Anda di halaman 1dari 29

a.

Sejarah Radiografi

Sinar x ditemukan oleh Wilhem C Roentgen, seorang professor fisika dari


German saat melihat timbulnya fluoresensi yang berasal dari kristal barium
platinosianida yang mendapat hadiah nobel pada tahun 1901. Akhir Desember
1895 dan awal Januari 1896 Dr. Otto Walkhoff (dokter gigi) dari German adalah
orang pertama yang menggunakan sinar x pada foto gigi (premolar bawah).
Penggunaan sinar rontgen telah lama dikenal sebagai suatu alat dalam bidang
kedokteran yang sangat membantu dalam menegakkan diagnosa dan untuk
menentukan rencana perawatan. Radiografi memberikan informasi diagnosis
yang penting dan dapat digunakan saat menentukan rencana perawatan. Dalam
bidang kedokteran gigi, radiografi digunakan untuk menyediakan informasi
tentang struktur oral tidak kasat mata.
Pemeriksaan radiografi dalam kedokteran gigi dikenal lebih dari satu abad
sebagai sarana untuk memperoleh informasi diagnostik yang tidak dapat
diperoleh dari pemeriksaan klinis. Pemeriksaan radiografis merupakan salah
satu tahapan penting dalam perawatan adanya kelainan dalam praktek dokter
gigi (Mahsiddin, 2001).
https://www.scribd.com/doc/241946688/2003-RADIOLOGI-pdf

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/15784/6.%20BAB%2
0II.pdf?sequence=6&isAllowed=y

b. Definisi

Radiografi adalah produksi gambaran radiografis (radiographic image) dari


suatu obyek dengan memanfaatkan sinar x (X-ray).
https://www.scribd.com/doc/241946688/2003-RADIOLOGI-pdf

c. Sinar radiografi
d. Jenis-jenis Radiografi

Jenis-jenis Teknik Radiologi


A. Teknik Radiografi Intraoral
Teknik radiografi intraoral adalah pemeriksaan gigi dan jaringan sekitar secara
radiografi dan filmnya ditempatkan di dalam mulut pasien. Ada tiga
pemeriksaan radiografi intraoral yaitu pemeriksaan periapikal, interproksimal
/bitewing, dan oklusal (Whaites 2007).

PERIAPICAL
Tujuan radiografi periapikal adalah untuk merekam seluruh gigi dan tulang
pendukung, dan digunakan untuk mengevaluasi karies dan kehilangan tulang
periodontal, serta membantu dalam diagnosis dan perawatan.
Setiap foto radiograf periapikal biasanya menunjukkan dua hingga empat gigi
dan didukung informasi yang rinci tentang gigi dan jaringan yang mengelilingi
tulang alveolar
Indikasi utama radiografi periapikal adalah :
a) Untuk mendeteksi infeksi/ inflamasi bagian apikal.
b) Penilaian terhadap kondisi periodontal.
c) Setelah adanya truma pada gigi dan berhubungan dengan tulang alveolar.
d) Penilaian kehadiran dan posisi dari gigi yang belum erupsi.
e) Penilaian mofrologi akar sebelum pencabutan/ekstraksi.
f) Penilaian sebelum dan setelah operasi apikal.
g) Evaluasi mendetail dari kista apikal dan lesi lainnya dalam tulang alveolar.
h) Evaluasi setelah operasi implan

Dua teknik yang digunakan untuk radiografi periapikal antara lain: teknik
paralel dan teknik bisekting.
1) Paralel

Radiografi periapikal teknik paralel digunakan pada pengambilan gambar gigi


untuk mengurangi bentuk distorsi pada gambar dan mengurangi radiasi X-ray.
Teknik pengambilan gambarnya yaitu dengan meletakkan film atau reseptor
gambar paralel ke gigi untuk diambil gambar, dan mengarahkan x-ray beam
tegak lurus dengan film dan giginya (Miles, dkk, 2009).
Keuntungan :

A. Gambar dihasilkan akurat secara geometris dengan perbesaran yang kecil.


B. Bayangan dari dinding zygomatik muncul diatas apikal gigi molar.
C. Dataran tulang periodontal ditampilkan dengan baik dan jaringan periapikal
ditunjukkan dengan akurat dengan pemanjangan yang minimal.
D. Mahkota gigi terlihat dengan baik sehingga dapat dideteksiapakah ada
karies.
E. Radiograf memungkinkan untuk di reprodusi pada waktukunjungan dan
operator yang berbeda.
F. Posisi relatif dapat dipertahankan antara film, gigi, dan Xray beam, tidak
berpengaruh pada kepala pasien (Whaites, 2009).
G. Dengan memegang gambar reseptor yang sesuai perangkat, membutuhkan
waktu kurang dari mencoba untuk mencari posisi dari garis-imajiner.
H. Bila menggunakan pemegang reseptor gambar panjang 16 inci, dosis
radiasi pasien dapat dikurangi.
I. Menghasilkan gambar dengan distorsi dimensi minimal.
J. Meminimalkan superimposisi struktur yang berdekatan. sumbu panjang
gigi dan merekam bidang reseptor gambar dapat secara visual terletak
sehingga lebih mudah untuk mengarahkan sinar-x tepat (Thomson &
Johnson, 2012).
Kerugian :

A. Posisi pegangan dalam mulut dapat mempersulit operatoryang belum


berpengalaman.
B. Apikal gigi kadang muncul sangan dekat dengan ujung film.
C. Memposisikan pegangannya pada daerah molar ketiga bisa sangat sulit.
D. Pegangan bersifat disposable (Whaites, 2009).
E. Penempatan reseptor gambar mungkin sulit untuk diterima pada pasien
tertentu: anak-anak, orang dewasa dengan mulut kecil, lengkung palatal
rendah, atau adanya tori, pasien dengan mukosa sensitif atau refleks muntah
yang tinggi, daerah edentulous.
F. Kondisi-kondisi tersebut dapat meningkatkan ketidaknyamanan pasien saat
reseptor gambar mempengaruhi jaringan mulut (Thomson & Johnson,
2012).
2) Bisekting

