Anda di halaman 1dari 5

CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT

Akreditasi PP IAI–2 SKP

Madu: Efektivitasnya untuk Perawatan Luka


Nina Amelia Gunawan
RS PGI Cikini, Jakarta Pusat, Indonesia

Abstrak
Madu merupakan cairan kental dengan komponen utama fruktosa yang diperoleh dari nektar bunga dan dimodifikasi oleh lebah madu (Apis
mellifera). Madu telah digunakan sejak dahulu kala untuk perawatan luka; meskipun kini mulai digantikan dengan modalitas perawatan luka
modern, madu memiliki keunggulan yakni salah satunya mampu melawan infeksi kuman yang resisten terhadap antibiotik. Apalagi hingga kini
belum terbukti adanya resistensi kuman terhadap penggunaan madu jangka panjang. Peranan madu dalam penyembuhan luka juga didukung
oleh aktivitas antiinflamasi, antioksidan, serta kemampuan menstimulasi pengangkatan jaringan mati. Penggunaan madu untuk perawatan luka
sebaiknya juga turut memperhatikan faktor dilusi oleh eksudat. Penetapan protokol standar penggunaan madu untuk perawatan luka sangat
dianjurkan agar potensi madu dapat optimal.

Kata kunci: Madu, madu manuka, penyembuhan luka

Abstract
Honey is a concentrated-liquid comprised mostly of fructose, sourced from flower’s nectar and modified by honey bee (Apis mellifera). Honey
has long been used for wound care; even though it’s to be replaced by modern alternative, honey still possesses few other benefits - its ability
to manage infection caused by antibiotic resistant species.  Moreover, there is still no evidence of honey resistance towards long term use of
honey.  Honey’s role in wound-healing is also supported by its beneficial anti-inflammatory, antioxidant, and debridement activity. The use of
honey for wound healing should consider its dilution due to wound exudate. Thus, defining standard protocol of honey application for wound
care is recommended to preserve its optimum quality. Nina Amelia Gunawan. Honey: It’s Effectiveness for Wound Healing

Keywords: Honey, manuka honey, wound healing

PENDAHULUAN luka dengan pembasuhan terlebih dahulu MANFAAT MADU


Madu merupakan cairan kental, dengan menggunakan cuka atau anggur dilanjutkan Madu memiliki beberapa karakteristik penting
kandungan gula jenuh, berasal dari nektar dengan perawatan menggunakan madu, dalam proses penyembuhan luka seperti
bunga yang dikumpulkan dan dimodifikasi minyak, dan anggur.1,3 Dalam the London aktivitas antiinflamasi, aktivitas antibakterial,
oleh lebah madu Apis mellifera.1 Secara umum, Medical Papyrus yang ditulis sekitar tahun aktivitas antioksidan, kemampuan
madu memiliki kandungan utama ± 30% 1325 SM, sebuah balut luka terbuat dari menstimulasi proses pengangkatan jaringan
glukosa, 40% fruktosa, 5% sukrosa, dan 20% air; madu dan material herbal lainnya juga mati/ debridement, mengurangi bau pada
selain itu, terkandung pula sejumlah senyawa direkomendasikan untuk perawatan luka luka, serta mempertahankan kelembapan
asam amino, vitamin, mineral, dan enzim.1 bakar.1 Berbagai ilmu pengobatan tradisional luka yang pada akhirnya dapat membantu
lain seperti Ayurveda, pengobatan tradisional mempercepat penyembuhan luka.1,4–14
Madu telah digunakan sebagai salah satu Cina, ataupun pengobatan tradisional Roma
modalitas dalam perawatan luka sejak juga menggunakan madu sebagai salah satu Aktivitas Antiinflamasi
dahulu,1,2 meskipun lebih dikenal sebagai modalitas perawatan luka.1 Penggunaan madu sebagai agen
vehikulum/media pembawa dibanding antiinflamasi telah diterapkan sejak dahulu
sebagai agen spesifik.1 Dioscorides (40-80 Sekitar tahun 1970, popularitas penggunaan kala.8 Pada zaman Yunani kuno, Pedanius
M) dalam de Material Medicis menyebutkan madu dalam perawatan luka kembali bersinar Dioscorides, seorang dokter dan farmakolog,
penggunaan madu sebagai vehikulum dan terutama ditujukan untuk perawatan menggunakan madu untuk penanganan luka
bagi agen terapeutik lainnya; Hippocrates luka operasi terinfeksi, luka bakar, dan ulkus bakar akibat sinar matahari (sunburn) ataupun
(460-370 SM) menganjurkan perawatan dekubitus.4 untuk mengurangi reaksi peradangan

