Oleh :
Brilliantine Ch Liborang
009 0840 140
Pembimbing :
dr. Meiske Paoki, Sp.BM
1
periodontitis lebih cepat disbanding dengan penderita yang bukan diabetes
mellitus.2
Salah satu komplikasi periodontal yang sering ditemukan pada
penderita diabetes mellitus adalah abses periodontal, yang memerlukan
penanganan yang lebih cermat dan teliti, sehingga dokter gigi di tuntut untuk
mengetahui latar belakang dan riwayat kesehatan umum penderita, teknik
perawatan, mengevaluasi respon jaringan terhadap hasil perawatan, serta
melakukan kerjasama dengan dokter spesialis terutama bagian endokrin.2
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Abses Periodontal
Abses periodontal secara mikroskopis merupakan akumulasi dari
PMN (polymorphonuclear) yang hidup maupun sudah mati didalam dinding
poket periodontal.1
Abses periodontal adalah suatu inflamasi purulen yang terlokalisir
pada jaringan periodontal. Lesi ini disebut juga dengan abses periodontal
lateral atau abses parietal. Abses periodontal diketahui sebagai lesi yang dapat
dengan cepat merusak jaringan periodontal terjadi selama periode waktu yang
terbatas serta mudah diketahui gejala klinis dan tanda-tandanya seperti
akumulasi lokal pus dan terletak di dalam pocket periodontal.3
2.2 Klasifikasi
Abses periodontal dapat di klasifikasikan atas 3 kriteria, yaitu:
A. Berdasarkan lokasi abses
1. Abses gingiva
Abses gingiva merupakan infeksi lokal purulen yang terletak
pada marginal gingiva atau papila interdental dan merupakan lesi
inflamasi akut yang mungkin timbul dari berbagai faktor, termasuk
infeksi plak mikroba, trauma, dan impaksi benda asing. Gambaran
klinisnya merah, licin, kadang-kadang sangat sakit dan
pembengkakan sering berfluktuasi.2
2. Abses periodontal
Abses periodontal merupakan infeksi lokal purulen di dalam
dinding gingiva pada pocket periodontal yang dapat menyebabkan
destruksi ligamen periodontal dan tulang alveolar. Abses periodontal
secara khusus ditemukan pada pasien dengan periodontitis yang tidak
dirawat dan berhubungan dengan pocket periodontal yang sedang dan
dalam, biasanya terletak diluar daerah mukogingiva. Gambaran
klinisnya terlihat licin, pembengkakan gingiva mengkilat disertai rasa
sakit, daerah pembengkakan gingivanya lunak karena adanya eksudat
3
purulen dan meningkatnya kedalaman probing, gigi menjadi sensitif
bila diperkusi dan mungkin menjadi mobilitas serta kehilangan
perlekatan periodontal dengan cepat dapat terjadi.2
Abses periodontal sering muncul sebagai eksaserbasi akut dari
pocket periodontal yang ada sebelumnya terutama terkait pada
ketidaksempurnaan dalam menghilangkan kalkulus dan tindakan
medis seperti pada pasien setelah perawatan bedah periodontal,
setelah pemeliharaan preventif, setelah terapi antibiotik sistemik dan
akibat dari penyakit rekuren. Abses periodontal yang tidak
berhubungan dengan inflamasi penyakit periodontal termasuk
perforasi gigi, fraktur dan impaksi benda asing. Kurangnya kontrol
terhadap diabetes mellitus merupakan faktor predisposisi dari
pembentukan abses periodontal. Pembentukan abses periodontal
merupakan penyebab utama kehilangan gigi. Namun, dengan
perawatan yang tepat dan perawatan preventif yang konsisten, gigi
dengan kehilangan tulang yang signifikan dapat dipertahankan selama
bertahun-tahun.2
3. Abses perikoronal
Abses perikoronal merupakan akibat dari inflamasi jaringan
lunak operkulum, yang menutupi sebagian erupsi gigi. Keadaan ini
paling sering terjadi pada gigi molar tiga rahang atas dan rahang
bawah. Sama halnya dengan abses gingiva, abses perikoronal dapat
disebabkan oleh retensi dari plak mikroba dan impaksi makanan atau
trauma. Gambaran klinis berupa gingiva berwarna merah terlokalisir,
bengkak, lesi yang sakit jika disentuh dan memungkinkan
terbentuknya eksudat purulen, trismus, limfadenopati, demam dan
malaise.2
4
lembut di jumpai adanya pus, peka terhadap perkusi gigi dan terasa
nyeri pada pocket periodontal, sensitifitas terhadap palpasi dan
kadang disertai demam dan limfadenopati.2
2. Abses periodontal kronis
Abses periodontal kronis biasanya berhubungan dengan saluran
sinus dan asimtomatik, walaupun pada pasien didapatkan gejala-
gejala ringan. Abses ini terbentuk setelah penyebaran infeksi yang
disebabkan oleh drainase spontan, respon host atau terapi. Setelah
homeostatis antara host dan infeksi tercapai, pada pasien hanya sedikit
atau tidak terlihat gejalanya. Namun rasa nyeri yang tumpul akan
timbul dengan adanya pocket periodontal, inflamasi dan saluran
fistula.2
2.3 Etiologi
Etiologi abses periodontal dibagi atas 2, yaitu:
