Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Baku dan Bahan Pembantu

Asam Sulfat dibuat dengan bahan baku yaitu belerang dan udara.

Belerang biasanya didapat dalam wujud padatan (granul) sehingga diperlukan

proses pencairan dan pemurnian untuk mendapatkan belerang murni yang

bersih. Udara digunakan untuk diambil oksigennya (O2). Pembuatan asam sulfat

juga membutuhkan bahan-bahan pembantu lain seperti air proses dan katalis.

Katalis digunakan untuk mempercepat laju reaksi dan air proses digunakan

sebagai pengencer ataupun media pendingin.

2.1.1 Bahan Baku

2.1.1.1 Belerang

Belerang merupakan bahan kimia yang harus ada dalam pembuatan

asam sulfat, karena belerang merupakan sumber S dalam pembuatan asam

sulfat. Sifat fisika dan kimia dari belerang yang digunakan sebagai bahan

baku adalah sebagai berikut:

a. Sifat Fisika

Tabel 5. Sifat Fisika Belerang


Karakteristik Sifat Fisika
Rumus Molekul S
Berat Molekul 32,07 gr/mol
Titik leleh 120°C
Titik didih 444,6 °C
Specific Gravity 2,046
Wujud Padat
Warna Kuning
(Perry, 2008)

24
25

b. Sifat Kimia

- Dengan Natrium Sulfida membentuk Natrium disulfida :


Na2S + S  Na2S2

- Reaksi dengan Ion Sulfit membentuk Thiosulfat :

S + SO32-  S2O32-

- Reaksi dengan Natrium Sulfit membentuk Natrium Thiosulfat:

S + Na2S2O3  Na2S2O3

(Patnaik, 2003)

Sumber belerang pada proses pembuatan asam sulfat dapat dibagi

menjadi 3 golongan, diantaranya :

1. Deposit Unsur Belerang, banyak ditemukan di Texas dan Louisiana

2. Belerang diperoleh dalam bentuk Sulfur dioksida (SO2) yang merupakan

produk samping dari berbagai proses pemanggangan bijih sulfida dari

Pirit (FeS2), Manoklinik pirotit (Fe7S8), Kalkopirit (CuFeS2), Timbal (II)

Sulfida (PbS), Sfalerit (ZnS). Reaksi yang terjadi adalah:

2 FeS2 (s) + 5 O2 (g)  2 FeO (s) + 4 SO2 (g)

2 Fe7S8 (s) + 30 O2 (g)  7 Fe2O4 (s) + 16 SO2 (g)

2 CuFeS2 (s) + 4 O2 (g)  Cu2S (s) + 2 FeO (s) + 3 SO2 (g)

2 PbS(s) + 3 O2 (g)  2 PbO (s) + 2 SO2 (g)

ZnS (s) + 3/2 O2 (g)  ZnO (s) + SO2 (g)

3. Gas Alam yang mengandung hidrogen sulfida (H2S)

(Chang, 1988)

c. Proses Penambangan Belerang

Zaman dahulu proses penambangan belerang hanya menggunakan

prinsip yang sederhana atau manual. Belerang dalam bijih tersebut

dikonsentrasikan dengan cara membakar sebagian belerang tersebut dalam


26

tumpukan, agar sebagian belerang lainnya melebur dan zat cairnya dapat

ditarik keluar, kemudian dicetak dalam sebuah cetakan. Namun penambangan

belerang ini dinilai terlalu mahal, sehingga dikembangkan proses baru dalam

penambangan belerang. Ada 2 macam penambangan belerang yang

dikembangkan, yaitu:

1. Proses Frasch

Pada akhir tahun 1890-an, seorang ilmuwan yang bernama Herman

Frasch mempunyai ide dalam pengambilan belerang yang dikenal dengan

proses Frasch. Cara pengambilan belerang yaitu dengan cara peleburan

belerang di bawah tanah atau di bawah laut, untuk kemudian dipompakan ke

permukaan. Proses Frasch menggunakan tiga pipa konsentrik yang ditanam ke

dalam tanah.

Batuan yang mengandung belerang di sekitar sumur penambangan,

dilalui oleh sirkulasi air panas dengan suhu sekitar 160 oC melalui pipa terluar.

Sirkulasi air panas tersebut akan menaikkan suhu sampai di atas titik cair
o
belerang, yaitu sekitar 115 C. Belerang cair yang lebih berat dari air,

tenggelam dan membentuk suatu kolam disekitar dasar sumur, kemudian

masuk melalui perforasi (lubang-lubang) bagian bawah, lalu naik ke atas

sampai kira – kira setengah ketinggian permukaan pipa. Udara tekan juga

dipompakan melalui pipa terdalam untuk mendorong belerang cair sehingga

naik ke permukaan melalui pipa tengah. Air ditarik keluar dari formasi dengan

laju aliran kira–kira sama dengan laju injeksinya, agar tidak terjadi peningkatan

tekanan yang dapat menyebabkan pemasukannya terhenti.