Alamat Korespondensi email: ninaameliagunawan@gmail.com

138 CDK-249/ vol. 44 no. 2 th. 2017


CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT

tenggorokan dan tonsil.8 bereaksi dengan reagen pengukur (bukan luka.1,8,11 Aktivitas antibakterial madu jenis
disebabkan inhibisi langsung produksi ROS).7 ini diperantarai oleh metilgloksal, senyawa
Saat ini aktivitas antiinflamasi madu telah yang dibentuk melalui konversi spontan
terbukti secara luas baik melalui aspek klinis, Aktivitas Antibakterial senyawa prekursornya, yakni dihidroksiaseton.
biokimiawi, maupun histologis.8 Secara Potensi antibakterial madu dan relevansinya 1,8
Metilgloksal merupakan molekul larut air
klinis, aplikasi madu pada luka terbukti dapat dalam perawatan luka telah dibuktikan dalam berukuran kecil yang mudah berdifusi; fakta
mengurangi edema dan pembentukan berbagai penelitian.4–8 inilah yang menjadi alasan mengapa madu
eksudat, meminimalisasi pembentukan manuka efektif melawan bakteri dalam
jaringan parut, dan mengurangi sensasi nyeri Potensi antibakterial madu diperoleh melalui:8 biofilm.8 Pada luka kronis umumnya akan
pada luka bakar atau jenis luka lainnya.8 Dalam 1. Tingginya osmolaritas madu akibat terbentuk kolonisasi di permukaan luka,
uji coba klinis membandingkan penggunaan kandungan gula yang cukup tinggi6 sehingga nantinya akan terbentuk suatu
silver sulvadiazine dan madu pada luka bakar, akan menarik cairan intraseluler bakteri, biofilm - lapisan yang melindungi bakteri
diperoleh temuan biokimiawi bahwa madu sehingga akhirnya terjadi plasmolisis.4,8 dari sistem imun imun pejamu; bakteri dalam
mampu menurunkan kadar malondialdehid 2. Kandungan hidrogen peroksida, senyawa biofilm tersebut juga resisten terhadap
dan lipid peroxide serta secara histologis kimia yang dibentuk secara lambat antimikroba topikal ataupun sistemik.8
dijumpai penurunan jumlah sel radang pada oleh glukosa oksidase yang secara
jaringan.7,8 alami ditambahkan oleh lebah selama Meskipun demikian, aktivitas antibakterial
pembuatan madu.4,6,8 memerlukan konsentrasi minimum madu
Beberapa laporan mengenai efek antiinflamasi 3. Kandungan senyawa kimia tertentu yang berbeda-beda untuk setiap jenis bakteri.
madu pada luka eksperimental (luka pada (phytochemical) dari nektar tumbuh- Aktivitas antibakterial madu umumnya sudah
binatang percobaan yang sengaja dibuat tumbuhan tertentu. 6 dapat tercapai pada konsentrasi kurang dari
melalui teknik aseptik dengan kadar bakteri 11% - kisaran konsentrasi madu yang umum
rendah atau bahkan tidak ada sama sekali), Aktivitas antibakterial dari aktivitas senyawa dijumpai di permukaan luka saat digunakan
membuktikan bahwa madu memang fitokimia yang terkandung dalam madu balut luka mengandung madu.8 Fakta ini
memiliki efek primer antiinflamasi; penurunan manuka dinilai lebih superior dibandingkan menunjukkan bahwa madu yang telah
reaksi inflamasi bukan hanya merupakan efek aktivitas antibakterial umum yang diperantarai terdilusi oleh eksudat luka masih memiliki
sekunder antibakterial madu.8 oleh hidrogen peroksida.8 Hidrogen peroksida aktivitas antibakterial lebih dari cukup untuk
pada dasarnya merupakan agen antibakterial menghambat pertumbuhan bakteri.8 Jamur
