Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL PENELITIAN

SINTESIS KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT PISANG


KEPOK (Musa paradisiaca) DENGAN AKTIVATOR ZnCl2 DAN
APLIKASINYA SEBAGAI FILTER EMISI GAS BUANG PADA
SEPEDA MOTOR

Oleh

M. Ali Akbar 2015090075

Yusril Ihza Visyara 2015090067

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PAMULANG

TANGERANG SELATAN

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia jumlah kendaraan bermotor meningkat dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2013 jumlah kendaraan bermotor yang masih beroperasi di Indonesia
mencapai 104,211 juta unit, naik 11 persen dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2012
yang hanya mencapai angka 94,299 juta unit. Jenis kendaraan yang paling banyak
adalah sepeda motor, yaitu sebanyak 84,732 juta unit, dan sisanya adalah mobil
penumpang, bis, dan truk (Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik
Indonesia, 2014). Gas buang yang dihasilkan dari proses pembakaran pada
kendaraan bermotor tersebut menimbulkan polusi udara sebesar 70 – 80 persen,
sedangkan pencemaran udara akibat industri hanya 20 – 30 persen saja.
Pencemaran udara yang berasal dari hasil pembakaran kendaraan bermotor
berupa gas buang atau emisi gas mengandung berbagai pencemar atau polutan yaitu
gas karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrokarbon (HC), oksida
nitrogen (NOx), sulfur oksida (SOx), partikulat, dan sebagainya. Gasgas buangan
dapat berdampak buruk bagi kesehatan apabila dihirup oleh manusia. Pada
konsentrasi tertentu, parameter-parameter tersebut dapat mengakibatkan kematian
(Basuki, 2007). Emisi gas yang paling berpengaruh adalah emisi gas CO, NO, dan
NOx karena dapat menyebabkan terjadinya peningkatan efek rumah kaca. Efek
rumah kaca ini dapat menyebabkan terjadinya peningkatan suhu rata-rata
permukaan bumi yang dikenal dengan pemanasan global.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut maka dikembangkan
penelitian mengenai penurunan emisifitas gas buang dari kendaraan bermotor, salah
satunya yaitu menggunakan sistem catalytic converter (Metwalley dkk., 2011).
Catalytic converter merupakan suatu jenis knalpot yang berfungsi sebagai pereduksi
emisi gas buang pada kendaraan bermotor seperti CO, HC, NOx, dan SOx. Hal ini
karena di dalam catalytic converter terdapat katalis dengan dua tipe yang berbeda
yaitu katalis reduksi dan katalis oksidasi. Kedua jenis katalis ini memiliki struktur
keramik yang dilapisi dengan katalis logam, biasanya berupa platinum, rhodium
dan atau palladium (Veeraragavan, 2013). Namun demikian, sistem catalytic

