfur oksida (SOx). Sulfur dioksida mempunyai
karakteristik bau yang tajam dan tidak mudah terbakar diudara, sedangkan sulfur
trioksida merupakan komponen yang tidak reaktif.
Pembakaran bahan-bahan yang mengandung Sulfur akan menghasilkan kedua
bentuk sulfur oksida, tetapi jumlah relatif masing-masing tidak dipengaruhi oleh
jumlah oksigen yang tersedia. Di udara SO2 selalu terbentuk dalam jumlah besar.
Jumlah SO3 yang terbentuk bervariasi dari 1 sampai 10% dari total SOx.
Mekanisme pembentukan SOx dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi sebagai
berikut :

S + O2 --------- > SO2


2 SO2 + O2 --------- > 2 SO3

SO3 di udara dalam bentuk gas hanya mungkin ada jika konsentrasi uap air sangat
rendah. Jika konsentrasi uap air sangat rendah. Jika uap air terdapat dalam jumlah
cukup, SO3 dan uap air akan segera bergabung membentuk droplet asam sulfat
(H2SO4 ) dengan reaksi sebagai berikut :

SO2 + H2O2 ------------ > H2SO4

Komponen yang normal terdapat di udara bukan SO3 melainkan H2SO4 Tetapi
jumlah H2SO4 di atmosfir lebih banyak dari pada yang dihasilkan dari emisi SO3 hal
ini menunjukkan bahwa produksi H2SO4 juga berasal dari mekanisme lainnya.
Setelah berada diatmosfir sebagai SO2 akan diubah menjadi SO3 (Kemudian menjadi
H2SO4) oleh proses-proses fotolitik dan katalitik Jumlah SO2 yang teroksidasi
21
menjadi SO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk jumlah air yang tersedia,
intensitas, waktu dan distribusi spektrum sinar matahari, Jumlah bahan katalik,
bahan sorptif dan alkalin yang tersedia. Pada
malam hari atau kondisi lembab atau selama hujan SO2 di udara diaborpsi oleh
droplet air alkalin dan bereaksi pada kecepatan tertentu untuk membentuk sulfat di
dalam droplet.

3.1.2 SUMBER DAN DISTRIBUSI


Sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfir merupakan hasil kegiatan
manusia dan kebanyakan dalam bentuk SO2.
Dua pertiga hasil kegiatan manusia dan kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga
bagian lagi berasal dari sumber-sumber alam seperti vulkano dan terdapat dalam
bentuk H2S dan oksida. Masalah yang ditimbulkan oleh bahan pencemar yang dibuat
oleh manusia adalah ditimbulkan oleh bahan pencemar yang dibuat oleh manusia
adalah dalam hal distribusinya yang tidak merata sehingga terkonsentrasi pada
daerah tertentu. Sedangkan pencemaran yang berasal dari sumber alam biasanya
lebih tersebar merata. Tetapi pembakaran bahan bakar pada sumbernya merupakan
sumber pencemaran Sox, misalnya pembakaran arang, minyak bakar gas, kayu dan
sebagainya Sumber SOx yang kedua adalah dari proses-proses industri seperti
pemurnian petroleum, industri asam sulfat, industri peleburan baja dan sebagainya.
Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan Sox. Hal ini
disebabkan adanya elemen penting alami dalam bentuk garam sulfida misalnya
Tembaga ( CUFeS2 dan CU2S ), Zink (ZnS), Merkuri (HgS), dan Timbal (PbS).
Kerbanyakan senyawa logam sulfida dipekatkan dan dipanggang di udara untuk
mengubah sulfida menjadi oksida yang mudah tereduksi. Selain itu sulfur merupakan
kontaminan yang tidak dikehandaki didalam logam dan biasanya lebih mudah untuk
menghasilkan sulfur dari logam kasar dari pada menghasilkannya dari produk logam
akhirnya. Oleh karena itu SO2 secara rutin diproduksi sebagai produk samping dalam
industri logam dan sebagian akan terdapat di udara.

3.1.3 DAMPAK TERHADAP KESEHATAN

22
Pencemaran SOx menimbulkan dampak terhadap manusia dan hewan, kerusakan
pada tanaman terjadi pada kadasr sebesar 0,5 ppm.
Pengaruh utama polutan Sox terhadap manusia adalah iritasi sistim pernafasan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada kadar SO2
sebesar 5 ppm atau lebih bahkan pada beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi
pada kadar 1-2 ppm. SO2 dianggap pencemar yang berbahaya bagi kesehatan
terutama terhadap orang tua dan penderita yang mengalami penyakit khronis pada
sistem pernafasan kadiovaskular.
Individu dengan gejala penyakit tersebut sangat sensitif terhadap kontak dengan
SO2, meskipun dengan kadar yang relatif rendah. Kadar SO2 yang berpengaruh
terhadap gangguan kesehatan adalah sebagai berikut :

Konsentrasi ( ppm ) dan Pengaruhnya


3 – 5 Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari baunya
8 – 12 Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi tenggorokan
20 Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan iritasi mata
20 Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan batuk
20 Maksimum yang diperbolehkan untuk konsentrasi dalam waktu lama
50 – 100 Maksimum yang diperbolehkan untuk kontrak singkat ( 30 menit )
400 -500 Berbahaya meskipun kontak secara singkat

3.1.4 PENGENDALIAN
1. PENCEGAHAN
1.1 Sumber Bergerak
a) Merawat mesin kendaraan bermotor agar tetap berfungsi baik
b) Melakukan pengujian emisi dan KIR kendaraan secara berkala
c) Memasang filter pada knalpot
1.2 Sumber Tidak Bergerak
a) Memasang scruber pada cerobong asap.
b) Merawat mesin industri agar tetap baik dan lakukan pengujian secara
berkala.

23
c) Menggunakan bahan bakar minyak atau batu bara dengan kadar Sulfur
rendah.
1.3 Bahan Baku
- Pengelolaan bahan baku SO2 sesuai dengan prosedur pengamanan.
1.4 Manusia
Apabila kadar SO2 dalam udara ambien telah melebihi Baku Mutu
(365mg/Nm3 udara dengan rata-rata waktu pengukuran 24 jam) maka untuk
mencegah dampak kesehatan, dilakukan upaya-upaya :
a) Menggunakan alat pelindung diri (APD), seperti masker gas.
b) Mengurangi aktifitas diluar rumah.
2. PENANGGULANGAN
1) Memperbaiki alat yang rusak
2) Penggantian saringan/filter
3) Bila terjadi/jatuh korban, maka lakukan :
- Pindahkan korban ke tempat aman/udara bersih.
- Berikan pengobatan atau pernafasan buatan.
- Kirim segera ke rumah sakit atau Puskesmas terdekat.

3.2. CARBON MONOKSIDA


3.2.1 SIFAT FISIKA DAN KIMIA
Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senjawa karbon monoksida (CO)
sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai
hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak
berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak
berwarna. Tidak seperti senyawa CO mempunyai
potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat
dengan pigmen darah yaitu haemoglobin.

3.2.2 SUMBER DAN DISTRIBUSI

24
Karbon monoksida di lingkungan dapat terbentuk secara alamiah, tetapi sumber
utamanya adalah dari kegiatan manusia, Karbon monoksida yang berasal dari alam
termasuk dari lautan, oksidasi metal di atmosfir, pegunungan, kebakaran hutan dan
badai listrik alam.
Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan
bahan bakar bensin. Berdasarkan estimasi, Jumlah CO dari sumber buatan
diperkirakan mendekati 60 juta Ton per tahun. Separuh dari jumlah ini berasal dari
kendaraan bermotor yang menggunakan bakan bakar bensin dan sepertiganya
berasal dari sumber tidak bergerak seperti pembakaran batubara dan minyak dari
industri dan pembakaran sampah domestik. Didalam laporan WHO (1992)
dinyatakan paling tidak 90% dari CO diudara perkotaan berasal dari emisi kendaraan
bermotor. Selain itu asap rokok juga mengandung CO, sehingga para perokok dapat
memajan dirinya sendiri dari asap rokok yang sedang dihisapnya.
Sumber CO dari dalam ruang (indoor) termasuk dari tungku dapur rumah tangga
dan tungku pemanas ruang. Dalam beberapa penelitian ditemukan kadar CO yang
cukup tinggi didalam kendaraan sedan maupun bus.
Kadar CO diperkotaan cukup bervariasi tergantung dari kepadatan kendaraan
bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin dan umumnya ditemukan kadar
maksimum CO yang bersamaan dengan jam-jam sibuk pada pagi dan malam hari.
Selain cuaca, variasi dari kadar CO juga dipengaruhi oleh topografi jalan dan
bangunan disekitarnya. Pemajanan CO dari udara ambien dapat direfleksikan dalam
bentuk kadar karboksi-haemoglobin (HbCO) dalam darah yang terbentuk dengan
sangat perlahan karena butuh waktu 4-12 jam untuk tercapainya keseimbangan
antara kadar CO diudara dan HbCO dalam darah Oleh karena itu kadar CO didalam
lingkungan, cenderung dinyatakan sebagai kadar rata-rata dalam 8 jam pemajanan
Data CO yang dinyatakan dalam rata-rata setiap 8 jam pengukuran sepajang hari
(moving 8 hour average concentration) adalah lebih baik dibandingkan dari data CO
yang dinyatakan dalam rata-rata dari 3 kali pengukuran pada periode waktu 8 jam
yang berbeda dalam sehari. Perhitungan tersebut akan lebih mendekati gambaran
dari respons tubuh manusia tyerhadap keracunan CO dari udara.

25
Karbon monoksida yang bersumber dari dalam ruang (indoor) terutama berasal dari
alat pemanas ruang yang menggunakan bahan bakar fosil dan tungku masak. Kadar
nya akan lebih tinggi bila ruangan tempat alat tersebut bekerja, tidak memadai
ventilasinya. Namun umunnya pemajanan yang berasal dari dalam ruangan
kadarnya lebih kecil dibandingkan dari kadar CO hasil pemajanan asap rokok.
Beberapa Individu juga dapat terpajan oleh CO karena lingkungan kerjanya.
Kelompok masyarakat yang paling terpajan oleh CO termasuk polisi lalu lintas atau
tukang pakir, pekerja bengkel mobil, petugas industri logam, industri bahan bakar
bensin, industri gas kimia dan pemadam kebakaran. Pemajanan Co dari lingkungan
kerja seperti yang tersebut diatas perlu mendapat perhatian. Misalnya kadar CO di
bengkel kendaraan bermotor ditemukan mencapai setinggi 600 mg/m3 dan didalam
darah para pekerja bengkel tersebut bisa mengandung HbCO sampai lima kali lebih
tinggi dari kadar nomal. Para petugas yang bekerja dijalan raya diketahui
mengandung HbCO dengan kadar 4–7,6% (porokok) dan 1,4–3,8% (bukan perokok)
selama sehari bekarja. Sebaliknya kadar HbCO pada masyarakat umum jarang yang
melampaui 1% walaupun studi yang dilakukan di 18 kota besar di Amerika Utara
menunjukan bahwa 45 % dari masyarakat bukan perokok yang terpajan oleh CO
udara, di dalam darahnya terkandung HbCO melampaui 1,5%. Perlu juga diketahui
bahwa manusia sendiri dapat memproduksi CO akibat proses metabolismenya yang
normal. Produksi CO didalam tubuh sendiri ini (endogenous) bisa sekitar 0,1+1%
dari total HbCO dalam darah.

3.2.3 DAMPAK TERHADAP KESEHATAN


Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya untuk
berikatan dengan haemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengakut oksigen
keseluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihaemoglobin (HbCO)
yang 200 kali lebih stabil dibandingkan oksihaemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO
yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut
dalam fungsinya membawa oksigen keseluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa
berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan. Selain itu,
metabolisme otot dan fungsi enzim intra-seluler juga dapat terganggu dengan

26
adanya ikatan CO yang stabil tersebut. Dampat keracunan CO sangat berbahaya
bagi orang yang telah menderita gangguan pada otot jantung atau sirkulasi darah
periferal yang parah.
Dampak dari CO bervasiasi tergangtung dari status kesehatan seseorang pada saat
terpajan. Pada beberapa orang yang berbadan gemuk dapat mentolerir pajanan CO
sampai kadar HbCO dalam darahnya mencapai 40% dalam waktu singkat.
Tetapi seseorang yang menderita sakit jantung atau paru-paru akan menjadi lebih
parah apabila kadar HbCO dalam darahnya sebesar 5–10%.
Pengaruh CO kadar tinggi terhadap sistem syaraf pusat dan sistem kardiovaskular
telah banyak diketahui. Namun respon dari masyarakat berbadan sehat terhadap
pemajanan CO kadar rendah dan dalam jangka waktu panjang, masih sedikit
diketahui.
Misalnya kinerja para petugas jaga, yang harus mempunyai kemampuan untuk
mendeteksi adanya perubahan kecil dalam lingkungannya yang terjadi pada saat
yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan membutuhkan kewaspadaan tinggi
dan terus menerus, dapat terganggu/ terhambat pada kadar HbCO yang berada
dibawah 10% dan bahkan sampai 5% (hal ini secara kasar ekivalen dengan kadar
CO di udara masing-masing sebesar 80 dan 35 mg/m3) Pengaruh ini terlalu terlihat
pada perokok, karena kemungkinan sudah terbiasa terpajan dengan kadar yang
sama dari asap rokok.
Beberapa studi yang dilakukan terhadap sejumlah sukarelawan berbadan sehat yang
melakukan latihan berat (studi untuk melihat penyerapan oksigen maksimal)
menunjukkan bahwa kesadaran hilang pada kadar HbCO 50% dengan latihan yang
lebih ringan, kesadaran hilang pada HbCo 70% selama 5-60 menit. Gangguan tidak
dirasakan pada HbCO 33%, tetapi denyut jantung meningkat cepat dan tidak
proporsional. Studi dalam jangka waktu yang lebih panjang terhadap pekerja yang
bekerja selama 4 jam dengan kadar HbCO 5-6% menunjukkan pengaruh yang
serupa terhadap denyut jantung, tetapi agak berbeda.
Hasil studi diatas menunjukkan bahwa paling sedikit untuk para bukan perokok,
ternyata ada hubungan yang linier antara HbCO dan menurunnya kapasitas
maksimum oksigen.

27
Walaupun kadar CO yang tinggi dapat menyebabkan perubahan tekanan darah,
meningkatkan denyut jantung, ritme jantung menjadi abnormal gagal jantung, dan
kerusakan pembuluh darah periferal, tidak banyak didapatkan data tentang
pengaruh pemajanan CO kadar rendah terhadap sistim kardiovaskular.
Hubungan yang telah diketahui tentang merokok dan peningkatan risiko penyakit
jantung koroner menunjukkan bahwa CO kemungkinan mempunyai peran dalam
memicu timbulnya penyakit tersebut (perokok berat tidak jarang mengandung kadar
HbCO sampai 15 %). Namun tidak cukup bukti yang menyatakan bahwa karbon
monoksida menyebabkan penyakit jantung atau paru-paru, tetapi jelas bahwa CO
mampu untuk mengganggu transpor oksigen ke seluruh tubuh yang dapat berakibat
serius pada seseorang yang telah menderita sakit jantung atau paru-paru.
Studi epidemiologi tentang kesakitan dan kematian akibat penyakit jantung dan
kadar CO di udara yang dibagi berdasarkan wilayah, sangat sulit untuk ditafsirkan.
Namun dada terasa sakit pada saat melakukan gerakan fisik, terlihat jelas akan
timbul pada pasien yang terpajan CO dengan kadar 60 mg/m3, yang menghasilkan
kadar HbCO mendekati 5%. Walaupun wanita hamil dan janin yang dikandungnya
akan menghasilkan CO dari dalam tubuh (endogenous) dengan kadar yang lebih
tinggi, pajanan tambahan dari luar dapat mengurangi fungsi oksigenasi jaringan dan
plasental, yang menyebabkan bayi dengan berat
badan rendah. Kondisi seperti ini menjelaskan mengapa wanita merokok melahirkan
bayi dengan berat badan lebih rendah dari normal. Masih ada dua aspek lain dari
pengaruh CO terhadap kesehatan yang perlu dicatat. Pertama, tampaknya binatang
percobaan dapat beradaptasi terhadap pemajanan CO karena mampu mentolerir
dengan mudah pemajanan akut pada kadar tinggi, walaupun masih memerlukan
penjelasan lebih lanjut. Kedua, dalam kaitannya dengan CO di lingkungan kerja yang
dapat menggangggu pertubuhan janin pada pekerja wanita, adalah kenyataan
bahwa paling sedikit satu jenis senyawa hidrokarbon-halogen yaitu metilen khlorida
(dikhlorometan), dapat menyebabkan meningkatnya kadar HbCO karena ada
metobolisme di dalam tubuh setelah absorpsi terjadi.

28
Karena senyawa diatas termasuk kelompok pelarut (Sollvent) yang banyak
digunakan dalam industri untuk menggantikan karbon tetrakhlorida yang beracun,
maka keamanan lingkungan kerja mereka perlu ditinjau lebih lanjut.

3.2.4 PENGENDALIAN
1. PENCEGAHAN
1.1 Sumber Bergerak
a) Merawat mesin kendaraan bermotor agar tetap baik.
b) Melakukan pengujian emisi dan KIR kendaraan secara berkala.
c) Memasang filter pada knalpot.
1.2 Sumber Tidak Bergerak
a) Memasang scruber pada cerobong asap.
b) Merawat mesin industri agar tetap baik dan lakukan pengujian secara
berkala.
c) Menggunakan bahan bakar minyak atau batu bara dengan kadar CO
rendah.
1.3 Manusia
Apabila kadar CO dalam udara ambien telah melebihi baku mutu ( 10.000
ug/Nm3 udara dengan rata-rata waktu pengukuran 24 jam ) maka untuk
mencegah dampak kesehatan dilakukan upaya-upaya:
a) Menggunakan alat pelindung diri ( APD ) seperti masker gas.
b) Menutup / menghindari tempat-tempat yang diduga mengandung CO
seperti sumur tua , Goa , dll.
2. PENANGGULANGAN
a) Mengatur pertukaran udara didalam ruang seperti mengunakan exhaust-fan.
b) Bila terjadi korban keracunan maka lakukan :
- Berikan pengobatan atau pernafasan buatan
- Kirim segera ke rumah sakit atau puskesmas terdekat

3.3 NITROGEN DIOKSIDA (NOx)


3.3.1 SIFAT FISIKA DAN KIMIA

29
Oksida Nitrogen (NOx) adalah kelompok gas nitrogen yang terdapat di atmosfir yang
terdiri dari nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2). Walaupun ada
bentuk oksida nitrogen lainnya, tetapi kedua gas tersebut yang paling banyak
diketahui sebagai bahan pencemar udara. Nitrogen monoksida merupakan gas yang
tidak berwarna dan tidak berbau sebaliknya nitrogen dioksida berwarna coklat
kemerahan dan berbau tajam.
Nitrogen monoksida terdapat diudara dalam jumlah lebih besar daripada NO2.
Pembentukan NO dan NO2 merupakan reaksi antara nitrogen dan oksigen diudara
sehingga membentuk NO, yang bereaksi lebih lanjut dengan lebih banyak oksigen
membentuk NO2.
Udara terdiri dari 80% Volume nitrogen dan 20% Volume oksigen. Pada suhu kamar,
hanya sedikit kecendrungan nitrogen dan oksigen untuk bereaksi satu sama lainnya.
Pada suhu yang lebih tinggi (diatas 1210°C) keduanya dapat bereaksi membentuk
NO dalam jumlah banyak sehingga mengakibatkan pencemaran udara. Dalam proses
pembakaran, suhu yang digunakan
biasanya mencapai 1210 – 1.765 °C, oleh karena itu reaksi ini merupakan sumber
NO yang penting. Jadi reaksi pembentukan NO merupakan hasil samping dari proses
pembakaran.

3.3.2 SUMBER DAN DISTRIBUSI


Dari seluruh jumlah oksigen nitrogen ( NOx ) yang dibebaskan ke udara, jumlah
yang terbanyak adalah dalam bentuk NO yang diproduksi oleh aktivitas bakteri. Akan
tetapi pencemaran NO dari sumber alami ini tidak merupakan masalah karena
tersebar secara merata sehingga jumlah nya menjadi kecil. Yang menjadi masalah
adalah pencemaran NO yang diproduksi oleh kegiatan manusia karena jumlahnya
akan meningkat pada tempat-tempat tertentu.
Kadar NOx diudara perkotaan biasanya 10–100 kali lebih tinggi dari pada di udara
pedesaan. Kadar NOx diudara daerah perkotaan dapat mencapai 0,5 ppm (500 ppb).
Seperti halnya CO, emisi NOx dipengaruhi oleh kepadatan penduduk karena sumber
utama NOx yang diproduksi manusia adalah dari pembakaran dan kebanyakan
pembakaran disebabkan oleh kendaraan bermotor, produksi energi dan pembuangan

30
sampah. Sebagian besar emisi NOx buatan manusia berasal dari pembakaran arang,
minyak, gas, dan bensin.
Kadar NOx di udara dalam suatu kota bervariasi sepanjang hari tergantung dari
intensitas sinar mataharia dan aktivitas kendaraan bermotor. Perubahan kadar NOx
berlangsung sebagai berikut :
a) Sebelum matahari terbit, kadar NO dan NO2 tetap stabil dengan kadar sedikit
lebih tinggi dari kadar minimum seharihari.
b) Setelah aktifitas manusia meningkat ( jam 6-8 pagi ) kadar NO meningkat
terutama karena meningkatnya aktivitas lalulintas yaitu kendaraan bermotor. Kadar
NO tetinggi pada saat ini dapat mencapai 1-2 ppm.
c) Dengan terbitnya sinar matahari yang memancarkan sinar ultra violet kadar NO2 (
sekunder) kadar NO2 pada saat ini dapat mencapai 0,5 ppm.
d) Kadar ozon meningkat dengan menurunnya kadar NO sampai 0,1 ppm.
e) Jika intensitas sinar matahari menurun pada sore hari ( jam 5-8 malam ) kadar
NO meningkat kembali.
f) Energi matahari tidak mengubah NO menjadi NO2 (melalui reaksi hidrokarbon)
tetapi O3 yang terkumpul sepanjang hari akan bereaksi dengan NO. Akibatnya
terjadi kenaikan kadar NO2 dan penurunan kadar O3.
g) Produk akhir dari pencemaran NOx di udara dapat berupa asam nitrat, yang
kemudian diendapkan sebagai garam-garam nitrat didalam air hujan atau debu.
Merkanisme utama pembentukan asam nitrat dari NO2 di udara masih terus
dipelajari Salah satu reaksi dibawah ini diduga juga terjadi diudara tetapi diudara
tetapi peranannya mungkin sangat kecil dalam menentukan jumlah asam nitrat di
udara.
h) Kemungkinan lain pembentukan HNO3 didalam udara tercemar adalah adanya
reaksi dengan ozon pada kadar NO2 maksimum O3 memegang peranan penting dan
kemungkinan terjadi tahapan reaksi sebagai berikut :

O3 + NO2 ----à NO3 + O2


NO3 + NO2 -----àN2O5
N2O5 + 2HNO3 ----à 2HNO3

31
Reaksi tersebut diatas masih terus dibuktikan kebenarannya, tetapi yang penting
adalah bahwa proses-proses diudara mengakibatkan perubahan NOx menjadi HNO3
yang kemudian bereaksi membentuk partikel-partikel.

3.3.3 DAMPAK TERHADAP KESEHATAN


Oksida nitrogen seperti NO dan NO2 berbahaya bagi manusia. Penelitian
menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun daripada NO. Selama ini belum
pernah dilaporkan terjadinya keracunan NO yang mengakibatkan kematian. Diudara
ambien yang normal, NO dapat mengalami oksidasi menjadi NO2 yang bersifat
racun. Penelitian terhadap hewan percobaan yang dipajankan NO dengan dosis yang
sangat tinggi, memperlihatkan gejala kelumpuhan sistim syarat dan kekejangan.
Penelitian lain menunjukkan bahwa tikus yang dipajan NO sampai 2500 ppm akan
hilang kesadarannya setelah 6-7 menit, tetapi jika kemudian diberi udara segar akan
sembuh kembali setelah 4–6 menit. Tetapi jika pemajanan NO pada kadar tersebut
berlangsung selama 12 menit, pengaruhnya tidak dapat dihilangkan kembali, dan
semua tikus yang diuji akan mati.
NO2 bersifat racun terutama terhadap paru. Kadar NO2 yang lebih tinggi dari 100
ppm dapat mematikan sebagian besar binatang percobaan dan 90% dari kematian
tersebut disebabkan oleh gejala pembengkakan paru ( edema pulmonari ). Kadar
NO2 sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100% kematian pada binatang-binatang
yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang. Pemajanan NO2 dengan kadar 5 ppm
selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernafas.

3.3.4 PENGENDALIAN
1. PENCEGAHAN
1.1. Sumber Bergerak
a) Merawat mesin kendaraan bermotor agar tetap baik.
b) Melakukan pengujian emisi dan KIR kendaraan secara berkala.
c) Memasang filter pada knalpot.
1.2. Sumber Tidak Bergerak
a) Mengganti peralatan yang rusak.

32
b) Memasang scruber pada cerobong asap.
c) Memodifikasi pada proses pembakaran.
1.3. Manusia
Apabila kadar NO2 dalam udara ambien telah melebihi baku mutu ( 150
mg/Nm3 dengan waktu pengukur 24 jam) maka untuk mencegah dampak
kesehatan dilakukan upaya-upaya :
a) Menggunakan alat pelindung diri, seperti masker gas.
b) Mengurangi aktifitas di luar rumah.
2. PENANGGULANGAN
a) Mengatur pertukaran udara di dalam ruang, seperti mengunakan exhaust-fan.
b) Bila terjadi korban keracunan, maka lakukan :
- Berikan pengobatan atau pernafasaan buatan.
- Kirim segera ke Rumah Sakit atau Puskesmas terdekat.

3.4 OKSIDAN (O3)


3.4.1 SIFAT FISIK DAN KIMIA
Oksidan (O3) merupakan senyawa di udara selain oksigen yang memiliki sifat
sebagai pengoksidasi. Oksidan adalah komponen atmosfir yang diproduksi oleh
proses fotokimia, yaitu suatu proses kimia yang membutuhkan sinar matahari
mengoksidasi komponen-komponen yang tak segera dioksidasi oleh oksigen.
Senyawa yang terbentuk merupakan bahan pencemar sekunder yang diproduksi
karena interaksi antara bahan pencemar primer dengan sinar.
Hidrokarbon merupakan komponen yang berperan dalam produksi oksidan
fotokimia. Reaksi ini juga melibatkan siklus fotolitik NO2. Polutan sekunder yang
dihasilkan dari reaksi hidrokarbon dalam siklus ini adalah ozon dan
peroksiasetilnitrat.

a. OZON (O3)
Ozon merupakan salah satu zat pengoksidasi yang sangat kuat setelah fluor, oksigen
dan oksigen fluorida (OF2). Meskipun di alam terdapat dalam jumlah kecil tetapi
lapisan lain dengan bahan pencemar udara Ozon sangat berguna untuk melindungi

33
bumi dari radiasi ultraviolet (UV-B). Ozon terbentuk diudara pada ketinggian 30 km
dimana radiasi UV matahari dengan panjang gelombang 242 nm secara perlahan
memecah molekul oksigen (O2) menjadi atom oksigen tergantung dari jumlah
molekul O2 atom-atom oksigen secara cepat membentuk ozon. Ozon menyerap
radiasi sinar matahari dengan kuat didaerah panjang gelombang 240-320 nm.
Absorpsi radiasi elektromagnetik oleh ozon didaerah ultraviolet dan inframerah
digunakan dalam metode-metode analitik.

b. PEROKSI ASETIL NITRAT (PAN)


Proses-proses fotokimia menghasilkan jenis-jenis pengoksidasi lain –selain ozon,
termasuk peroksiasilinitrat yang mempunyai
struktur sebagai berikut :
OR – C0 0 N O 2
R = CH3 : peroksiasetilnitrat ( PAN )
R = C2H5 : peroksipropionilnitrat ( PPN )
R = C6H5 : peroksibenzoilnitrat ( PBzN )
Meskipun untuk setiap jenis peroksiasetilnitrat sudah diberikan perhatian, data
monitoring yang tersedia hanya untuk peroksiasetilnitrat. Peroksiasrtilnitrat
mempunyai 2 ciri yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya peroksiasetilnitrat
kadar rendah. Ciri pertama adalah absorpsi di daerah inframerah dan kemampuan
dalam menangkap elektron. Ciri kedua digunakan sebagai dasar metoda pengukuran
kadar peroksiasetilnitrat di udara secara khromatografi.

c. OKSIDAN LAIN
Hidrogen peroksida telah diidentifikasi sebagai oksidan fotokimia yang potensial.
Akan tetapi hidrogen peroksida ini merupakan senyawa yang sangat sulit dideteksi
secara spesifik di udara. Oleh arena itu tidak mungkin memperkirakan dengan pasti
bahwa hidrogen peroksida sebagai pencemar fotokimia udara.

34
3.4.2 SUMBER DAN DISTRIBUSI
Yang dimaksud dengan oksidan fotokimia meliputi Ozon, Nitrogen dioksida, dan
peroksiasetilnitrat (PAN) karena lebih dari 90% total oksidan terdapat dalam bentuk
ozon maka hasil monitoring udara ambien dinyatakan sebagai kadar ozon. Karena
pengaruh pencemaran udara jenis oksidan cukup akut dan cepatnya perubahan pola
pencemaran selama sehari dan dari suatu tempat ketempat lain, maka waktu
dimana kadar Ozon paling tinggi secara umum ditentukan dalam pemantauan.
Mencatat jumlah perjam per hari, perminggu, per musim atau per tahun selama
kadar tertentu dilampaui juga merupakan cara yang berguna untuk melaporkan
sejauh mana Ozon menjadi masalah.
Kadar ozon alami yang berubah-ubah sesuai dengan musim pertahunnya berkisar
antara 10–100mg/m3 (0,005–0,05 ppm).
Diwilayah pedesaan kadar ozon dapat menjadi tinggi karena adanya kiriman jarak
jauh O3 dari udara yang berasal dari perkotaan. Didaerah perkotaan yang besar,
tingkat ozon atau total oksidan maksimum 1 jam dapat berkisar dari 300–800 mg/
m3 (0,15-0,40 ppm) atau lebih. 5–30% hasil pemantauan di beberapa kota besar
didapatkan kadar oksida maksimum 1jam yang melampaui 200 mg/m3 (0,1 ppm).
Peroksiasetilnitrat umumnya terbentuk secara serentak bersama dengan ozon.
Pengukuran kadar PAN di udara ambien yang telah dilakukan relatif sedikit, tetapi
dari hasil pengukuran Pb dapat diamati perbandingan antara PAN dengan ozon
antara 1:50 dan 1:100, dan variasi kadar kadang-kadang mengikuti ozon.

3.4.3 DAMPAK TERHADAP KESEHATAN


Oksidan fotokimia masuk kedalam tubuh dan pada kadar subletal dapat
mengganggu proses pernafasan normal, selain itu oksidan fotokimia juga dapat
menyebabkan iritasi mata.
Beberapa gejala yang dapat diamati pada manusia yang diberi perlakuan kontak
dengan ozon, sampai dengan kadar 0,2 ppm tidak ditemukan pengaruh apapun,
pada kadar 0,3 ppm mulai terjadi iritasi pada hidung dan tenggorokan. Kontak
dengan Ozon pada kadar 1,0–3,0 ppm selama 2 jam pada orang-orang yang sensitif

35
dapat mengakibatkan pusing berat dan kehilangan koordinasi. Pada kebanyakan
orang, kontak dengan ozon dengan kadar 9,0 ppm selama beberapa waktu akan
mengakibatkan edema pulmonari.
Pada kadar di udara ambien yang normal, peroksiasetilnitrat (PAN) dan
Peroksiabenzoilnitrat (PbzN) mungkin menyebabkan iritasi mata tetapi tidak
berbahaya bagi kesehatan. Peroksibenzoilnitrat (PbzN) lebih cepat menyebabkan
iritasi mata.

3.5 HIDROKARBON
3.5.1 SIFAT / KARASTERISTIK
Struktur Hidrokarban (HC) terdiri dari elemen hidrogen dan korbon dan sifat fisik HC
dipengaruhi oleh jumlah atom karbon yang menyusun molekul HC. HC adalah bahan
pencemar udara yang dapat berbentuk gas, cairan maupun padatan. Semakin tinggi
jumlah atom karbon, unsur ini akan cenderung berbentuk padatan. Hidrokarbon
dengan kandungan unsur C antara 1-4 atom karbon akan berbentuk gas pada suhu
kamar, sedangkan kandungan karbon diatas 5 akan berbentuk cairan dan padatan.
HC yang berupa gas akan tercampur dengan gas-gas hasil buangan lainnya.
Sedangkan bila berupa cair maka HC akan membentuk semacam kabut minyak, bila
berbentuk padatan akan membentuk asap yang pekat dan akhirnya menggumpal
menjadi debu. Berdasarkan struktur molekulnya, hidrokarbon dapat dibedakan
dalam 3 kelompok yaitu hidrokarban alifalik, hidrokarbon aromatik dan hidrokarbon
alisiklis. Molekul hidrokarbon alifalik tidak mengandung cincin atom karbon dan
semua atom karbon tersusun dalam bentuk rantai lurus atau bercabang.

3.5.2 SUMBER DAN DISTRIBUSI


Sebagai bahan pencemar udara, Hidrokarbon dapat berasal dari proses industri yang
diemisikan ke udara dan kemudian merupakan sumber fotokimia dari ozon. HC
merupakan polutan primer karena dilepas ke udara ambien secara langsung,
sedangkan oksidan fotokima merupakan polutan sekunder yang dihasilkan di
atmosfir dari hasil reaksi-reaksi yang melibatkan polutan primer. Kegiatan industri
yang berpotensi menimbulkan cemaran dalam bentuk HC adalah industri plastik,

36
resin, pigmen, zat warna, pestisida dan pemrosesan karet. Diperkirakan emisi
industri sebesar 10 % berupa HC.
Sumber HC dapat pula berasal dari sarana transportasi. Kondisi mesin yang kurang
baik akan menghasilkan HC. Pada umumnya pada pagi hari kadar HC di udara tinggi,
namun pada siang hari menurun. Sore hari kadar HC akan meningkat dan kemudian
menurun lagi pada malam hari.
Adanya hidrokarbon di udara terutama metana, dapat berasal dari sumber-sumber
alami terutama proses biologi aktivitas geothermal seperti explorasi dan
pemanfaatan gas alam dan minyak bumi dan sebagainya Jumlah yang cukup besar
juga berasal dari proses dekomposisi bahan organik pada permukaan tanah,
Demikian juga pembuangan sampah, kebakaran hutan dan kegiatan manusia lainnya
mempunyai peranan yang cukup besar dalam memproduksi gas hidrakarbon di
atmosfir.

3.5.3 DAMPAK KESEHATAN


Hidrokarbon diudara akan bereaksi dengan bahan-bahan lain dan akan membentuk
ikatan baru yang disebut plycyclic aromatic hidrocarbon (PAH) yang banyak dijumpai
di daerah industri dan padat lalulintas. Bila PAH ini masuk dalam paru-paru akan
menimbulkan luka dan merangsang terbentuknya sel-sel kanker.
Pengaruh hidrokarbon aromatic pada kesehatan manusia dapat terlihat pada tabel
dibawah ini.
Jenis Hidrokarbon Konsentrasi ( ppm ) Dampak Kesehatan Benzene ( C6H6 ) :
100 ppm, Iritasi membran mukosa
3.000 ppm, Lemas setelah ½ - 1 Jam
7.500 ppm, Pengaruh sangat berbahaya setelah pemaparan 1 jam
20.000 ppm, Kematian setelah pemaparan 5 –10 menit
Toluena ( C7H8 ) 200 ppm, Pusing lemah dan berkunang-kunang setelah pemaparan
8 jam, dan 600 ppm, Kehilangan koordinasi bola mata terbalik setelah pemaparan 8
jam

3.5.4 PENGENDALIAN

37
1. PENCEGAHAN
1.1 Sumber Bergerak
a) Merawat mesin kendaraan bermotor agar tetap baik.
b) Melakukan pengujian emisi secara berkala dan KIR kendaraan.
c) Memasang filter pada knalpot.
1.2 Sumber Tidak Bergerak
a) Memasang scruber pada cerobong asap.
b) Memodifikasi pada proses pembakaran.
1.3 Manusia
Apabila kadar oksidan dalam udara ambien telah melebihi baku mutu (235
mg/Nm3 dengan waktu pengukuran 1jam) maka untuk mencegah dampak
kesehatan dilakukan upaya-upaya:
a) Menggunakan alat pelindung diri, seperti masker gas.
b) Mengurangi aktifitas di luar rumah.
2. PENANGGULANGAN
a) Mengganti peralatan yang rusak.
b) Mengatur pertukaran udara didalam ruang, seperti menggunakan exhaust-fan.
c) Bila jatuh korban keracunan maka lakukan :
- Berikan pengobatan atau pernafasan buatan.
- Kirim segera ke Rumah Sakit atau Puskesmas terdekat.

3.6 KHLORIN (Cl2)


3.6.1 SIFAT FISIKA DAN KIMIA
Senyawa khlorine yang mengandung khlor yang dapat mereduksi atau mengkonversi
zat inert atau zat kurang aktif dalam air, yang termasuk senyawa khlorin adalah
asam hipokhlorit (HOCL) dan garam hipokhlorit (OCL).
Gas Khlorin ( Cl2) adalah gas berwarna hijau dengan bau sangat menyengat. Berat
jenis gas khlorin 2,47 kali berat udara dan 20 kali berat gas hidrogen khlorida yang
toksik. Gas khlorin sangat terkenal sebagai gas beracun yang digunakan pada
perang dunia ke-1.

38
3.6.2 SUMER DAN DISTRIBUSI
Khlorin merupakan bahan kimia penting dalam industri yang digunakan untuk
khlorinasi pada proses produksi yang menghasilkan produk organik sintetik, seperti
plastik (khususnya polivinil khlorida), insektisida (DDT, Lindan, dan aldrin) dan
herbisida (2,4 dikhloropenoksi asetat) selain itu [juga digunakan sebagai pemutih
(bleaching agent) dalam pemrosesan sellulosa, industri kertas, pabrik pencucian
(tekstill) dan desinfektan untuk air minum dan kolam renang.
Terbentuknya gas khlorin di udara ambien merupakan efek samping dari proses
pemutihan (bleaching) dan produksi zat/senyawa organik yang mengandung khlor.
Karena banyaknya penggunaan senyawa khlor di lapangan atau dalam industri
dalam dosis berlebihan seringkali terjadi pelepasan gas khlorin akibat penggunaan
yang kurang efektif. Hal ini dapat menyebabkan terdapatnya gas pencemar khlorin
dalam kadar tinggi di udara ambien.