Hipotesis lain aktivitas antiinflamasi madu yang dibentuk oleh glukosa oksidase -enzim kurang peka terhadap madu, dibutuhkan
antara lain melalui komponen fenol dalam yang ditambahkan oleh lebah ke dalam kisaran konsentrasi minimum madu 10-50%
madu yang dianggap mampu menghambat nektar yang disimpan dalam sarang lebah-.8 untuk mencapai efek inhibisi.7
produksi sitokin proinflamasi TNF-α.8 Di Glukosa oksidase tersebut akan tetap inaktif
samping itu, beberapa riset terkini melaporkan bila madu hanya mengandung sedikit air; Madu terbukti memiliki spektrum potensi
adanya komponen antiinflamasi lain selain oleh sebab itu, untuk mengaktifkannya antibakterial sangat luas; madu mampu
komponen fenol tersebut, yakni ap-albumin-1, diperlukan proses dilusi misalnya oleh eksudat menghambat pertumbuhan kuman gram
protein yang dianggap mampu menghambat luka.8 Melalui pemeriksaan di laboratorium positif ataupun negatif, serta kuman aerob
fagositosis makrofag – langkah pertama dalam telah dibuktikan bahwa madu yang telah ataupun anaerob. 5,7 Penggunaan madu untuk
rantai respons inflamasi terhadap jaringan diencerkan hingga konsentrasi 25% tetap perawatan luka kian diminati setelah madu
nekrotik atau sel mikroba.8 memiliki potensi antibakterial yang setara terbukti efektif melawan golongan bakteri
dengan larutan phenol 8%.8 Namun, temuan yang telah resisten terhadap antibiotik seperti
Selain itu, mekanisme antiinflamasi madu juga laboratorium tersebut sulit diterapkan pada Pseudomonas, MRSA (methicillin-resistant
diduga didasari oleh inaktivasi reactive oxygen praktik sehari-hari karena adanya enzim Staphylococcus aureus), coagulase negative
species (ROS) yang dihasilkan oleh sel fagosit.7 katalase dalam serum dan jaringan luka yang Staphylococci, VRE (vancomycin-resistant
Meskipun demikian, aktivitas madu dalam dapat mempercepat penguraian hidrogen Enterococci), Acinetobacter baumanii, dan
menurunkan kadar ROS masih kontroversial.7 peroksida.8 Terlebih lagi, diperoleh data Stenotrophomonas maltophilia.5,7
Van den Berg, dkk. menyebutkan bahwa laboratorium bahwa potensi bakterial madu
penurunan kadar ROS oleh madu diperoleh akan hilang 25% jika ditambahkan darah Selain itu, madu juga memiliki keunggulan
dari inhibisi langsung produksi ROS yang dengan konsentrasi 1% pada medium agar.8 lain dibandingkan antibiotik, yakni tidak ada
didasari oleh aktivitas neutrofil, monosit, penurunan kepekaan/ sensitivitas bakteri
dan makrofag yang teraktivasi zymosan; efek Madu manuka (dan madu yang dihasilkan terhadap madu setelah penggunaan jangka
inhibisi sebesar 50% dilaporkan dapat tercapai dari genus Leptospernum lainnya) memiliki panjang dan berdasarkan penelitan terbukti
pada madu dengan konsentrasi kurang dari aktivitas antibakterial yang unik karena tidak tidak dijumpai adanya mutasi yang mengarah
1% sekalipun.7 Namun, penurunan kadar ROS diperantarai oleh kandungan hidrogen pada resistensi terhadap madu.5,7 Mekanisme
juga diduga diperantarai oleh komponen peroksida; sehingga dengan demikian, aktivitas “anti-resisten” pada madu tersebut dijelaskan
antioksidan madu yang mengikat ROS, antibakterialnya tidak akan dipengaruhi salah satunya oleh hipotesis yang menyatakan
sehingga hanya sedikit ROS yang dapat oleh aktivitas enzim katalase pada jaringan bahwa madu memiliki kemampuan melawan