Teknik ini, yang sering disebut dengan teknik “Short-cone periapical” adalah
yang paling sering digunakan di praktik kedokteran gigi rutin dengan small low-
output dental x-ray (Mason, 1988). Film intraoralnya diletakkan dekat dengan
gigi dan X-Ray beamnya dapat diarahkan pada sudut yang tepat untuk film dan
obyeknya, biasanya dipegang oleh pasien sendiri (Mitchell, dkk, 2014).
Teknik bisekting menggunakan aturan isometri yaitu dua segitiga adalah sama
jika mereka memiliki dua sudut yang sama dan memliki satu sisi yang sama
(Iannucci & Howerton, 2012). Posisi film diletakkan pada sisi lingual/palatal
dan sedekat mungkin dengan gigi, sehingga membentuk sudut dengan aksis
panjang gigi. Konus yang dipakai adalah konus pendek. (Iannucci & Howerton,
2012)
Teknik pengambilan gambarnya antara lain yaitu:

A. Reseptor gambar diletakkan sedekat mungkin dengan gigi yang akan


diperiksa tanpa membengkokkan reseptornya.
B. Sudut yang dibentuk antara sumbu panjang gigi dan sumbu panjang reseptor
gambar dinilai dan dibagi dua (Whaites & Drage, 2013).
C. Tabung X-ray diposisikan pada sudut yang tepat pada garis bisekting
dengan pusat sinar pada X-ray menuju menembus pada apeks gigi.
D. Menggunakan prinsip geometrik dari segitiga sama sisi, panjang sebenarnya
gigi akan ekual dengan panjang gambar gigi (Whaites, 2009).

Pelaksanaan tekniknya yaitu menginstruksikan cara pemegangan film kepada


pasien, dan pemakaian baju timah. Posisi yang perlu diperhatikan apabila akan
dilakukan pengambilan dari sudut angulasi vertikal adalah posisi kepala
ditunjang oleh sandaran kepala sehingga bidang sagital tegak lurus dengan
bidang horizontal. Berbeda dengan pengambilan sudut angulasi vertikal, pada
sudut angulasi horizontal perlu mengimajinasikan suatu garis yang ditarik ke
tragus dan sejajar dengan bidang horizontal (Margono, 1998).

Operator harus memeriksa palatum dan vestibulum penderita, meletakkan film


di regio mulut yang akan diperiksa, kemudian menempatkan tabung X-ray di
sudut yang tepat setelah memposisikan kepala pasien. Operator harus berdiri 3
meter di belakang tabung dibalik dinding berlapis timah hitam saat pengambilan
gambar. Setelah pengambilan gambar film dibersihkan dan diproses (Margono,
1998).

Sudut Angulasi Tabung Sinar X terdiri dari angulasi horizontal dan vertikal.
Pusat sinar angulasi horizontal diarahkan tegak lurus lengkung gigi melalui area
kontak gigi, sehingga menghasilkan gambaran kontak area yang terbuka. Sudut
angulasi yang salah akan menghasilkan gambar tumpang tindih (Iannucci &
Howerton, 2012).

Pusat sinar pada angulasi vertikal diarahkan vertikal atau atasbawah, dan diukur
dalam derajat yang terlihat pada sisi samping tubehead, ditentukan oleh garis
imajiner (sinar utama diarahkan tegak lurus dengan garis imajiner).

Cara meletakkan filmnya untuk gigi depan (insisivus dan kaninus) panjang film
diletakkan vertikal, sedangkan untuk gigi belakang (premolar dan molar) secara
horizontal dengan gigi yang dituju berada di tengah film dengan jarak oklusal
pinggir 3mm (Margono, 1998).
Keuntungan :
a) Memberikan detail yang bagus (Poyton, 1982).

b) Memposisikan film relatif simpel dan cepat, serta nyaman untuk pasien, pada
seluruh area mulut.

c) Apabila seluruh angulasinya di taksir dengan benar, gambar giginya akan


sama panjang dengan gigi aslinya dan seharusnya adekuat (namun tidak ideal)
untuk kebanyakan tujuan diagnosis (Whaites, 2009).
d) Cocok untuk pasien dengan lengkung palatal yang rendah dan pasien anak-
anak (Farman & Kolsom, 2014). Dan mandibular yang sensitif di area premolar
(Iannucci & Howerton, 2012).
Kerugian :
a) Sulit untuk disejajarkan (Poyton, 1982).

b) Semakin banyak variabel yang terlibat sering menghasilkan gambar yang


terdistorsi sangat buruk. Mahkota gigi sering mengalami distorsi.

c) Kesalahan dalam angulasi vertikal menyebabkan gambar memanjang atau


memendek. Kesalahan angulasi horizontal menyebabkan tumpang tindih dari
mahkota dan akar. Angulasi vertikal dan horizontal harus disesuaikan untuk tiap
pasien. hal ini memerlukan ketrampilan.
d) Tingkat tulang periodontal terlihat sangat buruk.
e) Pada akar bukal gigi premolar dan molar rahang atas menyempit.

f) Dasar dinding os zygoma sering bertabrakan (overlies) dengan akar gigi M1


Rahang Atas (Whaites, 2009).
g) Distorsi gambar dan kelebihan radiasi (Farman & Kolsom 2014).
BITEWING
Pengertian Teknik Foto Bitewing
Teknik ini digunakan untuk melihat mahkota gigi rahang atas dan rahang bawah
daerahanterior dan posterior sehingga dapat digunakan untuk melihat permukan
gigi yang berdekatandan puncak tulang alveolar. Teknik pemotretannya yaitu
pasien dapat menggigit sayap dari filmuntuk stabilisasi film di dalam mulut.

