Anda di halaman 1dari 117

OBSTETRI GINEKOLOGI

1
LEVEL OF COMPETENCE 4A OBSGIN SKDI

No. Daftar Penyakit dan Ketrampilan Klinis Level

1. Pemeriksaan fisik umum termasuk pemeriksaan 4A


payudara (inspeksi dan palpasi)
2. Inspeksi dan palpasi genitalia eksterna 4A
3. Pemeriksaan spekulum: inspeksi vagina dan serviks 4A
4. Pemeriksaan bimanual: palpasi vagina, serviks, korpus 4A
uteri, dan ovarium
5. Pemeriksaan rektal: palpasi kantung Douglas, uterus, 4A
adneksa
6. Melakukan swab vagina 4A
7. Duh (discharge) genital: bau, pH, pemeriksaan 4A
dengan pewarnaan Gram, salin, dan KOH
8. Melakukan Pap’s smear 4A
9. Pemeriksaan IVA 4A
10. Penilaian hasil pemeriksaan semen 4A
11. Kurva temperatur basal, instruksi, penilaian hasil 4A
12. Pemeriksaan mukus serviks, Tes fern 4A
13. Melatih pemeriksaan payudara sendiri 4A
14. Insisi abses Bartholini 4A
15. Konseling kontrasepsi 4A
16. Insersi dan ekstraksi IUD 4A
17. Kontrasepsi injeksi 4A
18. Penanganan komplikasi KB (IUD, pil, suntik, implant) 4A
19. Identifikasi kehamilan risiko tinggi 4A
20. Konseling prakonsepsi 4A
21. Pelayanan perawatan antenatal 4A
22. Inspeksi abdomen wanita hamil 4A
23. Palpasi: tinggi fundus, manuver Leopold, penilaian posisi 4A
dari luar
24. Mengukur denyut jantung janin 4A
25. Pemeriksaan dalam pada kehamilan muda 4A
26. Pemeriksaan pelvimetri klinis 4A
27. Tes kehamilan 4A
28. Permintaan pemeriksaan USG obsgin 4A
29. Pemeriksaan USG obsgin (skrining obstetri) 4A
30. Pemeriksaan obstetri (penilaian serviks, dilatasi, 4A
membran, presentasi janin dan penurunan)
31. Menolong persalinan fisiologis sesuai Asuhan Persalinan 4A
Normal (APN)
32. Pemecahan membran ketuban sesaat sebelum 4A
melahirkan
33. Anestesi lokal di perineum 4A

152
34. Episiotomi 4A
35. Resusitasi bayi baru lahir 4A
36. Menilai skor Apgar 4A
37. Pemeriksaan fisik bayi baru lahir 4A
38. Postpartum: pemeriksaan tinggi fundus, plasenta: 4A
lepas/tersisa
39. Memperkirakan/mengukur kehilangan darah sesudah 4A
melahirkan
40. Menjahit luka episiotomi serta laserasi derajat 1 dan 2 4A
41. Insiasi menyusui dini (IMD) 4A
42. Kompresi bimanual 4A
43. Menilai lochia 4A
44. Palpasi posisi fundus 4A
45. Payudara: inspeksi, manajemen laktasi, masase 4A
46. Mengajarkan hygiene 4A
47. Konseling kontrasepsi/ KB pascasalin 4A
48. Perawatan luka episiotomi 4A
49. Perawatan luka operasi caesar 4A
50. Sindrom duh (discharge) genital (gonore dan nongonore)
Infeksi saluran kemih bagian bawah
Vulvitis
Vaginitis 4A
Vaginosis bakterialis
Salpingitis
51. Kehamilan normal 4A
52. Aborsi spontan komplit 4A
53. Anemia defisiensi besi pada kehamilan 4A
54. Abses folikel rambut atau kelenjar sebasea 4A
55. Mastitis 4A
56. Cracked nipple 4A
57. Inverted nipple 4A
Payudara

153
DAFTAR ISI

BAB I OBSTETRI

Materi Obstetri

1. Kehamilan, persalinan, dan nifas normal


A. Kehamilan Normal
B. Asuhan Persalinan Normal dan Perawatan Neonatal Esensial pada
saat Lahir
2. Kehamilan dan Persalinan dengan Penyulit Obstetri
A. Hiperemesis Gravidarum
B. Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan
C. Preeklampsia
D. Eklampsia
E. Abortus
F. Ketuban Pecah Dini (KPD)
G. Perdarahan Post Partum
H. Ruptur Perineum tingkat 1-2

Skill Obstetri

1. Checklist Anamnesis Kehamilan


2. Checklist Pemeriksaan Leopold
3. Checklist VT Obs
4. APN normal kala 2
5. Checklist APN normal kala 3

BAB II GINEKOLOGI

Materi Ginekologi

1. Pemeriksaan Ginekologi
2. Kelainan pada Organ Genitalia
A. Tumor Jinak Organ Genitalia
B. Infeksi pada Genitalia
3. Kelainan pada Payudara
A. Tumor pada Payudara
B. Mastitis
C. Inverted Nipple
D. Cracked Nipple
E. Restraksi Puting

154
Skill Ginekologi

1. Checklist Pemeriksaan Ginekologi (termasuk VT Gyn)


2. Checklist Anamnesis Payudara
3. Checklist Pemeriksaan Payudara

BAB III KONTRASEPSI

Materi Kontrasepsi

1. Konseling Kontrasepsi (termasuk materi pemilihan kontrasepsi)

Skill Kontrasepsi

1. Checklist Insersi dan ekstraksi IUD


2. Checklist kontrasepsi injeksi
3. Checklist kontrasepsi implan

Q.S. Al-Hadid ayat 2

Kepunyaan-Nya lah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia
Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. 57:2)

Q.S. Al-Hadid ayat 9

Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang (Al-Qur’an) supaya Dia
mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar
Maha Penyantun lagi Maha Penyayang terhadapmu. (QS. 57:9)

155
BAB I

OBSTETRI
MATERI OBSTETRI

KEHAMILAN, PERSALINAN, DAN NIFAS NORMAL

A. Kehamilan Normal

Tingkat Kemampuan : 4A

Masalah Kesehatan
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahir. Lama kehamilan normal 40
minggu dihitung dari hari pertama haid terahir (HPHT). Untuk menghindari terjadinya
komplikasi pada kehamilan dan persalinan, maka setiap ibu hamil dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan secara rutin minimal 4 kali kunjungan selama masa kehamilan.

Hasil Anamnesis (Subjective)


1. Haid yang terhenti
2. Mual dan muntah pada pagi hari
3. Ngidam
4. Sering buang air kecil
5. Pengerasan dan pembesaran payudara
6. Puting susu lebih hitam

Faktor Risiko
Pada kehamilan perlu diwaspadai hal-hal di bawah ini:
1. Bila pada kehamilan sebelumnya terdapat riwayat obstetrik sebagai berikut:
a. Lahir mati atau bayi mati umur < 28 hari
b. > 3 abortus spontan
c. Berat badan bayi < 2500 gram
d. Berat badan bayi > 4500 gram
e. Dirawat di rumah sakit karena hipertensi, preeklampsia atau eklampsia
f. Operasi pada saluran reproduksi khususnya operasi seksiosesaria
2. Bila pada kehamilan saat ini:
a. Usia ibu di bawah 16 tahun atau di atas 35 tahun
b. Ibu memiliki rhesus (-)
c. Ada keluhan perdarahan vagina
3. Bila ibu memiliki salah satu masalah kesehatan di bawah ini:
a. Diabetes Mellitus/ kencing manis
b. Penyakit jantung

156
c. Penyakit ginjal
d. Penyalahgunaan obat
e. Konsumsi rokok, alkohol dan bahan adiktif lainnya
f. Penyakit menular TB, malaria, HIV/AIDS dan penyakit menular seksual,
g. Penyakit kanker

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
Periksa tanda vital ibu (tekanan darah, nadi, suhu, frekuensi nafas), ukur berat badan, tinggi
badan, serta lingkar lengan atas (LLA) pada setiap kedatangan.

Pada trimester 1
1. LLA> 33 cm, maka diduga obesitas, memiliki risiko preeklampsia dan diabetes
maternal, memiliki risiko melahirkan bayi dengan berat badan lebih
2. LLA< 23 cm, maka diduga undernutrisi atau memiliki penyakit kronis, biasanya
memiliki bayi yang lebih kecil dari ukuran normal
3. Keadaan muka diperhatikan adanya edema palpebra atau pucat, mata dan
konjungtiva dapat pucat,kebersihan mulut dan gigi dapat terjadi karies dan periksa
kemungkinan pembesaran kelenjar tiroid.
4. Pemeriksaan payudara: puting susu dan areola menjadi lebih menghitam.
5. Pemeriksaan dada:perhatikan suara paru dan bunyi jantung ibu
6. Pemeriksaan ekstremitas: perhatikan edema dan varises

Pemeriksaan Obstetrik :
1. Abdomen:
a. Observasi adanya bekas operasi.
b. Mengukur tinggi fundus uteri (menggunakan pita ukur bila usia kehamilan >20
minggu).

c. Melakukan palpasi abdomen dengan manuever Leopold I-IV.


 Leopold I :
menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin yang terletak di fundus
uteri (dilakukan sejak awal trimester I)

157
 Leopold II :
menentukan bagian janin pada sisi kiri dan kanan ibu(dilakukan mulai akhir
trimester II)
 Leopold III :
menentukan bagian janin yang terletak di bagian bawah uterus (dilakukan
mulai akhir trimester II)
 Leopold IV :
menentukan berapa jauh masuknya janin ke pintuatas panggul (dilakukan
bila usia kehamilan >36 minggu)
d. Mendengarkan bunyi jantung janin (jika usia kehamilan > 16 minggu) (120-
160x/menit).
2. Vulva/vagina
a. Observasi varises,kondilomata, edema, haemorhoid atau abnormalitas lainnya.
b. Pemeriksaan vaginal toucher: memperhatikan tanda-tanda tumor.
c. Pemeriksaan inspekulo untuk memeriksa serviks,tanda-tanda infeksi,
ada/tidaknya cairan keluar dari osteum uteri.

Tinggi Fundus Uteri Sesuai Usia Kehamilan

Pemeriksaan Penunjang
1. Tes kehamilan menunjukkan HCG (+)
2. Pemeriksaan darah: Golongan darah ABO dan Rhesus pada trimester 1, Hb dilakukan
pada trimester 1 dan 3, kecuali bila tampak adanya tanda-tanda anemia berat.
3. Pemeriksaan lain: kadar glukosa darah dan protein urin sesuai indikasi.
4. Pada ibu hamil dengan faktor risiko, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan: BTA,
TORCH (toxoplasma, rubella, cytomegalo virus, herpes and others), sifilis, malaria
danHIV dilakukan pada trimester 1 terutama untuk daerah endemik untuk skrining
faktor risiko.
5. USG sesuai indikasi.