A. Abses periodontal berhubungan dengan periodontitis.
Hal- hal yang menyebabkan abses periodontal yang berhubungan
dengan periodontitis adalah:2
1. Adanya saku periodontal yang dalam dan berliku.
5
2. Penutupan marginal saku periodontal yang dapat mengakibatkan
perluasan infeksi ke jaringan periodontal sekitarnya karena tekanan
pus di dalam saku tertutup.
3. Perubahan dalam komposisi mikroflora, virulensi bakteri, atau dalam
pertahanan host bisa juga membuat lumen saku tidak efisien dalam
meningkatkan pengeluaran supurasi.
4. Pengobatan dengan antibiotik sistemik tanpa debridemen subgingiva
pada pasien dengan periodontitis lanjut juga dapat menyebabkan
pembentukan abses.
B. Abses periodontal tidak berhubungan dengan periodontitis
Hal-hal yang menyebabkan abses periodontal yang tidak
berhubungan dengan periodontitis adalah:2
1. Impaksi dari benda asing seperti potongan dental floss, biji popcorn,
potongan tusuk gigi, tulang ikan, atau objek yang tidak diketahui.
2. Perforasi dari dinding gigi oleh instrumen endodontik.
3. Infeksi lateral kista.
Faktor-faktor lokal yang mempengaruhi morfologi akar dapat
menjadi predisposisi pembentukan abses periodontal. Adanya cervical
cemental tears dapat memicu pekembangan yang cepat dari periodontitis
dan perkembangan abses.2
6
Bakteri yang umum di dalam poket periodontal adalah Streptococcus
viridans yang merupakan bakteri aerobik sedangkan bakteri yang paling
banyak jumlahnya adalah bakteri jenis batang gram negatif anaerobik dan
gram positif kokus fakultatif sekitar 60 %, bakteri-bakteri ini dapat
menghasilkan enzim laktamase yaitu Porphyromonas gingivais, Prevotela
intermedia, Fusobacterium nucleatum, Campylobacter rectus dan
Capnocytophaga spp.1
Bakteri jenis spiroceta adalah Peptostreptokokus, streptokokus mileri,
Bakteroides capilosus, Veillonella, B fragilis, Eikenela corodens, Prevotella
melaninogenica, dan Actinobacilus actinomycetemcomitan.1
Bakteri-bakteri tersebut bersifat piogenik menghasilkan respon
inflamasi jaringan, seperti dilatasi pembuluh darah, pengeluaran banyak
leukosit, proliferasi sel jaringan konektif. Sel-sel ini akan berpusat disuatu
titik yang disebut sebagai 7ocus infeksi, berbatas tegas sehingga dapat
mencegah penjalaran bakteri. Penemuan terkini menyebutkan bahwa bakteri
yang terdapat pada kondisi periodontitis yang rentan terhadap terbentuknya
abses adalah bakteri yang dapat hidup lama didalam jaringan dan tahan
terhadap respon inflamasi host, bakteri-bakteri ini umumnya berbentuk
encapsulated sehingga mempunyai virulensi yang tinggi dan dapat menjalar
ke jaringan periodonsium yang lebih dalam dan membentuk abses.1
Abses periodontal dapat berasal dari periodontitis kronis yang terjadi
karena berbagai faktor predisposisi. Berbagai faktor predisposisi yang akan
mempermudah terbentuknya abses yaitu :1
1) perubahan komposisi dari microflora
2) virulensi bakteri atau pada respon jaringan dapat membuat tidak
efisiennya pembuangan pus dari lumen
3) bentuk poket yang kompleks yang berhubungan dengan furkasi gigi
molar akan memudahkan terbentuknya abses
4) perawatan skeling yang tidak sempurna
5) impaksi benda asing
6) infeksi kista lateral
7
7) trauma terhadap gigi yang mengakibatkan gigi patah pada bagian
akarnya
8) terjadi perforasi lateral pada gigi yang sedang dirawat endodontik,
9) pemberian antibiotik secara sistemik tanpa dilanjutkan dengan skeling
subgingiva pada pasien dengan periodontitis parah akan mengakibatkan
perubahan pada komposisi mikrobiota subgingiva yang dapat
menghasilkan infeksi yang lebih parah.