2
converter tidak dapat digunakan pada semua jenis kendaraan bermotor, karena
catalytic converter sangat peka terhadap logam-logam lain yang biasanya
terkandung dalam bensin ataupun solar, misalnya timbal pada premium dan
balerang pada solar. Logam-logam tersebut dapat merusak komponen dari catalytic
converter. Oleh karena itu teknologi ini tidak dapat digunakan secara menyeluruh di
daerah yang bahan bakarnya belum bebas timbal, seperti di Indonesia (Warju,
2006). Dengan demikian, perlu dikembangkan penelitian lebih lanjut dalam hal
penurunan emisi gas buang CO, diantaranya menggunakan metode adsorpsi. Salah
satu adsorben yang dapat digunakan untuk menyerap gas CO adalah karbon aktif
(Huang dkk., 2015). Berbagai jenis limbah biomassa telah digunakan sebagai bahan
baku dalam pembuatan karbon aktif, diantaranya ampas tebu, tempurung kelapa,
kulit durian, dan tandan kosong buah pisang.
Di sisi lain, pisang (Musa parasidiaca) merupakan salah satu komoditas buah
unggulan di Indonesia. Hal ini mengacu pada besarnya luas panen dan produksi
pisang yang selalu menempati posisi pertama. Selain besarnya luas panen dan
produksi pisang, Indonesia juga merupakan salah satu sentra primer keberagaman
pisang. Lebih dari 200 jenis pisang terdapat di Indonesia. Berdasarkan data dari
Badan Pusat Statistik, produksi pisang nasional Indonesia mencapai 6 juta ton pada
tahun 2013 dan akan terus meningkat setiap tahunnya (Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanian, 2014). Pisang merupakan buah-buahan yang kaya akan
berbagai zat gizi seperti vitamin A, vitamin C, vitamin E, kalsium, magnesium, dan
kalium. Selain dikonsumsi secara langsung, pisang banyak dimanfaatkan untuk
dijadikan olahan lain seperti pisang sale, keripik pisang, pisang goreng, pisang keju,
tepung pisang, selai, wine, dan lain-lain. Kultivar pisang olahan unggulan Indonesia
adalah pisang kepok (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005). Pisang
kepok yang diolah menjadi berbagai macam produk olahan pisang akan menyisakan
limbah padat berupa kulit pisang dengan nilai ekonomis yang hampir tidak ada. Jika
ditinjau dari kandungan lignoselulosa yang merupakan material utama pembentuk
karbon dari berbagai jenis pisang yang ada di Indonesia, maka diperoleh dua jenis
pisang dengan kandungan lignoselulosa tertinggi yaitu jenis pisang kepok (Musa
paradisiaca) dan pisang raja (Musa textilia) .Hasil analisis menunjukkan bahwa
limbah kulit pisang kepok (basis kering) mengandung abu 0,001%, selulosa sekitar
7,5%, lignin sebesar 7,9%, dan hemiselulosa sekitar 74,9% (Tibolla et al., 2017).
Sedangkan pisang raja mengandung 37,52% hemiselulosa, 12,06% selulosa dan
3
7,04% lignin (Azura Nst et al., 2015). Lignin akan terdegradasi menjadi karbon
pada range suhu 250-500ºC, hemiselulosa terdegradasi pada suhu sekitar 250ºC
(Brebu and Vasile, 2009), sementara selulosa pada suhu 500ºC (Tang and Bacon,
2010). Total karbon yang dimiliki kulit pisang kepok lebih tinggi dibandingkan
dengan pisang raja ditinjau dari total lignoselulosa yang dapat terdegradasi menjadi
karbon, oleh karena itu kulit pisang kepok sangat berpotensi digunakan sebagai
bahan baku dalam sintesis karbon aktif (Mohapatra et al., 2010).
Secara umum, proses pembuatan karbon aktif terdiri dari 3 tahap, yaitu
dehidrasi, karbonisasi, dan aktivasi. Proses karbonisasi menghasilkan residu yang
menutupi permukaan dan pori-pori karbon, sehingga perlu dilakukan aktivasi.
Proses aktivasi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu fisika dan kimia. Aktivasi
kimia biasanya dilakukan untuk bahan baku yang mengandung lignoselulosa. Pada
aktivasi ini, karbon dicampur dengan activating agent.
J. Ma dkk., (2010) menggunakan aktivator CuCl2 dan Cu(CH3COO)2 dalam
sintesis karbon aktif atau zeolit untuk menyerap gas CO. Namun, karbon aktif
teraktivasi Cu ini memiliki kekurangan yaitu apabila terjadi kontak dengan udara
pada suhu lingkungan akan mengakibatkan turunnya kemampuan mengadsorpsi gas
CO secara cepat, dari 56 ml/g menjadi 20 ml/g. Dengan demikian, diperlukan
metode aktivasi lain yang dapat mengoptimalkan adsorpsi gas CO. Tzong dkk.,
(2010) telah membandingkan penggunaan aktivator ZnCl2 dengan H3PO4 pada
sintesis karbon aktif dari ampas tebu dan kulit biji bunga matahari. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa surface area dan volume pori dari karbon yang
diproduksi menggunakan aktivator ZnCl2 lebih besar (2289 m2/g) dibandingkan
dengan H3PO4 (1611 m2/g). Kadar abu yang dihasilkan oleh ZnCl2 lebih rendah
yaitu 0,45% pada suhu 500ºC dibandingkan dengan H3PO4 (3,85%). Sementara
T.H. Liou dkk., (2009) menyatakan bahwa ZnCl2 lebih mudah larut dalam air
dibandingkan H3PO4 sehingga pada tahap pencucian ZnCl2 lebih mudah
dihilangkan dan kemurnian karbon aktif lebih tinggi, mencapai 99,95%. Luiz dkk.,
(2009) membandingkan pengaruh aktivator kimia ZnCl2 dengan FeCl3 terhadap
karakteristik karbon aktif yang dihasilkan dari coffee husks. Aktivasi dengan FeCl3
menghasilkan pori yang lebih kecil dibandingkan ZnCl2., sedangkan surface area
karbon aktif yang dihasilkan pada penggunaan aktivator FeCl3 juga lebih kecil (965
m2/g) dibandingkan ZnCl2 (1522 m2/g). Akibatnya, kapasitas penjerapan yang