158
 Pemeriksaan USG direkomendasikan:
1. Pada awal kehamilan (idealnya sebelum usia kehamilan 15 minggu) untuk
menentukan usia gestasi, viabilitas janin, letak dan jumlah janin, serta deteksi
abnormalitas janin yang berat
2. Pada usia kehamilan sekitar 20 minggu untuk deteksi anomali janin
3. Pada trimester ketiga untuk perencanaan persalinan
 Lakukan rujukan untuk pemeriksaan USG jika alat atau tenaga kesehatan tidak
tersedia

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik/obstetrik, dan pemeriksaan
penunjang.
Tanda tak pasti kehamilan: Tes kehamilan menunjukkan HCG (+), mual, muntah, amenore.
Tanda pasti kehamilan:
1. Bunyi jantung janin/BJJ (bila umur kehamilan/UK> 8 minggu) dengan BJJ normal 120-
160 kali per menit,
2. Gerakan janin (bila UK> 12 minggu)
3. Bila ditemukan adanya janin pada pemeriksaan Ultrasonografi (USG) dan
pemeriksaan obstetrik.

Kehamilan normal apabila memenuhi kriteria dibawah ini:


1. Keadaan umum baik
2. Tekanan darah<140/90 mmHg
3. Pertambahan berat badan sesuai minimal 8 kg selama kehamilan (1 kg perbulan)
atau sesuai Indeks Masa Tubuh (IMT) ibu
4. Edema hanya pada ekstremitas
5. BJJ =120-160 x/menit
6. Gerakan janin dapat dirasakan setelah usia 18 -20 minggu hingga melahirkan
7. Ukuran uterus sesuai umur kehamilan
8. Pemeriksaan fisik dan laboratorium dalam batas normal
9. Tidak ada riwayat kelainan obstetrik.

Diagnosis Banding
1. Kehamilan palsu
2. Tumor kandungan
3. Kista ovarium
4. Hematometra
5. Kandung kemih yang penuh

159
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
1. Memberikan jadwal pemeriksaan berkala kepada calon ibu selama masa kehamilan

2. Memberikan nasihat dan petunjuk yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan,


kala nifas dan laktasi.
3. Tanda-tanda bahaya yang perlu diwaspadai: sakit kepala lebih dari biasa, perdarahan
per vaginam, gangguan penglihatan, pembengkakan pada wajah/tangan, nyeri
abdomen (epigastrium), mual dan muntah berlebihan, demam, janin tidak bergerak
sebanyak biasanya.
4. Pemberian makanan bayi, air susu ibu (ASI) eksklusif, dan inisiasi menyusu dini
(IMD).
5. Penyakit yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin misalnya hipertensi,
TBC, HIV, serta infeksi menular seksual lainnya.
6. Perlunya menghentikan kebiasaan yang berisiko bagi kesehatan, seperti merokok
dan minum alkohol.
7. Program KB terutama penggunaan kontrasepsi pascasalin.
8. Minum cukup cairan.
9. Peningkatan konsumsi makanan hingga 300 kalori/hari dari menu seimbang. Contoh:
nasi tim dari 4 sendok makan beras, ½ pasang hati ayam, 1 potong tahu, wortel
parut, bayam, 1 sendok teh minyak goreng, dan 400 ml air.
10. Latihan fisik normal tidak berlebihan, istirahat jika lelah.
11. Ajarkan metoda mudah untuk menghitung gerakan janin dalam 12 jam, misalnya
dengan menggunakan karet gelang 10 buah pada pagi hari pukul 08.00 yang
dilepaskan satu per satu saat ada gerakan janin. Bila pada pukul 20.00, karet gelang
habis, maka gerakan janin baik.

Medikamentosa
1. Memberikan zat besi dan asam folat (besi 60 mg/hari dan folat 250 mikogram 1-2
kali/hari), bila Hb<7,0 gr/dl dosis ditingkatkan menjadi dua kali. Apabila dalam follow
up selama 1 bulan tidak ada perbaikan, dapatdipikirkan kemungkinan penyakit lain
(talasemia, infeksi cacing tambang, penyakit kronis TBC)
2. Memberikanimunisasi TT(Tetanus Toxoid) apabila pasien memiliki risiko terjadinya
tetanus pada proses melahirkan dan buku catatan kehamilan.

160
Pada Ibu yang riwayat imunisasi tidak diketahui, berikan dosis vaksin (0,5 ml IM di lengan
atas) pemberian sesuai dengan tabel di berikut ini :

Jangan lupa untuk ingatkan ibu untuk melengkapi imunisasinya hingga TT5 sesuai
jadwal (tidak perlu menunggu sampai kehamilan berikutnya)

Dosis booster dapat diberikan pada ibu yang sudah pernah diimunisasi. Pemberian dosis
booster 0,5ml IM dan disesuaikan degan jumlah vaksinani yang telah diterima sebelumnya.
Sesuai dengan tabel di berikut ini.

Konseling dan Edukasi


1. Persiapan persalinan, meliputi: siapa yang akan menolong persalinan, dimana akan
melahirkan, siapa yang akan membantu dan menemani dalam persalinan,
kemungkinan kesiapan donor darah bila timbul permasalahan, metode transportasi
bila diperlukan rujukan, dukungan biaya.
2. Pentingnya peran suami dan keluarga selama kehamilan dan persalinan.
3. Jika ibu merasakan tanda – tanda bahaya kehamilan, harus di waspadai dan segera
mengunjungi pelayanan kesehatan terdekat. Tanda bahaya yang wajib diwaspadai :
a. Sakit kepala yang tidak biasanya
b. Keluarnya darah dari jalan lahir

161
c. Terjadi gangguan penglihatan
d. Pembengkakan pada wajah / tangan
e. Mual dan muntah yang berlebihan
f. Demam
g. Gerakan janin yang tidak biasanya atau cenderung tidak bergerak
3. Keluarga diajak untuk mendukung ibu hamil secara psikologis maupun finansial, bila
memungkinkan siapkan suami siaga
4. Dukung intake nutrisi yang seimbang bagi ibu hamil.
5. Dukung ibu hamil untuk menghentikan pemberian ASI bila masih menyusui.
6. Dukung memberikan ASI eksklusif untuk bayi yang nanti dilahirkan.
7. Siapkan keluarga untuk dapat menentukan kemana ibu hamil harus dibawa bila
adaperdarahan, perut dan/atau kepala terasa sangat nyeri, dan tanda-tanda bahaya
lainnya, tulis dalam buku pemeriksaan alamat rujukan yang dapat dituju bila
diperlukan.
8. Dengan pasangan ibu hamil didiskusikan mengenai aktifitas seksual selama
kehamilan. Aktifitas seksual biasa dapat dilakukan selama kehamilan, posisi dapat
bervariasi sesuai pertumbuhan janin dan pembesaran perut. Kalau ibu hamil merasa
tidak nyaman ketika melakukan aktifitas seksual, sebaiknya dihentikan. Aktifitas
seksual tidak dianjurkan pada keadaan:
a. riwayat melahirkan prematur
b. riwayat abortus
c. perdarahan vagina atau keluar duhtubuh
d. plasenta previa atau plasenta letak rendah
e. serviks inkompeten

Peralatan
1. Alat ukur tinggi badan dan berat badan
2. Meteran
3. Laenec atau Doppler
4. Tempat tidur periksa
5. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan tes kehamilan, darah rutin, urinalisa
dan golongan darah
6. Buku catatan pemeriksaan
7. Buku pegangan ibu hamil

Konsultasikan dan rujuk pada kunjungan trimester 1 bila ditemukan keadaan di bawah ini:
1. hiperemesis
2. perdarahan per vaginam atau spotting
3. trauma

Konsultasikan dan rujuk pada kunjungan trimester 2 bila ditemukan keadaan di bawah ini:
1. Gejala yang tidak diharapkan
2. Perdarahan pervaginam atau spotting
3. Hb selalu berada di bawah 7 gr/dl

162
4. Gejala preeklampsia, hipertensi, proteinuria
5. Diduga adanya fetal growth retardation (gangguan pertumbuhan janin)
6. Ibu tidak merasakan gerakan bayi

Konsultasikan dan rujuk pada kunjungan trimester 3 bila ditemukan keadaan di bawah ini:
1. Sama dengan keadaan tanda bahaya pada semester 2 ditambah
2. Tekanan darah di atas 130 mmHg
3. Diduga kembar atau lebih

B. Asuhan Persalinan Normal dan PerawatanNeonatal Esensial pada saat Lahir

Persalinan dan kelahiran dikatakan normal jika:


1. Usia kehamilan cukup bulan (37-42 minggu)
2. Persalinan terjadi spontan
3. Presentasi belakang kepala
4. Berlangsung tidak lebih dari 18 jam
5. Tidak ada komplikasi pada ibu maupun janin
Definisi Inpartu : merupakan tanda-tanda berlangsungnya proses persalinan yang ditandai
denga kenceng-kenceng yang sering dan teratur dengan nyeri dijalarkan dari pinggang ke
paha (HIS persalinan), pembukaan serviks, dan keluarnya bloody show.

Pada persalian normal, terdapat beberapa fase:


• Kala I dibagi menjadi 2 :
- Fase laten: pembukaan serviks 1 hingga 3 cm, sekitar 8,6 jam untuk primigravida
dan 5,3 jam untuk multigravida.
- Fase aktif: pembukaan serviks 4 hingga lengkap (10 cm), sekitar 4,6 jam untuk
primigravida dan 2,2 jam untuk multigravida.
• Kala II : pembukaan lengkap sampai bayi lahir, 1 jam pada primigravida, 2 jam pada
multigravida.
• Kala III : segera setelah bayi lahir sampai plasenta lahir lengkap, sekitar 30 menit.
• Kala IV : segera setelah lahirnya plasenta hingga 2 jam post-partum.

