Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Gigi impaksi merupakan terhalangnya gigi yang akan erupsi karena kurangnya

ruang pada lengkung rahang atau obstruksi tulang pada daerah impaksi. Molar ketiga

maksila dan mandibula serta kaninus rahang atas merupakan gigi yang sering

mengalami impaksi. Pada penelitian sebelumnya juga ditemukan bahwa gigi yang

mempunyai angka kejadian paling tinggi sebagai gigi impaksi adalah gigi molar ketiga

mandibula. 1,2

Pemeriksaan radiografi dilakukan setelah pemeriksaan klinis lengkap dilakukan.

Pada pemeriksaan radiografi, dokter gigi harus mempertimbangkan dan memutuskan

teknik radiografi mana yang dipakai. Gambaran radiografi sangat membantu dokter gigi

dalam menegakkan diagnosis dan rencana perawatan yang akan dilakukan. Pemeriksaan

radiografi sering digunakan pada klinis dan penelitian untuk mengevaluasi kasus

impaksi. Radiografi dapat mengevaluasi posisi dan tipe impaksi, relasi gigi impaksi

dengan gigi tetangganya, bentuk dan ukuran gigi impaksi, kedalaman impaksi dalam

tulang, kepadatan tulang di sekitar gigi yang impaksi, dan hubungan gigi impaksi

dengan struktur anatomi lainnya, seperti kanal mandibula, foramen mentale, dan sinus

maksilaris. 3

1
Dalam kedokteran gigi, radiografi periapikal dan panoramik merupakan salah

satu metode untuk memperoleh gambaran gigi dan jaringan lunak sekitarnya. Radiografi

panoramik merupakan prosedur ekstraoral sederhana yang menggambarkan daerah

rahang atas dan rahang bawah pada satu film. Radiografi panoramik dapat digunakan

sebagai pemeriksaan penting dalam memprediksi molar ketiga mandibula. Meskipun

radiografi panoramik memperoleh gambaran sekitar gigi yang lebih luas, namun

penggunaan radiografi periapikal memberi keterangan yang lebih jelas tentang gigi dan

jaringan sekitarnya. Oleh karena itu radiografi periapikal juga digunakan sebagai

pelengkap dalam mendiagnosis. Radiografi panoramik dan periapikal biasa digunakan

pada pembedahan molar ketiga untuk melihat kondisi gigi terhadap oclusal plane atau

arah molar kedua. Meskipun radiografi panoramik digunakan untuk melihat posisi

molar ketiga, penyakit-penyakit tertentu dan anomali-anomali yang berkembang tidak

dapat digambarkan secara jelas seperti radiografi periapikal. Dokter gigi harus tahu

batasan-batasan dari hasil kedua radiografi tersebut. 4, 5, 6

Berdasarkan penelitian Haris, impaksi gigi menjadi kasus yang penting dalam

kedokteran gigi. Lokasi yang tepat dari gigi impaksi menjadi sangat dibutuhkan untuk

meminimalkan trauma yang ditimbulkan pada saat pembedahan. Meskipun lokasi molar

ketiga dapat diketahui melalui gambaran radiografi, namun gambaran radiografi bisa

salah dalam interpretasi. Dari kasus yang dilaporkan oleh Haris, lokasi gigi yang

mengalami impaksi terjadi perbedaan pada proyeksi radiografi yang berbeda.

Terjadinya perbedaan proyeksi ini menyarankan pada penentuan lokasi impaksi

memerlukan lebih dari satu proyeksi. 7

2
Perbedaan keuntungan, indikasi, maupun hasil gambaran radiografi gigi

menyebabkan adanya dua jenis radiografi yang dipakai pada pemeriksaan molar ketiga,

maka dari itu penulis ingin mengetahui distribusi pemakaian radiografi yang sering

digunakan pada pasien impaksi molar ketiga mandibula sebagai kasus dengan

prevalensi yang tinggi.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang

dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana distribusi pemakaian teknik radiologi periapikal dan panoramik pada

pasien impaksi molar ketiga mandibula ?

2. Teknik radiologi apa yang paling sering digunakan pada pemeriksaan impaksi

molar ketiga mandibula ?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui teknik radiologi yang lebih

sering digunakan pada pemeriksaan impaksi molar ketiga mandibula. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi gambaran distribusi pemakaian

teknik radiologi periapikal dan panoramik pada pemeriksaan molar ketiga mandibula.

3
1.4. MANFAAT PENELITIAN

1. Dapat memberikan informasi mengenai jumlah dan distribusi teknik foto radiologi

yang sering digunakan pada pemeriksaan impaksi molar ketiga mandibula.

2. Dapat menjadi pembanding untuk penelitian selanjutnya.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KONSEP DASAR RADIOGRAFI

2.1.1. Pengertian

1. Panoramik

Panoramik merupakan salah satu radiografi ekstraoral yang telah digunakan

secara umum di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan

maksilofasial. 5

2. Periapikal

Periapikal adalah radiografi intraoral yang mencakup gigi geligi dan jaringan

sekitarnya sampai dengan daerah periapikal. Teknik ini digunakan untuk melihat

keseluruhan mahkota serta akar gigi dan tulang pendukungnya. 8

2.1.2. Prosedur Radiografi

1. Panoramik

Posisi yang benar collimator harus diperiksa di cermin. Posisi bidang oklusal

dan pengaturan median bidang sagital dari daerah oksipital kepala harus diperiksa.