4
dihasilkan pada aktivasi FeCl3 juga lebih kecil (65 mg/g) dibandingkan dengan
ZnCl2 (167 mg/g).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka penelitian ini dipilih larutan ZnCl2
sebagai aktivator kimia karena memiliki banyak kelebihan dibandingkan aktivator
lainnya. Selain itu, ZnCl2 merupakan salah satu jenis dari logam halida yang
banyak digunakan dalam proses sintesis karbon aktif yang akan digunakan untuk
mengadsorpsi gas.
Teknik pemanasan saat aktivasi diduga dapat berpengaruh terhadap karakter
dan struktur karbon aktif yang dihasilkan. Pemanasan konvensional dengan
menggunakan furnace merupakan metode yang telah umum digunakan pada proses
sintesis karbon aktif, dan metode ini membutuhkan waktu pemanasan yang lebih
lama sehingga energi yang dibutuhkan juga lebih tinggi. Dalam beberapa tahun
terakhir, radiasi dengan menggunakan gelombang mikro dari microwave dianggap
sebagai metode alternatif yang lebih menjanjikan pada proses pemanasan material.
Waktu proses dengan menggunakan microwave lebih pendek dibandingkan waktu
proses menggunakan furnace sehingga energi yang dibutuhkan juga lebih kecil (
Liu dkk., 2016).
Namun bagaimana pengaruh pemanasan menggunakan gelombang mikro
dengan aktivator ZnCl2 terhadap karakter dan kemampuan adsorpsinya untuk gas
CO perlu dipelajari lebih lanjut.

1.2 Rumusan Masalah


Dari uraian diatas, ada beberapa permasalahan yang akan diteliti yaitu :
1. Bagaimana pengaruh ZnCl2 terhadap karakter dan kemampuan adsorpsi
karbon aktif dari kulit pisang terhadap emisi gas buang sepeda motor ?
2. Bagaimana pengaruh teknik pemanasan terhadap karakter dan kemampuan
adsorpsi karbon aktif dari kulit pisang terhadap emisi gas buang sepeda
motor?
1.3 Batasan Penelitian
Dalam penelitian ini kami menggunakan :
1. Pisang jenis pisang kepok.
2. Menggunakan senyawa berupa ZnCl2.
3. Menggunkaan serbuk kulit pisang ukuran 50 Mesh.

5
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh ZnCl2 terhadap karakter dan kemampuan adsorpsi
karbon aktif berbasis kulit pisang terhadap emisi gas buang sepeda motor.
2. Mengetahui pengaruh teknik pemanasan terhadap karakter dan kemampuan
adsorpsi karbon aktif berbasis kulit pisang terhadap emisi gas buang sepeda
motor.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi IPTEK
a. Membuat dan mengaplikasikan karbon aktif dari kulit pisang untuk
penurunan emisi gas buang sepeda motor.
b. Mengembangkan penelitian penurunan emisi gas buang kendaraan
bermotor menggunakan karbon aktif.
2. Bagi Masyarakat Mengurangi kadar emisi gas buang sepeda motor yang
terhirup oleh manusia, sehingga resiko kesehatan yang disebabkan oleh
emisi gas buang sepeda motor dapat dikurangi.
3. Bagi Lingkungan Membantu mengurangi kadar emisi gas buang sepeda
motor sebagai polusi udara.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


2.1.1 Kulit Pisang Kepok
Pisang merupakan tanaman yang tumbuh di daerah beriklim tropis
maupun sub tropis. Tanaman ini banyak tersebar di berbagai negara seperti
Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan, Amerika Tengah, serta kawasan
Asia Tenggara seperti Indonesia. Indonesia memilki iklim tropis serta
kondisi tanah yang cocok untuk ditanami pisang. Hampir seluruh wilayah di
Indonesia merupakan daerah penghasil pisang, sehingga Indonesia
merupakan penghasil pisang terbesar di Asia karena 50% produksi pisang
Asia dihasilkan oleh Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik,
produksi pisang nasional Indonesia mencapai 6 juta ton pada tahun 2013
dan akan terus meningkat setiap tahunnya (Sekretariat Jenderal Kementerian
Pertanian, 2014). Sementara data konsumsi pisang di Indonesia yang
diperoleh dari hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Perkembangan Konsumsi Pisang di Indonesia Tahun 2002-2003


(Sumber: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2014)

Dari berbagai jenis pisang, Pisang kepok merupakan jenis pisang yang
paling banyak dikonsumsi. Konsumsi pisang kepok yang tinggi

7
menyebabkan tingginya produksi kulit pisang. Banyaknya produksi kulit
pisang kepok dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan karbon
aktif karena kandungan 7 selulosa yang dimilikinya. Komposisi kimia
dalam kulit pisang kepok disajikan pada tabel 2.1.