•Dasar Teknik Bite WingDasar teknik ini adalah teknik kesejajaran yang sedikit
di modifikasi, dengan sudut antara bidang vertikal dengan konus sebesar 0-10
Pembagian Teknik Foto Bitewing
A. Molars (Posterior Teeth)
Untuk radiografi gigi posterior,sesuaikan kepalanya sehingga permukaan
oklusal dari gigirahang atas terletak pada bidang horizontal. Tempatkan paket
film di mulut sehingga padaradiograf akan terlihat gigi yang diinginkan. Bagian
bawah dari film ini terletak antara lidah dan rahang bawah mandibula, bagian
atas akan menghadap atap mulut. Pastikan pasien perlahan menggigit tab film.
Sesuaikan tabung ke angulation rata-rata +8 º. Mengarahkan sinar
pusatsehingga langsung melalui ruang interproksimal ke pusat film pada tingkat
bidang oklusal (lihatgambar 4-29).Ikuti instruksi yang ada di tempat
pelaksanaan serta waktu pemaparannya.

B. Insisif (Anterior Teeth)


Periapikal film dengan adaptor digunakan untuk radiografi sayap gigitan-gigi
anterior. Posisi kepala untuk eksposur gigitan-sayap anterior adalah sama
seperti untuk gigi posterior. Namun,radiografi gigitan-sayap gigi anterior jarang
diminta oleh seorang dokter gigi.

 Central Area
Tempatkan paket film di mulut dengan pusat film sesuai dengan bidang median.
Bagian bawahharus ditempatkan antara lidah dan punggungan mandibula.
Bagian atas kemudian ditempatkan menghadap atap mulut. Kemudian pastikan
pasien menggigit erat paket film. Sesuaikan tabungke angulation dari +8 º.
Mengarahkan sinar pusat melalui ruang interproksimal antara gigi seri pusat di
bagian insisal. Ikuti instruksi yang ada di tempat pelaksanaan serta
waktu pemaparannya.

 Lateral & Cuspid Area


. Paket film ditempatkan pada bagian wilayah gigi seri pusat. Instruksikan
pasien untuk menggigit dengan lembut terhadap tab film untuk menahan posisi
filmnya. tekan tab distal sampai permukaan mesial atas film ini terletak di garis
tengah lengkungan antara gigi seri pusat.Kemudian instruksikan pasien untuk
menggigit akhir gigitan tegas terhadap tab film. Sesuaikantabung ke angulation
dari +8 º. Mengarahkan sinar pusat langsung melalui insisivus lateral
pada bagian insisal. Ikuti instruksi yang ada di tempat pelaksanaan serta waktu
pemaparannya.

Pelaksanaan Teknik Foto Bite Wing


Pada teknik bitewing bidang yang perlu diperhatikan adalah:
1. Bidang vertikal (bidang sagital) harus tegak lurus dengan bidang horisontal.
2. Bidang oklusal harus sejajar dengan bidang horisontal.Pada teknik bite wing
digunakan film berukuran 3,2x4,1 cm. Apabila film yang dipergunakan
ukuran nya lebih besar maka harus hati-hati memasukkan kedalam mulut
agar penderita tidak merasa sakit.

Film yang sudah diberikan tabs atau loops dimasukkan kedalam mulut
penderita. Film dipegang operator dengan jari telunjuk yang di letakkan pada
tabs, sehingga tabs menyentuh permukaan oklusal dari gigi. Penderita diminta
menutup mulutnya perlahan lahan, operator melepaskan jari telunjuk dan
penderita diminta menggigit gigi-gigi atas dan bawah
sehingga berkontak.Ukuran dari film menentukan hasil dari radiogramnya.
Yang terpenting adalah mendapatkan hasil sampai pada bagian proksimalnya
tanpa terlihat gambaran rahang.Pada pembuatan teknik bite wing di pakai alat
bite tabs dan bite loops

Fungsi Teknik Foto Bitewing


• Untuk melihat adanya proximal karies
• Untuk melihat adanya traumatik oklusi gigi rahang atas dan bawah

• Untuk melihat besarnya resorbsi dari tulang alveolar interdental, yang


biasanya terjadi pada usia lanjut dan mengalami penumpulan
Kelebihan dan Kekurangan Teknik Bitewinga
Kelebihan teknik ini adalah dengan satu film dapat di pakai memeriksa gigi pada
rahang atasdan bawah sekaligus. Sebelum teknik ini di temukan, pemeriksaan
bagian proksimal di pakaiteknik bidang bagi atau kesejajaran. . Teknik bite wing
juga dipakai pada pemeriksaan berkala jika diperkirakan bahwa penderita
mempunyai insiden karies yang cukup tinggi dan di gunakan untuk menunjukkan
karies sekunder yang berada di bawah tumpatan Dalam mendiagnosis karies, di
buat radiograf periapikal dan bite wing dari daerah di mana terdapat keluhan utama
dari penderita. Apabila suatu diagnosis dapat ditegakkan dengan menggunakan satu
film, sedangkan dengan teknik bidang bagi tidak dapat menunjukkan kelainannya,
maka teknik bite wing dapat menolong. Apabila radiograf periapikal tidak dapat
menunjukkan kelainan, dicurigai terjadi kematian jaringan yang awal, tambalan
yang cukup dalam dan adanya pulp caping pada gigi maka radiograf bite wing
dapat digunakan.

Kelemahan Teknik Foto Bitewing


Pada teknik bitewing kita tidak dapat melihat hasil rotgen sampai pada bagian
apical gigi melainkan kita hanya bisa melihat bagian korona sampai cementum
enamel junction (CEJ) saja.

OKLUSAL
Radiografi oklusal merupakan teknik radiografi intraoral menggunakan dental
X-ray dimana film/kaset intraoral kecil diletakan pada bidang oklusal.