Berikut prosedur teknik pengambilan gambar panoramik yang direkomendasikan: 9

a. Cuci tangan dan gunakan pakaian pelindung.

5
b. Jelaskan pada pasien prosedur dan pergerakan alat.

c. Jelaskan pada pasien bite holder yang digunakan dan pemasukan kaset film.

d. Gunakan paparan film yang tepat.

e. Pakaikan pelindung apron pada pasien.

f. Pasien diinstruksikan menutup bibir dan menekan lidah.

g. Pasien harus diposisikan dalam unit dengan tegak dan diperintahkan untuk

berpegangan agar tetap seimbang.

h. Pasien diminta memposisikan gigi edge to edge dengan dagu mereka bersentuhan

pada tempat dagu.

i. Collimator harus digunakan sesuai dengan ukuran yang diinginkan (median

sagital dan gigi anterior).

j. Kepala tidak boleh bergerak dibantu dengan penahan kepala.

k. Jelaskan pada pasien untuk bernafas normal dan tidak bernafas terlalu dalam saat

penyinaran.

l. Paparkan film.

Gambar 2.1: Posisi pasien saat pengambilan gambar panoramik. Sumber : Pasler FA. Color Atlas of
Dental Medicine: Radiology. Rateitschak KH, Wolf HF, editors. New York: Thieme; 1993. p. 13. 9

6
Gambar 2.2: Teknik pengambilan gambar panoramik. Sumber: Pasler FA. Color Atlas of Dental
Medicine: Radiology. Rateitschak KH, Wolf HF, editors. New York: Thieme; 1993. p. 10-11. 9

2. Periapikal

Tidak semua anatomi rongga mulut memiliki posisi yang ideal untuk

menghasilkan gambar yang baik. Untuk mengatasi masalah tersebut, ada dua teknik

pemotretan yang digunakan untuk memperoleh foto periapikal yaitu teknik biseksi dan

paralel. 8

Periapikal Biseksi (metode garis bagi)

Dasar teori teknik pemotretan radiografis metode garis bagi adalah: 8

a. Sudut yang dibentuk antara sumbu panjang gigi dan sumbu panjang film

dibagi dua sama besar yang selanjutnya disebut garis bagi.

b. Tabung sinar-x diarahkan tegak lurus pada garis bagi ini, dengan titik

pusat sinar-x diarahkan ke daerah apikal gigi.

c. Dengan menggunakan prinsip segitiga sama sisi, panjang gigi

sebenarnya dapat terproyeksi sama besarnya pada film.

- Penentuan sudut vertikal tabung sinar-x adalah sudut yang

dibentuk dengan menarik garis lurus titik sinar-x terhadap bidang oklusal.

7
- Penentuan sudut horisontal tabung sinar-x ditentukan oleh bentuk lengkung

rahang dan posisi gigi. Dalam bidang horizontal titik pusat sinar-x diarahkan

melalui titik kontak interproksimal, untuk menghindari tumpang tindih satu

gigi dengan gigi sebelahnya.

d. Film diletakkan sedekat mungkin gigi yang diperiksa tanpa

menyebabkan film tertekuk.

Teknik Penentuan Posisi Pemotretan 8, 10

a. Film diletakkan sedemikian rupa sehingga gigi yang diperiksa ada di

pertengahan film untuk gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah.

b. Film harus dilebihkan kurang lebih 2 mm di atas permukaan oklusal/insisal untuk

memastikan seluruh gigi tercakup di dalam film. Perlu diperhatikan juga sisi yang

menghadap tabung sinar-x adalah sisi yang menghadap gigi dengan tonjol orientasi

menghadap ke arah mahkota gigi.

c. Pasien diminta untuk menahan film dengan perlahan tanpa tekanan, dengan ibu jari

atau telunjuk (menahan film dengan tekanan yang berlebihan dapat menyebabkan

film menjadi distorsi pada gambar yang dihasilkan).

d. Tabung sinar-x diarahkan ke gigi dengan sudut vertikal dan horizontal yang tepat.

e. Lakukan penyinaran dengan kondisi yang telah ditentukan.