Kulit pisang kepok sebagai salah satu bahan baku karbon aktif memiliki
kandungan lignoselulosa yang cukup tinggi yaitu sebesar 90,3% (Tibola
dkk., 2017). Lignoselulosa terdiri dari lignin, selulosa dan hemiselulosa.
Lignin akan terkonversi menjadi karbon pada range suhu 250-500ºC,
sedangkan hemiselulosa terkonversi pada suhu sekitar 250ºC (Brebu and
Vasile, 2009), dan selulosa sudah terkonversi menjadi karbon pada suhu
500ºC (Tang and Bacon, 2010).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hariani et al. (2016) menunjukkan
bahwa gugus fungsi utama selulosa (C-H dan O-H) dari kulit pisang kepok
dan selulosa standar berada pada area adsorpsi. Hasil FTIR menunjukkan
bahwa gugus fungsi utama selulosa dari kulit pisang kepok berada pada
peak 2920 dan 3411,8 cm-1. Sementara hasil FTIR selulosa standar berada
pada peak 2900,7 dan 3354 cm-1. Hasil uji FTIR selulosa dari kulit pisang
kepok dan selulosa standar ditunjukkan pada Gambar 2.2.

8
Gambar 2.2
(a) FTIR Selulosa dari Kulit Pisang Kepok
(b) FTIR Selulosa Standar

Hariani et al. (2016) juga meneliti mengenai morfologi permukaan


serbuk kulit pisang menggunakan SEM. Hasil yang diperoleh ditunjukkan
pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Hasil SEM Serbuk Kulit Pisang Kepok

Luas permukaan pada pisang kepok dapat diperbesar dengan cara


karbonisasi menjadi karbon aktif dan kemudian diaktivasi menggunakan
larutan ZnCl2.

9
2.1.2 ZnCl2
Zinc Chloride (ZnCl2) adalah merupakan senyawa garam yang berwarna
putih bersifat higroskopis. ZnCl2 merupakan aktivator yang terbaik. ZnCl2
banyak diaplikasikan di berbagai bidang industri diantaranya sebagai
katalis, pengawetan materi organik, dan sebagai bahan pewarna karena
mudah terserap dalam materi organik (Adinata, 2013). Sifat kimia dari
ZnCl2 yaitu ZnCl2 terhidrolisis menjadi hydrochloric acid., selain itu ZnCl2
membentuk kompleks ion dengan air, ammonia, dan beberapa pelarut
organik. ZnCl2 dapat mengendap oleh senyawa alkali (ZaclonIncorporated).
Selain sifat kimia, ZnCl2 juga memilki sifat fisika diantaranya:
a. Titik cair = 290oC
b. Titik didih = 732oC
c. Kelarutan dalam air = 432 g/100g pada suhu 25oC
d. Bentuk dan bau = serbuk putih dan tidak berbau
(MSDS ZnCl2)
Kegunaan larutan ZnCl2 yaitu dapat digunakan sebagai activating agent
dalam pembuatan karbon aktif sehingga luas permukaan karbon aktif akan
menjadi lebih besar.

2.1.3 Karbon Aktif


Karbon aktif merupakan padatan berpori yang mengandung 85-95%
karbon yang dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan
pemanasan pada suhu tinggi (Gultom dkk, 2014). Selain itu karbon aktif
merupakan karbon yang telah mengalami proses aktivasi untuk
meningkatkan luas permukaan melalui pembukaan pori-pori sehingga daya
adsorbsi akan lebih besar. Karbon aktif teraktivasi memiliki warna hitam,
tidak berbau, tidak berasa dan mempunyai daya serap yang lebih besar
dibandingkan dengan karbon aktif tanpa aktivasi serta mempunyai luas
permukaan antara 300-2000 m2/g sehingga memiliki kemampuan menyerap
gas ataupun uap lebih besar (Maulinda dkk, 215).
Karbon aktif dapat dibedakan menjadi 2 jenis, berdasarkan bentuknya,
sebagaimana tersaji pada tabel 2.2.

10
Sementara ukuran pori, karbon aktif dibedakan menjadi tiga jenis:
1. Makropori yang memiliki diameter lebih besar dari 50 nm.
2. Mesopori yang memiliki diameter antara 2-50 nm.
3. Mikropori yang memiliki diameter lebih kecil dari 2 nm.
Karbon aktif dapat diaplikasikan untuk menjerap gas CO pada kendaraan
bermotor sehingga gas yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor memiliki
kadar CO yang lebih rendah.

