Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


Tujuan utama dari praktikum ini adalah praktikan dapat mengaplikasikan konsep
pemisahan sistem solid-liquid dengan proses kristalisasi secara batch. Adapun tujuan
spesifik dari praktikum ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh suhu terhadap waktu pada proses kristalisasi

2. Mengetahui pengaruh waktu pengadukan terhadap yield kristal

3. Mengetahui pengaruh seeding terhadap yield kristal

1.2 Dasar Teori


1.2.1 Kristalisasi
Kristalisasi adalah salah salah satu teknik pemisahan campuran dimana
dalam suatu sistem dilakukan transfer massa zat terlarut dari larutan untuk
membentuk padatan berbentuk kristal (Kulkarni, 2015). Proses ini dapat terjadi
pada pembekuan air untuk membentuk es, pembentukan partikel salju yang berasal
dari gas, pembentukan partikel padat dari lelehan cairan, dan pembentukan
partikel padat dari sebuah larutan. Secara umum, proses kristalisasi dari sebuah
larutan merupakan suatu proses yang sangat penting. Pada prosesnya, terlarut
dibuat berkonsentrasi tinggi dan didinginkan hingga konsentrasi zat terlarut
menjadi lebih besar dari kelarutannya. Kemudian, akan terbentuk padatan kristal
dari larutan tersebut (Geankoplis, 1993).
Kristal merupakan susunan atom yang beraturan dan berulang dimana kristal
berbentuk kubik, tetragonal, orthohombik, heksagonal, monoklin, triklin dan trigonal. Salah
satu sifat penting kristal yang perlu diperhatikan adalah ukuran kristal individual dan
keseragaman ukuran kristal (kristal bulk) (Mc Cabe, 1999).
Pada proses kristalisasi komersial, yang diutamakan tidak hanya yield
dan kemurnian dari kristal. Namun, ukuran dan bentuk dari kristal juga
menjadi parameter yang begitu penting. Ukuran kristal yang seragam
diinginkan agar dapat meminimalkan pembentukan endapan pada wadah,

1
memudahkan saat penuangan larutan, dan memudahkan saat proses pencucian
dan penyaringan (Geankoplis, 1993).
1.2.2 Batch Crystallization
Batch Crystallization biasanya digunakan dalam industri kimia, farmasi,
fotografi, dan banyak lainnya sebagai proses pembuatan berbagai macam produk
kristal. Ada beberapa keuntungan terkait dengan penggunaan kristalisasi batch. Yaitu
peralatannya relatif sederhana dan fleksibel, dan membutuhkan tingkat perawatan
yang relatif rendah. Kristalisasi batch khususnya berlaku untuk sistem kimia yang
sulit untuk diproses. Yaitu, karena memiliki sifat beracun atau larutannya sangat
kental. Kristalisasi batch juga dapat digunakan untuk memeriksa sejumlah besar
variabel operasional dalam waktu singkat. Sistem yang sulit untuk dioperasikan
secara terus menerus dapat diteliti dengan cara yang lebih mudah dan efisien dengan
waktu plaksanaan dan investasi yang relatif minimum. Selain itu, jika proses
pertumbuhan kristal yang terjadi sangat lambat, proses batch lebih mudah dikontrol
untuk menghasilkan ukuran kristal yang lebih besar daripada proses kontinu. Selain
itu, kristalisasi batch juga dapat menghasilkan ukuran kristal yang lebih seragam
daripada kristalisasi yang tercampur dengan baik (Myerson, 2002).

1.2.3 Mekanisme Kristalisasi


Tujuan utama dari kristalisasi batch adalah untuk menghasilkan ukuran kristal
yang lebih besar dengan bentuk seragam dalam waktu tertentu. Kristalisasi dari
larutan terdiri dari dua tahapan, yaitu pembentukan inti kristal (nukleasi) dan
pertumbuhan kristal. Baik nukleasi maupun pertumbuhan kristal, keduanya
memerlukan kondisi supersaturasi dari larutan. Supersaturasi sendiri didefinisikan
sebagai perbedaan antara konsentrasi aktual dalam larutan dan konsentrasi fasa cair
secara termodinamika berkesetimbangan dengan fase padat. Keadaan supersaturasi
dapat diperoleh dengan perubahan suhu, pemisahan pelarut, dan penambahan bahan
tertentu (Nagy dkk, 2007).
Nukleasi merupakan permulaan dari proses kristalisasi dan meliputi awal dari
terbentuknya inti kristal baru. Saat larutan telah melebihi nilai kelarutannya dan
mengalami fase supersaturasi, maka molekulnya mulai bergabung dan membentuk
kluster/agregat. Kluster yang diproduksi pada tingkat supersaturasi tinggi umumnya
hanya akan membentuk partikel-partikel halus, sehingga tidak terkait pada
pertumbuhan kristal (Myerson, 2002). Sementara kluster yang terbentuk pada tingkat

2
supersaturasi rendah, akan membentuk kluster yang tidak stabil dan mudah terlarut
dalam larutan (Mulin, 2001).