Belerang yang telah dipompa ke permukaan dalam keadaan cair,

kemudian dialirkan melalui pipa – pipa yang dipanaskan dengan uap menuju
27

sebuah pemisah (separator) untuk dipisahkan dari udaranya. Belerang tersebut

kemudian ditampung dalam tangki penimbunan dan dibiarkan hingga memadat

atau dibiarkan dalam keadaan cair dengan cara pemberian panas melalui uap

(Austin,1996).

2. Proses Clauss

Hidrogen sulfide (H2S), banyak dihasilkan pada pemurnian gas bumi

asam, gas tanur kokas, dan gas kilang minyak. Hidrogen sulfida ini dipisahkan
dengan cara melarutkannya di dalam etanolamin (HOCH2CH2NH2)
H2S (g) + HOCH2CH2NH2 (l)  HOCH2CH2NH3+ + HS-
Sesudah dipisahkan, sebagian H2S kemudian dibakar di udara dengan
bantuan katalis aluminium oksida pada menghasilkan sulfur dioksida:
H2S (g) + 3/2 O2 (g)  SO2 (g) + H2O(g) ∆H = -518,8 kJ
Al2S3

Gas SO2 dapat digunakan secara langsung untuk membuat asam sulfat
atau dikonversi kembali menjadi sulfur unsur melalui berbagai modifikasi proses
clauss yang menggunakan katalis Ferioksida
SO2 (g) + 2 H2S (g)  3 S (l) + 2 H2O(g) ∆H = -142,8 kJ
Fe2O3
(Austin, 1996)

2.1.1.2 Udara

Udara yang ada pada atmosfer bumi banyak mengandung gas – gas

seperti Oksigen (O2), Nitrogen (N2), Neon (Ne), Argon (Ar) dan lain – lain.

Komposisi udara di alam dapat dilihat pada tabel 6.


28

Tabel 6. Komposisi Udara


Komponen % Volume
Nitrogen 78,03
Oksigen 20,99
Argon 0,93
Karbon dioksida 0,033
Neon 0,0015
Hidrogen 0,0010
Helium 0,0005
Kripton 0,0001
Xenon 0,000008
(Chang, 1988)

Udara yang didapatkan biasanya didapat dalam suatu campuran

dengan gas – gas lain sehingga perlu dipisahkan. Dalam pemisahan gas

Oksigen dan gas Nitrogen dapat dilakukan dengan destilasi terhadap udara

karena titik didih dari masing – masing gas berbeda sehingga dapat

dipisahkan.

Prosesnya diawali dengan pemisahan udara dalam filter, dimana

penyaringan dengan filter ini dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran dan

debu. Kemudian udara didinginkan di dalam heat exchanger sampai

temperatunya mencapai kurang lebih -170 oC diharapkan pada suhu tersebut,

air dan karbon dioksida (CO2) dapat terpisahkan. Udara murni, yang sebagian

mengandung oksigen dan nitrogen, dimasukkan dalam kolom fraksinasi, dan

didinginkan kembali. Gas Nitrogen akan menguap lebih dahulu karena titik

didih gas nitrogen (sekitar -196 oC) lebih rendah daripada titik didih gas

Oksigen (sekitar -183 oC). Nitrogen ini akan berada di kolom yang paling atas,

sedangkan oksigen berada didasar kolom sebagai cairan. (Chang, 1988).


29

Sifat fisika dan kimia dari udara yang digunakan sebagai bahan
pembantu adalah sebagai berikut :
a. Nitrogen
Sifat Fisika Nitrogen:
Tabel 7. Sifat Fisika Nitrogen
Karakteristik Sifat Fisika
Rumus Molekul N2
Berat Molekul 28,01 gr/mol
Titik leleh -209,86 °C
Titi didih -195,8 °C
Specific Gravity 1,026
Wujud Gas
(Perry, 2008)

Sifat Kimia Nitrogen:


- Nitrogen bereaksi dengan hidrogen akan menghasilkan panas dalam
pembuatan ammonia. Reaksinya sebagai berikut:
N2 + 3 H2  2 NH3
Fe O
2 3

- Nitrogen bereaksi dengan Oksigen membentuk Nitrogen monoksida.