3.6.3 DAMPAK TERHADAP KESEHATAN


Selain bau yang menyengat gas khlorin dapat menyebabkan iritasi pada mata
saluran pernafasan. Apabila gas khlorin masuk dalam jaringan paru-paru dan
bereaksi dengan ion hidrogen akan dapat membentuk asam khlorida yang bersifat
sangat korosif dan menyebabkan iritasi dan peradangan. diudara ambien, gas khlorin
dapat mengalami proses oksidasi dan membebaskan oksigen seperti terlihat dalam
reaksi dibawah ini :

CL2 + H2O ---------à HCL + HOCL


8 HOCl ---------à 6 HCl + 2HclO3 + O3

Dengan adanya sinar matahari atau sinar terang maka HOCl yang terbentuk akan
terdekomposisi menjadi asam khlorida dan oksigen.
Selain itu gas khlorin juga dapat mencemari atmosfer. Pada kadar antara 3,0 – 6,0
ppm gas khlorin terasa pedas dan memerahkan mata. Dan bila terpapar dengan
kadar sebesar 14,0 – 21,0 ppm selama 30 –60 menit dapat menyebabkan penyakit

39
paru-paru ( pulmonari oedema ) dan bisa menyebabkan emphysema dan radang
paru-paru.

3.6.4 PENGENDALIAN
1. PENCEGAHAN
1.1. Sumber Tidak Bergerak
a) Memasang scruber pada cerobong asap.
b) Memodifikasi pada proses pembakaran.
1.2. Manusia
Apabila kadar khlorin dalam udara ambien telah melebihi baku mutu (150
mg/Nm3 dengan waktu pengukuran 24 jam) maka untuk mencegah
dampak kesehatan dilakukan upaya – upaya :
a) Menggunakan alat pelindung diri, seperti masker gas.
b) Mengurangi aktifitas di luar rumah.
2. PENANGGULANGAN
a) Mengganti peralatan yang rusak.
b) Mengatur pertukaran udara di dalam ruang seperti mengunakan exhaust-fan.
c) Bila terjadi korban keracunan chlorin maka lakukan :
- Berikan pengobatan atau pernafasan buatan.
- Kirim segera ke Rumah Sakit atau Puskesmas terdekat.

3.7 PARTIKEL DEBU


3.7.1 SIFAT FISIKA DAN KIMIA
Partikulat debu melayang (Suspended Particulate Matter/SPM) merupakan campuran
yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang terbesar di
udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan
maksimal 500 mikron. Partikulat debu tersebut akan berada di udara dalam waktu
yang relatif lama dalam keadaan melayanglayang di udara dan masuk kedalam
tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Selain dapat berpengaruh negatif
terhadap kesehatan, partikel debu juga dapat mengganggu daya tembus pandang
mata dan juga mengadakan berbagai reaksi kimia di udara. Partikel debu SPM pada

40
umumnya mengandung berbagai senyawa kimia yang berbeda, dengan berbagai
ukuran dan bentuk yang berbada pula, tergantung dari mana sumber emisinya.
Karena Komposisi partikulat debu udara yang rumit, dan pentingnya ukuran
partikulat dalam menentukan pajanan, banyak istilah yang digunakan untuk
menyatakan partikulat debu di udara. Beberapa istilah digunakan dengan mengacu
pada metode pengambilan sampel udara seperti : Suspended Particulate Matter
(SPM), Total Suspended Particulate (TSP), dan balack smoke.
Istilah lainnya lagi lebih mengacu pada tempat di saluran pernafasan dimana
partikulat debu dapat mengedap, seperti inhalable/thoracic particulate yang
terutama mengedap disaluran pernafasan bagian bawah, yaitu dibawah pangkal
tenggorokan (larynx ). Istilah lainnya yang juga digunakan adalah PM-10 (partikulat
debu dengan ukuran diameter aerodinamik <10 mikron), yang mengacu pada unsur
fisiologi maupun metode pengambilan sampel.

3.7.2 SUMBER DAN DISTRIBUSI


Secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang
terbawa oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Pembakaran
yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon akan
murni atau bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan mesin
disel yang tidak terpelihara dengan baik. Partikulat debu melayang (SPM) juga
dihasilkan dari pembakaran batu bara yang tidak sempurna sehingga terbentuk
aerosol kompleks dari butir-butiran tar. Dibandingkan dengan pembakaraan batu
bara, pembakaran minyak dan gas pada umunya menghasilkan SPM lebih sedikit.
Kepadatan kendaraan bermotor dapat menambah asap hitam pada total emisi
partikulat debu.
Demikian juga pembakaran sampah domestik dan sampah komersial bisa merupakan
sumber SPM yang cukup penting.
Berbagai proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan, dapat
menyebabkan abu berterbangan di udara, seperti yang juga dihasilkan oleh emisi
kendaraan bermotor.

41
3.7.3 DAMPAK TERHADAP KESEHATAN
Inhalasi merupakan satu-satunya rute pajanan yang menjadi perhatian dalam
hubungannya dengan dampak terhadap kesehatan. Walau demikian ada juga
beberapa senjawa lain yang melekat bergabung pada partikulat, seperti timah hitam
(Pb), dan senyawa beracun lainnya, yang dapat memajan tubuh melalui rute lain.
Pengaruh partikulat debu bentuk padat maupun cair yang berada di udara sangat
tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu bentuk padat maupun cair
yang berada diudara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu
yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai
dengan 10 mikron. Pada umunya ukuran partikulat debu sekitar 5 mikron merupakan
partikulat udara yang dapat langsung masuk kedalam paru-paru dan mengendap di
alveoli. Keadaan ini bukan berarti bahwa ukuran partikulat yang lebih besar dari 5
mikron tidak berbahaya, karena partikulat yang lebih besar dapat mengganggu
saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi. Keadaan ini akan lebih
bertambah parah apabila terjadi reaksi sinergistik dengan gas SO2 yang terdapat di
udara juga.
Selain itu partikulat debu yang melayang dan berterbangan dibawa angin akan
menyebabkan iritasi pada mata dan dapat menghalangi daya tembus pandang mata
(Visibility) Adanya ceceran logam beracun yang terdapat dalam partikulat debu di
udara merupakan bahaya yang terbesar bagi kesehatan. Pada umumnya udara yang
tercemar hanya mengandung logam berbahaya sekitar 0,01% sampai 3% dari
seluruh partikulat debu di udara Akan tetapi logam tersebut dapat bersifat
akumulatif dan kemungkinan dapat terjadi reaksi sinergistik pada jaringan tubuh,
Selain itu diketahui pula bahwa logam yang terkandung di udara yang dihirup
mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan dosis sama yang
besaral dari makanan atau air minum. Oleh karena itu kadar logam di udara yang
terikat pada partikulat patut mendapat perhatian .

3.7.4 PENGENDALIAN
1. PENCEGAHAN
a) Dengan melengkapi alat penangkap debu ( Electro Precipitator ).

42
b) Dengan melengkapi water sprayer pada cerobong.
c) Pembersihan ruangan dengan sistim basah.
d) Pemeliharaan dan perbaikan alat penangkap debu.
e) Menggunakan masker.
2. PENANGGULANGAN
- Memperbaiki alat yang rusak

3.8 TIMAH HITAM (Pb)


3.8.1 SIFAT FISIK DAN KIMIA
Timah hitam ( Pb ) merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau abu-
abu keperakan dengan titik leleh pada 327,5°C dan titik didih 1.740°C pada tekanan
atmosfer. Senyawa Pb-organik seperti Pb-tetraetil dan Pb-tetrametil merupakan
senyawa yang penting karena banyak digunakan sebagai zat aditif pada bahan bakar
bensin dalam upaya meningkatkan angka oktan secara ekonomi. PB-tetraetil dan Pb
tetrametil berbentuk larutan dengan titik didih masing-masing 110°C dan 200°C.
Karena daya penguapan kedua senyawa tersebut lebih rendah dibandingkan dengan
daya penguapan unsur-unsur lain dalam bensin, maka penguapan bensin akan
cenderung memekatkan kadar P-tetraetil dan Pb-tetrametil. Kedua senyawa ini akan
terdekomposisi pada titik didihnya dengan adanya sinar matahari dan senyawa kimia
lain diudara seperti senyawa holegen asam atau oksidator.
3.8.2 SUMBER DAN DISTRIBUSI
Pembakaran Pb-alkil sebagai zat aditif pada bahan bakar kendaraan bermotor
merupakan bagian terbesar dari seluruh emisi Pb ke atmosfer berdasarkan estimasi
skitar 80–90% Pb di udara ambien berasal dari pembakaran bensin tidak sama
antara satu tempat dengan tempat lain karena tergantung pada kepadatan
kendaraan bermotor dan efisiensi upaya untuk mereduksi kandungan pb pada
bensin.
Penambangan dan peleburan batuan Pb di beberapa wilayah sering menimbulkan
masalah pencemaran. Tingkat kontaminasi Pb di udara dan air sekitar wilayah
tersebut tergantung pada jumlah Pb yang diemisikan, tinggi cerobong pembakaran
limbah, topopgrafi, dan kondisi lokal lainnya. Peleburan Pb sekunder, penyulingan,

43
dan industri senyawa dan barang-barang yang mengandung Pb, dan insinerator juga
dapat menambah emisi Pb ke lingkungan.
Karena batubara seperti juga mineral lainnya (batuan dan sedimen) pada umumnya
mengandung Pb kadar rendah, maka kegiatan berbagai industri yang terutama
menghasilkan besi dan baja peleburan tembaga dan pembakaran batubara, harus
dipandang sebagai sumber yang dapat menambah emisi Pb ke udara. Penggunaan
pipa air yang mengandung Pb dirumah tangga terutama pada daerah yang
kesadahan airnya rendah (lunak) dapat menjadi sumber pemajanan Pb pada
manusia.
Demikian juga didaerah dengan banyak rumah tua yang masih menggunakan cat
yang mengandung Pb dapat menjadi sumber pemajanan Pb.

3.8.3 DAMPAK TERHADAP KESEHATAN


Pemajanan Pb dari industri telah banyak tercatat tetapi kemaknaan pemajanan di
masyarakatvluas masih kontroversi, Kadar Pb di alam sangat bervariasi tetapi
kandungan dalam tubuh manusia berkisar antara 100–400 mg.
Sumber masukan Pb adalah makanan terutama bagi mereka yang tidak bekerja atau
kontak dengan Pb Diperkirakan rata-rata masukkan Pb melalui makanan adalah 300
ug per hari dengan kisaran antara 100–500 mg perhari. Rata-rata masukkan melalui
air minum adalah 20 mg dengan kisaran antara 10–100 mg. Hanya sebagian asupan
(intake) yang diabsorpsi melalui pencernaan. Pada manusia dewasa absorpsi untuk
jangka panjang berkisar antara 5–10% bila asupan tidak berlebihan kandungan Pb
dalam tinja dapat untuk memperkirakan asupan harian karena 90% Pb dikeluarkan
dengan cara ini.
Kontribusi Pb di udara terhadap absorpsi oleh tubuh lebih sulit diperkirakan.
Distribusi ukuran partikel dan kelarutan pb dalam partikel juga harus
dipertimbangkan biasanya kadar pb di udara sekitar 2 mg/m3 dan dengan asumsi
30% mengendap disaluran pernapasan dan absorpsi sekitar 14 mg/per hari.
Mungkin perhitungan ini bisa dianggap terlalu besar dan partikel Pb yang dikeluarkan
dari kendaraan bermotor ternyata bergabung dengan filamen karbon dan lebih kecil
dari yang diperkirakan walaupun agregat ini sangat kecil (0,1 mm) jumlah yang

44
tertahan di alveoli mungkin kurang dari 10%. Uji kelarutan menunjukkan bahwa Pb
berada dalam bentuk yang sukar larut.
Hampir semua organ tubuh mengandung Pb dan kira-kira 90% dijumpai di tulang,
kandungan dalam darah kurang dari 1% kandungan dalam darah dipengaruhi oleh
asupan yang baru (dalam 24 Jam terakhir) dan Oleh pelepan dari sistem rangka.
Manusia dengan pemajanan rendah mengandung 10–30 mg Pb/100 g darah
Manusia yang mendapat pemajanan kadar tinggi mengandung lebih dari 100
mg/100 g darah kandungan dalam darah sekitar 40 mg Pb/100g, dianggap terpajan
berat atau mengabsorpsi Pb cukup tinggi walau tidak terdeteksi tanda-tanda keluhan
keracunan.
Terdapat perbedaan tingkat kadar Pb di perkantoran dan pedesaan wanita
cenderung mengandung Pb lebih rendah dibanding pria, dan pada perokok lebih
tinggi dibandingkan bukan perokok.
Gejala klinis keracunan timah hitam pada individu dewasa tidak akan timbul pada
kadar Pb yang terkandung dalam darah dibawah 80 mg Pb/100 g darah namun
hambatan aktivitas enzim untuk sintesa haemoglobin sudah terjadi pada kandungan
Pb normal (30–40 mg).
Timah Hitam berakumulasi di rambut sehingga dapat dipakai sebagai indikator untuk
memperkirakan tingkat pemajanan atau kandungan Pb dalam tubuh Anak-anak
merupakan kelompok risika tinggi Menelan langsung bekas cat yang mengandung Pb
merupakan sumber pemajanan, selain emisi industri dan debu jalan yang berasal
dari lalu lintas yang padat Mungkin keracunan Pb ada juga hubungannya dengan
keterbelakangan mental tetapi belum ada bukti yang jelas.
Senyawa Pb organik bersifat neurotoksik dan tidak menyebabkan anemia Hampir
semua Pb–tetraetil diubah menjadi Pb Organik dalam proses pembakaran bahan
bakar bermotor dan dilepaskan ke udara.
Pengaruh Pb dalam tubuh belum diketahui benar tetapi perlu waspada terhadap
pemajanan jangka panjang Timah Hitam dalam tulang tidak beracun tetapi pada
kondisi tertentu bisa dilepaskan karena infeksi atau proses biokimia dan memberikan
gejala keluhan garam Pb tidak bersifat karsiogenik terhadap manusia.

45
Gangguan kesehatan adalah akibat bereaksinya Pb dengan gugusan sulfhidril dari
protein yang menyebabkan pengendapan protein dan menghambat pembuatan
haemoglobin, Gejala keracunan akut didapati bila tertelan dalam jumlah besar yang
dapat menimbulkan sakit perut muntah atau diare akut. Gejala keracunan kronis bisa
menyebabkan hilang nafsu makan, konstipasi lelah sakit kepala, anemia,
kelumpuhan anggota badan, Kejang dan gangguan penglihatan.

3.8.4 PENGENDALIAN
1 PENCEGAHAN
1.1 Sumber Tidak Bergerak
a) Memasang scruber pada cerobong asap.
b) Memodfikasi pada proses pembakaran.
1.2 Manusia
Apabila kadar timah hitam dalam udara ambien telah melebihi baku mutu (2
ug/Nm3 dengan waktu pengukuran 24 jam) maka untuk mencegah dampak
kesehatan dilakukan upaya-upaya :
a) Menggunakan alat pelindung diri seperti masker.
b) Mengurangi aktifitas diluar rumah.
2. PENANGGULANGAN
a) Memperbaiki alat yang rusak
b) Bila terjadi keracunan maka lakukan :
- Pemberian pengobatan.
- Kirim segera ke rumah sakit atau puskesmas terdekat.

BAB IV

46
PERATURAN PENCEMARAN UDARA

1.1 Peraturan di Negara-Negara Maju


Peraturan yang mengatur tentang pencemaran udara secara internasional
merupakan hasil konvensi dunia. Peraturan secara internasional ini digunakan jika
terjadi pencemaran udara yang melibatkan beberapa Negara atau lintas Negara.
Contoh konvensi yang telah ada yaitu :
a. Kyoto protocol
b. Konvensi Wina
c.Konvensi Stockholm
Tetapi jika pencemaran udara yang terjadi tidak berdampak pada Negara lain,
perturan yang digunakan merupakan peraturan yang berlaku di Negara itu sendiri.
Di Amerika menganut sistem common law, yaitu hukum – hukumnya tidak
dibukukan dan hanya mengandalkan putusan dari hakim. Clean Air Act yang
diundangkan tahun 1990 diturunkan dalam bentuk National Ambient Air Quality
Standards (40 CFR part 50) oleh EPA. Clean Air Act terdiri atas 2 tipe standar
yaitu Primary standards yang mengatur batasan untuk melindungi kesehatan
publik termasuk yang berkategori golongan “sensitif” seperti penderita asma, anak
serta lanjut usia dan secondary standards yang melindungi kesejahteraan publik
seperti jarak pandang, kerusakan ke pertanian, tanaman, hewan dan bangunan.

Tabel 4.1 National Ambient Air Quality Standards di Amerika


Primary Standards Secondary Standards
Pollutant Level Averaging Time Level Averaging
Time

47
(1)
Carbon 9 ppm 8-hour None
3
Monoxide (10 mg/m )
(1)
35 ppm 1-hour
3
(40 mg/m )
3 (2)
Lead 0.15 µg/m Rolling 3-Month Same as Primary
Average
3
1.5 µg/m Quarterly Average Same as Primary
Nitrogen 0.053 ppm Annual Same as Primary
3
Dioxide (100 µg/m ) (Arithmetic Mean)
3 (3)
Particulate 150 µg/m 24-hour Same as Primary
Matter (PM10)
3 (4)
Particulate 15.0 µg/m Annual Same as Primary
Matter (PM2.5) (Arithmetic Mean)
3 (5)
35 µg/m 24-hour Same as Primary
(6)
Ozone 0.075 ppm (2008 8-hour Same as Primary
std)
(7)
0.08 ppm (1997 8-hour Same as Primary
std)
(8)
0.12 ppm 1-hour Same as Primary
(Applies only in limited
areas)
(1)
Sulfur 0.03 ppm Annual 0.5 ppm 3-hour
Dioxide (Arithmetic Mean) (1300
3
0.14 ppm 24-hour
(1) µg/m )

Di Inggris sudah diadopsi Clean Air Act 1993 CHAPTER 11 Statutory Instruments
2007 No. 64 serta The Air Quality Standards Regulations 2007 Made 15th
January 2007. Jepang menerapkan Environmental Quality Standards in Japan -
Air Quality yang meliputi Environmental Quality Standards, Environmental Quality
Standards for Benzene, Trichloroethylene, Tetrachloroethylene and
Dichloromethane dan Environmental Quality Standards for Dioxins yang
dikeluarkan oleh Ministry of the Environment Government of Japan.

1.2 Peraturan Pencemaran Udara di Indonesia


Dari segi ketentuan atau peraturan, peraturan di indonesia tidak kalah dengan
peraturan di amerika. Karena undang undang lingkungan di indonesia sangat
bagus. Bedanya pada aplikasi peraturannya saja, negara maju lebih responsif
daripada di Indonesia.

48
Peraturan yang ada di Indonesia merupakan peraturan yang berkiblat pada Eropa
karena masa lalu Indonesia yang pernah dijajah oleh Belanda. Sistem yang dianut
oleh Indonesia adalah sisil law, dimana hukum- hukumnya dibukukan ke dalam
Undang – Undang.Indonesia telah meratifikasi hukum yang ada. Meratifikasi
adalah memasukkan ketentuan asing, biasanya berupa konvensi atau traktat
(perjanjian). Caranya adalah dengan membuat UU mengenai ratifikasi ketentuan –
ketentuan tersebut. Peraturan yang ada di Indonesia yang mengatur tentang
pencemaran udara diantaranya yaitu (Tamin, 2004) :
1) UU No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
2) PP No.41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara
3) KepMen KLH No.45/1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara
4) Kep Kepala Bappedal No.107/1997 tentang Perhitungan dan Pelaporan
Informasi PSI
5) KepMen KLH No.KEP/MENLH/1995 tentang Emisi Sumber Tidak Bergerak
6) Kep Kepala Bappedal No. 205/1997 tentang Pedoman Teknis Pengendalian
Pencemaran Udara dari Sumber Tidak Bergerak
7) KepMen KLH No.129/2003 tentang Standar Emisi untuk Kegiatan Minyak dan
Gas
8) KepMen KLH No.35/93 tentang Standar Emisi untuk Kendaraan Bermotor
9) KepMen KLH No.141/2003 tentang Standar Emisi untuk Tipe Baru dan
Produksi Masa Kini Kendaraan Bermotor
10) KepMen KLH No.252/2004 tentang Keterbukaan Informasi baik Sumber Tidak
Bergerak dan Sumber Bergerak
11) KepMen KLH No. 50/96 tentang Standar Tingkat Kebauan

PP NO 41 tahun 1999 ini memuat tentang definisi dari pencemaran udara, dan
Hal-hal yang terkait dengan pencemaran udara, misalnya pengertian
mengenai udara ambien, baku mutu udara ambien, pihak berwenang yang terkait
seperti Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup, dan Gubernur.
Kemudian dibahas mengenai langkah-langkah perlindungan mutu udara, yang
meliputi:baku mutu udara ambien, status mutu udara ambien, baku mutu emisi dan
ambang batas, tingkat gangguan, indeks standar pencemar. Setelah perlindungan,
yaitu pengendalian terhadap pencemaran udara yang meliputi pencegahan

49
pencemaran udara untuk persyaratan penataan lingkungan hidup,
penanggulangan dan pemulihan akibat pencemaran udara, pemberitahuan keadan
darurat oleh Menteri jika cemaran pada udara membahayakan. Pihak – pihak yang
melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran udara akan dikenai sanksi
dan ganti rugi yang ketentuannya dijelaskan dalam PP ini. Selain itu juga terdapat
lampiran baku mutu udara ambien nasional seperti tercantum di bawah ini.

BAB V

METEOROLOGI DAN SEBARAN PENCEMARAN UDARA

5.1 Proses Alami


Di atmosfer, berbagai polutan udara akan melalui berbagai proses. Baik
percampuran antara polutan yang satu dengan yang lain yang pada akhirnya akan
meningkatkan komposisi polutan itu sendiri, bahkan memunculkan jenis polutan
baru. Namun alam mempunyai prosesnya sendiri yang secara alamiah dapat
mengurangi maupun memindahkan konsentrasi berbagai partikulat tersebut
sebagai akibat faktor meteorologi (Neiburger, 1995). Pencemar udara akan
dipancarkan oleh sumbernya, dan kemudian mengalami beberapa proses secara
alamiah, yang meliputi :
a. Proses penyebaran (adveksi)
Penyebaran zat pencemar yang diemisikan dari sumbernya ke udara diakibatkan
oleh adanya pengaruh down wind. Dalam perhitungan harga kecepatan dan arah
angin diperlukan sebagai indikasi pergerakan udara di suatu daerah. Bahkan untuk
jarak yang pendek, profil pergerakan udara biasanya akan sangat kompleks.
b. Proses pengenceran (dilusi)

Pengenceran dan pencampuran zat pencemar di udara diakibatkan oleh adanya


gerakan turbulen. Kondisi udara pada umumnya mempunyai kecepatan
pengenceran yang diakibatkan oleh pencampuran (turbulensi).
c. Proses perubahan (difusi)

50
Zat pencemar selama berada di udara akan mengalami perubahan fisik dan kimia,
sehingga membentuk zat pencemar sekunder. Smog sebagai contoh, merupakan
hasil interaksi di udara antara oksida nitrogen, hidrokarbon, dan energi matahari,
peristiwa ini dikenal dengan reaksi fotokimia.
d. Proses penghilangan (dispersi)
Zat pencemar di atmosfer akan mengalami penghilangan atau pengurangan
karena adanya proses-proses meteorologi, seperti hujan.
Fenomena ini dapat dipelajari dengan atau dari numerical atmospheric diffusion
model. Pola gerakan atmosfer atau dinamika atmosfer sangat berperan dalam
penyebaran polutan pencemar yang masuk ke dalam atmosfer (udara ambien).
Faktor-faktor dinamika yang mempengaruhi adalah :
1. Transportasi atau pengangkutan zat oleh aliran udara horisontal atau angin.
2. Transportasi atmosfer vertikal atau konveksi
3. Difusi, baik difusi molekuler maupun difusi turbulensi.
Beberapa konsep meteorologi yang sangat berkaitan dengan pencemaran udara,
akan dibahas di sub bab ini yaitu : sirkulasi angin, temperatur, turbulensi dan
kestabilan atmosfer.

5.2 Sirkulasi Angin


Angin merupakan udara yang bergerak sebagai akibat perbedaan tekanan antara
daerah yang satu dan lainnya. Perbedaan pemanasan udara menyebabkan
naiknya gradien tekanan horisontal, sehingga terjadi gerakan udara horisontal di
atmosfer. Oleh karena itu, perbedaan temperatur antara atmosfer di kutub dan di
ekuator (khatulistiwa), serta antara atmosfer di atas benua dengan di atas lautan
menyebabkan gerakan udara dalam skala yang sangat besar. Angin lokal terjadi
akibat perbedaan temperatur setempat.
Pada skala makro, pergerakan angin sangat dipengaruhi oleh temperatur
atmosfer, tekanan pada permukaan tanah, dan gerak rotasi bumi. Angin bergerak
dari tekanan tinggi ke rendah, tetapi dengan adanya gaya Coriolis maka angin
akan bergerak tidak sesuai dengan yang seharusnya. Fenomena ini terjadi sampai
jarak ribuan kilometer dan terlihat dengan munculnya area semipermanen

51
bertekanan sedang di atas lautan dan daratan. Pada skala meso dan mikro,
keadaan topografi sangat berpengaruh pada pergerakan angin. Perbedaan
ketinggian permukaan tanah mempunyai efek pada kecepatan angin dan arah
pergerakan angin. Cahaya bulan, angin laut dan angin darat, angin lembah, kabut
di pantai, sistem presipitasi angin, dan pemanasan global adalah contoh-contoh
dari pengaruh topografi regional dan lokal pada kondisi atmosfer. Fenomena skala
meso akan terjadi sampai ratusan kilometer dan skala mikro mencapai
10 kilometer.

Gambar 5.1. Siklus angin secara global


(Sumber: Liu & Liptak, 2000)

Bila bumi tidak berputar, udara akan mempunyai kecenderungan


mengalir langsung dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Di
samping adanya gradien tekanan, ada suatu gaya yang harus dipertimbangkan
yaitu gaya Coriolis yang ditimbulkan yang ditimbulkan akibat rotasi bumi (gaya
ini kadang- kadang disebut juga gaya defleksi horisontal). Dengan demikian arah
pergerakan udara dari daerah bertekanan tinggi ke bertekanan rendah tidak tegak

52
lurus lagi. Di lapisan atmosfer teratas, udara sering kali mengalami percepatan
yang kecil dan tekanan rendah sehingga gaya-gaya yang bekerja pada bagian
udara pada kasus ini akan berimbang dan gradien arah pergerakan udara
sejajar dengan garis tekanan. Dekat dengan permukaan bumi, gaya gravitasi
mulai berperan sehingga mengakibatkan perubahan gradien arah pergerakan
udara terhadap ketinggian. Untuk sebuah daerah, efek sirkulasi angin terjadi tiap
jam, tiap hari, dan dengan arah dan kecepatan yang berbeda-beda. Distribusi
frekuensi dari arah angin menunjukkan daerah mana yang paling tercemar oleh
polutan.

Salah satu hal penting dalam meramalkan penyebaran zat pencemar adalah
mengetahui arah dan besarnya kecepatan angin. Arah angin bisanya didefinisikan
dengan wind rose, yang mana berbentuk grafik (vektor yang) menggambarkan
frekuensi distribusi dari arah angin pada berbagai variasi kecepatan yang terjadi
pada suatu lokasi dengan waktu tertentu. Wind rose adalah sebuah statistik angin
yang terdiri dari frekuensi, arah, kekuatan, dan kecepatan, seperti terlihat
pada gambar di bawah ini.

NORT

35%
28%
21%
14%
7%

WEST EAST

WIND SPEED (Knots)

≥ 22

17 -21

11 -17

SOUTH 7 – 11

4-7

1-4

CALM = 16,67%

Gambar 3.2 Bunga Angin (Wind Rose)

53
Adanya perbedaan daerah daratan dan daerah perairan akan mengakibatkan
pengaruh formal yang berbeda akibat radiasi sinar matahari. Pada siang hari, suhu
udara di atas laut lebih rendah dibandingkan pada daratan. Perbedaan ini akan
menyebabkan perpindahan udara dari laut yang bersuhu rendah ke daratan yang
bersuhu tinggi. Hal ini akan menyebabkan adanya angin laut, sehingga bahan
polutan yang berada beberapa ratus meter di atas permukaan akan ikut tersebar.

Angin Laut – Siang Hari Angin Darat – Malam Hari

Gambar 5.3. Skema Angin Darat dan Angin Laut


Sumber: Cooper dan Alley, 1986

Setelah matahari terbenam dan beberapa jam pendinginan oleh radiasi,


suhu udara di daratan akan menjadi lebih rendah dibandingkan pada lautan. Lalu

aliran udara akan berpindah dari daratan yang bersuhu rendah ke lautan yang
bersuhu tinggi. Hal ini akan menyebabkan terjadinya angin darat.

5.3 Turbulensi
Secara garis besar, pola gerakan atmosfer dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu aliran laminar dan aliran turbulen. Difusi turbulen terjadi pada aliran turbulen,
menyebabkan terjadinya percampuran dalam atmosfer, baik arah horisontal
maupun vertikal. Komponen penentu tingkat turbulensi di atmosfer
adalah stabilitas atmosfer atau stabilitas udara.

54
Dalam penelitian JICA (1995) dinyatakan bahwa parameter untuk mengetahui
stabiltas atmosfer dikemukakan oleh Pasquill dan diperbarui oleh Gifford lalu
dimodifikasi oleh Senshu. Stabiltas atmosfer ini dibagi menjadi 7 (tujuh) kelas
stabilitas, yang dibedakan dengan huruf A, B, C, D, E, dan F. Klasifikasi dari
stabilitas atmosfer dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5.1. Klasifikasi stabilitas atmosfer
Siang Hari Malam Hari
Kecepatan
Net Radiasi (γ, cal/cm2/h)
Angin
(m/sec) γ≥30 30>γ≥1 15>γ≥7. 7.5>γ≥ 0>γ≥- -1.8>γ≥- -3.6>γ
U<2 A A-B B dD nD GE G
2≤U<3 A-B B C dD nD nD F
3≤U<4 BC B-C C dD nD nD E
4≤U<6 C C-D dD dD nD nD E
U≤6 dD dD dD nD E

Sumber : The Study On The Integrated Air Quality Management For Jakarta
Metropolitan Area

Keterangan dari klasifikasi kelas :


A = sangat tidak stabil
B = tidak stabil
C = sedikit tidak stabil
D = netral
E = stabil
F = sangat stabil
G = lebih stabil dari kelas F

Secara umum, polutan-polutan di atmosfer terdispersi dalam 2 cara yaitu melalui


kecepatan angin dan turbulensi atmosfer. Turbulensi atmosfer terjadi akibat
dari gerakan angin yang berfluktuasi dan memiliki frekuensi lebih dari 2
cycles/hr.

Fluktuasi turbulensi terjadi pada arah vertikal dan horisontal, hal ini merupakan
mekanisme yang efektif untuk menghilangkan polutan di udara. Turbulensi
menyebabkan terjadinya aliran udara melalui 2 cara : pusaran thermal dan
pusaran mekanis.

55
Pergerakan eddies (pergerakan pusaran) mempunyai pengaruh yang sangat besar
dalam proses turbulensi. Akibat pergerakan eddies akan menimbulkan
pencampuran dan pengenceran konsentrasi zat pencemar di udara, baik secara
vertikal maupun horisontal. Pergerakan eddies yang berbeda mengakibatkan
perbedaan bentuk penyebaran plume yang diemisikan oleh sumber ke atmosfer,
macam bentuk penyebaran plume tersebut adalah sebagai berikut :
1. Penyebaran plume pada pergerakan eddies yang kecil, plume bergerak
dengan pusaran kecil dalam garis lurus dan pembesaran pada potongan
melintang.
2. Penyebaran plume pada pergerakan eddies yang luas, akan menimbulkan
bentuk yang kecil tetapi mempunyai liuk yang lebar
3. Penyebaran plume pada pergerakan eddies yang bervariasi, akan
membentuk plume berukuran besar dan mempunyai liuk yang besar. Plume
ini akan bergerak pada angin permukaan (down wind)
Perubahan profil kecepatan angin selama siang dan malam hari karena kondisi
atmosfer, akan berbeda. Pada malam hari, kondisi atmosfer lebih stabil sehingga
profil kecepatan angin lebih landai dibandingkan profil pada siang hari. Perbedaan
profil kecepatan angin ini juga dipengaruhi oleh faktor kekasaran permukaan, hal
ini akan merubah gradien kecepatan angin karena ketinggian seperti terlihat pada
gambar berikut ini.

Gambar 5.4. Variasi Angin Sesuai Ketinggian Untuk Tingkat Kekasaran


Permukaan yang Berbeda
(Sumber: Liu & Liptak, 2000)
56
5.4 TEMPRATUR
Perubahan temperatur pada setiap ketinggian mempunyai pengaruh yang besar
pada pergerakan zat pencemar udara di atmosfer. Perubahan temperatur ini
disebut lapse rate. Turbulensi yang terjadi tergantung pada temperatur.
Di atmosfer sendiri diharapkan akan terjadi penurunan temperatur dan
tekanan sesuai dengan pertambahan tinggi.
Udara ambien dan adiabatic lapse rates mempengaruhi terbentuknya stabilitas
atmosfer. Dalam keadaan dimana temperatur sekumpulan udara lebih tinggi dari
sekitarnya, maka kerapatan dari udara yang bergerak naik dengan kecepatan
rendah lebih kecil daripada kerapatan udara lingkungannya dan udara berhembus
secara kontinu. Pada saat udara bergerak turun akan terbentuk aliran udara
vertikal dan turbulensi terbentuk. Keadaan atmosfer dalam kondisi di
atas dikatakan tidak stabil (unstable).
Ketika sekumpulan udara menjadi lebih dingin dibandingkan dengan udara
sekitarnya, sekumpulan duara itu akan kembali ke elevasinya semula. Gerakan ke
bawah akan menghasilkan sekumpulan udara yang lebih hangat dan akan kembali
ke elevasi semula. Dalam kondisi atmosfer seperti ini, gerakan vertikal akan

diabaikan oleh proses pendinginan adiabatik atau pemanasan, dan atmosfer akan
menjadi stabil (stable).
Jika sekumpulan udara terbawa ke atas akan melalui bagian yang mengalami
penurunan tekanan dan akibatnya kumpulanan udara itu akan menyebar. Ekspansi
tadi memerlukan kerja untuk melawan lingkungannya dan terjadi penurunan
temperatur. Biasanya proses ini berlangsung singkat karena itu untuk
menganalisanya dilakukan anggapan tidak terjadi transfer panas pada sekumpulan
udara yang ditinjau serta sekumpulan udara mempunyai kerapatan dan temperatur
sama. Kondisi atmosfer seperti ini dikatakan netral (neutral) dan dikenal dengan
lapse rate adiabatic.
Ketiga kondisi atmosfer ini terlihat pada gambar berikut ini :

57
Gambar 5.5 Kondisi Stabilitas Atmosfer
(Sumber: Cooper & Alley, 1994)
Berdasarkan pembagian keadaan yang terjadi di atmosfer maka akan muncul garis
dry adiabtic lapse yang membatasi antara keadaan stabil dan tidak seperti terlihat
pada gambar di bawah ini.

Gambar 5.6. Hubungan Ambient Lapse Rates Dengan Dry Adiabatic Rate
58
(Sumber: Liu & Liptak, 2000)
Pembagian keadaan atmosfer itu terdiri dari :
1. Superadiabtic, keadaan dimana ambient lapse rate berada di atas adiabatic
lapse rate dan atmosfer menjadi tidak stabil.
2. Neutral, keadaan dimana 2 lapse rates akan seimbang.
3. Subadiabatic, keadaan dimana ambient lapse rate berada di bawah
adiabatic lapse rate dan atmosfer menjadi stabil.
4. Isothermal, keadaan ketika temperatur udara konstan di atmosfer maka
ambient lapse rate menjadi nol dan atmosfer stabil.
5. Inversion, keadaan ketika temperatur udara ambien meningkat sesuai
dengan ketinggian maka lapse rate menjadi negatif atau keadaan dimana
udara hangat menyelimuti udara dingin.

5.5 Kelembaban Udara


Kelembaban adalah konsentrasi uap air air di udara. Konsentrasi dapat dinyatakan
sebagai kelembaban mutlak, kelembaban spesifik, atau kelembaban relatif. Dalam
kaitannya dengan penguapan air yang di udara yang menyebabkan berubahnya
temperatur, kandungan air dalam suhu kamar dapat mencapai 3% pada 30 °C (86
°F), dan tidak lebih dari sekitar 0.5 % pada 0 °C (32 °F). Kelembaban
Relatif adalah perbandingan menyangkut tekanan uap air di dalam gas apapun
terutama udara ke keseimbangan tekanan penguapan air, di mana gas
dinyatakan jenuh pada temperatur tersebut, dinyatakan dalam persentase
perbandingan antara massa air saat ini per volume gas dan massa per volume
dari gas jenuh (Roberts, 2005). Salah satu faktor yang mempengaruhi pergerakan
atmosfer secara vertikal adalah kepadatan atau densitas udara. Densitas udara
sendiri menurut Nevers (2000) dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Hukum
kesetimbangan gas menyatakan bahwa kerapatan dipengaruhi perubahan nilai
berat molekul (M) dan suhu (T). Adapun berat molekul sendiri dipengaruhi oleh
fraksi mol uap air sebesar 0,023 RH. Kerapatan merupakan massa volume satuan
suatu zat. Massa adalah ukuran jumlah zat, dimana sifat massa itu menimbulkan

59
kelembaban, yaitu menentang perubahan jumlah gerakan dan menghasilkan daya
tarik gravitasi bahan-bahan lain (Neiburger, 1995).
Kelembaban relatif dalam atmosfer merupakan unsur yang sangat penting untuk
cuaca dan uap air dalam udara. Tinggi rendahnya kelembaban udara dapat
menentukan besar kecilnya kandungan bahan pencemar baik di ruang tertutup dan
ruang terbuka akibat adanya pelarut bahan pencemar yang menyebabkan
terjadinya pencemaran. Sedangkan kelembaban udara juga dipengaruhi oleh
bangunan gedung dan pohon penghijauan di pinggir jalan dan sinar matahari.
Ditambahkan oleh Lakitan (1994), kelembaban udara yang lebih tinggi pada udara
dekat permukaan pada siang hari disebabkan karena penambahan uap air hasil
evapotranspirasi dari permukaan. Proses ini berlangsung karena permukaan tanah
menyerap radiasi matahari selama siang hari tersebut. Pada malam hari akan
berlangsung proses kondensasi atau pengembunan yang memanfaatkan uap air
yang berasal dari udara. Oleh karena itu kandungan uap air di udara dekat
permukaan tersebut akan berkurang.
Kelembaban udara umumnya adalah kelembaban relatif. Perbandingan antara
tekanan uap air aktual dengan tekanan uap air pada kondisi tempat jenuh,
umumnya dinyatakan dengan persen (%). Tekanan uap air adalah tekanan parsial
uap air dalam udara bebas di suatu tempat tertentu dengan jumlah tertentu.