Gambar 1.1 Penjelasan Kualitatif Miers tentang Kurva Kelarutan Kristalisasi (AB)
dan Kurva “Supersolubilitas” (CD)

Penjelasan kualitatif awal proses kristalisasi dijelaskan oleh Miers yang


mencoba menjelaskan mengenai pembentukan inti kristal dan kristal. Teori ini
ditunjukkan pada Gambar 1.1, di mana garis AB adalah kurva kelarutan normal. Jika
larutan pada titik a didinginkan hingga melintasi kurva kelarutan. Larutan tidak akan
mengkristal sampai telah mendingin ke beberapa titik b di mana proses kristalisasi
dimulai, dan konsentrasi larutan akan turun ke titik c jika tidak dilakukan pendinginan
lebih lanjut terhadap larutan tersebut. Kurva CD, yang disebut kurva supersolubilitas,
mewakili batas di mana pembentukan inti kristal dimulai secara spontan dan proses
pembentukan kristal akan dimulai. Awal mula pembentukan inti kristal akan
berlangsung di wilayah metastabil. Kecenderungan saat ini adalah menganggap
bahwa kurva supersolubilitas sebagai zona di mana laju pembentukan inti kristal
meningkat tajam. Dan titik d menunjukkan wilayah labil dimana kristal yang telah
terbentuk dapat terurai kembali. Sehingga, kesimpulan dari Teori Miers adalah
semakin besar tingkat jenuh larutan, maka akan semakin besar peluang pembentukan
kristal (Geankoplis, 1993).
Setelah inti kristal terbentuk nukleus yang berada dalam larutan akan terus tumbuh
semakin besar seiring waktu akibat penambahan molekul ion dari larutan yang
mengalami supersaturasi (Myerson, 2002). Dengan semakin meningkatnya dimensi
kristal, maka kecepatan pengendapan kristal akan meningkat pula, sehingga pemisahan
antara padatan dan cairan akan lebih mudah dilakukan (Tchobanoglous et al., 2014).
1.2.4 Faktor yang Memperngaruhi Pertumbuhan Kristal
Pertumbuhan kristal merupakan peristiwa bertambah besarnya ukuran kristal.
Pada kondisi supersaturasi yang tidak terlalu tinggi, pertumbuhan kristal menjadi

3
ukuran yang lebih besar cenderung terjadi daripada terjadinya nukleasi. Pada dasarnya
pertumbuhan adalah fenomena transfer massa dari fasa cair (larutan) ke fasa padat
(kristal). Oleh karena itu, secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi transfer
massa juga mempengaruhi pertumbuhan kristal. Berikut ini faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan kristal, yaitu:
a. Temperature
Pertumbuhan kristal pada temperatur tinggi dikontrol oleh difusi (diffusion
controlled), sedangkan pertumbuhan kristal pada temperatur rendah dikontrol oleh
surface integration.
b. Ukuran Kristal
Umumnya kecepatan pertumbuhan pada kristal yang berukuran kecil lebih
tinggi daripada kecepatan pertumbuhan pada kristal berukuran besar. Pada partikel
berukuran 200 μm – 2 mm, solution velocity sangat berperan. Partikel berukuran
lebih besar mempunyai kecepatan lebih besar. Oleh karena itu, pada pertumbuhan
yang dipengaruhi oleh difusi, semakin besar partikel maka semakin rendah
kecepatan pertumbuhannya.
c. Impurities
Impurities memberikan pengaruh yang cukup besar bagi pertumbuhan kristal.
Beberapa impurities dapat meningkatkan laju pertumbuhan, sedangkan beberapa
yang lainnya menghambat pertumbuhan. Beberapa impurities dapat mempengaruhi
pertumbuhan dalam jumlah yang sangat kecil, beberapa yang lain berpengaruh jika
jumlahnya cukup banyak. Impurities mempengaruhi pertumbuhan kristal dengan
berbagai macam cara. Impurities dapat mengubah sifat larutan, konsentrasi
kesetimbangan dan derajat supersaturasi, serta dapat pula mengubah karakteristik
lapisan adsorpsi pada permukaan kristal. Impurities dapat teradsorpsi pada
permukaan tertentu dari kristal kemudian menghambat pertumbuhan dari
permukaan itu.
d. Kelarutan dan Supersaturasi
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat
terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan
dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada
kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut
dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut (Effendi, 2003).