CDK-249/ vol. 44 no. 2 th. 2017 139


CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT

bakteri pada biofilm – kondisi di mana Tabel. Potensi madu dalam penyembuhan luka7
antibiotik dan balut luka mengandung silver
sudah tidak efektif lagi. 7 Potensi Madu dalam Penyembuhan Luka

Aktivitas Antiinflamasi
Aktivitas Antioksidan7,13
Potensi antiinflamasi yang dimiliki bukan efek sekunder dari aktivitas antibakterial madu
Potensi antioksidan madu diduga berkaitan Berperan utama dalam pencegahan fagositosis yang merupakan fase awal respons inflamasi
erat dengan potensi antiinflamasinya.7
Aktivitas Antibakterial
Radikal bebas yang dibentuk dari oksigen,
Memiliki spektrum luas (termasuk potensi lemah sebagai antifungal)
atau dikenal dengan istilah reactive oxygen Efektif terhadap kuman yang resisten terhadap antibiotik
species (ROS), diproduksi pada rantai respirasi Efektif melawan bakteri yang tersembunyi dalam biofilm
mitokondria dan oleh leukosit saat terjadi Resistensi kuman terhadap madu belum pernah dijumpai

inflamasi.13 ROS berperan sebagai pembawa Aktivitas Antioksidan


pesan (messenger) yang menghantarkan Dikaitkan dengan adanya kandungan antioksidan dalam madu seperti flavonoid, monofenol, polifenol, vitamin C, dan
umpan balik positif saat timbul inflamasi dan methyl syringate yang dapat mengganggu proses amplifikasi inflamasi oleh ROS

