Anda di halaman 1dari 6

A.

Patofisiologi Nyeri Ulu Hati


Adanya iritasi mukosa usus dan peningkatan volume cairan dirongga usus
menyebabkan keluhan abdomen terasa sakit. Selain karena 2 hal itu, nyeri abdomen
atau kram timbul karena metabolisme karbohidrat oleh bakteri diusus yang
menghasilkan gas H2 dan C02 yang menimbulkan kembung dan flatus berlebihan.
Biasanya pada keadaan ini penderita akan merasa mual bahkan muntah serta nafsu
makannya menurun. Karena terjadi ketidakseimbangan asam-basa dan elektrolit..

B. Patofisiologi Bau Mulut


Halitosis merupakan suatu keadaan di mana terciumnya bau mulut pada saat
seseorang mengeluarkan nafas (biasanya tercium pada saat berbicara). Bau nafas yang
bersifat akut, disebabkan kekeringan mulut, stress, berpuasa, makanan yang berbau
khas, seperti petai, durian, bawang merah, bawang putih dan makanan lain yang
biasanya mengandung senyawa sulfur. Setelah makanan di cerna senyawa sulfur
tersebut diserap kedalam pembuluh darah dan di bawa oleh darah langsung ke paru-
paru sehingga bau sulfur tersebut tercium pada saat mengeluarkan nafas.
Di dalam mulut normal diperkirakan rata-rata terdapat sekitar 400 macam
bakteri dengan berbagai tipe. Meskipun penyebab bau mulut belum diketahui dengan
jelas, kebanyakan dari bau tersebut berasal dari sisa makanan di dalam mulut.
Masalah akan muncul bila sebagian bakteri berkembang biak atau bahkan bermutasi
secara besar-besaran. Kebanyakan dari bakteri ini bermukim di leher gigi bersatu
dengan plak dan karang gigi, juga di balik lidah karena daerah tersebut merupakan
daerah yang aman dari kegiatan mulut sehari-hari. Bakteri tersebut memproduksi
toxin atau racun, dengan cara menguraikan sisa makanan dan sel-sel mati yang
terdapat di dalam mulut. Racun inilah yang menyebabkan bau mulut pada saat
bernafas karena hasil metabolisme proses anaerob pada saat penguraian sisa makanan
tersebut menghasilkan senyawa sulfide dan ammonia.
Bau mulut juga dapat di sebabkan oleh penyakit diabetes, penyakit ginjal,
sinusitis, tonsillitis, kelainan fungsi pencernaan, penyakit liver, alkohol dan juga
berbagai macam obat-obatan yang dapat menyebabkan kekeringan mulut
C. Patogenesis Diare
1. Karena virus
Virus masuk bersama makanan atau minuman. Kemudian virus sampai ke dalam sel
epithel intestinum tenue sel epithel rusak,diganti oleh sel epithel baru yang belum
matur sehingga fungsinya belum baik villi mengalami atrofi dan tidak dapat
mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik tekanan kolid osmotic usus
meningkat hiperperistaltik usus cairan dan makanan tidak terserap tetapi
terdorong keluar usus diare
2. Karena bakteri
Bakteri masuk melalui makanan atau minuman yang tercemar bakteri. Di gaster,
bakteri dibunuh oleh asam lambung (HCl). Apabila jumlah bakteri cukup banyak, ada
bakteri yang lolos ke duodenum. Di duodenum bakteri berkembang biak sehingga
jumlahnya mencapai jutaan koloni. Kemudian bakteri akan menyekresi enzim
mucinasade untuk mencairkan lapisan lender dengan menutupi permukaan sel epithel
usus. Di dalam membrane, bakteri mengeluarkan toksin, yaitu toksin sub unit A da sub
unit B. sub unit B melekat di dalam membrane, sub unit A bersentuhan dengan membrane
sel. Lalu CAMp dilepaskan, CAMp merangsang sekresi cairan usus di bagian kripte villi.
Sebagai konsekuansinya, rangsangan sekresi yang berlebihan menyebabkan volume
cairan di lumen usus meningkat, dinding usus berkontraksi sehingga terjadi hipermotilitas
atau hiperperistaltik usus untuk mengeluarkan isi sehingga bisa terjadi diare.
3. Karena parasit
Parasit masuk bersama makanan masuk ke usus, terjadi kerusakan pada usus
sehingga fungsi absorbsi terganggu absorbs air, zat, dan elektrolit semakin menurun
eksresi meningkat diare

D. Muntah
Muntah adalah pengeluaran isi lambung dengan kekuatan secara aktif akibat adanya
kontraksi abdomen, pilorus, elevasi kardia, disertai relaksasi sfingter esofagus bagian bawah
dan dilatasi esofagus. Muntah merupakan respon somatik refleks yang terkoordinir secara
sempurna oleh karena bermacam-macam rangsangan, melibatkan aktifitas otot pernapasan,
otot abdomen dan otot diafragma (Price et al., 2006). Muntah pada anak-anak yang menderita
gastroenteritis akut mengganggu proses rehidrasi oral dan sama-sama frustrasi orang tua dan
penyedia layanan kesehatan (Ramsook C et al., 2002). Patofisiologi muntah :

1. Nausea (mual)

Merupakan sensasi psikis akibat rangsangan pada organ viseral, labirinth dan emosi.
Tidak selalu berlanjut dengan retching dan ekspulsi. Keadaan ini ditandai dengan
keinginan untuk muntah yang dirasakan di tenggorokan atau perut, seringkali disertai
dengan gejala hipersalivasi, pucat, berkeringat, takikardia dan anoreksia.