Abses periodontal secara khas terjadi pada aspek lateral akar gigi.
Secara klinis terlihat pembengkakan, warna kemerahan, gingiva tampak
mengkilap, dapat berbentuk seperti kubah, dapat pula menyatu pada satu titik
atau fistula. Jika abses tidak segera ditangani dapat menyebabkan kehilangan
gigi. Pasien dengan abses periodontal memiliki gejala seperti demam,
dehidrasi, pembengkakan yang terjadi dengan cepat, trismus, rasa sakit yang
hebat, kesulitan saat berbicara, dan menelan. Kondisi abses periodontal yang
bersifat lokal akan dapat menjadi berbahaya bila dibiarkan saja, karena abses
ini dapat cepat menyebar dan semakin parah sehingga mempengaruhi kondisi
sistemik.1
2.5 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul karena abses periodontal meliputi kehilangan
gigi dan penyebaran infeksi.
1. Kehilangan Gigi
Abses periodontal yang dikaitkan dengan kehilangan gigi biasanya
dijumpai pada kasus-kasus periodontitis sedang sampai parah dan selama
fase pemeliharaan. Abses periodontal merupakan penyebab utama
dilakukan ekstraksi gigi pada fase pemeliharaan dimana terjadi
pembentukan abses yang berulang dan gigi mempunyai prognosis
buruk.2
2. Penyebaran Infeksi
Ada dua kemungkinan yang terjadi yaitu: penyebaran bakteri dalam
jaringan selama perawatan atau penyebaran bakteri melalui aliran darah
karenabakteremia dari abses yang tidak dirawat.
8
Pada abses dentoalveolar yang berasal dari endodontik lebih sering
menyebabkan komplikasi penyebaran infeksi daripada abses periodontal.
Cellulitis, infeksi subkutaneus, phlegmone dan mediastinitis dapat
berasal dari infeksi odontogenik tetapi jarang berasal dari abses
periodontal. Namun, abses periodontal dapat berperan sebagai pusat
infeksi non oral. Abses periodontal bisa menjadi pusat dari penyebaran
bakteri dan produk bakteri dari rongga mulut ke bagian tubuh lainnya dan
menyebabkan keadaan infeksi yang berbeda. Pada perawatan mekanikal
abses periodontal bisa menyebabkan bakteremia seperti pasien dengan
endoprotesa atau imunokompromise dapat menyebabkan infeksi non
oral.2
Paru-paru bisa bertindak sebagai barier makanikal dimana bakteri
periodontal dapat terjebak dan dapat menyebabkan penyakit. Penyebaran
bakteri periodontal dapat juga berakibat menjadi abses otak. Sejumlah
laporan kasus dari periodontal patogen bahwa pada abses otak tersebut
didapatkan adanya bakteri P.micros, F. nucleatum, pigmen hitam pada
bakteri batang anaerob dan Actinomyces spp, diantaranya merupakan
spesis bakteri periodontal anaerob yang diisolasi dari abses intra cranial.