KALA I
Tatalaksana
1. Beri dukungan dan dengarkan keluhan ibu
2. Jika ibu tampak gelisah/kesakitan:
• Biarkan ia berganti posisi sesuai keinginan, tapi jika di tempat tidur
• sarankan untuk miring kiri.
• Biarkan ia berjalan atau beraktivitas ringan sesuai kesanggupannya
• Anjurkan suami atau keluarga memjiat punggung atau membasuh
• muka ibu
• Ajari teknik bernapas
3. Jaga privasi ibu. Gunakan tirai penutup dan tidak menghadirkan orang lain tanpa
seizin ibu.
4. Izinkan ibu untuk mandi atau membasuh kemaluannya setelah buang air kecil/besar

163
5. Jaga kondisi ruangan sejuk. Untuk mencegah kehilangan panas pada bayi baru lahir,
suhu ruangan minimal 250C dan semua pintu serta jendela harus tertutup.
6. Beri minum yang cukup untuk menghindari dehidrasi.
7. Sarankan ibu berkemih sesering mungkin.
8. Pantau parameter berikut secara rutin :
Kala I fase laten (Pengawasan 10)
1) Keadaan Umum
2) Tekanan darah
3) Nadi
4) Respirasi
5) Suhu
6) HIS
7) DJJ
8) PPV (cairan, tali pusat, bagian janin)
9) Bandle ring
10) Tanda-tanda Kala II

Kala I fase aktif

Penilaian dan Intervensi selama Kala I fase aktif

KALA II, III, DAN IV


Tatalaksana
Tatalaksana pada kala II, III, dan IV tergabung dalam 58 langkah APN yaitu:
Mengenali tanda dan gejala kala dua
1. Memeriksa tanda berikut:
• Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
• Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan/ atau vaginanya.
• Perineum menonjol dan menipis.
• Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.
Menyiapkan Pertolongan Persalinan
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial.
• Klem, gunting, benang tali pusat, penghisap lendir steril/DTT siap dalam
wadahnya
• Semua pakaian, handuk, selimut dan kain untuk bayi dalam kondisi bersih dan
hangat
• Timbangan, pita ukur, stetoskop bayi, dan termometer dalam kondisi baik dan
bersih

164
• Patahkan ampul oksitosin 10 unit dan tempatkan spuit steril sekali pakai di
dalam partus set/wadah DTT
• Untuk resusitasi: tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat, 3 handuk atau
kain bersih dan kering, alat penghisap lendir, lampu sorot 60 watt dengan jarak
60 cm diatas tubuh bayi.
• Persiapan bila terjadi kegawatdaruratan pada ibu: cairan kristaloid, set infus
3. Kenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih, sepatu tertutup kedap air,
tutup kepala, masker, dan kacamata.
4. Lepas semua perhiasan pada lengan dan tangan lalu cuci kedua tangan dengan
sabun dan air bersih kemudian keringkan dengan handuk atau tisu bersih.
5. Pakai sarung tangan steril/DTT untuk pemeriksaan dalam.
6. Ambil spuit dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin 10 unit dan
letakkan kembali spuit tersebut di partus set/wadah DTT atau steril tanpa
mengontaminasi spuit.
Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik
7. Bersihkan vulva dan perineum, dari depan ke belakang dengan kapas atau kasa yang
dibasahi air DTT.
8. Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah
lengkap. Lakukan amniotomi bila selaput ketuban belum pecah, dengan syarat:
kepala sudah masuk ke dalam panggul dan tali pusat tidak teraba.
9. Dekontaminasi sarung tangan dengan mencelupkan tangan yang masih memakai
sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan sarung tangan
dalam keadaan terbalik dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci
kedua tangan setelahnya.
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) segera setelah kontraksi berakhir untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 – 160 kali/menit). Ambil tindakan
yang sesuai jika DJJ tidak normal.
Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan Meneran
11. Beritahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
12. Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran.
• Bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan dia merasa nyaman.

Posisi setengah duduk


• Anjurkan ibu untuk cukup minum.

165
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk
meneran.
• Perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai.
• Nilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.

14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika
ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
Mempersiapkan Pertolongan Kelahiran Bayi
15. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, letakkan handuk
bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.
17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.
18. Pakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
Membantu Lahirnya Kepala
19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum dengan satu
tangan yang dilapisi kain bersih dan kering, sementara tangan yang lain menahan
kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala.
• Anjurkan ibu meneran sambil bernapas cepat dan dangkal.
20. Periksa lilitan tali pusat dan lakukan tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi.
• Jika lilitan tali pusat di leher bayi masih longgar, selipkan tali pusat lewat kepala
bayi.

Memeriksa lilitan tali pusat

• Jika lilitan tali pusat terlalu ketat, klem tali pusat di dua titik lalu gunting
diantaranya. Jangan lupa untuk tetap lindungi leher bayi.

166
Menggunting tali pusat
21. Tunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
Membantu Lahirnya Bahu
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Anjurkan ibu
untuk meneran saat kontraksi.
• Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan
muncul di bawah arkus pubis seperti pada gambar berikut.

Melahirkan bahu depan


• Gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang seperti gambar
berikut :

Melahirkan bahu belakang


Membantu Lahirnya Badan dan Tungkai
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan yang berada di bawah ke arah perineum ibu
untuk menyangga kepala, lengan dan siku sebelah bawah.
• Gunakan tangan yang berada di atas untuk menelusuri dan memegang lengan
dan siku sebelah atas.

167
24. Setelah tubuh dan lengan bayi lahir, lanjutkan penelusuran tangan yang berada di
atas ke punggung, bokong, tungkai dan kaki bayi.
• Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk di antara kaki dan pegang masing-
masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).
Penanganan Bayi Baru Lahir
25. Lakukan penilaian selintas dan jawablah tiga pertanyaan berikut untuk menilai
apakah ada asfiksia bayi:
• Apakah kehamilan cukup bulan?
• Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap?
• Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?

26. Bila tidak ada tanda asfiksia, lanjutkan manajemen bayi baru lahir normal. Keringkan
dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu
• Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya KECUALI
BAGIAN TANGAN TANPA MEMBERSIHKAN VERNIKS.
• Ganti handuk basah dengan handuk yang kering
• Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas dada atau perut ibu
27. Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain dalam uterus (hamil
tunggal).

MANAJEMEN AKTIF KALA III


28. Beritahukan kepada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin untuk
membantu uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, berikan suntikan oksitosin 10 Unit IM di
sepertiga paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan
oksitosin!).

30. Dengan menggunakan klem, 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat pada sekitar 3
cm dari pusat (umbilikus) bayi (kecuali pada asfiksia neonatus, lakukan sesegera
mungkin). Dari sisi luar klem penjepit, dorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan
lakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.
31. Potong dan ikat tali pusat.
• Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit kemudian gunting tali
pusat di antara 2 klem tersebut (sambil lindungi perut bayi).
• Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian

168
• lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan
• kedua menggunakan simpul kunci.
• Lepaskan klem dan masukkan dalam larutan klorin 0,5%.
32. Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi
dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel
dengan baik di dinding dada-perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara
payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan kering dan pasang topi pada kepala
bayi.

34. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
35. Letakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di tepi atas simfisis dan
tegangkan tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang
lain mendorong uterus ke arah dorso-kranial secara hati-hati, seperti gambar
berikut, untuk mencegah terjadinya inversio uteri.
• Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluarga
untuk menstimulasi puting susu.

Melakukan peregangan tali pusat terkendali

37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, lalu
minta ibu meneran sambil menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan
kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir dengan tetap melakukan tekanan
dorso-kranial, seperti gambar berikut.
• Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10
cm dari vulva dan lahirkan plasenta
• Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali
pusat:
- Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
- Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
- Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
- Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
- Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir

169
- Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual.
38. Saat plasenta terlihat di introitus vagina, lanjutkan kelahiran plasenta dengan
menggunakan kedua tangan.
• Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan
eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jarijari tangan atau klem DTT atau
steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus dengan
meletakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar
secara lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).
• Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik
melakukan rangsangan taktil/ masase.
Menilai Perdarahan
40. Periksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan pastikan
bahwa selaputnya lengkap dan utuh.
41. Evaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan lakukan penjahitan bila
laserasi menyebabkan perdarahan aktif.

Derajat robekan/laserasi perineum

Melakukan Asuhan Pasca Persalinan (Kala IV)


42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam
43. Mulai IMD dengan memberi cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu-bayi (di
dada ibu minimal 1 jam).
• Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai menyusu
• Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu
60-90 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung pada menit ke-45-60, dan
berlangsung selama 10-20 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara.
• Tunda semua asuhan bayi baru lahir normal lainnya dan biarkan bayi berada di
dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu.
• Bila bayi harus dipindah dari kamar bersalin sebelum 1 jam atau sebelum bayi
menyusu, usahakan ibu dan bayi dipindah bersama dengan mempertahankan
kontak kulit ibu dan bayi.
• Jika bayi belum menemukan puting ibu - IMD dalam waktu 1 jam, posisikan bayi
lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-
60 menit berikutnya.
• Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, pindahkan ibu ke
ruang pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan perawatan

170
neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin K1, salep mata) dan
kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu.
• Kenakan pakaian pada bayi atau tetap diselimuti untuk menjaga kehangatannya.
• Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama. Bila suatu
saat kaki bayi terasa dingin saat disentuh, buka pakaiannya kemudian
telungkupkan kembali di dada ibu dan selimuti keduanya sampai bayi hangat
kembali.
• Tempatkan ibu dan bayi di ruangan yang sama. Bayi harus selalu dalam
jangkauan ibu 24 jam dalam sehari sehingga bayi bisa menyusu sesering
keinginannya.
44. Setelah kontak kulit ibu-bayi dan IMD selesai:
• Timbang dan ukur bayi.
• Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis (tetrasiklin 1% atau
antibiotika lain).
• Suntikkan vitamin K1 1 mg (0,5 mL untuk sediaan 2 mg/mL) IM di paha kiri
anterolateral bayi.
• Pastikan suhu tubuh bayi normal (36,5 – 37,5oC).
• Berikan gelang pengenal pada bayi yang berisi informasi nama ayah, ibu, waktu
lahir, jenis kelamin, dan tanda lahir jika ada.
• Lakukan pemeriksaan untuk melihat adanya cacat bawaan (bibir
sumbing/langitan sumbing, atresia ani, defek dinding perut) dan tanda-tanda
bahaya pada bayi.

45. Satu jam setelah pemberian vitamin K1, berikan suntikan imunisasi hepatitis B di
paha kanan anterolateral bayi.
• Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan.
• Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di dalam
satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.
46. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan pecegahan perdarahan pervaginam:
• Setiap 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascasalin.
• Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascasalin.
• Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascasalin.
• Lakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri jika uterus tidak
berkontraksi dengan baik.
47. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi,
mewaspadai tanda bahaya pada ibu, serta kapan harus memanggil bantuan medis.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Periksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih ibu setiap 15 menit selama
1 jam pertama pascasalin dan setiap 30 menit selama jam kedua pascasalin.
• Periksa temperatur ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama pascasalin.
• Lakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
50. Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik
(40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5 – 37,50C).
• Tunda proses memandikan bayi yang baru saja lahir hingga minimal 24 jam
setelah suhu stabil.