Reaksinya sebagai berikut:
N2 + O2  2 NO
- Nitrogen bereaksi dengan Natrium dan Karbon membentuk Natrium
Sianida pada suhu 9000C. Reaksinya sebagai berikut:
N2 (g) + 2 Na + 2 C  2 NaCN
(Patnaik, 2003)

b. Oksigen
Sifat Fisika Oksigen
Tabel 8. Sifat Fisika Oksigen
Karakteristik Sifat Fisika
Rumus Molekul O2
Berat Molekul 32 gr/mol
Titik leleh -218,4 °C
Titi didih -183°C
Specific Gravity 1,1053
Wujud Gas
(Perry, 2008)
30

Sifat Kimia Oksigen:


- Oksigen direaksikan dengan metana menghasilkan Karbon monoksida
dan Hidrogen. Reaksinya sebagai berikut:
CH4 + ½ O2  CO + 2 H2
- Oksigen direaksikan dengan etilen membentuk Ethynol. Reaksinya
sebagai berikut:
C2H4 + ½ O2  C2H2O
- Oksigen direaksikan dengan hidrogen menghasilkan air. Reaksinya
sebagai berikut:
2H2 + O2 ↔ 2 H2O (Patnaik, 2003)

2.1.2 Bahan Pembantu

2.1.2.1 Air (H2O)

Air merupakan zat yang paling penting dalam proses produksi baik

dalam industri asam sulfat maupun dalam industri – industri lain. Proses

pembuatan asam sulfat membutuhkan air dalam proses pengencerannya,

untuk didapatkan konsentrasi yang diinginkan serta sebagai media pendingin

dalam waste heat boiler. Sifat fisika dan kimia air adalah sebagai berikut:

a. Sifat Fisika

Tabel 9. Sifat Fisika Air


Karakteristik Sifat Fisika
Rumus Molekul H2O
Berat Molekul 18.02 gr/mol
Titik beku 0°C
Titi didih 100°C
Kerapatan 0,998 gr/
Wujud Cair
(Perry,2008)
31

b. Sifat Kimia

- Air direaksikan dengan Karbon, membentuk Karbon monoksida dan


Hidrogen. Reaksinya sebagai berikut:
C + H2O  CO + H2
- Air direaksikan dengan Natrium hidrida, membentuk Natrium hidroksida
dan Hidrogen. Reaksinya sebagai berikut:
NaH + H2O  NaOH + H2
- Air direaksikan dengan Flour membentuk Asam flourida dan Oksigen.
Reaksinya sebagai berikut:
2F2 + 2 H2O 4 HF + O2 (Patnaik, 2003)

2.1.2.2 Vanadium pentaoksida (V2O5)

Aplikasi yang paling penting dari V2O5 adalah digunakan dalam bidang

katalisis. Katalis ini berperan dalam pembuatan asam sulfat dengan proses

kontak. Komposisi utama V2O5 adalah sebagai berikut:

Tabel 10. Komposisi Utama V2O5

Komponen % Volume
V 56,02 %
O 43,98 %
(Patnaik, 2003)

Fungsi katalis dalam reaksi katalitik adalah meningkatkan laju reaksi.


Katalis konversi sulfur dioksida ini biasanya mengandung lebih dari 7% V2O5.
Katalis komersial mengandung garam kalium (sulfat, pirosulfat dan

sebagainya) disamping V2O5. Katalis ini mempunyai waktu kerja yang cukup
lama, yaitu sekitar 20 tahun, tidak mudah keracunan, kecuali oleh flour yang
merusak bahan silika menjadi pengangkut (Austin, 1996).
Penggunaan V2O5 cukup tinggi konversinya, dapat mencapai 98%
bergantung pada konsentrasi SO2 di dalam gas dan rasio O2/SO2 dalam pabrik
32

absorpsi tunggal dan mencapai 99,8% dalam pabrik jenis absorpsi ganda
(Austin, 1996). Sifat fisika dan kimia V2O5 adalah sebagai berikut:
a. Sifat Fisika

Tabel 11. Sifat Fisika V2O5:


Karakteristik Sifat Fisika
Berat Molekul 181,88 gr/mol
Titik Leleh 800°C
Titi Didih 1750°C
Warna Merah Kekuningan
Bentuk Padat
(Perry,2008)

b. Sifat Kimia

- Vanadium pentaoksida ketika dipanaskan dengan gas Klorin pada suhu

5000C dengan adanya Karbon, membentuk Vanadium oksitriklorida dan

Karbon monoksida. Reaksinya sebagai berikut:

V2O5 + 3 C + 3 Cl2  2 VOCl3 + 3 CO

- Vanadium pentaoksida bereaksi dengan Natrium hidroksida membentuk

Natrium metavanadat dan air. Reaksinya sebagai berikut:

V2O5 + 2 NaOH  2 NaVO3 + H2O

- Ketika Sulfur dioksida dilewatkan melalui larutan Vanadium pentoksida

di

asam sulfat, terbentuk produk kristal biru Vanadyl sulfat. Reaksinya

sebagai berikut:

V2O5 + H2SO4 + H2O + SO2  2 VOSO4 + 2H2O

(Patnaik, 2003)

2.2 Macam – Macam Proses Pembuatan Asam Sulfat

Dalam proses pembuatan asam sulfat di dalam suatu industri dikenal

dua macam proses, yaitu:

1. Proses Kamar Timbal


33

2. Proses Kontak
Masing – masing proses pembuatan asam sulfat dapat diuraikan sebagai

berikut:

a. Proses Kamar Timbal

Proses kamar timbal dikembangkan abad ke-18, pada proses ini sejumlah

kecil SO3 yang dihasilkan dimasukkan ke dalam air untuk membentuk asam

sulfat. Proses ini mengungkapkan bahwa penambahan natrium nitrat atau

kalium nitrat meningkatkan rendemen SO3. Garam garam ini terurai,

menghasilkan nitrogen dioksida, yang bereaksi dengan SO2 dan

menghasilkan SO3:

SO2 (g) + NO2 (g)  SO3 (g) + NO (g)

Joseph Gay-Lussac mengambil langkah maju yang nyata pada tahun

1835 ketika ia membangun menara untuk mengambil kembali NO yang

sebelumnya telah dihembuskan ke luar dan mengkonversinya kembali

menjadi NO2 melalui reaksi dengan oksigen. Tepatnya dalam menara Gay-

Lussac, NO dikonversi menjadi asam nitrit (HNO2) yang dilarutkan dalam

asam sulfat berair:

2 NO (g) + ½ O2 (g) + H2O (l)  2 HNO2 (aq)

Asam nitrit kemudian direaksikan dalam menara kedua, yaitu menara

Glover—yang diberi nama sesuai dengan pengembangnya, John Glover—

untuk mengoksidasi sulfur dioksida:

2 HNO2 (aq) + SO2(g)  H2SO4 (aq) + 2 NO (g)

Reaksi keseluruhan adalah:

SO2 (g) + ½ O2 (g) + H2O (l)  H2SO4 (aq)

Pendaur ulangan oksida nitrogen sangat mengurangi konsumsi natrium

nitrat atau kalium nitrat, yang hanya sekarang diperlukan untuk menggantikan
34

dalam kehilangan dalam proses. Disamping itu, menara Glover memproduksi

asam sulfat yang lebih pekat—75 sampai 85% H2SO4 berdasar massa

dibandingkan 60 sampai 70% yang diperoleh dengan metode terdahulu

(Oxtoby, 2003.)

b. Proses Kontak

Selain proses kamar timbal, metode lain yang lebih modern dan lebih

efsien untuk pembuatan asam sulfat adalah proses kontak. Pada proses ini

campuran gas sulfur dioksida (SO2) dan Oksigen (O2) dilewatkan melalui

reaktor yang berisi katalis Vanadium pentaoksida (V2O5) pada temperature

berkisar antara 4000C - 5000C. Pembuatan asam sulfat dengan proses kontak,

yaitu terjadinya kontak antara campuran gas-gas dengan katalis. Reaksi yang

terjadi sebagai berikut:

2 SO2 (g) + O2(g) ↔ 2SO3 (g) ∆H = -198kJ

Sesuai dengan prinsip Le Chatelier, agar jumlah SO3 (konversi SO3)


yang terbentuk tinggi, maka pada kesetimbangan tersebut harus dilakukan
aksi yaitu suhu harus rendah dan tekanan harus tinggi. Jika suhu rendah,
reaksi akan berjalan lambat. Selain itu, biaya menjadi sangat mahal karena
proses dalam suatu pabrik berlangsung pada tekanan tinggi. Masalah ini
dapat diatasi dengan menggunakan katalis Vanadium pentaoksida (V2O5)
dimana apabila menggunakan katalis ini temperatur optimumnya temperature
berkisar antara 4000C dan 5000C, prosedur ini dapat dipilih untuk
meningkatkan laju pembentukan SO3.
Selain Vanadium, katalis lain yang dapat digunakan pada proses
kontak ini adalah platina (Pt). Namun, platina mudah teracuni, sehingga tidak
dapat digunakan proses dalam waktu yang cukup lama.
SO3 yang terbentuk larut dalam asam sulfat pekat membentuk oleum
(H2S2O7). Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
SO3 (g) + H2SO4 (aq)  H2S2O7 (aq)
35

Kemudian Oleum tersebut diolah dengan air untuk membentuk asam

sulfat.