5.6 Urban Heat Island


Akumulasi panas dalam daerah perkotaan pada siang hari akan mengakibatkan
keseimbangan radiatif pada malam hari yang berbeda dengan daerah pedesaan di

sekitarnya yang menyimpan panas lebih sedikit pada siang hari. Oleh karena itu,
akan terjadi suatu gumpalan panas di daerah perkotaan, yang isotermalnya
biasanya terletak di daerah pusat kota. Intensitas gumpalan panas ini akan
bergantung kepada :
• Kecepatan angin kritis di atas gumpalan panas,

• Awan dan presipitasi,

• Lapisan pencampuran (mixing layer)

60
BAB VI

PEMANTAUAN DAN INVENTORI EMISI DALAM PENCEMARAN UDARA

6.1 Pemantauan Pencemaran Udara

6.1.1 Latar Belakang


Program pemantauan kualitas udara merupakan suatu upaya yang dilakukan
dalam pengendalian pencemaran udara. Hal yang penting diperhatikan dalam
program pemantauan udara adalah yang berhubungan dengan aspek
pengambilan contoh udara (sampling) dan analisis di laboratoriumnya serta
pengelolaan data dengan metoda statistika.
Keabsahan dan keterpecayaan data hasil pemantauan yang diperoleh sangat
ditentukan oleh metoda sampling dan analisis yang diterapkan. Seperti diketahui,
program pemantauan kualitas udara, baik udara ambien maupun dari sumber
emisi pencemaran udara, bertujuan untuk memberikan masukan bagi pengambil
keputusan dalam program pengendalian pencemaran udara seperti halnya
pemantauan kualitas udara yang diterapkan di suatu daerah, hanya akan dapat
terukur dari hasil pemantauan yang dilakukan karena pemantauan kualitas udara
perlu dilandasi dengan perangkat lunak dan keras yang sesuai, dengan beberapa
pembakuan bila diperlukan. Dalam hal ini, metode sampling dan analisis udara
akan menjadi landasan pokok yang menjamin keterpercayaan dan keabsahan data
yang diperoleh dalam program pemantauan yang dilaksanakan.
Pencemaran udara di suatu daerah akan sangat ditentukan secara langsung oleh
intensitas sumber emisi pencemarnya dan pola penyebarannya (dispersi, difusi
dan pengenceran) di dalam atmosfer. Konsentrasi pencemar udara akan berbeda
dari satu tempat dengan waktu yang berbeda atau dengan tempat lainnya.
Hubungan skala ruang dan waktu menjadi variabel penentu besaran konsentrasi
zat pencemar yang diamati. Di lain pihak, pencemaran udara juga ditentukan oleh
jenis pencemar yang diemisikan oleh sumbernya.
Dua jenis pencemar dapat dibedakan di sini, yaitu pencemar indikatif dan spefifik.

61
 Zat pencemar indikatif merupakan zat pencemar yang telah
dijadikan indikator pencemar udara secara umum, yang biasanya tercantum di
dalam peraturan kualitas pencemaran udara yang berlaku. Yang termasuk
kelompok zat pencemar indikatif untuk daerah perkotaan dan pemukiman
secara umum

adalah suspended particulate matter (debu), karbon monoksida, total


hidrokarbon (THC), oksida-oksida nitrogen (NOx), sulfur dioksida (SO2) dan
oksidan fotokimia (ozon).
 Kelompok pencemar spesifik merupakan zat pencemar udara yang
bersifat spesifik yang diemisikan dari sumberntya, contohnya gas chlor,
ammonia, hidrogen sulfida, merkaptan, formaldehida, dan lain-lain.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor sumber pencemar, medium tempat
pencemaran berdispersi dan berdifusi, maupun jenis zat pencemar yang telah
diuraikan di atas, pemantauan udara ambien. Pemantauan sumber emisi dilakukan
terutama untuk mengetahui tingkat emisi dan unsur pencemar spesifik, sedangkan
pemantauan udara ambien dilakukan untuk mengetahui tingkat pencemaran udara
yang didasarkan atas pencemar indikatif yang umum. Adanya pembedaan sistem
pemantauan ini akan membedakan pula metoda sampling udara.

62
Udara Masuk

Peralatan Sampling

Pengkondisian
Sampel

Pengumpulan
Sampel

Pencatatan ANALYZER Peralatan


Data Kalibrasi

Kontrol Aliran
& Pengukuran pada
Analyzer

Udara Bergerak

Udara Keluar

Gambar 6.1 Komponen Stasiun Pemantauan Kualitas Udara

6.1.2 Pemantauan Kualitas Udara Ambien

63
Dalam perencaaan pemantauan kualitas udara harus dipertimbangkan beberapa
hal, yaitu:
 Tujuan pemantauan kualitas ambien
 Parameter zat pencemar yang akan diukur
 Jumlah stasiun pengamat, termasuk lokasi, durasi periode sampling serta
metode sampling yang digunakan
 Metode pengukuran yang digunakan

6.1.3 Tujuan Pemantauan Kualitas Udara Ambien


Beberapa tujuan dapat dicapai dalam pemantauan ini. Secara garis besar ada
empat tujuan utama yaitu :
 Untuk mengetahui tingkat pencemaran udara yang ada di suatu daerah
dengan mengacu pada ketentuan dan peraturan mengenai kualitas udara
yang berlaku dan baku.
 Untuk menyediakan pengumpulan data (data base) yang diperlukan dalam
evaluasi pengaruh pencemaran dan pertimbangan perencanaan, seperti
pengembangan kota dan tata guna lahan, perencanaan transportasi,
evaluasi penerapan strategi pengendalian pencemaran yang telah
dilakukan, validasi pengembangan model difusi dan dispersi pencemaran
udara.
 Untuk mengamati kecenderungan tingkat pencemaran udara yang ada di
daerah pengendalian pencemaran udara tertentu.
 Untuk mengaktifkan dan menentukan prosedur pengendalian darurat untuk
mencegah timbulnya episode pencemaran udara.

6.1.4 Jaringan Stasiun Pengamat


Perencanaan jaringan pemantauan kualitas udara dilakukan berdasarkan tingkat
konsentrasi pencemar, penyebaran pencemar dan inventori emisi. Selain itu
diperlukan pertimbangan-pertimbangan umum seperti: jaringan yang ideal

memerlukan sumber daya yang besar, dan juga diperlukan pengetahuan


mengenai tingkat dan pola penyebaran pencemaran udara.

64
Penetapan besarnya jaringan sangat ditentukan oleh faktor-faktor jumlah
penduduk, tingkat pencemaran dan keragamannya serta kebijakan-kebijakan yang
berlaku.
Secara teknis, penetapan besar jaringan dapat ditentukan berdasarkan:
 jumlah penduduk yaitu dengan membuat kurva aproksimasi (untuk
pencemar
CO2, CO, HC, NOx dan oksidan).
 berdasarkan perhitungan.

6.1.5 Berdasarkan populasi penduduk


Penentuan jumlah stasiun monitoring di suatu wilayah dapat dilakukan
berdasarkan jumlah penduduk yaitu menggunakan kurva pendekatan
(aproksimasi) seperti diperlihatkan dalam gambar 7.2. Pada gambar tersebut
diperlihatkan jumlah minimum dan maksimum monitoring untuk masing-masing zat
pencemar. Total suspended solid (debu), SO2, dan pencemar lainnya untuk sistem
pengukuran automatik maupun mekanik, untuk masing-masing kelas populasi
yang tergantung pada penyebaran dan tingkat pencemarannya.
Sebagai contoh, untuk daerah yang berpenduduk 1 juta dengan masalah
SO2 yang kritis diperlukan 20 stasiun pemantauan SO2, sedangkan untuk masalah
yang tidak kritis minimum diperlukan hanya 10 stasiun pemantauan SO2.
Untuk parameter SO2 dan NOx membutuhkan alat ukur mekanik dan
otomatis, dengan bantuan gambar 7.2 diperoleh alat pemantauan mekanis dan
pemantau total. Perbedaan perkiraan antara jumlah sampler total (mekanis dan
otomatis) dengan sampler otomatis adalah menunjukkan banyaknya sampler
mekanis yang diperlukan.
Meskipun kurva tersebut memberikan perkiraan yang tepat dan baik untuk
pemantauan pencemar perkotaan dengan sumber emisi dari kendaraan bermotor
seperti CO, HC, NOx, SO2 dan oksidan tetapi bisa diterapkan langsung untuk
parameter SO2 dan partikulat, karena pencemar tersebut (SO2 dan partikulat)
sangat dipengaruhi oleh kompleksitas sektor industri dan pola penggunaan bahan
bakar di daerah tersebut, dengan demikian akan berpengaruh terhadap ukuran
jaringan monitoring.

6.1.6 Berdasarkan perhitungan


65
Penentuan jumlah stasiun pemantauan berdasarkan perhitungan hanya digunakan
untuk stasiun pemantauan pencemar SO2 dan TSP. Rumus perhitungan tersebut
sebagai berikut:
N = Nx + Ny + Nz

Cm − Cs
Nx = 0.0965 × X
Cs

Cs − Cb
Ny = 0.0096 × Y
Cs

Nz = 0,0004Z

dimana:

N = Jumlah stasiun pemantauan


3
Cm = Nilai isopleth maksimum (ug/m )
3
Cs = Nilai standar kualitas udara ambien (ug/m )
3
Cb = Nilai isopleth minimum, dengan nilai kontur 10 (ug/m )
2
X = Luas area dimana konsentrasi pencemar > baku mutu (km )
Y = Luas area dimana konsentrasi pencemar < baku mutu >
Z = Luas area dimana konsentrasi pencemar ≤ background (km2)

6.1.7 Kriteria Penempatan Stasiun Pemantauan


Penempatan lokasi stasiun pemantauan perlu dilakukan pada titik-titik yang
mewakili: pusat kota, pinggir kota, pedesaan, daerah sekitarnya (remote area),
daerah industri, daerah pemukiman dan daerah komersial (perdagangan).

6.1.8 Periode dan Frekuensi Sampling


Konsentrasi zat pencemar di udara ambien berkaitan erat dengan waktu dan
tempat, oleh karena itu maka penentuan periode dan frekuensi sampling harus
memperhatikan hal-hal apakah sampling udara ambien dilakukan dengan sampling
terus-menerus (kontinu), semi kontinu dan sampling sesaat (grab sampling).
 Sampling kontinu merupakan metode yang paling ideal dalam suatu
program pemantauan dan pengawasan kualitas udara, khususnya di daerah
perkotaan.
 Sampling semi kontinu dapat diterapkan di daerah-daerah yang agak
tercemar, yang tidak terlalu ditandai denga fluktuasi episodik yang tinggi.
66
 Sampling sesaat biasanya merupakan suatu metoda yang hanya dilakukan
untuk maksud tertentu, misal menguji keabsahan data yang diperoleh dari

sampling kontinu dan sampling semi kontinu, atau suatu langkah awal
penentuan titik-titik sampling yang diperlukan di dalam pemantauan dan

pengawasan kualitas udara. Sampling sesaat merupakan metode sampling


yang permanen.
Berikut ini pedoman untuk periode dan frekuensi sampling setiap parameter
diberikan dalam tabel 6.1.

Tabel 6.1 Frekuensi Sampling Kualitas Udara


Parameter Sam- Area dengan konsentrasi Area urban Area
pler di atas standar non urban
Kontinu per per Kontinu per per per 6 hari
3 hari 6 hari 3 hari 6 hari
TSP M M M M M M
SO2 M/A A M M M M
CO A A A
HC A A M A
NO2 M/A A M M A M
NOx M/A A M M A
Oksidan M/A A A

6.1.8 Metode Sampling Udara Ambien


Dalam pengukuran kualitas udara dengan menggunakan metode dan peralatan
yang manual, terlebih dahulu dilakukan sampling yang dilanjutkan dengan analisa
di laboratorium.
Untuk mengumpulkan gas dari udara ambien diperlukan suatu teknik pengumpulan
dan peralatan tertentu. Teknik pengumpulan gas yang umum digunakan untuk
menangkap gas di udara ambien adalah teknik absorpsi, adsorpsi, pendinginan
dan pengumpulan pada kantong udara (bag sampler atau tube sampler).
a. Teknik absorpsi adalah teknik pengumpulan gas berdasarkan kemampuan
gas pencemar bereaksi dengan pereaksi kimia (absorber). Pereaksi kimia yang
digunakan harus spesifik artinya hanya dapat bereaksi dengan gas pencemar
tertentu yang akan dianalisis. Untuk beberapa jenis gas pencemar yang
dianalisis dengan metode colorimetri, selalu menggunakan teknik absorpsi

67
untuk mengumpulkan contoh gas, misalnya pengukuran gas SO2 dengan
metode pararosaniline.

b. Teknik adsorpsi yaitu berdasarkan kemampuan gas teradsorpsi pada


permukaan padat adsorbent (karbon aktif atau aluminium oksida), terutama
untuk gas-gas hidrokarbon yang mampu terserap dalam permukaan karbon
aktif.

c. Teknik pendinginan yaitu teknik sampling dengan cara membekukan gas


pada titik bekunya, sedangkan pengumpulan contoh dengan kantong
udara sering digunakan untuk gas pencemar yang tidak memerlukan
pemekatan contoh udara. Untuk pengumpulan contoh udara diperlukan
peralatan pengambilan contoh udara yang pada umumnya terdiri dari collector,
flowmeter dan pompa vacuum. Collector berfungsi untuk mengumpulkan gas
yang tertangkap, dapat berupa impinger, fritted bubbler atau tube adsorber.
Untuk mengetahui volume udara ambien yang terkumpul digunakan flowmeter
baik berupa dry gas meter, wet gas meter atau rotameter. Pompa vacuum
dihindari digunakan untuk menghisap udara ke dalam collector.
Kesalahan yang harus dihindari adalah kebocoran dari
sistem pengambilan contoh.

Susunan peralatan sampling udara ambien adalah sebagai berikut:

Collector Flowmeter Vacuum Pump

Gambar 6.2 Susunan Peralatan Sampling Udara Ambien

6.1.9 Metoda Analisa


Berbagai jenis metode pengukuran analitik dapat digunakan untuk analisis zat
pencemar udara, dari mulai metode analitik yang sederhana dengan waktu
pengukuran yang lama seperti titrasi atau gravimetri sampai metode analitik yang
paling mutakhir, yaitu menggunakan prinsip-prinsip fisiko-kimia yang mampu

68
mengukur zat pencemar secara otomatis dengan waktu pengukuran berskala
detik, serta tidak memerlukan larutan pereaksi.
6.2 Inventori udara

6,2.1 Latar Belakang


Inventori emisi merupakan kumpulan informasi secara kuantitas tentang
pencemaran udara dari keseluruhan sumber yang berada pada suatu wilayah
geografis selama periode waktu tertentu. Inventori emisi menyediakan informasi

dari semua sumber emisi beserta lokasi, ukuran, frekuensi, durasi waktu, serta
kontribusi relatif emisi. Inventroi emisi tersebut nantinya dapat digunakan sebagi
dasar acuan untuk tindakan pencegahan terhadap pencemaran udara pada masa
yang akan datang serta membantu dalam menganalisa aktivitas yang berperan
dalam peningkatan pencemaran di area geografi dalam studi yang dilakukan
(Canter, 1996)
Inventori emisi menyajikan perhitungan kuantitas suatu kontaminan yang
diemisikan oleh sumber tertentu dan dikombinasikan dengan emisi yang berasal
dari sumber lainnya. Metodologi dasar dari enventori emisi menggunakan rata-rata
emisi untuk setiap aktivitas yang didasarkan pada kuantitas penggunaan material
seperti bahan bakar. Penting untuk diperhatikan bahwa inventori emisi
menampilkan perhitungan rata-rata emisi dalam periode waktu tertentu dan tidak
mengindikasikan emisi yang aktual dalam satuan hari (Wilton, 2001).
Inventori emisi dapat memberikan indikasi tentang kondisi udara di lingkungan dan
gambaran kualitas udara yang ada. Dalam kaitannya dengan instrumen
pengelolaan kualitas udara, inventori emisi dapat digunakan untuk mengidentifikasi
sumber permasalahan mengenai kuallitas udara dan membantu dalam
mengidentifikasi alternatif pengelolaan untuk menyelesaikan permasalahan
pencemaran udara. Komponen selain inventori emisi dalam strategi pengolaan
kualitas udara antara lain pemantauan, pembuatan tujuan kualitas udara, analisis
damapak meteorologi serta analisis biaya-manfaat. Terdapat hubungan antara
pemantauan, model dan inventori emisi seperti terlihat pada gambar di bawah ini :

69
Gambar 6.3 Kaitan Instrumen Pengelolaan Kualitas Udara

6.2.2 Perencanaan Inventori Emisi


Inventori emisi diperlukan untuk penentuan perencanaan yang mencakup
identifikasi kontributor utama, menentukan tingkat pengendalian dan sebagai dasar
pengembangan strategi pengendalian. USEPA (2001) mengungkapkan bahwa
inventori emisi diperlukan guna penentuan perijinan suatu kegiatan yang dapat
bedampak terhadap lingkungan pada suatu wilayah tertentu. Suatu inventori emisi
diperlukan untuk sumber informasi publik mengenai status kondisi kualitas udara
dan sebagai alat untuk melacak emisi-emisi sepanjang waktu.
Dalam perencanaan inventori emisi, hal-hal dibawah ini harus diperhitungkan :
Data yang digunakan (end use of the data);cakupan inventori, ketersediaan dan
kemanfaatan data eksisting dan strategi pengumpulan dan manajemen data.
Secara diagramatik, proses perencanaan dilakukan sebagai berikut :

70
Gambar 6.3 Perencanaan Inventori Emisi (US EPA, 2001)

6.2.3 Cakupan Inventori Emisi


Di dalam menentukan cakupan inventori, pertimbangan utamanya adalah tingkat
kerincian, jumlah sumber yang dikehendaki dan polutan apa yang dikehendaki.
Sumber-sumber titik dapat diinvetori pada tiga tingkat kerincian :
1. Pada level sumber yang mengindikasikan fasilitas-aktivitas yang dapat
mengemisikan polutan
2. Pada level cerobong (stack) dimana emisi ke ambien dari stack, ventilasi
dikarakterisasi
3. Pada level proses yang mewakili unit operasi pada kategori yang spesifik
6.2.4 Prosedur Estimasi Emisi

71
Polusi udara dapat diemisikan dari berbagai sumber di dalam industri/aktivitas.
Estimasi emisi dapat sederhana ataupun rumit tergantung pada ukuran fasilitas,
jumlah dan jenis proses dan keberadaan alat pengendali.
Petugas inventori harus mempertimbangkan tipe emisi untuk dilaporkan,
ketersediaan data dan biaya ketika memilih metode estimasi yang tepat.
Beberapa metode estimasi emisi yang telah ada sebagai berikut :
a. Metode CEMs
Metode melalui CEMs Continuous emissions monitors (CEMs) yang mengukur
dan mencatat emisi aktual sepanjang waktu. CEMs umumnya digunakan untuk
mengukur konsentrasi stack gas seperti NOx,CO2, CO, SO2, and total
hydrocarbons (THC).
b. Metode Source Tests
Metode ini merupakan metode yang umum untuk estimasi proses emisi. Source
tests merupakan pengukuran emisi sesaat yang diambil dari stack atau vent.
Mengingat faktor waktu dan peralatan, source test memerlukan sumber daya
yang lebih banyak.
c. Metode Kesetimbangan Massa (material balances)
Menentukan emisi dengan mengevaluasi jumlah material yang masuk ke
proses, yang meninggalkan proses dan jumlah seluruh atau sebagian yang
menjadi produk. Persamaan yang digunakan adalah :

Ex = (Qin - Qout) x Cx
dimana :
Ex = total emissi untuk pollutan x
Qin = jumlah material yang masuk ke proses
Qout = jumlah material yang meninggalkan proses sebagai limbah, recovery dan
produk
Cx = konsentrasi polutan x di material

d. Metode Faktor Emisi


Faktor emisi memperkirakan emisi tipikal dari sumber melalui berbagai studi
source test yang telah distandarisasi. Rumus yang digunakan adalah :

E = A x EF x (1 - C x RE)
Dimana :
E = estimasi emisi dari proses
A = level aktivitas seperti keluaran

72
EF = faktor emisi (asumsi tidak ada kontrol emisi)
C = efisiensi penangkapan x efisiensi kontrol (dalam persen); C = 0 bila tidak
ada kontrol emisi
RE = efektivias peraturan,

e. Metode Model Emisi


Model emisi digunakan dalam kondisi tidak ada pendekatan perhitungan yang
sederhana, atau dimana kombinasi berbagai parameter tidak menimbulkan
korelasi langsung. Contoh model TANKS untuk memperkirakan estimasi emisi
dari tangki.

f. Metode Pendekatan (Engineering Judgement)


Metode ini merupakan metode pilihan akhir bila metode-metode diatas tidak
mampu memperkirakan emisi sumber. Metode ini merupakan metode yang
paling tidak dikehendaki dan hanya mendasarkan pada informasi yang tersedia
dan beberapa asumsi

Gambar dibawah ini menunjukkan grafik beberapa pendekatan untuk estimasi


emisi dibandingkan dengan tingkat keakuratan dan biayanya.

73
Gambar 6.4 Grafik Beberapa Pendekatan Untuk Estimasi Emisi
Dibandingkan Dengan Tingkat Keakuratan Dan Biayanya
(US EPA, 2001)

BAB VII

PREDIKSI DAN PENGUKURAN PENCEMARAN UDARA

74
7.1 Latar Belakang

Pencemaran udara dapat disebabkan oleh sumber alami maupun sebagai hasil
aktivitas manusia. walaupun demikian masih mungkin kita memperkirakan
banyaknya polutan udara clan aktivitas ini. Polutan udara sebagai hasil aktivitas
manusia, umumnya lebih mudah diperkirakan banyaknya, terlebih lagi jika diketahui
jenis bahan, spesifikasi bahan, proses berlangsungnya aktivitas tersebut, serta
spesifikasi satuan operasi yang digunakan dalam proses maupun pasca prosesnya.

Selain itu sebaran polutan ke atmosfir dapat pula diperkirakan dengan berbagai
macam pendekatan. Bagaimana cara memperkirakan banyaknya polutan yang keluar
dari sistem operasi tertentu, serta pendekatan yang digunakan untuk memprediksi
sebaran polutan tersebut ke atmosfir akan diuraikan pada pembahasan berikut ini.

7.2 Prediksi Pencemaran Udara

Apabila sejumlah tertentu bahan bakar dibakar, maka akan keluar sejumlah tertentu
gas hasil pembakarannya. Sebagai contoh misalnya batu bara yang umumnya .
ditulis dalam rumus kimianya sebagai C (karbon), jika dibakar sempurna dengan 02
(oksigen) akan dihasilkan CO2 (karbon dioksida). Namun pada kenyataannya
tidaklah demikian.Ternyata untuk setiap batubara yang dibakar dihasilkan pula
produk lain selain CO2, yaitu CO2 (karbon monoksida), HCHO (aldehid), CH4
(metana), NO2 (nitrogen dioksida), SO2 (sulfur dioksida) maupun Abu.Produk hasil
pembakaran selain CO2 tersebut, umumnya disebut sebagai polutan (zat pencemar).

Faktor emisi disini didefinisikan sebagai sejumlah berat tertentu polutan yang
dihasilkan oleh terbakarnya sejumlah bahan bakar se/ama kurun waktu tertentu.
Dari definisi ini dapat diketahui bahwa jika faktor emisi sesuatu polutan diketahui,
maka banyaknya polutan yang lolos dari proses pembakarannya dapat diketahui
jumlahnya persatuan waktu.

Contoh 1:

75
Dirancang sebuah pembangkit listrik tenaga uap menggunakan batubara sebagai
bahan bakarnya. Kadar abunya 8%, kadar sulfurnya 0,5%, nilai kalornya 11.000
Btu/lb. Daya yang akan dibangkitkan sebesar 2.250 MW dengan efisiensi thermal
sebesar 38%. Perkiraan banyaknya partikulat,NO2 dan SO2 yang teremisikan dari
sistem ini adalah sebagai berikut:

Faktor emisi masing-masing polutan akibat terbakarnya batubara (dalam lb/ton


batubara yang terbakar), adalah: partikulat = 16A, NO2 = 20; SO2 = 38 S dengan A
dan S adalah prosen abu dan prosen sulfur dalam bahan bakar. (1 lb = 453,6 gram)
Energi yang diperlukan untuk menghasilkan daya sebesar 2.250MW adalah : 2.250M
W/0,38 = 5.930 x 106 Watt = 20.200 x 106 Btu/Jam (Watt = 3,4114 Btu/jam).

Dari kebutuhan energi, maka kebutuhan bahan bakarnya adalah: (20.200 x 106
Btu/jam) /(11.000 Btu/lb) = 1.834 x 103 lb/jam = 917 ton/jam.Besarnya emisi
masing-masing polutan dapat diperkirakan sebesar : Partikulat : (16 x 8 lb/ton) x
917ton/jam=117.300lb/jam.
NO2 : (20 lb/ton) x 917 ton/jam = 18.340 lb/jam SO2 : (38 x 0,5 Ibton) x 917
ton/jam = 17.400 lb/jam umlah emisi partikulat dapat dikurangi jika pada sistem
tersebut dilengkapi dengan satuan operasi lain (alat pengendali emisi
partikulat)seperti elektrostatik presipitator misalnya,

Contoh2:
Perkiraan emisi partikulat dari sistem di atas, jika sistem dilengkapi dengan EP yang
mempunyai spesifikasi:

Partikulat yang teremisikan ke udara mempunyai spesifikasi :

76
Emisi partikulat ke udara setelah menggunakan EP adalah:

Atau sebanyak (6.334,21/117.300) x 100% = 5,4 % dari total partikulat.

Contoh3:
Sebuah Tempat Penampungan Akhir (TPA) sampah dengan sistem pembakaran
terbuka mengemisikan 7,71 kg partikulat per ton sampah yang dibakar. Jika jumlah
penduduk Semarang 1.300.000 orang, setiap orang rata-rata membuang sampah
sebanyak 2,7 kg per hari selama 7 hari per minggu, maka perkiraan jumlah sampah
dan partikulat yang teremisikan per hari adalah sebagai berikut:

Jumlah sampah:1.300.000 orang x 2,7 kg/hari/orang = 3.510.000 kg/hari = 3.510


ton/hari
Emisi partikulat: 7,71 kg/ton sampah x 3.510 ton sampah/hari = 27.062 kg/hari
Faktor emisi dari berbagai jenis bahan bakar tersebut diperoleh atas hasil
pengukuran berulang pada berbagai sumber emisi dengan tipe sistem yang sama.
Oleh karena itu walaupun bahan bakarnya sama, jika tipe sistemnya berbeda, maka
77
emisi polutannya akan berbeda besarnya.Beberapa contoh Faktor Emisi (FE)
berbagai bahan bakar maupun berbagai tipe sistem yang digunakan disajikan pada
Tabel 7.21.

S = sulfur dalam batubara ; A = % abu dalam batubara Jika kadar abu dalam
batubara 10%, kadar sulfurnya 0,8%, maka emisi masing-masing Partikulat = 16A
=16 x 10 lb/ton batubara SO2 = 38S =38 x 0,8 lb/ton batubara

Beberapa contoh di atas baru menunjukkan banyaknya polutan yang teremisikan ke


udara dalam satuan berat per satuan waktu, namun belum dalam satuan berat per
satuan volume gas yang keluar dari sistem. Untuk mengkonversinya dapat dilakukan
jika laju volumetris gas keluar sistem (m3/jam) diketahui. Pada umumnya baku mutu
emisi dinyatakan dalam kondisi standar/normal (tekanan 1 atm, suhu 25° C), sedang
polutan gas keluar sistem umumnya berada pada kondisi lain. Untuk
mengkonversikan dapat digunakan rumusan praktis sebagai berikut:

dengan: c1 ; cn = konsentrasi polutan pada kondisi 1 dan kondisi normal. (P,T)1 ;


(P,T)n = tekanan dan suhu pada kondisi 1 dan kondisi normal

7.3 Pengukuran Parameter Pencemar Udara

78
Parameter yang diukur dalam stasiun pemantau kualitas udara ambien pada

Kota besar, ada 16 (enam belas) parameter, yang terdiri dari :


1. 5 (lima) parameter kunci : PM10, SO2, O3, NO2, CO.
2. 11 (sebelas) parameter pendukung dan meteorologi : NO, NOx, kecepatan
angin (FF), kecepatan hembusan angin (FF Boe), arah angin (DD), arah
hembusan angin (DD Boe), kelembaban udara ambien, kelembaban udara
container, suhu udara ambien, suhu container dan global radiasi.

Tabel 7.1 Parameter Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dan Periode
Waktu Pengukuran

No. PARAMETER WAKTU PENGUKURAN


1. Partikulat (PM10) 24 Jam (periode pengukuran rata-rata)
2. Sulfur Diokasida (SO2) 24 Jam (periode pengukuran rata-rata)
3. Carbon Monoksida (CO) 8 Jam (periode pengukuran rata-rata)
4. Ozon (O3) 1 Jam (periode pengukuran rata-rata)
5 Nitrogen Dioksida (NO2) 1 Jam (periode pengukuran rata-rata)

1. Partikulat (PM10)
Sifat fisik partikel adalah ukurannya berkisar diantara 0,1 mikron sampai 10
mikron. Selain itu pertikel mempunyai kemampuan sebagai tempat adsorbsi
(absorpsi secara fisik).

Tabel 7.2 Pengaruh PM10 Berdasarkan Kategori dan Rentang ISPU


Kategori Indeks Pengaruh PM10
Baik 0 – 50
Tidak ada efek
Sedang 51 – 100
Terjadi penurunan pada jarak pandang
Tidak Sehat 101 – 199
Jarak pandang turun dan terjadi pengotoran oleh
debu
Sangat Tidak 200 – 299 Meningkat sensitivitas pada pasien yang
Sehat berpenyakit asma dan bronhitis
Berbahaya 300 lebih Tingkat yang berbahaya bagi semua populasi
yang terpapar
Sumber : Kep-107/KABAPEDAL/11/1997

- MetodePengukuran PM10

79
Zat partikulat dengan ukuran kurang dari 10 µm diukur dengan menghisap udara
melalui unit sampel yang berbeda dan partikel terakumulasi pada filter tape.
Instrumen (FH 62-1 dar Eberline) mengukur aliran udara secara terpadu,
melalui filter tape, dan massa partikel, pada filter tape dengan sinar β
attenuation. Filter tape akan maju setelah beberapa interval waktu, atau massa
akan melampaui jumlah tertentu.

2. Sulfur Dioksida (SO2)


Sulfur dioksida (SO2) merupakan ikatan yang tidak stabil dan sangat rekatif
terhadap gas yang lain. Tidak berwarna, bau yang sangat tajam, sangat
mengiritasi, tidak terbakar, dan tidak meledak.

Tabel 7.3 Pengaruh SO2 Berdasarkan Kategori dan Rentang ISPU

Kategori Indeks Pengaruh SO2


Baik 0 – 50Luka pada beberapa spisies tumbuhan akibat
kombinasi O3 (selama 4 jam)
Sedang 51 – 100 Luka pada beberapa spesies tumbuhan
Tidak Sehat 101 – 199 Berbau, Meningkatnya kerusakan tanaman
Sangat Tidak 200 – 299 Meningkat sensitivitas pada pasien yang
Sehat berpenyakit asma dan bronhitis
Berbahaya 300 lebih Tingkat yang berbahaya bagi semua populasi
yang terpapar
Sumber : Kep-107/KABAPEDAL/11/1997

- Metode Pengukuran SO2


 Alat pengukur yang berkerja secara terus menerus (APSA-360 dari
Horiba)
berdasarkan metode ultraviolet fluorescence.
 Pada saat sinar ultraviolet (220 nm) menghilangkan radiasi radiasi sampel
yang mengandung SO2, SO2 akan menghasilkan sinar dengan panjang
gelombang yang lebih panjang (320 nm) dibandingkan dengan sinar yang
radiasinya sudah dihilangkan. Yang pertama disebut sebagai sinar yang
disebut sebagai excited light dan yang terakhir merupakan fluorescence.
Konsentrasi sampel yang diukur intensitas fluorescence tersebut.

3. Ozon (O3)

80
Tabel 7.4 Pengaruh O3 Berdasarkan Kategori dan Rentang ISPU
Kategori Indeks Pengaruh O3
Baik 0 – 50Luka pada beberapa spesies tumbuhan akibat
kombinasi SO2 (selama 4 jam)
Sedang 51 – 100 Luka pada beberapa spesies tumbuhan
Tidak Sehat 101 – 199 Penurunan kemampuan pada atlit yang berlatih
keras
Sangat Tidak 200 – 299 Olahraga ringan mengakibatkan pengaruh
Sehat pernapasan pada pasien yang berpenyakit paru-
paru kronis
Berbahaya 300 lebih Tingkat yang berbahaya bagi semua populasi
yang terpapar
Sumber : Kep-107/KABAPEDAL/11/1997

- Metode Pengukuran O3
 Alat pengukur yang berkerja secara terus menerus (APOA-360 dari
Horiba)
berdasarkan metode penyerapan ultraviolet.
 Metode ini berdasarkan pada karakteristik ozon yang menyerap sinar ultra
violet yang mempunyai panjang gelombang tertentu.

1. Nitrogen Dioksida (NO2)

Berwarna merah-ungu-kecoklatan serta baunya menyengat, toksis dan


korosif menghisap banyak cahaya. Di udara Nitrogen dioksida (NO2)
membentuk awan kuning atau coklat.
Tabel 7.5 Pengaruh NO2 Berdasarkan Kategori dan Rentang ISPU
Kategori Indeks Pengaruh NO2
Baik 0 – 50 Sedikit berbau
Sedang 51 – 100Berbau
Tidak Sehat 101 – 199
Berbau dan kehilangan warna, peningkatan
reaktivitas pembuluh tenggorokan pada penderita
asma
Sangat Tidak 200 – 299 Meningkat sensitivitas pada pasien yang
Sehat berpenyakit asma dan bronhitis
Berbahaya 300 lebih Tingkat yang berbahaya bagi semua populasi
yang terpapar
Sumber : Kep-107/KABAPEDAL/11/1997

- Metode Pengukuran NO2


81
 Alat pengukur yang berkerja secara terus menerus (APNA-360 dari
Horiba)
berdasarkan metode chemiluminescence.
 Jika nitrogen monoksida (NO) dalam gas sampel bereaksi dengan ozon
(O3), maka sebagian dari NO beroksidasi menjadi nitrogen dioksida (NO2).
 Bagian dari NO2 yang dihasilkan merupakan excited state (NO2’)
dan menghasilkan radiasi sinar pada saat berubah menjadi ground state.
Fenomena ini disebut chemiluminescence.
 Reaksi ini terjadi dengan sangat cepat dan hanya melibatkan NO – tanpa
hampir menghasilkan dampak pada gas-gas lainnya. Jika NO berada oada
konsentrasi yang rendah, jumlah luminescence akan sesuai dengan
konsentrasinya.
 APNA-360 memisahkan gas sampel ke dalam dua bagian. Pada bagian
pertama NO2 dikurangi menjadi NO oleh Konverter NOx dan kemudian
digunakan sebagai gas sampel untuk pengukuran NOx (NO + NO2). Di
bagian lain, gas sampel NO digunakan sebagaimana mestinya. Sampel gas
ini diganti oleh katup solenoid setiap 0.5 detik.

5. Karbon Monoksida (CO)


Tabel 7.6 Pengaruh CO Berdasarkan Kategori dan Rentang ISPU

Kategori Indeks Pengaruh CO


Baik 0 – 50 Tidak ada efek
Sedang 51 – 100
Perubahan kimia darah tetapi tidak terdeteksi
Tidak Sehat 101 – 199
Peningkatan pada kardiovaskular pada perokok
yang sakit jantung
Sangat Tidak 200 – 299 Meningkat kardiovaskular pada perokok yang
Sehat sakit jantung, dan tampak beberapa kelemahan
yang terlihat nyata
Berbahaya 300 lebih Tingkat yang berbahaya bagi semua populasi
yang terpapar
Sumber : Kep-107/KABAPEDAL/11/1997

- Metode Pengukuran CO

 Alat pengukur yang berkerja secara terus menerus (APMA-360 dari


Horiba)
berdasarkan metode penyerapan infra red.

82
 Gas sampel dan gas zero (yang disiapkan oleh eliminasu catalic dari CO
pada udara ambien) secara bergantian dikirim ke ruang pengukuran oleh
katup solenoid yang diaktifkan pada frekuensi 1 Hz.
 Selama konsentrasi gas pada gas sampel dan gas zero sama, output
dari detektor akan menjadi nol, jika tidak, signal termodul akan terproduksi.

Penyebaran bahan pencemar di udara dipengaruhi oleh faktor-faktor


meteorologi sebagai berikut :

1. Suhu Udara
Suhu udara dapat mempengaruhi konsentrasi bahan pencemar di udara sesuai
dengan cuaca tertentu. Suhu udara yang tinggi menyebabkan udara makin
renggang sehingga konsentrasi bahan pencemar menjadi makin rendah.
Sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan udara makin padat sehingga
konsentrasi pencemar diudara makin tinggi.
2. Kelembaban
Kelembaban udara juga mempengaruhi konsentrasi pencemar di udara. Pada
kelembaban yang tinggi maka kadar uap air di udara dapat bereaksi
dengan pencemar di udara, menjadi zat lain yang tidak berbahaya atau menjadi
pencemar sekunder.
3. Tekanan udara
Tekanan udara tertentu dapat mempercepat atau menghambat terjadinya suatu
reaksi kimia antara pencemar dengan zat pencemar di udara atau zat-zat yang
ada di udara, sehingga pencemar udara dapat bertambah atau berkurang.
4. Angin
Angin adalah udara bergerak. Akibat pergerakan udara maka akan terjadi suatu
proses penyebaran yang dapat mengakibatkan pengenceran dari bahan pencemar
udara, sehingga kadar suatu pencemar pada jarak tertentu dari sumber akan
mempunyai kadar berbeda. Demikian juga halnya dengan arah dan kecepatan
angin mempengaruhi kadar bahan pencemar setempat.
5. Keadaan awan

83
Keadaan awan dapat mempengaruhi keadaan cuaca udara, termasuk juga
banyaknya sinar matahari yang menyinari bumi. Kedua hal ini dapat
mempengaruhi reaksi kimia pencemar udara dengan zat-zat yang ada di udara.
6. Sinar Matahari
Sinar matahari dapat mempengaruhi kadar bahan pencemar di udara karena
dengan adanya sinar matahari tersebut maka beberapa pencemar udara dapat
dipercepat atau diperlambat reaksinya dengan zat-zat lain di udara sehingga
kadarnya dapat berbeda menurut banyaknya sinar matahari yang menyinari
bumi. Demikian juga banyaknya panas matahari yang sampai ke bumi dapat
mempengaruhi kadar pencemar di udara.

7. Curah Hujan
Hujan merupakan suatu partikel air di udara yang bergerak dari atas jatuh ke
bumi. Dengan adanya hujan maka bahan pencemar berupa gas tertentu dapat
diserap ke dalam partikel air. Begitu pula partikel debu baik yang inert maupun
partikel debu yang lain dapat ditangkap dan menempel pada partikel air dan
dibawa jatuh ke bumi. Dengan demikian bahan pencemar dalam bentuk partikel
dapat berkurang akibat jatuhnya hujan (dirjen PPM dan PLP, 1993).

