Anda di halaman 1dari 42

Perdata

Merujuk pendapat Triana Ohoiwutun(2007:81), hubungan hukum ini menyangkut dua macam
perjanjian yaitu perjanjian perawatan dan perjanjian pelayanan medis. Perjanjian perawatan
adalah perjanjian antara rumah sakit untuk menyediakan perawatan dengan segala fasilitasnya
kepada pasen. Sedangkan perjanjian pelayanan medis adalah perjanjian antra rumah sakit dan
pasen untuk memberikan tindakan medis sesuai kebutuhan pasen. Jika terjadi kesalahan dalam
pelayanan kesehatan, maka menurut mekanisme hukum perdata pihak pasien dapat menggugat
dokter berdasarkan perbuatan melawan hukum. Sedangkan gugatan terhadap rumah sakit dapat
dilakukan berdasarkan wan prestasi (ingkar janji), di samping perbuatan melawan hukum. ”

Administratif

Pertanggungjawaban rumah sakit dari aspek hukum administratif berkaitan dengan kewajiban
atau persyaratan administratif yang harus dipenuhi oleh rumah sakit khususnya untuk
mempekerjakan tenaga kesehatan di rumah sakit. UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU
Kesehatan) yang menentukan antara lain kewajiban untuk memiliki kualifikasi minimum dan
memiliki izin dari pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Selain itu UU
Kesehatan menentukan bahwa tenaga kesehatan harus memenuhi kode etik, standar profesi, hak
pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan dan standar prosedur operasional. Jika rumah
sakit tidak memenuhi kewajiban atau persyaratan administratif tersebut, maka berdasarkan Pasal
46 UU RS, rumah sakit dapat dijatuhi sanksi administratif berupa teguran, teguran tertulis, tidak
diperpanjang izin operasional, dan/atau denda dan pencabutan izin.

Pidana

Pertanggungjawaban dari aspek hukum pidana terjadi jika kerugian yang ditimbulkan atas
kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis di rumah sakit memenuhi tiga unsur. Ketuga unsur
tersebut adalah adanya kesalahan dan perbuatan melawan hukum serta unsur lainya yang
tercantum dalam ketentuan pidana yang bersangkutan. Perlu dikemukakan bahwa dalam sistem
hukum pidana kita, dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi, maka pengurusnya dapat
dikenakan pidana penjara dan denda. Sedangkan untuk korporasi, dapat dijatuhi pidana denda
dengan pemberatan

Etika rumah sakit adalah etika terapan (applied ethics) atau etika praktis (practical ethics), yaitu
moralitas atau etika umum yang diterapkan pada isu-isu praktis, seperti perlakuan terhadap etnik-
etnik minoritas, keadilan untuk kaum perempuan, penggunaan hewan untuk bahan makanan atau
penelitian, pelestarian lingkungan hidup, aborsi, etanasia, kewajiban bagi yang mampu untuk
membantu yang tidak mampu, dan sebagainya. Jadi, etika rumah sakit adalah etika umum yang
diterapkan pada (pengoperasian) rumah sakit.

Fungsi Panitia Etika Rumah Sakit

Fungsi PERS ini adalah memberikan nasihat atau konsultasi melalui diskusi atau berperan dalam
menilai penyelesaian melalui kebijaksanaan, pendidikan pada lingkungannya dan memberikan
anjuran-anjuran pada pelayan kasus-kasus sulit.

Dengan demikian PERS dapat memberikan manfaat :

1. Sebagai sumber informasi yang relevan untuk menyelesaikan masalah etik di rumah sakit.

2. Mengidentifikasi masalah pelanggaran etik di rumah sakit dan memberikan pendapat untuk
penyelesaian.

3. Memberikan nasihat kepada direksi rumah sakit untuk meneruskan atau tidak, perkara
pelanggaran etik ke MKEK.
Tugas PERS adalah membantu para dokter, perawat dan anggota tim kesehatan di rumah sakit
dalam menghadapi masalah-masalah pelanggaran etik maupun pemantapan pengalaman kode
etik masing-masing profesi.

ETIKA PELAYANAN DI RUMAH SAKIT

A. Pendahuluan

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pelayanan kesehatan berdampak luas
terhadap pelayanan baik yang bersifat positif maupun negatif. Dampak yang bersifat positif akan
menguntungkan masyarakat pemakainya, tetapi dampak yang bersifat negatif akan merugikan
masyarakat pemakainya. Disamping itu juga akan mengakibatkan pergeseran nilai dan perilaku
pemberi pelayanan serta konflik di antara sesamanya yang pada gilirannya akan berpengaruh
juga terhadap mutu pelayanan itu sendiri. Secara luas nama baik istitusi pelayanan kesehatan
seperti rumah sakit akan menjadi jelek di tengah-tengah masyarakat.
Perkembangan iptek sebagaimana diuraikan di atas, juga mengakibatkan pergeseran selera
masyarakat dari pengambilan keputusan di tangan pemberi pelayanan dari penentu pelayanan.
Akhir-akhir ini sudah mulai berkembang tuntutan itu, dimana setiap masyarakat yang tidak
mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka selalu dikait-kaitkan dengan
pelanggaran-pelangaran hak azasi manusia.
Dengan adanya fenomena tersebut di atas, maka untuk mengantisipasinya diperlukan adanya
etika pelayanan rumah sakit atau kita sebut saja “etika rumah sakit”, sehingga terjadi hubungan
yang kondusif baik hubungan antara profesi dengan profesi yang lain, hubungan antara profesi
dengan pasien dan keluarganya maupun hubunga rumah sakit dengan masyarakat secara
keseluruhan. Di dalam etika rumah sakit ini akan mengatur hubungan tersebut dan upaya
penyelesaian masalahnya, apabila terjadi konflik di dalamnya.

B. Dasar

Etika Rumah Sakit disusun berdasarkan UU No. 23 Tahun 1992, UU No.: 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, PP No.: 10 Tahun 1960 dimana semua petugas kesehatan wajib
menyimpan rahasia kedokteran, PP No. : 32 Tahun 1996 Tentang Ketenagaan Kesehatan, PP
No. 30 Tahun 1980 Tentang Disiplin Pegawai, Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No.:
034/Bihup.1972 tentang kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan medical record,
Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No.: 749a/Menkes/Per/XII/1989 tanggal 2 Desember 1989
tentang Rekam Medis/Medical Record, dan Keputusan Menteri Kesehatan R.I tentang informed
consent serta Kode etik profesi.

C. Fungsi

Untuk terlaksananya etika rumah sakit secara efektif dan efisien, maka perlu dibentuk suatu
wadah fungsional yang disebut dengan istlah Paniti Etika Rumah Sakit yang mempunyai fungsi
adalah :
Memberi nasehat atau konsultasi melalui diskusi dan berperan menilai penyelesaian masalah dan
kebijakan;
Melaksanakan social marketing pada lingkungannya;
Berkomunikasi khusus dan memberikan petunjuk atau arahan pada review kasus sulit.

D. Tugas dan Manfaat

Panitia Etika Rumah Sakit sebagai suatu wadah fungsional mempunyai tugas :
Meningkatkan tata tertib pelayanan rumah sakit;
Meningkatkan hubungan dokter – perawat – tenaga tim kesehatan lainnya dan
pasien/keluarganya serta masyarakat pada umumnya;
Membantu para dokter, perawat, bidan dan anggota tim kesehatan lainnya di Rumah Sakit dalam
menghadapi berbagai masalah etika.

Adapun manfaat Panitia Etika Rumah Sakit adalah sebagai berikut :


Sebagai sumber informasi yang relevan dengan penyelesaian masalah etika rumah sakit;
Dapat mengidentifikasi potensi konflik di dalam rumah sakit;
Memberikan nasehat kepada Direksi rumah sakit untuk meneruskan atau tidak meneruskan
penyelewengan masalah etika melalui pengadilan;
Memberi pertimbangan terhadap karyawan yang melakukan pelanggaran etika rumah sakit.

Ruang Lingkup

Etika Rumah Sakit yang disusun ini mencakup beberapa aspek, yakni sebagai berikut :
Beberapa masalah etika yang berlaku di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara. Masalah-masalah etika tersebut meliputi :
Masalah etika yang berhubungan dengan penerimaan pasien;
Masalah etika yang berhubungan dengan rekam medis atau data pasien;
Masalah etika yang berhubungan dengan perawatan pasien;
Masalah etika yang berhubungan dengan pelayanan laboratorium klinik;
Masalah etika yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan pasien dewasa;
Masalah etika yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan pasien anak;
Masalah etika yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan bidang reproduksi manusia;
Masalah etika yang berhubungan dengan pelayanan anestesi;
Masalah etika yang berhubungan dengan perawatan intensif;
Masalah etika yang berhubungan dengan eutanasia;
Masalah etika yang berhubungan dengan pemeriksaan radiologi;
Masalah etika yang berhubungan dengan pelayanan fisioterapi;
Masalah etika yang berhubungan dengan pelayanan pasien gawat dan kedaruratan;
Masalah etika yang berhubungan dengan pelayanan angkutan mobil ambulance.

Alur penyelesaian masalah etika di Rumah Sakit. Alur penyelesaian masalah tersebut meliputi :
Alur pengaduan pelanggaran etika rumah sakit;
Alur pengaduan penyelesaian pengaduan pelanggaran etika rumah sakit;
Alur pengaduan dan penyelesaian pelanggaran etika rumah sakit.

Pelaksanaan Etika di Rumah Sakit


Masalah Etika Yang Berhubungan Dengan Penerimaan Pasien :

Penerimaan Pasien Di Unit Rawat Jalan

Ada beberapa hal yang harus dipatuhi oleh setiap petugas rumah sakit di dalam penerimaan
pasien rawat jalan, yakni :
Loket pendaftaran dibuka dan ditutup tepat pada waktu yang telah ditetapkan rumah sakit;
Pendaftaran harus melalui loket yang telah disediakan, tidak memperkenankan
pasien/keluarganya langsung ke Poliklinik (ruang pemeriksaan);
Setiap pasien dicatat dalam register loket dan rekam medis yang telah disediakan dan diberikan
kepada pasien/keluarganya beserta kartu tanda berobat setelah membayar biaya administrasi;
Setiap biaya administrasi yang dibayar pasien/keluarganya diberikan bukti penerimaan atau
kwitansi resmi dari rumah sakit;
Dari loket pasien/keluarganya senantiasa diberi petunjuk dengan sopan santun Poliklinik mana
harus melapor;
Pasien dan keluarganya yang datang diluar waktu yang telah ditetapkan diberikan petunjuk untuk
melalui Unit Rawat Darurat.

Penerimaan Pasien Di Poliklinik.