Infeksi lain yang berhubungan dengan abses periodontal adalah cervical
nekrotizing fascitis dan cellulites pada pasien kanker payudara.2
2.6 Terapi
Perawatan abses periodontal pada umumnya tidak berbeda dengan
perawatan infeksi pada gigi. Secara prinsip, penanganannya dapat berupa
secara lokal dan perawatan lanjutan yang sesuai setelah keadaan daruratnya
terkontrol. Penatalaksanaan pasien dengan abses periodontal dapat dibagi
menjadi tiga tahap, yaitu Penatalaksanaan segera, Penatalaksaan awal,
Perawatan definitive.1
Tahap pertama yakni penatalaksanaan yang bersifat segera atau
keadaan darurat infeksi. Penanganan ini disertai dengan terapi antimikroba.
Penatalaksanaan segera tergantung dari tingkat keparahan dari infeksi dan
tanda/gejala lokal. Pada kondisi yang tidak terlalu parah penggunaan obat
9
analgesik dan antimikroba dapat menghentikan gejala sistemik, trismus, dan
penjalaran infeksi.1 Antibiotik diberikan secukupnya sesuai dengan derajat
keparahan dari infeksi. Antibiotik yang dapat digunakan yaitu
Phenoxymethylepinicillin 250-500 mg, Amoxycilin 250-500 mg,
Metronidazole 200-400 mg. Jika terdapat alergi terhadap penicillin maka
dapat digunakan Erytromycin 250-500 mg, Doxycyline 100 mg, Clindamycin
150-300 mg.1
Penatalaksanaan awal dilakukan atas dasar terdapat abses akut tanpa
keracunan sistemik, lesi residual setelah perawatan keracunan sistemik, dan
pada abses periodontal kronis. Penatalaksanaan awal terdiri dari :1,2
1. Insisi dan drainase, sebelum insisi dilakukan irigasi abses terlebih dahulu
dengan menggunakan larutan salin, serta dilakukan pemeriksaan benda
asing yang ada didalam poket periodontal.
2. Lakukan skeling dan root planning untuk membersihkan daerah abses,
3. Operasi periodontal dapat dilakukan untuk mendapatkan drainase
langsung melewati dasar poket, terutama bila terdapat cacat tulang secara
vertikal yang dalam dan membersihkan kalkulus subgingiva yang dalam.
Untuk operasi flap periodontal terlebih dahulu dilakukan anestesi pada
daerah abses. Setelah itu dinding poket diretraksi dengan probe atau kuret
untuk mendapatkan drainase langsung melalui muara poket. Lakukan
penekanan dengan jari secara halus untuk mengeluarkan pus, irigasi dapat
dilakukan untuk membersihkan eksudat dan dasar poket yang tersisa.
Apabila daerah abses besar, maka prosedur skeling dan kuretase sebaiknya
ditunda sampai tanda klinis berkurang dengan terapi antibiotik. Perubahan
oklusi akan terjadi karena tekanan dari abses akan mendorong gigi ke arah
oklusal sehingga terjadi peninggian gigitan.
4. Penggunaan obat antibiotik secara sistemik, dosis tinggi dengan durasi
pendek dianjurkan, tetapi prosedur drainase dan skeling subgingiva harus
dilakukan setelah terapi antibiotik selesai. Antibiotik sistemik yang
direkomendasikan yaitu Phenoxymethyl penicillin 250-500 mg,
Amoxxycillin/augmentin 250-500 mg, metronidazole 250 mg
(penggunaan metronidazole kontra indikasi pada pasien hamil dan
10
mengkonsumsi alkohol), Tetracycline HCL 250 mg (penggunaan
tetracycline kontra indikasi pada pasien hamil dan anak-anak dibawah 10
tahun), Doxycyline 100 mg.
5. Instruksi oral hygiene.
Perawatan definitif dilakukan setelah perawatan awal selesai untuk
mengembalikan fungsi, estetik, dan mempertahankan kesehatan jaringan
periodonsium pasien. Perawatan definitif dilakukan tergantung dari
kebutuhan pasien.1
Penggunaan terapi antibiotik sistemik untuk merawat abses
periodontal dapat menjadi kontroversi karena bila abses berulang akan timbul
reaksi resistensi, juga terapi antibiotik dapat merubah lingkungan mikrobiota
jaringan. Pemberian antibiotik yang spektrumnya tidak cocok akan
menyebabkan terjadinya perubahan resistensi suatu bakteri yang dapat
menimbulkan pertumbuhan pesat dari bakteri tersebut dan menghilangkan
bakteri lain, hal ini akan mengakibatkan eksaserbasi akut atau infeksi yang
persisten.1
11
berlebih. Ini biasanya terjadi ketika produksi insulin, hormon pengatur
kadar glukosa darah, dari pankreas tidak memadai, atau ketika tubuh
tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Diabetes
mellitus ditandai dengan hiperglikemia dan intoleransi glukosa.