2.1.4 Emisi Gas Buang


Emisi gas buang kendararaan bermotor menyumbangkan pencemaran
udara sebesar 60% (Saepudin dan Admono, 2005). Emisi gas buang dapat
diperoleh dari hasil pembakaran kendaraan bermotor. Pembakaran pada
kendaraan bermotor dapat berlangsung secara sempurna maupun tidak
sempurna. Pembakaran secara sempurna akan menghasilkan gas buang
berupa CO2 namun sebaliknya pembakaran tidak sempurna dapat
menghasilkan gas buang berupa gas CO yang bersifat racun bagi manusia.
Pembakaran tidak sempurna dapat disebabkan karena adanya masalah pada
ignition system, udara yang masuk tidak murni gas O2, bahan bakar yang
tidak murni, filter udara tersumbat sehingga gas O2 berkurang, serta
campuran udara dengan bahan bakar tidak sesuai.

11
Hasil reaksi pembakaran pada kendaraan bermotor tidak hanya gas CO2
dan CO melainkan senyawa berbahaya lainnya seperti hidrokarbon (HC),
NOx, SOx, dan partikel gas lainnya. Menurut Wardana (2001) persentase
gas keluaran hidrokarbon adalah sebagai berikut:

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5


tahun 2006 menyebutkan bahwa hidrokarbon dan gas CO memiliki ambang
batas yang diperbolehkan seperti dijelaskan pada tabel 2.3.

Emisi gas buang berupa gas CO memiliki diameter sebesar 0,113 nm,
hidrokarbon (HC) memiliki diameter sebesar 0,4 nm, sedangkan gas CO2
memiliki diameter sebesar 0,116 nm (Suraputra, 2011).

2.1.5 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan peristiwa penjerapan gas atau cairan oleh padatan
karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat.
Secara umum adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika
dan adsorpsi kimia.

12
a. Adsorpsi fisika Adsorpsi fisika dapat terjadi akibat adanya gaya Van
der Waals dan gaya elektrostatis antara molekul adsorbat dan atom-atom
yang menyusun permukaan adsorben. Adsorpsi fisika terjadi bila gaya
intermolekul, yaitu gaya tarik antar molekul fluida dan permukaan padatan
lebih besar daripada gaya tarik antar molekul fluida itu sendiri.
b. Adsorpsi kimia Adsorpsi kimia terjadi karena adanya ikatan kimia
(ikatan kovalen) antara adsorbat dengan adsorben. Adsorpsi kimia bersifat
irreversible dan diperlukan temperatur yang tinggi untuk menghilangkan
gas-gas yang teradsorp.

2.1.6 Microwave
Pada spektrum elektromagnetik, gelombang mikro (microwave) terletak
diantara radiasi infrared dan gelombang radio (Menéndez dkk. 2010).
Gelombang mikro memiliki frekuensi sebesar 2.450 MHz dan panjang
gelombang sebesar 12,24 cm. Dalam dunia industri, microwave digunakan
sebagai pemanas material. Pathak dkk., (2015) menggunakan microwave
untuk sintesis kulit pisang menjadi karbon aktif dan diaplikasikan dalam
penjerapan zat warna. Hasil yang diperoleh yaitu karbon aktif yang mampu
menjerap zat warna dengan kapasitas adsorpsi yag tinggi. Pemanasan
menggunakan gelombang mikro mempunyai kelebihan yaitu pemanasannya
lebih merata. Selain itu pemanasan menggunakan microwave lebih hemat
energi karena berlangsung pada waktu yang cepat. Sumnu (2011)
menjelaskan bahwa keuntungan dari penggunaan microwave sebagai
pemanas yaitu waktu startup dan pemanasn yang relatif singkat, efisiensi
energi dan biaya proses, pengawasan proses yang mudah dan tepat, mutu
produk akhir yang lebih baik dan dapat meningkatkan kualitas bahan kering.

2.1.7 Pore Size Distribution (PSD)


Pore size distibution merupakan distribusi volume pori pada material
padatan berpori yang dapat memberikan gambaran tentang ukuran pori.
Metode yang digunakan untuk menghitung pore size distribution
diantaranya adalah metode Barret Joiner Halenda (BJH) dan Dollimore Heal
(DH). Kedua metode ini memiliki prinsip dan asumsi yang sama, namun
berbeda pendekatannya. Prinsip kedua metode ini adalah adsorpsi gas N2
13
pada titik didih 77oK oleh material padatan berpori dimana adsorpsi
tersebut mengikuti mekanisme kondensasi kapiler. Adsorpsi dijalankan pada
alat sorptometer dengan menaikkan tekanan secara bertahap hingga
mencapai tekanan tertentu dimana P/Po < 1, kemudian menurunkan tekanan
secara bertahap pula. Pada tiap-tiap tahapan tersebut, sistem dibiarkan
mencapai kesetimbanagn dan volume gas yang teradsorpsi maupun
terdesorpsi diukur hingga membentuk kurva isotherm adsorpsi.

