Anda di halaman 1dari 13

Pada dasarnya, desain dan operasi kristalisasi dioptimalkan untuk

mendapatkan hal2 berikut ini:

 Menghasilkan produk kristal yang seragam dan berukuran besar


 Menurunkan pembentukan gumpalan kristal
 Menurunkan konsentrasi zat pengotor di dalam kristal
 Menurunkan konsentrasi zat cair (liquid) di dalam kristal setelah
pemisahan padat-cair dan pencucian.
Termodinamika
Gambar 1 menunjukkan kondisi suatu larutan sebagai fungsi temperatur
dan konsentrasi padatan. Garis tak putus adalah kurva kelarutan zat
padat di dalam zat pelarut. Posisi di bawah kurva ini adalah posisi super
jenuh, yang tidak selalu stabil secara termodinamika. Zona stabil berarti
larutan tersebut homogen. Zona tak stabil berarti ada banyak partikel2
kecil di dalam larutan. Hal ini terjadi jika temperaturnya diturunkan, yg
berarti kelarutan zat padat berkurang, sehingga mereka tidak larut lagi
alias menjadi zat padat. Atau bisa juga dengan mengambil zat pelarutnya
seperti menguapkannya. Akibatnya, karena jumlah zat padat tetap
sementara zat pelarut berkurang, zat padat melewati titik kelarutannya
dan menjadi tidak larut lagi.

Gambar 1. Diagram fasa padat-cair suatu larutan

Di zona meta stabil, nucleation sites (bahasa sederhananya, bibit zat


padat J) diperlukan agar zat padat tersebut bisa terbentuk. Jika kita
berpindah dari zona stabil ke zona tak stabil, maka kita terlebih dahulu
akan melewati zona meta stabil. Nah, bibit2 ini akan tumbuh di zona ini.
Jika kita teruskan ke zona tak stabil dengan cepat, maka bibit2 ini tidak
akan sempat tumbuh menjadi zat padat berukuran besar. Akibatnya, di
zona tak stabil akan terdapat banyak partikel2 kecil bertebaran.
Jelas bahwa unit kristalisasi mesti beroperasi di bawah kurva kelarutan
untuk memproduksi kristal. Akan tetapi, karena tujuannya adalah untuk
menghasilkan kristal dengan ukuran besar dan seragam, maka unit
kristalisasi tidak boleh dioperasikan di zona tak stabil. Ia harus
dioperasikan di zona meta stabil.

Pembentukan bibit kristal dan pertumbuhan kristal


Perpindahan material dari fasa cair ke fasa padatnya dipengaruhi oleh
dua hal, yaitu pembentukan bibit kristal dan pertumbuhan kristal itu
sendiri. Kedua hal ini pula lah, bersama dengan waktu tinggal, yang
kemudian menentukan distribusi ukuran partikel. Secara singkat, Gambar
2 menunjukkan faktor yang memengaruhi distribusi ukuran partikel.

Gambar 2. Distribusi ukuran partikel yang dipengaruhi oleh pembentukan


inti, pertumbuhan, dan waktu tinggal

Jika terdapat banyak partikel kecil akibat larutan yang terlalu superjenuh,
maka partikel2 tersebut bisa bertabrakan dan membentuk gumpalan2
(agglomerate). Untuk menghindari gumpalan2 yang tidak diinginkan ini,
maka kondisi superjenuh harus dikendalikan. Pada praktiknya, laju
pertumbuhan kristal yang besar terjadi pada larutan yang terlalu jenuh.
Akibatnya, pada kondisi yang sama, jumlah zat2 pengotor pun bertambah
banyak di dalam kristal yang dihasilkan.

Setelah unit kristalisasi, kristal dipisahkan dari cairan induk (mother


liquor), dan pelarut yang tersisa di “cake” kristal dibuang lewat
pencucian. Semakin kecil kristal yang dihasilkan dari unit kristalisasi,
maka akan semakin banyak pelarut yang terdapat di celah2 partikel
kristal (“cake”). Akibatnya, diperlukan lebih banyak cairan pencuci untuk
menghasilkan “cake” berkristal kecil. Oleh karena ini, kristal dalam
bentuk besar sangat diperlukan.
Sehingga secara garis besar bisa dikatakan bahwa kita perlu kristal yang
besar (untuk meminimalkan pencucian) yang tidak tumbuh terlalu cepat
(untuk meminimalkan zat pengotor di dalam kristal). Untuk inilah, maka
kondisi superjenuh, agar terbentuk kristal dan pertumbuhannya, harus
dikendalikan. Maka, unit kristalisasi di industri harus didesain untuk
beroperasi:

 di daerah meta stabil,


 pada kondisi superjenuh yang rendah,
 dengan waktu tinggal yang lama
Ssebagai tambahan, unit tersebut juga harus memiliki fitur untuk
melarutkan kembali partikel2 kecil dan untuk memisahkan produk yang
telah dihasilkan dari unit kristalisasi tersebut.