8
Insisivus Maksila

Gambar 2.3: Teknik bidang bagi pada insisivus maksila. A. Ibu jari sebagai pemegang film B.
Menggunakan film holder. C. Posisi film, gigi dan x-ray. Sumber: Whaites E. Essentials of Dental
Radiography and Radiology. 3rd ed. New York: Churchill Livingstone; 2003. p. 88. 8

Kaninus Maksila

Gambar 2.4: Teknik bidang bagi pada kaninus maksila. A. Ibu jari sebagai pemegang film B.
Menggunakan film holder. C. Posisi film, gigi dan x-ray. Sumber: Whaites E. Essentials of Dental
Radiography and Radiology. 3rd ed. New York: Churchill Livingstone; 2003. p. 88. 8

9
Premolar Maksila

Gambar 2.5: Teknik bidang bagi pada premolar maksila. A. Ibu jari sebagai pemegang film B.
Menggunakan film holder. C. Posisi film, gigi dan x-ray. Sumber: Whaites E. Essentials of Dental
Radiography and Radiology. 3rd ed. New York: Churchill Livingstone; 2003. p. 89. 8

Molar Maksila

Gambar 2.6: Teknik bidang bagi pada molar maksila. A. Ibu jari sebagai pemegang film B. Menggunakan
film holder. C. Posisi film, gigi dan x-ray. Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and
Radiology. 3rd ed. New York: Churchill Livingstone; 2003. p. 89. 8

10
Insisivus Mandibula

Gambar 2.7: Teknik bidang bagi pada insisivus mandibula. A. Ibu jari sebagai pemegang film B.
Menggunakan film holder. C. Posisi film, gigi dan x-ray. Sumber: Whaites E. Essentials of Dental
Radiography and Radiology. 3rd ed. New York: Churchill Livingstone; 2003. p. 90. 8

Kaninus Mandibula

Gambar 2.8: Teknik bidang bagi pada kaninus mandibula. A. Ibu jari sebagai pemegang film B.
Menggunakan film holder. C. Posisi film, gigi dan x-ray. Sumber: Whaites E. Essentials of Dental
Radiography and Radiology. 3rd ed. New York: Churchill Livingstone; 2003. p. 90. 8

11
Premolar Mandibula

Gambar 2.9: Teknik bidang bagi pada premolar mandibula. A. Ibu jari sebagai pemegang film B.
Menggunakan film holder. C. Posisi film, gigi dan x-ray. Sumber: Whaites E. Essentials of Dental
Radiography and Radiology. 3rd ed. New York: Churchill Livingstone; 2003. p. 91. 8

Molar Mandibula

Gambar 2.10: Teknik bidang bagi pada molar mandibula. A. Ibu jari sebagai pemegang film B.
Menggunakan film holder. C. Posisi film, gigi dan x-ray. Sumber: Whaites E. Essentials of Dental
Radiography and Radiology. 3rd ed. New York: Churchill Livingstone; 2003. p. 91. 8

12
Periapikal Paralel (Kesejajaran)

Teori prinsip pemotretan: 8

a. Film diletakkan pada film holder dan ditempatkan dalam mulut, pada posisi paralel

terhadap sumbu panjang gigi yang diperiksa.

b. Tube head (cone) diarahkan tegak lurus terhadap gigi dan film.

c. Dengan menggunakan film holder yang memiliki pemegang film dan

penentu arah tube head, teknik ini dapat diulang dengan posisi dan kondisi yang

sama pada waktu yang berbeda (reproducible).

Teknik Pemotretan Radiologi Periapikal Paralel 8

a. Untuk pemeriksaan gigi insisivus dan kaninus rahang atas dan bawah gunakan film

holder khusus untuk regio anterior, dengan film ditempatkan secara vertikal.

Sedangkan untuk gigi premolar dan molar gunakan film holder khusus untuk regio

posterior, film ditempatkan secara horizontal. Harus diperhatikan sisi film yang

berwarna putih dan tonjol identifikasi menghadap ke arah datangnya sinar-x.

b. Kepala pasien bersandar pada kursi, bidang oklusal horizontal sejajar dengan lantai.

c. Film holder beserta film ditempatkan di dalam mulut sbb:

- Regio insisivus dan kaninus rahang atas, ditempatkan seposterior mungkin untuk

mengantisipasi bentuk lengkung palatum. Sehingga film dapat ditempatkan

dengan benar dan tidak tertekuk.

- Regio insisivus dan kaninus rahang bawah, ditempatkan di dasar mulut, segaris

dengan kaninus rahang bawah atau premolar.

- Regio premolar dan molar rahang atas, ditempatkan di pertengahan palatum

untuk mengantisipasi bentuk lengkung palatum.

13
- Regio premolar dan molar rahang bawah, ditempatkan di sulkus lingual,

berhadapan dengan gigi yang diperiksa.

d. Gigi yang diperiksa diusahakan menggigit bite lock

- Letakkan gulungan kapas di bawah bite lock, yang dapat menjaga film dan gigi

pada posisi paralel, juga megurangi rasa tidak nyaman karena adanya holder di

dalam mulut.

- Pasien diminta menggigit secara perlahan, agar posisi bite lock stabil.

- Lingkaran penentu arah sumber sinar-x ditempatkan sesuai posisinya.

- Sesuaikan posisi lingkaran penentu dengan ujung cone. Dengan ini sudut

horizontal dan vertikal sudah diatur pada posisi yang benar.