Selama periode nausea, terjadi penurunan tonus kurvatura mayor, korpus dan fundus.
Antrum dan duodenum berkontraksi berulang-ulang, sedangkan bulbus duodeni
relaksasi sehingga terjadi refluks cairan duodenum ke dalam lambung. Pada fase
nausea ini belum terjadi peristaltik aktif.
Muntah yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial dan obstruksi saluran
gastrointestinal tidak didahului oleh fase nausea.

2. Retching
Retching dapat terjadi tanpa diikuti muntah. Pada fase retching, terjadi kekejangan
dan terhentinya pernafasan yang berulang-ulang, sementara glotis tertutup. Otot
pernapasan dan diafragma berkontraksi menyebabkan tekanan intratorakal menjadi
negatif. Pada waktu yang bersamaan terjadi kontraksi otot abdomen dan lambung,
fundus dilatasi sedangkan antrum dan pilorus berkontraksi. Sfingter esofagus bawah
membuka, tetapi sfingter esofagus atas masih menutup menyebabkan chyme masuk
ke dalam esofagus. Pada akhir fase retching terjadi relaksasi otot dinding perut dan
lambung sehingga chyme yang tadinya sudah masuk ke dalam esofagus kembali ke
lambung. Fase ini dapat berlangsung beberapa siklus.
3. Ekspulsi

Apabila retching mencapai puncaknya dan didukung oleh kontraksi otot abdomen dan
diafragma, akan berlanjut menjadi muntah, jika tekanan tersebut dapat mengatasi
mekanisme anti refluks dari LES (lower esophageal sphincter). Pada fase ekspulsi ini
pilorus dan antrum berkontraksi sedangkan fundus dan esofagus relaksasi serta mulut
terbuka.

Pada fase ini juga terjadi perubahan tekanan intratorakal dan intraabdominal serta
kontraksi dari diafragma.

Pada episode ekspulsi tunggal terjadi tekanan negatif intratorakal dan tekanan positif
intraabdominal, dan dalam waktu bersamaan terjadi kontraksi yang cepat dari
diafragma yang menekan fundus sehingga terjadi refluks isi lambung ke dalam
esofagus. Bila ekspulsi sudah terjadi, tekanan intratorakal kembali positif dan
diafragma kembali ke posisi normal.
Muntah berdasarkan etiologinya dapat dirangsang melalui:
1. Serabut afferent vagus dari lapisan visceral gastrointestinal; misal muntah akibat
rangsang peritoneum atau peritonitis, kolik bilier atau distensi gastrointestinal.
2. System vestibuler yang dirangsang oleh posisi atau infeksi vestibulum (reseptor
histamine H1 dan muskarinik) (Sugiyama Y et al., 2011).
3. SSP, misal rangsang pada penciuman, penglihatan, dan emosi.
4. Chemoreceptor Trigger Zone pada area postrema medulla (reseptor serotonin 5-HT3
dan dopamine D3); muntah akibat obat kemoterapi, toksin, hipoksia, uremia, asidosis,
dan pengobatan radiasi (Reddymasu SC et al.,2007)

Sinyal sensorik yang mencetuskan muntah terutama berasal dari pharynx,


oesophagus, gaster, dan bagian atas intestinum tenue. Tahapan muntah berlangsung
sebagai berikut. Gerakan antiperistaltik (gerakan kearah atas), dapat dimulai sejauh ileum.
Kemudian aksi muntah dimulai dengan bernapas dalam, naiknya tulang lidah dan larynx
untuk menarik sphincter oesophagus bagian atas supaya terbuka. Kemudian glottis
menutup untuk mencegah muntah masuk paru. Kemudian terjadi pengangkatan palatum
molle untuk menutup nares posterior. Selanjutnya diaphragma berkontraksi sehingga
menimbulkan tekanan tinggi, sementara terjadi relaksasi sphincter oesophagus bagian
bawah, sehingga
terjadi
pengeluaran
muntah (Guyton,
Despopoulos,Silbernagl, 2003
2007).

Pemeriksaan
penunjang
1. Multiple
ks real-time
PCR dengan dua
internal
dikontrol untuk
deteksi simultan
Astrovirus,
adenovirus grup F, Rotavirus, genogroups Norovirus I dan II dan Sapovirus telah
menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam diagnosis gastroenteritis virus
(Noortje M. van Maarseveen et al., 2010).
2. Mikroskop elektron terbukti menjadi metode yang lebih sensitif dibandingkan dengan
uji aglutinasi lateks untuk diagnosis rotavirus dan adenovirus penyakit gastroenteritis
(Simona Arientova et al.,2012).
3. Endoskopi
Kapsul endoskopi dengan nilai tinggi diagnostik adalah metode yang baik dalam
diagnosis penyakit pencernaan, terutama pada pasien dengan penyakit usus kecil. Ada
perbedaan dalam aspek nilai diagnostik antara pasien dengan indikasi yang berbeda.
Metoclopramide sangat membantu untuk mengurangi waktu transit lambung pasien
dirujuk untuk kapsul endoskopi (Song ZQ et al.,2010).

Self limiting disease adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya, biasanya terjadi
pada semua jenis penyakit yang sifatnya akut (berlangsung singkat, tidak menahun). Beberapa di
antaranya dipicu oleh gangguan pada mekanisme alami tubuh manusia, namun sebagian besar
disebabkan oleh virus.

Anda mungkin juga menyukai