Hiperglikemia digunakan untuk menggambarkan peningkatan
konsentrasi glukosa dalam darah, sedangkan intoleransi glukosa
dikaitkan dengan resistensi insulin.3,4
Penyakit ini dikaitkan dengan berbagai komplikasi mikro dan
makrovaskuler dalam tubuh. Komplikasi dan manifestasi oral dalam
bentuk gingivitis, periodontitis, xerostomia, infeksi oportunistik,
akumulasi plak yang lebih besar, parestesi oral, gangguan pengecapan,
kandidiasis, terhambatnya penyembuhan luka dan rekonstruksi tulang
juga menjadi masalah yang muncul di bidang kedokteran gigi. Dari
sekian banyak komplikasi dan manifestasi oral yang telah diuraikan di
atas, dua faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam melakukan
pencabutan gigi pada penderita diabetes mellitus adalah terhambatnya
penyembuhan luka dan rekonstruksi tulang.4
B. Hipertensi
Hipertensi atau yang dikenal sebagai tekanan darah tinggi
didefinisikan sebagai suatu kenaikan tekanan darah sistole lebih dari 140
mmHg atau tekanan darah diastole lebih dari 90 mmHg, dengan
diagnosis didasarkan pada hasil yang sama pada dua atau lebih
kunjungan setelah pemeriksaan awal. Hipertensi ditandai adanya suatu
kenaikan tekanan darah yang persisten sebagai akibat dari kenaikan
resistensi dari arteri perifer. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah
suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri
secara terus menerus lebih dari satu periode. Konstriksi arteriol membuat
darah sulit untuk mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding
arteri.4
Hipertensi menjadi kontraindikasi relatif dalam pencabutan gigi
berkaitan dengan penggunaan anestesi lokal. Adanya vasokonstriktor
dalam anestesi lokal merupakan masalah tersendiri berkaitan dengan
12
tekanan darah pasien. Anestetikum lidokain dengan epinefrin (adrenalin)
sebagai vasokonstriktornya merupakan yang paling umum digunakan
dalam praktek dokter gigi.4
Salah satu efek samping yang paling penting dari campuran
lidokain dengan epinefrin adalah efek kardiovaskular yang membatasi
penggunaannya pada beberapa kasus tertentu. Hal ini disebabkan karena
penyerapan sistemik epinefrin dari tempat injeksi atau injeksi
intravaskulernya. Efek kardiovaskular yang dimaksud seperti hipertensi,
nyeri dada, takikardia, dan aritmia jantung lainnya.4
Beberapa bukti penelitian menyatakan bahwa penggunaan bahan
anestesi lokal yang mengandung vasokonstriktor dalam dosis yang
dianjurkan tidak mengakibatkan peningkatan perubahan tekanan darah
yang signifikan. Bila ada perubahan, hanya bersifat sesaat. Sehingga,
dalam beberapa literatur menyatakan bahwa anestesi lokal dengan
vasokonstriktor dapat dengan aman digunakan selama pencabutan gigi
pada pasien hipertensi. Meskipun demikian, masih ada kontroversi
tentang hal ini. Komplikasi mengancam nyawa yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan darah secara spontan dapat terjadi selama prosedur
pencabutan gigi pada pasien hipertensi.4
Selain itu, konsumsi obat-obatan pada pasien dengan hipertensi
tidak terkontrol juga dapat memicu terjadinya pendarahan setelah
pencabutan gigi. Obat-obatan yang umumnya dikonsumsi pasien
hipertensi adalah antikoagulan.4
2.8 Eksodonsia
Merupakan tindakan untuk mengeluarkan gigi dari soketnya.5
A. Patofisiologi
Gigi-gigi yang diekstraksi :5
1. Gigi dengan infeksi
2. Gigi penyebab macam-macam abses jaringan lunak dank eras
3. Keperluan perawatan ortodonsia
13
4. Gigi dengan kelainan pertumbuhan : supernumerary, impkasi,
malposisi.