Menghasilkan superjenuh
Larutan superjenuh dapat dihasilkan dengan mengubah temperatur dan
komposisinya. Untuk ini diperlukan data kelarutan dan diagram fasa, yang
keduanya didapat melalui eksperimen. Gambar 3 menunjukkan metode
apa yang dapat digunakan untuk menghasilkan superjenuh.

Gambar 3. Cara menghasilkan larutan superjenuh (saturated liquid)

Mengendalikan ukuran kristal


Pembentukan inti dan pertumbuhan kristal tergantung dari jumlah
superjenuh. Superjenuh diperoleh ketika kita menurunkan temperatur
dari F (Gambar 4) ke titik M. Akan tetapi, titik M berada di zona tak stabil
yang akibatnya akan terbentuk partikel2 kecil dalam jumlah yang banyak.
Situasi ini jelas tidak diinginkan. Oleh karena itu, pembentukan
superjenuh harus dikontrol sehingga M berada di zona meta stabil. Seperti
ditunjukkan di Gambar 4, ada dua cara untuk menggeser M ke zona meta
stabil. Cara pertama adalah dengan hanya menurunkan temperatur dari F
ke daerah meta stabil. Cara kedua adalah dengan menambahkan pelarut.
Pada praktiknya, zona meta stabil ini sangatlah sempit dan tidak
diketahui. Akibatnya, pengendalian kedua cara ini sangatlah ketat. Kedua
cara ini – menaikkan temperatur dan menambah pelarut – mengakibatkan
penurunan produksi kristal (recovery).

Gambar 4. Menghasilkan pembentukan superjenuh

Cara lain adalah dengan mensirkulasi sebagian dari volume aktif unit
kristalisasinya. Sirkulasi yang bisa dilakukan adalah sirkulasi larutan induk
(mother liquor) atau larutan induk dengan partikelnya. Gambar 5
merangkum apa saja yang bisa dilakukan untuk mengendalikan
superjenuh.

Gambar 5. Mengendalikan pembentukan superjenuh


Gambar 6 menunjukkan pengendalian larutan jenuh dengan
mensirkulasikan larutan induknya. Umpan (F) dicampur dengan larutan
induk (ML) dan menghasilkan konsentrasi campuran, G. Campuran ini
kemudian diturunkan temperaturnya ke titik M. Lokasi G dan M
sedemikian rupa sehingga mereka ada di zona meta stabil untuk
menghindari kondisi superjenuh yang tinggi pada saat pembentukan
kristal. Kemudian, di vessel kristalisasi, pelarutnya dipisahkan melalui
pendinginan adiabatik sehingga konsentrasi di dalam vessel menjadi T.
Campuran padatan T ini kemudian disentrifugasi menghasilkan produk P
dan larutan induk ML.

Gambar 6. Pengendalian superjenuh dengan mensirkulasikan cairan induk


(Mother Liquor, ML)

Gambar 7 menunjukkan sirkulasi larutan induk dan partikel kristal


(sirkulasi magma). Umpan, F, dicampurkan dengan larutan dari vessel
kristalisasi, T, dan menghasilkan campuran G. Campuran G ini diturunkan
temperaturnya ke M. Titik M sama dengan titik T, dan sebagian dari T ini
dicampurkan dengan umpan F. Sisanya dikirim ke unit sentrifugal untuk
memisahkan kristal P dari larutan induk ML.
Gambar 7. Pengendalian superjenuh dengan mensirkulasikan sebagian
produk (sirkulasi magma)

Dari sudut pandang mass balance, kedua teknik sirkulasi ini sama. Akan
tetapi, dari sisi operasi, keduanya berbeda di dua hal. Pertama, di
sirkulasi ML, tidak ada kristal yang dicampurkan dengan umpan.
Sedangkan di sirkulasi T, terdapat kristal yang dicampurkan dengan
umpan. Intinya, sirkulasi ML menghasilkan cairan super jenuh dan
mengontakkannya dengan kristal yang sedang tumbuh. Sementara di
sirkulasi T, kristal yang sedang tumbuh dicampurkan dengan cairan yang
menjadi superjenuh. Akibatnya, distribusi ukuran partikel dari kedua
teknik ini akan berbeda.