proses ini dapat dihambat oleh antioksidan.7 Potensi Debridement

Bekerja mengaktifkan plasminogen yang melisiskan fibrin


Berbagai jenis senyawa antioksidan dalam Mencegah pembentukan eskar

madu antara lain adalah flavonoid, monofenol, Kemampuan Mempercepat Laju Penyembuhan dan Imunomodulasi
polifenol, dan vitamin C.13 Vitamin C dapat Stimulasi leukosit untuk melepaskan sitokin dan growth factors yang diperlukan untuk perbaikan jaringan
menekan produksi peroksida (salah satu Sifat madu yang asam menyebabkan lebih banyak pasokan oksigen dari sirkulasi
Efek osmotik menyebabkan drainase cairan limfe seperti yang dijumpai pada modalitas terapi NPWT/ VAC (Vaccum Assisted
golongan ROS) dan berperan penting sebagai Closure)
antioksidan.13 Pada madu manuka, jenis madu
yang telah terdaftar sebagai salah satu produk
perawatan luka, terdapat kandungan methyl yang diperlukan untuk perbaikan jaringan.8 pada akhirnya akan dihasilkan asam laktat.14
syringate (salah satu golongan fenol) dalam
jumlah tinggi yang dianggap cukup potensial Manfaat madu dalam membantu debridemen Mempercepat Penyembuhan Luka
mengganggu proses amplifikasi inflamasi telah terbukti dalam sejumlah uji coba klinis Secara umum, madu bersifat asam dan
oleh ROS.7 luka bakar.8 Madu terbukti mampu mencegah memiliki kisaran pH 3,2 – 4,5.8 Kondisi luka yang
pembentukan eskar pada luka bakar; di lain asam akan meningkatkan pelepasan oksigen
Kemampuan Menstimulasi Proses pihak, pada luka yang dirawat menggunakan dari hemoglobin, sehingga dapat mendukung
Pengangkatan Jaringan Mati/ Debridemen silver sulfadiazine justru dijumpai pembentukan proses penyembuhan luka.8 Selain itu, pada
Manfaat madu dalam pengangkatan jaringan eskar.8 Luka bakar yang mendapat intervensi rentang pH tersebut, aktivitas protease
mati atau debridemen tidak lepas dari madu waktu penyembuhannya lebih singkat dalam menghancurkan matriks kolagen
potensi antiinflamasinya.8 Pada luka kronis, dibandingkan dengan luka yang dirawat yang diperlukan bagi perbaikan jaringan pun
sering dijumpai adanya slough (lapisan pada menggunakan silver sulfadiazine.12 Tetapi, bila akan dihambat.8 Osmolaritas madu yang
permukaan dasar luka yang merupakan dibandingkan dengan metode eksisi dini dan tinggi akibat tingginya kandungan gula akan
akumulasi jaringan nekrotik, sel darah putih tandur kulit untuk luka bakar derajat II dan menimbulkan efek osmotik, sehingga akan
mati, bakteri mati, dan jaringan ikat) yang III, perawatan luka dengan madu justru akan menarik cairan dari permukaan luka; jika
dapat menghambat proses penyembuhan menghambat penyembuhan.1 Keunggulan sirkulasi darah jaringan di bawah luka baik,
luka dan meningkatkan risiko kolonisasi madu terbukti dalam uji coba klinis lain efek osmotik gula justru akan memperlancar
bakteri.15–17 Perlekatan slough pada permukaan yang melibatkan fasitis nekrotikans regio aliran keluar cairan limfe.8 Mekanisme ini
dasar luka yang sehat tersebut diperantarai genital, disimpulkan bahwa madu mampu dapat dianalogikan dengan perawatan luka
oleh fibrin yang akan terurai apabila terdapat berperan sebagai alternatif terhadap metode menggunakan tekanan negatif (negative
cukup plasmin pada area luka tersebut.8 debridemen secara pembedahan.8 pressure wound therapy/ NPWT) yang dinilai
Namun, pada saat terjadi peradangan justru bermanfaat mempercepat penyembuhan
akan terbentuk lebih banyak plasminogen Mengurangi Bau Tidak Sedap pada Luka luka.8
activator inhibitor (PAI); PAI itu sendiri pada Hipotesis mekanisme madu menghilangkan
dasarnya berfungsi menghambat aktivator bau tidak sedap terkait pada kandungan Imunomodulasi
plasminogen yang bertugas mengonversi glukosa yang cukup tinggi dan cenderung Pengendalian infeksi pada luka diduga tak
plasminogen (prekursor plasmin inaktif) disukai bakteri.14 Pada dasarnya, bau tidak hanya diperantarai oleh aktivitas antibakterial
menjadi plasmin.8 Penggunaan madu akan sedap pada luka bersumber pada amonia madu; namun juga didukung pula oleh potensi
menghambat produksi PAI, sehingga akhirnya dan sulfur yang dibentuk dari proses imunomodulasi madu.8 Hal ini terbukti dalam
akan terbentuk lebih banyak plasmin yang metabolisme bakteri terhadap asam amino beberapa uji coba klinis dengan mengoleskan
bertugas mengurai fibrin dan melepaskan baik pada jaringan mati maupun serum.14 madu pada luka bakar derajat II yang sengaja
perlekatan slough pada permukaan dasar luka Saat digunakan balut madu, bakteri akan lebih dibuat dalam kondisi steril pada babi dan tikus;
yang sehat tanpa penguraian matriks kolagen banyak memetabolisme glukosa, sehingga luka yang terbentuk bebas dari kontaminasi