5. Gigi penyebab infeksi fokal
6. Gigi dengan karies besar yang tidak dapat dirawat secara konservasi
B. Indikasi pencabutan gigi5
1. Ada kelainan patologi pulpa baik akut maupun kronis yang tidak dapat
lagi dilakukan perawatan secara endodontic dan pada gigi yang tidak
dapat lagi dilakukan perawatan “restorative” meskipun tidak terdapat
kelainan patologi.
2. Terdapat kelainan periodontal, baik akut maupun kronis yang tidak
dapat dilakukan perawatan di bidang periodontology.
3. Trauma yang melibatkan gigi atau prosesus alveolaris seringkali sukar
untuk dilakukan perawatan sehingga perlu dilakukan pencabutan.
4. Diperlukan pencabutan pada gigi yang terletak pada garis fraktur
karena menghalangi tindakan perawatan fraktur.
5. Gigi-gigi yang mengalami impaksi atau gigi kelebihan yang tidak
terletak pada garus oklusi dan gigi-gigi molar ketiga yang tidak lagi
mempunyai gigi antagonis.
C. Kontraindikasi
Kontraindikasi local meliputi :5
1. Pada umumnya kontraindikasi local berkaitan dengan infeksi dan
adanya keganasan.
a. Infeksi akut pada kasus selulitis prinsip penanganan adalah
mengeliminasi keadaan akut sampai infeksi dapat terlokalisir
b. Pemberian antibiotic
c. Drainase pus
d. Pencabutan gigi merupakan tindakan sekunder setelah infeksi
reda.
2. Perikoronitis akut, keadaan akut harus diredakan dengan pemberian
antibiotic sebelum tindakan pencabutan gigi yang terkait
3. Kasus keganasan rongga mulut
4. Setelah perawatan radiasi
14
Kontraindikasi sistemik
Setiap penyakit sistemik yang dapat menimbulkan komplikasi pada
tindakan ekstraksi gigi. Kontraindikasi relative tindakan pencabutan gigi
adalah :5
1. Diabetes Mellitus tidak terkontrol (>200mg/dl)
2. Penyakit jantung (PJK)
3. Kelainan darah : anemia, penyakit gangguan pembekuan
(hemophilia), leukemia.
4. Penyakit Adisson atau penyakit defisiensi steroid
5. Penderita dengan demam dikarenakan sebab yang tidak jelas. Dapat
dimungkinkan oleh karena subakut bacterial endocarditis
6. Penderita dengan nefritis
7. Penderita dengan kehamilan bermasalah sebaiknya pencabutan gigi
dilakukan di trimester kedua
8. Hipertensi
9. Demam dengan penyebab tidak jelas, diwaspadai karena sub-akut
bacterial endocarditis.
D. Penatalaksanaan5
1. Pencabutan gigi: dilakukan dalam keadaan tidak terdapat infeksi akut
yang menyertainya
2. Pencabutan gigi dapat dengan kriteria mudah dan sukar. Pada
pencabutan sukar sampai diperlukan open reduction, yaitu pembuatan
flap, pembebasan gigi dari tulang alveolar untuk dapat mengeluarkan
gigi tersebut.
3. Anestesi local: lidocaine 2%; adrenalin (1:100.000-200.000) pada
penderita dengan kelainan sistemik tertentu tidak diperkenankan
menggunakan adrenalin.
4. Pencabutan gigi
5. Pasca pencabutan dilakukan pemeriksaan pada kelengkapan struktur
gigi dan soket gigi
6. Tamponade untuk menghentikan perdarahan
7. Intruksi pasca ekstraksi
15
8. Setelah tindakan ekstraksi, bila perlu pemberian obat: antibiotic dan
analgetik.