Macam-macam teknik radiografi oklusal adalah :


1. Proyeksi Oklusal Rahang Atas:
A. Upper standard occlusal (standard occlusal).
B. Upper oblique occlusal (oblique occlusal).
C. Vertex occlusal.
2. Proyeksi oklusal Rahang Bawah:
A. Lower 90o occlusal (true occlusal).
B. Lower 45o occlusal (standard occlusal).
C. Lower oblique occlusal (oblique occlusal).

1. Indikasi radiografi oklusal adalah :

 Secara tepat untuk menentukan akar dan supernumerary, yang belum


erupsi.dan gigi impaksi ( teknik ini khususnya berguna untuk kaninus yang
impaksi dan molar ketiga)

 Untuk membatasi daerah luar pada rahang dan batu pada duktus sublingual
dan kelenjar submandibula

 Untuk menunjukkan dan menilai keutugan anterior,medial,dan batas luar


lateral dari sinus maxillary

 Untuk menolong pemeriksaan pada pasien trismus yang dapat membuka


mulutnya hanya beberapa millimeter. Kondisi ini tidak cocok untuk
melakukan radiografi intraoral karena tidak memungkinkan dan pasien
akan merasa sakit

 Untuk memperoleh informasi tentang lokasi,kondisi awal,perluasan,dan


displacement fraktur dari mandibula dan maksila

 Untuk menentukan perluasan penyakit pada medial dan lateral ( contoh :


kista,osteomielitis,keganasan) dan mendeteksi penyakit pada palatum atau
floor mulut
Teknik radiografi oklusal untuk rahang atas :
A. Upper Standard Occlusal

 Pasien duduk dengan kepala bersandar dan dengan bidang oklusal


horizontal dan parallel dengan lantai
 Film packet dengan permukaan putih (pebbly) menghadap ke atas,
ditempatkan datar ke dalam mulut pada bidang oklusal gigi bawah. Pasien
diminta untuk mengigit secara bersamaan. Memakai pelindung dibawah
leher untuk melindungi kelenjar tiroid

 Tubehead X-ray diletakan diatas garis tengah pasien, ditujukan kearah


bawah melalui batang hidung dengan sudut 65-67 o terhadap film packet.

B. Upper Oblique Occlusal

 pasien duduk dengan kepala bersandar dan bidang oklusal parallel dan
horizontal terhadap lantai

 film dengan permukaan putih (pebbly) menghadap ke atas, dimasukan ke


dalam mulut diatas bidang oklusal pada gigi bawah . pasien diminta untuk
menggigit secara bersamaan

 tubehead X-ray diletakan di sebelah muka pasien, ditujukan kebawah


melalui pipi dengan sudut 65-700 terhadap film
C. Vertex Occlusal

 Pasien duduk dengan kepala bersandar dan bidang oklusal parallel dan
sejajar terhadap lantai

 Kaset ditempatkan didalam plastic bag kecil untuk mencegah kontaminasi


saliva dan cross-infection

 Dimasukan ke dalam mulut diatas bidang oklusal gigi bawah dan pasien
diminta untuk mengigit

 Tubeheas X-ray diposisikan diatas pasien, pada garis tengah, ditujukan


kea rah bawah melalui vertex tengkorak.

Teknik radiografi oklusal untuk rahang bawah :


1. Lower 90 o Occlusal

 Film dengan permukaan putih (peebly) menghadap ke arah bawah,


ditempatkan secara sentral kedalam mulut diatas bidang oklusal gigi
bawah. Pasien diminta untuk menggigit
 Pasien kemudian bersandar keatas dan memiringkan kepala sejauh dan
senyaman mungkin

 Tubehead X-ray dengan sirkular colimattor, ditempatkan dibawah dagu


pasien di garis tengah membentuk sudut 900 terhadap film.

2. Lower 45 o Occlusal

 Pasien duduk dengan kepala bersandar dengan bidang oklusal parallel


dan horizontal terhadap lantai

 Film dengan permukaan putih (peebly) menghadap ke arah bawah,


ditempatkan secara sentral ke dalam mulut diatas bidang oklusal gigi
bawah dan pasien diminta untuk menggigit

 Tubehead X-ray diposisikan di garis tengah, berpusat melalui dagu dan


membentuk sudut 450 terhadap film

3. Lower Oblique Occlusal


 Film dengan permukaan putih (peebly) menghadap ke bawah,
dimasukkan ke dalam mulut, diatas bidang oklusal pada gigi bawah.
Pasien diminta untuk menggigit

 Kepala pasien bersandar lalu di rotasikan dan dagunya diangkat.

 Tubehead X-ray dengan sirkular collimator ditujukan ke atas terhadap


film, dari bawah dan samping sudut mandibula dan parallel terhadap
permukaan lingual mandibula

B. Teknik Radiografi Ekstraoral


Teknik radiografi ekstraoral digunakan untuk melihat area yang luas pada
rahang dan tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar mulut pasien.
Foto Rontgen ekstraoral yang paling umum dan paling sering digunakan adalah
foto panoramik, sedangkan macam lainnya adalah lateral foto, chephalometri
dan lain-lain (Whaites 2007).

 Indikasi Pemotretan Ekstra Oral


1. Kelainan yang mencakup daerah luas, lebih dari 4 gigi di rahang atas atau
bawah, misalnya Osteomyelitis atau abses yang mengenai gigi.
2. Kelainan yang berhubungan dengan struktur anatomi sekitarnya. Misalnya
faktor maksial yang melibatkan tulang hidup atau kepala.

3. Periode gigi campuran yang memerlukan evaluasi gigi susu dan pertumbuhan
gigi permanen secara keseluruhan.

4. Pasien khusus, misalnya pembukaan mulut terbatas, tingkat kesadaran


kurang, kurang kooperatif, dll.
5. Perawatan orthodonsi (meratakan gigi) (Karjodkar, 2006 dan Anonim, 2009).