7.3 Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)


Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU), merupakan skala untuk
menggambarkan tingkat polusi udara sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.
ISPU berhubungan dengan konsentrasi pencemar di udara, namun dalam
bentuk relatif tergantung pada jumlah pencemar di udara.

7.3.1 Perhitungan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)


Cara penghitungan hasil pengukuran udara ambient yang dikonversikan dalam
indeks standard pencemar udara adalah sebagai berikut :
3
 Konsentrasi nyata ambient (Xx) ppm, mg/m , dll
 Angka nyata ISPU (1) 1

Xx I
I

I= Ia – Ib (Xa-Xb) + Ib
Xa – Xb

84
I = ISPU terhitung
Ia = ISPU Batas Atas
Ib = ISPU Batas Bawah
Xa = Ambien Batas Atas
Xb = Ambien Batas Bawah
Xx = Kadar Ambien nyata hasil pengukuran

Contoh perhitungan indeks standard pencemar udara (ISPU) adalah sebagai


mana berikut :
Diketahui konsentrasi ambient untuk jenis parameter SO2 adalah 322
3
µg/m .

Tabel 7.7 Batas Indeks Standart Pencemar Udara dalam Satuan SI

ISPU 24 jam PM10 24 jam SO2 8 jam CO 1 jam O3 1 jam NO2


µg/m³ µg/m³ mg/m³ µg/m³ µg/m³
0 0 0 0 0 0
50 50 80 5 120
100 150 365 10 235
200 350 800 17 400 1130
300 420 1600 34 800 2260
400 500 2100 46 1000 3000
500 600 2620 57.5 1200 3750

Sumber : Kep–107/KABAPEDAL/11/1997

Dari tabel 7.7 diperloleh angka –angka :

Xx : Kadar ambient nyata hasil pengukuran 322

Ia : ISPU batas atas 100 (baris 3 di ISPU)

Ib : ISPU batas bawah 50 (baris 2 di ISPU)

Xa : Ambien batas atas 365 (baris 3 di SO2)

Xb : Ambien batas bawah 80 (baris 2 di SO2)

85
Kemudian angka-angka tersebut dimasukkan ke dalam rumus menjadi :

I= Ia – Ib (Xa-Xb) + Ib
Xa – Xb

I= 100-50 (322-80) + 50
365-80

I= 92,45 = 92 (pembulatan)

3
Jadi konsentrasi udara ambient SO2 = 322 µg/m dihitung menjadi indeks
standart pencemar udara (ISPU) sebesar 92.

Pada saat nilai berada diantara nilai ISPU yang terdapat dalam tabel di
atas, dibutuhkan interpolasi linear. ISPU – nilai merupakan nomor yang alamiah,
sehingga hasil interpolasi harus diputar ke digit yang integer. Tabel di atas
berdasarkan kondisi ambien sebesar 25 ºC dan 1013 mbar.
Karena ISPU mewakili dampak kesehatan dari parameter polusi yang
bersangkutan. KEP-107/KABAPEDAL/11/1997 menjelaskan bahwa ISPU untuk
situasi di atas selalu merupakan nilai yang tertinggi jika beberapa pengukuran
diambil untuk mengukur nilai ISPU.

7.3.2 Dampak Pencemar Udara Berdasarkan Angka dan Kategori ISPU


Baik gas maupun partikel yang berada di atmosfer dapat menyebabkan
gangguan terhadap mahluk hidup dan lingkungan. Secara umum dampak yang
terjadi berkaitan dengan angka dan kategori indeks standar pencemar udara
(ISPU) sebagaimana pada tabel berikut :

86
Tabel 7.8 Dampak Pencemaran Udara Pada Manusia, Hewan, dan Nilai
Estetika serta Lingkungan Berdasarkan Kategori dan Rentang Indeks
Standar Pencemar Udara (ISPU)

Kategori Indeks Penjelasan


Baik 0-50 Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan
efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan
tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan
ataupun nilai estetika
Sedang 51-100 Tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh
pada kesehatan manusia atau hewan dan tidak
berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif, dan
nilai estetika
Tidak Sehat 101-199 Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan
pada manusia ataupun kelompok hewan yang
sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada
tumbuhan ataupun nilai estetika
Sangat Tidak 200-299 Tingkat kualitas udara yang dapat merugikan
Sehat kesehatan pada segmen sejumlah populasi yang
terpapar
Berbahaya 300 lebih Tingkat kualitas udara berbahaya yang secara
umum dapat merugikan kesehatan yang serius
pada populasi yang terpapar

7.3.3 Tindakan Pengendalian Berdasarkan Indeks Standart Pencemar


Udara (ISPU).
Tabel 7.9 Pendekatan Tingkat ISPU bagi Para Pengambil Keputusan

Tingkat Tindakan
100-200 Tindakan Pencegahan
Secara terseleksi dilakukan tindakan pencegahan oleh aparat
untuk membatasi aktivitas tertentu, dan pembatasan pada
kegiatan industri tertentu

200-300 Tindakan Siaga


Segera membatasi kegiatan pembakaran di ruang terbuka,
mengurangi potensi emisi yang besar, baik dari industri
maupun transportasi dan lainnya

87
300-400 Tindakan Peringatan
Pemerintah sudah memutuskan larangan penggunaan
pembakaran, pembatasan, penggunaan reaktor pabrik,
pengurangan operasi pada fasilitas pabrik tertentu, dan
meminta masyarakat membatasi penggunaan kendaraan
pribadi dan angkutan umum, dan kegiatan lain yang memicu
konsentrasi pencemar meningkat.
Pemerintah sudah mempersiapkan pengungsian terbatas,
pada orang-orang sakit, anak-anak dan manula, dan
penggunaan masker. Pengerahan unit penanggulangan
bencana atau satkorlak daerah.

Lebih 400 Tindakan Darurat


Pemerintah memutuskan penghentian dari sebagian besar
atau seluruh kegiatan industri dan aktivitas komersial,
pelarangan penggunaan semua kendaraan pribadi dan
kegiatan lain yang memicu konsentrasi pencemar meningkat.
Pemerintah sudah melakukan pengungsian menyeluruh secara
bertahap dan penggunaan masker. Pengerahan unit
penanggulangan bencana atau satkorlak daerah, dan bantuan
satuan teknis peralatan dari luar secara terpadu

Public Data Display yang dipasang di lokasi strategis sehingga masyarakat


yang melaluinya bisa melihat informasi kondisi kualitas udara
Sesuai dengan amanat Undang – Undang Lingkungan Hidup Nomor 23 Ta-

Hun 1997 bahwa masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi mengenai


kualitas lingkungan termasuk kualitas udara di kota Surabaya ini, maka
pelaporan hasil pemantauan ini dikemas dalam bahasa yang mudah dipahami
oleh masyarakat umum. Informasinya disampaikan dalam bentuk ISPU, yang
dipublikasikan lewat papan display, internet (www.Surabaya.go.id).
Informasi yang disebarkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor : Kep-45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar
Pencemar Udara (ISPU). ISPU (Indeks Standar Pencemar Udara) adalah
angka yang tidak mempunyai satuan yang menggambarkan kondisi kualitas
udara ambien di lokasi dan waktu tertentu, yang didasarkan pada dampak
terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya.

88
Penggunaan ISPU sangat memudahkan masyarakat untuk mengetahui
kondisi kualitas udara pada waktu tertentu karena sistem ini sangat informatif dan
mudah dipahami oleh masyarakat luas.

BAB VIII

TEHNIK PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

8.1 Konsep Pengendalian

8.1.1 Latar Belakang


Mengacu pada tingkat bahaya yang ditimbulkan akibat jenis pencemar udara yang
dikeluarkan dari suatu sumber maka harus diperhatikan bagaimana tingkat
konsentrasinya sampai di reseptor. Secara mudahnya dapat dikatakan bila tingkat
pengencerannya selama di udara tinggi dan makin luas tersebar, makin rendah
pula pemaparan ke reseptor yang mungkin terjadi. Fenomena ini yang mendasari
pendekatan yang dilakukan untuk melakukan pengendalian terhadap sumber
pencemar udara. Secara umum pendekatan dilakukan dengan melihat siklus
pencemaran udara berikut ini :

89
Gambar 8.1 Pola Pikir Pengendalian Pencemaran Udara

Secara umum pengendalian pencemaran udara dapat dilakukan dengan 3


(tiga) alternatif pendekatan, yaitu (Cooper & Aley, 1986) :
a. Modifikasi pada tingkat penyebarannya
Dasar pendekatan ini adalah memberikan modifikasi alat/desain pada
proses akhir sehingga konsentrasi pencemar yang terpapar ke lingkungan
tidak melebihi baku mutu. Proses ini dinamakan juga dengan proses
pengenceran. Sekarang proses ini sangat tidak direkomendasikan untuk
diterapkan karena tidak adanya perubahan massa pencemar keseluruhan.
Contoh penerapan pengendalian pencemaran udara dengan pendekatan ini
adalah mempertinggi ukuran cerobong, pemilihan waktu pembuangan emisi
yang dikaitkan dengan peluang kestabilan atmosfer, dan relokasi sumber
pencemar udara.

90
b. Pengendalian emisi dengan perubahan pada proses
Pendekatan ini lebih ditekankan pada konsep pencegahan polusi (cleaner
production), yaitu melakukan modifikasi pada poses sedemikian rupa
sehingga kuantitas maupun kualitas udara yang diemisikan di bawah baku
mutu udara. Bentuk modifikasi yang dilakukan dapat melalui substitusi
bahan, perubahan proses produksi (misalnya oil based menjadi water
based), perubahan durasi produksi dan sebagainya. Pendekatan ini
biasanya dapat diterapkan bila teknologi produksi yang akan
menggantikannya mempunyai keunggulan, baik dari aspek ekonomis
maupun peningkatan kualitas produksi.
c. Menggunakan alat pengendali pencemaran udara.
Penggunaan alat pengendali pencemaran udara yaitu pemasangan unit
eksternal pada bagian akhir proses sebelum udara diemisikan. Terdapat
beberapa peralatan kontrol partikulat yang digunakan, yaitu mechanical
separator misal : gravity settler atau cyclone, fabric filter, electrostatic
precipitator dan wet scrubber.

Dalam menentukan peralatan kontrol yang tepat perlu pertimbangan karena


instalasi peralatan kontrol juga terpengaruh beberapa persyaratan teknis dan

ekonomis.

8.2 PENGENDALIAN CARA KERING

8.2.1 SETTLING CHAMBER ( bak pengendap )


Pertama kali dipakai, efisiensi rendah. Sekarang sering dipakai sebagai pre-
treatment untuk menghilangkan partikel ukuran besar.

91
Gambar 8.2 Settling Chamber
Mekanisme : gaya gravitasi dan gaya inersia, jenis : settling chamber sederhana
dan settling chamber Howard ( ada penambahan pelat-pelat )
Efisiensi teoritis dan setelah diperhitungkan dengan hukum Stokes :

g : percepatan gravitasi
dp : diameter partikel
rp : densitas partikel
r :densitas gas
m : viscositas gas
K : faktor cunningham

L, B, H didesain untuk semua partikel yang lebih besar dari pada dp*

8.2.2 Cyclone
Cyclone adalah suatu jenis alat pengumpul debu mekanik yang digunakan untuk
menciptakan aliran berputar (vortex) untuk mengalirkan partikel ke area dimana
partikel tadi akan mengalami kehilangan energi dan terpisah dari aliran gas
(Mycock, 1995).
Input berupa gas dan partikulat dipercepat dengan gerakan spiral, dimana partikel
ukuran besar terlempar ke luar gas dan bertubrukan dengan dinding cyclone oleh
gaya sentrifugal dan turun ke kerucut cyclone untuk ditangkap oleh hopper.
Sedangkan gas yang bersih mengalir keluar melalui stack (Cornwell, 1998).
Cyclone memiliki efisiensi yang rendah untuk partikel berukuran kecil dan efisiensi

tinggi untuk ukuran partikel berukuran besar 5-15 µ m. Alat ini dapat diopeasikan
dalam kondisi basah (melalui injeksi air di inlet) atau kering. Semakin tinggi velocity

gas, maka removal efisiensinya juga semakin besar (Bethea, 1978).


a. Kelebihan dan Kekurangan Cyclone:
Kelebihan (Cooper & Aley, 1986):
 Modal awal rendah.
 Mampu beroperasi pada temperatur tinggi.
92
 Biaya pemeliharaan rendah.
Kekurangan (Cooper & Aley, 1986):
 Efisiensi rendah untuk partikel berukuran kecil.
 Biaya operasi yang tinggi sebab terjadi kehilangan tekanan.

Gambar 8.3 Skema Cyclone

b. Tipe-tipe Cyclone
Berdasarkan efisiensi, selain cyclone conventional, cyclone dibagi atas (Cooper
& Alley, 1994):
1. High-efficiency Cyclone
Kecepatan gas inlet lebih tinggi, dengan demikian memberi
gaya sentrifugal yang lebih tinggi.
2. High-throughput Cyclone
Biasanya mempunyai diameter yang lebih besar dan menangani
kecepatan yang lebih tinggi.

Tabel 8.1 Standar Dimensi Cyclone


Tipe Cyclone
High Conventional High
Efficiency Throughout
Diameter bodi, D/D 1,0 1,0 1,0
Tnggi inlet, H/D 0,5 0,5 0,75
Lebar inlet, W/D 0,2 0,25 0,375

93
Diameter gas keluar 0,5 0,5 0,75
De/D
Panjang vortex, S/D 0,5 0,625 0,875
Panjang bodi, Lb/D 1,5 2,0 1,5
Panjang kerucut, Lc/D 2,5 2,0 2,5
Diameter outlet debu 0,375 0,25 0,375
Dd/D
Sumber: Cooper & Alley, 1986.

8.2.3 Fabric filter/ Baghouses


Fabric filter menyisihkan debu dari aliran gas dengan melewatkannya melalui
fabric berpori. Partikel debu membentuk pori-pori lebih atau kurang melekat pada
permukaan fabric. Normalnya lapisan ini yang melakukan filtrasi.

94
(1)

(2)

(1) : Bag Filter Tekanan Positif


(2) : Bag Filter Tekanan Negatif

Gambar 8.4 Bag Filter Tekanan Positif dan Negatif


Sumber : Beachler, et.al., 1995

Gambar 8.5 Mekanisme Filtrasi Dust Cake


Sumber : Anonim, 2005

95
Fabric Filter atau baghouse beroperasi dengan prinsip seperti vacuum cleaner,
yakni udara pembawa partikel debu didorong ke dalam suatu cloth bag. Saat udara
melewati fabric, debu akan terakumulasi pada cloth, dan menghasilkan suatu
aliran

udara bersih. Debu secara periodik disisihkan dari cloth dengan guncangan atau
menggunakan aliran udara terbalik. Fabric Filter terbatas untuk kondisi dengan
temperatur rendah dan kering, tetapi dapat digunakan untuk berbagai jenis debu
dan mempunyai efisiensi yang cukup tinggi.
- Kelebihan dan Kekurangan Fabric filter/ Baghouses
1. Kelebihan Fabric Filter (Cooper & Alley, 1994):
a. Efisiensi pengumpulan sangat tinggi meskipun untuk partikel yang
sangat kecil.
b. Dapat beroperasi untuk berbagai tipe debu.
c. Didesain berbentuk modul, dan modul-modul tersebut dapat dirangkai
di pabrik.
d. Dapat beroperasi pada aliran volumetrik dengan skala luas.
e. Memerlukan penurunan tekanan rendah yang masuk akal.
2. Kekurangan Fabric Filter (Cooper & Alley, 1994):
a. Memerlukan areal yang luas.
b. Fabric dapat dirusak oleh temperatur tinggi, dan korosi akibat
bahan kimia.
c. Tidak dapat beroperasi pada lingkungan yang lembab; fabric dapat
menjadi lengket.
d. Berpotensi menimbulkan kebakaran atau ledakan.
Cara membersihkan debu dari fabric adalah faktor penting dalam kinerja sistem
fabric filter. Jika debu tidak dibersihkan dengan baik, penurunan tekanan di
sepanjang sistem akan meningkat hingga jumlah yang melebihi batas. Jika terlalu
banyak lapisan yang hilang, kebocoran debu yang berlebihan akan timbul ketika
dihasilkan lapisan baru. Seleksi parameter desain sangat penting untuk
memperoleh kinerja optimum dari sistem fabric filter.
Sistem fabric filter seringkali disebut sebagai baghouse, karena fabric biasanya
dibuat dalam bag silinder. Desain baghouse yang paling umum adalah tipe

96
reverse-air dan pulse-jet. Nama ini mendeskripsikan sistem pembersihan yang
digunakan dalam sistem.

Reverse-air baghouse beroperasi dengan mengalirkan gas kotor ke dalam bag-


bag; dengan begitu, pengumpulan debu terjadi di bagian dalam bag. Bag-bag
dibersihkan secara periodik dengan membalik arah aliran udara, sehingga lapisan
debu yang terkumpul sebelumnya jatuh dari bag ke dalam hopper di bawah.
Karena prosedur pembersihan dilakukan dengan kecepatan gas yang relatif
rendah, fabric terlindungi dari pergerakan yang berbahaya, sehingga teknik
pembersihan reverse-air menghasilkan masa pemakaian bag maksimum. Variasi
desain reverse-air baghouse dan pelopor reverse-air baghouse (misal, shaker
baghouse), bag digoncangkan selama interval pembersihan reverse-air (Buonicore
dan Davis, 1992).
Pulse-jet baghouse didesain dengan struktur rangka dalam, disebut cage, yang
memungkinkan pengumpulan debu pada bagian luar bag. Lapisan debu
dibersihkan secara periodik oleh semburan jet udara yang tertekan ke dalam bag
menyebabkan bag mengembang tiba-tiba; debu dibersihkan oleh tenaga inersia
ketika bag mengembang hingga maksimum. Teknik pembersihan bag ini cukup
efektif, namun kehebatan teknik ini dan kadang-kadang pemasangan bag-to-cage
yang pas cenderung membatasi waktu pemakaian bag dan juga meningkatkan
migrasi debu keluar dari fabric, sehingga mengurangi efisiensi pengumpulan debu.
Seleksi material serat dan konstruksi fabric penting untuk kinerja baghouse.
Material serat harus memiliki karakteristik kekuatan yang cukup dan kesesuaian
kimia dengan gas dan debu yang ditangkap. Konstruksi fabric bulu kempa
umumnya menghasilkan penyisihan yang lebih baik daripada fabric tenunan.
Namun tidak semua serat bisa dikempa ke dalam fabric dengan kekuatan cukup
dan menjadikan fabric filter disusun dari filamen dan/atau serat yang awalnya
dibelit menjadi benang, dan kemudian ditenun atau dirajut menjadi fabric
(Buonicore dan Davis, 1992).

8.2.4 Electrostatic Precipitator (EP)


Alat pengendali debu yang berfungsi untuk memisahkan gas dan abu sebelum gas
tersebut keluar dari stack salah satunya adalah electrostatic precipitator atau EP.

97
Pengontrolan partikulat dari hasil proses industri sudah merupakan masalah
penting yang makin berkembang sejak mulai awal abad ke19. Teknologi EP
ditemukan oleh Frederick Cattrell dan telah digunakan sejak tahun 1900-an.
Instalasi pertama EP berhasil dengan sukses untuk digunakan sebagai penangkap
asam Sulfat. Kemudian dilanjutkan pada industri semen untuk menangkap
debu klinker dan debu semen. Setelah itu digunakan pada industri pengolahan
batu bara yang menggunakan boiler.
Sejak tahun 1920 desain awal EP terus berkembang seperti yang dikenal
sampai saat sekarang ini seiring dengan adanya pengetatan aturan lingkungan.
EP sangat efektif sebagai pengendali partikulat terutama yang berukuran kurang

dari 10-20 µm (dominan pada ukuran submikron). Pada sebagian besar


aplikasinya EP memiliki efisiensi pengumpulan partikulat sebesar (80-99,9)%.

Berikut di bawah ini gambar Electrostatic Precipitator (EP):

Gambar 8.6 Gambar Electrostatic Presipitator


Sumber: PTP Indarung V, 2005

98
Keterangan:
1. Precipitator Chamber (01)
2. Insulation (02)
3. Inspection Hatches (03)
4. Insulator Cubicle (04)
5. Drive stations for rapping gear (05)
6. Collecting Plates (06)
7. Collecting rapping gear (07)
8. Discharge Electrodes/ De (08)
9. Discharge Rapping Gear (09)
10. Inside Chain Drive (10)
11. Slide Bearing (11)
12. Guard Plates (12)
13. Supporting insulators (13)
14. Insulator Shaft (14)
15. Gas Distribution Shields (15).

- Prinsip Dasar Electrostatic Precipitator


Prinsip dari pengumpulan debu hanya sebatas pada penggunaan energi listrik
untuk memberi muatan (negatif) ke partikulat di udara kotor atau aliran gas.
Partikel yang sudah diberi muatan tadi berpindah dan terikat pada collecting
surface yang muatannya berlawanan (positif). Tujuan akhirnya adalah
membersihkan partikulat yang telah terkumpul tadi.
EP sebenarnya merupakan usaha pengembangan prinsip presipitasi untuk
dimanfaatkan dalam industri-industri, dengan menggunakan muatan negatif pada
discharge electrodes dan muatan positif pada collecting surface. Inti dari proses
EP sendiri terjadi diantara dua elektroda tadi. Tegangan yang dibutuhkan ± 15000-
100000 V tergantung dari konfigurasi presipitator. Makin tinggi tegangan yang
diberikan, makin rendah resistifitasnya, sehingga efisiensi bertambah.

Proses penangkapan debu pada EP secara umum terdiri atas tujuh langkah
proses dasar yang berlangsung secara kontinu yaitu (Anonim, 2006):
1. Gas masuk melalui gas distribution ke dalam treatment zone
2. Terjadi proses particle charging.
Partikel yang melewati EP akan mengalami ionisasi muatan oleh elektroda
kawat. Proses ionisasi dimulai dengan pemberian muatan ke kawat
elektroda (arus searah dengan tegangan tinggi) sehingga menimbulkan
efek korona.
3. CoronaDisch
99
arge
Efek ini terlihat dari adanya cahaya biru luminescence disekitar kawat.
Efek korona ini akan mengionisasi udara disekeliling kawat dengan
pelepasan muatan negatif (elektron) (Anonim, 2006).
4. Ionisasi dari molekul gas
Proses yang terjadi pada corona discharge kemudian akan membombardir
partikel tersuspensi dalam aliran gas menjadi bermuatan negatif. Partikel
yang bermuatan negatif akan bergerak menuju collection electrode
bermuatan positif dan kemudian disisihkan. Plat kolektor bermuatan
positif karena biasanya dihubungkan dengan tanah (grounding), usaha ini
akan menambah tingkat efisiensi EP dengan menempelnya banyak partikel
pada bagian permukaan plat tersebut.
5. Pengumpulan Partikel
Pada saat partikel bermuatan negatif tadi mencapai collecting electrode
yang dihubungkan ke tanah, maka hanya sebagian dari muatan tersebut
yang akan terbuang (discharge). Muatan tersebut akan meluncur melalui
collecting plate ke tanah secara perlahan. Sebagian daripada muatan
tersebut tersusun kembali dan akan berkontribusi terhadap adanya kohesi
dan adhesi antar molekul untuk tetap memegang partikel melekat pada
collecting plate. Partikel-partikel yang tetap melekat pada collecting plate
disebabkan karena adanya gaya adhesi. Sedangkan partikel-partikel
yang baru saja datang dan melekat pada collecting plate disebabkan oleh
karena adanya gaya kohesi. Tebal lapisan debu yang diizinkan melekat
pada collecting plate berkisar antara 0,08 sampai 1,27 cm.
Partikel debu yang telah terkumpul pada collecting plate kemudian
mengalami proses rapping yaitu proses pembersihan plat kolektor dari
partikulat yang menempel. Hentakan-hentakan rapping yang terperiodik
pada collecting plate sangat perlu dipertahankan untuk menjaga agar
aliran gas tetap bersih secara kontinu. Collecting plate disentak pada saat
lapisan debu yang terakumulasi memiliki ketebalan antara 0,08-1,27 cm.
Akibatnya lapisan debu tersebut terlepas dari collecting plate (Anonim,
2006).
6. Penumpukan debu yang tertangkap

100
7. Proses pemindahan debu yang tertangkap
Debu yang terhempas dari collecting plate akan ditampung kedalam
sebuah hopper yang sisi-sisinya memiliki kemiringan kira-kira 60° agar
memudahkan debu jatuh secara bebas dari puncak hopper ke bukaan
pelepasan dibawah hopper. Debu tersebut harus segera di transport
secepat mungkin untuk menghindari permasalahan material handling
seperti pengerasan dan penyumbatan.
Electrostatic Precipitator sebenarnya merupakan usaha pengembangan prinsip
presipitasi untuk dimanfaatkan dalam industri-industri, dengan menggunakan
muatan negatif pada discharge electrodes dan muatan positif pada collecting
surface. Inti dari proses ESP sendiri terjadi diantara dua elektroda tadi. Tegangan
yang dibutuhkan ± 15000-100000 V tergantung dari konfigurasi presipitator
(Buonicore dan Davis, 1992).
Pemberian tegangan ada kaitannya dengan efektifitas kerja presipitator. Makin tinggi
tegangan yang diberikan, maka efisiensi bertambah dan resistivitasnya tinggi.
Corona Discharge adalah faktor utama yang mempengaruhi pemberian muatan
partikel yang terjadi saat electric field (area antara discharge electrodes dan
collecting surface) mencapai nilai tertentu dimana arus telah diterima. Arus ini akan
terus bertambah sampai terjadi bunga api. Setelah partikulat bermuatan, berpindah,
dan terikat pada collecting surface yang muatannya berlawanan, maka partikulat
menjadi netral. Partikulat yang terkumpul tadi kemudian digoncangkan, digetarkan
dengan rapping sehingga jatuh ke hopper dengan menggunakan hammer. Partikulat
yang terkumpul cenderung membentuk layer (lapisan) (Buonicore dan Davis, 1992).

8.3PENGENDALIAN BASAH

8.3.1 Wet Scrubber


Scrubbers adalah alat pengumpul partikulat yang sangat halus pada tetesan
cairan. Kebanyakan partikel halus akan melekat pada tetesan cairan jika
bersentuhan (Nevers, 2000). Prinsip scrubbers adalah mengurangi partikulat/ gas
dengan menyerapnya menjadi cairan yang keluar dengan cepat karena sentuhan.
Mekanisme sentuhan adalah melalui putaran inersia diikuti penurunan secara
gravitasi

101
a. Kelebihan dan Kekurangan Wet Scrubber

1. Kelebihan (Cooper & Alley, 1986):


a. Menyediakan absorpsi gas dan pengumpulan debu pada
satu unit.
b. Dapat mengendalikan kabut.
c. Dapat mendinginkan gas panas.
d. Efisiensi pengumpulan dapat divariasikan.
e. Korosi gas dan debu dapat divariasikan.
f. Dapat menangani debu yang dapat terbakar dan meledak
dengan resiko yang kecil.
2. kekurangan (Cooper & Alley, 1986):
a. Berpotensi tinggi terhadap korosi.
b. Cairan yg keluar dapat menyebabkan masalah pencemaran air.
c. Partikel terkumpul dapat terkontaminasi dan dapat tidak bisa
digunakan kembali.

b. Tipe-Tipe Scrubbers (Dep. PTP, 1999):


1. Spray chamber scrubbers.
2. Cyclone spray chamber.
3. Orifice scrubber and wet impingement scrubber.
4. Venturi and jet scrubbers.

Gambar 8.7 Low Energy Scrubber dan Spray Tower Scrubber.


Sumber: Anonim 2005

102
Gambar 8.8 Instalasi wet scrubber di lapangan

7.4 PERALATAN PENGENDALIAN YANG LAIN

7.4.1 Pengendalian emisi gas


Beberapa instalasi pencemaran udara juga dilengkapi pengendalian emisi gas
yang ikut dikeluarkan dengan partikulat. Bahkan ada yang hanya memiliki emisi
gas tanpa partikulat sehingga pengendalian ini penting untuk diaplikasikan.
Pengendalian emisi gas ditujukan untuk mengendalikan gas-gas yang termasuk
pencemar seperti yg tercantum dalam PP.41 Tahun 1999 yaitu : SO2, NO2, HC,
CO, F, Cl, SO4.

Berikut secara garis besar pengendalian emisi gas tersebut :


a. Kontrol SOx
Pengendaliannya juga dilakukan di sumbernya sehingga mengefisienkan
pengendalian akhirnya. Cakupan kontrolnya adalah sebagai berikut :
 Konversi bahan bakar ke rendah kandungan sulfurnya
Contohnya memilih gas alam yang rendah kandungan sulfurnya. Implikasi :
biaya lebih mahal dan kelayakan bahan bakar berkurang
 Desulfurisasi
Penyisihan sulfur dari bahan bakar. Contohnya dengan gasifikasi batubara,
ekstrasi pelarut
 Pembuatan cerobong yang tinggi

103
Mereduksi konsentrasi di bagian bawah (ground level concentration).
Catatan : bukan satu-satunya solusi untuk alat kontrol.
 Desulfurisasi gas sisa (flue gas desulfurization) Pembuatan asam sulfat dari
SO2
Reaksi – reaksi yang terjadi :
SO2 + 1/2O2  SO3
SO3 + H2O  H2SO4
b. Kontrol NOx
Adapun pengendalian terhadap NOx hampir sama dengan kontrol SOx yaitu :
 Penerapan pembakaran di luar kondisi stoikiometris
Pembatasan penambahan oksigen selain untuk bahan bakar, sehingga
membatasi terbentuknya NO dan NO2
Adapun beberapa metode/mekanisme penyisihan emisi gas adalah :

c. Absorpsi
Definisi : penyisihan kontaminan gas dari suatu proses dengan melarutkan gas ke
cairan. Mekanisme : terjadi kontak yang sangat tinggi antara campuran gas
dengan cairan sehingga sebagian besar gas-gas terlarut dalam cairan.
Dalam desain absorber, efisiensi maksimum tercapai bila :
 Tersedianya daerah kontak yang luas
 Terjadinya pencampuran yang baik antara gas dan cairan
 Tersedianya waktu kontak yang cukup antar fase
 Tingkat solubilitas yang tinggi dari polutan ke absorbent
Jadi parameter yang harus diperhatikan : kelarutan gas, volatilitas gas, tingkat
korosif, kekentalan (viscosity), stabilitas kimia, toksisitas dan biaya (kalau bukan
pelarut air).
Desain umum absorber seperti halnya wet scrubber, karena pada dasarnya pada
penyisihan partikulat dengan wet scrubber polutan gas yang diemisikan juga ikut
disisihkan.
Dua jenis absorber yang umum dipakai adalah plate absorber dan packed tower
absorber. Plate absorber menggunakan pelat-pelat horizontal yang dipasang pada
menara absorber, gas –gas mengalir melalui lubang-lubang pada pelatnya.
Sementara untuk packed absorber menggunakan packing material. Parameter

104
desain absorber meliputi : jumlah pancaran, diameter dan tinggi menara.
Keuntungan absorber : dapat dipakai untuk gas dengan suhu tinggi, tidak
memakan tempat, meminimalkan terjadinya kebakaran, melembabkan gas yang
keluar.
Kerugian absorber : korosif, menimbulkan masalah meteorologi, hasil
penyisihannya sulit direcovery.

d. Adsorpsi
Proses adsorpsi menempelkan satu atau lebih kontaminan gas ke permukaan
padatan. Adsorbent biasanya merupakan padatan yang memiliki porositas yang
tinggi, sehingga proses adsorpsi berlangsung pada bagian internal padatan
tersebut.
Mekanisme : melekatnya gas-gas pada permukaan padat atau cair (adsorbent)
akibat perbedaan konsentrasi. Jenisnya ada 2 :
 Adsorpsi fisik : hasil dari gaya-gaya tarik intermolekul antara adsorbent
dengan material yang diserap
 Adsorpsi kimia : hasil interaksi kimia antara bahan adsorbent dengan
material yang diserap
Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi :
 Temperatur : semakin tinggi suhu semakin menurunkan adsorpsi gas
polutan
 Tekanan : semakin tinggi tekanan, maka proses adsorpsi akan semakin
tinggi
 Kecepatan gas : semakin tinggi kecepatan akan menurunkan waktu kontak
kontaminan dengan adsorbent sehingga menurunkan tingkat adsorpsi
 Kandungan partikulat : adanya partikulat akan menurunkan efisiensi proses
adsorpsi.
Metode regenerasi : Injeksi udara panas ke dalam absorber kemudian
dikondensasi.
Jenis-jenis adsorbent yang dipakai : karbon aktif, activated alumina, silica gel

105
Gambar 8.9 Skematik Instalasi Adsorber (US EPA, 1991)

e. Kondensasi

Mekanisme : Konversi gas atau uap menjadi cairan melalui penurunan suhu dan
atau penaikan tekanan.

Tipenya :
 Kondenser kontak langsung : medium pendingin dengan uap-kondensat
saling kontak dan bergabung
 Kondenser kontak tak langsung : medium pendingin dan uap-kondensat
dipisahkan oleh suatu area permukaan
Kondenser biasanya digunakan sebagai pre-treatment bagi alat kontrol gas lain
karena dapat mengurangi volume gas yang harus diolah.

106
Gambar 8.10 Skematik Instalasi Kondenser (US EPA, 1991)

f. Insinerasi
Pembakaran sempurna antara udara (oksigen), limbah dan bahan bakar dengan
kondisi temperatur yang tinggi, pengadukan turbulen antar komponen, waktu
tinggal yang cukup. Dengan pembakaran sempurna akan didapat perubahan
hidrokarbon menjadi CO2 dan air. Destruksi termal kebanyakan senyawa organik
terjadi antara 590 C – 650 C, namun operasi insinerator mencapai suhu lebih dari
980 C untuk menjamin pembakaran organik yang komplet.
Ada 2 tahap dalam pembakaran :
 pembakaran bahan bakar
terjadi cukup cepat dan irreversibel serta menghasilkan gas dengan suhu
cukup tinggi
 pembakaran polutan.
Terjadi oksidasi polutan dari gas yang sudah bersuhu tinggi tadi menjadi
produk yang tidak berbahaya
Operasi insinerasi bertipe :
 Otomatis
Operator tinggal menyetel tombol on dan off

 Semi-otomatis
107
Operator harus menyetel input-input yang diminta sistem kontrol melalui
tombol-tombol dan valve tertentu
 Manual
Semua kontrol insinerasi disetel secara manual oleh operator kecuali
kondisi darurat untuk dimatikan masih bersifat otomatis.

Gambar 8.11 Skematik Instalasi Insinerasi (US EPA, 1991)

DAFTAR PUSTAKA

EPA. 1978. Technology Transfer Handbook--Industrial Guide for Air Pollution


Control. EPA. 1991. Handbook: Control Technologies for Hazardous Air Pollutants.
Environmental Protection Agency. Research Triangle Park, North Carolina.

108
UNEP (2007) http://www.unep.org/tnt-unep/toolkit/Awareness/Tool4/index.html
Miller, G. Tyler, J.R.(1982). Living in The Environment, third edition. Wadsworth
Publishing Co. California.
Simpson, R. (1994). Air pollution, Notes on Lectures Devision of Environmental
Scienc. Grifith University. Queensland.
Copper, C. David and Alley, F. C. (1986). Air Pollution Control A Design Approach
nd
2 Edition. Maveland Press Inc, Illinois.
Crowford, Martin. (1980). Air Pollution Control Quality. Tata –Mc. Graw-Hill
Publishing Company Ltd, New Delhi.
Hinds, C. William. (2000). Particulate Air Pollution. www.Gooogle.com. Tanggal 15
Oktober 2005.
Seinfield, H. John. (1975). Air pollution Control, Phisical and Chemical
Fundamental. Mc. Graw-Hill, Inc. United States Of America.
Wark, Warner. (1981). Air Pollution, It`s Origin and Control, Harper and Row.
Xeller, H and Kroboth, K. (1986). Zement-Kalk-Gips.
Peavy, Howard S, Rowe, Donald R, Tchobanoglous, George, (1985),
Environmental Engineering, McGraw Hill Inc, Singapore
Colls, Jeremy. (2002). Air Pollution, Second Edition, Spon Press Tylor & Francis
Group, London.

Cooper, C David & Alley, F.C (1994). Air Pollution Control, A Design Approach,
Second Edition. Waveland Press. Inc, United States.

Anderson PJ, JD Wilson and FC Hiller (1990), Chest, Vol 97, 1115-1120, American
College of Chest Physicians

Price, Sylvia. A and Lorraine M. Wilson (1994) Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Buku 2 Edisi 4, Penerbit Buku kedokteran EGC, Jakarta
Peavy, Howard S, Donald R. Rowe, George Tchobanoglous (1985),
EnvironmentalEngineering, McGraw-Hill Book Company
Slamet, Juli Soemirat (1994), Kesehatan Lingkungan, Universitas Gadjah
MadaPress

109
Goldsmith J. R. and Friberg L. T (1977), Effects of air pollution on human health.
In Air Pollution (edited by Sten A. C.), Vol. II, third edition
USEPA, (1991), Air Pollution and Health Risk,
http://Www.Epa.Gov/Ttn/Atw/3_90_022.

Html, accessed 27 Desember 2005, Japan Environmental Quality Standards


Tamin, Ridwan D (2005), Assistant Deputy for Vehicles Emissions Pollution
Control, Policy And Regulation Of Air Pollution In Indonesia, paper presented
in Training of Trainer BASIC URBAN AIR QUALITY MANAGEMENT CAI Net,
September 19 – 23, 2005, Bandung

Copper, C. David and Alley, F. C. 1986. Air Pollution Control A Design Approach
2nd Edition. Maveland Press Inc, Illinois.
Nevers, Noel De. 2000. Air Pollution Control Engineering 2nd Edition. Mc. Graw-
Hill Company Inc, Singapore.
.(2006) .http://yosemite.epa.gov/ 12bles5.pdf. 25 Februari 2006
.2005. Fabric Clean Pulse-Jet Fabric Filter.
http://www.flsmidth.com/flsmidth+airtech/english/contact/brochures/prod
uc t+brochures/fabricfilterfabriclean.pdf. diakses pada 27 Desember 2005
. 2005. PTP Indarung
Beachler, David S., Joseph, Jerry., and Pompelia, Mick. 1995. Fabric Filter
Operation Review. USA : North Carolina State University.
http://yosemite.epa.gov/oaqps/eogtrain.nsf/DisplayView/SI_412A_0-5 Open
Document. diakses pada 30 Desember 2005

Bethea, M. Robert. 1978. Air Pollution Control Tecnology. New York: Van Nostrand
Reinhold Company.
Buonicore and Davis. 1992. Air Pollution Engineering Manual. New York: Van
Nostrand Reinhold Company.
Copper, C. David and Alley, F. C. 1986. Air Pollution Control A Design
Approach2nd Edition. Maveland Press Inc, Illinois.
Davis and Cornwell.1998. Introduction to Environmental Engineering. Mc Graw-
Hill Company Inc, Singapore.
Mycock, John C.,et al. 1995. Air Pollution Control Engineering and Technology.
CRC Press Inc.