Ada beberapa hal yang harus dipatuhi oleh setiap petugas dalam penerimaan pasien di Poliklinik
baik poliklinik umum maupun poliklinik spesialis, yaitu :
Pasien yang telah didaftar pada loket dan telah melaporkan pada poliklinik yang dituju, oleh
petugas poliklinik disusun berdasarkan urutan masuk pertama keluar pertama;
Pemanggilan pasien untuk pemeriksaan berdasarkan urutan sebagaimana poin (a), kecuali
berhalangan disusul urutan berikutnya;
Setiap pasien yang akan diperiksa tidak didampingi oleh keluarganya kecuali anak balita atau
tidak mampu memberikan informasi yang jelas kepada dokter pemeriksa;
Pemeriksaan di setiap poliklinik harus dilakukan sesuai prosedur yang telah ditetapkan, tidak
memperkenan untuk melakukan kegiatan di luar prosedur yang ada;
Pasien/keluarganya yang memerlukan perawatan kontinyu di rumah sakit, petugas poliklinik
hanya berkewajiban memberikan informasi yang berhubungan dengan keadaan penyakitnya,
tidak diperkenankan memberikan informasi palsu yang berkaitan dengan perawatan di ruangan,
apabila tidak mengetahui keadaan ruangan penuh atau tidak karena ini merupakan kewenangan
bagian admission office;
Komunikasi antara pasien/keluarganya dengan petugas poliklinik harus dilakukan dengan baik
yang dapat memberikan rasa kekeluargaan diantara keduanya;
Pasien yang akan dilakukan pemeriksaan laboratorium, radiologi ataupun lanjutan ke unit
pelayanan lainnya harus diberikan pengantar atau berupa resep;

Penerimaan Pasien Di Unit Rawat Darurat


Ada beberapa hal yang harus dipatuhi oleh setiap petugas Unit Rawat Darurat dalam hal
penerimaan pasien, yakni :
Setiap pasien yang masuk ke unit rawat darurat harus sesegera mungkin mendapatkan
pertolongan, tidak memperkenankan membiarkan pasien lebih dari 10 menit;
Pertolongan atau tindakan harus berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan oleh rumah sakit,
karena itu semua tindakan diluar prosedur yang ada merupakan pelanggaran etika rumah sakit;
Komunikasi petugas dengan pasien ataupun keluarga pasien harus dijalin dengan baik untuk
memberikan pemahaman dan saling pengertian;
Penatalaksanaan tindakan dan perawatan pasien dilakukan secara tim yang kokoh, dan kolaborasi
diantara tim sangat penting apabila dibutuhkan;
Koordinasi antar unit pelayanan yang berhubungan dengan pasien harus mengikuti prosedur
yang telah ditetapkan dengan saling pengertian dan hubungan baik.

Penerimaan Pasien Di Unit Rawat Inap


Ada beberapa hal yang harus dipedomani oleh petugas ruangan terhadap penerimaan pasien
yang akan memasuki ruang perawatan, yakni :
Pasien yang akan dirawat di ruang perawatan benar-benar telah terdaftar di bagian admission
office;
Petugas ruangan telah menyiapkan ruangan dan tempat tidur sesuai standar/kebutuhan minimal
masing-masing ruangan perawatan sebelum pasien memasuki ruang perawatan;
Pelayanan pasien di setiap ruangan harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan;
Komunikasi petugas ruangan dengan pasien/keluarganya harus dijalin dengan baik didasarkan
atas azas kekeluargaan;

Masalah Etika Yang Berhubungan Dengan Rekam Medis atau Data Pasien :

Kepemilikan Rekam Medis


Rekam medis /Medical Record adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain pada sarana pelayanan
rumah sakit.
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No.: 749a/Menkes/Per/XII/1989 tanggal 2 Desember
1989 tentang Rekam Medis/Medical Record disebutkan bahwa fasik data pasien yang berbentuk
rekam medis merupakan milik rumah sakit dan isinya merupakan milik pasien.

Penulisan Data Rekam Medis


Rekam medis merupakan alat informasi dan komunikasi antara pasien – dokter dan perawat yang
merawat, pegawai bagian admnistrasi rumah sakit, pihak kepolisian maupun pihak keluarga
pasien itu sendiri. Karena merupakan alat informasi maka penulisan data harus lengkap, jelas,
dapat terbaca dengan baik, ditulis setiap kejadian dan tindakan yang diberikan kepada pasien dan
ditanda tangani dan diberi nama jelas oleh setiap dokter dan perawat yang memberi tindakan
pengobatan ataupun perawatan.

Kebenaran Data/Informasi dalam Rekam Medis


Untuk menjamin keutuhan kebena ran rekam medis, maka penulisan pada rekam medis harus
yang benar-benar berdasarkan fakta atau diagnosis dan tidakan-tindakan yang dilaksanakan.
Tidak diperkenankan terdapat tulisan kembar, coret-coretan maupun tipp eks.

Penyimpanan Rekam Medis.


Karena pentingnya rekam medis sebagai sarana informasi pasien, maka harsu dipelihara dengan
baik. Penyimpanan harus dilakukan tersendiri dan terpisah dari data-data lainnya. Tidak
memperbolehkan Penyimpanan Rekam Medis secara semborono atau mudah dijangkau oleh
orang yang tidak berwenang. Oleh karena itu harus dibuat lemari tersendiri, dikendalikan dengan
baik dan bila perlu dengan menggunakan sistem komputerisasi.

Etika dan Perilaku Petugas Rumah Sakit Terhadap Data Pasien/Rekam Medis.
Etika dan perilaku para dokter terhadap data pasien (Rekam Medis).
Dokter merupakan petugas rumah sakit yang mempunyai andil dalam mengisi data pasien/rekam
medis baik yang sedang dirawat maupun sedang dikonsultasikan kepadanya. Dalam pengisian
catan pasien ini dokter harus benar-benar bekerja dengan berpegang teguh pada hal-hal yang
diketahuinya sesuai dengan ilmu pengetahuan yang diperolehnya disamping itu harus berpegang
teguh pada sumpah jabatan sebagai seorang dokter.
Etika dan perilaku paramedis keperawatan terhadap data pasien (Rekam Medis)
Perawat merupakan petugas rumah sakit yang ikut andil dalam pengisian catatan pasien selama
pasien berada dalam pelayanan rumah sakit. Sesuai dengan kewenangan yang diberikan kepada
perawat ini, pengisian harus benar-benar sesuai dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Apabila
catatan pasien / rekam medis tersebut diisi perawat yang dalam status pendidikan, maka seluruh
data yang diisi tersebut harus benar-benar di bawah pengawasan kepala ruangan atau clinical
instructure (CI).
Etika dan perilaku paramedis non keperawatan terhadap data pasien (Rekam Medis)
Para medis non keperawatan juga memiliki andil di dalam pembuatan catatan pasien dalam
batas-batas non medis dan non keperawatan sejak pasien masuk hingga kembali atau
meninggalkan rumah sakit. Pengisisan yang berkaitan dengan tugasnya adalah penomoran dan
pencatatan identitas pasien harus secara jelas untuk menghindari tertukarnya dengan pasien lain.
Demikian pula pengamanan dalam penyimpanan harus benar-benar aman dan mudah untuk
pencarian kembali.
Etika dan perilaku tenaga tata usaha dan keuangan rumah sakit terhadap data pasien (Rekam
medis)
Petugas tata usaha dan keuangan juga memiliki andil dalam rekam medis yang berkaitan dengan
pemberian data-data individual pasien dan pencantuman biaya. Ini harus dilakukan secara benar
apa adanya sesuai kenyataan untuk menghindari mosi ketidak percayaan pasien dan
keluarganya.

Masalah Etika Yang Berhubungan Dengan Perawatan Pasien Di Ruang Perawatan :


Tanggung Jawab Terhadap Individu, Keluarga dan Masyarakat.
Perawat dalam melaksanakan rugas pengabdiannya harus senantiasa berpedoman pada tanggung
jawab yang bersumber pada kebutuhan perawatan individu, keluarga dan masyarakat;
Perawat dalam melaksanakan tugas pengabdiannya harus senantiasa memelihara suasana
lingkungan dengan menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat, dan kelangsungan hidup
beragama dari individu, keluarga dan masyarakat;
Perawat dalam melaksanakan tugas pengabdiannya harus senantiasa dilandasi oleh perasaan
yang tulus ikhlas, ramah tamah dan jujur sesuai dengan martabat dan tradisi luhur keperawatan;
Perawat harsu senantiasa menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan individu, keluarga
dan masyarakat dalam mengambil prakarsa ataupun dalam melaksanakan usaha-usaha
kesejahteraan umumnya, sebagai bagian dari tugas dan kewajibannya demi kepentingan
masyarakat.

Tanggung Jawab Terhadap Sesama Perawat dan Tenaga Kesehatan Lainnya.


Perawat harus senantiasa meningkatkan dan memelihara mutu pelayanan keperawatan di rumah
sakit ini setinggi-tingginya, disertai kejujuran profesional dalam menerapkan pengetahuan serta
keterampilan perawatan sesuai dengan kebutuhan individu atau pasien, keluarganya dan
masyarakat;
Perawat wajib merahasiakan atas segala sesuatu yang diketahuinya sehubungan dengan tugas
yang dipercayakan kepadanya oleh rumah sakit;
Perawat tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan keperawatan untuk tujuan yang
bertentangan dengan norma-norma kemanusiaan;
Perawat dalam menunaikan tugas kewajibannya di rumah sakit ini harus senantiasa berusaha
dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna
kulit, umur jenis kelamin aliran politik, agama, kepercayaan yang dianut serta kedudukan sosial.
Perawat harus senantiasa mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien dalam
melaksanakan tugas perawatan serta matang dalam mempertimbangkan kemampuan, baik dalam
menerima maupun dalam mengalihkan tanggung jawab yang ada hubungannya dengan
perawatan.
Tanggung Jawab Perawat Terhadap Profesi Perawat.
Perawat harus senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama perawat dan dengan tenaga
kesehatan lainnya baik dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam
mencapai tujuan pelayanan kesehatan keseluruhan;
Perawat harus senantiasa menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan dan pengalamannya
kepada sesama perawat serta menerima pengetahuan dan pengalaman dari profesi lain dalam
rangka meningkatkan kemampuan dalam bidang keperawatan.

Tanggung Jawab Perawat Terhadap Profesi Perawatan.


Perawat harus selalu berusaha meningkatkan kemampuan profesional baik secara perorangan
maupun bersama-sama dengan jalan menambah ilmu, keterampilan dan pengalaman yang
bermanfaat bagi perkembangan keperawatan.
Perawat harus selalu menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan menunjukkan
perilaku dan sifat-sifat pribadi yang luhur;
Perawat harsu senantiasa berperan dalam menentukan pembakuan pendidikan dan pelayanan
perawatan serta menerapkannya dalam kegiatan-kegiatan pelayanan dan pendidikan
keperawatan.
Perawat secara bersama-sama hendaknya membina dan memelihara mutu organisasi profesi
perawat sebagai sarana pengabdiannya.

Tanggung jawab Perawat Terhadap Pemerintah, Bangsa, dan Tanah Air Serta Agama.
Perawat dalam melaksanakan tugasnya harus senantiasa taat dan taqwa kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa;
Perawat harus senantiasa melaksanakan kebijakan yang telah digariskan oleh pemerintah dalam
bidang kesehatan dan perawatan.
Perawat harus senantiasa berperan secara aktif dengan menyumbangkan pikiran kepada
pemerintah dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan dan perawatan kepada
masyarakat.