171
51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan
darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
54. Pastikan ibu merasa nyaman.
• Bantu ibu memberikan ASI.
• Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang
diinginkannya.
55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian dalam
keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan
dengan tisu atau handuk yang kering dan bersih.
58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan
kala IV.

Catatan: Pastikan ibu sudah bisa buang air kecil setelah asuhan persalinan selesai.

172
KEHAMILAN DAN PERSALINAN DENGAN PENYULIT OBSTETRI

A. Hiperemesis Gravidarum (Mual dan Muntah Pada Kehamilan)

Tingkat Kemampuan : 3B

Masalah Kesehatan
Mual dan muntah yang terjadi pada awal kehamilan sampai umur kehamilan 16 minggu.
Mual dan muntah yang berlebihan, dapat mengakibatkan dehidrasi, gangguan asam-basa
dan elektrolit dan ketosis keadaan ini disebut sebagai keadaan hiperemesis. Mual biasanya
terjadi pada pagi hari, tapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Mual dan muntah
ini terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60% multigravida. Mual dan muntah
mempengaruhi hingga > 50% kehamilan. Keluhan muntah kadang-kadang begitu hebat
dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga dapat mempengaruhi
keadaan umum dan mengganggu pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi
dan terdapat aseton dalam urin bahkan seperti gejala penyakit appendisitis, pielitis, dan
sebagainya.

Hasil Anamnesis(Subjective)
Keluhan
1. Mual dan muntah hebat
2. Ibu terlihat pucat
3. Kekurangan cairan

Gejala klinis
1. Muntah yang hebat
2. Mual dan sakit kepala terutama pada pagi hari (morning sickness)
3. Nafsu makan turun
4. Berat badan turun
5. Nyeri epigastrium
6. Lemas
7. Rasa haus yang hebat
8. Gangguan kesadaran
9. Urin pekat dan beraroma aseton

Faktor Risiko
Belum diketahui secara pasti namun diperkirakan erat kaitannya dengan faktor- faktor :
1. Peningkatan hormon – hormon kehamilan.
2. Adanya riwayat hiperemesis pada kehamilan sebelumnya.
3. Status nutrisi: pada wanita obesitas lebih jarang di rawat inap karena hiperemesis.
4. Psikologis: adanya stress dan emosi.

173
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan tanda vital: nadi meningkat 100x/mnt, tekanan darah menurun (pada
keadaan berat), subfebris, dan gangguan kesadaran (keadaan berat).
2. Pemeriksaan tanda-tanda dehidrasi: mata cekung, bibir kering, turgor berkurang.
3. Pemeriksaan generalis: kulit pucat, sianosis, berat badan turun> 5% dari berat badan
sebelum hamil, uterus besar sesuai usia kehamilan, pada pemeriksaan inspekulo
tampak serviks yang berwarna biru.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
1. Darah : kenaikan relatif hemoglobin dan hematokrit.
2. Urinalisa : warna pekat, berat jenis meningkat, pemeriksaan ketonuria.

Penegakan Diagnostik(Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
Hiperemesis gravidarum apabila terjadi:
1. Mual muntah berat
2. Berat badan turun > 5% dari berat sebelum hamil
3. Ketonuria
4. Dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit

Klasifikasi hiperemesis gravidarum secara klinis dibagi menjadi 3 tingkatan, antara lain:
1. Tingkat 1
Muntah yang terus menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan minuman,
berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar makanan, lendir
dan sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah. Nadi meningkat sampai
100 x/mnt, dan tekanan darah sistolik menurun. Mata cekung dan lidah kering,
turgor kulit berkurang, dan urin sedikit tetapi masih normal.
2. Tingkat 2
Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, haus hebat,
subfebris, nadi cepat lebih dari 100-140 x/mnt, tekanan darah sistolik menurun,
apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang ikterus, aseton, bilirubin dalam urin, dan berat
badan cepat menurun.
3. Tingkat 3
Walaupun kondisi tingkat 3 sangat jarang, yang mulai terjadi adalah gangguan
kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang atau berhenti, tetapi dapat terjadi
ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung, bilirubin, dan proteinuria dalam urin.

Jika kondisi pada tingkat 2 atau tingkat 3 merupakan indikasi rawat inap.

Diagnosis Banding
Ulkus peptikum, Inflammatory bowel syndrome, Acute Fatty Liver, Diare akut

174
Komplikasi
Komplikasi neurologis, Stress related mucosal injury, stress ulcer pada gaster, Jaundice,
Disfungsi pencernaan, Hipoglikemia, Malnutrisi, Defisiensi vitamin terutama thiamin,
komplikasi potensial dari janin, kerusakan ginjal yang menyebabkan hipovolemia,
Intrauterine growth restriction (IUGR)

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
1. Mengusahakan kecukupan nutrisi ibu, termasuk suplemantasi vitamin dan asam folat
di awal kehamilan.
2. Makan porsi kecil, tetapi lebih sering.
3. Menghindari makanan yang berminyak dan berbau lemak.
4. Istirahat cukup dan hindari kelelahan.
5. Efekasi yang teratur.

Medikamentosa
Tatalaksana Umum
1. Bila perlu, berikan 10 mg Doksilamin dikombinasikan dengan 10 mg vitamin B6
hingga 4 tablet/hari (misalnya 2 tablet saat akan tidur, 1 tablet saat pagi, dan 1 tablet
saat siang).
2. Bila masih belum teratasi, tambahkan Dimenhidrinat 50-100 mg per oral atau
supositoria, 4-6 kali sehari (maksimal 200 mg/hari bila meminum 4 tablet
Doksilamin/Piridoksin), ATAU Prometazin 5-10 mg 3-4 kali sehari per oral atau
supositoria.
3. Bila masih belum teratasi, tapi tidak terjadi dehidrasi, berikan salah satu obat di
bawah ini:
a. Klorpromazin 10-25 mg per oral atau 50-100 mg IM tiap 4-6 jam
b. Proklorperazin 5-10 mg per oral atau IM atau supositoria tiap 6-8 jam
c. Prometazin 12,5-25 mg per oral atau IM tiap 4-6 jam
d. Metoklopramid 5-10 mg per oral atau IM tiap 8 jam
e. Ondansetron 8 mg per oral tiap 12 jam
4. Bila masih belum teratasi dan terjadi dehidrasi, pasang kanula intravena dan berikan
cairan sesuai dengan derajat hidrasi ibu dan kebutuhan cairannya, lalu:
a. Berikan suplemen multi vitamin IV
b. Berikan dimenhidrinat 50 mg dalam 50 ml NaCl 0,9% IV selama 20 menit, setiap
4-6 jam sekali
c. Bila perlu, tambahkan salah satu obat berikut ini:
 Klorpromazin 25-50 mg IV tiap 4-6 jam
 Proklorperazin 5-10 mg IV tiap 6-8 jam
 Prometazin 12,5-25 mg IV tiap 4-6 jam
 Metoklopramid 5-10 mg tiap 8 jam per oral

175
d. Bila perlu, tambahkan Metilprednisolon 15-20 mg IV tiap 8 jam ATAU
ondansetron 8 mg selama 15 menit IV tiap 12 jam atau 1 mg/ jam terus-menerus
selama 24 jam.

Konseling dan Edukasi


1. Memberikan informasi kepada pasien, suami, dan keluarga mengenai kehamilan dan
persalinansuatu proses fisiologik.
2. Memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan gejala
fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah usia kehamilan 4 bulan.
3. Hindari kelelahan pada ibu dengan aktivitas berlebihan.
4. Memperhatikan kecukupan nutrisi ibu, dan sedapat mungkin mendapatkan
suplemen asam folat di awal kehamilan.
Kriteria Rujukan
1. Ditemukan gejala klinis dan ada gangguan kesadaran (tingkat 2 dan 3).
2. Adanya komplikasi gastroesopagheal reflux disease (GERD), ruptur esofagus,
perdarahan saluran cerna atas dan kemungkinan defisiensi vitamin terutama
thiamine.
3. Pasien telah mendapatkan tindakan awal kegawatdaruratan sebelum proses rujukan.

Peralatan
1. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah rutin
2. Laboratorium urinalisa

Prognosis
Prognosis umumnya bonam dan sangat memuaskan jika dilakukan penanganan dengan baik.
Namun jika tidak dilakukan penanganan yang baik pada tingkat yang berat, kondisi ini dapat
mengancam nyawa ibu dan janin.

B. Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan

Tingkat Kemampuan : 4A

Masalah Kesehatan
Anemia dalam kehamilan adalah kelainan pada ibu hamil dengan kadar hemoglobin < 11g/dl
pada trimester I dan III atau <10,5 g/dl pada trimester II. Penyebab tersering anemia pada
kehamilan adalah defisiensi besi, perdarahan akut, dan defisiensi asam folat.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
1. Badan lemah, lesu
2. Mudah lelah
3. Mata berkunang-kunang
4. Tampak pucat
5. Telinga mendenging
6. Pica: keinginan untuk memakan bahan-bahan yang tidak lazim

176
Faktor Risiko : -
Faktor Predisposisi
1. Perdarahan kronis
2. Riwayat keluarga
3. Kecacingan
4. Gangguan intake (diet rendah zat besi,)
5. Gangguan absorbsi besi

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective )


Pemeriksaan Fisik Patognomonis
1. Konjungtiva anemis
2. Atrofi papil lidah
3. Stomatitis angularis (cheilosis)
4. Koilonichia: kuku sendok (spoon nail),
Pemeriksaan Penunjang
1. Hematologi
 Hb
 Hematokrit
 Besi
 TiBC
 Feritin
 MCV
 MCH
 MCHC

Tes Nilai normal

Hb 12 - 16 g/dL

Hematokrit 37 - 48 %

Besi 37 - 148 μg/dL

TiBC 274 - 385 μg/dL

Feritin 10 - 150 ng/mL

MCV 80 – 100 μm3

MCH 21 – 31 pg/sel

MCHC 32 – 36 g/dL

177
Klasifikasi anemia :
Berdasarkan besarnya sel
Anemia normositik : MCV 76 – 96 μm3
Anemia mikrositik : MCV < 76 μm3
Anemia makrositik : MCV > 76 μm3
Berdasarkan konsentrasi hemoglobin
Anemia normokrom : MCHC 32 – 38% ; MCH 27 – 32 pg
Anemia hipokrom : MCHC <32 % ; MCH < 27 pg
2. Apusan darah tepi
3. Pemeriksaan feses (jika diagnosis mengarah kecacingan)

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
Kadar Hb < 11 g/dl (pada trimester I dan III) atau < 10,5 g/dl (pada trimester II). Apabila
diagnosis anemia telah ditegakkan, lakukan pemeriksaan apusan darah tepi untuk melihat
morfologi sel darah merah.
Diagnosis Banding
Anemia akibat penyakit kronik, Trait Thalassemia, Anemia sideroblastik
Komplikasi : -

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
1. Lakukan penilaian pertumbuhan dan kesejahteraan janin dengan memantau
pertambahan ukuran janin
2. Bila pemeriksaan apusan darah tepi tidak tersedia, berikan tablet tambah darah yang
berisi 60 mg besi elemental dan 250 μg asam folat.Pada ibu hamil dengan anemia,
tablet besi diberikan 3 kali sehari.
3. Bila tersedia fasilitas pemeriksaan penunjang, tentukan penyebab anemia
berdasarkan hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan apus darah tepi. Bila tidak
tersedia, pasien bisa di rujuk ke pelayanan sekunder untuk penentuan jenis anemia
dan pengobatan awal.