Reaksi yang terjadi sebagai berikut:

H2S2O7 (aq) + H2O (l)  2 H2SO4 (aq)

(Chang, 1988)

Proses pembuatan asam sulfat dengan proses kontak dapat digambarkan

sebagai berikut:

Udara

Belerang SO2
Reaksi 2SO2 Oleum
Sulfur
+ O2  Cooler
Tower
Burner
Udara 2SO3

98%
H2SO4

Gambar 4. Pembuatan Asam Sulfat Proses Kontak

2.3 Produk Utama & Produk Samping

2.3.1 Produk Utama

2.3.1.1 Asam Sulfat

Asam Sulfat merupakan zat kimia yang sangat aktif, paling banyak

dipakai dan merupakan produk teknik yang amat penting. Zat ini digunakan

sebagai bahan untuk pembuatan garam – garam sulfat dan untuk sulfonasi.

Bahan ini dipakai dalam berbagai macam industri pupuk, kulit, plat timah,

pengolahan minyak dan dalam pewarnaan tekstil (Austin,1996).


36

Sifat fisika dan kimia asam sulfat adalah sebagai berikut:

a. Sifat fisika

Tabel 12. Sifat Fisika Asam Sulfat


Karakteristik Sifat Fisika
Rumus Molekul H2SO4
Wujud Cair
Berat Molekul 98,08 gr/ml
Specific Gravity 1,834
Titik Leleh 10,490C
Titik Didih 3400C
(Perry, 2008)

b. Sifat kimia

Sifat kimia dari asam sulfat meliputi:

- Asam sulfat bereaksi dengan Natrium hidroksida membentuk Natrium sulfat.

Reaksinya sebagai berikut:

H2SO4 + 2 NaOH  2 Na2SO4 + 2 H2O

- Asam sulfat bereaksi dengan Kalsium fluorida membentuk Hidrogen fluorida

dan Kalsium sulfat. Reaksinya sebagai berikut:

CaF2 (s) + H2SO4 (l)  CaSO4 (s) + 2 HF (g)

- Asam sulfat bereaksi dengan Natrium klorida membentuk Sodium bisulfat.

Reaksinya sebagai berikut:

NaCl (s) + H2SO4 (l)  NaHSO4 (s) + HCl (g)

(Patnaik, 2003)

2.3.2 Produk Samping

2.3.2.1 Steam
37

Uap atau steam merupakan gas yang dihasilkan dari proses yang disebut

penguapan. Bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan steam adalah air

bersih. Steam yang dihasilkan dari proses pembuatan asam sulfat pada Pabrik

Asam Sulfat II Departemen Produksi III B PT. Petrokimia Gresik adalah jenis

medium pressure steam dengan kondisi superheated (steam lewat jenuh)

bertekanan 36 kg/cm2 dan suhu 2940C digunakan untuk menggerakkan turbin,

dan menghasilkan listrik sebesar 17,5 MW untuk kebutuhan operasi di

Departemen Produksi III B.

2.4 Pengembangan Proses di Industri

Asam sulfat merupakan bahan yang penting untuk industri. Pembuatan

asam sulfat pada abad 18 sampai abad 19 masih menggunakan proses kamar

timbal, dimana oksidasi nitrogen sebagai katalis homogen untuk oksidasi sulfur

dioksida. Produk yang dihasilkan dari poses ini mempunyai kadar konsentrasi

rendah, yaitu 78% asam sulfat dan kurang bisa digunakan untuk proses industri

pada umumnya.

Sebelum abad 20, proses kamar timbal diganti dengan proses kontak

dalam konfigurasi yang menggunakan absorpsi tunggal. Penggunaan proses

kontak dilakukan karena banyak proses industri yang memerlukan asam sulfat

dengan konsentrasi tinggi, proses ini dijalankan dengan menggunakan katalis

platinum. Tahun 1915, ditemukan katalis yang efektif untuk proses kontak, yang

dikembangkan oleh Badische (Jerman), yaitu Vanadium. Katalis ini digunakan

tahun 1926 di Amerika dan menggantikan katalis platinum (Austin, 1996).

Proses kontak kemudian mengalami modifikasi secara berangsur-angsur

dan menggunakan absorbsi ganda, sehingga hasilnya lebih tinggi dan emisi SO 2

yang belum terkonversi dari cerobong asap berkurang (Austin, 1996). Di PT.
38

Petrokimia Gresik pengoperasian pabrik asam sulfat dengan proses double

contact double absorption dilakukan sejak tahun 1984 pada Pabrik Asam Sulfat I

yang ditangani oleh kontraktor Hitachi Zosen dan untuk pengoperasian Pabrik

Asam Sulfat II mulai tahun 2015 yang ditangani oleh kontraktor Wuhuan

Engineering Co., Ltd.