Insisivus Maksila

Gambar 2.11: Teknik kesejajaran insisivus maksila. A. Posisi Pasien B. Diagram posisi C. Posisi film.
Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 3rd ed. New York: Churchill
Livingstone; 2003. p. 78. 8

14
Kaninus Maksila

Gambar 2.12: Teknik kesejajaran kaninus maksila. A. Posisi Pasien B. Diagram posisi C. Posisi film.
Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 3 rd ed. New York: Churchill
Livingstone; 2003. p. 79. 8

Premolar Maksila

Gambar 2.13: Teknik kesejajaran premolar maksila. A. Posisi Pasien B. Diagram posisi C. Posisi film.
Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 3 rd ed. New York: Churchill
Livingstone; 2003. p. 80. 8

15
Molar Maksila

Gambar 2.14: Teknik kesejajaran molar maksila. A. Posisi Pasien B. Diagram posisi C. Posisi film.
Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 3 rd ed. New York: Churchill
Livingstone; 2003. p. 81. 8

Insisivus Mandibula

Gambar 2.15: Teknik kesejajaran insisivus mandibula. A. Posisi Pasien B. Diagram posisi C. Posisi film.
Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 3 rd ed. New York: Churchill
Livingstone; 2003. p. 82. 8

16
Kaninus Mandibula

Gambar 2.16: Teknik kesejajaran kaninus mandibula. A. Posisi Pasien B. Diagram posisi C. Posisi film.
Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 3 rd ed. New York: Churchill
Livingstone; 2003. p. 83. 8

Premolar Mandibula

Gambar 2.17: Teknik kesejajaran premolar mandibula. A. Posisi Pasien B. Diagram posisi C. Posisi film.
Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 3 rd ed. New York: Churchill
Livingstone; 2003. p. 84. 8

17
Molar Mandibula

Gambar 2.18: Teknik kesejajaran molar mandibula. A. Posisi Pasien B. Diagram posisi C. Posisi film.
Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 3 rd ed. New York: Churchill
Livingstone; 2003. p. 85. 8

2.1.3. Keuntungan dan Kerugian

1. Panoramik

Keuntungan Radiografi Panoramik 8, 10

a. Semua jaringan pada area yang luas dapat tergambarkan pada film, mencakup

tulang wajah dan gigi.

b. Pasien menerima dosis radiasi yang rendah

c. Dapat digunakan pada pasien yang tidak dapat membuka mulut

d. Untuk membuat gambaran panoramik tidak membutuhkan waktu yang lama,

biasanya 3-4 menit (termasuk waktu yang diperlukan untuk posisi pasien dan

paparan)

18
e. Gambar mudah dipahami pasien dan media pembelajaran.

f. Kedua sisi mandibula dapat ditampakkan pada satu film, sehingga mudah untuk

menilai adanya fraktur.

g. Gambaran yang luas dapat digunakan untuk evaluasi periodontal dan penilaian

orthodontik.

h. Permukaan antral, dinding depan dan belakang tampak dengan baik.

Kerugian radiografi panoramik 8

a. Gambaran tomografi hanya menampilkan irisan tubuh, struktur atau abnormalitas

yang bukan di bidang tumpu tidak bisa jelas.

b. Bayangan jaringan lunak dan udara dapat mengkaburkan struktur jaringan keras.

c. Bayangan artefak bisa mengkaburkan struktur di bidang tumpu.

d. Pergerakan tomografi bersama dengan jarak antara bidang tumpu dan film

menghasilkan distorsi dan magnifikasi pada gambaran.

e. Penggunaan film dan intensifying screen secara tidak langsung dapat menurunkan

kualitas gambar.

f. Teknik pemeriksaan tidak cocok untuk anak-anak di bawah lima tahun atau pasien

non-kooperatif karena lamanya waktu paparan.

g. Beberapa pasien tidak nyaman dengan bentuk bidang tumpu dan beberapa struktur

akan keluar dari fokus.

2. Periapikal

Pada radiografi periapikal, keuntungan dan kerugiannya tergantung pada teknik

radiografi periapikal yang digunakan.

19
Keuntungan Teknik Biseksi 8

a. Relatif nyaman untuk pasien, karena tidak ada alat tambahan lain kecuali film.

b. Penentuan posisi relatif lebih sederhana dan cepat.

c. Bila penentuan sudut horizontal dan vertikalnya benar, gambaran radiografis yang

dihasilkan akan sama besar dengan yang sebenarnya, dan memadai untuk hampir

semua indikasi pemotretan.

d. Tak perlu sterilisasi khusus, karena tidak menggunakan alat bantu tambahan.

Kerugian Teknik Biseksi 8

a. Kemungkinan distorsi pada gambaran radiografis yang dihasilkan sangat besar.

b. Kesalahan sudut vertikal mengakibatkan pemanjangan atau pemendekan gambar.

c. Tinggi tulang periodontal, tidak dapat dilihat dan dinilai dengan baik.

d. Bayangan tulang zygomatik sering tampak menutupi regio akar gigi molar.

e. Sudut vertikal dan horizontal dapat berbeda-beda pada setiap pasien, dengan

demikian untuk menghasilkan gambaran yang baik, diperlukan operator yang

terampil dan berpengalaman.

f. Tidak bisa mendapatkan gambaran dengan kondisi dan posisi yang sama, pada gigi

yang sama di waktu yang berbeda, karena tidak ada alat bantu yang dapat

digunakan sebagai patokan.

g. Dapat terjadi cone cutting bila titik pusat sinar-x tidak tepat di pertengahan film.

h. Kesalahan penentuan sudut horizontal dapat menyebabkan tumpang tindih mahkota

dan akar antara gigi yang berdekatan.