Kandungan besi elemental dalam berbagai sediaan besi

4. Anemia mikrositik hipokrom dapat ditemukan pada keadaan :


a. Defisiensi besi: lakukan pemeriksaan ferritin. Apabila ditemukan kadar ferritin <
15 ng/ml, berikan terapi besi dengan dosis setara 180 mg besi elemental per
hari. Apabila kadar ferritin normal, lakukan pemeriksaan SI dan TIBC.
b. Thalassemia: Pasien dengan kecurigaan thalassemia perlu dilakukan tatalaksana
bersama dokter spesialis penyakit dalam untuk perawatan yang lebih spesifik
c. Anemia normositik normokrom dapat ditemukan pada keadaan:

178
Perdarahan: tanyakan riwayat dan cari tanda dan gejala aborsi, mola, kehamilan
ektopik, atau perdarahan pasca persalinan infeksi kronik
d. Anemia makrositik hiperkrom dapat ditemukan pada keadaan:
Defisiensi asam folat dan vitamin B12: berikan asam folat 1 x 2 mg dan vitamin
B12 1 x 250 – 1000 μg

Konseling dan Edukasi


1. Prinsip konseling pada anemia defisiensi besi adalah memberikan pengertian kepada
pasien dan keluarganya tentang perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga
meningkatkan kesadaran dan kepatuhan dalam berobat serta meningkatkan kualitas
hidup pasien untuk mencegah terjadinya anemia defisiensi besi.
2. Diet bergizi tinggi protein terutama yang berasal dari protein hewani
(daging,ikan,susu, telur,sayuran hijau)
3. Pemakaian alas kaki untuk mencegah infeksi cacing tambang

Kriteria Rujukan
1. Pemeriksaan penunjang menentukan jenis anemia yang ibu derita
2. Anemia yang tidak membaik dengan pemberian suplementasi besi selama 3 bulan
3. Anemia yang disertasi perdarahan kronis, agar dicari sumber perdarahan dan
ditangani.

Peralatan
Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin

Prognosis
Prognosis umumnya adalah bonam, sembuh tanpa komplikasi

C. Pre-Eklampsia

Tingkat Kemampuan : 3B

Masalah Kesehatan
Pre-eklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan di atas 20 minggu yang ditandai
dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi spesifik
dengan aktivasi endotel dan koagulasi.
Tanda utama penyakit ini adanya hipertensi dan proteinuria. Pre-eklampsia merupakan
masalah kedokteran yang serius dan memiliki tingkat komplesitas yang tinggi. Besarnya
masalah ini bukan hanya karena pre-eklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan
melahirkan, namun juga menimbulkan masalah pasca-persalinan.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
1. Pusing dan nyeri kepala
2. Nyeri ulu hati
3. Pandangan kurang jelas

179
4. Mual hingga muntah

Faktor Risiko
1. Kondisi-kondisi yang berpotensi menyebabkan penyakit mikrovaskular (antaralain :
diabetes melitus, hipertensi kronik, gangguan pembuluh darah)
2. Sindrom antibody antiphospholipid (APS)
3. Nefropati
4. Faktor risiko lainnya dihubungkan dengan kehamilan itu sendiri, dan faktor spesifik
dari ibu atau janin.
a. Umur > 40 tahun
b. Nullipara dan Kehamilan multipel
5. Obesitas sebelum hamil
6. Riwayat keluarga pre-eklampsia dan eklampsia
7. Riwayat pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya

Prediksi dan Pencegahan Preeklampsia


Pencegahan pada preeklampsia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu primer, sekunder,
tersier. Pencegahan primer artinya menghindari penyakit. Pencegahan sekunder
dalam preeklampsia berarti memutus proses terjadinya penyakit yang sedang
berlangsung sebelum timbul gejala atau kedaruratan klinis karena penyakit tersebut.
Pencegahan tersier berarti pencegahan dari komplikasi.
1. Pencegahan Primer
Anamnesis :
a. Umur > 40 tahun
b. Nulipara
c. Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
d. Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
e. Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
f. Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
g. Kehamilan multipel
h. IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
i. Hipertensi kronik
j. Penyakit ginjal
k. Sindrom Antifosfolipid (APS)
l. Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
m. Obesitas sebelum hamil
Pemeriksaan fisik
a. Indeks masa tubuh ≥ 35
b. Tekanan darah diastolik ≥ 80 mmHg
c. Proteinuria (dipstik ≥+1 pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau secara
kuantitatif 300 mg/24 jam)
Klasifikasi risiko yang dapat dinilai pada kunjungan Ante Natal Care pertama :
a. Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
b. Kehamilan multiple
c. Penyakit yang menyertai kehamilan seperti hipertensi kronik, diabetes militus,
penyakit ginjal kronik, sindroma antifosfolipid

180
Faktor risiko tambahan:
a. Indeks masa tubuh ≥ 35
b. Penyakit vaskular dan pembuluh darah
c. Usia ibu ≥ 40 tahun
d. Nulipara/ kehamilan pertama pada pasangan baru/ kehamilan sebelumnya telah
berjarak ≥10 tahun
e. Riwayat preeklampsia pada ibu dan saudara perempuan
f. Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit, dan embrio
g. Tekanan darah diastolik ≥ 80 mmHg
h. Proteinuria (dipstick ≥+1 pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau secara
kuantitatif 300 mg/24 jam)

2. Pencegahan sekunder
a. Istirahat 4 jam/hari bermakna menurunkan risiko preeklampsia dibandingkan
tanpa pembatasan aktivitas
b. Istirahat di rumah direkomendasikan untuk pencegahan primer preeklampsia
c. Tirah baring tidak direkomendasikan untuk memperbaiki luaran pada wanita
dengan hipertensi (dengan atau tanpa proteinuria)
d. Pembatasan garam untuk mencegah preeklampsia dan komplikasinya selama
kehamilan tidak direkomendasikan
e. Aspirin dosis 75 mg atau kurang aman diberikan kepada kelompok risiko tinggi
yang bermanfaat untuk menurunkan risiko preeklampsia baik sebagai
pencegahan primer maupun sekunder
f. Pemberian kalsium elemental (1,5-2 gram/hari) berhubungan dengan
penurunan hipertenssi dalam kehamilan dan preeklampsia terutama pada
wanita dengan asupan kalsium yang rendah dan risiko tinggi preeklampsia
g. Pemberian vitamin C dan E tidak direkomendasikan dalam pencegahan
preeklampsia karena tidak menurunkan risiko hipertensi dalam kehamilan,
preeklampsia dan eklampsia serta berat lair bayi rendah, bayi kecil masa
kehamilan atau kematian perinatal.
3. Penatalaksanaan manajemen ekspektatif atau aktif

Tabel. Kriteria manajemen konservatif atau terminasi kehamilan pada pasien preeklampsia
berat
Terminasi kehamilan
Data klinis maternal Data klinis janin
- Kardiovaskular: tekanan darah - Pertumbuhan janin terhambat
diastolik tidak terkontrol > 110 melalui pemeriksaan USG dengan
mmHg tanda gawat janin
- Perdarahan retinal atau ablasio - Oligohidramnion
retina - Profil biofisik < 6
- Ginjal: gangguan fungsi seperti - Solusio plasenta
oliguria peningkatan kreatinin - Doppler a. umbilikalis: absent atau
serum (<2 mg/dl), atau reversed
penurunan creatinine clearance,
proteinuria > 3 g/24 jam

181
- CVS: kejang, koma, amaurosis
atau gangguan penglihatan
- Trombosit < 100.000/mm3
- Hepar: SGOT atau SGPT > 2x batas
normal dan nyeri ulu hati atau
kuadran kanan atas
Manajemen konservatif masih kontroversi
Data klinis maternal Data klinis janin
- Kardiovaskular: tekanan darah - Pertumbuhan janin baik
terkontrol (< 110 mmHg) - Profil biofisik > 6
- Ginjal: proteinuria < 3 - Belum ada tanda maturitas janin
- CVS: tidak ada gejala
- Trombosit > 100.000/mm3
- Klinis dan hemodinamik

Hipertensi dalam Kehamilan :

 Hipertensi kronik :
hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang
pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap
sampai 12 minggu pascapersalinan.
 Preeklampsia :
hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria.
 Eklampsia :
preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma.
 Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia :
hipertensi kronik di sertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai
proteinuria.
 Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) :
hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa proteinuria dan hipertensi menghilang
setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia
tetapi tanpa proteinuria.