4
Sedangkan supersaturasi adalah keadaan dimana larutan mengandung
konsentrasi padatan terlarut yang lebih tinggi daripada konsentrasi kesetimbangan
(jenuh). Kristalisasi dapat terjadi hanya jika kondisi supersaturasi dapat dicapai.
Kondisi supersaturasi dapat dicapai dengan beberapa cara:
1. Penurunan suhu (dilakukan jika harga kelarutan berubah cukup signifikan
ketika suhu larutan diubah).

2. Penguapan (dilakukan jika ketergantungan kelarutan terhadap suhu kecil,


biasanya larutan sangat larut (very soluble).

3. Penambahan komponen ketiga (salting).

1.2.5 Jenis-Jenis Alat Kristalisasi


Alat-alat yang digunakan pada proses kristalisasi sangat beragam. Hal ini
disebabkan oleh sifat bahan dan kondisi pertumbuhan kristal yang sangat bervariasi,
Disamping itu, juga karena kristalisasi dilaksanakan untuk tujuan yang berbeda-beda
(pemisahan bahan, pemurnian bahan, pemberian bentuk). Alat-alat kristalisasi disebut
juga dengan kristalizer. Dalam alat ini, setiap persyaratan (konsentrasi, suhu, dan
gerakan) yang menunjang pertumbuhan inti atau benih kristal harus dipenuhi. Untuk
itu, pada umumnya diperlukan perlengkapan-perlengkapan untuk memungkinkan
perpindahan panas (pemanas, pendingin, penguapan) dan juga gerakan (pengadukan,
penggulingan, pengangkutan). Kristalisator biasanya dilengkapi dengan alat pemisah
(filtrasi) yang dipasang di belakang alat kristalisasi dan alat pengering. Jenis-jenis
kristalisator antara lain circulating magma vacuum crystallizer, circulating-liquid
evaporator crystallizer, oslo evaporative crystallizer, crystal vacuum crystallizer,
batch stirred tank crystallizer, dan sebagainya (Geankoplis, 1993).

Pertama, circulating-liquid evaporator crystallizer merupakan crystallizer yang


mengkombinasikan antara pendinginan dan evaporasi untuk mencapai kondisi
supersaturasi (larutan lewat jenuh). Kedua, oslo evaporative crystallizer merupakan
crystallizer yang dirancang berdasarkan adanya perbedaan suspensi yang mulai
terbentuk pada chamber of suspension. Dimana terdapat heat exchanger eksternal
yang bertujuan untuk membuat keadaan lewat jenuh pada suhu supersaturasinya.
Ketiga, crystal vacuum crystallizer merupakan suatu crystallizer dimana Feed
dicampur dengan cairan yang di recycle dipompa keruang penguap untuk diuapkan
secara adiabatic sehingga terjadi larutan lewat jenuh. Terakhir, batch stirred tank

5
crystallizer merupakan crystallizer yang dapat divariasikan terutama pada bagian
badan kristalisator yang dapat digunakan pengaduk atau tanpa pengaduk. Umumnya,
bila dilengkapi dengan pengaduk maka waktu yang diperlukan untuk menghasilkan
kristal akan lebih cepat (Geankoplis, 1993).
1.2.6 Kalium Dihidrogen Posfat
Kalium dihidrogen posfat (KDP) memiliki rumus kimia KH2PO4 , dengan
massa molarnya sebesar 136,08 g/mol, dan kelarutan di dalam air nya 22 gram /ml
pada suhu (200C). Densitas KDP sebesar 2,34 g/cm3, dan titik leburnya 253 0C dan
memiliki pH sebesar 4,4 (50g/l, H2O, 20 0C).

6
BAB 2
METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Alat dan Bahan


a. Gambar Alat

Larutan KDP

Gambar 2.1 Skema alat pembuatan larutan KDP

7
TEMPERATURE
INDICATOR

OVERHEAD
STIRRER

RTD
PT 100

CW Air
OUTLET
pendingin

CW
INLET Larutan
KDP

Larutan

Kristal KDP

Gambar 2.2 Skema alat proses kristalisasi

8
Udara
keluar

Udara
vakum

Filtrat
KDP

Gambar 2.3 Skema alat filtrasi kristal dangan keadaan vakum

Perangkat dan alat ukur yang digunakan dalam percobaan Batch Crystallization
berupa 1 set bejana kristalisasi (crystallizer),1 set overhead stirrer, 1 set RTD Pt 100
probe, 1 set temperature indicator,1 buah hot plate stirrer, 1 buah magnetic stirrer
bar, 2 buah beaker glass 600 ml, 3 buah beaker glass 100 ml, 2 buah termometer, 1
buah corong buchner, 1 buah vacuum erlenmeyer,1 buah pompa vakum, 1 set cooling
water system,1 buah kaca arloji, 1 buah spatula dan 3 buah pengaduk kaca.
b. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum Batch Crystallization adalah
aquadest, Kalium Dihidrogen Phospat (KDP) dan kertas saring.