20
i. Sulit mendeteksi karies proksimal, pada gambaran radiografis mahkota gigi yang

mengalami distorsi.

j. Gambaran radiografis pada akar bukal gigi premoar dan molar rahang atas sering

mengalami pemendekan.

Keuntungan Teknik Paralel 8

a. Gambaran yang dihasilkan lebih geometris dengan sedikit sekali kemungkinan

terjadinya pembesaran gambar. Tulang zygomatik berada di atas apeks gigi molar

atas.

b. Tinggi puncak tulang periodontal dapat terlihat jelas.

c. Jaringan periapikal dapat tampak dengan jelas.

d. Mahkota gigi dapat tampak dengan jelas sehingga karies proksimal dapat dideteksi

dengan baik.

e. Sudut vertikal dan horizontal, sudah ditentukan oleh lingkaran penentu posisi cone

pada film holder.

f. Arah sinar X sudah ditentukan pada pertengahan film sehingga dapat menghindari

cone cutting.

g. Dapat membuat beberapa foto radiografi dengan posisi dan kondisi yang sama pada

waktu yang berbeda.

Kerugian Teknik Paralel 8

a. Penggunaan film holder dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada pasien,

terutama regio posterior, karena dapat menyebabkan rasa ingin muntah.

b. Film holder sulit penggunaannya bagi operator yang tidak berpengalaman.

21
c. Kondisi anatomis dalam rongga mulut sering menyulitkan teknik ini. Misalnya

palatum yang datar dan dangkal.

d. Apeks gigi kadang tampak sangat dekat dengan tipe film.

e. Sulit menggunakan film holder untuk regio M3 rahang bawah.

f. Bila menggunakan short cone, tidak dapat menghasilkan gambaran radiografis yang

baik.

g. Film holder harus selalu disterilisasi dengan autoclave.

2.2. IMPAKSI

2.2.1. Pengertian

Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi ke dalam lengkung rahang pada

kisaran waktu yang diperkirakan. Suatu gigi mengalami impaksi akibat gigi tetangga,

lapisan tulang yang padat, atau jaringan lunak yang tebal dan menghambat erupsi.

Karena gigi impaksi tidak erupsi, maka akan tertahan seumur hidup pasien kecuali

dilakukan pembedahan untuk mengeluarkannya. Namun, harus diingat bahwa tidak

semua gigi yang tidak erupsi dinyatakan mengalami impaksi. Jadi, diagnosis impaksi

membutuhkan pemahaman tentang kronologi erupsi, serta faktor-faktor yang

mempengaruhi potensi erupsi. 11, 12

Umumnya, suatu gigi mengalami impaksi akibat panjang lengkung gigi yang

kurang adekuat dan ruangan erupsi lebih kecil dibandingkan dengan panjang total

lengkung gigi. Gigi-geligi yang seringkali mengalami impaksi adalah gigi molar tiga

rahang atas dan bawah, gigi kaninus rahang atas dan premolar rahang bawah. Gigi

22
molar tiga paling sering mengalami impaksi karena merupakan gigi yang paling

terakhir erupsi, ruangan erupsi yang dibutuhkannya kurang adekuat. Sejumlah

penelitian mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi potensi erupsi gigi molar

tiga. Dua faktor yang dinyatakan paling ‘prognostik’ adalah angulasi gigi molar tiga

dan ruang yang tersedia untuk erupsi. 11, 12, 13

2.2.2. Klasifikasi

1. Klasifikasi menurut Pell dan Gregory 12, 14

a. Berdasarkan hubungan antara ramus mandibula dengan molar kedua dengan cara

membandingkan lebar mesio-distal molar ketiga dengan jarak antara bagian

distalmolar kedua ke ramus mandibula.

Kelas I : Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak

antara distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.

Kelas II : Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih besar dibandingkan jarak

antara distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.

Kelas III : Seluruh atau sebagian besar molar ketiga berada dalam ramus

mandibula.

b. Berdasarkan letak molar ketiga di dalam rahang.

Posisi A : Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada setinggi garis oklusal.

Posisi B : Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada di bawah garis oklusal

tapi masih lebih tinggi daripada garis servikal molar kedua.

Posisi C : Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada di bawah garis servikal

molar.

23
2. Klasfikasi menurut George Winter 12, 14

Klasifikasi yang dicetuskan oleh George Winter ini cukup sederhana. Gigi impaksi

digolongkan berdasarkan posisi gigi molar ketiga terhadap gigi molar kedua. Posisi-

posisi meliputi:

a. Vertical

b. Horizontal

c. Inverted

d. Mesioangular (miring ke mesial)

e. Distoangular (miring ke distal)

f. Bukoangular (miring ke bukal)

g. Linguoangular (miring ke lingual)

h. Posisi tidak biasa lainnya yang disebut unusual position

3. Klasifikasi Menurut Archer 12, 14

a. Archer memberikan klasifikasi untuk impaksi yang terjadi di rahang atas.