 Kelebihan dan Kekurangan Radiografi Ekstra Oral


Kelebihan

Foto radiografik ekstra oral dapat memperlihatkan lesi yang luas, dapat
dilakukan pada pasien yang sulit, misalnya pasien dengan keterbatasan
membuka mulut atau pasien operasi. Keuntungan lain adalah dapat
memperlihatkan hubungan struktur anatomis dibandingkan dengan foto dental
seluruh gigi yang memerlukan 14 film (Karjodkar, 2006).
Kekurangan

Foto radiografik ekstra oral adalah gambaran kurang jelas dan detail, proses
pemotretan memerlukan waktu yang lama, lebih sulit, mahal, dan radiasi yang
diterima pasien lebih besar dibandingkan satu foto dental (Intra Oral seperti
periapikal) . Selain itu, pemotretan tidak dilakukan di tempat praktek pribadi
atau Puskesmas, tetapi harus dirujuk ke Rumah Sakit atau laboratorium swasta
(Karjodkar, 2006 dan Anonim, 2009).

PANORAMIC
Radiografi ini akan memperlihatkan daerah mandibula dan maksila yang lebih
luas dalam satu film yang bertujuan untuk melihat perluasan suatu lesi atau
tumor, fraktur rahang dan fase gigi bercampur. Foto panoramik dikenal juga
dengan panorex atau orthopantomogram dan menjadi sangat popular di
kedokteran gigi karena teknik yang simple, gambaran mencakup seluruh gigi
dan rahang dengan dosis radiasi yang rendah[3].
 Indikasi Klinis
Indikasi pasien yang membutuhkan radiografi ekstra oral dengan teknik
proyeksi panoramik antara lain:

1. Lesi pada rahang/ gigi yang belum erupsi yang tidak terlihat dengan foto intra
oral
2. Pasien dengan refleks muntah tinggi
3. Tumbuh kembang gigi keseluruhan
4. Adanya fraktur mandibula
5. Adanya kerusakan TMJ
6. Preodontektomi dan implant

7. Kelainan sinus maksilaris, terutama untuk menilai dinding anterior, posterior,


dan dasar sinus
8. Untuk menilai keadaan gigi molar 3.

9. Untuk menilai ada tidaknya penyakit/ kelainan yang mempengaruhi sebelum


pembuatan gigi tiruan sebagian/ penuh.

10. Evaluasi ukuran vertikal (tinggi) tulang alveolar sebelum pemasaran gigi
tiruan implant.

 Teknik Pemotretan
Teknik dan posisi yang tepat adalah bervariasi pada satu alat dengan alat
lainnya. Akan tetapi, ada beberapa pedoman umum yang sama yang dimiliki
semua alat dan dapat dirangkum meliputi (Bontrager, 2001):

 Persiapan Alat
1. Persiapan kaset yang telah diisi film atau sensor digital yang telah
dimasukkan ke dalam tempatnya.
2. Collimation harus diatur sesuai ukuran yang diinginkan.
3. Besarnya tembakan sinar antara 70-100 kV dan 4-12 mA.
4. Alat dihidupkan untuk melihat apakah alat dapat bekerja, naik atau turunkan
tempat kepala dan sesuaikan dengan posisi kepala pasien.
5. Sebelum memposisikan pasien, sebaiknya persiapan alat telah dilakukan.

 Persiapan Pasien

1. Pasien diminta untuk melepaskan seluruh perhiasan seperti anting, aksesoris


rambut, gigi palsu, dan alat orthodonti yang dipakainya.

2. Prosedur dan pergerakan alat harus dijelaskan untuk menenangkan pasien


dan jika perlu lakukan percobaan untuk menunjukkan bahwa alat bergerak.

3. Radiografer memakaikan pelindung apron pada pasien, pastikan pada bagian


leher tidak ada yang menghalangi pergerakan alat saat mengelilingi kepala.

4. Pasien harus diposisikan dalam unit dengan tegak dan diperintahkan untuk
memegang handel agar tetap seimbang.

5. Pasien diminta memposisikan gigi edge to edge dengan dagu mereka


bersentuhan pada tempat dagu.
6. Kepala tidak boleh bergerak dibantu dengan penahan kepala.

7. Pasien diinstruksikan untuk menutup bibir mereka dan menekan lidah ke


palatum dan jangan bergerak sampai alat berhenti berputar.

8. Radiografer memberi penjelasan pada pasien untuk bernafas normal dan tidak
bernafas terlalu dalam saat penyinaran.

 Persiapan Operator
1. Operator memakai pakaian pelindung.
2. Operator berdiri di belakang dengan mengambil jarak menjauh dari sumber
sinar-x pada waktu penyinaran.
3. Lihat dan perhatikan pasien selama waktu penyinaran untuk memastikan
tidak ada pergerakan.

4. Matikan alat setelah selesai digunakan dan kembalikan letak posisi kepala
pada tempatnya.
5. Ambil kaset pada tempatnya dan kaset siap untuk diproses.

 Persiapan Lingkungan terhadap Proteksi Radiasi


1. Pastikan perangkat sinar-x digunakan dengan teknik yang baik dan parameter
secara fisika terhadap berkas radiasi ditetapkan dengan benar.
2. Hindari kemungkinan kebocoran dengan menggunakan kepala tabung harus
radiopaque.
3. Filtrasi dari berkas sinar-x dengan mengatur ketebalan filter. Ketebalan filter
bergantung pada tegangan operasi dari peralatan sinar-x. Tegangan mencapai
70 kVp, ketebalan filter setara dengan ketebalan alumunium 2,5 mm, dan
kekuatan tabung sinar-x antara 70-100 kVp.