2.2 Prosedur Percobaan


2.2.1. Pembuatan Larutan
Larutan KDP dibuat sesuai dengan solubilitasnya pada suhu 30°C. Setelah itu,
diaduk dan dipanaskan hingga suhunya 60°C hingga kristal KDP terlarut sempurna.
Proses pengadukan dan pemanasan dilakukan selama kurang lebih 15 menit.

9
2.2.2. Kristalisasi
Dimasukkan larutan KDP dengan suhu 60°C ke dalam crystallizer. Kemudian
larutan dibiarkan sampai suhu larutan mencapai 40°C. Proses kristalisasi dimulai
ketika suhu larutan 40°C. Setelah suhu larutan 40°C, pengadukan diatur 400 rpm, air
pendingin dialirkan ke dalam jacket crystallizer dan suhu larutan dicatat setiap 30
detik. Ketika suhu larutan KDP telah turun hingga 30°C, seed dimasukkan kedalam
crystallizer sesuai variabel yang ditentukan (1 gram dan 2 gram). Proses kristalisasi
berlangsung sampai larutan tidak lagi mengalami penurunan suhu. Setelah proses
kristalisasi selesai, kristal yang terbentuk dikeluarkan dari crystallizer. Selanjutnya
kristal yang terbentuk yang masih mengandung air, dihisap menggunakan pompa
vacuum sehingga kadar air nya berkurang. Lalu, kristal yang terbentuk didiamkan
dalam desikator selama 1 hari.. Tujuannya adalah menghilangkan kadar air yang
terkandung pada kristal tersebut. Kemudian ditimbang untuk didapatkan massanya.
Untuk kristalisasi dengan variabel waktu, dimasukkan larutan KDP ke dalam 3
gelas beaker 100 mL yang berbeda. Larutan didinginkan sampai suhu larutan
mencapai 400C kemudian dimasukkan ke dalam wadah berisi air dengan suhu 190C.
Lalu, dilakukan pengadukan secara manual dengan variabel waktu untuk masing-
masing sampel selama 10 menit, 20 menit dan 30 menit. Saat suhu larutan mencapai
300C dimasukkan seed sebanyak 1 gram ke dalam ketiga gelas beaker yang berbeda
kemudian diaduk. Setelah pengadukan mencapai waktu yang ditentukan, kristal yang
terbentuk yang masih mengandung air, dihisap menggunakan pompa vacuum
sehingga kadar air nya berkurang. Lalu, kristal yang terbentuk didiamkan dalam
desikator selama 1 hari.. Tujuannya adalah menghilangkan kadar air yang terkandung
pada kristal tersebut. Kemudian ditimbang untuk didapatkan massanya.

10
2.3 Diagram Alir
2.3.1. Kristalisasi menggunakan Crystallizer

Mulai

Menyiapkan alat dan bahan

menghaluskan padatan KDP

menimbang padatan KDP

Padatan KDP

Membuat larutan jenuh KDP sesuai dengan


solubilitasnya pada suhu 300C

Memasukkan larutan panas KDP


ke dalam crystallizer (T>50°C)

Saat suhu larutan mencapai 40°C, alirkan


air pendingin ke dalam jacketed dan
kecepatan pengadukan 400 rpm

Mencatat suhu larutan setiap 30 detik hingga


suhu larutan sama dengan suhu air pendingin

Pada saat suhu kristalisasi mencapai


30°C, masukkan 1 gr seed kristal

11
1

Menghentikan proses kristaliasi pada


saat larutan KDP tidak lagi mengalami
penurunan suhu (konstan)

Menyaring kristal
yang terbentuk

Mengeringkan kristal yang diperoleh di


dalam desikator untuk menghilangkan
kadar air yang masih tersisa

Menimbang kristal

Merapikan seluruh
alat eksperimen

Data percobaan yang


didapatkan dengan 1 gr
seed = 14,79 gr dan 2 gr
seed = 17,29 gr

Selesai

Gambar 2.4 Diagram Alir Prosedur Kerja Pertama

12
2.3.2. Kristalisasi dengan Variasi Waktu Pengadukan

Mulai

Menyiapkan alat dan bahan

menghaluskan padatan KDP

menimbang padatan KDP

Padatan KDP

Membuat larutan jenuh KDP sesuai dengan


solubilitasnya pada suhu 30°C.