182
Manajemen Ekspektatif

Observasi dan manajemen inisial di kamar bersalin


- Evaluasi ibu: gejala, temuan klinis, pemeriksaan
laboratorium
- Monitor denyut jantung janin dan kontraksi
- USG: pertumbuhan janin dan jumlah cairan ketuban
- Pertimbangkan pemberian MgSO4 dan antihipertensi

Kontraindikasi manajemen ekspektatif


- Gejala preeklampsia berat persisten - Disfungsi renal yang
nyata
- Eklampsia - Solusio plasenta
- Edema paru - Koagulasi Intravaskular Diseminata (DIC)
- Hipertensi berat persisten - Pemeriksaan janin:non reassuring
- Sindroma HELLP

Ada
Tidak ada

Terminasi kehamilan:
- Hipertensi berat - Beri kortikosteroid
persisten - Kumpulkan dan periksa urin 24 jam
- Kontraindikasi - Nilai gejala maternal, tekanan darah,
manajemen ekspektatif produksi urin
- Evaluasi laboratorium/hari untuk fungsi
ginjal dan HELLP
Terminasi kehamilan pada - Observasi dapat dilakukan di ruang
usia 34 minggu atau lebih rawat setelah evaluasi awal
cepat bila:
- Ada kontraindikasi
manajemen ekspektatif
Setelah pemberian kortikosteroid lengkap,
- Gejala berulang pertimbangkan manajemen ekspektatif:
preeklampsia berat
- Monitor tanda vital
- Sindrom HELLP - Nilai gejala preeklampsia berat tiap hari
- Disfungsi ginjal nyata - Nilai kesejahteraan janin tiap hari
- Solusio plasenta - Evaluasi serial sindrom HELLP dan fungsi
- Pertumbuhan janin ginjal
terhambat, - Evaluasi pertumbuhan janin serial dan
oligohidramnion, cairan ketuban
pemeriksaan janin
abnormal

183
Rekomendasi pada manajemen ekspektatif

1. Pemberian Magnesium sulfat pada preeklampsia berat bermanfaat untuk mencegah


terjadinya kejang/eklampsia atau kejang berulang
2. Pemberian magnesium sulfat sebaiknya diberikan secara intravena untuk
mengurangi nyeri pada lokasi suntikan
3. Magnesium sulfat merupakan pilihan utama pada preeklampsia berat dibandingkan
dengan diazepam atau fenitoin untuk mencegah terjadinya kejang/eklampsia atau
kejang berulang
4. Antihipertensi diberikan pada tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥90
mmHg
5. Kortikosteroid diberikan sebelum persalinan pada pasien sindroma HELLP dimana
kortikosteroid pada sindroma HELLP dapat memperbaiki kadar trombosit, SGOT,
SGPT, LDH, tekanan darah arteri rata-rata dan produksi urin. Pemberian
kortikosteroid post partum tidak berpengaruh pada kadar trombosit, morbiditas dan
mortalitas maternal serta perinatal/neonatal. Deksametason meningkatkan kadar
trombosit lebih cepat dibanding dengan betametason. Kortikosteriod diberikan pada
usia kehamilan 28-36 minggu untuk menurunkan risiko RDS dan mortalitas janin
serta neonatal, dengan interval waktu pemberian hingga persalinan 48 jam – 7 hari.
Pemberian ulang dipertimbangkan setelah 7 hari pemberian kortikosteroid
sebelumnya.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
1. Pada pre-eklampsia ringan:
a. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
b. Tes celup urin menunjukkan proteinuria +1 atau pemeriksaan protein kuantitatif
menunjukkan hasil > 300 mg/24 jam
2. Pada pre-eklampsia berat:
a. Tekanan darah > 160/110 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
b. Tes celup urin menunjukkan proteinuria +2 atau pemeriksaan protein kuantitatif
menunjukkan hasil > 5g/24 jam
c. Atau disertai keterlibatan organ lain:
e. Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
f. Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
g. Sakit kepala, skotoma penglihatan
h. Pertumbuhan janin terhambat, oligohidroamnion
i. Edema paru atau gagal jantung kongestif
j. Oligouria (<500cc/24 jam), kreatinin > 1.2 mg/dl

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan.

184
Diagnosis Banding
Hipertensi gestasional, Hipertensi Kronik, Hipertensi Kronik dengan superimposed
preeklampsia.
Komplikasi
Sindrome HELLP, pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat, edema paru, kematian
janin, koma, kematian ibu

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Non Medikamentosa
1. Pre-eklampsia ringan
a. Dapat di rawat jalan dengan pengawasan dan kunjungan antenatal yang lebih
sering.
b. Dianjurkan untuk banyak istirahat dengan baring atau tidur miring. Namun tidak
mutlak selalu tirah baring
c. Diet dengan cukup protein dengan rendah karbohidar, lemak dan garam
secukupnya.
d. Pemantuan fungsi ginjal, fungsi hati, dan protenuria berkala
2. Pre-eklampsia berat
Segera melakukan perencanaan untuk rujukan segera ke Rumah Sakit dan
menghindari terjadi kejang dengan pemberian MgSO4.

Medikamentosa
1. Pantau keadaan klinis ibu tiap kunjungan antenatal: tekanan darah, berat badan,
tinggi badan, indeks masa tubuh, ukuran uterus dan gerakan janin.

Obat Antihipertensi untuk Ibu Hamil

185
Penatalaksanaan Pemberian Dosis Awal dan Rumatan MgSO4 pada Pasien Pre-eklampsia

2. Rawat jalan (ambulatoir)


a. Ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring)
b. Konsumsi susu dan air buah
c. Antihipertensi
 Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu mendapatkan terapi
antihipertensi.
 Pilihan antihipertensi didasarkan terutama pada pengalaman dokter dan
ketersediaan obat.

186
Pertimbangan persalinan/terminasi kehamilan
1. Pada ibu dengan preeklampsi berat dengan janin sudah viable namun usia kehamilan
belum mencapai 34 minggu, manajemen ekspektan dianjurkan, asalkan tidak
terdapat kontraindikasi.
2. Pada ibu dengan preeklampsi berat, dimana usia kehamilan 34-37 minggu,
manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan tidak terdapat hipertensi yang tidak
terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin.
3. Pada ibu dengan preeklampsi berat yang kehamilannya sudah aterm, persalinan dini
dianjurkan.
4. Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional ringan yang sudah
aterm, induksi persalinan dianjurkan.

Konseling dan Edukasi


1. Memberikan informasi mengenai keadaan kesehatan ibu hamil dengan tekanan
darah yang tinggi.
2. Melakukan edukasi terhadapa pasien, suami dan keluarga jika menemukan gejala
atau keluhan dari ibu hamil segera memberitahu petugas kesehatan atau langsung
ke pelayanan kesehatan
3. Sebelum pemberian MgSO4, pasien terlebih dulu diberitahu akan mengalami rasa
panas dengan pemberian obat tersebut.
4. Suami dan keluarga pasien tetap diberi motivasi untuk melakukan pendampingan
terhadap ibu hamil selama proses rujukan

Kriteria Rujukan
1. Rujuk bila ada satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat ke fasilitas
pelayanan kesehatan sekunder.
2. Penanganan kegawatdaruratan harus di lakukan menjadi utama sebelum dan selama
proses rujukan hingga ke Pelayanan Kesehatan sekunder.

Peralatan
1. Doppler atau Laenec
2. Palu Patella
3. Obat-obat Antihipertensi
4. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah rutin dan urinalisa.
5. Larutan MgSO4 40%
6. Larutan Ca Glukonas

Prognosis
Prognosis pada umumnya dubia ad bonam baik bagi ibu maupun janin.

187
D. Eklampsi

Tingkat Kemampuan : 3B

Masalah Kesehatan
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita pre-eklampsia, yang disertai dengan
kejang menyeluruh dan atau koma. Sama halnya dengan pre-eklampsia, eklampsia dapat
timbul pada ante, intra, dan post partum. Eklampsia post partum umumnya hanya terjadi
dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan. 50-60% kejadian eklampsia terjadi dalam
keadaan hamil. 30-35% kejadian eklampsia terjadi pada saat inpartu, dan sekitar 10% terjadi
setelah persalinan.
Pada negara berkembang kejadian ini berkisar 0,3-0,7%. Di Indonesia Pre eklampsia dan
eklampsia penyebab kematian ibu berkisar 15-25%, sedangkan 45-50% menjadi penyebab
kematian bayi.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
Kejang yang diawali dengan gejala-gejala prodromal eklampsia, antara lain:
1. Nyeri kepala hebat
2. Gangguan penglihatan
3. Muntah-muntah
4. Nyeri ulu hati atau abdomen bagian atas
5. Kenaikan progresif tekanan darah

Faktor Risiko
1. Kondisi-kondisi yang berpotensi menyebabkan penyakit mikrovaskular (antara lain:
diabetes melitus, hipertensi kronik, gangguan pembuluh darah dan jaringan ikat)
2. Sindrom antibody antiphospholipid, dan nefropati. Faktor risiko lainya dihubungkan
dengan kehamilan itu sendiri, dan faktor spesifik dari ibu atau ayah janin.
3. Riwayat preeklampsia ringan dan berat dalam kehamilan sebelumnya.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan keadaan umum: sadar atau penurunan kesadaran Glasgow Coma Scale
dan Glasgow-Pittsburg Coma Scoring System.
2. Pada tingkat awal atau aura yang berlangsung 30 sampai 35 detik, tangan dan
kelopak mata bergetar, mata terbuka dengan pandangan kosong.
3. Tahap selanjutnya timbul kejang
4. Pemeriksaan tanda vital
Adanya peningkatan tekanan darah diastol >110 mmHg
5. Sianosis
6. Skotoma penglihatan
7. Dapat ditemukan adanya tanda-tanda edema paru dan atau gagal jantung

Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan urinalisa didapatkan proteinuria ≥ 2+

188
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Banding
Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang akibat penyakit lain, oleh
karena itu sebagai diagnosis banding eklampsia antara lain: Hipertensi, perdarahan otak, lesi
di otak, Meningitis, Epilepsi , Kelainan metabolik
1. Komplikasi pada ibu: sianosis, aspirasi , pendarahan otak dan kegagalan jantung,
mendadak, lidah tergigit, jatuh dari tempat tidur yang menyebabkan fraktur dan
luka, gangguan fungsi ginjal, perdarahan atau ablasio retina, gangguan fungsi hati
dan ikterus
2. Komplikasi pada janin: Asfiksia mendadak disebabkan spasme pembuluh darah,
Solusio plasenta, persalinan prematuritas

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
Perawatan dasar eklampsia yang utama adalah terapi supportif untuk stabilisasi fungsi vital,
dengan pemantauan terhadap Airway, Breathing, Circulation (ABC).
Non Medikamentosa
Pengelolaan Kejang
1. Pemberian obat anti kejang.
2. Masukan sudap lidah ke dalam mulut penderita.
3. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi trendelenburg untuk mengurangi risiko
aspirasi.
4. Katerisasi urine untuk pengukuran cairan dan pemeriksaan proteinuria.
5. Beberapa keluarga pasien membantu untuk menjaga pasien tidak terjatuh dari
tempat tidur saat kejang timbul
6. Beri O2 4 - 6 liter permenit.