14
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dengan judul “Sintesis Karbon Aktif Limbah Kulit Pisang Kepok
Dengan Aktivator ZnCl2 Dan Aplikasinya Sebagai Filter Emisi Gas Buang Pada
Sepeda Motor”, dilaksanakan oleh M. Ali Akbar semester 5 dan Yusril Ihza Visyara
semester 5.
Penelitian ini dilakukan di Universitas Pamulang yang beralamat di Jalan Surya
Kencana No.1 Pamulang, Tangerang Selatan dengan menggunakan sarana
laboratorium Kimia.
Penelitian ini dimulai pada minggu ketiga bulan november hingga minggu
kedua bulan januari jadwal kegiatan secara lengkap akan disajikan dalam table 1
dibawah ini.

Rencana Penelitian
Tahun Ajaran 2017/2018

Table 3.1 Rencana Penelitian


November Desember Januari
No Kegiatan III IV I II III IV I II
1 Pembuatan Proposal
2 Persiapan Penelitian
3 Pelaksanaan Penelitian
4 Pembuatan Laporan

15
5 Penyerahan Laporan Penelitian

3.2 Variabel Penelitian


 Variabel bebas ( variabel independent ) : Suhu, Lamanya Waktu
Pengeringan
 Variabel terikat ( variabel dependent) : Kualitas dan Kuantitas Filter
Emisi Gas Buang
Pada penelitian ini jenis dari variable yang kami gunakan adalah :
 Bahan Baku : Pisang Kepok
 Ukuran : 50 mesh
 Kadar air : 0,4 %
 Berat Kulit Pisang : 10, 15 dan 20 gram
 Temperatur Reaksi : 110 ˚C
 Kecepatan Pengadukan : 600 rpm
 Waktu Reaksi : 60, 90 dan 120 menit

3.3 Alat Dan Bahan


3.3.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
 Oven
 Loyang
 Blender
 Timbangan digital
 Spatula
 Gelas arloji
 Beaker glass 500 ml
 Pengaduk kaca
 Termometer
 Pompa vacuum
 Kertas saring
 Microwave
 Furnace
 Cawan porselen

16
 Mesh
 Gas analyzer
 Alat uji SEM
 Alat uji BET
 Alat uji FTIR

3.3.2 Bahan Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
 Limbah kulit pisang kapok
 ZnCl2
 HCl
 Aquades

3.4 Cara Kerja


3.4.1 Pretreatment Limbah Kulit Pisang Kepok
 Limbah kulit pisang kepok dicuci menggunakan air bersih hingga
kotoran yang menempel hilang.
 Limbah kulit pisang kepok yang telah bersih kemudian dikeringkan
dibawah sinar matahari selama 3 hari.
 Limbah kulit pisang kepok yang sudah cukup kering kemudian
dikeringkan kembali menggunakan oven pada suhu 110oC hingga
mencapai berat constant.
 Limbah kulit pisang yang telah kering kemudian dihancurkan
menggunakan blender hingga terbentuk serbuk.
3.4.2 Karbonisasi Limbah Kulit Pisang.
 Serbuk kulit pisang yang diperoleh kemudian dikarbonisasi
menggunakan furnace pada suhu 500oC selama 1 jam.

3.4.3 Aktivasi kimia limbah kulit pisang.


 Karbon aktif dari limbah kulit pisang kemudian di bagi menjadi 3
variabel. Variabel 1 merupakan karbon aktif tanpa aktivasi ZnCl2,
sedangkan 2 variabel lainnya di aktivasi menggunakan ZnCl2 dengan
perbandingan karbon aktif : ZnCl2 sebesar 3:1 dengan aquades sebanyak
10 ml.

17
 Karbon aktif diaktivasi menggunakan ZnCl2 dengan cara direndam
selama 12 jam dan di stirrer.

3.4.4 Karbon aktif dipisahkan dari larutan ZnCl2 menggunakan pompa


vakum. Karbon aktif kemudian dioven pada suhu 110oC selama 6 jam.

3.4.5 Aktivasi fisika limbah kulit pisang.


 Karbon aktif yang telah dioven kemudian dibagi menjadi dua dengan
berat yang sama. Karbon aktif diaktivasi menggunakan microwave
dengan daya 300 watt selama 5 menit sebagai variabel 2, sedangkan
karbon aktif diaktivasi menggunakan furnace pada suhu 700oC selama 1
jam sebagai variabel 3.