Menyiapkan 3 beaker glass 100 ml

Memasukkan larutan KDP ke


dalam beaker glass 100 ml masing-
masing sebanyak 100 ml

Saat suhu larutan mencapai 40°C, rendam


beaker glass yang berisi larutan KDP ke wadah
yang berisikan air dingin dengan suhu 19°C

Mengaduk ketiga larutan dengan kecepatan


konstan dan seragam dengan variasi waktu 10
menit, 20 menit, dan 30 menit

13
2

Memasukkan 1 gr seed
Kristal KDP saat suhu
larutan mecapai 30°C

Mengeringkan kristal yang diperoleh di


dalam desikator untuk menghilangkan
kadar air yang masih tersisa

Menimbang kristal

Merapikan seluruh
alat eksperimen

Data percobaan yang


didapatkan dengan waktu 10
menit = 3,22 gr, waktu 20
menit = 4,18 gr dan waktu 30
menit =6,47 gr

Selesai

Gambar 2.5 Diagram Alir Prosedur Kerja Kedua


2.4 Variabel Percobaan
Pada percobaan Batch crystallization dengan prosedur pertama yang
menggunakan crystallizer, variabel yang digunakan yaitu jumlah seed sebanyak 1
gram dan 2 gram KDP, suhu air pendingin 190C, dan kecepatan pengadukan 400 rpm.
Sedangkan pada percobaan dengan prosedur kedua variabel yang digunakan yaitu

14
waktu pengadukan selama 10 menit, 20 menit dan 30 menit, suhu air pendingin 190C,
dan penambahan seed KDP sebanyak 1 gram.

15
BAB 3
HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Perhitungan


Setelah dilakukan praktikum Batch Crystallization, diperoleh data hasil analisis
dan hasil perhitungan sebagai berikut:
3.2.1. Kondisi Operasi
Tabel 3.1 Suhu dan Tekanan Operasi
Solubilitas
Suhu Operasi (oC) Tekanan Operasi (atm)
(gr KDP / 100 ml H2O)
30 1 27.8

3.2.2. Data Hasil Perhitungan


Tabel 3.2 Data Perhitungan Yield
% Yield % Yield
No Variabel Percobaan
eksperimen teoritis

1. Penambahan seed 1 gram 16.53 21.94

2. Penambahan seed 2 gram 18.3 21.94

3. Waktu pengadukan 10 menit 4.388 5.838

4. Waktu pengadukan 20 menit 7.84 12.688

5. Waktu pengadukan 30 menit 16.08 17.716

3.2 Pembahasan
Praktikum Batch Crystallization dilakukan dengan tujuan untuk mengaplikasikan
konsep pemisahan sistem solid-liquid dengan proses kristalisasi secara batch. Pada
percobaan ini dilakukan 2 prosedur kristalisasi. Pada prosedur pertama digunakan
variabel berupa jumlah seed yang ditambahkan ke dalam larutan, yaitu sebanyak 1
gram dan 2 gram menggunakan crystallizer dengan laju pengadukan 400 rpm dan
suhu air pendingin 19°C. Pada prosedur pertama diperoleh data massa kristal yang
terbentuk dan perubahan suhu larutan setiap 30 detik. Pada prosedur kedua digunakan
variabel berupa waktu pengadukan, yaitu 10 menit, 20 menit, dan 30 menit dengan