Medikamentosa
1. MgSO4 diberikan intravena dengan dosis awal 4 g (10 ml MgSO4 40%, larutkan
dalam 10 ml akuades) secara perlahan selama 20 menit, jika pemberian secara
intravena sulit, dapat diberikan secara IM dengan dosis 5 mg masing bokong kanan
dan kiri.
Adapun syarat pemberian MgSO4
a. tersedianya Ca Glukonas10%
b. ada refleks patella,
c. jumlah urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam
d. frekuensi napas 12-16x/menit.
2. Sambil menunggu rujukan, mulai dosis rumatan 6 g MgSO4 (15ml MgSO4 40%,
larutkan dalam 500 ml larutan Ringer Laktat/ Ringer asetat) 28 tetes/ menit selama 6
jam dan diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang berakhir.
3. Pada kondisi di mana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya, berikan dosis awal
(loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan sekunder .
4. Diazepam juga dapat dijadikan alternatif pilihan dengan dosis 10 mg IV selama 2
menit (perlahan), namun mengingat dosis yang dibutuhkan sangat tinggi dan

189
memberi dampak pada janin, maka pemberian diazepam hanya dilakukan apabila
tidak tersedia MgSO4.
5. Stabilisasi selama proses perjalanan rujukan
a. Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi pernapasan, refleks patella.
b. Bila frekuensi pernapasan < 16 x/menit, dan/atau tidak didapatkan refleks
tendon patella, danatau terdapat oliguria (produksi urin <0,5 ml/kg BB/jam),
segera hentikan pemberian MgSO4.
6. Jika terjadi depresi napas, berikan Ca glukonas 1 g IV (10 ml larutan 10%) bolus
dalam 10 menit.

Kriteria Rujukan
Eklampsia merupakan indikasi rujukan yang wajib di lakukan.

Peralatan
1. Oropharyngeal airway / Guedel
2. Kateter urin
3. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan urin (menilai kadar proteinuria).
4. Larutan MgSO4 40%
5. Ca Glukonas
6. Diazepam injeksi
7. Palu refleks

Prognosis
Prognosis umumnya dubia ad malam baik untuk ibu maupun janin.

E. Abortus

Tingkat Kemampuan
Abortus komplit : 4A
Abortus inkomplit : 3B
Abortus insipiens : 3B

Masalah Kesehatan
Abortus ialah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan,dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
anak kurang dari 500 gram.
Jenis dan derajat abortus :
1. Abortus imminens adalah abortus tingkat permulaan, dimana terjadi perdarahan
pervaginam ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam
kandungan.
2. Abortus insipiens adalah abortus yang sedang mengancam dimana serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam
kavum uteri.

190
3. Abortus inkomplit adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri masih
ada yang tertinggal.
4. Abortus komplit adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada
kehamilan kurang dari 20 minggu.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan yang terdapat pada pasien abortus antara lain:
1. Abortus imminens
a. Riwayat terlambat haid dengan hasil B HCG (+) dengan usia kehamilan dibawah
20 minggu
b. Perdarahan pervaginam yang tidak terlalu banyak, berwarna kecoklatan dan
bercampur lendir
c. Tidak disertai nyeri atau kram
3. Abortus insipiens
a. Perdarahan bertambah banyak, berwarna merah segar disertai terbukanya
serviks
b. Perut nyeri ringan atau spasme (seperti kontraksi saat persalinan)
4. Abortus inkomplit
a. Perdarahan aktif
b. Nyeri perut hebat seperti kontraksi saat persalinan
c. Pengeluaran sebagian hasil konsepsi
d. Mulut rahim terbuka dengan sebagian sisa konsepsi tertinggal
e. Terkadang pasien datang dalam keadaan syok akibat perdarahan
5. Abortus komplit
a. Perdarahan sedikit
b. Nyeri perut atau kram ringan
c. Mulut rahim sudah tertutup
d. Pengeluaran seluruh hasil konsepsi

Faktor Risiko
1. Faktor Maternal
a. Penyakit infeksi
b. Kelainan hormonal, seperti hipotiroidisme
c. Gangguan nutrisi yang berat
d. Penyakit menahun dan kronis
e. Alkohol, merokok dan penggunaan obat-obatan
f. Anomali uterus dan serviks
g. Gangguan imunologis
h. Trauma fisik dan psikologis
2. Faktor Janin
Adanya kelainan genetik pada janin
3. Faktor Ayah
Terjadinya kelainan sperma

191
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
1. Penilaian tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu)
2. Penilaian tanda-tanda syok
3. Periksa konjungtiva untuktanda anemia
4. Mencari ada tidaknya massa abdomen
5. Tanda-tanda akut abdomen dan defans musculer
6. Pemeriksaanginekologi, ditemukan:
a. Abortus iminens
 Osteum uteri masih menutup
 Perdarahan berwarna kecoklatan disertai lendir
 Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan
 Detak jantung janin masih ditemukan
b. Abortus insipiens
 Osteum uteri terbuka, dengan terdapat penonjolan kantong dan didalamnya
berisi cairan ketuban
 Perdarahan berwarna merah segar
 Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan
 Detak jantung janin masih ditemukan
c. Abortus inkomplit
 Osteum uteri terbuka, dengan terdapat sebagian sisa konsepsi
 Perdarahan aktif
 Ukuran uterus sesuai usia kehamilan
d. Abortus komplit
 Osteum uteri tertutup
 Perdarahan sedikit
 Ukuran uterus lebih kecil usia kehamilan

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan USG.
2. Pemeriksaan tes kehamilan (BHCG): biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah
abortus.
3. Pemeriksaan darah perifer lengkap

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaam penunjang.
Diagnosis Banding
Kehamilan ektopik, Mola hidatidosa, Missed abortion
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada abortus ialah perdarahan, infeksi, perforasi, syok

192
Macam-macam Abortus

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan Umum
Pada keadaan abortus kondisi ibu bisa memburuk dan menyebabkan komplikasi. Hal
pertama yang harus dilakukan adalah penilaian cepat terhadap tanda vital (nada, tekanan
darah, pernasapan dan suhu).
Pada kondisi di jumpai tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi, berikan
antibiotika dengan kombinasi:
1. Ampicilin 2 gr IV /IM kemudian 1 gr setiap 6 jam
2. Gentamicin 5 mg/KgBB setiap 24 jam
3. Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam
4. Segera melakukan rujukan ke pelayanan kesehatan Sekunder / RS

Penatalaksaan Khusus sesuai dengan Jenis Abortus


1. Abortus imminens :
a. Pertahankan kehamilan
b. Tidak perlu pengobatan khusus
c. Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan seksual

193
d. Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya pada pemeriksaan
antenatal termasuk pemantauan kadar Hb dan USG panggul serial setiap 4
minggu. Lakukan penilaian ulang bila perdarahan terjadi lagi
e. Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan USG, nilai
kemungkinan adanya penyebab lain.
f. Tablet penambah darah
g. Vitamin ibu hamil diteruskan
2. Abortus insipiens :
a. Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan risiko dan rasa tidak
nyaman selama tindakan evakuasi, serta memberikan informasi mengenai
kontrasepsi paska keguguran.
b. Jika usia kehamilan < 16 minggu : lakukan evakuasi isi uterus;
Jika evakuasi tidak dapat dilakukan segera: berikan ergometrin 0.2 mg IM (dapat
diulang 15 menit kemudian bila perlu)
c. Jika usia kehamilan > 16 minggu:
Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan dan evakuasi hasil konsepsi
dari dalam uterus. Bila perlu berikan infus oksitosin 40 IU dalam 1 L NaCl 0,9%
atau RL dengan kecepatan 40 tetes per menit
d. Lakukan pemantauan paska tindakan setiap 30 menit selama 2 jam, Bila kondisi
baik dapat dipindahkan ke ruang rawat.
e. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi ke laboratorium
f. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan
produksi urin tiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar Hb setelah 24 jam. Bila
kadar Hb > 8gr/dl dan keadaan umum baik, ibu diperbolehkan pulang
3. Abortus inkomplit :
a. Lakukan konseling
b. Observasi tanda vital (tensi, nadi, suhu, respirasi)
c. Evaluasi tanda-tanda syok, bila terjadi syok karena perdarahan, pasang IV line
(bila perlu 2 jalur) segera berikan infus cairan NaCl fisiologis atau cairan ringer
laktat disusul dengan darah.
d. Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan <16 minggu, gunakan jari
atau forcep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang mencuat dari serviks
Jika perdarahan berat dan usia kehamilan < 16 minggu, lakukan evakuasi isi
uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) merupakan metode yang dianjurkan.
Kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan apabila AVM tidak tersedia. Jika evakuasi
tidak dapat dilakuka segera: berikan ergometrin 0.2 mg IM (dapat diulang 15
menit kemudian bila perlu)
e. Jika usia kehamilan > 16 minggu berikan infus oksitosin 40 IU dalam 1 L NaCl
0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tetes per menit
f. Lakukan pemantauan paska tindakan setiap 30 menit selama 2 jam, Bila kondisi
baik dapat dipindahkan ke ruang rawat.
g. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi ke laboratorium

194
h. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan
produksi urin tiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar Hb setelah 24 jam. Bila
kadar Hb > 8gr/dl dan keadaan umum baik, ibu diperbolehkan pulang

4. Abortus komplit :
Tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila menderita anemia perlu
diberikan sulfas ferosus dan dianjurkan supaya makanannya mengandung banyak
protein, vitamin dan mineral.

Pencegahan
1. Pemeriksaan rutin antenatal
2. Makan makanan yang bergizi (sayuran, susu,ikan, daging,telur).
3. Menjaga kebersihan diri, terutama daerah kewanitaan dengan tujuan mencegah
infeksi yang bisa mengganggu proses implantasi janin.
4. Hindari rokok, karena nikotin mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat
sirkulasi uteroplasenta.
5. Apabila terdapat anemia sedang berikan tablet Sulfas Ferosus 600 mg/hari selama 2
minggu,bila anemia berat maka berikan transfusi darah.

Rencana Tindak Lanjut


1. Melakukan konseling untuk memberikan dukungan emosional
2. Menganjurkan penggunaan kontrasepsi pasca keguguran karena kesuburan dapat
kembali kira-kira 14 hari setelah keguguran. Untuk mencegah kehamilan, Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) umumnya dapat dipasang secara aman setelah
aborsi spontan atau diinduksi. Kontraindikasi pemasangan AKDR pasca keguguran
antara lain adalah infeksi pelvik, abortus septik, atau komplikasi serius lain dari
abortus.
3. Follow up dilakukan setelah 2 minggu.