Belerang padat dicairkan di dalam melter kemudian dipompakan ke

dalam burner melalui pipa-pipa panas yang bertujuan agar sulfur tetap dalam

keadaan cair, sehingga sulfur dapat dipompakan, kemudian sulfur disemprotkan

melalui sebuah nozzle yang bertekanan tinggi akibat dari tekanan udara yang

berasal dari sebuah kompresor. Sulfur dan udara akan bercampur lalu terbakar

di dalam burner.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

S(l) + O2 (g) → SO2(g) (1)

Belerang cair dibakar pada suhu sekitar 500⁰C, sehingga menjadi gas

belerang dioksida. Gas hasil pembakaran dalam burner didinginkan secara

mendadak melalui sebuah waste heat boiler, sampai suhu 425-440⁰C, dengan

harapan didapat konversi yang maksimal saat akan diubah menjadi gas SO3.

Belerang dioksida kemudian dimasukkan ke dalam sebuah converter untuk

dioksidasi lebih lanjut dengan udara menjadi gas belerang trioksida (SO3(g)).

Pada tahap ini diharapkan gas sulfur trioksida memiliki konversi yang tinggi.

Keseimbangannya merupakan kebalikan suhu dan fungsi langsung rasio

oksigen terhadap sulfur dioksida, laju reaksi merupakan fungsi suhu. Komposisi

gas dan banyaknya katalis akan mempengaruhi laju, konversi dan kinetika

reaksi.

Reaksi yang terjadi adalah eksotermis yang reversible sebagai berikut :


39

SO2(g) + ½ O2(g) → SO3(g) ΔH= -198 kJ (2)

Reaksi ini berlangsung pada suhu sekitar 450⁰C, tekanan 1 atm dengan
katalis V2O5. Kemudian gas SO3(g) dilarutkan ke dalam menara absorber untuk
dikontakkan secara langsung dengan asam sulfat pekat hingga menjadi asam
sulfat pekat berasap (oleum dengan rumus kimia H2SO4.SO3 atau H2S2O7)

SO3(g) + H2SO4 (l) → H2S2O7 (l) (3)

Oleum hasil dari menara absorber dimasukkan ke dalam tangki mixing.

Oleum akan diencerkan dengan air sehingga kelebihan SO3 akan terlarut di

dalam air, dan didapat asam sulfat pekat yang tidak berasap.

H2S2O7 (l) + H2O (l) → 2 H2SO4 (l) (4)

Dari proses kontak ini lalu akan terbentuk asam sulfat pekat dengan

kadar 98-99%. Tahap penting dalam proses ini adalah reaksi (2). Reaksi ini

merupakan reaksi kesetimbangan reversible dan eksoterm. Sama seperti pada

sintesis amonia, reaksi ini hanya berlangsung baik pada suhu tinggi. Akan tetapi

pada suhu tinggi justru kesetimbangan bergeser ke kiri, sehingga suhu gas harus

dijaga konstan.

Pada proses kontak digunakan suhu sekitar 400⁰C – 5000C dengan

katalisator V2O5. Sebenarnya tekanan besar akan menguntungkan produksi SO3,

tetapi penambahan tekanan ternyata tidak diimbangi penambahan hasil yang

memadai. Oleh karena itu, pada proses kontak tidak digunakan tekanan besar

melainkan tekanan normal yaitu 1 atm (Chang, 1988).

2.5 Azas Le Chatelier

Ada aturan umum yang membantu kita untuk memprediksi ke arah mana

suatu kesetimbangan reaksi akan bergerak ketika perubahan konsentrasi,


40

tekanan, volume, atau suhu terjadi. Aturan, yang dikenal sebagai prinsip Le

Châtelier ini, menyatakan bahwa jika tegangan eksternal diterapkan ke sistem

pada kesetimbangan, sistem akan menyesuaikan sedemikian rupa sehingga

tegangan tersebut dapat diimbangi ketika sistem mencapai posisi keseimbangan.

Kata ―tegangan‖ di sini berarti perubahan konsentrasi, tekanan, volume, atau

suhu yang membuat sistem pada keadaan tidak setimbang.

Perubahan konsentrasi, yakni jika salah satu komponen pada sistem

kesetimbangan konsentrasi ditambah, maka kesetimbangan akan bergeser

kearah yang berlawan dari komponen tersebut. Jika salah satu komponen pada

sistem kesetimbangan konsentrasinya dikurangi, maka kesetimbangan akan

bergeser ke arah komponen tersebut. Pengaruh suhu yaitu jika suhu dinaikan,

maka reaksi akan bergeser ke arah reaksi endoterm (menyerap kalor)

kesetimbangan bergeser dari arah kanan ke kiri. Jika suhu diturunkan, reaksi

akan bergeser ke arah eksoterm (melepas kalor), kesetimbangan bergeser dari

arah kiri ke kanan. Pengaruh tekanan dan volum, yakni apabila tekanan

diperbesar dan volum diperkecil, reaksi akan bergeser ke arah jumlah mol gas

yang lebih kecil. Jika tekanan diperkecil dan volum diperbesar, reaksi akan

bergeser ke arah jumlah mol gas yang lebih besar (Chang, 2010).