16
laju pengadukan dibuat seragam pada beaker glass yang direndam pada air pendingin
dengan suhu 19°C. Pada prosedur kedua diperoleh data berupa massa kristal yang
terbentuk. Dari data hasil analisis yield kristal, dilakukan perhitungan %yield kristal
eksperimen dan %yield kristal teoritis. Kemudian diperoleh data persentase %yield
kristal eksperimen dan %yield kristal teoritis pada tabel 3.6. Berdasarkan data
tersebut, dapat diketahui bahwa %yield yang diperoleh dari percobaan ini lebih kecil
dari nilai %yield teoritisnya. Hal ini terjadi karena proses kristalisasi tidak
berlangsung sempurna hingga masih tersisa larutan supersaturasi. Akibatnya,
pertumbuhan kristal terhambat dan hingga tahap akhir kristalisasi tidak semua partikel
membentuk kristal (Geankoplis, 1993). Kondisi ini dapat disebabkan oleh faktor laju
air pendingin maupun suhu air pendingin. Semakin tinggi laju air pendingin yang
digunakan maka semakin cepat pula proses pertumbuhan kristal. Demikian juga
dengan suhu air pendingin. Semakin besar gradien suhu antara air pendingin dengan
larutan maka semakin cepat pula proses pertumbuhan kristal (Mullin, 2001). Oleh
karena itu, dibutuhkan laju air pendingin yang lebih besar untuk mengoptimalkan
pertumbuhan kristal. Selain itu, proses pengadukan juga dapat mempercepat
pertumbuhan kristal karena pengadukan dapat mengoptimalkan transfer massa pada
larutan dan transfer panas pada larutan dan air pendingin. Sedangkan pada prosedur
kerja kedua %yield eksperimen juga lebih kecil daripada %yield teoritis karena proses
kristalisasi tidak mencapai tahap akhir, dimana kristalisasi seharusnya menyisakan
larutan jenuh. Hal ini bisa disebabkan karena waktu pengadukan yang singkat, yaitu
10 menit, 20 menit, dan 30 menit dengan laju pengadukan yang cenderung lambat.
Sehingga dibutuhkan waktu lebih lama untuk proses pertumbuhan kristal hingga
mencapai titik akhir. Dengan demikian dapat disimpulkan dengan laju pengadukan
yang cukup lambat selama 30 menit, proses kristalisasi belum mencapai titik akhir.
Berdasarkan hasil percobaan pada kedua prosedur tersebut, dapat dibuat grafik
analisis data sebagai berikut:

17
3.2.1. Grafik Hubungan Yield terhadap Penambahan Seed
21

18

15

Yield (gram)
12

0
1 2
Seed (gram)

Gambar 3.1 Grafik Hubungan Yield terhadap Penambahan Seed


Berdasarkan Gambar 3.1, dapat disimpulkan bahwa semakin banyak seed
kristal yang ditambahkan maka semakin banyak pula kristal yang terbentuk. Hal
ini dikarenakan penambahan seed akan mempercepat proses pertumbuhan kristal.
Seed yang ditambahkan akan berperan sebagai inti kristal sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan kristal. Seed berperan sebagai induk kristal sehingga
semakin banyak seed yang digunakan, semakin besar pula pertumbuhan kristal
yang terjadi. Dengan demikian yield yang diperoleh juga akan semakin besar.
Teknik seeding merupakan salah satu upaya optimalisasi proses kristalisasi untuk
mendapatkan kristal dengan jumlah yang lebih banyak, karena penambahan seed
akan mendorong proses nukleasi sekunder. Seed akan berfungsi sebagai induk
kristal, sumber terbentuknya inti sekunder dan akan menginduksi pembentukan
kristal menjadi lebih banyak (Myerson, 2002).

18
3.2.2. Grafik Hubungan %Yield terhadap Suhu Akhir Larutan
18
16
14
12

%Yield
10
8
6
4
2
0
21.2 23.4 27.1
Suhu Akhir (°C)

Gambar 3.2 Grafik Hubungan %Yield terhadap Suhu Akhir Larutan


Berdasarkan Gambar 3.2, dapat diketahui bahwa semakin rendah suhu
akhir larutan dalam proses kristalisasi, maka semakin besar pula yield kristal
yang terbentuk. Pembentukan kristal disebabkan oleh keadaan supersaturasi
sebuah larutan. Jika konsentrasi suatu partikel pada pelarutnya melebihi nilai
kelarutannya pada suhu tertentu, maka larutan akan berada dalam kondisi
supersaturasi sehingga dapat terbentuk kristal (Mullin, 2001). Untuk larutan
KDP, semakin rendah suhu larutan maka semakin rendah pula nilai kelarutan
KDP di dalam air. Dengan demikian, semakin rendah suhu larutan semakin
banyak partikel KDP yang tidak dapat larut di dalam air. Partikel-partikel KDP
tersebut akan membentuk kristal karena pelarut sudah tidak lagi dapat melarutkan
partikel KDP melebihi nilai kelarutannya pada suhu tertentu. Sehingga, semakin
rendah suhu larutan semakin sedikit padatan KDP yang dapat larut dalam air.
Dengan demikian, semakin banyak pula padatan KDP yang akan membentuk
kristal.