110
Huboyo, Haryono S. & Budiharjo, M. Arief, 2008, Pencemaran Udara, Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Semarang.

Budirahardjo, E, 1999, Peralatan Pengendalian Pencemaran Udara, Teknik


Lingkungan, Fakultas Lansekap & Teknik Lingkungan, Universitas Trisakti,
Jakarta.

111
DAFTAR ISI

Halaman
PENGANTAR .................................................................................................................. i

DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii

BAB I

112
113
PENGARUH KUALITAS UDARA DALAM RUANGAN AC
TERHADAP KESEHATAN
PENDAHULUAN
Penggunaan Air Conditioner (AC) sebagai alternatif untuk mengganti ventilasi alami
dapat meningkatkan kenyamanan dan produktivitas kerja, namun AC yang jarang
dibersihkan akan menjadi tempat nyaman bagi mik roorganisme untuk berbiak. Kondisi tersebut
mengakibatkan kualitas udara dalam ruangan menurun dan dapat menimbulkan
berbagai gangguan kesehatan yang disebut sebagai Sick Building Syndrome (SBS) atau
Tight Building Syndrome (TBS).
Banyaknya aktivitas di gedung me ningkatkan jumlah polutan dalam ruangan. Kenyataan
ini menyebabkan risiko terpaparnya polutan dalam ruangan terhadap manusia semakin
tinggi, namun hal ini masih jarang diketahui oleh masyarakat.
Pada dasarnya desain AC yang dipakai untuk mengatur suhu ruangan secara kontinu dapat
mengeluarkan bahan polutan. Kadar gas-gas SO2, CO2, dan O2 di dalam ruangan tidak
dipengaruhi oleh keberadaan AC. Bahan partikulat dapat dikurangi secara signifikan oleh
AC dengan filter yang efektif. Kadar pollen di dalam ruangan dapat berkurang secara
signifikan dengan adanya AC. Jumlah bakteri dan spora di gedung dengan AC
kemungkinan akan lebih sedikit
daripada gedung tanpa AC, walaupun sampai saat ini hal tersebut masih diperdebatkan.
Hasil pemeriksaan The National Institute of Occupational
Safety and Health (NIOSH), menyebutkan ada 5 sumber pencemaran di dalam ruangan yaitu
114
(Aditama, 2002):
a. Pencemaran dari alat -alat di dalam gedung seperti asap rokok, pestisida, bahan-
bahan pembersih ruangan.
b. Pencemaran di luar gedung meliputi masuknya ga s buangan kendaraan bermotor,
gas dari cerobong asap atau dapur yang terletak di dekat gedung, dimana kesemuanya
dapat terjadi akibat penempatan lokasi lubang udara yang tidak tepat.
c. Pencemaran akibat bahan bangunan meliputi pencemaran
formaldehid, lem, as bes, fibreglass dan bahan -bahan lain yang merupakan komponen
pembentuk gedung tersebut.
d. Pencemaran akibat mikroba dapat berupa bakteri, jamur, protozoa dan produk mikroba
lainnya yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin beserta seluruh sist
emnya.
e. Gangguan ventilasi udara berupa kurangnya udara segar yang masuk, serta buruknya
distribusi udara dan kurangnya perawatan sistem ventilasi udara.
Kualitas udara di dalam ruangan mempengaruhi kenyamanan lingkungan ruang kerja.
Kualitas udara y ang buruk akan membawa dampak negatif terhadap pekerja /karyawan
berupa keluhan gangguan kesehatan. Dampak pencemaran udara dalam ruangan
terhadap tubuh terutama pada daerah tubuh atau organ tubuh yang kontak langsung
dengan udara meliputi organ sebagai berikut :
1. Iritasi selaput lendir: Iritasi mata, mata pedih, mata merah, mata berair
2. Iritasi hidung, bersin, gatal: Iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, batuk kering
3. Gangguan neurotoksik: Sakit kepala, lemah/capai, mudah tersinggung, sulit
berkonsentrasi
4. Gangguan paru dan pernafasan: Batuk, nafas berbunyi/mengi,
sesak nafas, rasa berat di dada
5. Gangguan kulit: Kulit kering, kulit gatal
6. Gangguan saluran cerna: Diare/mencret
7. Lain-lain: Gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, sulit belajar
Keluhan tersebut bias anya tidak terlalu parah dan tidak menimbulkan kecacatan
tetap, tetapi jelas terasa amat mengganggu, tidak menyenangkan dan bahkan
mengakibatkan menurunnya produktivitas kerja para pekerja.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pengaruh kualitas udara
di ruangan ber -AC terhadap gangguan
kesehatan, yang dapat diperinci sebagai berikut:
1. Bagaimana kualitas mikrobiologi udara dalam ruangan ber - AC?
2. Bagaimana kualitas fisik udara (suhu dan kelembaban) dalam ruangan ber-AC?
3. Apakah macam keluhan penyakit yang dirasakan karyawan di ruangan ber-AC?
4. Apakah ada pengaruh antara kualitas udara di ruangan ber - AC terhadap gangguan
kesehatan?

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi kualitas mikrobiologi udara
dalam ruangan dan gan gguan paparan di ruangan kerja ber -AC pada gedung bertingkat
dengan gangguan kesehatan. Tujuan khususnya antara lain: mengidentifikasi kualitas
mikrobiologi udara dalam ruangan ber -AC, mengidentifikasi kualitas fisik udara dalam
ruangan ber -AC, mengidentif ikasi macam keluhan yang dirasakan karyawan di dalam
ruangan ber -AC, mengidentifikasi pengaruh antara gangguan paparan di ruangan ber -AC
terhadap gangguan kesehatan.

METODE PENELITIAN

115
Penelitian ini menggunakan metode observasional dengan rancang bangun cross-
sectional. Penelitian ini dilaksanakan dengan cara wawancara, observasi, dan pengukuran
yang meliputi suhu, kelembaban, kecepatan aliran udara, dan jumlah total koloni per m 3
udara (kuman, jamur, dan bakteri). Jumlah populasi adalah 94 karyawan dan
jumlah sampel yang diambil dengan cara purposive sampling technique sebanyak 89
orang. Data yang telah diambil kemudian dianalisis secara deskriptif dengan tabulasi
dan secara analitik menggunakan regresi logistik (α = 0.05).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian


PT. Infomedia Nusantara merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan
jasa, dimana salah satu perwakilannya berada di Surabaya dan berlokasi di jalan
Kusumabangsa 10 -12. Kantor perwakilan PT. Infomedia Nusantara di Suraba ya terdiri dari
2 lantai yang didesain dengan jendela tertutup dan ventilasi buatan ( air conditioning)
yang menyebabkan gangguan sirkulasi udara dan tidak sehatnya udara dalam gedung.
Lokasi kantor yang terletak di tepi jalan raya serta halaman gedung yan g digunakan
sebagai tempat parkir kendaraan bermotor dapat dikatakan relatif dekat dengan
sumber polusi udara luar gedung. Polusi udara di luar gedung dapat menjadi sumber polusi
udara dalam gedung.
Produk-produk pembakaran dari kendaraan dan sumber lain yang berasal dari luar gedung
dapat masuk ke dalam gedung melalui inlet sistem heating, ventilation, and air
conditioning (HVAC) suatu gedung. Hal ini didukung oleh laporan The National Institute
of Occupational Safety and Health (NIOSH) 1984 yang menyata kan bahwa sebesar 50
% penyebab pencemaran udara adalah ventilasi yang tidak adekuat, 11 % sumber polusi
udara dalam ruangan berasal dari kontaminan-kontaminan luar ruangan (Godish, 1989).

Karakteristik Karyawan
Karyawan PT. Infomedia Nusantara berjumlah 89 orang yang terdiri dari laki-laki sebesar
64,04% dan perempuan sebesar 36,96% dengan umur terbanyak berada pada umur 25
-29 tahun sebesar 39,32 % dan lebih dari 35 tahun sebesar 35,96%. Pendidikan terakhir
yang telah ditempuh sebagian besar karyawan ad alah S-1 sebesar 73,03%.

Masa Kerja dan Lama Tinggal di Ruangan ber –AC Karyawan yang bekerja kurang dari lima
tahun sebesar 78,65% dan sisanya (21,35 %) telah bekerja selama lebih dari 5 tahun.
Lama tinggal dalam ruangan ber -AC rata-rata tiap harinya s angat bervariasi yaitu
antara 6 -8 jam sebesar 67,42 %, antara 2 -5 jam sebesar 31,46 % sedangkan sisanya
1,12 % berada di ruangan ber - AC selama kurang dari 2 jam.

Kualitas udara dalam ruangan ber -AC sangat ditentukan oleh sistem sirkulasi dan aktivitas
yan g dilaksanakan. Pencemaran udara dalam ruangan dapat terjadi karena berbagai
aktivitas seperti merokok, penggunaaan alat atau bahan pembersih ruangan, mesin
fotokopi yang menghasilkan asap dan debu dalam ruangan. Seseorang yang terpapar
dengan polutan ters ebut dalam waktu yang lama akan mengalami keluhan yang lebih besar
dibandingkan dengan yang terpapar kurang dari 2 jam/hari.

Sumber Pencemar Udara Ruangan


Dari 89 karyawan, yang merasakan gangguan akibat asap sebesar 31,46 % dan karyawan
yang merasakan gangguan akibat bau -bauan yang tidak sedap yaitu sebesar 69,66 %.
Gangguan akibat asap yang dirasakan karyawan berasal dari asap rokok, sedangkan
gangguan bau yang dirasakan karyawan berasal dari bau tempat sampah yang berasal dari
kantin, bau minyak wangi dan pengharum ruangan yang terlalu menyengat.

116
Aditama (2002), menyatakan bahwa pencemaran udara dapat berasal dari dalam gedung
dengan sumber pencemaran diantaranya : aktivitas dalam ruangan, frekuensi keluar masuk
ruangan yang tinggi sehingga memungkinkan masu knya polutan dari luar kedalam
ruangan, penggunaan pengharum ruangan, asap rokok, penggunaan pestisida dan pembersih
ruangan, mesin fotokopi, sirkulasi udara yang kurang lancer, suhu dan kelembaban udara
yang tidak nyaman.

GangguanKesehatanKaryawan
Lima gangguan kesehatan tertinggi yang dirasakan karyawan berdasarkan data yang
diperoleh menurut frekuensi dan waktu terjadinya gangguan adalah sebagai berikut:
1. Gangguan kesehatan berupa mata gatal sebanyak 66 karyawan.
Gangguan yang terjadi berdasarkan fre kuensinya adalah 45 karyawan menyatakan
kadang -kadang sedangkan 21 karyawan menyatakan jarang. Gangguan berdasarkan
waktu terjadinya adalah siang hari sebanyak 32 karyawan, pagi hari sebanyak 21
karyawan, sedangkan sore hari sebanyak 13 karyawan.
2. Gangguan kesehatan berupa kulit kering sebanyak 64 karyawan.
Gangguan yang terjadi berdasarkan frekuensinya adalah 28 karyawan mengatakan
sering, 25 karyawan mengatakan kadang - kadang dan 11 karyawan mengatakan
jarang. Gangguan berdasarkan waktu terjadinya adalah se panjang hari kerja
sebanyak 23 karyawan, sore hari dan pagi hari masing -masing sebanyak 20
karyawan, sedangkan pagi hari sebanyak 1karyawan.
3. Gangguan kesehatan berupa sakit kepala sebanyak 59 karyawan.
Gangguan yang terjadi berdasarkan frekuensinya adalah 29 karyawan menyatakan
kadang -kadang, 28 karyawan menyatakan jarang, dan 2 karyawan menyatakan
sering. Gangguan berdasarkan waktu terjadinya adalah siang hari sebanyak 28
karyawan, sore hari sebanyak 15 karyawan, pagi hari 14 karyawan, dan sepanjang
hari kerja sebanyak2karyawan.
4. Gangguan kesehatan berupa mata pedih sebanyak 52 karyawan.
Gangguan yang terjadi berdasarkan frekuensinya adalah 27 karyawan mengatakan
kadang -kadang, 13 karyawan mengatakan sering, dan 12 karyawan mengatakan
jarang. Gangguan berdasarkan waktu terjadinya adalah sore hari sebanyak 15
karyawan, pagi hari dan sepanjang hari kerja masing -masing sebanyak 12 karyawan,
sedangkan siang hari sebanyak 13 karyawan.
5. Gangguan kesehatan berupa bersin sebanyak 51 karyawan.
Gangguan yang terjadi berdasarkan frekuensinya adalah 25 karyawan mengatakan
kadang -kadang, 19 karyawan mengatakan jarang, dan 7 karyawan mengatakan
sering. Gangguan berdasarkan waktu terjadinya adalah siang hari sebanyak 19
karyawan, pagi hari sebanyak 14 karyawan, sore hari s ebanyak 10 karyawan, dan sepanjang
hari kerja sebanyak 8 karyawan.
Gangguan kesehatan yang paling sedikit dirasakan karyawan adalah mual sebanyak 19
karyawan dengan frekuensi terjadinya gangguan adalah 15 karyawan menyatakan jarang
dan 4 karyawan menyatakan kadang-kadang. Gangguan berdasarkan waktu
terjadinya siang hari sebanyak 9 karyawan, sore hari sebanyak 6 karyawan, dan pagi hari
sebanyak 4 karyawan.

Kualitas Udara dalam Ruangan


Kualitas Fisik Udara
Suhu udara sangat berperan dalam kenyamanan bekerja karena tubuh manusia
menghasilkan panas yang digunakan untuk metabolisme basal dan muskuler. Namun
dari semua energi yang dihasilkan tubuh hanya 20 % saja yang dipergunakan dan
sisanya akan dibuang ke lingkungan. Jika dibandingkan dengan Standar Baku Mutu sesuai

117
Kep. Men. Kesehatan No 261 bahwa suhu yang dianggap nyaman untuk suasana
bekerja 18 - 26 ˚C maka suhu ruangan pada lantai I dan lantai II masih berada pada
standar. Suhu udara ruang kerja yang terlalu dingin dapat menimbulkan gangguan kerja
bagi karyawan, salah satunya gangguan konsentrasi dimana pegawai tidak dapat
bekerja dengan tenang karena berusaha untuk menghilangkan rasa dingin tersebut.
Kelembaban udara yang relatif rendah yaitu kurang dari 20 % dapat menyebabkan kekeringan
selaput lendir me mbran, sedangkan kelembaban tinggi akan meningkatkan pertumbuhan
mikroorganisme. Hasil pengukuran kelembaban relatif pada lantai I adalah 64 - 68,5 %
sedangkan pada lantai II adalah 73 - 80 %. Jika dibandingkan dengan Standar Baku Mutu
sesuai Kep. Me n. Kesehatan No 261 dimana kelembaban yang ideal berkisar 40 -60 %,
maka hasil pengukuran kelembaban pada 2 (dua) lantai tersebut berada di atas standar yang
berarti potensial sebagai tempat pertumbuhan mikroorganisme.
Hasil pengukuran kecepatan aliran udar a pada lantai I berkisar antara 0,04 - 0,07
m/det sedangkan pada lantai II berkisar antara 0,15 - 0,35 m/det. Menurut Standard
Baku Mutu Kep. Men. Kesehatan No 261 kecepatan aliran udara berkisar antara 0,15 - 0,25
m/det. Arismunandar dan Saito (1991) m enyatakan bahwa kecepatan aliran udara < 0,1 m/det
atau lebih rendah menjadikan ruangan tidak nyaman karena tidak ada pergerakan udara
sebaliknya bila kecepatan udara terlalu tinggi akan menyebabkan cold draft atau kebisingan di
dalam ruangan.

KualitasMikrobiologiUdara
Bioaerosol adalah partikel debu yang terdiri atas makhluk hidup atau sisa yang berasal dari
makhluk hidup. Makhluk hidup terutama adalah jamur dan bakteri. Penyebaran bakteri,
jamur, dan virus pada umumnya terjadi melalui sistem ventilas i. Sumber bioaerosol
ada 2 yakni yang berasal dari luar ruangan dan dari perkembangbiakan dalam
ruangan atau dari manusia, terutama bila kondisi terlalu berdesakan (crowded).
Pengaruh kesehatan yang ditimbulkan oleh bioaerosol ini terutama 3 macam, yaitu i
nfeksi, alergi, dan iritasi.. Kontaminasi bioaerosol pada sumber air sistem ventilasi
( humidifier) yang terdistribusi keseluruh ruangan dapat menyebabkan reaksi yang berbagai
ragam seperti demam, pilek, sesak nafas dan nyeri otot dan tulang (Tan Malaka, 19 98).
Total koloni kuman pada lantai I adalah 1675 CFU/m 3 udara sedangkan lantai II adalah
1387,5 CFU/m 3 udara. Jika dibandingkan dengan Standar Baku Mutu Kep.MenKesehatan RI
No : 261 /MENKES/SK/II/1998 dimana angka kuman adalah kurang dari 700 koloni/m
3 udara, maka kedua ruangan berada di atas standar. Hasil pengukuran total koloni
bakteri pada lantai I (6,87 CFU/menit) lebih tinggi dibandingkan lantai II (3,21
CFU/menit) dan sebagian besar berjenis gram negatif batang. Hasil pengukuran total koloni
jamur pada lantai II adalah 1,94 CFU/menit dan pada lantai II adalah 0,87 CFU/menit. Jika
dibandingkan dengan standar NH&MRC dimana total koloni jamur adalah 150 CFU/m 3
udara, maka kedua ruangan tersebut masih berada di bawah standar. Pada usap AC
ditemukan gram positif batang dan gram negatif batang. Pencemar yang bersifat
biologis terdiri atas berbagai jenis mikroba patogen, antara lain jamur, metazoa,
bakteri, maupun virus. Penyakit yang disebabkannya seringkali diklasifikasikan sebagai
penyakit yang menyebar lewat udara (air-borne diseases) (Soemirat, 2002).

Pengaruh Kualitas Fisik dan Kualitas Mikrobiologi terhadap Gangguan Kesehatan


Hasil perhitungan dengan menggunakan uji statistik regresi logistik terlihat bahwa ada
dua variabel yang signifikan terhadap terjadinya gangguan kesehatan, yaitu:
1. Jamur berpengaruh terhadap terjadinya gangguan kesehatan berupa iritasi hidung,
artinya semakin banyak jumlah koloni jamur dalam ruangan mempunyai resiko 16,463 kali
lebih besar untuk dapat terjadinya iritasi hi dung.
2. Kuman berpengaruh terhadap terjadinya gangguan kesehatan berupa mual, artinya

118
semakin banyak jumlah koloni kuman dalam ruangan mempunyai resiko 1,008 kali lebih
besar untuk dapat terjadinya mual.
Variabel lainnya yang tidak signifikan , belum tentu tidak memberikan pengaruh
terhadap gangguan kesehatan yang timbul. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu : banyaknya faktor yang berpotensi mempengaruhi kualitas udara lingkungan
kerja, gangguan kesehatan yang terjadi tidak bersifat spesifik dan dapat merupakan
gejala-gejala dari penyakit lain, penyebab terjadinya gangguan kesehatan tersebut
dipengaruhi banyak faktor lain. Tan Malaka (1998) menyatakan bahwa intensitas
pengaruh berbagai faktor yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja tergantung lokasi
dan proses yang ada. Walaupun tidak semua dominan, namun faktor - faktor tersebut selalu
ada dalam lingkungan kerja.

KESIMPULAN

Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadapkualitas fisik


udara, kualitas mikrobiologi udara dan gangguan kesehatan yang dirasakan karyawan di
dalam ruangan ber -AC, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. PT. Infomedia Nusantara Surabaya memiliki karyawan sebanyak
94 orang. Masa kerja sebagian besar karyawan (78,65 %) kurang dari lima tahun dan rata-rata
lama tinggal dalam ruangan ber -AC setiap harinya 6-8 jam.
2. Sumber pencemar udara ruangan yang dirasakan oleh karyawan berupa asap dan bau
-bauan yang tidak sedap. Sumber pencemar asap tersebut berasal dari asap rokok,
sedangkan sumber pencemar bau-bauan berasal dari bau sampah dari kantin, bau
minyak wangi dan pengharum ruangan yang terlalu menyengat.
3. Gangguan kesehatan yang dirasakan karyawan berurutan dari yang terbanyak adalah
iritasi kulit (75,28 %), iritasi mata (74,36 %), iritasi hidung (73,03 %), gangguan
saraf (66,29 %), gangguan saluran pernafasan (46,07 %), mual (21,35 %).

4. Kelembaban udara dan kecepatan aliran udara di lokasi penelitian melebihi Standar Baku
Mutu Kep.Men.Kesehatan RI No : 261/ MENKES/SK/II/1998, sedangkan untuk suhu udara
ruangan masih berada pada suhu nyaman kerja yang berarti tidak melebihi Standar
Baku Mutu Keputusan Menteri Kesehatan RI N o: 261 /MENKES/SK/II/1998.
5. Jumlah total koloni kuman di lokasi penelitian melebihi Standar Baku Mutu
Kep.Men.Kesehatan RI No : 261 /MENKES/SK/II/1998. Sedangkan jumlah total koloni jamur
di lokasi penelitian masih berada di bawah standar NH dan MRC.
6. Dari hasil perhitungan regresi logistik diperoleh variabel yang berpengaruh (p =
0.048) terhadap gangguan kesehatan berupa iritasi hidung adalah jamur dan variabel
yang berpengaruh (p = 0.020) terhadap gangguan kesehatan berupa mual adalah kuman,
sedangkan variabel yang lain tidak berpengaruh (p > 0.05) terhadap gangguan
kesehatan.

SARAN
1. Memberdayakan seluruh manajer dan pekerja/karyawan untuk meningkatkan
kebersihan lingkungan kerja melalui penataan ruangan kerja, penataan arsip dan
berkas dalam lemari sesudah bekerja, dan kebersihan peralatan kerja termasuk
budaya membersihkan ruangan setiap hari dan perangkat AC secara berkala.
2. Pemeriksaan kualitas udara dalam ruangan secara berkala sesuai parameter kualitas
udara (kualitas fisik, kimia , dan mikrobiologi) agar tercipta lingkungan kerja yang sehat.
3. Monitoring kesehatan dengan pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk
mengetahui sejak dini gangguan ke sehatan yang terjadi
4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang jenis mikroorganisme patogen yang ada
119
di ruangan mengingat jumlah koloni kuman yang melebihi standar baku mutu dan
banyaknya karyawan yang mengalami gangguan kesehatan, sehingga dapat ditetap kan
standar baku mutu kualitas mikrobiologi udara dalam ruangan.
5. Lebih ditingkatkan kualitas perawatan AC mengingat masih banyaknya gangguan
kesehatan yang dialami karyawan.
6. Disediakan ruangan khusus untuk karyawan yang merokok dilengkapi dengan Local
Exhaust Ventilation.

120
DAMPAK KEBISINGAN DAN GETARAN TERHADAP KESEHATAN
MASYARAKAT YANG TINGGAL DI PINGGIRAN REL KERETA API

Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa salah satu jenis transportasi darat yang cukup
diminati oleh masyarakat adalah kereta api. Di mana kita ketahui bahwa sebagian kebutuhan
mobilisasi penduduk di daerah Ibukota Jakarta dipenuhi oleh jasa kereta api ini. Kereta api
merupakan transportasi dengan multi keunggulan komparatif: hemat lahan dan energi, rendah
polusi, bersifat massal, adaptif dengan perubahan teknologi, yang memasuki era kompentisi,
potensinya diharapkan dapat dimobilisasi dalam skala nasional, sehingga mampu menciptakan
keunggulan, kompetisi terhadap produksi dan jasa domestik di pasar global.
Dengan tugas pokok dan fungsi memobilisasi arus penumpang dan barang di atas jalan rel,
maka kereta api ikut berperan dalam menunjang pertumbuhan ekonomi nasional.
Perkeretaapian tidak saja memberi dampak yang positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga
kemungkinan dampak negatif berupa pencemaran udara akibat kebisingan dan getaran.
Keadaan ini akan sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar rel kereta
api. Fenomena di kota adalah kurangnya lahan untuk tempat tinggal bahkan lahan yang
tersedia hanya mampu dimiliki oleh masyarakat pada kalangan ekonomi menengah keatas
karena harganya yang cukup mahal, sedangkan bagi masyarakat ekonomi rendah terpaksa
memanfaaatkan lahan-lahan sempit seperti daerah pinggiran rel kereta api sebagai tempat
tinggal.
Maka lahan-lahan terbuka. (hijau) seperti jalur hijau lalu lintas, bantaran sungai, bantaran jalur
kereta rel kereta api, lahan kosong dan semuanya enjadi sarana empuk akhirnya menjadi
daerah pemukiman (Purnomohadi, 2001).
Sebelum kita melangkah jauh membahas tentang dampak kebisingan dan getaran kereta api
terhada masyaraat yang tinggal di sekitar rel kereta api, ada baiknya kita tahu dulu pengertian
kebisingan dan getaran.
1. Kebisingan
Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak
kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab penyakit lingkungan. yang
penting (Slamet, 2006). Sedangkan kebisingan sering digunakan sebagai istilah untuk
menyatakan suara yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau
aktifitasaktifitas alam (Schilling, 1981).
Suara dihasilkan ketika sumbernya menyentuh partikel-partikel udara sehingga saling
bergesekan, menimbulkan gelombang suara yang bergerak menyebar ke partikel-partikel udara
lainnya akhirnya sampai kemana-mana jauh dari sumbernya. Kecepatan rambat suara ini
kirakira 340 meter/detik, tetapi angka ini bervariasi sesuai dengan media perantara. Kecepatan
rambat suara di besi adalah 5000 meter/detik dan 1500 meter/detik di dalam air (Phoon, 1988).

Bunyi merupakan perubahan tekanan dalam udara yang ditangkap oleh gendang telinga dan
disalurkan ke otak. Tekanan diukur dalam pascal (Pa). Ambang pendengaran manusia
diperkirakan 0,00002 Pa. Frekuensi bunyi paling rendah yang dapat dideteksi oleh telinga
manusia ialah sekitar 20 Hz dan yang paling tinggi, pada orang muda sampai 18 KHz. Dengan
bertambahnya usia, telinga makin kurang peka terhadap frekuensi tinggi. Penggandaan
frekuensi akan meningkatkan nada not sebesar satu oktaf. Telinga paling peka terhadap suara
antara 500 Hz - 4 kHz, diantaranya 500 Hz . 2 kHz adalah frekuensi bicara. Kecuali nada murni
yang tidak lazim, banyak kebisingan terdiri atas banyak frekuensi dan intensitas (Harrington
dan Gill, 2005).

121
Gelombang bunyi adalah gelombang mekanis longitudinal, gelombang bunyi tersebut dapat
dijalarkan di dalam benda padat, benda cair dan gas. Partikel-partikel yang mentransmisikan
sebuah gelombang seperti itu berosilasi di dalam arah penjalaran gelombang itu sendiri. Ada
suatu jangkauan frekuensi yang besar di dalam mana dapat menghasilkan gelombang mekanis
longitudinal dan gelombang bunyi adalah dibatasi oleh jangkauan frekuensi yang dapat
merangsang telinga dan otak manusia kepada sensasi pendengaran (Halliday, 1990).
Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka bising
dibagi dalam 3 kategori:

1. Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising yang
disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin ketik.

2. Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi bunyi antara
31,5 . 8.000 Hz.

3. Impuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat adanya bunyi
yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil.

Banyak pendapat yang mengemukakan tentang definisi kebisingan seperti yang tertulis dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 718/Menkes/Per/XI/1987:
Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak diinginkan sehingga mengganggu dan atau dapat
membahayakan kesehatan. Bising ini merupakan kumpulan nada-nada dengan bermacam-
macam intensitas yang tidak diingini sehingga mengganggu ketentraman orang terutama
pendengaran (Dirjen P2M dan PLP Depkes RI, 1993).

1.1.Tingkat Kebisingan
Karena ada kisaran sensitivitas, telinga dapat mentoleransi bunyi-bunyi yang lebih keras
pada frekuensi yang lebih rendah dibanding pada frekuensi tinggi. Kisaran kurva-kurva pita
oktaf dikenal sebagai kurva tingkat kebisingan (NR = noise rating) pernah dibuat untuk
menyatakan analisis pita oktaf yang dianjurkan pada berbagai situasi. Kurva bising yang diukur
yang terletak dekat di atas pita analisis menyatakan NR kebisingan tersebut (Harrington dan
Gill,
2005). Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan
RI Nomor 70-1/PD.03.04.Lp, (Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang berhubungan
dengan Kesehatan Tahun 1992), tingkat kebisingan diuraikan sebagai berikut:

1. Tingkat kebisingan sinambung setara ( Equivalent Continuous Noise Level =Leq) adalah
tingkat kebisingan terus menerus (= steady noise) dalam ukuran dBA, berisi energi yang sama
dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau interval waktu pengukuran.
2. Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata nilai
modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari.
3. Tingkat ambien kebisingan (=Background noise level) atau tingkat latar belakang kebisingan
adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan kebisingan pada
tempat dan saat pengukuran dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi statistik adalah 95%
atau L-95.

1.2.Jenis jenis Kebisingan


a. Kebisingan kontinyu yaitu kebisingan dengan spektrum berfrekuensi luas misal: suara yang
timbul oleh kompresor, kipas angin, dapur pijar serta spektrum yang berfrekuensi sempit
contoh: suara gergaji sirkuler, katup gas.
122
b. Kebisingan terputus-putus misal suara lalu lintas, suara pesawat udara yang tinggal landas.
c. Kebisingan implulsif (= impact or impulsive noise) seperti: pukulan martil, tembakan
senapan, ledakan meriam dan lain-lain.

1.3.Efek-efek Kebisingan
Dampak negatif yang timbul sebagai akibat dari kebisingan adalah efek kesehatan dan
non kesehatan. Hal ini dapat terjadi karena telinga tidak diperlengkapi untuk melindungi dirinya
sendiri dari efek kebisingan yang merugikan. Bunyi mendadak yang keras secara cepat diikuti
oleh reflek otot di telinga tengah yang akan membatasi jumlah energi suara yang dihantarkan
ke telinga dalam. Meskipun demikian di lingkungan dengan keadaan semacam itu relatif jarang
terjadi. Kebanyakan seseorang yang terpajan pada kebisingan mengalami pajanan jangka lama,
yang mungkin intermiten atau terus menerus. Transmisi energi seperti itu, jika cukup lama dan
kuat akan merusak organ korti dan selanjutnya dapat mengakibatkan ketulian permanen
(Harrington dan Gill, 2005).
Secara umum telah disetujui bahwa untuk amannya, pemaparan bising selama 8 jam perhari,
sebaiknya tidak melebihi ambang batas 85 dBA. Pemaparan kebisingan yang keras selalu di
atas 85 dBA, dapat menyebabkan ketulian sementara. Biasanya ketulian akibat kebisingan
terjadi tidak seketika sehingga pada awalnya tidak disadari oleh manusia. Baru setelah
beberapa waktu terjadi keluhan kurang pendengaran yang sangat mengganggu dan dirasakan
sangat merugikan. Pengaruh-pengaruh kebisingan selain terhadap alat pendengaran dirasakan
oleh para pekerja yang terpapar kebisingan keras mengeluh tentang adanya rasa mual, lemas,
stres, sakit kepala bahkan peningkatan tekanan darah.
Gangguan kesehatan lainnya selain gangguan pendengaran biasanya disebabkan karena energy
kebisingan yang tinggi mampu menimbulkan efek viseral, seperti perubahan frekuensi jantung,
perubahan tekanan darah, dan tingkat pengeluaran keringat. Sebagai tambahan, ada efek
psikososial dan psikomotor ringan jika dicoba bekerja di lingkungan yang bising (Harrington dan
Gill, 2005).

1.4.Baku Mutu Tingkat Bebisingan


Nilai ambang batas kebisingan adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang
masih dapat diterima oleh manusia tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap
untuk waktu yang cukup lama/terus menerus, selanjutnya ditulis NAB. Penting untuk diketahui
bahwa di dalam menetapkan standar NAB pada suatu level atau intensitas tertentu, tidak akan
menjamin bahwa semua orang yang terpapar pada level tersebut secara terus menerus akan
terbebas dari gangguan pendengaran, karena hal itu tergantung pada respon masing-masing
individu (Keputusan MENLH, 1996).
Beberapa negara telah membuat ketentuan tentang NAB dalam undangundang, seperti di
Amerika Serikat, Inggris, Jerman Barat, Yugoslavia dan Jepang menetapkan nilai ambang batas
90 dBA, Belgia dan Brazilia 80 dBA, Denmark, Finlandia, Italia, Swedia, Switzerland dan Rusia
85 dBA (Suheryanto, 1994).
Di Indonesia nilai ambang batas kebisingan ditetapkan 85 dBA berdasarkan Surat Edaran
Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. 1/1978. Baku tingkat kebisingan yang
diperuntukan kawasan/lingkungan kegiatan sesuai dengan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan No. KEP-48/MENLH/11/1996 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1. Baku Tingkat Kebisingan PERUNTUKAN KAWASAN/ LINGKUNGAN
TINGKAT KEBISINGAN dB(A)

a. Peruntukan Kawasan
1. Perumahan dan Pemukiman 55
2. Perdagangan dan Jasa 70
3. Perkantoran dan Perdagangan 65
123
4. Ruang Terbuka Hijau 50
5. Industri 70
6. Pemerintah dan Fasilitas Umum 60
7. Rekreasi 70
8. Khusus:
- Bandar Udara*
- Stasiun Kereta Api*
- Pelabuhan Laut 70
- Cagar Budaya 60

b. Lingkungan Kegiatan
1. Rumah sakit atau sejenisnya 55
2. Sekolah atau sejenisnya 55
3. Tempat ibadah atau sejenisnya 55

Keterangan:
Sumber: Himpunan Peraturan di Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan *) disesuaikan
dengan ketentuan Menteri Perhubungan Tahun 1996

2. Getaran
Menteri Negara Lingkungan Hidup dalam surat keputusannya mencantumkan bahwa getaran
adalah gerakan bolak-balik suatu massa melalui keadaan setimbang terhadap suatu titik acuan,
sedangkan yang dimaksud dengan getaran mekanik adalah getaran yang ditimbulkan oleh
sarana dan peralatan kegiatan manusia (Kep.MENLH No: KEP-49/MENLH/11/1996).
Pendapat tersebut ditegaskan dalam buku saku Kesehatan dan Keselamatan Kerja dari
Sucofindo (2002) yang menyatakan bahwa getaran ialah gerakan ossillatory/bolak-balik suatu
massa melalui keadaan setimbang terhadap suatu titik tertentu. Dalam kesehatan kerja,
getaran yang terjadi secara mekanis dan secara umum terbagi atas:

a. Getaran seluruh tubuh,


b. Getaran tangan-lengan.

Besaran getaran dinyatakan dalam akar rata-rata kuadrat percepatan dalam satuan meter per
detik (m/detik2 rms). Frekuensi getaran dinyatakan sebagai putaran per detik (Hz). Getaran
seluruh tubuh biasanya dalam rentang 0,5 . 4,0 Hz dan tangan-lengan 8-1000 Hz (Harrington
dan Gill, 2005).
Vibrasi atau getaran, dapat disebabkan oleh getaran udara atau getaran mekanis misalnya
mesin atau alat-alat mekanis lainnya, oleh sebab itu dapat dibedakan dalam 2 bentuk:

1. Vibrasi karena getaran udara yang pengaruh utamanya pada akustik.


2. Vibrasi karena getaran mekanis mengakibatkan timbulnya resonansi/turut bergetarnya alat-
alat tubuh dan berpengaruh terhadap alat-alat tubuh yang sifatnya mekanis pula (Gabroel,
1996).

Penjalaran vibrasi mekanik melalui sentuhan/kontak dengan permukaan benda yang bergerak,
sentuhan ini melalui daerah yang terlokasi ( tool hand vibration) atau seluruh tubuh ( whole
body vibration). Bentuk tool hand vibration merupakan bentuk yang terlazim di dalam
pekerjaan.
Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh:
3 . 9 Hz : Akan timbul resonansi pada dada dan perut.
124
6 . 10 Hz : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung, pemakaian O2 dan
volume perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2 gram terlihat banyak perubahan sistem
peredaran darah.
10 Hz : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi.
13 . 15 Hz : Tenggorokan akan mengalami resonansi.
< 20 Hz : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot menjadi lemah, rasa tidak
enak dan kurang ada perhatian.

2.1.Jenis Getaran

2.1.1.Getaran Seluruh Tubuh


Getaran seluruh tubuh biasanya dialami pengemudi kendaraan; traktor, bus, helikopter, atau
bahkan kapal. Efek yang timbul tergantung kepada jaringan manusia, seperti: (Sucofindo,
2002)

a. 3 . 6 Hz untuk bagian thorax (dada dan perut),


b. 20-30 Hz untuk bagian kepala,
c. 100-150 Hz untuk rahang.

Di samping rasa tidak ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh goyangan organ seperti ini,
menurut beberapa penelitian, telah dilaporkan efek jangka lama yang menimbulkan orteoartritis
tulang belakang (Harrington dan Gill, 2005).

2.1.2.Getaran Tangan Lengan


Getaran jenis ini biasanya dialami oleh tenaga kerja yang diperkerjakan pada:

a. Operator gergaji rantai,


b. Tukang semprot, potong rumput,
c. Gerinda,
d. Penempa palu.

Menurut buku saku K3 Sucofindo tahun 2002 efek getaran pada tangan ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Kelainan pada peredaran darah dan persyarafan ( vibration white finger),
b. Kerusakan pada persendian dan tulang-tulang.

Efek getaran pada tangan lengan ini lebih mudah dijelaskan daripada menguraikan
patofisiologisnya. Efek ini disebut sebagai sindroma getaran tangan lengan ( Hand Vibration Arm
Syndrome = HVAS) yang terdiri atas:
a. Efek vaskuler-pemucatan episodik pada buku jari ujung yang bertambah parah pada suhu
dingin (fenomena raynaud),
b. Efek neurologik-buku jari ujung mengalami kesemutan total dan baal.