3.4.6 Karbon aktif hasil aktivasi fisika menggunakan microwave dan furnace
kemudian dicuci menggunakan HCl 0,2 N hingga pH mencapai 7.

3.4.7 Karbon aktif yang telah dicuci kemudian dioven pada suhu 110oC
hingga diperoleh berat konstan.

3.4.8 Karakterisasi luas permukaan, distribusi ukuran pori, dan morfologi


karbon aktif sebelum di uji adsorpsi menggunakan BET dan SEM.

3.4.9 Uji Emisi Gas CO.


 Kendaraan bermotor tanpa karbon aktif diuji emisi gas CO
menggunakan gas analyzer.
 Karbon aktif dipasang pada muffler kendaraan bermotor, kemudian diuji
emisi gas CO menggunakan gas analyzer.
 Dicatat penurunan gas CO.

3.4.10 Karakterisasi gugus fungsi karbon aktif menggunakan FTIR.

18
DAFTAR PUSTAKA

Adinata, M R. 2013. Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang Sebagai Karbon Akif.


Skripsi. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”. Jawa Timur. Azura Nst, Reni
Sutri, dan Irlany. 2015. Pembuatan Etil Asetat dari Hasil Hidrolisis, Fermentasi dan
Esterifikasi Kulit Pisang Raja (Musa parasidisiaca L.). Jurnal
Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 1, pp. 1-6. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. 2005. Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis Pisang. Jakarta : Departemen Pertanian Kementerian
Pertanian. Basuki, K.T., Setiawan, B., dan Nurimaniwathy. 2008. Penurunan