19
3.2.3. Grafik Hubungan Yield terhadap Waktu Pengadukan
6
5

Yield (gram)
4
3
2
1
0
10 20 30
Waktu (menit)

Gambar 3.3 Grafik Hubungan Yield terhadap Waktu Pengadukan


Berdasarkan Gambar 3.3, kristal sudah terbentuk dalam waktu 10 menit
pengadukan. Pertumbuhan kristal mengalami peningkatan yang cukup besar dari
rentang 20-30 menit pengadukan. Sedangkan pada 20 menit pertama,
pembentukan kristal cenderung lambat. Hal ini dikarenakan pada tahap awal
terjadi pembentukan inti kristal sehingga pembentukan kristal cenderung lambat.
Kemudian setelah inti kristal terbentuk, akan terjadi pertumbuhan kristal disertai
pembentukan inti kristal baru, sehingga laju pembentukan kristal meningkat.
Semakin lama proses kristalisasi terjadi, semakin besar tumbukan antara kristal
yang sudah ada, sehingga pertumbuhan kristal akan terus berlanjut dan
menghasilkan yield kristal yang semakin besar. Proses pengadukan meningkatkan
gaya gerak yang bekerja pada partikel-partikel di dalam larutan (Setyo, 2003).
Akibatnya, akan terjadi transfer massa secara acak yang mengakibatkan
tumbukan antara partikel-partikel inti kristal. Tumbukan atau interaksi antar
partikel tersebut akan menginisiasi pertumbuhan kristal pada inti-inti kristal yang
sudah ada maupun pembentukan inti-inti kristal baru. Pengadukan dapat
memaksimalkan kontak atau tumbukan antar kristal sehingga pertumbuhan kristal
menjadi optimal. Namun di sisi lain, pengadukan juga dapat mengakibatkan
kristal yang terbentuk larut kembali. Oleh sebab itu suhu larutan harus terkontrol
dengan menjaga suhu air pendingin tetap konstan selama proses kristalisasi
berlangsung. Dalam percobaan ini, suhu larutan juga terus turun karena adanya
proses pendinginan sehingga nilai kelarutan KDP juga semakin kecil setiap
waktu. Dengan demikian, semakin lama proses kristalisasi berlangsung, semakin
banyak pula kristal yang mungkin terbentuk karena nilai kelarutan yang semakin

20
kecil seiring dengan penurunan suhu yang disebabkan oleh pendinginan
(Geankoplis, 1993).

21
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan praktikum batch crystallization didapatkan beberapa
kesimpulan yaitu :
1. Pada praktikum batch crystallization dapat diketahui bahwa penambahan seed 2
gram menghasilkan yield yang lebih besar dibandingkan dengan penambahan
seed 1 gram. Untuk penambahan seed sebesar 1 gram nilai %yield sebesar
16.53%, untuk penambahan seed sebesar 2 gram nilai %yield sebesar 18.3%.
2. Pada praktikum batch crystallization dapat diketahui bahwa hubungan antara
suhu terhadap waktu menunjukkan perubahan secara eksponensial.
3. Dapat diketahui bahwa semakin lama waktu pengadukan maka akan
menghasilkan yield yang semakin besar juga. Didapatkan nilai %yield pada
waktu 10 menit sebesar 7.98%, pada waktu 20 menit sebesar 11.43%, pada waktu
30 menit sebesar 19.67%

4.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum batch crystallization kedepannya adalah :
1. Saat membilas alat crystallizer harus sangat diperhatikan agar kristal yang
dihasilkan tidak tertinggal pada alat.
2. Perlu diperhatikan suhu air pendingin agar tetap dijaga konstan.

22
DAFTAR PUSTAKA
Geankoplis, C. (1993). “Transport Processes and Separation Process Principles
(Includes Unit Operations)”, 3th Edition, Prentice Hall, New Jersey.
McCabe, W., Smith, J.C., and Harriot, P., 1999, “Unit Operation of Chemical
Engineering”. United States of America: McGraw Hill Book
Mullin, J.W. (2001). Crystallization. 4th edition. Butterworth-Heinemann, Oxford.
Myerson. Allan S. (2002). “Handbook of Industrial Crystallization”, 2th Edition,
Butterworth-Heinemann, Wildwood Ave.
Nagy, K.Z., Chew, W.J., Fujiwara, M., & Braatz, D.R. (2007). “Comparative
Performance of Concentration and Temperature Controlled Batch
Crystallizations”. Process Control, 18, 399-407.
Pinalia, Anita. (2011). “Penentuan Metode Rekristalisasi yang Tepat untuk
Meningkatkan Kemurnian Kristal Amonium Perklorat (AP)”. Majalah Sains
dan Teknologi Dirgantara, Vol. 6, 64-70.
Setyo, P., Siswanto, W., & Ilham S.H. (2003). “Studi Eksperimental Pemurnian
Garam NaCl Dengan Cara Rekristalisasi”. Unitas, 11, 1-2.
Tchobanoglous, G., Stensel, H.D., Tsuchihashi, R., Burton, F., Abu-Orf, M.,
Bowden, G. dan Pfrang, W. (2014). Metcalf & Eddy: Wastewater Engineering,
Treatment and Resource Recovery. 5th edition: Mc Graw Hill Education, New
York.