2.6 Absorbsi

Absorbsi adalah proses perpindahan massa suatu solute pada peristiwa

kontak antara fasa gas ke fasa cair dimana gas tersebut dapat larut dalam fasa

cairnya. Absorbsi gas merupakan salah satu proses dimana suatu campuran gas

dikontakan dengan suatu cairan penyerap tertentu sehingga satu atau lebih

komponen gas tersebut larut dalam cairannya. Misalnya, gas dari oven kokas
41

produk dicuci dengan air untuk menghilangkan amonia dan pada minyak untuk

menghilangkan benzena dan uap toluena (Treybal,1981).

2.6.1 Macam – Macam Absorbsi

1. Absorbsi kimia merupakan absorbsi dimana gas terlarut didalam

larutan penyerap disertai dengan adanya reaksi kimia. Pada umunya

pemisahan zat terlarut dibutuhkan. Pada kasus tertentu pelarut dan zat

terlarut dapat bereaksi tetapi zat kimia yang terbentuk juga mudah

terdekomposisi oleh pemanasan dan zat terlarut dipulihkan melalui stripping.

Penyerapan CO2 dan H2S dengan larutan ethanolamine dapat dikategorikan

dalam absorbsi kimia.

2. Absorbsi fisika merupakan penyerapan dimana gas terlarut dalam

cairan penyerap tidak disertai reaksi kimia. Sebagai contoh absorbsi

oksigen, nitrogen, dan gas inert lainnya dalam air. Absorbsi Cl2 dalam air

dan SO2 dalam air dianggap sebagai kasus absorbsi fisika yang ditunjukan

dengan analisa yang teliti dari data lengkap eksperimen laju hidrolisis dari

pelarut relatif zat terlarut dengan laju penyerapan harus dipertimbangkan

(Badger and Banchero, 1955).

2.6.2 Proses Kontak dengan Absorbsi Tunggal

Pabrik asam sulfat absorbsi tunggal terdiri dari satu atau lebih bed katalis

disusun dalam seri yang dilanjutkan dengan menara absorpsi untuk menyerap

SO3 yang terbentuk. Konversi SO2 ke SO3 dapat berlangsung dari satu atau lebih
42

bed katalis tergantung pada konsentrasi SO2 dan O2 dalam gas dan tingkat

konversi yang diharuskan.

Gas yang mengandung konsentrasi SO2 yang sangat rendah dapat

diperlakukan dalam konverter yang hanya berisi satu atau dua bed katalis dan

mencapai tingkat konversi yang wajar. Untuk konsentrasi SO2 yang lebih tinggi,

tiga atau empat bed katalis diperlukan. Lima bed absorbsi tunggal tidak

memberikan manfaat nyata karena batas reaksi kesetimbangan dicapai setelah 4

bed. Efisiensi konversi SO2 ke SO3 untuk absorpsi tunggal berkisar dari 95 -

98%, tergantung pada jumlah bed katalis, konsentrasi SO2 dan O2 (Douglas,

2005)

2.6.3 Proses Kontak dengan Absorbsi Ganda

Pabrik asam sulfat absorbsi ganda umumnya memiliki dua menara

absorber, yang disebut sebagai absorber menengah atau interpass dan

absorber akhir. Menara absorber pertama terletak setelah gas telah melewati

set pertama bed katalis (kontak pertama), biasanya terdiri atas dua atau tiga

bed. Gas kemudian didinginkan dan SO3 yang terbentuk kemudian dihilangkan

dari komposisi gas dengan proses absorbsi menjadi asam sulfat. Gas yang

masih mengandung SO2 dipanaskan dengan suhu reaksi katalis dimana gas

tersebut akan mengalami konversi lebih lanjut menjadi SO3 di bed katalis yang

tersisa (kontak kedua). Setelah semua konversi telah terjadi, SO3 yang

terbentuk lagi dihilangkan dari komposisi gas dengan proses absorbsi menjadi

asam sulfat.

Proses absorbsi ganda dapat mencapai konversi keseluruhan lebih tinggi

dibandingkan absorbsi tunggal dengan menggunakan prinsip Le Chatelier.


