PENDAHULUAN
II.1. Pengertian
Kristalisasi dapat terjadi dari 3 macam fasa yaitu pembentukan partikel-partikel
padat kristalin dari fasa uap, dari solute suatu larutan ataupun dari suatu lelehan-melt.
Kristalisasi dapat dilakukan dengan pendinginan, penguapan solven, atau penambahan
solven tertentu.
Kristalisasi dari larutan bertujuan memisahkan suatu solute dari larutan multi
komponen sehingga didapat produk dalam bentuk kristal yang lebih murni, sehingga
kristalisasi sering dipilih sebagai salah satu cara pemurnian karena lebih ekonomis.
1. Primary Nukleus
Proses pembentukan inti kristal ini dapat terjadi pada saat larutan telah mencapai
derajat supersaturasi yang cukup tinggi. Nukleasi primer dapat terjadi lewat dua
cara:
Homogen Nukleus
Nukleus disini pembentukannya spontan pada larutan dengan supersaturasi
tinggi, artinya nukleus terbentuk karena penggabungan molekul-molekul
solute sendiri
Heterogen Nukleus
Pembentukan inti kristalnya masih dalam supersaturasi tinggi, namun
dapat dipercepat dengan adanya partikel-partikel asing seperti debu dan
sebagainya.
2. Secondary Nukleus (Contact Nucleation)
Pembentukan inti kristal dengan akibat dari tumbukan (contact) antar kristal
induk ataupun tumbukan antara kristal induk dengan impeler pengaduk,
tumbukan dengan dinding kristaliser ataupun gesekan permukaan kristal induk
dengan larutan.
Jumlah inti kristal yang terbentuk dapat dinyatakan dengan persamaan :
N = (a) (L)b (C)c (P)d
dimana :
N : jumlah nuklei (inti kristal) yang terbentuk (jumlah/jam)
L : ukuran kristal induk (mm)
C : derajat supersaturasi larutan (mole/lt) atau (oC)
P : power dari pengaduk (HP)
a,b,c,d : konstanta-konstanta
Jika :
1. L >>> maka jumlah kristal yang terbentuk juga semakin besar, krisatal makin
besar menyebabkan kemungkinan tumbukan semakin banyak. Pecahan
bagian kecil dari kristal menyebabkan terbentuknya inti kristal.
2. C >>> maka jumlah kristal yang terbentuk juga semakin banyak. Derajat
supersaturasi makin besar maka semakin besar pula kemungkinan terbentuk
inti kristal baru.
3. P >>> maka gaya gesekan partikel larutan atau tumbukan juga semakin besar
sehingga kemungkinan terjadinya pecahan partikel semakin besar, maka inti
kristal yang terbentuk juga semakin besar jumlahnya.
Teori Miers : dalam percobaannya, Miers membuat larutan supersaturasi
melalui pendinginan larutan belum jenuh (titik a), setelah melewati kurva
saturasi A-B larutan menjadi supersaturasi dan dalam grafik dinamai daerah
metastabil. Pada tingkat supersaturasi tertentu, kristalisasi mulai terjadi berupa
terbentuknya inti kristal primer (titik b). Oleh Miers titik-titik dimana mulai
terbentuk inti kristal primer ini dinamai supersolubility curve. Inti-inti kristal
yang selanjutnya tumbuh dengan menempelnya solute dipermukaannya sehingga
konsentrasi solute dalam larutan akan turun (dari b ke c). Oleh Miers, daerah
supersaturasi tinggi dimana inti kristal primer dapat terbentuk disebut daerah
labil.
Dalam industri, pembentukan inti primer tidak diinginkan, karena
cenderung membuat produk kristal berukuran kecil-kecil. Lebih umum
digunakan metoda inti sekunder dengan cara menambahkan bibit kristal (seed)
kedalam larutan dengan tingkat supersaturasi yang rendah atau sedikit lewat
jenuh. Seed ini berfungsi sebagai induk kristal, sumber terbentuknya inti
sekunder.
Untuk sistem kontinyu seeding hanya sekali disaat start up sedang untuk sistem
batch seeding dilakukan tiap batch.
3. Pertumbuhan Kristal
Umumnya kristal yang berukuran > 100 mikron kecepatan tumbuhnya tidak
tergantung pada ukuran dan dapat dinyatakan dengan :
r = a (C)b
di mana :
r : kecepatan tumbuhnya Kristal ( mm/jam)
C : derajat saturasi (mol/L)
a,b : konstanta
Derajat saturasi (C) merupakan faktor terpenting dalam proses pertumbuhan
kristal. Larutan yang berderajat saturasi tinggi, perbedaan konsentrasi antara
permukaan kristal dengan permukaan akan tinggi sehingga kecepatan tumbuh
kristal juga semakin tinggi.
Dengan :
Cs : konsentrasi saturasi (jenuh)
C+: Konsentrasi supersaturasi (lewat jenuh)
C- : konsentrasi unsaturasi (belum jenuh)
CL1; CL1* menunjukkan pengaruh adanya pengadukan dalam larutan, sehingga
jarak diffusi lebih pendek, sebaliknya CL2; CL2 * menunjukkan tidak adanya
pengadukan sehingga jarak diffusi lebih jauh.
Untuk jenis MSMPR, kristal yang diperoleh mempunyai ukuran yang tidak
seragam sehingga diameter bervariasi mulai dari ukuran yang tidak terlihat sampai
diameter besar.
Jenis-Jenis Kristaliser
1. Oslo Surface Cooled Crystalizer
Kristaliser ini menggunakan sistem pendinginan dengan pendinginan feed (G) di
dalam cooler (H) untuk membuat larutan supersaturasinya. Kemudian larutan
supersaturasi ini dengan dikontakkan dengan suspensi kristal dalam ruangan suspensi
pada (E). Pada puncak ruang suspensi sebagian aliran larutan induk (D) dikeluarkan
untuk mengurangi jumlah inti kristal sekunder yang terlalu banyak terbentuk. Produk
slurry dikeluarkan dari bawah.
Gambar 4. Oslo Surface Cooled Crystallizer
Cooling
Jet Ejector
water 1