 Cara Pemotretan
1. Sumbu sinar-x langsung di dalam mulut penderita, film ditempatkan di luar
mulut, sekeliling rahang yang akan diperiksa.
2. Sumber sinar-x dan film berputar mengelilingi rahang pasien yang akan
diperiksa.
3. Pasien berputar di antara film dan sumber sinar-x yang diam.

 Macam-macam Foto Panoramik


1. Panagraphy
Disebut juga status-x. Sumber sinar-x ditempatkan di dalam mulut pasien
sedangkan film dipegang oleh pasien sendiri dan ditempatkan di sekeliling
muka atau rahang yang akan di foto. Hasil foto yang diperoleh hanya meliputi
satu rahang saja, mulai dari regio gigi molar tiga kiri sampai molar tiga kanan.
Kerugian teknik ini adalah terjadinya distorsi gambaran yang dihasilkan, radiasi
hambur ke struktur anatomis lainnya di rongga mulut.
2. Panorex
Mempunyai dua pusat putaran, yaitu sumber sinar-x berputar mengelilingi
rahang pasien. Setelah mencapai pertengahan rahang pasien, tube berhenti
untuk pindah pada lintasan berikutnya. Film ditempatkan pada posisi lurus di
film holder dan akan bergeser pada saat tube pindah lintasan. Foto yang
dihasilkan memperlihatkan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah dalam satu
lembar film, dengan garis putih di tengahnya, karena tube berhenti dan
berpindah lintasan.
3. Rotograph

Mempunyai suatu pusat putaran. Pasien duduk di kursi yang dapat berputar di
antara film dan sumber sinar-x yang diam.
4. Elipsopantomograph

Pesawat sinar-x mutakhir. Pesawat ini mempunyai 4 pusat putaran, yang dapat
menyesuaikan lintasannya dengan bentuk rahang penderita, dengan 3 sumbu
perputaran sumber sinar-x nya. Film holder berputar di lintasannya.
5. Orthopantomography
Macam pusat perputaran alat yaitu :

a. Sumber sinar-x dan film berputar dengan arah berlawanan mengelilingi


rahang penderita.

b. Film pada kaset holder setengah lingkaran berputar mengelilingi sumbu


putarnya. Foto yang dihasilkan memperlihatkan gambaran tanpa garis pemisah
antara regio sebelah kiri dengan sebelah kanan. Walaupun foto panoramik
memperlihatkan sebelah rahang bawah dan rahang atas termasuk kondilus dan
sinus maksilaris, tetapi radiogram dapat dibagi dalam 3 daerah kejelasan (image
layer/focal trough) yaitu :
1. Daerah simfisis mandibula.
2. Daerah kondilus mandibula
3. Daerah sinus maksilari

Oleh karena itu, bila merujuk penderita untuk foto panoramik, regio yang
diperiksa harus ditulis dengan jelas dan spesifik. Hal ini disebabkan bentuk
rahang tidak selalu parabola, tetapi berbagai bentuk seperti segitiga atau segi
empat (Bontrager, 2001).
Keuntungan dan Kerugian Foto Panoramik
a. Keuntungan Foto Panoramic (Bontrager, 2001):

1. Bagi dokter gigi, foto mempermudah dan mempersingkat waktu untuk


menilai suatu kasus secara keseluruhan.
2. Memperoleh gambar daerah yang luas beserta seluruh jaringan yang berada
di dalam focal trough (image layer) walaupun penderita tidak membuka
mulutnya.

3. Gambaran di foto panoramik mudah dimengerti sehingga foto ini berguna


untuk menjelaskan kepada penderita atau untuk bahan pendidikan.

4. Pergerakan sesaat dalam arah vertikal hanya merusak gambar pada bagian
tertentu saja, tidak semua gambaran mengalami distorsi.
5. Pengaturan posisi pasien dan pengaturan pesawat relatif mudah.

6. Gambar keseluruhan rahang yang diperoleh memungkinkan deteksi


kelainan/penyakit yang tidak diketahui sebelumnya.

7. Diperoleh gambaran kedua posisi rahang yang memungkinkan penilaian


keadaan fraktur. Bagi pasien dengan luka-luka akibat fraktur, proyeksi ini lebih
nyaman.

8. Sangat berguna untuk evaluasi awal keadaan jaringan periodontal serta kasus
ortodonsi.
9. Bagian dasar dan dinding anterior serta posterior sinus terlihat dengan baik.
10. Mudah memperbandingkan kedua kepala kondilus TMJ.

11. Dapat dipergunakan untuk penderita dengan keterbatasan-keterbatasan


seperti penderita sensitif muntah, penderita dengan kesadaran menurun, sukar
atau tidak dapat membuka mulut, serta penderita yang tidak kooperatif seperti
pada anak-anak.
b. Kekurangan Foto Panoramik

Foto Panoramik mempunyai bentuk keterbatasan yaitu gambaran foto yang


dihasilkan kurang detil. Selain itu, apabila salah satu sisi rahang membengkak
misalnya abses, tumor, atau fraktur, maka gambar yang dihasilkan kabur
(Bontrager, 2001)

LATERAL
Teknik lateral merupakan radiograf cephalometrik yang menggambarkan
struktur kepala dari sisi lateral yang berguna di bidang orthodontik. Dari
radiograf proyeksi ini dibuat diagram berdasarkan titik anatomi tertentu, dan
disebut sebagai cephalometric tracing. Teknik ini bermanfaat untuk melihat
keadaan sekitar lateral tulang muka, diagnosa fraktur dan keadaan patologis
tulang tengkorak dan muka untuk evaluasi kondisi dari tulang dan posisi
impaksi gigi/ lesi yang besar radiografi kepala, struktur anatomis sinus
paranasal, radiografi maksila dan mandibula.