E. Penyulit5
1. Perdarahan
2. Infeksi
3. Perforasi sinus maksilaris
4. Fraktur akar gigi, rahang
5. Laserasi jaringan lunak sekitar gigi
6. Alveolalgia
7. Luksasi TM-Joint
16
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : Tn. Jufri Rambobo
Umur : 32 tahun
Alamat : Dok 5 Atas
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Swasta
Suku bangsa : Papua
Tanggal Periksa : 30 Mei 2017
No. DM :
3.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama (Alloanamnesis dan Heteroanamnesis)
Nyeri dan bengkak pada gusi sebelah kiri bawah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke polik gigi dan mulut RSUD Jayapura dengan
keluhan nyeri pada gusi kiri bawah sejak 2 minggu yang lalu. Nyeri terus
menerus. Nyeri berkurang bila minum obat anti nyeri, namun muncul
kembali. Nyeri pada gusi kiri disertai bengkak. Awalnya, pasien hanya
mengeluh nyeri kemudian pasien pergi ke dokter praktek lalu diberikan
anti nyeri serta antibiotic dan dokter menginstruksikan untuk kembali 5
hari lagi untuk dicabut. Setelah obat habis, pasien datang lagi untuk kontrol
akan tetapi keluhan semakin bertambah dengan adanya sakit gigi saat
mengunyah, gusi bengkak, bau mulut dan menelan terasa asin-asin.
Keluhan demam diakui pasien 1 hari yang lalu. Riwayat makan/minum
menurun sejak mulai sakit. Riwayat buang air besar dan buang air kecil
baik.
17
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah sakit seperti ini. Pasien jarang kontrol untuk
perawatan gigi. Pasien hanya datang ke dokter gigi bila ada keluhan sakit
gigi. Terakhir kali membersihkan karang gigi pada tahun 2015.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Diabetes Melittus (+), Riwayat Hipertensi (+) dari Ibu
kandung pasien.
5. Riwayat Sosial
Riwayat merokok dan konsumsi alkohol diakui. Riwayat menyirih
disangkal.
18
3. Status Lokalis
Pemeriksaan regio facial:
Inspeksi : tampak wajah simetris, udem (-), fistel (-), eritema (-),
Palpasi : nyeri tekan (+), hangat (+), krepitasi (-),
Pemeriksaan intraoral:
Inspeksi : pasien dapat membuka mulut 3 jari, karies profunda pada gigi
6 daerah serfikal, eritema (+), pus (+) pada gigi 6, masa (+),
1 cm, karang gigi (+).
Palpasi : nyeri tekan (+), konsistensi padat lunak, ukuran 3x2x1,
immobile (+), berfuktuasi (-), gigi goyang (+) pada gigi 6.
3.4 Diagnosis
1. Abses Periodontal gigi 6
2. Diabetes Mellitus
3. Hipertensi
3.5 Tatalaksana
1. Clindamycin 2 x 300 mg (po)
2. Asam mefenamat 3 x 500 mg (po)
3. Raniditin 2 x 150 mg (po)
4. Konsul bagian Penyakit Dalam untuk penyakit sistemik dan rencana
odontektomi
3.6 Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia
19
BAB 4
PEMBAHASAN
20
4.2 Mengapa gula darah harus diturunkan pada pasien abses periodontal?
Berdasarkan teori, Penyakit ini dikaitkan dengan berbagai komplikasi mikro
dan makrovaskuler dalam tubuh. Komplikasi dan manifestasi oral dalam
bentuk gingivitis, periodontitis, xerostomia, infeksi oportunistik, akumulasi
plak yang lebih besar, parestesi oral, gangguan pengecapan, kandidiasis,
terhambatnya penyembuhan luka dan rekonstruksi tulang juga menjadi
masalah yang muncul di bidang kedokteran gigi. Dari sekian banyak
komplikasi dan manifestasi oral yang telah diuraikan di atas, dua faktor utama
yang menjadi pertimbangan dalam melakukan pencabutan gigi pada penderita
diabetes mellitus adalah terhambatnya penyembuhan luka dan rekonstruksi
tulang.
4.3 Kenapa tekanan darah pada pasien abses periodontal dengan hipertensi
tidak boleh diturunkan sampai normal ?
Berdasarkan teori, pada pasien hipertensi grade 2 tekanan darah harus
diturunkan 25% dari Mean Arterial Pressure dan harus secara bertahap.
Walaupun kenaikan tekanan darah dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
miokard, tetapi harus dihindari penurunan tekanan darah yang terlalu cepat
terutama tekanan diastolik, karena hal ini dapat mengakibatkan penurunan
perfusi darah ke arteri koroner dan juga suplai oksigen, sehingga akan
memperberat keadaan iskemia, menurut PERKI 2015.
21
BAB 5
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23