Masalah Etika Yang Berhubungan Dengan Pelayanan Laboratorium Klinik


Pokok-pokok Etika Pelayanan Laboratorium Klinik
Ada beberapa etika pelayanan laboratoriu yang harus dipatuhi, yakni :
Memberikan pelayanan dengan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap martabat manusia;
Berusaha meningkatkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan medis profesi sesuai dengan
perkembangan ilmu dan teknologi.
Melindungi masyarakat dan profesinya sendiri dari sikap moral yang kurang baik dan ke dan
kemampuan profesional yang tidak adekuat
Memberikan konsultasi sesuai dengan kemampuan profesionalnya kepada teman seprofesi atau
kepada teman dari profesi lain dalam upaya memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada
pasien.
Menjamin privacy pasien dengan memegang teguh rahasia mengenai data laboratorium dan
identias penderita, kecuali kalau diminta untuk keperluan sidang pengadilan atau kalau hal itu
dianggap penting untuk melindungi keamanan pasien atau kesejahteraan masyarakat umumnya.

Kemampuan yang Harus Dimiliki oleh Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Petugas Analis
Laboratorium Klinik.
Kemampuan yang harus dimiliki oleh petugas laboratorium sangat penting untuk menentukan
mutu penegakkan diagnosis. Seorang dokter spesialis patologi klinik harus memiliki kemampuan
profesional, kemampuan teknis dan kemampuan pengelolaan di bidang patologi klinik, yang
dibuktikan dengan ijazah dan sertifikat yang dimilikinya.
Seorang petugas laboratorium klinik harus memiliki kemampuan profesional, kemampuan teknis
laboratorium dan kemampuan analisis di bidang laboratorium yang dibuktikan dengan ijazah dan
sertifikasi yang dimilikinya.

Perilaku.
a. Tanggung jawab :
Seorang dokter spesialis patologi klinik dalam penatalaksanaan pasien harus memberikan
keahlian profesional secara bertanggung jawab mengenai diagnostikdan penafsiran hasil
laboratorium serta saran untuk melakukan pemeriksaan lanjutan baik untuk diagnostik,
mengetahui perkembangan pengobatan maupun pencegahan.
Meskipun pemeriksaan rutin telah dapat dilaksanakan oleh analis laboratorium namun masih ada
pemeriksaan lain yang harus dilakukan oleh dokter spesialis terutama dalam bidang hematologi
dan imunologi. Dokter spesialis tetap harus bertanggung jawab terhadap hasil tes.
Pengelolaan laboratorium secara tehnis dan manajerial tetap menjadi tanggung jawab dokter
spesialis patologi klinik, namun bila hal ini tidak memungkinkan maka pimpinan rumah sakit
dapat menunjuk dokter umum atau analis laboratorium yang berpengalaman atau senior.

Sikap dan Etika Profesi :


Antar sesama dokter spesialis Patologi Klinik
Dalam upaya meningkatkan pelayanan laboratorium, persaingan yang tidak sehat antar
laboratorium klinik harus dihindari;
Dokter spesialis patologi klinik wajib memberikan konsultasi atau informasi mengenai bidang
tugasnya kepada dokter spesialis klinik yang lain bila diperlukan;
Dokter spesialis klinik dapat memberikan saran-saran dalam bidang profesional, tehnik dan
pengelolaan bila diperlukan;
Bila diperlukan seorang dokter spesialis patologi klinik dapat mendelegasikan tugas
profesionalnya kepada teman seprofesi tanpa turut memikul tanggung jawab atas malpraktek
yang dilakukannya. Tetapi pendelegasian tersebut hanya dapat dilakukan kepada mereka yang
berkompeten.

Antar Teman Sejawat Profesi Lain.


Dalam peran sebagai konsulen, dokter spesialis patologi klinik menempatkan diri pada satu
kedudukan yang setaraf dengan profesilainnya;
Dalam menganjurkan satu jenis pemeriksaan laboratorium, dokter spesialis patologi klinik wajib
mempertimbangkan indikasi sebaik-baiknya dan memberikan pengalaman serta pengetahuannya
secara maksimal kepada yang memerlukan;
Dokter spesialis patologi klinik wajib memberikan konsultasi kepada profesi lain demi
pemanfaatan laboratorium secara efektif untuk mencegah penggunaan pelayanan laboratorium
secara berlebihan dan tidak tepat.

Terhadap Pasien atau spesimen yang berasal dari pasien


Dalam memberikan pelayanan laboratorium diutamakan kepentingan pasien dan senantiasa
dipenuhi persyaratan pra-instrumentasi, instrumentasi, dan pasca instrumentasi sampai diperoleh
mutu pemeriksaan laboratorium yang baik atau mantap dan berkesinanmbungan. Beberapa hal
penting yang perlu diperhatikan dari segi administrasi diantaranya adalah mengatur sistem
pencatatan identitas pasien secara tepat, penampungan, pengiriman dan penyimpanan spesimen
pasien secara adekuat serta sistem pencatatan dan pengiriman data hasil laboratorium secara
cermat;
Sistem informasi tentang persiapan pasien, penampungan spesimen dan tindakan yang akan
dilakukan terhadap pasien sesuai dengan jenis pemeriksaan disusun secara jelas dengan bahasa
yang mudah dimengerti oleh masyarakat;
Data laboratorium mengenai seorang pasien dianggap sebagai rahasia kedokteran. Karena itu
data laboratorium harus disampaikan kepada dokter yang merawat pasien dalam sampul yang
tertutup. Sekalipun untuk keperluan pengembangan ilmu. Data laboratorium dari pasien tidak
boleh dipublikasikan dengan mencantumkan identitas pasien;
Bila untuk pemeriksaan peradilan dimintakan tes laboratorium oleh polisi, data laboratorium
harus diberikan kepada pihak polisi yang memintanya dengan disertai keterangan/pendapat
sesuai dengan profesi dalam sampul yang tertutup;
Hak pasien untuk mengirimkan spesimen ke laboratorium/rumah sakit lain untuk keperluan
konsultasi harus dihormati.

Pengembangan Diri dan Profesi


Agar pelayanan laboratorium bermutu tinggi dan sesuai harapan pasien dan masyarakat, maka
seorang dokter spesialis patologi klinik wajib :
Mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran pada umumnya dan patologi klinik
pada khususnya dengan cara : (1) mengikuti pendidikan kedokteran berkelanjutan (Contnuing
Medical Education); (2) mengikuti simposium, seminar dan pertemuan ilmiah lain yang
berkaitan dengan profesinya; (3) mempelajari artikel atau publikasi mengenai bidangnya.
Turut serta dalam pengembangan ilmu patologi klinik melalui berbagai penelitian;
Dalam memantau perkembangan ilmu dan teknologi, wajib menapis dan menyesuaikan diri
dengan kebutuhan profesi dan masyarakat;
Menerapkan tambahan ilmu yang diperolehnya untuk meningkatkan pelayanan profesional
kepada masyarakat.
Persyaratan untuk Melaksanakan Fungsi dengan Baik
Sarana dan prasarana seperti gedung, peralatan dan penunjang lain harus memadai dan sesuai
dengan persyaratan perkembangan ilmu serta kebutuhan masyarakat luas.
Tersedia personil dalam jumlah yang memadai serta memiliki pengetahuan dan keterampilan
yang cukup (qualified) untuk melaksanakan kegiatan laboratorium, baik teknis maupun
administratif.
Sistem penyimpanan catatan medis atau arsip data laboratorium yang termasuk sediaan yang
perlu disimpan harus baik;
Jalur komunikasi antara dokter di laboratorium dengan dokter di klinik dan pengelola rumah
sakit harus efektif dan kondusif;
Peraturan-peraturan, baik peraturan pemerintah, rumah sakit, IDI, perhimpunan profesi maupun
peraturan lain yang berkaitan dengan profesi harus menunjang pelaksanaan fungsi.

Etika Petugas Laboratorium


Tanggung jawab terhadap pasien.
Dalam hubungannya dengan pasien petugas laboratorium berkewajiban, selalu berusaha
menciptakan kepercayaan dan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dalam menghadapi
pasien yang akan diambil spesimennya;
Memberikan informasi yang jelas tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien untuk
memperoleh spesimen;
Menghormati pasien tanpa dipengaruhi oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, agama dan
kedudukan sosial;
Merahasiakan data laboratorium dan identitas penderita kepada yang tidak berhak
mengetahuinya;
Tanggung jawab Terhadap Tugas
Dalam upaya menghindarkan kesalahan pra instrumentasi, petugas laboratorium menampung,
mengirim dan menyimpan spesimen secara benar sesuai dengan pemeriksaan yang akan
dilaksanakan, melakukan pencatatan identitas pasien secara cermat dan lain-lain sebagainya;
Untuk mencegah kesalahan pada tahap instrumentasi, petugas laboratorium melakukan
pemeriksaan atas spesimen secara “lege artis” sesuai dengan pedoman yang berlaku serta
petunjuk-petunjuk tentang pemantapan kualitas laboratorium;
Petugas laboratorium mencegah kesalahan pasca instrumentasi dengan mencatat secara cermat
dan melaporkan hasil pemeriksaan kepada atasan, kemudian melakukan penyimpanan arsip dan
sediaan dengan cara sebaik-baiknya;
Dalam melindungi diri sendiri, teman sejawat dan lingkungan dari laboratory hazards, petugas
laboratorium menaati sepenuhnya petunjuk keselamatan kerja dan pencegahan pencemaran
lingkungan.
Tanggung jawab Terhadap Sesama Analis dan Paramedis Lain.
Terhadap sesama analis dan paramedis lain petugas laboratorium harus senantiasa memelihara
hubungan baik dengan sesama analis maupun paramedis lain untuk memelihara lingkungan kerja
yang menunjang pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya;
Meneruskan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada teman sejawat yang
memerlukannya.
Pengembangan Diri.
Meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam tekno;ogi laboratorium dengan mengikuti
penataran, kursus-kursus, yang diberikan oleh instansi pendidikan atau petunjuk-petunjuk yang
diberikan oleh atasan;
Menerapkan tambahan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya untuk peningkatan
mutu pelayanan laboratorium.

Masalah Etika Yang Berhubungan Dengan Pelayanan Pasien Dewasa :

Kewajiban Umum
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter;
Seorang dokter harus senantiasa melaksanakan tugas profesinya menurut ukuran yang setinggi-
tingginya;
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
pertimbangan keuntungan pribadi;
Perbuatan berikut dipandang bertentangan dengan etika, yakni : (1) Setiap perbuatan yang
bersifat memuji diri sendiri; (2) Secara sendiri atau bersama-sama menerapkan pengetahuan dan
keterampilan kedokteran dalam segala bentuk tanpa kebebasan profesi; (3) Menerima imbalan
lain di luar imbalan yang layak sesuai dengan jasanya, kecuali dengan keikhlasan, sepengetahuan
dan atau kehendak pasien;
Setiap perbuatan atau nasihat yang mungkin melemahkan daya tahan mahluk insani, baik
jasmani maupun rohani, hanya diberikan untuk kepentingan pasien;
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya;
Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan kebenarannya;
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus mengutamakan / mendahulukan
kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi
masyarakat yang sebenarnya;
Kerja sama antara dokter dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta
masyarakat harus dilandasi oleh adanya saling pengertian yang sebaik-baiknya di atara
keduanya.

Kewajiban Dokter Terhadap Pasien


Setiap dokter harus senantiasa ingat akan kewajibannya untuk melindungi hidup mahluk insani;
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya
untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan ia wajib merujuk pasien ke dokter lain yang mempunyai keahlian dalam penyakit
tersebut;
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan
dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadah dan atau dalam masalah linnya;
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali
bila ia yakin bahwa ada orang lain yang bersedia dan mampu memberikannya.

Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat


Setiap dokter hendaknya memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan;
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawatnya tanpa persetujuannya;

Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri


Setiap dokter hendaknya senantiasa memelihara kesehatnnya supaya dapat bekerja dengan baik;
Setiap dokter senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan setia
kepada cita-citanya yang luhur.
Meskipun dengan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran serta tuntutan
masyarakat yang semakin meningkat, maka wawasan pelayanan kesehatan yang semakin meluas
tersebut harus dilandasi oleh pandangan yakni :
Pelayanan kesehatan kepada manusia harus tetap menjaga martabat manusia sesuai fitrahnya;
Harus diusahakan agar pelayanan kesehatan tetap dapat diberikan dengan sebaik-baiknya, jujur
serta mempertimbangkan hasrat dan kemampuan ekonomis si pasien;
Nilai profesi harus dijaga dan masyarakat harus dilindungi dari sikap moral yang kurang baik
dengan kemampuan profesi medis yang memadai;
Kerja sama yang serasi dengan sejawat lain dalam bidang kesehatan atau bidang lain yang ada
kaitannya dengan bidang kesehatan harus dibina secara profesional dan kolegial untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya kepada pasien;
Pelayanan dokter kepada orang dewasa di klinik yang langsung menangani pasien
mengutamakan diagnosis dan terapi disamping memperhatikan pula masalah penyuluhan dan
rehabilitasi;
Hubungan antara dokter dan pasien harus selaras secara empatis dan tidak menimbulkan masalah
di luar bidang medis sebagai akibat dari hubungan dokter dan pasien yang tidak proporsional;
Sikap dan tindakan dokter harus diutamakan pada pemecahan masalah medis. Diagnosis harus
berdasarkan pada data klinis yang obyektif di bidang pengetahuan kedokteran. Tetapi harus
diarahkan untuk mengatasi problema medis dalam mengatasi penderitaan pasien dan
menghindarkan diri sejauh mungkin dari tindakan malpraktik.
Hal lain yang berkaitan dengan masalah medis dapat dibicarakan sebagai penunjang dalam
penyelesaian masalah medis. Dokter yang bekerja di klinik seyogyanya senantiasa dilengkapi
dengan pengetahuan dan kemampuan dasar klinis Selain itu ia harus tetap memegang teguh
standar moral untuk dapat memberikan pelayanan medis yang sebaik-baiknya dengan tanggung
jawab yang sesuai dengan fungsi dan kedudukannya.
Masalah Etika Yang Berhubungan Dengan Pelayanan Kesehatan Anak :

Komunikasi
Yang perlu diketahui dalam berkomunikasi adalah :
Kepada siapa informasi harus diberikan;
Siapa yang harus mengambil keputusan misalnya ayah, ibu atau kakek dan nenek;

Perawatan Pasien
Yang perlu diperhatikan sehubungan dengan perawatan pasien adalah :
Apakah anak harus dipisah dari orang tuanya atau menjalani rawat tunggu;
Perlakuan terhadap si anak karena sifatnya yang negativistis;
Pendekatan terapi atau diagnostik terhadap si anak;
Perawatan terhadap si anak terutama mengenai kebersihan.

Lingkungan
Anak terpisah dari orang tua dan keluarga : bayi yang menetek atau sedang diberi air susu ibu
terpisah dari ibunya sehingga tidak mendapat air susu ibu.
Anak terpisah dari kawan mainnya;
Anak tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari;
Suasana rumah sakit yang tidak menunjang perkembangan kejiwaan anak;
Anak terpisah dari ransangan-ransangan tumbuh kembang sehari-hari.
Penyimpangan-penyimpangan dalam masalah-masalah di atas tidak semuanya dapat disadari
atau dilihat. Kepekaan terhadap pelanggaran etika sehubungan dengan masalah di atas sangat
tergantung pada pengalaman, pengetahuan, norma-norma masyarakat, kebudayaan dan sosial
ekonomi masyarakat.
Beberapa penyimpangan oleh orang desa mungkin dianggap suatu hal yang wajar, tertapi buat
orang kota hal itu mungkin pula dianggap sebagai suatu pelanggaran terhadap hak azasi manusia
(pasien).
Etika pelayanan kesehatan anak pada hakekatnya sama dengan pelayanan orang dewasa. Yang
dapat membedakannya adalah soal pendekatannya. Kalau kita memeriksa anak, kadang-kadang
anak itu perlu dipegang dengan kuat tanpa memandang seksnya agar pemeriksaan dapat
dilakukan dalam keadaan anak itu tidak bergerak-gerak.
Untuk anak yang belum mengenal rasa malu, pemeriksaan anak tidak perlu dilakukan di tempat
yang tertutup.
Pemeriksaan terhadap anak kadang-kadang perlu dilakukan dengan paksaan. Demikian pula
halnya dengan pengobatan.

Etika Pelayanan Kesehatan Anak


Meskipun berbeda pendekatan pelayanan anak dengan orang dewasa, tetapi pada hakekatnya
pokok-pokok etika pelayanan kesehatan anak tidak berbeda dari etika kedokteran pada
umumnya, yakni :
Memberi pelayanan kesehatan manusiawi dengan penghargaan yang setinggi-tingginya pada
martabat manusia sesuai tahap pertumbuhannya;
Meningkatkan derajat kesehatan anak dan melindungi anak dari penyakit yang lain serta
memberi kesempatan tumbuh kembang yang optimal;
Melindungi anak dari tindakan yang tidak sesuai dengan tahap pertumbuhannya;
Melindungi anak dari tindakan amoral orang tua, tenaga medis dan paramedis;
Berusaha meningkatkan kemampuan profesional dan pengetahuan, sesuai dengan perkembangan
ilmu dan pengetahuan yang cocok dengan ideologi dan kebuadayaan kita;
Memegang teguh rahasia jabatan;
Memberikan informasi yang sejujur-jujurnya kepada orang tua atau walinya mengenai kesehatan
anak atau mengenai kemungkinan perkembangan selanjutnya dan prognosanya.

Kemampuan Dokter Spesialis Anak


Agar dokter spesialis anak tanggap terhadap masalah-masalah etika kesehatan anak, ia harus
mampu :
Mengenal anak sebagai individu yang sedang tumbuh dan berkembang;
Menguasai kemampuan ilmiah dan kemampuan profesional yang telah digariskan sebagai
kemampuan yang harus dimiliki oleh dokter spesialis anak;
Mengenal kebiasaan-kebiasaan, norma-norma serta kebudayaan masyarakat di daerah kerjanya,
serta mengetahui dan menghayati Kode Etik Kedokteran Indonesia serta peraturan perundang-
undangan mengenai kesehatan;
Memiliki teknologi yang cocok untuk anak serta kemampuan ekonomi orang tuanya dalam
diagnosis dan pengobatan;
Memberikan bimbingan dalam pelayanan kesehatan anak pada sejawat dokter, perawat, bidan
dan tenaga para medis lainnya;
Mengetahui kemampuan orang tua pasien dalam membiayai pengobatan anaknya.

Masalah Etika Yang Berhubungan Dengan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Manusia :

Masalah yang Sering Dijumpai


Standar Pelayanan Baku.
Reproduksi manusia mempunyai ruang lingkup yang lebih luas, antara lain meliputi masalah
perkawinan, seksualitas, fertilitas, kontrasepsi, kehamilan, persalinan, nifas, abortus, fertilisasi
invitro, instrumentasi dan penelitian. Akibatnya penyusunan standar pelayanan menjadi sukar.
Disiplin lain dalam bidang kedokteran atau diluar bidang kedokteran sepeti hukum dan psikologi
banyak terlibat dalam kegiatan pelaksanaannya.
Sering terjadinya pelanggaran etika disebabkan oleh adanya kontroversial dalam bidang
reproduksi manusia, disamping pelanggaran terhadap etika kedokteran secara umum. Latar
belakang yang berbeda antara masyarakat, pasien dan tenaga dokter yang pada umumnya
menyangkut masalah motivasi sosial ekonomi, sering pula menjadi penyebab pelanggaran etika.

Etika Pengobatan dan Perawatan Bidang Reproduksi Manusia


Kewajiban Terhadap Pasien
Seorang dokter hendaknya dengan segala upaya memberikan pelayanan yang optimal pada
pasien;
Seorang dokter hendaknya menempatkan kepentingan pasien di atas kepentingan pribadinya;
Segala bentuk pemeriksaan dilakukan dengan sopan santun dan lege artis;
Daklamn melakukan pelayanan kesehatan reproduksi manusia, seorang dokter harus didampingi
sekurang-kurangnya oleh seorang perawat;
Seorang dokter harus secara jelas menyampaikan informasi mengenai penyakit pasien berikut
rencana tindakan atau pengobatannya;
Rencana tindakan pada seorang pasien haruslah tercantum dalam sebuah informed concent;
Hal-hal lain hendaknya sesuai dengan kode etik kedokteran Indonesia.

Kewajiban Terhadap Sesama Spesialis Dokter Obstetri dan Gynocologi.


Perasaan kolegialitas harus terbina di antara sesama dokter spesilais obstetri dan gynocologi;
Rujukan di atara sesamanya harus disertai dengan keterangan yang jelas tentang pasien;
Sesama dokter spesialis obstetri dan gynocologi harus saling menasehati dan saling mengontrol
agar yang bersangkutan tidak terjerumus ke dalam tindakan yang melanggar etika;
Hal-hal yang lain harus pula sesuai dengan Kode Etik Kedokteran Indonesia.

Kewajiban terhadap Sejawat Di Bidang lain.


Perasaan kolegialitas harus mendasari hubungan antar sejawat;
Rujukan harus diikuti dengan keterangan / maksud yang jelas;
Hal-hal yang lain harus pula sesuai dengan Kode Etik Kedokteran Indonesia.

Kewajiban Terhadap Paramedis Keperawatan.


Kerja sama dalam satu tim dengan para perawat dalam penanganan pasien hendaknya senantiasa
dibina;
Rasa atanggung jawab dalam diri perawat sehubungan dengan kerja sama tim tersebut
hendaknya ditumbuhkan dan terus dipupuk;
Penambahan ilmu yang berhubungan dengan lingkup pekerjaan sehari-hari perlu diberikan
secara berkala kepada perawat;
Setiap dokter spesialis obstetri dan gynocologi hendaknya menjadi panutan dalam pelaksanaan
pekerjaan sehari-hari.

Kewajiban Terhadap Rumah Sakit.


Untuk memenuhi kewajiban terhadap rumah sakit, setiap dokter spesialis obstetri dan gynocologi
hendaknya :
Melakukan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan profesinya, baik dalam segi
pendidikan, penelitian maupun pelayanan;
Melaksanakan pekerjaan sehari-hari secara jujur dan bertanggung jawab;
Mengupayakan kemajuan rumah sakit dengan segala gagasan, usulan ataupun penemuan baru
bagi pelayanan terhadap pasien.

Masalah Etika Yang Berhubungan Dengan Pelayanan Anestesi :

Penatalaksanaan dan Evaluasi Pra Anestesi


Evaluasi dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi yang bertugas atau dokter peserta program
studi untuk menilai kondisi pasien sebelum anestesi untuk pembedahan atau tindakan lain.
Tujuannya adalah untuk menjamin agar pasien berada dalam keadaan optimal untuk anestesi dan
pembedahan.