- Teknik lateral untuk tulang wajah dan sinus:


Sinar-X: bidang sagital film dan grid. Garis infra-orbita 90° terhadap film.
Sinar-X: sejajar lantai.
Titik penetrasi: tulang zigoma.
- Teknik lateral memperlihatkan lengkung atas kranial:
Posisi: sama seperti untuk tulang fasial
Sinar-X: sejajar lantai
Titik penetrasi: di pertengahan antara glabella dan external-occipito-
protuberance.

Gambar: (a) proyeksi lateral. (b) Posisi kepala untuk pandangan lateral dari
tulang fasial[3].

CEPHALOMETRI
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat tengkorak tulang wajah akibat
trauma penyakit dan kelainan pertumbuhan perkembangan. Foto ini juga dapat
digunakan untuk melihat jaringan lunak nasofaringeal, sinus paranasal dan
palatum keras[3].
Radiograf sefalometri terbagi menjadi dua, yaitu (Bhalajhi, 2003) :
1. Lateral Cephalometric Projection: memperlihatkan tampilan lateral dari
tengkorak. Cara ini menunjukan semua tulang yang terletak disamping, dan
sinar X melewati sisi lateral.

2.Frontal cephalogram (Posteroanterior Cephalometric) : Memperlihatkan


semua tulang di bagian posteroanterior. Penyinaran yang dilakukan menembus
tulang dari arah posterior ke anterior. Tujuan dengan cara ini dapat mengetahui
adanya asimetri, penyakit, trauma, dan pertumbuuhan yang tidak normal, serta
Memperlihatkan adanya perubahan-perubahan progresif pada beberapa struktur
tulang dibagian fasial yang meliputi tulang frontalis, ethoid-sinus, nasal fossa,
tulang orbital (Ditarana, 2014). Pada teknik ini tubehead diputar 90° sehingga
arah sinar X tegak lurus pada sumbu transmental (S. C. White, 2000).
Indikasi Klinis

Indikasi pasien yang membutuhkan radiografi dengan teknik proyeksi


cephalometri adalah (Bhalajhi, 2003):
a. Perawatan Ortodontik

Membantu diagnosis kasus ortodonti karena dapat dilakukan pembelajaran


skeletal, dental, dan struktur jaringan lunak pada regio dento-facial.
- Diagnosis awal
- Rencana perawatan
- Perkembangan perawatan
b. Bedah ortognatik

Membantu dalam memprediksi perubahan yang berhubungan dengan


pertumbuhan dan perubahan yang berhubungan dengan perawatan bedah.
- Evaluasi pre operasi
- Rencana perawatan
- Kontrol post operasi
Teknik Pemotretan
a. Posisi Kepala

1. Pasien sebaiknya dalam posisi tegak atau duduk dengan kepala difiksasi pada
sefalostat. Sisi kiri atau kanan menempel pada kaset yang diletakkan tegak lurus
lantai.
2. MSP pasien sejajar kaset, jarak MSP ke film kira-kira 18 cm.
3. Kedua lubang telinga, tulang hidung, dan dahi difiksasi.
4. Pasien menggigit dalam keadaan sentrik oklusi (maximum intercuspation),
5. Jarak tube ke film (TFD) untuk pesawat merk Asahi 1,52 meter.
6. Kondisi sinar X, 100 kVp, 10 mA, dan 2 secon.
7. Ukuran film 24 x 30 cm, menggunakan grid / lisholm.

8. Arah sinar X pusat tegak lurus dengan titik pusat sinar X pada MAE.
(Bhalajhi, 2003).
Kegunaan Foto Cephalometri

Di bidang ortodonsi, dengan interpretasi atau tracking sefalogram untuk


(Bhalajhi, 2003).:
1. Mempelajari pertumbuhan kepala serial sefalogram yang dibuat dalam
interval waktu tertentu dan diperbandingkan, maka dapat diketahui kecepatan
dan arah pertumbuhan tulang muka serta pertumbuhan rahang dan gigi.

2. Analisa diagnostic cranion-facial. Dengan menggunakan sefalogram dapat


diketahui dengan jelas faktor-faktor apa yang menyebabkan maloklusi.
Misalnya anomali, ketidakseimbangan pertumbuhan tulang muka, serta
pertumbuhan rahang dan gigi.

3. Untuk mempelajari tipe fasial. Analisa sefalogram dapat menentukan tipe


muka, apakah konkaf, konveks, atau lurus. Tipe muka tergantung dari ras,
misalnya ras negro berbeda dengan ras Kaukasi.

4. Untuk rencana perawatan orthodonsi, dengan menggunakan tracking


sefalogram.

5. Untuk melihat hasil perwatakan yang telah dilakukan dengan


mempertimbangkan sefalogram sebelum dan sesudah perawatan.
6. Untuk keperluan riset.

TEMPOROMANDIBULAR JOINT RADIOGRAPHY


Area temporomandibular joint (TMJ) yang mencakup fosa glenoid, eminens
artikularis, artikular disk pada tulang temporal mandibula merupakan area yang
cukup sulit untuk dilakukan pemeriksaan dengan radiografi. Hal ini disebabkan
karena banyaknya struktur tulang yang berdekatan. Radiografi tidak dapat
digunakan untuk memeriksa artikular disk dan jaringan lunak lain pada daerah
TMJ. Akan tetapi, radiografi dapat digunakan untuk menunjukkan tulang dan
hubungan antar komponen sendi.Seperti adanya perubahan pada tulang (tulang
erosi atau deposit tulang) dapat terlihat dari radiografi TMJ.Dua teknik proyeksi
yang digunakan dalam radiografi TMJ adalah (Ianucci, 2006):
1. Transcranial Projection