Klasifikasi ini sebetulnya sama dengan klasifikasi Pell dan Gregory. Bedanya,

klasifikasi ini berlaku untuk gigi atas.

Kelas A: Bagian terendah gigi molar ketiga setinggi bidang oklusal molar kedua.

Kelas B: Bagian terendah gigi molar ketiga berada di atas garis oklusal molar

keduatapi masih di bawah garis servikal molar kedua.

Kelas C: Bagian terendah gigi molar ketiga lebih tinggi dari garis servikal molar

kedua.

b. Klasifikasi ini sebetulnya sama dengan klasifikasi George Winter. Berdasarkan

hubungan molar ketiga dengan sinus maksilaris.

24
Sinus Approximation (SA): Bila tidak dibatasi tulang, atau ada lapisan tulang

yang tipis diantara gigi impaksi dengan sinus maksilaris.

Non Sinus Approximation (NSA): Bila terdapat ketebalan tulang yang lebih dari

2 mm antara gigi molar ketiga dengan sinus maksilaris

2.3. GAMBARAN RADIOGRAFI IMPAKSI MOLAR KETIGA MANDIBULA

2.3.1 Proyeksi Panoramik

Radiografi panoramik menunjukkan posisi mesiodistal dan vertikal gigi

impaksi secara jelas. Radiografi panoramik memberikan gambaran yang baik jika

pasien dapat bekerjasama dengan operator selama waktu paparan. 15

Gambar 2.19: Radiograf Panoramik Impaksi Molar Ketiga. Sumbe: Haris PS, Balan A. Importance
of Localization of Impacted Teeth. Dentomaxillofacial Radiology 2007;36:373. 7

25
2.3.2 Proyeksi Periapikal

Radiografi periapikal pada daerah molar menunjukkan banyak struktur anatomi

sehingga sering sulit untuk menginterpretasi karena film yang digunakan hanya

mewakili bagian kecil dari mandibula. 8

Gambar 2.20 : Radiograf Periapikal Molar Ketiga Mandibula. Sumber : Whaites E. Essentials of Dental
Radiography and Radiology. 3rd ed. New York: Churchill Livingstone; 2003. p. 85. 8

Kesulitan utama pada pengambilan panoramik adalah penempatan paket film di

bagian posterior untuk mengambil gambar semua molar ketiga mandibula (terutama

pada impaksi horizontal) dan jaringan sekitarnya. 8

26
BAB III

KERANGKA KONSEP

Impaksi Molar
Ketiga Mandibula

Pemeriksaan
Radiologi

Proyeksi Proyeksi
Panoramik Periapikal

Penanganan
Impaksi

Keterangan :

 Variabel yang diteliti

 Variabel yang tidak diteliti

27
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif.

4.2. LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di tiga lokasi rumah sakit di Makassar, Sulawesi Selatan,

bertempat di :

1. Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo

2. Ladokgi TNI-AL Yos Sudarso

3. Pusat Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut

4.3. WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 Mei s/d 31 April 2012

4.4. POPULASI PENELITIAN

Populasi penelitian adalah semua data foto panoramik dan periapikal pasien

impaksi molar ketiga yang dirujuk ke bagian radiologi di Rumah Sakit Wahidin

28
Sudirohusodo (RSWS), Ladokgi Yos Sudarso dan Pusat Pelayanan Kesehatan Gigi dan

Mulut (PPKGM).

4.5. METODE PENGAMBILAN SAMPEL

Teknik mendapatkan sampel adalah dengan cara konsekutif sampling (sampling

berurutan) yaitu metode pengambilan sampel berdasarkan kriteria-kriteria tertentu pada

suatu interval waktu yang ditetapkan atau jumlah sampel atau pasien.

4.6. SAMPEL PENELITIAN

Sampel penelitian adalah data foto panoramik dan periapikal pasien impaksi

molar ketiga yang dirujuk ke bagian radiologi setiap harinya mulai pada bulan Maret–

April 2012 di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo (RSWS), Ladokgi Yos Sudarso dan

Pusat Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut (PPKGM).

4.7. KRITERIA SAMPEL

1. Kriteria Inklusi

a. Pasien impaksi molar ketiga mandibula yang dirujuk ke bagian radiologi

b. Pasien impaksi molar ketiga mandibula yang melakukan foto panoramik dan

periapikal

2. Kriteria Eksklusi

a. Pasien impaksi molar ketiga mandibula yang tidak melakukan foto panoramik

maupun periapikal

29
4.8. DEFINISI OPERASIONAL

1. Distribusi: gambaran dari hasil pengumpulan data.

2. Impaksi: gigi yang gagal erupsi ke dalam lengkung rahang pada kisaran waktu yang

diperkirakan. 12

3. Radiografi Panoramik: salah satu teknik radiografi ekstraoral yang telah digunakan

secara umum di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari

keseluruhan maksilofasial. 6

4. Radiografi Periapikal: teknik radiografi intraoral yang mencakup gigi geligi dan

jaringan sekitarnya sampai dengan daerah periapikal. 8

4.9. PENGUMPULAN DATA

Data yang dikumpulkan berasal dari data rekam medik pada bagian radiologi Klinik

kesehatan gigi dan mulut. Pengumpulan data dilakukan dengan cara:

1. Mencatat data penggunaan teknik radiologi periapikal dan panoramik di bagian

radiologi selama dua bulan terakhir yaitu Maret s/d April 2012 di RSWS, Ladokgi

dan PPKGM.