Prinsip Umum
Evaluasi pra anestesi hendaknya dilakukan oleh dokter ahli anestesiologi atau dokter peserta
program studi yang akan melaksanakan, setelah berkonsultasi dengan dokter spesialis anestesi
yang bertanggung jawab. Waktu yang tersedia untuk evaluasi hendaknya memadai agar terapi
atau pemeriksaan yang diperlukan dapat dilaksanakan. Meskipun evaluasi dini tidak selalu dapat
dilakukan (misalnya, pembedahan darurat), penilaian tetap diperlukan sebelum anestesi dan
pembedahan dimulai.

Evaluasi pra anestesi hendaknya mencakup :


Identifikasi pasien;
Pemastian sifat prosedur yang akan dilaksanakan;
Riwayat medis dan pemeriksaan klinis pasien yang menyangkut pengobatan pada saat itu dan
hasil pemeriksaan khusus;
Pengaturan terapi dan pemeriksaan lebih lanjut;
Konsultasi dengan dokter spesialis anestesi lain;
Informed consent dan memberi penjelasan tentang anestesi agar pasien merasa puas dan tenang;
Pemberian instruksi premedikasi bila dianggap perlu.

Penatalaksanaan Anestesi
Prinsip Umum
Setiap anestesi yang dilaksanakan menjadi tanggung jawab dokte spesialis anestesi. Pasien yang
diberi anestesi bukan oleh dokter spesialis anestesi (dokter peserta program studi anestesiologi)
menjadi tanggung jawab dokter ahli anestesiologi yang bertugas;
Dokter spesialis anestesi yang bertanggung jawab harus berada dalam satu atap di lingkungan
rumah sakit dan dapat segera hadir setiap saat ditempat pelaksanaan anestesi;
Pada saat yang bersamaan seorang dokter ahli anestesi hendaknya membatasi diri sehingga dia
hanya bertanggung jawab atas sebanyak-banyak tiga anestesi;
Semua pasien akan dipantau sesua dengan standar pemantauan dasar intra operatif.

Keamanan pasien selama anestesi


Mesin anestesi harus diperiksa, diuji dan dipastikan berfungsi dengan baik. Bila dipergunakan
elektrokauter, elektrokuagulator atau peralatan listrik lain yang menimbulkan bunga api selama
prosedur tindakan, maka hanya zat yang tidak bisa terbakarlah yang boleh dipakai untuk
anestesi. Bila digunakan zat yang mudah terbakar, harus diperhatikan hal-hal berikut :
Lantai bersifat konduktif;
Semua peralatan dan perabotan di kamar operasi hendaknya dibumikan (grounding) dengan baik;
Semua personalia yang masuk kamar operasi harus mengenakan alas kaki konduktif;
Pakaian luar tidak boleh terbuat dari sutera, wol, nilon atau bahan sintetis lain. Selimut wol tidak
boleh berada di dalam kamar operasi.

Alat-alat yang berhubungan langsung dengan pasien seperti laringoskopi dan pipa jalan napas,
hendaknya dicuci dan disucihamakan sesudah setiap prosedur.

Tenaga Bantuan dari Paramedis


Untuk pelaksanaan anestesi yang efisien dan aman, dokter spesialis anestesiologi atau dokter
peserta program studi anestesiologi bila ada memerlukan bantuan tenaga paramedis. Tenaga
bantuan tersebut harus cukup berkualifikasi. Kehadiran tenaga bantuan diperlukan selama
persipan, induksi, sampai pemberi anestesi menganggap tidak diperlukan lagi. Selama
pemeliharaan anestesi, tenaga bantuan harus dapat datang dengan segera apabila sewaktu-waktu
diperlukan. Pada pengakhiran anestesi, tenaga bantuan diperlukan lagi.
Penatalaksanaan Pasien Pulih dari Anestesi
Setelah pengakhiran anestesi, pasien dievaluasi untuk penatalaksanaan pasca anestesi. Pasien
dikirim kek kamar pulih untuk pemantauan parameter fisiologis yang diperlukan. Pemantauan
dilakukan oleh perawat yang terlatih atau perawat yang berpengalaman. Keputusan mengenai
penatalaksanaan pasien dan evaluasi kondisinya untuk keluar dari kamar pulih dibuat oleh dokter
yang bertugas atau dokter pelaksana anestesinya.
Sebelum dipindahkan ke tempat lain, pasien sebaiknya sudah berada dalam keadaan sadar dan
stabil.
Standar Pemantauan Dasar Intra-Operatif (Selama Pembedahan)Oksigenasi
Standar ini berlaku untuk setiap pemberian anestesi/analgesia yang dilakukan di dalam ruangan
yang telah disediakan untuk itu, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas penatalaksanaan
pasien. Meskipun demikian standar ini tidak menjamin hasil akhir keadaan pasien. Dalam
keadaan darurat, bantuan kehidupan (life support) lebih diutamakan.
Dalam keadaan tertentu beberapa cara pemantauan dalam standar ini mungkin secara klinis tidak
praktis dan mungkin juga gagal di dalam menemukan perubahan klinis yang tidak
menguntungkan. Standar ini bisa dulampauai, bergantung pada pertimbangan dan tanggung
jawab dokter spesialis anestesi.
Standar ini dapat diubah dari waktu ke waktu, sesuai dengan perkembangan teknologi dan ilmu.

Standar 1
Tenaga anestesi yang berkualifikasi harus berada di dalam kamar bedah selama pemberian
anestesi /analgesia.
Tujuan :
Karena keadaan pasien selama anestesi /analgesia dapat berubah dengan cepat, maka tenaga
anestesi yang berkualifikasi harus ada untuk memantau pasien dan memberikan pelayanan
anestesi/analgesia.
Dalam hal terdapat bahaya langsung terhadap tenaga anestesiologi (misalnya radiasi) pasien
perlu diawasi dari jarak jauh. Beberapa cara pemantauan tertentu tetap harus dilakukan.
Pada keadaan darurat di tempat lain yang memerlukan kehadiran dokter spesialis anestesiologi
yang bertanggung jawab, maka keputusan untuk meninggalkan pasien didasarkan pada tingkat
kedaruratan tersebut, keadaan pasien yang ditinggalkan dan kualifikasi tenaga anestesi yang
tetap tinggal.
Standar II
Selama pemberian anestesi / analgesia, oksigenasi, ventilasi dan suhu tubuh pasien harus sering
dievaluasi secara teratur.

Oksigenasi
Tujuan
Oksigenasi bertujuan memastikan kadar zat asam di dalam gas inspirasi, di dalam darah pada
setiap pemberian anestesi/analgesia.
Cara :
Gas Inspirasi
Selama pemberian anestesi dengan mesin anestesi, dianjurkan agar kadar zat asam diukur dengan
analizer zat asam yang mempunyai alarm batas rendah kadar zat asam.
Oksigenasi Darah
Selama pemberian anestesi/analgesia, diperlukan penerangan yang cukup dan pasien harus dapat
dilihat dengan jelas agar dapat dilakukan penilaian terhadap warna. Disamping cara-cara
kualitatif lainnya dianjurkan juga cara kualitatif seperti oksimeter pulsa.

Ventilasi
Tujuan
Ventilasi bertujuan memastikan ventilasi pasien yang cukup selama pemberian
anestesi/analgesia.
Cara :
Setiap pasien yang diberikan anestesi, ventilasi harus sering dievaluasi secara teratur. Secara
kualitatif hal itu dapat dilakukan misalnya dengan mengawasi gerak naik turun dada, gerak
kembang kempis kantong reservoar atau auskultasi bunyi napas. Secara kuantitatif hal itu dapat
dianjurkan misalnya dengan mengukur kandungan CO2 dan atau volume gas ekspirasi.
Jika dilakukan intubasi, posisi pipa trakea yang tepat di dalam trake harus dipastikan. Penilaian
secara klinis adalah esensial, sedangkan pemantauan kandungan CO2 tidal akhir end tidal CO2
atau kandungan CO2 pada akhir ekspirasi dianjurkan.
Jika ventilasi diatur dengan ventilator mekanis, dianjurkan agar terdapat alat yang mampu untuk
menunjukkan putus hubungan dari komponen-komponen sistem pernapasan pasien. Alat tersebut
harus mampu mengeluarkan tanda yang dapat didengar jika nilai ambang alarm terlewati.
Selama analgesia regional dan pelayanan anestesiologi lainnya yang memerlukan pemantauan,
ventilasi yang cukup harus dievaluasi, setidak-tidaknya dengan cara klinis kualitatif secara
teratur dan sering.

Sirkulasi
Tujuan
Sirkulasi bertujuan untuk memastikan fungsi sirkulasi pasien yang cukup selama
anestesi/analgesia.
Cara :
Setiap pasien yang diberi anestesi/analgesia harus diukur tekanan darah dan laju jantungnya
secara teratur dan sesering mungkin;
Setiap pasien yang diberi anestesi dan mempunyai resiko tinggi, harus dilakukan pemantauan
EKG-nya secara terus menerus dan dianjurkan agar hal itu disertai salah satu cara pemantauan
berikut, seperti tekanan darah invasif, oksimeter pulsa atau platismografi.
Suhu tubuh
Suhu tubuh bertujuan membantu mempertahankan suhu tubuh selama pemberian
anestesi/analgesia.
Cara :
Harus tersedia alat untuk mengukur suhu tubuh setiap saat. Jika diduga, dicurigai atau
diperkirakan terjadi perubahan suhu tubuh, maka suhu tubuh harus diukur.

Masalah Etika Yang Berhubungan Dengan Perawatan Intensif :

Pelayanan yang diberikan di ICU meliputi :


Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang mengancam nyawa dan
dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberpa hari.
Pemberian bantuan dan pengambilalihan fungsi vital tubuh sekaligus melakukan
penatalaksanaan spesifik masalah dasar.
Pemantauan fungsi vital tubuh terhadap komplikasi : (1) Penyakit, (2) Penatalaksanaan spesifik,
(3) Sistem bantuan tubuh, (4) Pemantauan itu sendiri.
Penatalaksanaan untuk mencegah komplikasi akibat koma yang dalam, imobilitas
berkepanjangan, stimulus berlebihan dan kehilangan daya sensoris;
Pemberian bantuan emosional terhadap pasien yang nyawanya pada saat itu bergantung pada
fungsi alat/mesin dan orang lain.

Ruang perawatan/terapi intensif berbeda dari ruang perawatan biasa karena harus mempunyai
kemampuan pelayanan yang tertentu atau maksimal. Akan tetapi ruang perawatan/terapi intensif
itu harus melampaui kemampuan pelayanan minimal, yakni :
Resusitasi jantung;
Penatalaksanaan jalan napas, termasuk intubasi endotrakea dan ventilasi;
Terapi zat asam;
Pemantauan EKG kontinyu;
Pelayanan laboratorium menyeluruh yang cepat;
Pelayanan bantuan nutrisi;
Terapi tetrasi intervensi dengan pompa infus/pompa semprit;
Alat-alat bantuan kehidupan portabel untuk transpor pasien.