2.2.Baku Tingkat Getaran


Baku tingkat getaran adalah batas maksimal tingkat getaran yang diperbolehkan dari usaha
atau kegiatan pada media padat sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan
dan kesehatan serta keutuhan bangunan. Begitu juga dengan batas maksimal tingkat getaran
kereta api seyogyanya tidak akan mengganggu terhadap kenyamanan dan kesehatan
masyarakat sekitarnya, disaat kereta api lewat getaran yang dirasakan harus dalam taraf tidak
mengganggu, sehingga tetap menjamin kenyamanan. Penetapan baku tingkat getaran ini telah

125
diatur dalam suatu Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-
49/MENLH/11/1996 sebagai berikut:

Tabel 2.3. Baku Tingkat Getaran untuk Kenyamanan dan Kesehatan

Frekuensi (Hz) Nilai Tingkat Getaran, da Frekuensi lam Mikron (10-6 meter)
Tidak
menganggu
Menganggu Tidak Nyaman Menyakitkan
4 < 100 100 -500 > 500-1000 > 1000
5 < 80 80 - 350 > 350 -1000 > 1000
6.3 < 70 70 -275 > 275 -1000 > 1000
8 < 50 50 -160 > 160 -500 > 500
10 < 37 37 - 120 > 120 -300 > 300
12.5 < 32 32 -90 > 90 -220 > 220
16 < 25 25 - 60 > 60 -120 > 120
20 < 20 20 - 40 > 40- 85 > 85
25 < 17 17 -30 > 30- 50 > 50
31.5 < 12 12 -20 > 20- 30 > 30
40 < 9 9 -15 > 15- 20 > 20
50 < 8 8 -12 > 12- 15 > 15
63 < 6 6 -9 > 12- 15 > 12
Sumber: Himpunan Peraturan di Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan
Konversi:
percepatan = (2ðf)2 x simpangan
kecepatan = 2ðf x simpangan
ð = 3,14

3. Dampak Kebisingan dan Getaran Kereta Api


Sumber bising yang dapat mempengaruhi kenyamanaan di dalam gerbong kereta api terdiri dari
berbagai jenis sumber yang cukup kompleks, mulai dari bising yang disebabkan oleh gesekan
antara roda dan rel kereta api, vibrasi dari engine (untuk gerbong yang menggunakan motor
bogie), vibrasi bogie kereta api, aerodynamic bogie, aerodynamic gerbong kereta api, dan
bising yang disebabkan oleh alat pengkondisi udara.
Bising dalam gerbong kereta api terjadi karena adanya perambatan vibrasi yang berasal mulai
dari bagian bawah kereta api, yaitu roda, bogie, sampai ke bagian dalam gerbong kereta api.
Pembangkitan bising seperti ini disebut dengan structure borne noise. Tingkat bising structure
borne noise dipengaruhi oleh sumber vibrasi, gejala propagasi vibrasi pada benda padat, vibrasi
antar sambungan dan pertemuan bagian–bagian struktur, serta bentuk dan dimensi selubung
gerbong.
Kebisingan yang disebabkan karena suara kereta api dapat mempengaruhi kesehatan terhadap
fungsi tubuh yang menyebabkan peningkatan tekanan darah dan berupa peningkatan
sensitivitas tubuh seperti peningkatan system kardiovaskuler dalam bentuk kenaikan tekanan
darah danpeningkatan denyut jantung (Candra, 2007).
Dampak getaran/vibrasi kereta api terhadap masyarakat yang bermukim di sekitar rel kereta api
terutama terjadi pada bagian organ-organ tertentu seperti: dada, kepala, rahang dan
persendian lainnya. Di samping rasa ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh goyangan organ
seperti ini, menurut beberapa penelitian, telah dilaporkan efek jangka lama yang menimbulkan
orteoartritis tulang belakang. Getaran dapat juga menimbulkan efek vaskuler dan efek
neurologik, meskipun belum ada penelitian atau pengujian yang cukup definitive getaran diduga

126
dapat menyebabkan perubahan atau peningkatan tekanan darah yang pada tingkat tertentu
dapat mengakibatkan hipertensi (Harrington dan Gill, 2005).
Menurut Pulat (1992) juga mengatakan bahwa pemaparan kebisingan yang keras selalu di atas
85 dBA, dapat menyebabkan ketulian sementara. Biasanya ketulian akibat kebisingan terjadi
tidak seketika sehingga pada awalnya tidak disadari oleh manusia. Baru setelah beberapa waktu
terjadi keluhan kurang pendengaran yang sangat mengganggu dan dirasakan sangat
merugikan.
Pengaruh-pengaruh kebisingan selain terhadap alat pendengaran dirasakan oleh seseorang
yang terpapar kebisingan keras mengeluh tentang adanya rasa mual, lemas, stres, sakit kepala
bahkan peningkatan tekanan darah.
Kenyataan ini dirasakan dalam keseharian masyarakat yang tinggal di pinggiran rel baik siang
hari ataupun malam hari bahwa kebisingan sangat dirasakan yaitu mengalami gangguan pada
telinga yang disebabkan oleh kebisingan pada saat kereta api melewati rel yang berada dekat
perumahan penduduk.
Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Karolinska Institute, Stokholm, Dr Mats Rosenlund
(2008) mengatakan, orang yang tinggal di sekitar bandara sangat berisiko mengalami tekanan
darah tinggi akibat tingginya polusi udara. Kesimpulan itu diambil dari penelitian terhadap 2.000
lelaki yang tinggal di sekitar bandara selama sepuluh tahun. Penelitian ini juga mengambil data
dari tingkat kepadatan lalu lintas udara dan data diagnosis dokter tentang peningkatan tekanan
darah dalam 10 tahun terakhir. Hasilnya, secara umum 20 persen lelaki yang sering terkena
polusi suara dari pesawat 19 persen mengalami peningkatan tekanan darah tinggi.
Keterpaparan terhadap kebisingan dan getaran yang melebihi nilai ambang batas pada kurun
waktu yang cukup lama akan berakibat pada gangguan pendengaran ringan dan jika terjadi
terus menerus akan menyebabkan ketulian permanen. Selain itu kebisingan juga diduga
menimbulkan gangguan emosional yang memicu meningkatnya tekanan darah. Energi
kebisingan yang tinggi mampu juga menimbulkan efek viseral, seperti perubahan frekuensi
jantung, perubahan tekanan darah dan tingkat pengeluaran keringat, dapat juga terjadi efek
psikososial dan psikomotor ringan jika seseorang berada di lingkungan yang bising. Demikian
juga dengan getaran yang dapat menimbulkan efek vaskuler dan efek neurologik, meskipun
belum ada penelitian atau pengujian yang cukup definitif getaran diduga dapat menyebabkan
perubahan atau peningkatan tekanan darah yang pada tingkat tertentu dapat mengakibatkan
hipertensi (Harrington dan Gill, 2005).
Melihat kenyataan yang terjadi saat ini yang seperti ini, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan
untuk menghindari atau paling tidak mengurangi dampak polemic berkepanjangan bagi
kesehatan masyarakat terutama yang bermukim di sekitar rel kereta api. Beberapa langkah
strategis yang bisa dilakukan terutama oleh pihak-pihak yang sangat berkaitan langsung
dengan perkeretaapian nasional yaitu:

1. Bagi PT. Kereta Api (Persero) Indonesia agar dapat lebih mempertegas dan mengawasi
langsung aturan jarak rel yang diperbolehkan ditempati oleh masyarakat, serta memanfaatkan
lahan kosong sepanjang rel kereta api seperti penanaman pohon beringin atau yang lain yang
bisa berfungsi sebagai peredam.
2. Bagi Dinas Kesehatan membuat menyusun program penyuluhan akibat kebisingan dan
getaran bagi kesehatan masyarakat yang tinggal di pinggiran rel kereta api.
3. Bagi Dinas Tata Kota agar dapat menyusun penataan ulang perencanaan tata ruang serta
menerapkan aturan yang tegas sekaligus meningkatkan kerja sama dengan PT. Kereta Api
(Persero) khususnya bagi wilayah-wilayah tempat tinggal masyarakat sepanjang rel Kereta Api
Kota.
Sumber:
Rusli Mustar.2008. Pengaruh Kebisingan Dan Getaran Terhadap Perubahan Tekanan Darah
Masyarakat Yang Tinggal Di Pinggiran Rel Kereta Api Lingkungan Xiv Kelurahan Tegal Sari
127
Kecamatan Medan Denai Tahun 2008. Managemen Kesehatan Lingkungan Industri.USU.
Sumatera Utara.
Angraini, A. 2005. Perbedaan Tekanan Darah Tenaga Kerja pada Tingkat Getaran yang
Berbeda. Skripsi FKM-Universitas Negeri Semarang. Semarang.

II. Pengukuran Getaran


1) Alat yang Dipakai dalam Pengukuran dan Analisa
Alat-alat utama yang dipakai untuk mengukur dan menganalisa getaran-getaran
mencakup alat pengukur tingkat getaran, perekam tingkat, perekam audio dan alat
analisa frekwensi. Suatu frekwensi yang memenuhi sebagai polusi getaran adalah
frekwensi tengah pada gelombang 1/3 oktaf dalam lingkup 1 ~ 80 Hz, sehingga suatu
pencatat data yang dapat mencatat mulai dari frekwensi-frekwensi rendah (DC) lebih
disebut sebagai perekam suara.

Standard untuk meteran tingkat getaran adalah JIS C1510 (ISO8041). Juga di Jepang,
Hukum Pengukuran mensyaratkan agar meteran-meteran tingkat getaran diperiksa
setiap enam tahun sekali *3. Salah satu contoh meteran tingkat getaran terlihat pada
Gb. 6.

128
*3. Di bawah Hukum Pengukuran, alat-alat ukur yang dipakai untuk "bisnis" atau "sertifikasi" harus
diperiksa dan dinyatakan telah diperiksa. Yang dimaksud dengan "bisnis" adalah kegiatan apa saja yang
dimaksudkan untuk penyerahan barang atau jasa, tanpa memandang apakah itu dikerjakan dengan
cara bayar atau gratis. Dengan "sertifikasi" yang dimaksudkan adalah untuk mendemonstrasikan bahwa
fakta yang diberikan adalah benar di hadapan publik atau kepada orang lain sebagai bagian dari suatu
operasi. Maka itu, setiap saat getaran-getaran diukur untuk keperluan pemerintah atau apabila hasil-
hasilnya akan disajikan secara umum, hanya alat-alat yang telah diperiksa yang boleh dipakai.

Gbr. 6 Konfigurasi daripada meteran tingkat getaran

Penangkap yang mengidentifikasikan getaran-getaran masuk dalam tipe-tipe


piezoelectric dan electrodynamic, tetapi tipe piezoelectric biasanya dipakai untuk
pengukuran polusi getaran. Sebuah penangkap tipe piezoelectric menggunakan bahan
piezoelectric (biasanya keramik) yang lentur dan karenanya memancarkan setrum
apabila energi diberikan kepadanya. Sebuah penerima tipe electrodynamic
menggunakan gulungan yang bergerak ke suatu daerah magnetis guna menciptakan
energi pemicu yang proporsional terhadap kecepatan gerakan.

Terminal-terminal keluaran (output) dari alat tingkat getaran terdapat di tiga lokasi X, Y
dan Z, yang didasarkan atas arah-arah getaran. Masing-masing dapat mengeluarkan
getaran dalam arahnya masing-masing.

Adalah juga mugkin untuk memilih antara sensation-weighted VL dan unweighted VAL.

Z adalah arah vertikal ke bidang XY. Hanya getaran-getaran pada arah Z diperlakukan
sebagai polusi getaran. Dalam memilih sumbu-sumby XY, suatu pendekatan adalah
untuk menggunakan titik pengukuran sebagai titik awal,sedangkan pendekatan lainnya
adalah menggunakan arah gerakan dari sumber getaran sebagai awalnya. Dengan yang
disebut pertama, arah dari pengukur ke sumber getaran diambil sebqagai sumbu X,
tetapi, apabila getaran ternyata satu arah, arah gerakan itu dapat diambil sebagai
sumbu X.

Alat Meter tingkat getaran mempunyai terminal-terminal input untuk masukan dari
penangkap dan untuk masukan luar. Sinyal-sinyal adalah masukan dari terminal input
eksternal ke sinyal-sinyal sensasi tertimbang yang direkam tanpa timbangan sensasi
(sensation weighting), seperti dalam 2) [3].

129
Respons dinamik (VIB) dari indikasi mekanisme adalah sama dengan waktu konstan
0.63 detik (Dengan menggunakan alat meter tingkat kebisingan, angkanya 0.125 detik
untuk karakteristik yang cepat dan 1 detik untuk karakteristik yang lambat).
Gbr. 7 Arah getaran
Bila titik pengukuran dipakai Bila arah gerakan dari sumber getaran
sebagai titik awal dipakai sebagai awal

BAB IV. PENGUKURAN GETARAN

4. 1. Tujuan Pengukuran
Pada saat dilakukan pengukuran getaran suatu mesin, maka akan timbul suatu
pertanyaan,untuk apa sebenarnya dilakukan pengukuran tersebut. Dalam suatu pengukuran
jelas bahwa tujuannya adalah untuk mendapatkan data, tetapi selanjutnya untuk apa data
tersebut diambil. Ada beberapa tujuan pengambilan data getaran suatu mesin, tujuan tersebut
adalah :
- Pengukuran rutin
- Pengukuran referensi (Baseline Measurement)
- Pengukuran sebelum dan sesudah perbaikan
- Trouble Shooting
Pengukuran Rutin:
Pengukuran yang dilakukan secara rutin dan periodik bertujuan untuk dapat mengetahui
kerusakan yang terjadi pada suatu mesin secara dini, sehingga dengan informasi tersebut kita
dapat menyusun jadual perbaikan dari suatu mesin.
Pengukuran Referensi:
Suatu pengukuran yang diambil pada saat suatu mesin dalam kondisi baik, kesetimbangannya
maupun kelurusannya ataupun bagian-bagiannya yang lain, serta beroperasi dalam kondisi
normal. Getaran hasil pengukuran tersebut sebagai acuan dan pembanding bagi pengukuran-
pengukuran selanjutnya
Pengukuran Sebelum dan Sesudah Perbaikan:
Pengukuran yang dilakukan sebelum perbaikan sehingga dapat memberikan informasi pada kita
mesin mana yang membutuhkan perbaikan dan mana yang tidak. Pengukuran yang dilakukan
setelah perbaikan sehingga dapat memberikan informasi pada kita bahwa masalah yang terjadi
pada mesin tersebut telah selesai, hal tersebut sekaligus juga memberikan informasi pada kita
bahwa pekerjaan perbaikan yang kita lakukan berhasil dengan baik.
Trouble Shooting:
Pengukuran getaran dilakukan pada suatu mesin yang mempunyai level getaran cukup tinggi,
yang diperkirakan terjadi akibat adanya kelainan pada mesin tersebut. Pengukuran getaran ini
mempunyaj tujuan untuk menganalisa bagian mana dari mesin tersebut yang me . ngalami
kelainan kerusakan.

130
4.2. Alat Pengukur Getaran
Dalam pengambilan data suatu getaran agar supaya informasi mengenai data getaran tersebut
mempunyai arti, maka kita harus mengenal dengan baik alat yang akan kita gunakan. Ada
beberapa alat standard yang biasanya digunakan dalam suatu pengukuran getaran antara lain
o Vibration meter
o Vibration analyzer
o Shock Pulse Meter
o Osiloskop
Pemilihan dari tipe instrumen-instrumen tersebut bergantung pada kemampuan dari instrumen
itu terhadap tujuan kita melakukan pengukuran dan persyaratan personal yang
menggunakannya.

4.2.1. Vibration meter


Vibration meter biasanya bentuknya kecil dan ringan sehingga mudah dibawa dan dioperasikan
dengan battery serta dapat mengambil data getaran pada suatu mesin dengan cepat. Pada
umumnya terdiri dari sebuah probe, kabel dan meter untuk menampilkan harga getaran. Alat
ini juga dilengkapi dengan switch selector untuk memilih parameter getaran yang akan diukur.
Vibration meter ini hanya membaca harga overall (besarnya level getaran) tanpa memberikan
informasi mengenai frekuensi dari getaran tersebut. Pemakaian alat ini cukup mudah sehingga
tidak diperlukan seorang operator yang harus ahli dalam bidang getaran. Pada umumnya alat
ini digunakan untuk memonitor “trend getaran” dari suatu mesin. Jika trend getaran suatu
mesin menunjukkan kenaikan melebihi level getaran yang diperbolehkan, maka akan dilakukan
analisa lebih lanjut dengan menggunakan alat yang lebih lengkap.

4.2.2 Vibration Analyzer


Alat ini mempunyai kemampuan untuk mengukur amplitude dan frekuensi getaran yang akan
dianalisa. Karena biasanya sebuah mesin mempunyai lebih dari satu frekuensi getaran yang
ditimbulkan, frekuensi getaran yang timbul tersebut akan sesuai dengan kerusakan yang tedadi
pada mesin tersebut. Alat ini biasanya dilengkapi dengan meter untuk membaca amplitudo
getaran yang biasanya juga menyediakan beberapa pilihan skala. Alat ini juga memberikan
informasi mengenai data spektrum dari getaran yang terjadi, yaitu data amplitudo terhadap
frekuensinya, data ini sangat berguna untuk analisa kerusakan suatu mesin. Dalam
pengoperasiannya vibration analyzer ini membutuhkan seorang operator yang sedikit mengerti
mengenai analisa vibrasi.

4.2.3. ShockPulseMeter ,
Shock pulse meter adalah , alat yang khusus untuk memonitoring kondisi antifriction bearing
yang biasanya sulit dideteksi dengan metode analisa getaran yang konvensional. Prinsip kerja
dari shock pulse meter ini adalah mengukur gelombang kejut akibat terjadi gaya impact pada
suatu benda, intensitas gelombang kejut itulah yang mengindikasikan besarnya kerusakan dari
bearing tersebut. Pads sistem SPM ini biasanya memakai tranduser piezo-electric yang telah
dibuat sedemikian rupa sehingga mempunyai frekwensi resonansi sekitar 32 KHz. Dengan
menggunakan probe tersebut maka SPM ini dapat mengurangi pengaruh getaran terhadap
pengukuran besarnya impact yang terjadi
Pemilihan titik ukur pada rumah bearing adalah sangat penting karena gelombang kejut
ditransmisikan dari bearing ke tranduser melalui dinding dari rumah bearing, sehingga sinyal
tersebut bisa berkurang karena terjadi pelemahan pada saat perjalanan sinyal tersebut.
Beberapa prinsip yang secara umum bisa dipakai sebagi acuan dalam menentukan titik ukur
adalah
1. Jejak sinyal antara bearing dengan probe harus sedekat mungkin.
2. Probe harus ditempatkan sedekat mungkin terhadap daerah beban dari bearing.

131
3. Lintasan sinyal harus terdiri dari satu sistem mekanis antara bearing dengan rumah
bearing. Sebagai contoh, apabila pada rumah bearing digunakan cover sebagai sistem mekanis
kedua, maka titik ukur tidak boleh diambil pada posisi ini.

4.2.4. Osciloskop
Osciloskop adalah salah satu peralatan yang berguna untuk melengkapi data getaran yang akan
dianalisa. Sebuah osciloskop dapat memberikan sebuah informasi mengenai bentuk gelombang
dari getaran suatu mesin. Beberapa kerusakan mesin dapat diiden-tifikasi dengan melihat
bentuk gelombang getaran yang dihasilkan, sebagai contoh, kerusakan akibat unbalance atau
misalignment akan menghasilkan bentuk gelombang yang spesifik, begitu juga apabila terjadi
kelonggaran mekanis (mechanical looseness), oil whirl atau kerusakan pada anti friction bearing
dapat menghasilkan gelombang dengan bentuk-bentuk tertentu.
Osiloskop juga dapat memberikan informasi tambahan yaitu : untuk mengevaluasi data yang
diperoleh dari tranduser non- contact (proximitor). Data ini dapat memberikan informasi pada
kita mengenai posisi dan getaran shaft relatif terhadap rumah bearing, ini biasanya digunakan
pada mesin- mesin yang besar dan menggunakan sleeve bearing (bantalan luncur)
Disamping itu dengan menggunakan dual osciloscop (yang memberikan fasilitas pembacaan
vertikal maupun horizontal), dan minimal dua tranduser non-contact pada posisi vertikal dan
horizontal maka kita dapat menganalisa kerusakan suatu mesin ditinjau dari bentuk “orbit”nya.

4.3. Teknik Pengukuran Getaran Mesin


4.3.1. Posisi dan Arah Pengukuran
Pengukuran getaran pada suatu mesin secara normal diambil pada bearing dari mesin tersebut.
Tranduser sebaiknya harus ditempatkan sedekat mungkin dengan bearing mesin karena melalui
bearing tersebut gaya getaran dari mesin ditransmisikan. Gerakan bearing adalah merupakan
hasil reaksi gaya dari mesin tersebut:
Disamping karakteristik getaran seperti :
Amplitudo, frekuensi dan phase, ada karakteistik lain dari getaran yang juga mempunyai arti
yang sangat penting yaitu arah dari gerakan getaran, hingga perlu bagi kita untuk mengukur
getaran dari berbagai arah.
Pengalaman menunjukkan bahwa ada tiga arah pengukuran yang sangat penting yaitu
horizontal, vertikal, dan axial.
Arah horizontal dan vertikal bearing disebut dengan arah radial. Arah pengukuran ini biasanya
didasarkan pada posisi sumbu tranduser terhadap sumbu putaran dari shaft mesin. Arah ini
juga sangat penting artinya dalam analisa suatu getaran.

4.4. Standard
Dalam membicarakan getaran kita harus mengetahui batasan – batasan level getaran yang
menunjukkan kondisi suatu mesin, apakah mesin tersebut masih baik (layak beroperasi)
ataukah mesin tersebut sudah mengalami suatu masalah sehingga memerlukan perbaikan.
Dalam sub bab yang umum digunakan.

Pencemaran Udara dan Penanggulangannya

A. Pengantar
Kegiatan manusia mengakibatkan pembebasan senyawa ke lingkungan. Pencemaran
atmosfir memiliki pengaruh nyata dan segera tampak pada manusia, jika permasalahan
ini dibandingkan dengan pencemaran dari media yang lain. Perkembangan industry
mempertinggi tingkat pengaruh ini. Pada sisi lain perkembangan peralatan dan teknologi
pengendalian pencemaran udara semakin baik dan canggih. Penerapan system
132
pengendalian pencemaran selalu dikaitkan dengan biaya operasi, biaya pemeliharaan
dan biaya produksi.

Penurunan tingkat pencemaran udara diperlukan, untuk mempertahankan kualitas udara


yang memenuhi syarat bagi makhluk hidup di dalam biosfer, dan meningkatkan
kesehatan masyarakat di daerah industry maupun di daerah yang jauh dari industry,
dimana upaya ini dikaitkan dengan kenyamanan dan kesegaran.. Kegiatan manusia di
kota-kota besar merupakan bagian pada pencemaran atmosferik.. Daya dukung biosfera
terbatas dalam kapasitas penyerapan senyawa-senyawa yang dibuang ke lingkungan.
Perlindungan lingkungan yang ditangani lewat pengendalian pencemaran harus ditinjau
secara bersama-sama untuk berbagai media peralihan.

B. Pencemaran Udara Oleh Industri

Industry selalu dikaitkan dengan sumber pencemar, karena industry merupakan


kegiatan yang sangat tampak didalam membuang berbaggai senyawa kimia kedalam
lingkungan alam. Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997
tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.

1. Udara

Udara tersusun atas komponen-komponen gas utama nitrogen (N 2), oksigen (O2), dan
beberapa gas mulia serta jenis gas hasil kegiatan biologic dan kegiatan alami gunung
berapi. Jadi, udara alami tidak pernah dalam keadaan murni. Atmosfer dalam
kenyataannya merupakan system dinamik disamping watak nyata yang tidak berubah-
ubah karena selalu saling bertukar alih dengan gas pembentuk udara secara
berkesinambungan dari tumbuh-tumbuhan, kelautan dan makhluk hidup lainnya. Siklus
gas dalam atmosfer mencakup berbagai proses fisik dan proses kimiawi. Berbagai jenis
gas dihasilkan dari proses kimiawi di dalam atmosfer itu sendiri, proses biologic,
kegiatan gunung berapi, peluruhan senyawa radioaktif dan kegiatan industry. Gas-gas
ini juga disisihkan dari atmosfer oleh berbagai proses kimiawi, proses biologic dan
proses fisik, seperti pembentukan partikel, pengendapan dan penyerapan oleh air laut
dan kulit bumi. Waktu tinggal suatu jenis molekul gas yang memasuki atmosfer berada
dalam rentang hitungan jam hingga jutaan tahun yang bergantung pada jenis gas
tersebut.

Sebagian jenis gas dapat dipandang sebagai pencemar udara (terutama jika konsentrasi
gas itu melebihi dari tingkat konsentrasi normal) baik gas yang berasal dari sumber
alami atau sumber yang berasal dari kegiatan manusia (anthropologic sources). Table 1
menyatakan konsentrasi gas di dalam atmosfer yang bersih dan kering pada permukaan
tanah.

Table 1. Konsentrasi gas di dalam atmosfer bersih dan kering

Jenis Gas Rumus Kimia Konsentrasi (ppm volum) Konsentrasi (% volum)

Nitrogen N2 780900 78.09

Oksigen O2 209500 20.95

Argon Ar 9300 0.93

Karbondioksida CO2 320 0.032


133
Neon Ne 18 0.0018

Helium He 5.2 0.00052

Metan CH4 1.5 0.00015

Krypton Kr 1.0 0.0001

Hydrogen H2 0.5 0.00005

Dinitrogen oksida N 2O 0.2 0.00002

Karbonmonoksida CO 0.1 0.00001

Xenon Xe 0.08 0.000008

Ozon O3 0.02 0.000002

Ammonia NH3 0.006 0.0000006

Nitrogen dioksida NO2 0.001 0.0000001

Sulfur dioksida SO2 0.0002 0.00000002

Hydrogen sulfida H 2S 0.0002 0.00000002

[Peave et al, 1986: 423]

Lapisan udara yang menjadi perhatian utama dalam kaitan dengan pencemaran adalah
troposfer. Pada lapisan inilah terjadi peristiwa hujan asam. Hujan asam ini diakibatkan oleh
reaksi dari gas SOx dan NOx dengan H2O di dalam atmosfer serta sinar matahari yang
menghasilkan asam kuat seperti asam sulfat (H 2SO4) dan asam nitrat (H2NO3). Asam ini
dapat merusak/mematikan tumbuhan, hewan bahkan manusia serta mmerusak bangunan.
[Peave et al, 1986]

a. Jenis dan Pengaruh Senyawa Pencemar

Udara alami tidak pernah dalam keadaan murni, karena gas-gas missal SO 2, H2S dan
CO akan dibebaskan ke atmosfer akibat proses-proses alami yang berlangsung seperti
pembusukan (putrefaction) tumbuhan atau bangkai, kebakaran hutan dan letusan
gunung berapi. Gas dan partikel padat atau cair akan disebarkan oleh angin ke seluruh
bagian dan sebagian partiikel ini akan mengendap akibat kecepatan yang dimiliki tidak
dapat melawan gaya tarik bumi. Pencemaran alami dan pencemar dari berbagai
kegiatan manusia mengakibatkan kualitas uudara tidak sesuai dengan kualitas udara
bersih. Pengenceran senyawa-senyawa pencemar ini oleh udara tidak berlangsuung
secara keseluruhan pada tiap ketinggian dan tiap saat. Difusi atmosferik adalah sangat
kecil pada ketinggian 3000-4000 meter dan bahkan pada keadaan nyata senyawa
pencemar tidak ditemui pada ketinggian lebih dari 600 meter. Hambatan geologik dan
hambatan manusia mengakibatkan hambatan pada gerakan udara sehingga terjadi
penurunan kemampuan pencampuran dan pengenceran.
134
Istilah senyawa pencemar digunakan untuk berbagai senyawa asing dalam susunan
udara bersih dan senyawa ini dapat mengakibatkan gangguan atau penurunan kualitas
udara bersih serta penurunan kondisi fisik atmosfer. Senyawa-senyawa pencemar udara
dikelompokkan dalam senyawa-senyawa yang mengandung:

1. Unsur karbon, seperti CO dan hidrokarbon

2. Unsur nitrogen, seperti NO dan NO2

3. Unsur sulfur, seperti H2S, SO2 dan SO3

4. Unsur halogen, seperti HF

5. Partikel padat atau cair

6. Senyawa beracun, dan

7. Senyawa radioaktif

Senyawa pencemar digolongkan sebagai: (a) senyawa pencemar primer, dan (b)
senyawa pencemar sekunder. Senyawa pencemar primer adalah senyawa yang
langsung dibebaskan dari sumber, sedangkan senyawa pencemar sekunder adalah
senyawa baru yang terbentuk akibat interaksi dua atau lebih senyawa pencemar primer
selama berada di atmosfer.

Lima jenis senyawa pencemar yang umum dikaitkan dengan pencemaran udara adalah
(1) karbonmonoksida (CO), (2) oksida nitrogen (NO x), (3) oksida sulfur (SOx), (4)
hidrokarbon dan (5) partikel/debu. Satuan konsentrasi yang digunakkan untuk
menyatakan konsentrasi senyawa pencemar adalah µg/m 3 yang menyatakan bobot zat
dalam satu satuan m3 udara atau mg/m3 untuk keadaan yang tercemar berat atau ppm
volum yang diukur pada keadaan standar (25 ºC dan 1 atm).

1) Karbonmonoksida

Karbonmonoksida adalah senyawa yang mempunyai sifat tidak berwarna, tidak berbau,
tidak berasa dan berupa gas pada temperature diatas -192 ºC (81 K) serta tidak larut
dalam air. Pengaruh gasi ini pada tumbuh-tumbuhan tidak memiliki makna pada
konsentrasi CO dibawah 100 ppm. [Stoker dan Seager, 1992]

Pengaruh gas ini pada konsentrasi tinggi mengakibatkan kematian pada manusia.
Ppengaruh ini diakibattkan peracunan hemoglobin darah oleh gas CO dan membentuk
ikatan COHb. Hemoglobin adalah wahana pengalihan oksigen ( oxyhemoglobin, O2Hb)
dari paru-paru ke sel dan membawa carboxyhemoglobin dari sel ke paru-paru. Jika
uudara mengandung CO, maka oksigen dan CO akan bersaing dan oksigen akan
mengalami kekalahan, karena laju pengikatan CO pada hemoglobin adalah 200 kali lebih
cepat dari pada laju pengikatan hemoglobin pada O 2 atau COHb akan terbentuk lebih
dulu daripada O2Hb. Kehadiran COHb yang makin tinggi akan mengakibatkan pengaruh
yang makin berat pada manusia. Table 2 menyatakan pengaruh % COHb dalam darah
pada manusia.

Table 2. Pengaruh Konsentrasi COHb dalam Darah pada Manusia

% COHb dalam Pengaruh


135
darah

Kurang dari 1 Tidak ada

1.0 – 2.0 Perilaku lain

Pusat syaraf terganggu, kesulitan dalam pembedaan waktu atau terang


2.0 – 5.0
dan gelap

>5.0 Gangguan jantung dan paru-paru

10 – 80 Lelah, pusing, pingsan, comma, kematian

Kegiatan manusia yang membebaskan CO ke atmosfer dapat meningkatkan dua kali


konsentrasi CO yang telah ada dalam rentang waktu antara 4-5 tahun. Mekanisme alami
untuk menyusutkkan atauu menyisihkan CO dari udara telah dijadikan pokok bahasan dan
sasaran dari berbagai penelitian. Hasil penelitian ini mencakup antara lain:

1. Reaksi penyisihan yang sangat lambat di atmosfer.

2. Laut yang merupakan sumber gas ini.

3. Ketidakmampuan tumbuhan untuk penyisihan gas dari atmosfer.

4. Penyisihan yang berlangsung dengan cepat oleh mikroba tanah. [ Stoker dan
Seager, 1973]

Operasi penyisihan CO dari atmoosfer yang mencakupp “ natural sinks” bergantung pada
strain mikroba tanah khusus yang terlibat.

2) Nitrogen Oksida

Rumus kimiawi NOx digunakan untuk menyatakan gabungan oksida nitrogen NO ( nitric
oxide) dan NO2 (nitrogen dioxide). Meskipun senyawa nitrogen yang lain juga ditemui,
tetapi dua senyawa ini yang terlibat pencemaran udara di daerah urban. Ggas NO
adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tetapi gas NO 2 berwarna merah coklat
dan berbau yang menyengat dan menyesakkan. Gas NO dibebaskan ke atmosfer dalam
jumlah yang lebih besar daripada NO 2. Persamaan reaksii pebentukan kedua senyawa
ini dinyatakan sebagai:

N2+ O2→ 2NO [a]


2NO + O2 → 2NO2 [b]

Reaksi [a] berlangsung pada temperature diatas 1210 ºC yang merupakkan tempperatur
pembakaran bahan bakar dengan udara.

Reaksi yang dapat bersaing adalah reaksi yang mencakup hidrokarbon yang
terbebaskan bersama sama NOx. Antar aksi hidrokarbon menghasilkan reaksi yang tak
seimbangdan pengubahan NO ke NO2 adalah lebih cepat daripada penguraian NO2 ke
NO dan O sehingga penimbunan ozon berlangsung waktu tinggal NO 2 di atmosfir yang
didasarkan emisi global adalah 3 hari. Waktu tinggal ini menunjukkan peristiwa yang
alami yang mencakup pula reaksi foto kimiawi yang menghasilkan penyusutan
konsentrasi oksida ini. Hasil akhir dari proes oksida ini adalah asam nitrat yang akan
136
mengendap dalam bentuk garam nitrat . pernyataan persamaan reaksi untuk peristiwa
ini adalah:

2NO2 + H2O → HNO3 + HNO2

3NO2 + H2O → 2HNO3 + NO

Reaksi – reaksi yang berlangsung ini kurang bermakna. Jika perhitungan di dasarkan
pada konsentrasi NO, NO2, H2O di daerah urban dan laju reaksi 0,1 pbb per jam. Hasil
ini adalah sangat lambat bila dikaitkan dengan waktu tinggal yang telah dinyatakan.

Suatu mekanisme pembentukan HNO3 di daerah yang tercemar telah diajukan.


Konsentrasi ozon akan berperan pada keadaan yang memiliki konsentrasi NO 2
maximum. Suatu rangkaian persamaan yang menyatakan pembentukan HNO 3 adalah:

O3 + NO2 → NO3 + O2

NO3 + NO2 → N 2O 5

N2O5 + H2O → 2HNO3

Hal yang penting dilakukan pembentukan HNO 3 dan NO2 berlangsung dengan cepat
diikuti oleh pembentukan partikel yang mengandung senyawa nitrat pengaruh NO x pada
tumbuhan mengakibatkan kerusakan atau penyakit. Tetapi pengaruh langsung NO x atau
pengaruh senyawa pencemar skunder akibat siklus fotolitik NO 2 adalah sulit ditentukan.
Kerusakan akibat NO2 di udara tampak di daerah industry membebaskan NO x dalam
konsentrasi yang tinggi misalnya industry asam nitrat. Senyawa NO dan NO 2 adalah
berbahaya bagi kesehatan manusia dan hewan. Hasil penelitian tentang uji kematian
hewan menunjukan bahwa tingkat peracunan NO 2 adalah 4 kali lebih tinggi daripada
tingkat peracunan NO. konsentrasi NO dalam udara ambient dinyatakan tidak berbahaya
bagi kesehatan, tetapi bahaya akan timbul bila NO berubah ke NO 2 yang lebih beracun
di atmosfir, NO2 menyerang paru-paru dan pernafasan. Hasil pengujian dengan hewan
menyatakan bahwa konsentrasi NO 100 ppm adalah konsentrasi yang mematikan bagi
hewan.

Bahan juga akan mengalami kerusakan akibat pemaparan pada atmosfir yang
mengandung gas NOx missal pemudaran warna textile. Korosi regangan pada logam
paduan nikel dapat diakibatkan pula oleh senyawa NOx. Pegas relay telfon dapat dirusak
oleh debu senyawa nitrat yang dibentuk oleh hasil reaksi senyawa NOx di atmosfir.

3). Hidrokarbon

Uraian hidrokarbon sebagai senyawa pencemar sering dikaitkan dengan photochemical


oxidant. Senyawa hidrokarbon adalah senyawa primer pencemar udara dan
photochemical
oxidant adalah senyawa sekunder pencemar udara yang dihasilkan reaksi antara
senyawa pencemar primer udara di atmosfir. Senyawa hidrokarbon yang dicakup dalam
istilah pencemaran hidrokarbon adalah senyawa-senyawa yang mengandung unsur C
dan H dalam rumus molekulnya. Senyawa-senyawa ini dapat berada dalam bentuk fasa
gas, fasa cair, atau fasa padat. Senyawa hidrokarbon akan membentuk fasa gas jika
kandungan C di dalamnya adalah lebih kecil dari 5 bahkan kandungan atom C yang lebih
banyak ditemui dalam senyawa hidrokarbon yang berbentuk fasa padat missal aspal dan
137
batubara. Senyawa hidrokarbon yang dicakup dalam masalah pencemaran udara adalah
senyawa hidrokarbon yang berbentuk fasa gas dan cair yang mudah menguap.
Senyawa-senyawa ini memiliki jumlah atom C yang kurang dari 12 dan struktur yang
sederhana. Senyawa-senyawa ini dapat berupa senyawa alifatik, aromatic, atau alisiklik.

Hidrokarbon berperan dalam produksi photochemical


oxidant. NO2 juga terlibat dalam proses pembentukan ini. Dua senyawa pencemar
sekunder yang berbahaya adalah ozon dan peroxyacetylnitrate yang merupakan
senyawa tersederhana dari kelompok peroxyacetylnitrate (PAN). Ozon bukan senyawa
turunan hidrokarbon, tetapi konsentrasi ozon akan meningkat di dalam atmosfir yang
merupakan akibat dari reaksi hidrokarbon.

4). Sulfur Oksida

Sulfur Oksida (SOx) mungkin adalah pencemar anthropogenic yang paling menyebar
dan paling banyak dikaji diantara keseluruhan pencemar anthropogenic. Kelompok oxide
ini mencakup enam jenis oxide yang berbeda: sulfur monoksida, sulfur trioxide, sulfur
tetra oxide, sulfur sesquioxida, sulfur heptoxida. SO 2 dan SO3 adalah senyawa sulfur
yang menjadi perhatian dalam kajian tentang pencemaran udara.

SO2 adalah gas yang tak berwarna, tak dapat terbakar dan tak dapat meledak tetapi
berbau yang menyengat. Nilai ambang batas rasa 784 µg/m3 (0,3 ppm), nilai ambang
batas bau 1306 µg/m3 (0,5 ppm). Gas ini mudah larut dalam air 11,3 g/100 mL air pada
20 ºC dan memiliki bobot molekul 64,06 g/mol serta 2 kali bobot udara. Perkiraan waktu
tinggal gas ini dalam atmosfir berkisar antara 2 – 4 hari dan selama itu akan terbawa
sejauh 1000 km. jadi pencemar SO2 akan menjadi masalah internasional.

Gas SO2 adalah relative mantap di dalam atmosfir dan dapat berlaku sebagai pelaku
reduksi atau oxidasi. SO2 menghasilkan SO3, H2SO4 atau garam dari asam sulfat akibat
dari reaksi komponen lain secara foto kimia atau reaksi katalitik di atmosfir. Reaksi –
reksi yang berlangsung adalah:

SO2 + H2O → H2SO3

SO3 + H2O → H2SO4

Gas SO2, H2SO4 dan garam sulfat cenderung mengganggu membrane saluran
pernafasan dan jadi pemicu penyakit pernafasan kronis terutama bronchitis. Tumbuhan
juga akan mengalami kerusakan oleh gas SO2 dan Asam Sulfat, misal tanaman yang
peka pada gas adalah alfafa, kapas dan kedelai serta sayuran kacang, bayam dan
lettuce. Bahan bangunan juga akan mengalami kerusakan terutama bahan yang
mengandung senyawa karbonat missal marmer, kapur, karbonat akan digantikan oleh
sulfat dan akan terlarut oleh air. Gypsum CaSO 4 yang terbentuk akan terbasuh oleh air
dan meninggalkan permukaan yang berlubang dan permukaan berubah warna.