2. Mencatat data pasien impaksi molar ketiga mandibula di bagian radiologi yang

merupakan rujukan permohonan foto rontgen dari bagian Bedah Mulut selama dua

bulan terakhir yaitu Maret s/d April 2012 di RSWS, Ladokgi dan PPKGM.

4.10. DATA PENELITIAN

1. Jenis data : Data sekunder

30
2. Penyajian data : Data disajikan dalam bentuk tabel

3. Pengolahan data : Data diolah secara manual

31
BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan di klinik bagian radiologi RS Wahidin Sudirohusodo,

Ladokgi TNI-AL Yos Sudarso dan Pusat Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut

Makassar (PPKGM) dengan cara melihat data foto panoramik dan periapikal pasien

impaksi molar ketiga mandibula di bagian radiologi dari bulan Maret sampai April

2012.

Sejumlah 421 data pengunjung klinik radiologi rumah sakit tempat penelitian

menjadi subyek penelitian. Dari data yang dikumpulkan pada bulan Maret sampai April

tidak didapatkan data yang di-drop out sehingga distribusi dilakukan terhadap 421

subyek.

Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi ke dalam lengkung rahang pada

kisaran waktu yang diperkirakan.12 Secara umum impaksi merupakan keadaan gigi

terhalang erupsi untuk mencapai kedudukan yang normal. Impaksi gigi dapat berupa

gigi yang tumbuhnya terhalang sebagian atau seluruhnya oleh gigi tetangga, tulang atau

jaringan lunak sekitarnya.16 Defenisi tersebut dapat digunakan sebagai indikator yang

membantu memberikan gambaran distribusi pemakaian radiologi panoramik dan

periapikal pada pasien impaksi molar ketiga mandibula.

32
Dari hasil penelitian yang dilakukan dari bulan Maret sampai bulan April 2012

dapat diambil kesimpulan bahwa pada tiap bulannya teknik yang lebih sering digunakan

pada pasien impaksi molar ketiga mandibula berdasarkan tabel 5.1 adalah teknik foto

panoramik dibandingkan periapikal.

Tabel 5.1 Distribusi Pemakaian Radiografi Periapikal dan Panoramik pasien Impaksi Molar Ketiga
Mandibula Bulan Maret – April

Jenis Foto /
PERIAPIKAL PANORAMIK
Tempat

∑ 14 ∑ 89
RSWS
% 13,6 % 86,4

∑ 59 ∑ 161
LADOKGI
% 26,8 % 73,2

∑ 48 ∑ 50
PPKGM
% 49 % 51

121 data 300 data


Jumlah
28,8 % 71,2 %

33
350

300

250

200
Panoramik
150 Periapikal

100

50

0
Intraoral Extraoral

Grafik 5.1 Distribusi Pemakaian Radiografi Periapikal dan Panoramik pasien Impaksi Molar Ketiga
Mandibula Bulan Maret

160

140

120

100

80 Panoramik
Periapikal
60

40

20

0
Intraoral Ekstraoral

Grafik 5.2 Distribusi Pemakaian Radiografi Periapikal dan Panoramik pasien Impaksi Molar Ketiga
Mandibula Bulan April

34
BAB VI

PEMBAHASAN

Berdasarkan tabel 5.1 diperoleh perbandingan persentase penggunaan radiologi

periapikal dan panoramik pada pasien impaksi molar ketiga mandibula yang lebih

banyak digunakan adalah teknik radiologi panoramik. Pada teknik foto periapikal

didapatkan persentase 25,7% untuk bulan Maret dan 31,7% untuk bulan April, dengan

persentase rata-rata 28,7%. Sedangkan pada teknik radiologi panoramik didapatkan

persentase 74,3% untuk bulan Maret dan 68,3% untuk bulan April, dengan persentase

rata-rata 71,3%. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena radiografi panoramik

dapat memberikan gambaran keseluruhan maksilofasial pada satu film.5

Radiografi panoramik merupakan komponen radiologi diagnostik yang sangat

populer di bidang kedokteran gigi, tidak hanya berguna untuk mendeteksi kelainan pada

gigi dan jaringan pendukung, juga dapat mengidentifikasi anatomi serta gambaran

lainnya.8 Selain itu, kelebihan radiologi panoramik yang memuat keseluruhan

maksilomandibular sehingga dapat menampilkan gigi molar impaksi lebih dari saatu

regio. Oleh karena itu foto panoramik banyak dilakukan selain foto periapikal.

Pada beberapa kasus impaksi yang terjadi, penggunaan teknik foto periapikal

sangat diindikasikan dari perawatan yang akan dilakukan dengan berbagai keuntungan

lainnya seperti gambaran yang dihasilkan lebih jelas dan detail, yang meliputi jaringan

35
4
gigi dan pendukungnya sehingga mempermudah diagnosa dan rencana perawatan.