Tindakan dan pengobatan di ICU terutama resusitasi darurat dan penggunaan alat-alat canggih
mengakibatkan dapat tertolongnya pasien-pasien yang sebelumnya diperkirakan akan cepat
meninggal. Akan tetapi hal ini dapat mengakibatkan pasien berada pada keadaan antara hidup
dan mati. Kadang-kadang kita menghadapi proses perpanjangan kematian, bukan perpanjangan
kehidupan. Masalah lain ialah mahalnya perawatan dan pengobatan di ICU dan terbatasnya
tempat. Persoalannya ialah apabila secara etika dan moral kita dapat menghentikan tindakan
pengobatan (misalnya mematikan alat bantu napas), jika kondisi pasien tidak memperlihatkan
adanya harapan untuk hidup lagi. Untuk menangani masalah ini dibutuhkan ketentuan tentang
mati, eutanasia dan tindakan pengakhiran resusitasi.

Cara Kerja dan Hubungan Dokter Spesialis Anestesi dengan Dokter Spesialis Dalam Merawat
Pasien ICU.

Dokter dari salah satu UPF dalam lingkungan Rumah Sakit mengajukan permintaan tertulis ke
ICU dengan menyebutkan alasannya. Dalam keadaan kritis hal itu dapat dilakukan melalui
komunikasi telepon atau lisan lebih dahulu.
Dokter Spesialis Anestesi (konsulen ICU) atau wakil yang ditunjuk (minimal ia adalah peserta
program dokter spesialis anestesiologi senior datang memeriksa dan memberi persetujuan secara
tertulis setelah mempertimbangkan keadaan pasien dan tempat di ICU.
Setelah disetujui pasien diserahterimakan oleh dokter yang mengirim. Keterangan dan saran
pengobatan yang diperlukan disertakan pada serah terima itu.
Serah terima itu hendaknya bersifat konsultasi, alih rawat atau rawat bersama :
Alih rawat disini tanggung jawab sepenuhnya ada pada dokter ICU dalam hal terapi, konsultasi
dengan dokter UPF lain dan indikasi ke luar dari ICU.
Rawat bersama dalam hal ini dokter yang mengirim tanpa diminta tetap melakukan evaluasi dan
menganjurkan terapi.
Konsultasi dapat dilakukan dengan atau tanpa persetujuan dokter yang mengirim. Dengan
demikian penanggulangan pasien dilakukan dengan pendekatan bersama antara dokter spesialis
anestesi (dokter ICU), dokter pengirim, dokter konsultan lain dan Kepala Ruang ICU sebagai
ketua tim.
Semua dokter spesialis atau konsulen lain yang terlibat pada waktu melakukan kunjungan pasien
harus selalu didampingi oleh dokter ICU. Saran yang diberikan harus tertulis dan diteruskan
kepada perawat oleh dokter ICU. Saran dapat diajukan secara lisan dulu, tetapi kemudian harus
diikuti secara tertulis.

Masalah Etika Yang Berhubungan Dengan Eutanasia :

Eutanasia berasal dari bahasa Yunani yang berarti kematian yang membahagiakan. Tetapi istilah
itu sering diartikan sebagai pengakhiran kehidupan karena rasa kasihan; kadang-kadang diartikan
sebagai membiarkan seseorang mati.
Eutanasia muncul dengan berkembangnya pengetahuan masyarakat dan kesadaran mereka akan
hak individu, ditambah lagi dengan kemajuan teknologi kedokteran yang memungkinkan dokter
dapat mempertahankan hidup pasien meskipun hanya secara vegetatif.
Kita mengenal dua macam eutanasia, yaitu eutanasia aktif dan eutanasia pasif. Eutanasia aktif
ialah upaya mempercepat kematian melalui tindakan medis yang direncanakan. Eutanasia aktif
ini merupakan tindakan yang dapat dihukum karena melanggar KUHP pasal 344, 345, dan 304.
Eutanasia pasif ialah penghentian segala pengobatan dan upaya yang tidak berguna lagi pada
penderita sakit berat untuk kepentingan pasien, baik atas permintaannya maupun tidak atas
permintaannya. Eutanasia pasif dapat dikerjakan sesuai Fatwa IDI dengan memakai Triase
Gawat Darurat yang dikeluarkan IDI.
Ketentuan Mati

Seseorang dinyatakan mati bilamana keadaan berkut ini :


Fungsi pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau irreversibel, atau;
Bila terbukti telah terjadi kematian batang otak.
Seorang dinyatakan mati jika fungsi pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti, yaitu
misalnya pada kematian normal yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik berat.
Pada keadaan ini denyut jantung dan nadi berhenti pada suatu saat ketika jantung ataupun organ
lain secara keseluruhan begitu terpengaruh oleh penyakit tersebut, sehingga pasien yang
bersangkutan tidak mungkin untuk tetap hidup lebih lama lagi. Upaya resusitasi pada keadaan
ini tidak berarti lagi. Upaya resusitasi dilakukan pada keadaan mati klinis, yaitu bila denyut nadi
besar dan napas berhenti dan diragukan apakah kedua fungsi spontan jantung dan pernapasan
telah berhenti secara pasti.

Upaya resusitasi darurat dapat diakhiri bila :


Diketahui kemudian bahwa sesudah dimulai resusitasi pasien ternyata berada dalam stadium
suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi, atau hampir dapat dipastikan bahwa pasien
tidak akan memperoleh kembali fungsi serebralnya, yaitu sesudah selama ½ - 1 jam terbukti
tidak ada nadi pada normotermia tanpa resusitasi jantung paru;
Terdapat tanda-tanda klinis mati otak, yaitu sesudah resusitasi pasien tetap tidak sadar, tidak
timbul napas spontan dan refleks gag, serta pupil tetap dilatasi selama pasling sedikit 15 – 30
menit. Perkecualian untuk itu ialah hipotermia atau di bawah pengaruh barbiturat atau anestesi;
Terdapat tanda-tanda mati jantung, yaitu asistol listrik membandel (garis datar pada EKG)
selama paling sedikit 30 menit, meskipun telah dilakukan resusitasi dan pengobatan optimal;
Penolong terlalu lelah sehingga tidak dapat melanjutkan upaya resusitasi.
Diagnosis Mati Batang Otak.

Dalam penegakkan diagnosis mati batang otak, dibutuhkan tiga langkah, yakni :
Meyakini bahwa telah terdapat pra kondisi tertentu;
Menyingkirkan penyebab koma dengan henti napas yang ireversibel;
Memastikan arefleksi batang otak dan henti napas yang menetap.
Berkaitan dengan itu ada dua pra kondisi yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis mati
batang otak, yakni :
Pasien dalam keadaan koma dan henti napas, yaitu tidak responsif meskipun sudah dibantu
ventilator;
Penyebabnya adalah kerusakan otak struktural yang tidak dapat diperbaiki lagi karena adanya
gangguan yang mengarah pada mati batang otak.
Untuk memantapkan pra kondisi guna memapankan diagnosis kerusakan otak struktural sampai
diyakini kondisi yang bersangkutan tidak dapat diperbaiki, perlu ditunggu beberapa jam sampai
beberapa hari, tergantung pada kasus masing-masing.
Tes-tes yang diperlukan untuk menunjukkan bahwa batang otak tidak berfungsi hanya
memerlukan beberpa menit. Tes-tes ini membuktikan bahwa refleks batang otak telah hilang dan
memastikan adanya henti napas yang menetap. Sebelum melakukan tes, hendaknya diperhatikan
bahwa pada fungsi batang otak yang menghilang terdapat tanda-tanda berikut :
Koma;
Tidak ada sikap abnormal (dekortikasi, deserebrasi);
Tidak ada sentakan epileptik;
Tidak ada refleks batang otak; dan
Tidak ada napas spontan.
Jika misalnya masih ada sikap abnormal seperti dekortikasi, hal ini berarti bahwa masih ada
unsur neuron hidup pada batang otak. Karena itu, tes untuk mati batang otak tidak tepat untuk
dilakukan karena hanya akan membuang-buang waktu saja. Bila memang tanda-tanda fungsi
batang otak yang hilang di atas ada semua, maka hendaknya secara sistematis diperiksa lima
refleks batang otak, yaitu :
Tidak ada respons terhadap cahaya;
Tidak ada refleks kornea;
Tidak ada refleks vestibulo-okular;
Tidak ada respons motor dalam distribusi saraf kranial terhadap ransang adekuat pada area
somatik;
Tidak ada refleks muntah (refleks gag) atau refleks batuk terhadap ransangan oleh kateter isap
yang dimasukkan kedalam trakea.
Tes terhadap refleks-refleks batang otak dapat menilai integritas fungsional batang otak dengan
cara yang unik. Tak ada daerah otak lainnya yang dapat diperiksa sepenuhnya seperti ini. Hal ini
menguntungkan karena konsep mati yang baru secara tidak langsung menyatakan bahwa semua
yang berarti bagi kehidupan manusia tergantung pada integritas jaringan yang berukuran hanya
beberapa cm ini. Tes ini ditujukan untuk mencari adanya respons, bukan gradasi fungsi. Ini
mudah dilakukan dan dapat dimengerti oleh setiap dokter atau perawat yang terlatih. Tes yang
paling pokok untuk fungsi batang otak adalah tes untuk henti napas, yaitu :
Beri pre-oksigenasi 100 % selama 10 menit;
Beri 5 % CO2 selama 5 menit berikutnya untuk menjamin PaCO2 awal 53 kpa (40 torr);
Melepaskan pasien dari ventilator. Insuflasikan trakea dengan O2 100 % : 6 1/menit melalui
kateter intra trakea lewat karina;
Melepaskan pasien dari ventilator selama 10 menit. Jika mungkin periksa PaCo2 akhir.
Tes ulang perlu dilakukan untuk mencegah kesalahan pengamatan dan perubahan tanda-tanda.
Interval waktu berlangsung selama satu jam dengan alasan sebagai berikut :
Makin panjang interval waktu, makin besar keberatan merawat pasien;
Makin pendek interval waktu, makin menunjang keberhasilan transplantasi organ. Karena makin
lama interval waktu, makin besar kemungkinan terjadi asitol ventrikular sehingga sirkulasi darah
berhenti dan ini akan mengurangi viabilitas jaringan.
Bila langkah-langkah menegakkan diagnosis mati batang otak dijalankan dengan baik, tidak akan
ada perbedaan hasil (pemeriksaan pertama dan pemeriksaan ulang).
Hendaknya jangan dibuat diagnosis mati batang otak, jika dokter yang bertugas ragu-ragu
mengenai :
Diagnosis primer;
Kausa disfungsi batang otak yang reversibel (obat atau gangguan metabolik); dan
Kelengkapan tes klinis.
Penghentian Tindakan Terapeutik/Paliatif