140 CDK-249/ vol. 44 no. 2 th. 2017


CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT

bakteri dan laju penyembuhan pada luka paling mungkin adalah adanya komponen bahwa penggantian balut madu setiap 2
yang mendapat intervensi perawatan madu molekuler tertentu dengan berat 5.8 kDa hari memberikan hasil cukup baik dalam hal
terbukti lebih cepat bila dibandingkan dengan yang masih belum teridentifikasi.8 Tonks, dkk. penurunan rerata area luka non-epitelisasi.9
luka yang tidak mendapat intervensi.8 menyimpulkan bahwa komponen molekuler Meskipun demikian, penggantian balut madu
tersebut mampu menstimulasi produksi setiap hari tetap lebih direkomendasikan
Secara in vitro, madu terbukti mampu TNF-α oleh makrofag melalui stimulasi pada karena didapatkan penurunan rerata area
menginduksi produksi sitokin oleh leukosit TLRs 4 (Toll-like receptors 4). 10 luka non-epitelisasi yang lebih cepat bila
yang pada akhirnya akan menstimulasi dibandingkan dengan penggantian balut
pertumbuhan sel.8 Madu dengan konsentrasi Madu dalam Perawatan Luka di Indonesia madu setiap 2 hari. 9
1% mampu menstimulasi pelepasan TNF-α, IL- Manfaat madu tidak hanya dapat diperoleh
1β, dan IL-6 dari monosit – sitokin yang terbukti dari madu manuka yang telah terdaftar dan PENUTUP
secara in vivo berperan dalam perbaikan tersertifikasi sebagai salah satu komponen Penggunaan madu sebagai salah satu materi
jaringan.8 Meskipun stimulasi produksi sitokin perawatan luka tetapi juga dimiliki oleh perawatan luka bersifat menguntungkan
pro-inflamasi seperti TNF-α dinilai berbahaya, madu lokal Indonesia.4 Dalam penelitian karena madu mengandung sekaligus
namun tidak perlu dikhawatirkan karena di RSCM (2010) yang membandingkan berbagai potensi antiinflamasi, antibakterial,
pada penggunaan madu, respons inflamasi potensi antibakterial madu lokal Indonesia serta antioksidan; ditambah dengan sifat
tersebut akan tetap diregulasi oleh aktivitas (Madu Murni Nusantara) dan madu manuka, madu yang antiresisten. Tak hanya karena
anti-inflamasi madu.8 Oleh sebab itu, jika madu disimpulkan bahwa madu lokal Indonesia bioaktivitasnya tersebut, madu juga mampu
dengan konsentrasi 1% diberikan pada luka efektif mengatasi infeksi P. aeruginosa, MRSA, mempertahankan kelembapan luka serta
yang meradang, tidak akan ada peningkatan dan S.aureus.4 Meksipun demikian, konsentrasi menstimulasi pengangkatan jaringan mati,
stimulasi produksi TNF-α dan madu justru minimum untuk mendapatkan efek inhibisi sehingga dapat mendukung penyembuhan
akan menekan pembentukan senyawa ROS.8 (minimum inhibitory concentration/ MIC) madu luka; madu dapat mengurangi bau tidak sedap
lokal lebih tinggi bila dibandingkan dengan pada luka dapat memberikan kenyamanan.
Selain itu, madu juga berperan merangsang madu manuka.4
pembentukan matrix metallopeptidase 9 Meskipun demikian, salah satu penyulit yang
(MMP-9), enzim protease yang berperan Terkait faktor MIC yang turut menentukan patut dipertimbangkan adalah perlunya
dalam pelepasan sel keratinosit dari membran potensi antibakterial madu, perlu ditetapkan penggantian balut madu setiap hari untuk
basalis, sehingga memungkinkan terjadinya standar perawatan luka (misal: frekuensi madu lokal agar MIC tetap tercapai. Selain itu,
migrasi keratinosit untuk reepitelisasi. 8 penggantian balut luka), sehingga kadar madu yang digunakan untuk perawatan luka
madu yang terdilusi oleh eksudat tetap sebaiknya sudah terstandarisasi dan sudah
Terdapat beberapa hipotesis yang mencapai MIC.4 Dalam salah satu uji coba steril.
menjelaskan mekanisme potensi klinis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,
imunomodulasi madu; namun hipotesis yang Indonesia pada tahun 2012, diperoleh data