Tujuan dari proyeksi ini adalah untuk mengevaluasi permukaan superior


kondilus dan eminens artikularis. Proyeksi ini dapat juga digunakan untuk
mengevaluasi pergerakan dari kondilus saat rongga mulut terbuka dan untuk
membandingkan jarak antar sendi (kanan-kiri). Kaset diletakkan mendatar
terhadap telinga pasien dan terletak pada tengah TMJ. Untuk posisi kepala,
bidang midsagital harus di posisi perpendikular terhadap lantai dan paralel
dengan kaset. Sinar pusat terarah pada titik 2 inci di atas dan 0,5 inci di belakang
kanal telinga. Pancaran sinar terarah sebesar +25 derajat dan berada pada titik
tengah TMJ yang akan dilihat. Faktor eksposur bervariasi tergantung dari film,
intensitas layar, dan penggunaan alat (Ianucci, 2006).
2. Temporomandibular Joint Tomography

Temporomandibular joint tomografi adalah teknik radiografik yang digunakan


untuk memeriksa struktur yang sering tumpang-tindih satu sama lain. Pada
sebagian besar tempat menggunakan eksposur berulang kali untuk
mendapatkan gambar area yang lebih jelas (Ianucci, 2006).

WATER’S
Waters Projection dikenal juga Sinus Projection. Teknik ini merupakan variasi
dari gambaran posteroanterior untuk melihat keadaan sinus maksilaris. Fokus
dari cara ini untuk mengevaluasi sinus maksilaris, frontalis, dan etmiodalis.
Film ditempatkan di depan pasien dan tegak lurus dengan midsagital plane.
Agar sinus lebih terlihat maka kepala pasien dinaikkan sampai the canthomeatal
line membentuk sudut 37o terhadap cassete (S. C. White, 2000).

REVERSE-TOWNE
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat keadaan kondilus pada pasien
yang mengalami dislokasi dan melihat dinding posterolateral pada
maksila. Pada teknik ini pasien menghadap film dengan ujung dahi dan ujung
hidung menyentuh dahi atau biasa disebut forehead-nose position. Tubehead
diarahkan ke atas dari bawah occipital dengan membentuk sudut 30° terhadap
horizontal dan sinar melewati condyle (SR Bukide, 2013).

SUBMENTOVERTEX
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat keadaan dasar tengkorak, posisi
mandibula, dinding lateral sinus maksila dan archus zygomatic.
Rita A, Mason.Radiografi Kedokteran Gigi, Ed. 3, Penerbit Buku Kedokteran,
Jakarta: EGC,2014 (http://dewitodingan22.blogspot.co.id/)
https://www.scribd.com/doc/241946688/2003-RADIOLOGI-pdf

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/15784/6.%20BAB%2
0II.pdf?sequence=6&isAllowed=y

https://kupdf.com/download/teknik-radiografi-dental_5a8cfa84e2b6f5af6f5a5108_pdf
https://dokumen.tips/documents/teknik-radiografi-intraoral-paralel-dan-biseksipdf.html

Kegunaan

 Mengidentifikasi ada atau tidak adanya penyakit.


 Mencari atau memberi informasi mengenai awal dan perluasan penyakit.
 Memungkinkan dibuatkannya diffrensial diagnosis.
 Memberikan informasi diagnostik yang berguna dan akan mempengaruhi
rencana perawatan.
 Menemukan riwayat pasien yang memerlukan pemeriksaan radiologis[2].

Supriyadi. Pedoman Interpretasi Radiograf Lesi-lesi di Rongga Mulut. Stomatognatic


(J.K.G Unej),2012,vol.9, no.3, hal.134-139. (http://dewitodingan22.blogspot.co.id/)

Tujuan
untuk mendapatkan gambaran dan mengetahui kelainan anatomis tubuh, dapat
mempertanggungjawabkan dalam memberikan perawatan selanjutnya
membantu menegakkan diagnosa
https://www.scribd.com/doc/97759610/Tujuan-Foto-Rontgen
Kegagalan

Klasifikasi kegagalan radiograf menurut Rushton & Homer (1994) dibagi


berdasarkan aspek-aspek berikut:

1. Keberadaan bagian apeks gigi atau area yang dimaksudkan untuk didiagnosis
tidak terlihat dalam gambar maupun tulang periapikal yang muncul hanya
sepanjang kurang dari 3mm.

2. Gambar yang kabur dari apeks gigi ataupun area yang dimaksudkan untuk di
diagnosis.

3. Adaanya cone cut dinilai sebagai kesalahan dimana cone memotong sebuah
bagian dari gigi geligi.
4. Angulasi vertikal dari X-ray beam yang salah menyebabkan gambar yang
memanjang atau memendek. Secara subyektif dikategorikan sebagai “ringan”
dan “berat”, tidak dapat digunakan dalam klinis apabila masuk kategori “berat”.

5. Angulasi horizontal dari X-ray beam yang salah menyebabkan gambar gigi
tumpang tindih (apabila dilihat dari mahkota maupun akar gigi). Film tidak
dapat diterima ketika tumpang tindih mencapai setengah dimensi horizontal dari
akar maupun mahkota.

6. Film yang melengkung menghasilkan gambar distorsi seperti gambar yang


merenggang pada gigi yang akan didiagnosis, ditolak apabila gambar tidak
dapat diandalkan untuk penggunaan klinis.

7. Anatomi yang terlalu keatas (Superimpose) dari daerah yang dimaksudkan.


Apabila hingga mengkaburkan gambar apeks gigi atau daerah yang dimaksud,
maka radiograf ditolak.

8. Tidak adanya mahkota gigi dalam radiograf, hilang secara keseluruhan


maupun sebagian dari mahkota gigi.

9. Posisi film, yang ideal adalah ketika gigi yang dimaksud berada di
tengah/pusat. Penyimpangan dari posisi yang ideal dinilai sebuah kegagalan,
karena posisi yang buruk membuat hilangnya sebagian besar daerah yang
dimaksudkan untuk didiagnosis.

10. Kesalahan akibat hal yang lain seperti gerakan dari pasien maupun alat
radiografinya, film yang terbalik, dan adanya benda asing.

Anda mungkin juga menyukai