5). Partikulat

Partikulat atau padayan renik dapat berbentuk cairan atau padatan. Partikulat ini adalah
bahan yang tersebar di udara baik cairan atau padatan yang merupakan agregat
individu dengan ukuran yang lebih besar daripada molekul tunggal tetapi lebih kecil dari

138
500 µm. particulat ini dapat dipilah dan dibahas atas dasar warna fisik, kimia, dan
biologic. Watak fisik meliputi ukuran proses pembentukan, watak pengendapan, dan
watak optic. Watak kimia mencakup senyawa organic atau senyawa anorganik. Watak
biologic berkaitan dengan jenis bakteri, spora atau virus. Ukuran partikulat merupakan
watak fisik yang utama.

Partikel dikelompokan atas dasar pembentukan dalam : debu ( dust), asap (smoke),
fumes, abu terbang (fly-ash), kabut (mist), atau spray. Empat jenis pertama berupa
padatan dan dua jenis yang lain adalah cairan. Debu dihasilkan dari pemecahan massa
yang lebih besar missal pemecahan, penggerusan atau peledakan. Debu juga dihasilkan
dari proses atau penanganan bahan misalnya batubara, semen, padi-padian atau produk
samping proses mekanik missal penggergajian kayu. Ukuran berkisar antara 1-10000
µm dan mudah mengendap akibat gaya gravitasi.

Asap adalah partikel yang halus akibat dari pembakaran tak sempurna senyawa organic
missal tembakau, kayu atau batubara. Asap ini terutama disusun oleh karbon dan bahan
lain dan berukuran 0,5-1 µm. Fumes adalah partikel yang halus dan merupakan hasil
kondensasi uap bahan padat missal oksida seng, oxide timbale. Fumes ini dapat
dihasilkan dari proses sublimasi, distilasi, kalsinasi,atau pencairan logam. Ukuran fumes
adalah 0,03-0,3 µm.

Abu terbang berasal dari hasil pembakaran batubara yang berupa partikel tak terbakar
yang semula dikandung oleh batubara. Ukuran abu ini berkisar 1-1000 µm. abu ini
berwatak seperti asap akibat hasil pembakaran dan berwatak pula seperti fumes akibat
kandungan bahan anorganik atau mineral.

Kabut adalah butir cair yang terbentuk akibat kondensasi uap atau disperse cairan.
Ukuran kabut adalah kurang dari 10 µm. jika konsentrasi kabut ini tinggi, maka jarak
pandang akan munurun. Spray merupakan partikel cairan yang dibentuk oleh proses
atomisasi cairan awal missal pestisida dan herbisida. Ukuran partikel berkisar antara 10-
1000 µm.

b. Pencemaran Udara

Alam dan kegiatan manusia serta industry membebaskan senyawa kimia ke lingkungan
udara. Jika senyawa itu adalah asing untuk komposisi udara atau konsentrasi suatu jenis
senyawa itu melebihi nilai ambang batas (TLV: threshold limit value), maka udara itu
mengalami pencemaran. Pencemaran udara adalah peristiwa pemasukan dan/atau
penambahan senyawa, bahan atau energy ke dalam lingkungan udara akibat kegiatan
alam dan manusia, sehingga temperature dan udara tidak sesuai lagi untuk tujuan
pemanfaatan yang paling baik atau nilai linggkungan udara itu menurun.

Dampak lingkungan akibat pencemaran udara dapat diamati pada:

1. Lingkungan fisik, dan

2. Lingkungan kesehatan.

Dampak lingkungan fisik diakibatkan oleh padatan renik atau debu, gas-gas karbon
monoksida, hidrookarbon, nitrogen oksiida dan sulfur oksida. Dampak ini dapat
mengakibatkan dampak lanjutan pada lingkungan kesehatan, yang terlihat pada:

3. Penurunan jarak pandang dan radiasi matahari,

139
4. Kenyamanan yang berkurang,

5. Kerusakan tanaman,

6. Percepatan kerusakan bahan konstruksi dan sifat tanah, dan

7. Peningkatan laju kematian atau jenis penyakit.

Ross [1972] menyatakan bahwa pencemaran udara yang merupakan akibat dari
kegiatan manusia dibangkitkan oleh enam sumber utama:

8. Pengangkutan/transportasi

9. Kegiatan rumah tangga/domestik

10. Pembangkitan daya yang menggunakan bahan bakar minyak atau batubara

11. Pembakaran sampah

12. Pembakaran limbah pertanian, dan kebakaran hutan

13. Pembakaran bahan bakar dan emisi proses.

Industry memberikan bagian yang relative kecil pada pencemaran atmosferik jika
dibandingkan dengan pengangkuta/transportasi. Meskipun industry dalam kenyataan
memberikan bagian yang kecil dalam emisi senyawa pencemar, tetapi suumber ini
mudah diamati, karena industry meruppakan sumber pencemaran tiitik ( point source of
pollution). Bagian paling besar yang dibebaskan oleh industry adalah padatan renik atau
debu. Debu ini memberikan dampak negative bagi lingkungan biotic dan fisik.

Meskipun industry memberikan sumbangan pada pencemaran atmosferik yang relative


rendah, namun industry harus dan wajib melakukan penanggulangan pencemaran.

Pengendalian pencemaran ini akan berdampak kepada:

14. Kesehatan masyarakat lebih baik

15. Kenyamanan hidup yang lebih tinggi

16. Resiko lebih rendah

17. Kerusakan meteri yang rendah

18. Kerusakan lingkungan lebih rendah atau menurun.

Kendala yang harus dipertimbangkan adalah watak/karakter pencemaran itu sendiri.


Watak/komposisi ini, tergantung:

19. Jenis dan konsentrasi senyawa yang dibebaskan ke lingkungan,

20. Kondisi geografik, dan

21. Kondisi meteorologik.

Upaya pengendalian pencemaran udara oleh industry yang pertama kali adalah
penanggulangan emisi debu, sedangkan penanggulangan emisi senyawa pencemar fasa

140
gas sering diusahakan pada tingkat akhir. Masalah ini lebih menonjol, karena
indutriawan lebih mudah memahami masalah debu yang tampak dibandingkan dengan
masalah senyawa pencemar yang tidak tampak. Perancang pabrik selalu berkeinginan
agar kedua masalah itu dapat dipertimbangkan sejak awal rancangan, karena
penambahan unit yang khusus digunakan untuk penghilangan senyawa pencemar fasa
gas akan memerlukan biaya yang relative lebih tinggi, jika dibandingkan dengan
penambahan unit yang dilakukan pada waktu pabrik telah beroperasi.

2. Metoda Pengendalian Pencemaran Udara

Jika pengendalian pencemaran akan diterapkan, maka berbagai pendekatan dapat


dipilih untuk menentukan metoda pengendalian pencemaran udara. Pengendalian
pencemaran yang dapat dilakukan meliputi pengendalian pada sumber pencemar dan
pengenceran sehingga senyawa pencemar itu tidak berbahaya lagi, baik untuk
lingkungan fisik dan biotic maupun untuk kesehatan manusia.

Pengendalian senyawa pencemar pada sumber merupakan upaya yang paling berhasil-
guna, bahkan pengendalian ini dapat mengghilangkan atau paling sedikit
mengurangi/meminimalisasi kadar senyawa pencemar dalam aliran udara, atau fasa
yang dibebaskan ke lingkungan. Pengendalian pencemaran dapat dicapai dengan
perubahan:

22. Jenis senyawa pembantu/pendukung yang digunakan dalam proses

23. Jenis peralatan proses

24. Kondisi operasi, dan

25. Keseluruhan proses produksi itu sendiri.

Pemilihan tingkat kerja (actions) itu selalu dikaitkan dengan penilaian ekonomik seluruh
produksi. Hal-hal yang menyulitkan adalah proses produksi yang berada di bawah
lisensi. Jika pembentukan senyawa pencemar ini tidak dapat dihindarkan lagi, maka
pemasangan alat untuk menangkap senyawa ini harus dilakukan. Secara umum
penghilangan senyawa pencemar yang akan memasuki atmosfer adalah metoda yang
didasarkan atas pengurangan (reduction) senyawa pencemar.

Berbagai jenis alat pengumpul ( collectors) didasarkan atas pengurangan kadar debu
saja atau kadar debu dan gas. Prinsip pengurangan kadar debu dalam aliran gas yang
dibebaskan ke lingkungan diantaranya:

a. Pemisah Brown

Pemisahan jenis ini menerapkan gerakan partikel menurut Brown. Alat ini dapat
memisahkan debu dengan rentang ukuran 0.01-0.05 mikron. Alat yang dipatenkan
dibentuk dengan susunan filament gelas dengan jarak antar filament yang lebih kecil
dari lintasan bebas rata-rata partikel.

b. Penapisan

Deretan penapis atau penapis kantung ( filter bag) akan dapat menghilangkan debu
hingga ukuran diameter 0.1 mikron. Penapis ini dibatasi oleh pembebanan yang

141
rendah, karena pembersihan membutuhkan waktu dan biaya yang tinggi. Susunan
penapis yang bias digunakan untuk gas buang yang mengandung minyak atau debu
higroskopik. Temperature gas buang dibatasi oleh komposisi bahan penapis.

c. Pengendap elektrostatik

Alat ini memberikan tegangan tinggi pada aliran gas berkecepatan rendah. Debu yang
telah menempel dapat dihilangkan secara beraturan dengan cara getaran.
Keuntungan yang diperoleh adalah debu yang kering dengan ukuran rentang 0.3-0.5
mikron. Tetapi secara teoritik ukuran partikel yang dapat dikumpulkan tidak memiliki
batas minimum.

d. Pengumpul sentrifugal

Pemisah debu dari aliran gas didasarkan atas gaya sentrifugal yang dibangkitkan oleh
bantik saluran masuk alat. Gaya ini melemparkan partikel ke dinding dan gas berputar
(vortex) sehingga debu akan menempel di dinding serta terkumpul di dasar alat. Alat
yang menggunakan prinsip ini dapat digunakan untuk pemisahan partikel besar
dengan rentang ukuran diameter hingga 10 mikron.

e. Pemisah inersia

Pemisah ini bekerja atas gaya inersia yang dimiliki oleh partikel di dalam aliran gas.
Pemisahan ini menggunakan susunan penyekat, sehingga partikel akan bertumbukan
dengan penyekat ini dan akan dipisahkan dari aliran fasa gas. Kendala daya guna
ditentukan oleh jarak antar penyekat. Alat yang didasarkan atas prinsip gaya inersia
bekerja dengan baik untuk partikel yang memiliki ukuran diameter lebih besar
daripada 20 mikron. Rancangan yang baru dapat memisahkan partikel yang
berukuran hingga 5 mikron.

f. Pengendapan akibat gaya gravitasi

Rancangan alat ini didasarkan perbedaan gaya gravitasi dan kecepatan yang dialami
oleh partikel. Alat ini akan bekerja dengan baik untuk partikel dengan ukuran
diameter yang lebih besar daripada 40 mikron dan tidak digunakan sebagai pemisah
debu tingkat akhir.[Teller, 1972], dan prinsip pengurangan kadar debu dan gas
secara simultan adalah:

g. Menara percik

Prinsip kerja pada menara percik ini adalah aliran gas yang berkecepatan rendah
bersentuhan dengan aliran air yang bertekanan tinggi dalam bentuk butir. Alat ini
merupakan alat yang relative sederhana dengan kemampuan penghilangan pada
tingkat sedang (moderate). Alat dengan prinsip ini dapat mengurangi kandungan
debu dengan rentang ukuran diameter 10-20 mikron dan gas yang larut dalam air.

h. Siklon basah

Modifikasi siklon ini menangani gas yang berputar lewat percikan air. Butiran air yang
mengandung dan gas yang terlarut akan dipisahkan dengan aliran gas utama atas
dasar gaya sentrifugal. Slurry ini dikumpulkan di bagian bawah siklon. Siklon jenis ini
lebih efektif daripada menara percik. Rentang ukuran diameter debu yang dapat
dipisahkan adalah 3-5 mikron.

142
g. Pemisahan venturi
Rancangan pemisahan venturi ini didasarkan atas kecepatan gas yang tinggi dan
berkisar antara 30-150 meter per detik pada bagian yang disempitkan dan gas
bersentuhan dengan butir air yang dimasukan di daerah itu. Alat ini dapat
memisahkan partikel hingga ukuran 0.1 mikron dan gas yang larut dalam air.

i. Tumbukan pada piringan yang berlubang

Alat ini disusun oleh piringan yang berlubang dan gas yang lewat orifis ini
berkecepatan 10 hingga 30 meter per detik. Gas ini membentur lapisan air hingga
membentuk percikan air. Percikan ini akan bertumbukan dengan penyekat dan air
akan meyerap gas serta mengikat debu. Gas yang memiliki kelarutan sedang dapat
diserap dengan air dalam alat ini. Ukuran partikel paling kecil yang diserap adalah 1
mikron.

j. Menara dengan packing

Prinsip penyerapan gas dilakukan dengan cara persentuhan cairan dan gas di daerah
antara packing. Aliran gas dan cairan dapat searah arus maupun berlawanan arah
arus atau aliran melintang. Rancangan baru alat ini dapat menyerap debu yang lebih
besar dari 10 mikron.

k. Pencuci dengan pengintian

Prinsip yang diterapkan adalah pertumbuhan inti dengan kondensasi dan partikel
yang dapat ditangani berukuran hingga 0.01 mikron serta dikumpulkan pada
permukaan filament.

l. Pembentur turbulen

Penyerapan partikel dilakukan dengan cara mengalirkan aliran gas lewat cairan yang
berisi bola-bola berdiameter 1-5 cm. Partikel dapat dipisahkan dari aliran gas, karena
debu bertumbukan dengan bola-bola itu. Efisiensi penyerapan gas bergantung pada
jumlah tahap yang digunakan.[Teller, 1972]

Upaya pembersihan aliran gas atau udara sebelum dibebaskan ke lingkungan dapat
dihubungkan dengan kebutuhan proses produksi, perolehan produk samping atau
perlindungan lingkungan. Seringkali alat ini merupakan bagian integral dari suatu
proses, jika sasaran utama adalah penghilangan gas yang beracun atau mudah
terbakar.

Debu ditemui dalam berbagai ukuran, bentuk, komposisi kimia, densitas ( trace,
apparent, bulk density), daya kohesi, sifat higroskopik dan lain-lain. Variable yang aneka
ragam ini mengakibatkan pemilihan alat dan system pengendalian pencemaran udara
oleh debu dan gas harus berhubungan dengan sasaran masalah pembersihan gas dan
watak kinerja alat disamping penilaian ekonomik.

Penggunaan alat pengendalian pencemaran di dalam suatu system produksi harus dikaji
sesuai dengan watak proses, watak gas yang dibuang, kondisi operasi dan biaya.

143
Masalah rancangan proses pengendalian merupakan kegiatan yang menentukan dalam
pemilihan system dan teknologi pengendalian pencemaran udara dalam industry.

3. Teknologi Pengendalian Pencemaran Udara

Teknologi pengendalian pencemaran udara dalam suatu plant atau tahap proses
dirancang untuk memenuhi kebutuhan proses itu atau perlindungan lingkungan.
Teknologi ini dapat dipilih dengan penerapan susunan alat pengendali sehingga
memenuhi persyaratan yang telah disusun dalam rancangan proses.

Rancangan proses pengendalian pencemaran ini harus dapat memenuhi persyaratan


yang dicantumkan dalam peraturan pengelolaan lingkungan. Rancangan ini harus
mempertimbangkan factor ekonomi. Jadi penerapan peralatan pengendalian ini perlu
dikaitkan dengan perkembangan proses produksi itu sendiri sehingga memberikan nilai
ekonomik yang paling rendah baik untuk instalasi, operasi dan pemeliharaan. Nilai
ekonomik yang dihubungkan dengan biaya produksi ini masih sering dianggap cukup
besar. Penilaian ekonomik yang dihubungkan dengan kemaslahatan masyarakat kurang
ditinjau, karena analisis ini kurang dapat dipahami oleh pihak industriawan. Dengan
demikian penerapan peraturan harus dilaksanakan dan diawasi dengan baik, agar
penerapan teknologi pengendalian ini bukan hanya sekedar memasang alat
pengendalian pencemaran udara, tetapi kinerja alat ini harus memenuhi persyaratan.

Teknologi pengendalian ini perlu dikaji dengan seksama, agar penggunaan alat tidak
berlebihan, dan kinerja yang diajukan oleh pembuat alat dapat dicapai dan memenuhi
persyaratan perlindungan lingkungan. System pengendalian ini harus diawali dengan
memahami watak/komposisi emisi senyawa pencemar dan lingkungan penerima.
Teknologi pengendalian yang sempurna akan membutuhkan biaya yang besar sekali,
sehubungan dengan dimensi alat, kebutuhan energy, keselamatan kerja dan mekanisme
reaksi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan teknologi pengendalian atau


rancangan system pengendalian meliputi:

26. Watak/komposisi gas buang atau emisi

27. Tingkat pengurangan yang dibutuhkan

28. Teknologi komponen alat pengendalian pencemaran

29. Kemungkinan perolehan senyawa pencemar yang bernilai ekonomik.

Watak/komposisi emisi merupakan factor penentu, dan tidak dapat digunakan untuk
penyelesaian semua jenis pengendalian pencemaran. Jadi watak/komposisi fisik, kimia,
emisi, dan lingkungan penerima harus di fahami dengan baik. Kemungkinan fenomena
sinergetik yang dapat berlangsung harus dapat di perkirakan, jika perubahan watak atau
komposisi emisi atau proses produksi dapat berlangsung dalam waktu yang akan
datang.

Rancangan system penglolaan udara di daerah industry meliputi semua langkah


perbaikan dan metode perlakuan yang menjamin hasil guna yang ekonomis untuk
penyelesaian masalah. Pengkajian yang rinci harus dilakukan untuk system yang
lengkap. Penilaian masalah pencemaran udara untuk system produksi meliputi tahap-
tahap :

144
30. Rancangan dan konstruksi

1. Tahapan penialain masalah, meliputi :

1. Penyigian plant

2. Pengujian dan pengumpulan data

3. Penentuan kriteria rancangan yang mencakup pengkajian watak


efluaen dengan baku mutu lingkungan udara

2. Tahap kajian teknis dan rekayasa, yaitu melaksanakan:

1. Penilaian system dan teknologi pengendalian pencemaran, yang


meliputi: (1) Sumber perbaikan, (2) Metode perlakuan yang
memperhatikan cara pengumpulan, pendidikan, dispersi dan
pembuangan, serta (3) Perolehan kembali senyawa yang bernilai
ekonomik.

2. Kajian ekonomik yang meliputi investasi dan operasi

3. Tahap rancangan dan konstruksi, meliputi:

1. Pemilihan system pengendalian

2. Rancangan proses dan rekayasa serta konstruksi

Sistem pengendalian pencenmaran ini akan selalu memasang cerobong sebagai upaya untuk
mengurangi konsentrasi senyawa pencemar pada saat pembebasan ke udara. Rancangan
cerobong ini harus memiliki persyaratan tingkat konsentrasi di permukaan, dan
watak/komposisi lingkungan udara, yang meliputi kemantapan dan derajat inversi.

Industri telah menerapkan system pengendalian pencemaran udara, dan system ini
terutama dikaitkan dengan proses produksi serta penanggulangan pencemaran debu.
Masalah ini belum dirancang secara seksama, meskipun baku mutu emisi udara untuk
sumber yang tak bergerak yang akan digunakan sebagai acuan di Indonesia telah di
terbitkan jika rancangan system menggunakan baku mutu dari emisi udara dari Negara
yang sudah mantap dalam pengelolaan lingkungan udara, maka teknologi yang di pilih
akan lebih mahal. Hal ini diakibatkan oleh peralatan yang telah diproduksi itu berdasarkan
acuan baku mutu emisi udara yang berlaku di Negara tersebut.

5. Refferensi:

1.Setiadi, Tjandra. Prof. “Pengelolaan Limbah Industri”, Bandung: ITB.

2. Suryana, Apraya. “Laporan Kerja Praktek PT. Indonesia Power Suralaya”.

3. http://en.wikipedia.org/wiki/Sewage_treatment

4. http://majarimagazine.com/2008/01/teknologi-pengolahan-limbah-gas

/5. E. Budiraharjo, Ir, APU, Peralatan Pengendalian Pencemaran Udara, Jakarta, 2000.

145
POLUSI UDARA

6.1. KOMPOSISI UDARA

Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi.Komposis
campuran gas tersebut tidak selalu konsistan. Komponen yang konsentrasinya selalu bervariasi
adalah air dalam bentuk uap H2O dan karbon dioksida (CO 2). Jumlah uap air yang terdapat di
udara bervariasi tergantung dari cuaca dan suhu.

Konsentrasi CO2 di udara selalu rendah, yaitu sekitar 0.03%. konsentrasi CO 2 mungkin
naik, tetapi masih dalam kisaran beberapa per seratus persen, misalnya di sekitar proses-proses
yang menghasilkan CO2 seperti pembusukan sampah tanaman, pembakaran, atau di sekitar
kumpulan massa manusia di dalam ruangan terbatas yaitu karena pernafasan. Konsentrasi CO 2
yang relatif rendah dijumpai di atas kebun atau ladang tanaman yang sedang tumbuh atau di
udara yang baru melalui lautan. Kosentrasi yang relatif rendah ini disebabkan oleh obsorbsi
CO2 oleh tanaman selama fotosintesis dan karena kelarutan CO 2 di dalam air. Tetapi pengaruh
proses-proses tersebut terhadap konsentrasi total CO 2 di udara sangat kecil karena rendahnya
konsentrasi CO2.

Komposisi udara kering di mana semua uap air telah dihilangkan relatif konstan. Komposisi
udara kering yang besih yang dikumpulkan di sekitar laut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1: Komposisi udara kering dan bersih


Komponen Formula Persen volume Ppm
Nirogen N2 78,08 780. 800

146
Oksigen O2 20,95 209. 500

Argon Ar 0,934 9. 340

Karbon diokside CO2 0,0314 314

Neon Ne 0,00182 18

Helium He 0,000524 5

Metana CH4 0,0002 2

Kripton Kr 0,000114 1

6.2. POLUTAN UDARA

Polutan udara primer, yaitu polutan yang mencakup 90% dari jumlah polutan udara
seluruhnya, dapat dibedakan menjadi lima kelompok sebagai berikut:

1. Karbon monokside (CO)

2. Nitrogen (NOx)

3. Hidrokarbon (HC)

4. Sulfur diokside (SOx)

1. Partikel

Sumber polusi yang utama berasal dari transportasi, di mana hampir 60% dari polutan yang
dihasilkan terdiri dari karbon monokside dan sekitar 15% terdiri dari hidrokarbon. Sumber-
sumber polusi lainnya misalnya pembakaran, proses industri, pembuangan limbah, dan lain-lain.
Polutan yang utama adalah karbon monokside yang mencapai hampir setengah dari seluruh
polutan udara yang ada.

Toksisitasi kelima kelompok polutan tersebut berbeda-beda, dan Tabel 2 menyajikan toksisitasi
relatif masing-masing kelompok polutan tersebut. Ternyata polutan yang paling berbahaya bagi
kesehatan adalah partikel-partikel, diikuti berturut-turut dengan NOx, SOx, hidrokarbon, dan
yang paling rendah toksitasnya adalah karbon monokside.

Tabel.2 Toksitas relatif polutan


Polutan Level toleransi Toksisitas
ppm ug/m³ relatif
CO 32.0 40.000 1.00
HC 19.300 2.07

SOx 0.50 1.430 28.0

NOx 0.25 514 77.8

Partikel 375 106.7

A. Karbon Monokside

147
Karbon monokside (CO) adalah suatu komponen tidak berwarna, tidak berbau dan tidak
mempunyai rasa yang terdapat dalam bentuk gas pada suhu di atas -192º C,. komponen ini
mempunyai berat sebesar 96,5% dari berat air dan tidak larut di dalam air. Karbon monokside
yang terdapat di alam terbentuk dari salah satu proses sebagai berikut:

1. Pembakaran tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang mengandung karbon.

2. Reaksi antara karbon diokside dan komponen yang mengandung karbon pada suhu
tinggi.

3. Pada suhu tinggi, karbon diokside terurai menjadi karbon monokside dan O.

Oksidasi tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang mengandung karbon terjadi
jika jumlah oksigen yang tersedia kurang dari jumlah yang dibutuhkan untuk pembakaran
sempurna di mana dihasilkan karbon diokside. Pembentukan karbon monokside hanya terjadi
jika reaktan yang ada terdiri dari karbon dan oksigen murni. Jika yang terjadi adalah
pambakaran komponen yang mengandung karbon di udara, prosesnya lebih kompleks dan
terdiri dari beberapa ahap reaksi. Beberapa reaksi tersebut telah dipelajari dan diketahui.

Secara sederhana pembakaran karbon dalam minyak bakar terjadi melalui beberapa tahap
sebagai berikut:

2C + O2 2CO

2CO + O2 2CO2

CO2 + C 2CO

A.1. Penyebaran Karbon Monoksida di Udara

Jika dilihat dari sumber-sumber yang memproduksi CO, maka seharusnya pencemaran
CO di udara cukup tinggi. Tetapi teryata hal ini tidak terjadi, dengan kata lain jumlah
pencemaran CO di udara jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah yang dilepaskan di
atmosfer. Mekanisme alami di mana karbon monoksida hilang dari udara telah banyak diteliti,
dan pembersihan CO dari udara kemungkinan terjadi karena beberapa proses sebagai berikut:

1. Reaksi atmosfer yang berjalan sangat lambat sehingga jumlah CO yang hilang sangat
sedikit.

2. Aktivitas mikroorganisme yang terdapat dalam tanah dapat menghilangkan CO dengan


kecepatan relatif tinggi dari udara.

A.2. Pengaruh Karbon Monoksida Terhadap Lingkungan

Pengaruh CO Terhadap Tanaman

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian CO selama 1 sampai 3 minggu pada


konsentrasi sampai 100 ppm tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tanam-tanaman
tingkat tinggi. Akan tetapi kemampuan untuk fiksasi nitrogen oleh bakteri bebas akan
terhambat dengan pemberian CO selama 35 jam pada konsentrasi 2000 ppm. Demikian pula
kemampuan untuk fiksasi nitrogen oleh bakteri yang terdapat pada akar tanam-tanaman juga
terhambat dengan pemberian CO sebesar 100 ppm selama satu bulan. Karena konsentrasi CO

148
di udara jarang mencapai 100 ppm, meskipun dalam waktu sebentar, maka pengaruh CO
terhadap tanam-tanaman biasanya tidak terlihat secara nyata.

Pengaruh CO Terhadap Manusia

Telah lama diketahui bahwa kontak antara manusia dengan CO pada konsentrasi tinggi
dapat menyebabkan kematian. Tetapi ternyata kontak dengan CO pada konsentrasi yang relatif
rendah (100 ppm atau kurang) juga dapat menggangu kesehatan. Hal ini penting untuk
diketahui terutama dalam hubungannya dengan masalah lingkungan karena konsentrasi CO di
udara pada umumnya memang kurang dari 100 ppm.

Pengaruh beracun CO terhadap tubuh terutama disebabkan oleh reaksi antara CO dengan
hemoglobin (Hb) di dalam darah. Hemoglobin di dalam darah secara normal berfungsi dalam
sistem transpor untuk membawa oksigen dalam bentuk oksihemoglobin (O2Hb) dari paru-paru
ke sel-sel tubuh, dan membawa CO2 dalam bentuk CO2Hb dari sel-sel tubuh ke paru-paru.
Dengan adanya CO, hemoglobin dapat membetuk karboksihemoglobin. Jika reaksi demikian
terjadi, maka kemampuan darah untuk mentranspor oksigen menjadi berkurang. Afinitas CO
terhadap hemoglobin adalah 200 kali lebih tinggi daripada afinitas oksigen teradap hemoglobin,
akibatnya jika CO dan O2 terhadap bersama-sama di udara akan terbentuk COHb dalam jumlah
jauh lebih banyak dari pada O2Hb.

Tabel 3 Pengaruh konsentrasi CoHb didalam darahterhadap kesehatan manusia

Pengaruhnya terhadap kesehatan


Konsentrasi COHb dalam Darah
(%)
< 1.0 Tidak ada pengaruhnya
1.0-2.0 Penampilan agak normal

≥ 5.0 Pengaruhnya terhadap sistem syaraf sentral,


reaksi panca indra tidak normal, benda
terlihat agak kabur
10.0-80.0 Perubahan fungsi jantung dan
pulmonari,Kepala pening, mual, berkunang-
kunang, pingsan, kesukaran bernafas,
kematian

Tabel 4. Data ekuilibrium antara CoHb di dalam darah dengan CO di udarausaha


Konsentrasi CO Di udara Konsentrasi ekuilibrium COHb di dalam
(ppm) darah
(%)

10 2.1

20 3.7

30 5.3

149
50 8.5

70 11.7

A.3. Kontrol terhadap Polusi Karbon Monokside

Bagai usaha telah dilakukan untuk mengontrol CO diudara. Kebanyakan usaha tersebut
ditunjukan untuk mengurangi polusi Co dari kendaraan bermotor karena banyak 64% dari
seluruh emisi CO dihasilkan dari teransfortasi, terutama yang menggunakan bahan bakar (oli)-
bensin. Hasil pembakaran mesin ini selain mengandung CO juga mengandung campuran Nox,
HC dan partikel, sehingga masalah yang harus di pecahkan juga kompleks. Rasio antara udara
dan bahan bakar yang rendah aka mengurangi emisi Nox tetapi menghasilkan emisi CO dan HC
yang tinggi. Penggunaan rasio udara dengan bahan bakar yang tinggi mungkin dapat
memecahkan masalah ini.

Berbagai cara dilakukan untuk mengontrol emisi CO dari kendaraan bermotor. Cara-
cara tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Modifikasi mesin pembakar untuk mengurangi jumlah polutan yang ter bentuk karena
pembakaran.

2. Pengembangan reaktor sistem ekshaust sehingga proses pembakaran berlangsung


sempurna dan polutan yang berbahaya diubah menjadi polutan yang aman.

3. Pengembangan substitusi bahan bakar untuk bensin sehingga menghasilkan polutan


dangan konsentrasi rendah selama pembakaran.

4. Pengembangan sumber tenaga yang rendah polusi untuk menggantikan mesin


pembakar yang ada.

B. Nitrogen Okside

B.1. Pembentukan Nitrogen Okside

Nitrogen okside (NOx) adalah kelompok gas yang terdapat di atmosfir yang terdiri dari
gas nitrik okside (NO) dan nitrogen diokside (NO2). Walupun bentuk nitrogen okside lainnya
ada, tetapi kedua gas ini yang banyak ditemukan sebagai polutan udara. Nitrik okside
merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau, sebaliknya nitrogen diokside mempunyai
warna coklat kemerahan dan berbau tajam.

Okside yang lebih rendah, yaitu NO, terdapat di atmosfir dalam junmlah besar dari
pada NO2. Pembentukan NO dan NO2 mencaku reaksi antara nitrogen dan oksigen di udara
sehingga membentuk NO, kemudian reaksi selanjutnya antara NO dengan lebih banyak oksigen
membentuk NO2. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut:

N2 + O2 2NO

2NO + O2 2NO2

C. Hidrokarbon dan Oksidan Fotokimia

C.1. Sumber Hidrokarbon dan Oksigen Fotokimia

150
Hidrokarbon merupakan polutan primer karena dilepaskan ke udara secara langsung,
sedangkan oksidan fotokimia merupakan polutan sekunder yang dihasilkan di atmosfer dari
reaksi-reaksi yang melibatkan polutan primer. Kedua kelompok polutan tersebut akan dibahas
sekaligus karena sebagian besar oksidan fotokimia berasal dari reaksi-reaksi yang melibatkan
hidrokarbon baik secara langsung maupun tidak langsung. Masalah yang dihadapi karena
adanya polusi hidrokarbon harus mempertimbangkan juga kemungkinan adanya polusi oksidan
fotokimia.

C.2. Hidrokarbon

Sesuai dengan namanya, komponen hidrokarbon hanya terdiri dari elemen hidrogen dan
karbon. Beribu-ribu komponen hidrokarbon terdapat di alam, di mana pada suhu kamar
terdapat tiga bentuk, yaitu gas, cair dan padat. Sifat fisik dari masing-masing bentuk tersebut
dipengaruhi oleh struktur molekul, terutama jumlah atom karbon yan menyusun molekul
hidrokarbon. Hidrokarbon yang mengandung 1-4 atom karbon berbentuk gas pada suhu kamar,
sedangkan yang mengandung 5 atau lebih atom karbon berbentuk cair atau padat. Semakin
tinggi jumlah atom karbon semakin cenderung untuk terdapat dalam bentuk padat.
Hidrokarbon yang sering menimbulkan masalah dalam polusi udara adalah yang berbentuk gas
pada suhu atmosfer normal atau hidrokarbon yang bersifat sangat volatif (mudah berubah
menjadi gas) pada suhu tersebut. Kebanyakan komponen-komponen tersebut mempunyai
struktur yang sederhana, yaitu mengandung 12 atom karbon atau kurang per molekul.

C.3. Oksidan Fotokimia

Oksidan fotokimia adalah komponen atmosfer yang diproduksi oleh proses fotokimia, yaitu
suatu proses kimia yang membutuhkan sinar, yang akan mengoksidasi komponen-komponen
yang tidak segera dapat dioksidasi oleh gas oksigen. Senyawa yang terbentuk merupakan
polutan sekunder yang diproduksi karena interaksi antara polutan primer dengan sinar.

Hidrokarbon merupakan komponen yang berperan dalam produksi oksidan fotokimia. Reaksi
ini juga melibatkan siklus fotolitik NO2. polutan sekunder yang paling berbahaya yang
dihasilkan oleh reaksi hidrokarbon dalam siklus tersebut adalah ozon (O3) dan
peroksiasetilnitrat, yaitu salah satu komponen yang paling sederhana dari grup peroksiasilnitrat
(PAN).

OCH3 – COONO2

Ozon bukan merupakan hidrokarbon, tetapi konsentrasi O3 di atmosfer naik sebagai


akibat langsung dari reaksi hidrokarbon, sedangkan PAN merupakan turunan hidrokarbon.
Walaupun oksidan fotokimia lainnya juga diproduksi, tetapi jumlahnya sangat kecil
dibandingkan dengan kedua oksidan fotokimia tersebut.

D. Sulfur Okside

D.1. Reaksi Pembentukan Sulfur Okside

Polusi oleh sulfur okside terutama disebabkan oleh dua komponen gas yang tidak berwarna,
yaitu sulfur diokside (SO2) dan sulfur triokside (SO3), dan keduanya disebut sebagai SOx.
Sulfur diokside mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara, sedangkan
sulfur triokside merupakan komponen yang tidak reaktif.

Pembakaran bahan-bahan yang mengandung sulfur akan menghasilkan kedua bentuk sulfur
okside, tetapi jumlah relatif masing-masing tidak dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang

151
tersedia. Meskipun udara tersedia dalam jumlah cukup, SO 2 selalu terbentuk dalam jumlah
terbesar. Jumlah SO3 yang terbentuk dipengaruhi oleh kondisi reaksi, terutama suhu, dan
bervariasi dari 1 sampai 10% dari total SOx.

Mekanisme pembentukan SOx dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi sebagai berikut:

S + O2 SO2

2SO2 + O2 2SO3

E. Partikel

E.1. Jenis dan Sifat Partikel

Meskipun polutan udara yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya berbentuk gas, tetapi
ada polutan udara yang berbentuk partikel-partikel kecil padatan dan droplet cairan yang
terdapat dalam jumlah tinggi di udara. Polusi udara karena partikel-partikel tersebut merupakan
masalah lingkungan yang perlu mendapat perhatian, terutama di daerah perkotaan. Berbagai
jenis polutan partikel dan bentuk-bentuknya yang terdapat melayang di udara dapat dilihat
pada tabel 5.

Tabel5 Berbagai komponent partikel dan bentuk yang umum terdapat di udara
Komponen Bentuk

Karbon

Besi Fe2O3,Fe3O4

Magnesium MgO

Kalsium CaO

Aluminium Al2O3

Sulfur SO2
Titanium TiO2
Karbonat CO3ˉ
Silikon
SiO2
Fosfor
P2O5
Kalium
K2O
Natrium
Na2O
Lain-lain

E.2. Sumber Polusi Partikel

Berbagaai proses alami mengakibatkan penyebaran partikel di atmosfer, misalnya letusan


volkano dan hembusan debu serta tanah oleh angin. Aktivitas manusia juga berperan dalam
penyebaran partikel di atmosfer, misalnya dalam bentuk partikel-partikel debu dan asbes dari
152
bahan bangunan, abu terbang dari proses peleburan baja, dan asap dari proses pembakaran
tidak sempurna, terutama dari batu arang. Sumber partikel yang utama adalah dari pembakar
bahan bakar dari sumbernya, diikuti oleh proses-proses industri.

E.3. Pengaruh Partikel Terhadap Manusia

Polutan partikel masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui sistem pernafasan, oleh
karena itu pengaruh yang merugikan langsung terutama terjadi pada sistem pernafasan. Faktor
yang paling berpengaruh terhadap sistem pernafasan terutama adalah ukuran partikel, karena
ukuran partikel yang menentukan seberapa jauh penetrasi partikel ke dalam sistem pernafasan.
Beberapa partikel yang tetap tinggal di dalam aveoli dapat terabsorbsi ke dalam darah.

Partikel-partikel yang masuk dan teringgal di dalam paru-paru mungkin bebahaya bagi
kesehatan karena tiga hal penting, yaitu:

1. Partikel tersebut mungkin beracun karena sifat-sifat kimia dan fisiknya.

2. Partikel tersebut mungkin sifat inert (tidak breaksi) tetapi jika teringgal di dalam saluran
penafasan dapat menggangu pembersihan bahan-bahan lain yang bebahaya.

1. Partikel-partikel tersebut mungkin dapat membawa molekul-molekul gas yang


bebahaya, baik dengan cara mengabsorbsi atau mengadsorbsi, sehingga molekul-
molekul gas tersebut dapat mencapai dan tertinggal di bagian paru-paru yang sensitif.