Perbedaan kedua berhubungan dengan seberapa baik campuran yang


dihasilkan di vessel kristalisasi. Sirkulasi ML tergantung dari seberapa baik
klasifikasi larutan yang terdapat di vessel kristalisasi. Larutan ML harus
berupa larutan jernih yang bisa diambil dari bagian atas vessel.
Sementara sirkulasi T tidak memerlukan klasifikasi spt itu. Larutan ini
bisa diambil dari mana saja di vessel asalkan larutan di vessel tercampur
sempurna.

Sirkulasi ML (larutan tanpa kristal) bisa dengan mudah berubah menjadi


sirkulasi T (magma, larutan dengan kristal) jika terjadi perubahan operasi
yang menyebabkan larutan ML nya juga mengandung kristal. Alhasil, yang
kita sirkulasikan pun akan menjadi larutan T. Sehingga, dari sisi operasi,
sirkulasi T lebih mudah dikerjakan.

Gambar 8 menunjukkan jika kelarutan menurun dengan menurunnya


temperatur, maka proses kristalisasi akan dilakukan berdasarkan
penurunan temperatur atau penguapan adiabatik akibat penurunan
temperatur. Demikian sebaliknya jika kelarutan meningkat dengan
menurunnya temperatur (atau hampir tidak berpengaruh), maka proses
kristalisasi yang dipilih adalah yang menguapkan zat pelarut.

Gambar 8. Kriteria pemilihan proses kristalisasi berdasarkan data


kelarutan

Ada dua mekanisme tambahan yang juga digunakan untuk mengendalikan


ukuran partikel. Mekanisme tersebut adalah pelarutan partikel kecil (fine
dissolution) dan klasifikasi produk. Partikel2 yang berukuran lebih kecil
dari ukuran tertentu dapat dilarutkan dan dikembalikan ke unit
kristalisasi. Dengan cara ini, partikel2 kecil tersebut tidak dibiarkan
tumbuh tak beraturan di dalam unit kristalisasi dan terbawa bersama
produk slurrynya.

Klasifikasi produk di dalam unit kristalisasi membuat produk kristal


berukuran besar dapat terpisahkan dengan baik. Produk kristal berukuran
kecil harus tinggal lebih lama di dalam unit kristalisasi. Dengan demikian,
ukuran kristal yang kita peroleh dari unit kristalisasi dapat lebih homogen.

Berbagai tipe unit kristalisasi


Gambar 9 adalah gambar unit kristalisasi dengan sirkulasi paksa (forced
circulation crystallizer). Unit ini bekerja dengan:

 menggunakan penguapan atau pendinginan lewat penguapan untuk


menghasilkan superjenuh (jika heat exchanger dalam kotak merah
dihilangkan).
 Larutan di dalam unit kristalisasinya tercampur
 Menggunakan sirkulasi larutan induk dan kristal (sirkulasi magma)
untuk mengendalikan pembentukan superjenuh.
 Tidak memiliki mekanisme klasifikasi kristal (semuanya tercampur
aduk)
 Tidak memiliki mekanisme pelarutan kristal kecil

Gambar 9. Kristalisasi dengan proses penguapan dengan pemanasan atau


pendinginan adiabatic (jika heat exchangernya dibuang)

Gambar 10 menunjukkan unit kristalisasi dengan draft tube dan baffle.


Dari gambar tersebut kita bisa melihat mekanismenya sbb:

 menggunakan penguapan atau pendinginan lewat penguapan untuk


menghasilkan superjenuh.
 Larutan di dalam unit kristalisasinya tercampur
 Menggunakan sirkulasi larutan induk dan kristal (sirkulasi magma)
untuk mengendalikan pembentukan superjenuh.
 Biasanya memiliki mekanisme klasifikasi kristal dengan adanya
baffle. Kristal berukuran kecil akan terbawa ke atas dan masuk ke
zona pengendapan spt di gambar. Kristal berukuran besar akan
mengendap ke bawah dan keluar sebagai produk.
 Mekanisme pelarutan kristal kecil dilakukan jika larutan induk
dengan butir2 padatan di gambar tsb dicampurkan dengan pelarut
untuk melarutkan kristal2 kecil.
Gambar 10. Unit kristalisasi dengan draft tube dan baffle

Unit kristalisasi dengan pendingin spt ditunjukkan di Gambar 11 memiliki


mekanisme sbb:

 Menurunkan temperaturnya untuk menghasilkan superjenuh


 Larutan di unit kristalisasinya tercampur aduk dan memiliki sirkulasi
magma (larutan dan kristal)
 Tidak memiliki mekanisme pengeluaran produk berukuran tertentu
(klasifikasi ukuran partikel)
 Dengan adanya baffle, kristal berukuran kecil terbawa bersama
larutan induk (mother liquor) untuk dilarutkan kembali dengan
cairan pelarut.
Heat exchangernya adalah bagian yang memiliki temperatur terendah
sehingga akan sangat rentan oleh menumpuknya kristal. Oleh karena itu,
heat exchanger tersebut dioperasikan sedemikian rupa sehingga beda
temperature antara shell dan tubenya tidak lebih dari 5 – 10oC.
Gambar 11. Unit kristalisasi dengan baffle dan unit pendingin

Gambar 12 dan Gambar 13 menunjukkan unit kristalisasi Oslo atau unit


kristalisasi dengan klasifikasi produk. Unit kristalisasi Oslo ini memiliki
fitur2 spt:

 Menggunakan pendinginan, penguapan, atau penguapan adiabatik


lewat penurunan temperatur untuk menghasilkan superjenuh
 Memiliki mekanisme klasifikasi ukuran produk kristal
 Menggunakan sirkulasi larutan induk (mother liquor) untuk
mengendalikan pembentukan superjenuh
 Memiliki mekanisme pelarutan kristal kecil. Kristal2 kecil di bagian
atas akan terlarut dengan larutan induk.
Gambar 12. Unit kristalisasi Oslo (suspended crystallization) dengan
penguapan
Gambar 13. Unit kristalisasi Oslo (suspended crystallization) dengan
pendinginan

Konfigurasi unit kristalisasi Oslo ini dengan sendirinya memiliki


mekanisme pelarutan kristal kecil dan klasifikasi serta pengeluaran kristal.
Larutan yang terdapat di bagian atas memiliki kristal2 kecil. Penambahan
energi (Gambar 12) atau penambahan umpan (Gambar 13) akan
melarutkan kristal2 kecil tersebut. Produk kristal diambil di bagian bawah
di mana kristal telah berukuran besar.

Di semua unit kristalisasi Oslo, sirkulasi larutan induk memastikan bahwa


tidak ada kristal yang hancur sebagaimana yang terjadi di sirkulasi magma
(larutan dan kristal). Klasifikasi ukuran produk ini tetap saja sangat
sensitif dengan laju sirkulasi larutan induknya.

Kesimpulan
Beberapa situasi berikut ini patut dipertimbangkan dalam mendesain dan
mengoperasikan unit kristalisasi:

 Waktu tinggal haruslah cukup untuk memastikan derajat superjenuh


yang rendah, sehingga tidak banyak kristal kecil yang terbentuk
 Pengaruh perubahan waktu tinggal di masa depan patut
dipertimbangkan
 Perubahan kondisi operasi yang dapat mengubah waktu tinggal
secara signifikan harus dihindari.
 Laju sirkulasi harus cukup tinggi untuk mengendalikan pembentuk
superjenuh. Sebagai rule of thumb: jika pendinginan yang
digunakan, temperature turun tidak lebih dari 1-2oC, jika
penguapan yang digunakan, temperature naik tidak lebih dari 1-5oC,
jika penguapan adiabatic lewat penurunan temperature yang
digunakan, maka beda temperature uap-cairnya tidak lebih dari 1-5o
 Laju sirkulasi harus sesuai dengan keperluan tipe sirkulasi, apakah
sirkulasi larutan induk atau magma (larutan induk dan partikel)
 Jika sirkulasi magma yang digunakan, laju sirkulasi dan peralatan
prosesnya tidak boleh menyebabkan kristal hancur secara
berlebihan
 Jika sirkulasi larutan induk yang digunakan, perubahan di masa
depan yang dapat menyebabkan perubahan jenis sirkulasinya harus
diperhatikan
Secara umum, berdasarkan biaya investasi, unit kristalisasi dengan draft
tube dan baffle adalah yang termahal, kemudian Oslo, kemudian sirkulasi
paksa, lalu kristalisasi dengan heat exchanger pendingin. Secara khusus,
biaya investasi ini tergantung dengan spesifikasi dan aplikasi unit masing-
masing. Secara umum juga, biaya operasional unit kristalisasi
mendominasi keekonomian prosesnya.

Anda mungkin juga menyukai