Daftar Pustaka:
1. Jull AB,Walker N, Deshpande S. Honey as a topical treatment for wounds. Cochrane Database Syst Rev [Internet]. 2013 [cited 2016 Aug 25]; (2):2–3,11, 16. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23450557/
2. Shah JB. The history of wound care. J Am Col Certif Wound Spec [Internet]. 2011 [cited 2016 Aug 25];3(3):65–6. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.
jcws.2012.04.002
3. Daunton C, Kothari S, Smith L, Steele D. A history of materials and practices for wound management. Wound Pract Res Aust J Wound Manag [Internet]. 2012 [cited
2016 Aug 25];20(4):174–86. Available from: http://search.informit.com.au/documentSummary;dn=058025628512911;res=IELHEA
4. Ayu Diah K, Sundoro A, Sudjatmiko G. Antibacterial activity of Indonesian local honey against strains of P. Aeruginosa, S. Aureus and MRSA. J Plast Rekonstruksi
[Internet]. 2012 [cited 2016 Aug 25];1(2): 177–81. Available from: www.jprjournal.com/index.php/jpr/article/download/54/33
5. Cimolai N. Sweet success? Honey as a topical wound dressing. B C Med J [Internet]. 2007 [cited 2016 Aug 25];49(2):64–7. Available from: http://www.bcmj.org/
article/sweet-success-honey-topical-wound-dressing
6. Molan PC, Betts JA. Clinical usage of honey as a wound dressing: An update. J Wound Care [Internet]. 2004 [cited 2016 Aug 25];13(9):353–6. Available from: http://
researchcommons.waikato.ac.nz/bitstream/handle/10289/2044/CLINICAL%20USAGE%20OF%20HONEY.ocr.pdf?sequence=1
7. Molan PC. The evidence and the rationale for the use of honey as a wound dressing. Wound Pract Res [Internet]. 2011 [cited 2016 Aug 25];19(4):204–20. Available
from: http://researchcommons.waikato.ac.nz/handle/10289/6095
8. Molan P, Rhodes T. Honey: A biologic wound dressing. Wounds [Internet]. 2015 [cited 2016 Aug 25];27(6):141–51. Available from: http://www.scopus.com/inward/
record.url?eid=2-s2.0-84931064613&partnerID=tZOtx3y1
9. Raymond B, Sudjatmiko G. Standardization of honey application on acute partial. J Plast Rekonstruksi 2012;1(6):570–4.
10. Simon A, Traynor K, Santos K, Blaser G, Bode U, Molan P. Medical honey for wound carestill the latest resort. Evidence-based Complement Altern Med [Internet].
2009 [cited 2016 Aug 25];6(2):165–73. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18955301
11. Song JJ, Salcido R. Use of honey in wound care: An update. Adv Skin Wound Care [Internet]. 2011 [cited 2016 Aug 25];24(1):40–4. Available from: http://journals.lww.
com/aswcjournal/Fulltext/2011/01000/Use_of_Honey_in_Wound_Care__An_Update.11.aspx
12. Sopandi SS. Evaluating the superiority of honey over silver sulphadiazine dressing in shortening healing duration of burn injury: An evidence-based case report.

CDK-249/ vol. 44 no. 2 th. 2017 141


CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT

Med J Indones [Internet]. 2013 [cited 2016 Aug 25];22(4):243. Available from: http://mji.ui.ac.id/journal/index.php/mji/article/viewFile/608/592
13. Yaghoobi R, Kazerouni A, Kazerouni O. Evidence for clinical use of honey in wound healing as an anti-bacterial, anti-inflammatory anti-oxidant and anti-viral agent:
A review. Jundishapur J Nat Pharm Prod [Internet]. 2013 [cited 2016 Aug 25];8(3):100–4. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24624197
14. Sudjatmiko G. Petunjuk praktis ilmu bedah plastik rekonstruksi. 3rd ed. Jakarta: Yayasan Khasanah Kebajikan; 2011. p. 144-7
15. Jones VE. Essential microbiology for wound care. United Kingdom: Oxford University Press; 2016
16. Sussman C, Bates-Jensen BM, editors. Wound care: A collaborative practice manual. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 148
17. Berger AM, Shuster JL, Roenn JHV, editors. Principles and practice of palliative care and supportive oncology. 3rd ed.Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
p. 245

142 CDK-249/ vol. 44 no. 2 th. 2017

Anda mungkin juga menyukai