23
LAMPIRAN
Cara Perhitungan
 Solubilitas KDP pada temperatur 30 0C berdasarkan data referensi yaitu
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐾𝐷𝑃 𝑔𝑟𝑎𝑚
sebesar 27.8 100 𝑚𝐿 𝐻2𝑜 dan densitas air sebesar 0.99546 .
𝑚𝐿

 Menghitung kebutuhan KDP pada 300 mL aquadest


27.8 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐾𝐷𝑃 𝑥
=300 𝑚𝐿 𝐻2𝑂 , 𝑥 = 83.4 𝑔𝑟𝑎𝑚
100 𝑚𝐿 𝐻2𝑂

 Menghitung yield kristal aktual dengan seed 1 gram KDP


𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 − 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑒𝑑
%𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = × 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐾𝐷𝑃 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
14.79 − 1
%𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = × 100%
83.4

13.79
%𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = × 100%
83.4

%𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = 16.53%

 Menghitung yield kristal teoritis


𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 − 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖
%𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = × 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠

83.4 − 65.1
%𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = × 100%
83.4

%𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = 21.94%

24
Pembagian Tugas

Penanggung
No Tugas
Jawab
1. Menyiapkan alat dan bahan Semua
2. Menyusun peralatan eksperimen sesuai skema alat Mirzan
3. Membuat larutan jenuh KDP sesuai dengan solubilitasnya Priscylia, Lala
Memanaskan larutan jenuh KDP hingga 60°C selama kurang Velia, Nur
4.
lebih 15 menit dan memasukkannya ke dalam crystallizer Aini
Memulai proses kristalisasi (pada suhu 40°C) dengan
5. mengatur pengadukan dan mengalirkan air pendingin sesuai Mirzan, Lala
dengan variabel yang telah ditentukan
Mencatat suhu larutan setiap 30 detik hingga suhu larutan
6. sama dengan suhu air pendingin (kurang lebih 20°C) selama Priscylia
2 jam
Memasukkan 1 gram seed kristal KDP pada saat suhu
7. Velia
kristalisasi mencapai 30°C
Mengeluarkan larutan dan kristal yang terbentuk
Nur Aini,
8. menggunakan kertas saring, corong Bunchner, dan pompa
Mirzan
vakum
Mengeringkan kristal yang telah diperoleh ke dalam
9. desikator dan menimbang kristal menggunakan neraca Velia, Priscylia
analitik
10. Merapikan dan membersihkan alat eksperimen Semua

25
Data Eksperimen

3.2.3. Data Literatur

Solubilitas
Suhu Operasi (oC) Tekanan Operasi (atm)
(gr KDP / 100 ml H2O)
30 1 27.8

3.2.4. Data Eksperimen


3.1. Pengamatan Pertumbuhan Kristal
Variabel : Suhu air pendingin 19 °C,
1 gram seed KDP
Waktu Pengadukan Suhu Akhir Larutan Massa Kristal
(°C)
10 menit 27.1 2.22 gram
20 menit 23.4 3.18 gram
30 menit 21.2 5.47 gram

3.2. Pengamatan Perubahan Suhu Larutan


Variabel : Seed KDP sebanyak 1 gram dan 2 gram
Laju pengadukan 400 rpm
Suhu air pendingin 19 °C

Penambahan 1 gram seed Penambahan 2 gram seed


Waktu
No Massa Kristal Massa Kristal
(detik) Suhu (°C) Suhu (°C)
(gram) (gram)
1. 30 39.4 39.6
2. 60 38.1 37.9
3. 90 36.6 36.0
4. 120 34.6 34.0
5. 150 32.6 32.4
6. 180 30.6 30.9
7. 210 29.0 29.6
8. 240 27.8 28.4
9. 270 26.7 14.79 27.3 17.29
10. 300 25.7 26.5
11. 330 24.7 25.6
12. 360 24.0 24.8
13. 390 23.4 24.1
14. 420 22.8 23.6
15. 450 22.3 23.0
16. 480 21.8 22.6
17. 510 21.6 22.0

26
18. 540 21.2 21.6
19. 570 20.9 21.4
20. 600 20.7 21.0
21. 630 20.5 20.9
22. 660 20.3 20.7
23. 690 20.1 20.5
24. 720 20 20.3
25. 750 19.9 20.1
26. 780 19.6 20.0
27. 810 19.5 19.9
28. 840 19.3 19.8
29. 870 19.2 19.6
30. 900 19.1 19.4
31. 930 19.1 19.3
32. 960 19.1 19.2
33. 990 19.1 19.1
34. 1200 19.1 19.1

27

Anda mungkin juga menyukai