Di ICU sering didapatkan pasien dengan otak yang tidak berfungsi sama sekali, tetapi jantungnya
masih berdenyut otomatis, dan napasnya dapat dikendalikan dengan respirator. Hal ini
merupakan hasil teknologi kedokteran maju yang menyedihkan dan telah mengubah pasien
menjadi preparat biologis (bentuk fisik) tanpa atribut sebagai manusia. Oleh karena itu, jika kita
dapat membuktikan bahwa batang otak sudah mati, secara keseluruhan pasien tersebut sudah
mati walaupun jantungnya masih berdenyut. Masih berdenyutnya jantung adalah karena fungsi
intrinsik otonom dan hal itu sama sekali tidak menunjukkan bahwa otak masih berfungsi.
Dalam hal pasien yang dalam keadaan gawat tidak dapat ditolong dengan cara pengobatan yang
ada, sedangkan diagnosis mati batang otak belum ditegakkan, penghentian pengobatan sudah
dapat dimulai. Sesuai dengan kondisi penyakit pasien, penghentian tindakan terapeutik / paliatif
dilakukan secara bertahap, yakni sebagai berikut :
Untuk pengakhiran resusitasi jangka panjang dipakai triase gawat darurat (critical care triage)
sebagai berikut :
Bantuan total untuk pasien sakit atau cedera kritis yang diharapkan tetap dapat hidup tanpa
kegagalan otak berat yang menetap. Sistem organ vital, walaupun biasanya terpengaruh, tidak
rusak ireversibel. Semua yang mungkin dilakukan untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas;
Semua diusahakan kecuali resusitasi jantung paru untuk pasien dengan fungsi otak tetap ada,
atau dengan harapan ada pemulihan otak pasien yang mengalami kegagalan jantung, paru, atau
organ multipel yang lain atau dalam tingkat akhir penyakit yang tidak dapat disembuhkan,
misalnya karsinoma lanjut. Semua yang mungkin dilakukam untuk kenyamanan pasien.
Perpanjangan hidup tidak dilakukan setelah henti jantung.
Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa bagi pasien-pasien yang bila diberi beberapa
bentuk terapi tmpaknya hanya berarti memperpanjang proses kematian, bukannya kehidupan.
Sebagai contoh ialah pasien dengan fungsi otak minimal tanpa harapan sehingga tidak ada
kemungkinan untuk mentasi manusia (human mentation) selanjutnya. Penderita moribund sadar
tanpa harapan, dibuat merasa nyaman dan bebas nyeri.
Pengakhiran semua bantuan hidup untuk pasien dengan penghentian fungsi batang otak yang
irreversibel. Setelah kriteria mati batang otak dipenuhi, pasien dinyatakan meninggal dan semua
terapi dihentikan. Jika sedang dipertimbangkan donasi organ, bantuan jantung paru penderita
diteruskan sampai organ yang diperlukan telah diambil.
Paling sedikit dua orang dokter membuat klasifikasi dan secara berkala melakukan reklasifikasi
setiap pasien ICU ke dalam 1 – 4 kategori tersebut di atas. Klasifikasi sebaiknya dikerjakan oleh
kelompok dokter (lebih dari satu orang), kecuali di tempat terpencil/tersendiri.

2. Yang dapat digolongkan ke dalam tindakan luar biasa adalah :


Perawatan di ICU;
Pengendalian disritmia;
Intubasi indotrakea;
Ventilasi mekanis;
Infus i.v obat vasoaktif kuat, dan
Nutrisi parentral total.

Keputusan untuk menghentikan tindakan-tindakan luar biasa untuk bantuan hidup merupakan
keputusan medis. Hal ini harus dibuat oleh dokter-dokter berpengalaman yang mengalami kasus-
kasus secara keseluruhan dan sebaiknya hal itu dilakukan setelah diadakan konsultasi dengan
dokter spesialis berpengalaman (spesialis anestesiologi, spesialis neurologi). Selain itu,
hendaknya dipertimbangkan pula keinginan pasien yang dinyatakan sebelumnya, sikap keluarga
tidak diminta membuat keputusan untuk penderita mati.
Bila keputusan yang diambil adalah membiarkan pasien meninggal secara wajar dengan
mematikan mesin ventilator, maka setelah mesin ventilator dimatikan diupayakan untuk
mengembalikan napas spontan. Bila upaya ini gagal, terapi ventilator tidak lagi diberikan dan
pasien dibiarkan mati secara alamiah. Bila secara tidak terduga pasien bernapas spontan kembali,
maka terapi ventilator dapat diteruskan kembali.

Masalah Etika Yang Berhubungan Dengan Pemeriksaan Radiologi :

Hal-hal Penting Yang Harus Diperhatikan Dalam Prosedur Pemanfaatan Sinar X atau Sumber
Radiasi Lainnya
Suatu Instansi dalam pemanfaatan sinar – X atau sumber radiasi lainnya harus mendapat izin dari
Badan Pengawas Tenaga Nuklir;
Tenaga yang dibutuhkan untuk mengoperasikan sinar – X atau sumber radiasi lainnya adalah ahli
radiografi atau operator radiografi baik yang memiliki surat izin bekerja maupun belum memiliki
surat izin bekerja dari Badan Pengawas Tenaga Nuklin (Bapeten);
Dalam memanfaatkan sinar – X atau sumber radiasi lainnya ahli radiografi atau operator
radiografi harus memperhatikan keselamatan, bahaya radiasi terhadap petugas radiasi lainnya,
pasien ataupun lingkungan;
Pemanfaatan sinar – X atau sumber radiasi lainnya pada unit radiologi harus ada petugas proteksi
radiasi yang memiliki surat izin bekerja (SIB) dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten);
Ahli radiografi atau operator radiografi dalam memanfaatkan pesawat sinar – X atau sumber
radiasi lainnya harus memperhatikan keselamatan dari gangguan tegangan listrik baik terhadap
petugas maupun terhadap pasien;
Pimpinan instansi bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keselamatan, kesejahteraan,
keamanan, kesehatan bagi pekerja radiasi dan anggota masyarakat serta perlindungan terhadap
lingkungan hidup;

Etika Pelayanan Pada Unit Radiologi

Ahli radiografi atau operator radiografi membantu dokter ahli radiologi dalam melakukan
pemeriksaan radiologis;
Ahli radiografi atau operator radiografi tidak diperkenankan dalam menginterpretasi hasil foto
rontgen;
Ahli radiografi atau operator radiografi tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan
menggunakan sinar – X tanpa membawa pengantar (permintaan) dari dokter pengirim;
Petugas radiasi harus memberikan penjelasan terhadap pasien yang akan dilakukan pemeriksaan
dengan sinar – X baik pemeriksaan dengan menggunakan bahan kontras media maupun tanpa
kontras media;
Penjelasan yang dimaksud pada poin (d) adalah menyangkut : Prosedur pemeriksaan, persiapan
pemeriksaan, waktu pemeriksaan, obyek pemeriksaan, posisi pemeriksaan, tujuan pemeriksaan,
resiko pemeriksaan khususnya menggunakan bahan kontras media, hasil pemeriksaan;
Petugas radiasi dalam melayani pasien harus bersikap sopan santun dan tidak dibenarkan
melakukan hal-hal yang di luar prosedur yang ada;
Harus ada kerja sama atau komunikasi yang baik antara petugas radiasi dengan pasien untuk
memudahkan atau kelancaran pemeriksaan.

Masalah Etika Yang Berhubungan Dengan Pelayanan Fisioterapi :

Pokok-pokok etika pelayanan fisiotherapi meliputi beberapa unsur, yakni :


Fisiotherapi tetap menghormati keseluruhan manusia dalam memberikan pelayanan terapi
kepada mereka tanpa membeda-bedakan suku, bangsa, agama/kepercayaan, warna kulit serta
status sosialnya;
Fisiotherapi senantiasa melidungi dan menjamin hak-hak individu yang bersifat rahasia dengan
cara menyimpan keterangan-keterangan yang menyangkut diri pasien yang sifatnya rahasia yang
dipercayakan kepadanya. Kerahasiaan ini hanya dapat diberikan kepadanya atau keluarga atas
persetujuannya atau bila dibutuhkan oleh yang berwajib yang terkait dengan penyidikan;
Fisiotherapi hendaknya selalu bersikap hati-hati dan melindungi penderita pada saat dalam
melaksanakan pelayanan fisiotherapi demi keselamatan jiwa penderita. Terutama hal terkait
dengan penggunaan peralatan dengan menggunakan energi listrik;
Fisiotherapi senantiasa berupaya mengarahkan segala kemampuan yang dimilikinya dalam
memberikan pelayanan kepada penderita dan bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas
segala resiko yang terjadi yang dapat mengakibatkan kerugian fisik penderita;
Fisiotherapi senantiasa mengembangkan kemampuannya untuk meningkatkan kompetensi iptek
agar memiliki kemapuan yang besar dalam melakukan pelayanan yang sebaik-baiknya;
Fisiotherapi turut serta mengambil bagian dalam usaha menciptakan dan mempertahankan
keadaan yang mendukung peningkatan mutu pelayanan fisiotherapi melalui organisasi profesi.

Masalah Etika Yang Berhubungan Dengan Pasien Kegawatan Dan Kedaruratan :

Pengertian :
Istilah Gawat-Darurat telah menjadi populer di kalangan masyarakat terutama di rumah sakit.
Istilah ini merupakan suatu keadaan dimana pasien dalam kondisi kritis, membutuhkan
pelayanan atau penanganan segera, karena adanya gangguan bio-psiko-sosial-spiritual yang
mengancam kelangsungan hidupnya. Faktor penyebabnya adalah berbagai macam, baik fisik,
psikis maupun chemis, dan sebagainya.
Pasien yang masuk atau tiba di Instalasi Rawat Darurat dapat dibagi, atas 3 jenis, yakni : gawat,
darurat dan telah meninggal dunia dengan sebab yang tidak/belum diketahui. Dari ketiga jenis ini
dua diantaranya (gawat dan darurat) sangat membutuhkan perhatian serius dari seluruh
komponen yang bertugas di tempat ini. Itulah sebabnya, pelayanan pada bagian ini harus dibuka
selama 24 jam / perhari.
Pelayanan rawat-darurat ada beberapa prinsip yang harus dipatuhi, yakni :
Sifat pelayanan pada bagian rawat darurat adalah segera, yaitu cepat dan tepat (proper);
Prinsip yang dipakai tetap revive (mengembalikan keadaan dan memberikan pertolongan agar
kembali hidup) dengan jalan resusitasi.
Mempertahankan nyawa (live saving, live support);
Melakukan review (penilaian secara komprehensif/keseluruhan);
Melakukan repair apabila keadaan sudah stabil.

Masalah Etika Yang Berhubungan Dengan Pelayanan Menggunakan Ambulance :


Pengertian
Pelayanan ambulance merupakan salah satu bagian dari pelayanan rumah sakit yang dapat
menjamin mobilitas atau memperlancar hubungan antara rumah sakit dengan pasien.
Pokok-Pokok Etika Penggunaan Ambulance
Ambulance hanya dapat dipergunakan untuk mengangkut pasien baik dari luar maupun dari
dalam rumah sakit;
Penggunaan ambulance harus melalui persetujuan pejabat yang telah ditunjuk;
Segala sesuatunya yang berhubungan dengan pemanfaatan ambulance mengacu pada ketentuan
yang telah ditetapkan pimpinan.

Alur Penyelesaian Masalah Etika Di Rumah Sakit

Pengendalian etika profesi merupakan pengaturan intern profesi, sehingga pelanggaran terhadap
etika profesi merupakan tanggung jawab seluruh profesi.
Kelompok profesi harus menetapkan, melaksanakan dan menilai mekanisme pengendalian etika
secara menyeluruh. Untuk keperluan ini, maka perlu dibentuk suatu wadah yang menangani
masalah-masalah pelanggaran etika.
Pelanggaran Etika Profesi
Istilah pelanggaran etika profesi dipergunakan untuk melakukan kontrol terhadap tindakan-
tindakan yang tidak sesuai dengan etika dan mutu profesionalisme yang tinggi, kebiasaan, cara-
cara atau kebijakan seperti yang lazim dipergunakan.
Melanggar etika profesi termasuk melanggar prinsip-prinsip moral.
Untuk mengatur pelanggaran etika rumah sakit, maka harus ditetapkan alur penyelesaiannya,
Alur penyelesaian pengaduan pelanggaran etika rumah sakit adalah sebagai berikut : (1) Alur
pengaduan pelanggaran etika rumah sakit, (2) Alur penyelesaian pelanggaran kode etika rumah
sakit, dan (3) Alur pengaduan dan penyelesaian pelanggaran kode etika rumah sakit.a

BAB IPENDAHULUAN A.