19
Konsentrasi CO
dan NO2 pada Emisi Gas Buang Menggunakan Arang Tempurung Kelapa
yang Disisipi TiO2. Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional IV SDM Teknologi
Nuklir. Sekolah Tinggi teknologi Nuklir-BATAN, Yogyakarta. Brebu Mihai and
Cornelia Vasile. 2010. Thermal Degradation of Lignin – A review.
Cellulose Chemical Technology, Vol. 44, No. 9, pp. 353-363. Fernando, B.,
Supriyanto, A., Suciyati, S. W. 2013. Realisasi Alat Ukur Konsentrasi Karbon
Monoksida (CO) pada Gas Buang Kendaraan Bermotor Berbasis Sensor Gas TGS 2201
dan Mikrokontroler ATMega8535. Jurnal Teori dan
Aplikasi Fisika 1 (1) : 43-47. Gultom, E. M., Lubis, M. T. 2014. Aktivasi Karbon Aktif
dari Cangkang Kelapa Sawit dengan Aktivator H3PO4 untuk Penyerapan Logam Berat
Cd dan Pb.
Jurnal Teknik Kimia 3 (1) : 5-10. Halimah, S.N. 2016. Pembuatan dan Karakterisasi
serta Uji Adsorpsi Karbon Katif Tempurung Kemiri (Aleurites moluccana) terhadap
Metilen Biru. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hariani, P.L., Riyanti.
F., Asmara. R.D. 2016. Extraction of Cellulose from Kepok Banana Peel (Musa
parasidiaca L.) for Adsorption Procion Dye. Jurnal
Molekul 11 (1). Huang, Pei-Hsing, Hao-Hsiang Cheng, and Sheau-Horng Lin. 2015.
Adsorption of Carbon Prepared from Coconut Shells. Journal of Chemistry, Vol. 2015,
pp.
1-10.
J. Ma, Li Li, Jin Ren, Ruifeng Li. 2010. CO Adsorption on Activated CarbonSupported
Cu-Based Adsorbent Prepared by a Facile Route. Separation and
Purification Technology, Issue. 76, pp 89-93. Elsevier. Khokhlov, A. G., Valiullin, R.
R., Stepovich, M. A., Karger, J. 2008. Characterization of Pore Size Distribution in
Porous Silicon by NMR Cryoporosimetry and Adsorption Methods. Colloid Journal 70
(4), pp. 507- 514. Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2014.
Perkembangan
Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis. Desember. BPS Pusat. Jakarta. Liu,
Dandan, Zhansheng Wu, Xinyu Ge, Giancarlo Cravotto, Zhilin Wu, dan Yujun Yan.
2016. Comparative Study of Naphthalane Adsorption on Activated Carbon Prepared by
Microwave-Assisted Synthesis from Different Typical Coals in Xinjiang. Journal of the
Taiwan Institute of Chemical Engineers,
Vol. 59, pp. 563-568.
20
Luiz C.A. Oliveira, Elaine Pereira, Iara R. Guimaraes, Andrea Vallone, Márcio Pereira,
João P. Mesquita Karim Sapag. 2009. Preparation of Activated
Carbons from Coffee Husks Utilizing FeCl3 and ZnCl2 as Activating Agents.
Journal of Hazardous Material, Vol. 165, pp. 87-94. Maulinda, L., Za, N. 2015.
Pemanfaatan Kulit Singkong sebagai Bahan Baku Karbon Aktif. Jurnal Teknologi
Kimia Unimal 4 (2) : 11-19. Menendez, J.A. 2010. Microwave Heating Processes
Involving Carbon Materials.
Fuel Processing Technology Journal, Vol. 91, No. 1, pp. 1-8. Metwalley, Sameh M,
Shawki A., and Abdelfattah M. Farahat. 2011. Determination of the Catalytic
Converter Performance of Bi-Fuel Vehicle. Journal of
Petroleum Technology and Alternative Fuels, Vol. 2, No. 7, pp. 111-131. Mohapatra,
D., Mishra S., Sutar, N. 2010. Banana and Its by-Product Utilisation: An Overview.
Journal of Scientific and Industrial Research, Vol. 69, pp. 323-
329. Mroczkowska, M., Szerszen. 2015. The Analysis of Pore Space Parameters of
Shale Gas Formations Rocks within The Range of 50 to 2 nm. Nafta-Gaz LXXI.
Pathak, P. D., A, Sachin., Mandavgane. 2015. Preparation and Characterization of Raw
and Carbon from Banana Peel by Microwave Activation: Aplication in Citric Acid
Adsorption. Journal of Environmental Chemical Engineering 3, 2435-2447. Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2006 Ambang Batas
Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama. 1 Agustus 2006. Jakarta. Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian. 2014. Outlook Komoditi Pisang. Sekretariat Jendral
Kementerian Pertanian. Jakarta. Saepudin, A. dan Admono, T. 2005. Kajian
Pencemaran Udara Akibat Emisi
Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta. Jurnal Teknologi Indonesia 28 (2) 2005, 29-39,
LIPI Presss. Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. 2014. Outlook Komoditi
Pisang. Jakarta : Pusdatin Kementerian Pertanian. Summu, G. "A review on microwave
baking of food." International Journal of
Food Science and Technology 36 (2001): 117-127. Suraputra, R. 2011. Adsorpsi Gas
Karbon Monoksida (CO) dan Penjernihan Asap Kebakaran Menggunakan Zeolit Alam
Lampung Termodifikasi TiO2. Skripsi. Universitas Indonesia. Depok Suyanti, dan
Ahmad Supriyadi. 2008. Pisang Budi Daya Pengolahan dan Prospek
Pasar. Jakarta: Penebar Swadaya. Tang M. M., and Roger Bacon. 2010. Carbonization
of Cellulose Fibers in Low Temperature Pyrolysis. Carbon, Vol. 2, pp. 211-220. T.H.
Liou. 2004. Kinetics Study of Thermal Decomposition of Electronic Packaging
21
Material. Chemical Engineering Journal, Vol. 98, pp. 39–51. Tibolla Heilosa, Franciele
M. P., Maria I. Rodrigues, and Florencia C. M. 2016. Cellulose Nanofibers Produced
from Banana Peel by Enzymatic Treatment: Study of Process Conditions. Industrial
Crops and Products, pp. 1-11.
Elsevier. Tzong, L. Horng. 2010. Development of Mesoporous Structure and High
Adsorption Capacity of Biomass-Based Activated Carbon by Phosphoric
Acid And Zinc Chloride Activation. Chemical Engineering Journal, Vol. 158,
pp. 129-142. Veeraragavan, V. 2013. Fabrication and Testing of a Catalytic Convertor.
International Journal of Application or Innovation in Engineering &
Management (IJAIEM), Vol. 2, Issue 11, pp. 350-354. Wardana, Wisnu Arya. 2001.
Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit ANDI. Yogyakarta.
Warju. 2006. “Pengaruh Penggunaan Catalytic Converter Tembaga Berlapis
Mangan Terhadap Kadar Polutan Motor Bensin Empat Langkah”. Tesis. Surabaya:
Fakultas Teknologi Industri ITS.
www.google.com
https://namalatins.blogspot.com
https://www.slideshare.net/IffaMarifatunnisa/leaching
www.alodokter.com
https://id.m.wikipedia.org
https://id.wikipedia.org/wiki/Ekstraksi
www.evanamtk.blogspot.co.id
www.scholar.google.co.id
http://nakedfisher.blogspot.co.id

22

Anda mungkin juga menyukai