Selain itu harga foto periapikal lebih murah dibanding foto panoramik serta teknik

pemotretan yang lebih sederhana dibanding teknik foto panoramik.

Banyaknya penggunaan radiografi panoramik dibandingkan periapikal pada

kasus ini tidak menutup kemungkinan disebabkan karena kurangnya sosialisasi

penggunaan radiografi periapikal untuk kasus impaksi molar ketiga mandibula.

Radiografi panoramik tidak mampu menggambarkan dimensi bukolingual dari gigi

sehingga panoramik harus dilengkapi dengan radiografi intraoral karena dimensi ini

penting untuk perencanaan perawatan pada kasus.15 Untuk lebih meningkatkan

penggunaan radiografi periapikal pada kasus impaksi molar ketiga mandibula

memungkinkan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat keberhasilan

radiografi periapikal pada kasus impaksi molar ketiga mandibula.

36
BAB VII

PENUTUP

7.1.SIMPULAN

Perbandingan persentase penggunaan radiologi periapikal dan panoramik pada

pasien impaksi molar ketiga mandibula di bagian radiologi RSWS dan Ladokgi yang

lebih banyak digunakan adalah teknik radiologi panoramik dengan persentase rata-rata

28,8%, sedangkan persentase rata-rata teknik radiologi periapikal 71,2%.

7.2.SARAN

1. Sebaiknya dilakukan perbaikan dan peningkatan dari segi kualitas dan pelayanan

yang berhubungan dengan teknik radiologi karena pentingnya penggunaan

radiologi bagi dokter gigi dalam menegakkan diagnosis.

2. Sebaiknya dilakukan sosialisasi penggunaan radiologi periapikal pada kasus

impaksi molar ketiga mandibula, agar dokter gigi dapat melihat kelainan jaringan

sekitar gigi impaksi.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat keberhasilan radiologi

periapikal pada kasus impaksi molar ketiga mandbula.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Cheung LK, Chow RLK, Chu FCS, Li TKL, Lui VKB, Newsome PRH. Prevalence
of impacted teeth and assosiated pathologies – a radiographic study of the Hong
Kong Chinese population. Hong Kong Med J 2003;9(3):158-63.

2. Chandra R, Kaushal A. Inverted and impacted third molar. J Oral Health Comm
Dent 2011;5(2):56-7.

3. El-Maaytah M, Gittlemon S, Jerjes W, Swinson B, Thompson G, Upile T, et al.


Inferior alveolar nerve injury and surgical difficulty prediction in third molar
surgery: the role of dental panoramic tomography. J Clin Dent 2006;17(5):122-30.

4. Ardakani FE, Behniafar B, Booshehri MZ. Evaluation of the distortion rate of


panoramic and periapical radiographs in erupted third molar nclination. Iran J
Radiol 2011;8(1):15-21.

5. Kang BC, Lee JS. Screening panoramic radiographs in a group of patients visiting a
health promotion center. Korean Journal of Oral and Maxillofacial Radiology
2005;35:199-202.

6. Bhowae RR, Gupta S, Nigam N, Saxena S. Evaluation of impacted mandibular


third molars by panoramic radiography. ISRN Dentistry 2011;2011:1-8.

7. Balan A, Haris PS. Importance of localization of impacted teeth.


Dentomaxillofacial Radiology 2007;36:372-3.

8. Whaites E. Essentials of dental radiography and radiology. 3rd ed. New York:
Churchill Livingstone; 2003. p. 75-94: 172.

38
9. Pasler FA. Color atlas of dental medicine: radiology. Rateitschak KH, Wolf HF,
editors. New York: Thieme; 1993. p. 9-16.

10. Lurie AG. Panoramic imaging. In: White SC, Pharoah MJ, editors. Oral radiology
principles and interpretation. 5th ed. Canada: Mosby; 2000. p. 121-5: 191-2.

11. Ness GM, Peterson LJ. Impacted teeth. In: Miloro M, editor. Peterson’s of oral and
maxillofacial surgery. 2nd ed. London: BC Decker Inc; 2004. p.140-153.

12. Peterson LJ, editor. Principles of management of impacted teeh. In: Contemporary
oral and maxillofacial surgery. 4th ed. St Louis: Mosby; 2003. p.184-212.

13. Jaffar RO, Tin-Oo MM. Impacted mandibular third molars among patients
attending hospital university sains malaysia. Archives of Orofacial Sciences
2009;4(1):7-12.

14. Fragiskos FD, editor. Oral surgery. Verlag Berlin Heidelberg: Springer; 2007,
p.121-76.

15. Farman AG, editor. Panoramic radiology: seminar on maxillofacial imaging and
interpretation. New York: Springer; 2007. p.74-6.

16. Coulthard P, Horner K, Sloan P, Theaker E. Master dentistry: oral and maxillofacial
surgery, radiology, pathology and oral medicine. Volume 1. New York: Churcill
Livingstone; 2003. p. 84-85.

39

Anda mungkin juga menyukai