43

Salah satu pokok dalam prinsip Le Chatelier yang dibahas adalah reaksi

reversibel, menghapus produk (mengurangi konsentrasi salah satu komponen

dalam sistem) dari reaksi akan mendorong reaksi untuk menghasilkan lebih

banyak produk (kesetimbangan akan bergesar ke arah komponen tersebut).

dalam hal ini, menghapus SO3 dari gas akan menghasilkan lebih banyak

konversi SO2 menjadi SO3.

Metode yang umum dalam menamai jenis absorbsi ganda adalah dengan

menggunakan jumlah bed sebelum dan setelah absorber menengah. Dengan

demikian maksud dari absorbsi ganda 3/1 ialah memiliki tiga bed katalis

sebelum absorber menengah diikuti oleh satu bed katalis setelah absorber

menengah. Metode absorbsi ganda yang modern umumnya menggunakan

pengaturan 3/1. Konversi keseluruhan 99,7% SO2 ke SO3 adalah yang

memungkinkan dengan pengaturan 3/1 (Douglas, 2005).

Proses pembuatan asam sulfat yang digunakan pada Pabrik Asam Sulfat II

Departemen Produksi III B pada PT. Petrokimia Gresik adalah Proses Double

Contact Double Absorption (DCDA) dengan pertimbangan:

1. Konversi pembentukan SO3 lebih besar dibandingkan proses kamar timbal

maupun absorbsi tunggal, yaitu mencapai 99%

2. Jumlah gas SO3 yang yang terserap atau terabsorbsi lebih banyak

dibandingkan proses kamar timbal maupun proses absorbsi tunggal.

3. Asam sulfat yang dihasilkan mempunyai konsentrasi yang lebih pekat

dibandingkan dengan proses kamar timbal maupun proses absorbsi

tunggal, yaitu mencapai 98%.


44

4. Jumlah asam sulfat yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan proses

kamar timbal maupun proses absorbsi tunggal.

5. Mengurangi emisi gas SO2, sehingga gas SO2 yang dibuang ke udara

bebas melalui stack sebesar (maks.) 392,638 mg/Nm3 atau 150 ppm dan

tidak beresiko bagi lingkungan, karena batas maksimal yang diatur

Peraturan Gubernur Jawa Timur No 10 Tahun 2009 untuk emisi SO2

adalah sebesar 2600 mg/Nm3.

2.7 Pemulihan Asam Sulfat Bekas Pakai

Sebagian besar asam sulfat yang dipakai, dipulihkan untuk didaur

ulangkan. Asam bekas pakai (spent acid) biasa disebut sebagai asam limbah

(waste acid). Asam sulfat yang bekas pakai dapat dipulihkan dan digunakan

kembali dengan biaya yang lebih murah dari asam perawatan (baru). Sebagian

asam sulfat yang dipakai, dipulihkan karena ketentuan lingkungan atau untuk

menghindari pengeluaran biaya untuk netralisasi. Kira – kira terdapat asam

bekas sebanyak 2 x 106 liter yang digunakan kembali setiap tahunnya. Asam

bekas tersebut antara lain:

1. Asam bekas katalis berwarna hitam, namun masih pekat dan tidak terlalu

terkontaminasi (kira – kira 90% asam sulfat, 5% air dan 5% hidrokarbon).

2. Asam bekas nitrasi sudah encer, tetapi hanya terkontaminasi sedikit.

3. Lumpur asam bekas yang berasal dari pengolahan minyak.

Minyak yang menghasilkan lumpur yang bersifat asam, biasanya kotor,

keasamannya rendah, sangat terkontaminasi dan mengandung sampai 75%

asam sulfat dan 20% atau lebih hidrokarbon, sedang sisanya adalah air.

Biasanya lumpur tersebut ditambahkan sedikit asam bekas atau direduksi


45

menjadi sulfur dioksida dengan pemberian kalor dan menghasilkan kokas

sebagai produk sampingan, tetapi proses ini mahal. Asam – asam bekas lainnya,

yang telah digunakan karena kemampuannya menyerap air, misalnya dalam

produksi alcohol dalam pengertian gas klorida, kadang – kadang dipulihkan

dengan hanya mengkonsentrasikannya.

Dalam industri – industri logam misalnya dalam industri baja, asam sulfat

sangat diperlukan untuk proses pencucian/pengasaman untuk mempersiapkan

plat untuk sepuh timah atau Galvanisasi. Oleh karena peluapan cairan bekas

pakai ke badan air tidak diperbolehkan dan karena biaya untuk mengolahnya

dan memulihkan asamnya sangat mahal, penggunaan asam sulfat sekarang

banyak digantikan oleh asam klorida (Austin, 1996).

Anda mungkin juga menyukai