Tabel 6 Partikel-partikel logam yang berbahaya bagi kesehatan


Elemen Sumber Pengaruhnya Terhadap
Kesehatan
Nikel Minyak disel, minyak residu, batu arang, Kanker paru-peru (sebagai
asap tembakau, bahan kimia dan katalis, karbonil)
baja dan logam lain Keracunan akut dan khronis,
Berilium Batu karang, Industri tenaga nuklear kanker
Boron Batu arang, bahan pembersih, Tidak beracun kecuali dalam
kedokteran, industri gelas, dan industri bentuk boran
lain
Keracunan ringan
Germanium
Batu arang
Kemungkinan kanker
Arsenik
Batu arang,petroleum, deterjen, pestisida
Karang gigi, karsinogenik
Selenium
Batu arang, sulfur pada tikus, penting pada
Titrium mamalia pada dosis rendah
Batu arang, petroleum
Merkuri Karsinogenik terhadap tikus
Batu arang, baterai elektrik, industri lain jika kontak pada waktu lama
Vanadium
Petroleum, kimia dan katalis, baja dan Kerusakan syaraf dan
153
logam lain kematian

Kadmium Batu arang, pelebur zink, pipa air, asap Tidak berbahaya pada
tembakau konsentrasi yang pernah ada
Antimoni
Industri Penyakit jantung dan
hipertensi pada manusia,
menggangu metabolisme
zink dan tembaga
Timbal
Buangan mobil (dari bensin), cat (sebelum
1984) Memperpendek umur tikus

Kerusakan otak, konvulsi,


ganggu tingkah laku,
kematian

6.3. POLUSI UDARA DI KOTA BESAR

Menurut hasil studi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang bekerjasama
dengan Forchungszentrum Julich Jerman, pada tahun 1991 luas kawasan kritis polusi udara di
Pulau Jawa sudah mencapai 7.800 km2, meliputi seluruh kota besar, kota sedang dan sebagian
kota kecil. Untuk tahun 2001, luas kawasan mencapai 17.300 km2, tahun 2011 diperkirakan
mencapai 30.500 km2 dan tahun 2021 diperkirakan mencapai 50.600 km2 (lebih luas dari
Propinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat).

Sejak tahun 1974, World Health Organization (WHO) telah bekerja sama dengan Global
Environment Monitoring System (GEMS) bagian udara yang mengoperasikan jaringan
pengontrol udara diperkotaan. GEMS menjalankan jaringannya keseluruh dunia untuk
mengontrol kualitas udara dan air, dibantu oleh WHO dan United Nation Environment
Programme (UNEP). Baru-baru ini komisi kesehatan dan lingkungan WHO yang telah
merampungkan tugasnya, mengidentifikasi polusi udara diperkotaan sebagai masalah
pokok kesehatan lingkungan yang patut mendapatkan prioritas utama untuk diatasi.

Pusat koordinasi untuk GEMS didirikan dibawah UNEP pada tahun 1975. Berdasarkan
data – data dari GEMS bagian udara dan informasi tambahan,WHO dan UNEP menerbitkan dua
cara penilaian kualitas udara perkotaan diseluruh dunia tahun 1980 yaitu : Polusi Udara
Perkotaan tahun 1973-1980 pada 1984 dan penilaian kualitas udara tahun 1989.

A. Studi Tentang Kualitas Udara

Untuk menilai problem polusi udara perkotaan di kota-kota metropolitan dunia, WHO
dan UNEP bekerjasama dengan GEMS-Air, memprakarsai sebuah studi rinci tentang
kualitas udara 20 dikota - kota besar dunia. Guna mencapai tujuan studi tersebut, kota-
kota besar didefenisikan sebagai kelompok kota dengan jumlah penduduk saat ini atau
proyeksi sampai tahun 2000, sebanyak ± 10 juta orang. Walaupun ada 20 kota-kota
besar memenuhi persyaratan tersebut, karena kekurangan sumber-sumber data dan

154
waktu yang dibutuhkan, maka hanya 20 kota yang diteliti, Dakka, Lagos, Teheran dan
Osaka tidak termasuk, karena kondisinya sama dengan Tokyo.

Kelompok kota-kota yang terpilih itu adalah : 3 kota di Amerika Utara, 3 kota di Amerika
Selatan, sebuah kota di Afrika, 11 kota di Asia dan 2 kota di Eropa. Kota-kota tersebut adalah :
Buenos Aires di Argentina, Sao Paulo Raya, dan Rio de janero di Brazilia, Meksiko di Meksiko ;
Beijing dan Sanghai di Cina, Kairo de Raya di Mesir, Kalkuta, New Delhi dan Bombay Raya
di India, Karaci di Pakistan, Jakarta di Indonesia, Tokyo di Jepang, Manila di Filipina,
Bangkok di Thailand, Seoul di Korea, Moskow di Rusia, London di Britania Raya, Los
Angeles dan New York di Amerika Serikat. Alasan utama dalam memilih kota-kota besar ini
adalah, karena kota-kota ini:

1. Mempunyai masalah pencemaran paling serius

2. Mempunyai wilayah daratan yang luas dengan jumlah penduduk yang besar, dimana
jumlah keseluruhan penduduk di 20 kota-kota ini tahun 1990 kira-kira mencapai
234 juta orang.

3. Bakal banyak kota-kota lainnya yang sedang meningkat statusnya sebagai kota
metropolitan.

Sebuah tinjauan masalah polusi udara dikota-kota besar dan kesukaran mengidentifikasi
serta mencari pemecahan masalahnya merupakan peringatan bagi kota-kota yang sedang
berkembang pesat lainnya. Juga dapat sebagai pedoman untuk mengatasi dan mencegah
sebagian masalah tersebut. Untuk menghimpun data-data global polusi udara dikota-kota
besar sangat sulit, karena

1. Informasi tentang zat-zat pencemaran dan kesehatan mereka sering tidak ada,
tidak lengkap atau sudah usang.

2. Adanya perbedaan dalam metodologi dan laporan antar negara, dalam negara yang
sama dan dikota-kota.

3. Kekurangan data yang dipakai, termasuk yang tidak mewakili persoalan


dibandingkan,dan dicatat dimana yang perlu.

Sungguhpun demikian, data-data dan analisa yang dipersiapkan merupakan gambaran yang
luas dan keabsahan pertama dari keadaan polusi udara serta kecenderungannya dikota-
kota besar.

B. Pengertian tentang Polusi Udara Perkotaan

Masalah pencemaran udara dikota-kota besar, sangat dipengaruhi dan berbeda oleh
berbagai faktor yaitu: tofografi, kependudukan, iklim dan cuaca serta tingkat atau angka
perkembangan sosio ekonomi dan industrialisasi. Masalah-masalah ini akan meningkat
keadaannya, jika jumlah penduduk perkotaan semakin meningkat yang mengakibatkan jumlah
penduduk yang terpapar polusi udara juga meningkat. Perkiraan-perkiraan PBB
menunjukkan sampai tahun 2000 sekitar 47 persen dari jumlah keseluruhan populasi akan
tinggal didaerah perkotaan. Pada tahun1990, 60 kota-kota didunia mempunyai jumlah
penduduk ± 3 juta orang dan pada tahun 2000 diproyeksikan 85 kota-kota akan termasuk
jenis katagori ini.

C. Sumber-sumber polusi udara

155
Pertumbuhan polusi kota dan tingakt industrialisasi yang tak terhindar, akan mengarah
kepada kebutuhan enegi yang lebih besar, pada umumnya akan menghasilkan
pembuabuangan limbah atau zat pencemar lebih banyak.pembakaran bahan bakar posil
untuk pemanasan rumahtangga untuk pembangkit tenaga listrik, kendaraan bermotor, dalam
proses-proses industri dan pembuangan limbah padat dengan pembakaran merupakan
sumber utama dari pembuangan limbah zat-zat pencemar didaerah perkotaan.

Zat-zat pencemar udara yang paling sering dijumpai dilingkungan perkotaan adalah: SO2, NO
dan NO2, CO, O3, SPM (Suspended Particulate Matter) dan Pb. SO2 berperan dalam
terjadinya hujan asam dan polusi partikel sulfat aerosol. NO2 berperan terhadap polusi
partikel dan deposit asam dan prekusor ozon yang merupakan unsur pokok dari kabut
fotokimia. Asap dan debu termasuk polusi partikel. Ozon, CO, SPM, dan Pb seluruhnya
telah dibuktikan memberi pengaruh yang merugikan kesehatan manusia. Pembakaran bahan
bakar fosil di sumber-sumber yang menetap, mengarah terbentuknya produksi SO2, NO dan
NO2 serta Pb, sedangkan masing-masing berminyak solar jelas terbukti menghasilkan
sejumlah partikel dan SO2 sebagai tambahan dari NO dan NO2.

Ozon merupakan suatu fotokimia oksidan secara tidak langsung dihasilkan dari sumber-
sumber pembakaran, dibentuk dibagian bawah atmosfir, dari NO dan komponen-
komponen organik yang mudah menguap (VOCs= Volatile Organic Compounds) atau
Hidrokarbon-hidrokarbon reaktif dengan adanya sinar matahari. VOCs dihasilkan dari
keaneka ragaman sumber-sumber buatan manusia termasuk lalu lintas jalan raya, produksi
dan pemakaian zat-zat kimia organik seperti bahan-bahan pelarut, transport dan pemakaian
crude oil, pemakaian dan distribusi gas alam, tempat pembuangan limbah dan pabrik-pabrik
limbah cair.Suatu hal yang perlu diperhatikan pada beberapa negara berkembang adalah
banyaknya kendaraan bermotor tua dan tak terawat sehingga jelas merupakan suatu
faktor yang menunjukkan kendaraan tersebut adalah sumber zat-zat pencemar. Banyaknya
jumlah kendaraan bermotor didunia saat ini dipusatkan kedalam kelompok ekonomi
pendapatan tinggi dunia. Pada tahun 1988, negara-negara OECD (Organization for
Economic Cooperation and Development) mencatat bahwa dari 80% jenis-jenis mobil
didunia: 70%nya adalah jenis truk dan bus-bus , >50% merupakan kendaraan beroda dua dan
tiga.Sejak tahun 1950; armada kendaraan secara global telah meningkat 10% kalilipat dan
diperkirakan menjadi dua kali lipat dalam tempo 20 -30 Tahun mendatang, dari sekarang
berjumlah 630 juta buah. Angka pertambahan jumlah kendraan dunia diproyeksikan
melampaui kedua jumlah total produksi dan populasi diperkotaan. Peranan kendaraan
bermotor terhadap pertambahan polusi menjadi meningkat di negara-negara yang
sedang berkembang. Jika tidak dilakukan pengawasan yang ketat terhadap zat-zat
pencemar yang berkaitan dengan lalu lintas, sudah pasti akan memperburuk kondisi udara
daerah ini.Sebagai tambah zat-zat pencemar udara yang lebih tradisionil yang lebih
umum, sejumlah besar racun dan zat kimia dideteksi telah meningkat jumlahnya diudara
perkotaan, walaupun dengan konsentrasi rendah. Contohnya :

q Logam-logam berat pilihan (Berilium, Cadnium, Merkuri)

q Sedikit zat-zat organik (Benzene, Polychlorodi benzo-dioxid, Furan,Formaldehide,


Vinychloride, Polyaromatic hidrokarbon)

q Radionucleids seperti ; radon

q Fibers; Asbes

156
Bahan-bahan kimia tersebut dikeluarkan dari bermacam-macam sumber seperti
pembakaran sampah, pabrik-pabrik pengelolah limbah, proses-proses industri dan
manufaktur, dry cleaning, bahan-bahan bangunan, dan kendaraan bermotor. Walaupun emisi-
emisi zat kimia ini umumnya lebih rendah kadarnya dibandingkan zat pencemar
tradisionil, namun jelas polutan ini memberi resiko terhadap kesehatan sehubungan dengan
daya racun mereka yang sangat tinggi atau bersifat karsinogenik bahkan bisa keduanya. Zat-
zat polutan ini lebih sering dianalisa karena rendahnya konsentrasi mereka diudara, juga
karena pengawasan yang sangat kurang. Untuk itu dilakukan pengawasan secara otomatis.

D. Distribusi dan Transportasi

Dua hal yang sangat mempengaruhi panyebaran dan transportasi dari zat-zatpencemar udara,
yakni iklim dan cuaca, serta letak topografi daerah yang dikaitkan dengan penyebaran
penduduk. Iklim-iklim dikota besar berbeda dengan benua yang lebih dingin dan lembab
(seperti di Beijing yang sangat dingin), dibandingkan dengan daerah yang di Gurun (Kairo) atau
tropical dengan temperatur sedang dan kelembaban tinggi (Bangkok). Akibat beratnya
musim dingin, dapat menentukan jumlah pemanasan yang dibutuhkan penduduk
sehingga meningkatkan emisi-emisi polutan, seperti SO2 diwaktu musim dingin. Pada
kota-kota dengan temperatur sedang, beban polusi cenderung disebarkan secara merata
sepanjang tahun. Thermal inversion (pembalikan suhu) merupakan masalah khusus bagi kota-
kota dengan iklim panas dan dingin. \Dalam keadaan penyebaran normal, gas-gas
pencemar yang panas akan timbul disaat mereka datang dan kontak dengan masa udara yang
dingin, pada ketinggian yang lebih tinggi. Bagaimanapun lingkaran-lingkaran tertentu, suhu
udara lebih meningkat jauh dan membentuk suatu lapisan inversi beberapa puluh atau ratus
meter diatas tanah. Lapisan ini akan merangkap polutan-polutan yang dekat sumber-sumber
emisi dan berperan sebagai pelindung panas, memperlambat penyebarannya. Kondisi-
ondisi seperti ini akan menjadi permasalahan jika kecepatan angin rendah. Keadaan
isotermal adalah suatu keadaan yang dijumpai bila tidak ada perubahan dalam
temperatur didaerah ketinggian, sehingga mempunyai pengaruh yang sama.
Fenomena iklim dan cuaca lain yang sangat mempengaruhi kualitas udara adalah heat
urban island yaitu panas yang dihasilkan oleh sebuah kota mengakibatkan meningkatnya
suhu udara, sehingga terjadi penarikan suhu lebih dingin kedalam dan kemungkinan udaranya
lebih tercemar dari daerah-daerah industri sekitarnya. Sebaiknya pada kota-kota yang
bersuhu lebih tinggi, yang terkena sinar matahari dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi,
cenderung mudah terbentuknya jaringan ozon dan fotokimia oksidan lain dari emisi-emisi
polutan.

Letak tofografi kota-kota besar juga dapat mempengaruhi sifat penyebaran dan transport
zat-zat polutan, contohnya sbb :

1. Beijing, Kairo, New Delhi dan Moskow mempunyai tingkat tofografi relatif dan
iklimnya tak dipengaruhi oleh molekul air .

2. Bangkok, bombay, Buenos aires, Calcutta, Jakarta, Karachi, London, Manila, New York,
Shanghai dan Tokyo mempunyai tingkat tofografi yang relatif dan iklimnya dipengaruhi
oleh molekul air.

3. Los Angeles, Mexico city, Rio de janeiro, Sao paolo dan Seoul mempunyai
tofografi beraneka ragam dan suhunya dipengaruhi oleh pegunungan
disekitarnya.

157
Keberadaan yang jelas dari suatu badan air/molekul dapat mempengaruhi iklim mikro
dan arah angin pantai siang dan malam hari. Bukit-bukit yang mengitari kota-kota sering
berfungsi sebagai penghalang hembusan angin, perangkap polusi yang dekat kekota.
Pada kota-kota yang dikitari oleh pegungungan tinggi, seperti Los Angeles dan Mexico
City, zat-zat polutan mungkin akan terperangkap dalam udara selama beberapa hari.
Daerah pegunungan juga berfungsi sebagai penghambat transportasi polusi udara di
kota-kota besar. Pada kota-kota dengan bangunan berstruktur tinggi penyebaran emisi polutan
akibat angin besar lebih rendah (The Canyon Effect), karena terhalang oleh
bangunan.

E. Dampak Polusi Udara

Dampak memberikan pengaruh yang merugikan bagi kesehatan manusia, bukan saja
dengan terhisap langsung, tetapi juga dengan cara-cara pemaparan lainnya seperti:
meminum air yang terkontaminasi dan melalui kulit. Umumnya sebagian besar zat-zat polutan
udara ini langsung mempengaruhi sistem pernafasan dan pembuluh darah. Meningginya angka
kesakitan dan kematian dan adanya gangguan fungsi paru-paru dikaitkan dengan kenaikan
konsentrasi zat SO2, SPM, NO2 dan O3 yang juga mempengaruhi sistem pernafasan.
Pemaparan yang akut dapat menyebabkan radang paru sehingga respon paru
kurang permeabel, fungsi pau menjadi berkurang dan menghambat jalan udara. Ozon dapat
mengiritasi mata, hidung dan tenggorokan dan penyebab sakit kepala. CO
beraffianitas tinggi terhadap Hb sehingga mampu mengganti O 2 dalam darah yang menuju ke
sistem pembuluh darah dan jantung serta persarafan.

Pb menghambat sistem pembentukan Hb dalam darah merah, sumsum

tulang, merusak fungsi hati dan ginjal dan penyebab kerusakan syaraf. Pengaruh-pengaruh
langsung dari polusi udara terhadap kesehatan manusia tergantung pada; intensitas dan
lamanya pemaparan, juga status kesehatan penduduk yang terpapar.

F. Pemantau Kualitas Udara

Pada tahun 1960-an pengenalan zat-zat pencemar alam yang ada dimana- mana
seperti: SO2, NO & NO2, CO, SPM, Pb dan O3 di udara perkotaan, serta tertarik
akan pengaruh yang merugikan bagi kesehatan manusia mendorong Institusi-
institusi untuk mengatur pemantauan jaringan guna pengukuran rutin kualitas udara
perkotaan. Standard-standard kualitas udara Nasional dan bentuk-bentuk lain dari
Undang-undang juga diperkenalkan untuk melindungi kesehatan manusia. Banyak
dinegara-negara maju UU dan pemantauan pada mulanya difokuskan terhadap SO 2 dan SPM,
sejak akhir tahun 1970 sejalan dengan datangnya dan peningkatan jumlah kenderaan bermotor
yang merupakan sumber polusi udara yang penting seperti: CO, NO & NO 2 dan Pb,
perkembangan jaringan pemantau polutan kualitas udara dari lalu lintas dilakukan secara rutin.

Pada tahun 1980, pemantau udara secara tradisioil didirikan di negara-negara

berkembang, khususnya di Asia dan Amerika Selatan. Saat sekarang ini perhatian besar
ditujukan terhadap pemantauan oksidan fotokimia, O 3 dan VOCs. Walaupun alat ini tidak
begitu banyak berkembang, hanya sedikit negara yang rutin memonitor O3 sebagai

158
pedoman dari polusi fotokimia. Untuk zat polutan VOCs jarang digunakan karena sulitnya data
tentang zat ini diperoleh.

Sebagai kunci dari prioritas pemantauan zat polutan adalah resikonya terhadap
kesehatan manusia. Pusat monitor hanya memantau data-data tentang tingkat polusi
udara di saat tertentu dan contoh tempat tertentu. Bahkan pada negara-negara maju
dengan tingkat industri tinggi umumnya hanya terbatas pada pengamatan lokasi secara
rutin. Pada tahun 1980, pemantau udara secara tradisionil didirikan negara-negara belum
berkembang, khusus di Asia dan Amerika Selatan. Saat sekarang ini perhatian besar ditujukan
terhadap pemantau oksidan fotokimia,O 3 dan VOCs. Walaupun alat ini tidak begitu banyak
berkembang,hanya sedikit negara yang rutin memonitor O3 sebagai pedoman dari polusi
fotokimia. Untuk zat polutan VOCsjaramg digunakan karena sulitnya data tentang zat ini
diperoleh. Sebagai kunci dari prioritas pemantauan zat polutan adalah resikonya
terhadap kesehatan manusia. Pusat monitor hanya memantau data-data tentang tingkat
polusi udara disaat tertentu dan contoh tempat tertentu. Bahkan pada negara-negara maju
dengan tingkat industri tinggi umumnya hanya terbatas pada pengamatan lokasi secara
rutin, karena besarnya biaya untuk mendirikannya. Menurt penilitian WHO dari 60 perusahaan-
perusahan didunia,hanya 34 yang memiliki rencana pemantauan sedang yang 16 lagi tidak ada.

Beberapa Kasus Yang Telah dimonitor :

1. Beijing, dalam musim dingin yang berat,dimana sumber polusi udara berasal dari
pemanasan rumah - rumah, dengan penduduknya yang sangat padat
(27000/km2 ditahun 1990) sebagai bahan bakar utama adalah arang
batubara yang mempunyai konsentrasi SO2,SPM dan CO yang tinggi.

2. Pemantauan kualitas udara di India yang dipantau oleh jaringan NEER (National
Environmental Engineering Research Institute),sebagai parameter adalah ;
SPM,SO2,NO2,HS, dan O3 yang berasal dari daerah - daerah industri.

3. Kairo , debu yang terkira banyaknya, dengan iklim gurun dan panas
tinggi,curah hujan hanya 22mm rata-rata pertahunnya GMS memantau TSP
(500-1100 ug/m3) dan SPM. Emisi berasal dari proses
pembakaran,industri, pabrik semen dan lainnya. Emisi asap mobil diestimasi sampai
1200 ton/ tahun. Dijumpai lebih dari 450 pabrik industri metal, keramik,
gelas,testil dan plastik.

4. Los Angeles, lalu lintas dan kabut asap dengan estimasi penduduk tahun sebesar
10,91 juta, mempunyai iklim mediteranian dikelilingi oleh pegunungan. Hanya
sedikit industri berat yang dijumpai, sebab baja dan pabrik pembuatan mobil
terdapat didaerah - daerah. Mobil dan kendaraan bermotor merupakan sumber
berpolusi utama ; asap, O3 yang dibentuk oleh fotokimia dari kendaraan bermotor,NO &
NO2 serta VOCs

5. Mexiko City letak topografi yang salah dengan populasi 19,37 juta ditahun dan
ketinggian dari permukaan tanah 2240 meter, dikelilingi 0leh pegunungan dengan
tinggi 5000 meter dan mempunyai > 30.000 industri dengan berbagai ukuran
dan tipe. 4000 dipakai pembakaran atau proses transformasi yang mengelaurkan
emisi ke udara.

Banyak kota-kota besar didunia kualitas udaranya memburuk karena tercemar oleh:
zat-zat pencemar yang sumbernya berasal dari pabrik-pabrik industri, kendaraan bermotor,
proses pembakaran,pembuangan limbah padat.zat-zat pencemar yang paling sering dijumpai
159
adalah: SO2, NO dan NO2, Pb, SPM, O3 dan CO untuk memonitor zat-zat polutan ini, WHO
(tahun 1974) telah bekerjasama dengan global Environment monitoring System (GEMS)
bagian udara. Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi dan transport zat polutan ini adalah:
letak topografi daerah, intensitas dan pemaparan, arah angin, suhu dan cuaca. Dampak yang
paling utama adalah terhadap kesehatan manusia terutama pada sistem pernapasan,
pembuluh darah, persarafan, hati dan ginjal.

REFERENSI :

Anonim. 2007. Pengelolaan Udara dan Limbah. Laboratorium Kualitas Udara. Fakultas Teknik
Sipil dan Lingkungan. ITB. Bandung.

Fardiaz, S. 19 92. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Jogjakarta.

Yusad, Y. 2003. Polusi Udara Di Kota Besar Dunia. Fakultas Kesehatan Msyarakat USU. Medan.

http://agripollute.nstl.gov.cn/MirrorResources/7150/theair.html

www.aksesdeplu.com

chemcareasia.wordpress.com

www.beritajakarta.com

omabercerita.blogspot.com

www.harunyahya.com

160
PENCEMARAN SUARA ( MAKALAH )
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kita semua tahu, saat ini kita lebih banyak dieksploitasi dengan terlalu banyak suara lebih dari
masa apapun dalam sejarah. Kehidupan modern sepertinya jadi perjuangan yang tak
berkesudahan untuk melawan hiruk-pikuk yang kian meningkat. Saat berada di rumah, telinga
kita diisi oleh riuhnya suara binatang peliharaan, suara AC, televisi, dan banyak hal lain. Saat
berada di jalan, kita juga mendengar keriuhan lain: proyek pembangunan, suara kendaraan
umum yang menderu dan musik yang dinyalakan orang lain.

Sekitar 16,8 persen dari total penduduk Indonesia mengalami gangguan pendengaran pada
1996. Survei yang dilakukan Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia terhadap 20.000 orang di tujuh provinsi itu mencatat bahwa sekitar 38
juta penduduk Indonesia terganggu pendengarannya.

Melihat hasil penelitian dari berbagai ahli dan penemuan dalam kehidupan sehari–hari tentang
dampak kebisingan atau pencemaran suara inilah seharusnya diambil langkah – langkah yang
tepat untuk menanggulangi salah satu polusi yang dianggap tidak begitu berdampak dibanding
dengan polusi air, tanah dan udara yang sekarang ini dengan jelas terlihat dalam kehidupan
kita sehari–hari.

Dalam makalah ini penulis ingin menyajikan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan
pencemaran suara. Selain itu, penulis juga akan menguraikan bagaimana cara untuk
menanggulangi pencemaran suara yang efeknya secara tidak sadar telah menggangu
kehidupan manusia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas maka masalah dalam makalah ini
dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan pencemaran suara?
2. Apa yang menyebabkan pencemaran suara?
3. Apa saja dampak dari pencemaran suara?
4. Bagaimana menanggulangi dampak pencemaran suara?

C. Tujuan Penulisan
Dalam makalah ini, tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui definisi pencemaran suara.
2. Mengetahui sebab – sebab pencemaran suara.
3. Mengetahui dampak dari pencemaran suara.
4. Mengetahui cara menanggulangi dampak pencemaran suara.

BAB II
161
PEMBAHASAN

A. Definisi Polusi / Pencemaran Suara


Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat
energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan
oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukannya (Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4
Tahun 1982).

Bunyi atau suara adalah kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat
melalui medium. Medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat, gas. Jadi,
gelombang bunyi dapat merambat misalnya di dalam air, batu bara, atau udara. Kebanyakan
suara adalah merupakan gabungan berbagai sinyal, tetapi suara murni secara teoritis dapat
dijelaskan dengan kecepatan osilasi atau frekuensi yang diukur dalam Hertz (Hz) dan amplitudo
atau kenyaringan bunyi dengan pengukuran dalam desibel. Manusia mendengar bunyi saat
gelombang bunyi, yaitu getaran di udara atau medium lain, sampai ke gendang telinga
manusia. Batas frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia kira-kira dari 20 Hz
sampai 20 kHz pada amplitudo umum dengan berbagai variasi dalam kurva responsnya.

Jadi, pencemaran suara adalah gangguan pada lingkungan yang diakibatkan oleh bunyi atau
suara yang mengakibatkan ketidaktentraman makhluk hidup di sekitarnya. Pencemaran suara
diakibatkan suara-suara bervolume tinggi yang membuat daerah sekitarnya menjadi bising dan
tidak menyenangkan. Tingkat kebisingan terjadi bila intensitas bunyi melampui 70 desibel (dB).

B. Penyebab Pencemaran Suara


Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran disebut polutan. Syarat-syarat suatu
zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian terhadap makhluk hidup.
Sifat polutan adalah:
1. Merusak untuk sementara, tetapi bila telah bereaksi dengan zatlingkungan tidak merusak lagi
2. Merusak dalam jangka waktu lama.

Dalam pencemaran suara, kebisingan yang dialami sehari – hari tanpa sadar merupakan faktor
utama terjadinya pencemaran suara. Apalagi pada era modern seperti sekarang ini banyak
sekali alat – alat yang menggunakan mesin yang berbunyi bising serta penggunaan gadget
yang bisa memutar bunyi dengan earphone yang suaranya langsung mengenai gendang telinga
tanpa ada perantara merupakan suatu hal yang beresiko mengakibatkan pencemaran suara.

Saat berada di rumah, telinga kita diisi oleh riuhnya suara binatang peliharaan, suara AC,
televisi, dan banyak hal lain. Saat berada di jalan, kita juga mendengar keriuhan lain: proyek
pembangunan, suara kendaraan umum yang menderu dan musik yang dinyalakan orang lain.
Di kabin mobil, kapal laut, dan pesawat terbang menimbulkan suara mesin yang menderu. Juga
di pabrik atau tempat kerja yang memakai kipas angin besar, kompresor, trafo, dan pompa. Di
hotel, perkantoran, atau apartemen biasanya saluran udaranya mengeluarkan bising.

Sebagai contoh beberapa kebisingan yang menyebabkan kebisingan yang kekuatannya diukur
dengan dB atau desibel adalah
1. Orang ribut / silat lidah = 80 dB
2. Suara kereta api / krl = 95 dB
3. Mesin motor 5 pk = 104 dB
4. Suara petir = 120 dB
162
5. Pesawat jet tinggal landas = 150 dB

C. Dampak Pencemaran Suara


Tingkat pencemaran didasarkan pada kadar zat pencemar dan waktu (lamanya) kontak.
Menurut WHO, tingkat pencemaran dibedakan menjadi 3, yaitu sebagai berikut :
1. Pencemaran yang mulai mengakibatkan iritasi (gangguan) ringan pada panca indra dan
tubuh serta telah menimbulkan kerusakan pada
ekosistem lain.
2. Pencemaran yang sudah mengakibatkan reaksi pada faal tubuh dan
menyebabkan sakit yang kronis.
3. Pencemaran yang kadar zat-zat pencemarnya demikian besarnya
sehingga menimbulkan gangguan dan sakit atau kematian dalam
lingkungan.

Menurut penelitian, musik berirama keras, hingga 'berlimpah ruah' berdampak dramatik pada
psikologi. Selain berakibat merusak gendang pendengaran, menurut Dr. Luther Terry, mantan
peneliti di Badan Bedah AS, yang melakukan penelitian adanya akibat negatif terkait suara yang
bising, proses pendengaran melibatkan: kontruksi jantung, peredaran darah, meningkatkan
kerja hati, pernafasan yang meningkat, menghambat penyerapan kulit dan tekanan kerangka
otot, sistem pencernaan berubah, aktivitas yang berhubungan dengan kelenjar yang memberi
pertanda pada zat-zat kimia dalam tubuh termasuk darah dan air seni, efek keseimbangan
organ. Juga keseimbangan efek perasa dan perubahan kimia di otak. Itu semua merupakan
sebagian dari efek suara bising pada manusia.

Terry juga mengungkapkan adanya efek negatif suara gaduh dalam perkembangan janin.
Penelitian menemukan pula, kalau setelah terpapar suara berkekuatan tinggi, seperti suara
pesawat yang tinggal landas atau tempat kerja yang sangat ramai, tekanan darah meningkat
hingga 30%. Pengaruh negatif bertambah dengan adanya kenyataan tekanan darah meningkat
dalam tingkat yang tinggi, bahkan saat paparan suara bising berakhir.
Mungkin Anda memilih untuk tak tinggal di dekat bandara agar tak terkena dampak buruk
kebisingan lalu litas pesawat. Meski demikian, suara gaduh lain yang mungkin kita
pertimbangkan secara moderat memang memiliki pengaruh. Sebuah penelitian di Jerman
menemukan, bahwa tinggal di daerah yang bising dan jalanan yang sibuk memungkinkan
mengakibatkan serangan jantung sebesar 20%, lebih tinggi dari pada orang-orang yang tinggal
di daerah tenang.

Studi tersebut menghubungkan permasalahan dalam mendengarkan, juga dipengaruhi oleh


kebisingan. Selain itu, suara gaduh juga dapat berpengaruh pada anak-anak dalam belajar
bicara, membaca, dan dalam menangkap pelajaran di sekolah. Pengaruh yang sama juga telah
didokumentasikan pada orang-orang yang tinggal di dekat bandara, dekat rel kereta api dan
jalan besar.

Ketidakmampuan untuk mendengar dan memahami segala yang diajarkan guru dapat diartikan
sebagai kwalitas yang menyedihkan, dan bahkan dapat meningkatkan tingkat ketidaklulusan di
sekolah.

Lebih jauh lagi, polusi suara juga membawa dampak pada tingkah laku anak-anak dan orang
dewasa. Sebuah studi mengamati respon seorang pejalan kaki saat seseorang meminta
bantuan di tempat yang gaduh. Sementara ditengah kebisingan suara mesin pemotong rumput
yang meraung di sekitar, ada seseorang wanita yang patah tulang menjatuhkan bukunya, tak
seorangpun datang untuk memberikan bantuan. Namun pada saat mesin pemotong rumput
163
yang bersuara ribut dimatikan, dan kejadian yang sama diulang, beberapa pejalan kaki berhenti
guna memberi bantuan pada wanita ini.

Dari uraian diatas, dampak pencemaran suara biasanya hanya menyebabkan gangguan–
gangguan kecil yang tidak begitu dirasakan oleh makhluk yang tercemari. Pencemaran suara
yang bersifat terus-menerus dengan tingkat kebisingan di atas 80 dB itulah yang dapat
mengakibatkan efek atau dampak yang merugikan kesehatan manusia dan juga menimbulkan
kerugian secara materi karena dengan kesehatan yang terganggu maka produktivitas kerja
akan menurun.

D. Cara Menanggulangi Pencemaran Suara


Dari uaraian diatas tentang begitu berbahayanya pencemaran suara yang menyebabkan
berbagai gangguan pada manusia, kini banyak digunakan sistem kendali bising yang aktif.
Menurut Dr Ir Bambang Riyanto Trilaksono MSc, peneliti dan dosen pada Departemen Teknik
Elektron, Institut Teknologi Bandung (ITB), secara konvensional bising diredam dengan
memakai bahan-bahan peredam

Bahan tersebut ditempatkan di sekitar sumber bising atau di dinding ruang yang intensitas
bisingnya mau dikurangi. Sayangnya, kendali bising pasif hanya efektif pada frekuensi tinggi.
Jika pada frekuensi rendah diterapkan sistem ini, bahan peredam yang dibutuhkan akan lebih
berat dan tebal. "Ini meningkatkan biaya, bahkan kadang-kadang membuat sistem sulit
diimplementasikan," kata Bambang.

Pada dasarnya pengendali bising aktif adalah peredam bising dengan menggunakan sumber
suara yang dikendalikan dan melawan sumber bising yang tidak dikehendaki.

Bambang menjelaskan, prinsip yang digunakan dalam kendali bising aktif (active noise
control/ANC) adalah interferensi destruktif antara bising dan suatu sinyal suara lain, lazimnya
disebut antisound). Sistem ini membangkitkan sinyal yang fasanya berlawanan dengan bising
yang mau diredam.

Meskipun sederhana dalam teori, prinsip ini sulit pada prakteknya. Penyebabnya karena
karakteristik sumber bising akustik dan lingkungan selalu berubah terhadap waktu, frekuensi,
amplitudo, dan fasa. Selain itu, kecepatan suara bising tidak stasioner.

Selain itu kini di perkantoran, hotel atau apartemen di kota – kota besar yang dekat dengan lalu
lintas utama atau dekat bandara yang dirasa lingkungannya mempunyai kebisingan yang tidak
bisa ditolerir oleh pendengaran manusia, maka Direktur Jendera Bina Marga sejak tahun 1999
mencanangkan bangunan peredam bising. Dimensi Bangunan Peredam Bising tersebut antara
lain :
a. Tinggi minimal 2,75m (makin tinggi kemampuan redaman makin baik).
b. Tebal dinding minimal 10 cm.

Sedangkan Bahan bangunan peredam bisik


a. Penggunaan bahan untuk mereduksi bising adalah dari hasil olahan industri berupa beton
ringan agregat yang disebut ALWA berupa konblok (masif) dengan komposisi campuran: Semen
: Pasir : ALWA= 1 : 4 : 4
b. Dimensi konblok ALWA dapat dicetak menurut ukuran pabrik, sebagai berikut: (30 x 10 x 15)
atau (30x15x15)cm
c. Bahan selain ALWA seperti Bata Merah atau Batako harus dengan rancangan khusus untuk
memperoleh kemampuan redaman bising yang baik.
164
Secara terus menerus program ini terus disosialisasikan oleh pemerintah dalam upayanya
mengurangi polusi suara

Kebijakan yang sudah diambil oleh pemerintah dalam menanggulangi polusi suara dan polusi
udara adalah mengendarai mobil dengan sistem 3 in 1 yaitu dalam satu mobil minimal harus
diisi dengan 3 orang, agar keributan yang terjadi akibat kemacetan, asap dan desing suara
mesin tidak terlalu memadati jalan raya. Selain itu yang perlu dilakukan pemerintah adalah
mengurangi penjualan kendaraan bermotor, karena hal ini merupakan salah satu pemacu
terjadinya kebisingan di jalanan. Karena melihat kenyataan sekarang ini, setiap individu tidak
lepas dari kendaraan bermotor.
Dari setiap individu pun kesadaran akan pentingnya pengurangan polusi suara harus lebih
digalakkan. Misalnya dengan tidak terlalu banyak memakai alat elektronik yang menimbulkan
suara bising, tidak berteriak dalam berbicara atau tidak mendengarkan musik dengan earphone
dengan sangat keras. Karena secara tidak langsung hal itu bisa mengurangi kelelahan otak
dalam mendengar.

Dari pabrik atau lembaga–lembaga penemuan teknologi baru, seharusnya memikirkan juga
tentang efek samping terhadap mesin yang menimbulkan suara gaduh. Pihak produsen
seharusnya memasang peredam suara dalam setiap poduknya sehingga kebisingan dapat
diminimalisir.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kehidupan modern sepertinya jadi perjuangan yang tak berkesudahan untuk melawan hiruk
pikuk yang kian meningkat. Dimanapun kita berada kita selalu mendengar kebisingan yang
secara tidak sadar juga mengganggu kinerja tubuh kita. Walaupun tidak begitu mendapat
perhatian seperti 3 pencemaran lain, pencemaran suara merupakan suatu yang sangat penting
untuk dikaji karena dampaknya kian hari kian terlihat.

Banyak gangguan yang diakibatkan oleh pencemaran suara diantaranya mulai dari konsentrasi
yang kurang sampai meninggal akibat kebisingan yang diterima dalam jangka waktu yang lama
dan secara tidak langsung mengajak otak untuk mengubah cara kerja organ tubuh.

B. Saran
Untuk meminimalisir polusi suara ini ada berbagai cara yang bisa dilakukan yaitu dengan
meredam bising yang tidak diinginkan dengan suara yang menenangkan, pembangunan
bangunan peredam bising, meminimalisir penggunaan kendaraan bermotor, peralatan
elektronik dan pemberian peredam suara oleh pabrik untuk produknya yang dirasa
menimbulkan kebisingan yang melewati ambang batas pendengaran manusia.

DAFTAR PUSTAKA

• http://id.wikipedia.org/wiki/Polusi_suara diakses 21 Januari 2009


•http://organisasi.org/pengertian_definisi_arti_efek_dampak_dan_penyebab_pencemaran_suar
a_pada_pencemaran_lingkungan_hidup_dan_tubuh_manusia diakses 23 Januari 2009
165
• http://www.kapanlagi.com/a/dampak-buruk-dan-dampak-baik-suara-i.html diakses 23 Januari
2009
•http://kesehatan.kompas.com/read/2010/01/23/16481222/Awas.Bising.Mengganggu.Pendeng
aran diakses 24 Januari 2009
•http://www.google.co.id/#hl=id&q=PEDOMAN+PERENCANAAN+TEKNIK+BANGUNAN+PERED
AM+BISING&meta=&
Diposkan oleh 9@6I49 di 00:20
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Keith, Lawrence.H. 1991. Environmental Sampling and Analysis. A Practical Guide. Lewis
Publisher, Florida.
Moh.Irsyad, 1997. Pemantauan Kualitas Udara. Pelatihan Minimisasi Limbah. Bandung, 3-13
Nopember 1997

166

Anda mungkin juga menyukai