Latar Belakang
Kemajuan teknologi saat ini, menuntut para pemberi pelayanan kesehatanagar memberikan pelayanan yang
bermutu. Oleh karena itu, dalamrangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, peningkatan
mutukualitas layanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting.rumah sakit sebagai salah
satu penyedia pelayanan kesehatan yangmempunyai fungsi rujukan harus dapat memberikan
pelayanan yangprofesional dan berkualitas. Sejalan dengan upaya tersebut, agar
paratenaga kesehatan di rumah sakit dapat memberikan pelayanan prima bagipara pasiennya,
diperlukan adanya suatu pedoman pelayanan kesehatanyang dapat digunakan sebagai acuan
dalam setiap tindakan yangdilakukan.Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit
merupakansalah satu bagian dari pelayanan kesehatan yang berkembang dengancepat seiring dengan
peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi
di bidang anestesia. Peningkatan kebutuhan pelayanan anestesiologi danterapi intensif ini tidak
diimbangi dengan jumlah dan distribusi
dokterspesialis anestesiologi secara merata. Keadaan tersebut menyebabkantindakan anestesia di rumah sakit
dilakukan oleh perawat anestesisehingga tanggung jawab terhadap pelayanan ini menjadi tidak jelaskhususnya
untuk rumah sakit yang tidak memiliki dokter spesialisanestesiologi.Pelayanan anestesia di rumah sakit antara lain
meliputi pelayanananestesia/analgesia di kamar bedah dan di luar kamar bedah, pelayanankedokteran
perioperatif, penanggulangan nyeri akut dan kronis,
resusitasi jantung paru dan otak, pelayanan kegawatdaruratan dan terapi

intensif. Jenis pelayanan yang diberikan oleh setiap rumah sakit akan berbeda,tergantung dari fasilitas,
sarana, dan sumber daya yang dimiliki olehrumah sakit tersebut.Oleh sebab itu, dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan anestesia diRumah Sakit, disusunlah Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Anestesiologi dan Terapi intensif di Rumah Sakit.
Adalah pelayanan kesehatan terhadap gangguan fisik dan fungsional yang diakibatkan oleh keadaan
atau kondisi sakit, penyakit atau cedera melalui panduan intervensi medik, keterapian fisik dan atau
rehabilitatif untuk mencapai kemampuan fungsi yang optimal.
Pelayanan Rehabilitasi Medik meliputi:

1. Pelayananan Fisioterapi
Adalah bentuk pelayanan kesehatan untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan
gerak dan fungsi organ tubuh dengan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan
(fisik, elektro terapiutik dan mekanis), pelatihan.
2. Pelayanan Okupasi Terapi
Adalah Pelayanan kesehatan untuk mengembangkan, memelihara, memulihkan fungsi dan atau
mengupayakan kompensasi/adaptasi untuk aktivitas sehari-hari (Activity Daily Living),
produktivitas, dan waktu luang melalui remediasi dan fasilitasi.
3. Pelayanan Terapi Wicara
Adalah bentuk pelayanan kesehatan untuk memulihkan dan mengupayakan
kompensasi/adaptasi fungsi komunikasi, bicara dan menelan dengan melalui
pelatihan remediasi, stimulasi dan fasilitasi (fisik, elektroterapiutis dan mekanis)
4. Pelayanan Ortotis-Prostetis:
Adalah salah satu bentuk pelayanan keteknisian medik yang ditujukan kepada individu untuk
merancang, membuat dan mengepas alat bantu guna pemeliharaan dan pemulihan fungsi, atau
pengganti anggota gerak.
5. Pelayanan Psikologi
Adalah bentuk pelayanan untuk pengembangan, pemeliharaan mental emosianal serta
pemecahan problem yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi sakit, penyakit dan cedera.
6. Pelayanan Sosial Medik
Adalah bentuk pelayanan pemecahan masalah sosial akibat dari suatu keadaan/kondisi sakit,
penyakit atau cedera untuk bisa kembali ke masyarakat.

Medikolegal adalah suatu ilmu terapan yang melibatkan dua aspek ilmu yaitu medico yang
berarti ilmu kedokteran dan -legal yang berarti ilmu hukum. Medikolegal berpusat pada
standar pelayanan medis dan standar pelayanan operasional dalam bidang kedokteran dan
hukum – hukum yang berlaku pada umumnya dan hukum – hukum yang bersifat khusus
seperti kedokteran dan kesehatan pada khususnya.
Kasus medikolegal dapat didefinisikan sebagai kasus cedera, cacat atau meninggal dimana
penyelidikan dari lembaga penegak hukum sangat penting untuk mengetahui siapa yang
bertanggung jawab atas cedera, cacat atau ,meninggal tersebut, apakah dokter yang
bertanggung jawab? Atau pasien sendiri yang bertanggung jawab atas cedera, cacat atau
meninggal tersebut?. Dalam Bahasa sederhananya adalah sebuah kasus hukum yang
memerlukan keahlian medis dalam penyelesaiannya.

Akhir – akhir ini, diIndonesia masalah sengketa medis banyak menarik perhatian kita, yang
menarik adalah sisi pandang atas konflik medis yang terjadi dari sudut pandang pasien
maupun dokter biasanya ekstrim. Berikut merupakan salah satu contoh kasus medikolegal.
Ada seorang pasien dengan fraktur humerus dextra (tulang paha kanan) akibat kecelakaan
lalu lintas, lalu dioperasi untuk pemasangan plat, pasca operasi keadaan pasien sudah
membaik, lalu pasien dipulangkan dengan catatan harus kotrol secara rutin. Namun, pasien
hanya datang satu kali untuk kontrol jahitan, selanjutnya pasien tidak pernah datang lagi.
Dimana seharusnya pasien datang untuk kontrol perkembangan proses penyembuhannya.

3 bulan kemudian pasien kembali datang ke RS dengan keluhan paha kanannya nyeri dan
bengkak. Didapati patah tulang berulang pada paha kanan. Lalu pasien menuntut ganti rugi
karena keadaannya tersebut.

Dari sudut pandang pasien, “PASIEN MENUDUH DOKTER MENGGUNAKAN PLAT YANG
KUALITASNYA TIDAK BAGUS”.

Dari sudut pandang dokter, “KEJADIAN INI TERJADI KARENA PASIEN TIDAK
KONTROL, SESUAI DENGAN ANJURAN DOKTER, SEHINGGA PROSES
PENYEMBUHANNYA TIDAK TERPANTAU DAN ADA KEMUNGKINAN PASIEN
MELAKUKAN GERAKAN – GERAKAN YANG BELUM DIPERBOLEHKAN”.

Klinik, menurut Pasal 1 angka 1 Permenkes 28 Tahun 2011 tentang Klinik, adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialis
diselenggarakan lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang
tenaga medis.

Klinik, menurut jenisnya dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu klinik pratama dan
klinik utama. Klinik Pratama adalah klinik yang menyelenggarakan pelayanan medis
dasar. Sementara Klinik Utama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan
medis spesialis atau pelayanan medis dasar dan spesialis. Baik klinik pratama maupun
klinik utama, dapat mengkhususkan pelayanannya dalam bidang tertentu, sebagai
misal klinik bersalin, klinik ibu dan anak atau bidang lainnya.

Adapun perbedaan antara klinik pratama dan klinik utama adalah:


1. Pelayanan medis pada klinik pratama hanya pelayanan medis dasar, sementara
pada klinik utama mencangkup pelayanan medis dasar dan spesialis;
2. Pimpinan klinik pratama adalah dokter atau dokter gigi, sementara pada klinik utama
pimpinannya adalah dokter spesialis atau dokter gigi spesialis;
3. Layanan di dalam klinik utama mencangkup layanan rawat inap, sementara pada
klinik pratama layanan rawat inap hanya boleh dalam hal klinik berbentuk badan usaha;
4. Tenaga medis dalam klinik pratama adalah minimal dua orang dokter atau dokter
gigi, sementara dalam klinik utama diperlukan satu orang spesialis untuk masing-
masing jenis pelayanan.
Adapun bentuk pelayanan klinik dapat berupa:
1. Rawat jalan;
2. Rawat inap;
3. One day care;
4. Home care;
5. Pelayanan 24 jam dalam 7 hari.

Perlu ditegaskan lagi bahwa klinik pratama yang menyelenggarakan rawat inap, harus
memiliki izin dalam bentuk badan usaha. Mengenai kepemilikan klinik, dapat dimiliki
secara perorangan ataupun badan usaha. Bagi klinik yang menyelenggarakan rawat
inap maka klinik tersebut harus menyediakan fasilitas-fasilitas yang mencakup:
1. Ruang rawat inap yang memenuhi persyaratan;
2. Minimal 5 bed, maksimal 10 bed, dengan lama inap maksimal 5 hari;
3. Tenaga medis dan keperawatan sesuai jumlah dan kualifikasi;
4. Dapur gizi;
5. Pelayanan laboratorium klinik pratama.

Klinik memiliki kewajiban yang meliputi:


1. memberikan pelayanan aman, bermutu, mengutamakan kepentingan pasien, sesuai
standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional;
2. Memberikan pelayanan gawat darurat pada pasien sesuai kemampuan tanpa
meminta uang muka terlebih dahulu/mengutamakan kepentingan pasien;
3. Memperoleh persetujuan tindakan medis;
4. Menyelenggarakan rekam medis;
5. Melaksanakan sistem rujukan;
6. Menolak keinginan pasien yang tidak sesuai dengan standar profesi, etika dan
peraturan perundang-undangan;
7. Menghormati hak pasien;
8. Melaksanakan kendali mutu dan kendali biaya;
9. Memiliki peraturan internal dan standar prosedur operasional;
10 Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan.
Pihak penyelenggara klinik memiliki kewajiban yaitu:
1. Memasang papan nama klinik;
2. Membuat daftar tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya yang bekerja di klinik
beserta nomor Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) atau Surat Izin
Kerja (SIK) dan Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker;
3. Melaksanakan pencatatan untuk penyakit-penyakit tertentu dan melaporkan kepada
Dinas Kesehatan kabupaten/kota dalam rangka melaksanakan program pemerintah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penyelenggaraan klinik ini


dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Bagi klinik yang melakukan
pelanggaran, maka pemerintah dapat mengenakan sanksi administratif berupa teguran,
teguran tertulis dan pencabutan izin.

1. PENGERTIAN

Kamar operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit, tempat


untuk melakukan tindakan pembedahan, baik elektif maupun akut,
yang membutuhkan keadaan suci hama (steril).

Secara umum lingkungan kamar operasi terdiri dari 3 area.

1. Area bebas terbatas (unrestricted area) Pada area ini


petugas dan pasien tidak perlu menggunakan pakaian khusus
kamar operasi.
2. Area semi ketat (semi restricted area) Pada area ini petugas
wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi yang terdiri
atas topi, masker, baju dan celana operasi.
3. Area ketat/terbatas (restricted area).

Anda mungkin juga menyukai