Kriteria Rujukan
Abortus Insipiens, Abortus Inkomplit, perdarahan yang banyak, nyeri perut, ada pembukaan
serviks, demam, darah cairan berbau dan kotor

Peralatan
1. Inspekulo
2. Laboratorium sederhana untuk pemeriksan tes kehamilan .
3. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah rutin.
4. USG

Prognosis
Prognosis umumnya bonam.

195
F. Ketuban Pecah Dini (KPD)

Tingkat Kemampuan : 3A

Masalah Kesehatan
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan atau
dimulainya tanda inpartu. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu
disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur.
Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini.
Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan.
Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor
eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini prematur sering
terjadi pada polihidramnion, inkompeten serviks, dan solusio plasenta.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
1. Terasa keluar air dari jalan lahir
2. Biasanya tanpa disertai dengan kontraksi atau tanda inpartu

Adanya riwayat keluarnya air ketuban berupa cairan jernih keluar dari vagina yang kadang-
kadang disertai tanda-tanda lain dari persalinan.
Pada anamnesis, hal-hal yang perlu digali adalah menentukan usia kehamilan, adanya cairan
yang keluar dari vagina, warna cairan yang keluar dari vagina, dan adanya demam.

Faktor Risiko :
Multiparitas, Hidramnion, Kelainan letak ; sungsang atau melintang, Kehamilan ganda ,
Cephalo Pelvic Disproportion, Infeksi, Perdarahan antepartum

Hasil Pemeriksaan Fisis dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
1. Tercium bau khas ketuban
2. Apakah memang air ketuban keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang sudah
pecah, lihat dan perhatikan atau terdapat cairan ketuban pada forniks posterior.
3. Menentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairan ketuban di vagina.
Pastikan bahwa cairan tersebut adalah cairan amnion dengan memperhatikan bau
cairan ketuban yang khas.
4. Jika tidak ada cairan amnion, dapat dicoba dengan menggerakkan sedikit bagian
terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengejan
5. Tidak ada tanda inpartu
6. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menilai adanya tanda-tanda infeksi pada ibu
dengan mengukur suhu tubuh (suhu ≥ 380C).

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan pH vagina (cairan ketuban) dengan kertas lakmus (Nitrazin test) dari
merah menjadi biru , sesuai dengan sifat air ketuban yang alkalis

196
2. Pemeriksaan mikroskopis tampak gambaran pakis yang mengering pada sekret
serviko vaginal.
3. Dilakukan dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
mengering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
4. Pemeriksaan darah rutin, leukosit> 15.000/mm 3.

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.

Diagnosis Banding : -

Komplikasi yang timbul bergantung pada usia kehamilan


1. Infeksi maternal korioamnionitis dan neonatal
2. Persalinan prematur
3. Hipoksia karena kompresi tali pusat
4. Deformitas janin
5. Meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagal persalinan normal.

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
1. Pembatasan aktivitas pasien.
2. Apabila belum inpartu berikan Eritromisin 4x250 mg selama 10 hari.
3. Segera rujuk pasien ke fasilitas pelayanan sekunder
4. Di RS rujukan :
a. ≥ 34 minggu : lakukan induksi persalinan dengan oksitosin bila tidak ada
kontraindikasi
b. 24-33 minggu:
 Bila terdapat amnionitis, abruptio plasenta, dan kematian janin, lakukan
persalinan segera.
 Berikan Deksametason 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam atau
betametason 12 mg IM tiap 24 jam selama 48 jam.
 Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi ibu dan janin.
 Bayi dilahirkan di usia 34 minggu, bila dapat dilakukan pemeriksaan
kematangan paru dan hasil menunjukan bahwa paru sudah matang.
c. < 24 minggu:
 Pertimbangan dilakukan dengan melihat risiko ibu dan janin.
 Lakukan konseling pada pasien. Terminasi kehamilan mungkin menjadi
pilihan.
 Jika terjadi infeksi (koroiamnionitis), lakukan tatalaksana koriamnionitis.

Konseling dan Edukasi


1. Memberikan informasi kepada ibu, adanya air ketuban yang keluar sebelum tanda
inpartu

197
2. Menenangkan ibu dan memberitahu kepada suami dan keluarga agar ibu dapat
diberi kesempatan untuk tirah baring.
3. Memberi penjelasan mengenai persalinan yang lebih cepat dan rujukan yang akan
dilakukan ke pusat pelayanan sekunder.

Kriteria rujukan
Ibu hamil dengan keadaan ketuban pecah dini merupakan kriteria rujukan ke pelayanan
kesehatan sekunder.

Peralatan
1. Inspekulo
2. Kertas lakmus (Nitrazin test)
3. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah rutin

Prognosis
Prognosis Ibu
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Bonam
3. Ad sanationam : Bonam

Prognosis Janin
1. Ad vitam : Dubia ad bonam
2. Ad functionam : Dubia ad bonam
3. Ad sanationam : Dubia ad Bonam

G. Perdarahan Post Partum / Pendarahan Pascasalin

Tingkat Kemampuan : 3B

Masalah Kesehatan
Perdarahan post partum (PPP) adalah perdarahan yang masif yang berasal dari tempat
implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir, dan jaringan sekitarnya dan merupakan salah
satu penyebab kematian ibu disamping perdarahan karena hamil ektopik dan abortus.
Definisi perdarahan post partum adalah perdarahan pasca persalinan yang melebihi 500 ml
setelah bayi lahir atau yang berpotensi mengganggu hemodinamik ibu. Berdasarkan saat
terjadinya, PPP dapat dibagi menjadi PPP primer dan PPP sekunder. PPP primer adalah
perdarahan post partum yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah persalinan dan biasanya
disebabkan oleh atonia uteri, robekan jalan lahir, dan sisa sebagian plasenta. Sementara PPP
sekunder adalah perdarahan pervaginam yang lebih banyak dari normal antara 24 jam
hingga 12 minggu setelah persalinan, biasanya disebabkan oleh sisa plasenta.
Kematian ibu 45% terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73% dalam satu
minggu setelah bayi lahir, dan 82-88% dalam dua minggu setelah bayi lahir.

198
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan dan gejala utama
1. Perdarahan setelah melahirkan
2. Lemah
3. Limbung
4. Berkeringat dingin
5. Menggigil
6. Pucat

Faktor Risiko
Perdarahan post partum merupakan komplikasi dari 5-8% kasus persalinan pervaginam dan
6% dari kasus SC.
1. Faktor risiko prenatal:
a. Perdarahan sebelum persalinan
b. Solusio plasenta
c. Plasenta previa
d. Kehamilan ganda
e. Preeklampsia
f. Khorioamnionitis
g. Hidramnion
h. IUFD
i. Anemia (Hb< 5,8)
j. Multiparitas
k. Mioma dalam kehamilan
l. Gangguan faktor pembekuan dan
m. Riwayat perdarahan sebelumnya serta obesitas
2. Faktor risiko saat persalinan pervaginam:
a. Kala tiga yang memanjang
b. Episiotomi
c. Distosia
d. Laserasi jaringan lunak
e. Induksi atau augmentasi persalinan dengan oksitosin
f. Persalinan dengan bantuan alat (forseps atau vakum)
g. Sisa plasenta, dan bayi besar (>4000 gram)
3. Faktor risiko perdarahan setelah SC :
a. Insisi uterus klasik
b. Amnionitis
c. Preeklampsia
d. Persalinan abnormal
e. Anestesia umum
f. Partus preterm dan postterm

199
Penyebab dibedakan atas:
1. Perdarahan dari tempat implantasi plasenta
a. Hipotoni sampai atonia uteri
 Akibat anestesi
 Distensi berlebihan (gemeli,anak besar,hidramnion)
 Partus lama,partus kasep
 Partus presipitatus/partus terlalu cepat
 Persalinan karena induksi oksitosin
 Multiparitas
 Riwayat atonia sebelumnya
b. Sisa plasenta
 Kotiledon atau selaput ketuban tersisa
 Plasenta susenturiata
 Plasenta akreata, inkreata, perkreata.
7. Perdarahan karena robekan
a. Episiotomi yang melebar
b. Robekan pada perinium, vagina dan serviks
c. Ruptura uteri
8. Gangguan koagulasi
a. Trombofilia
b. Sindrom HELLP
c. Pre-eklampsi
d. Solutio plasenta
e. Kematian janin dalam kandungan
f. Emboli air ketuban

200
Penyebab Perdarahan Post Partum/ Pascasalin

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
1. Nilai tanda-tanda syok: pucat, akral dingin, nadi cepat, tekanan darah rendah.
2. Nilai tanda-tanda vital: nadi> 100x/menit, pernafasan hiperpnea, tekanan darah
sistolik <90 mmHg, suhu.

Pemeriksaan Obstetrik:
1. Perhatikan kontraksi, letak, dan konsistensi uterus
2. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai adanya: perdarahan, keutuhan plasenta,
tali pusat, dan robekan di daerah vagina.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin: terutama untuk menilai kadar Hb < 8 gr%.
2. Pemeriksaan golongan darah.
3. Pemeriksaan waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah (untuk menyingkirkan
penyebab gangguan pembekuan darah).

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
Perdarahan post partum bukanlah suatu diagnosis akan tetapi suatu kejadian yang harus
dicari penyebabnya:
1. PPP karena atonia uteri
2. PPP karena robekan jalan lahir
3. PPP karena sisa plasenta
4. PPP akibat retensio plasenta
5. PPP akibat ruptura uteri
6. PPP akibat inversio uteri
7. Gangguan pembekuan darah

Komplikasi
1. Syok
2. Kematian

201
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Awal
 Segera memanggil bantuan tim
 Nilai sirkulasi, jalan napas, dan pernapasan pasien.
 Bila menemukan tanda-tanda syok, lakukan penatalaksanaan syok.

1. Berikan oksigen.
2. Pasang infus intravena dengan kanul berukuran besar (16 atau 18) dan mulai
pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat atau Ringer Asetat) sesuai
dengan kondisi ibu.

Jumlah Cairan Infus Pengganti Berdasarkan Perkiraan Volume


Kehilangan Darah
3. Lakukan pengawasan tekanan darah, nadi, dan pernapasan ibu.
4. Periksa kondisi abdomen: kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka, dan tinggi fundus
uteri.
5. Periksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan dan laserasi (jika
ada, misal: robekan serviks atau robekan vagina).
6. Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban.
7. Pasang kateter Folley untuk memantau volume urin dibandingkan dengan jumlah
cairan yang masuk.
Catatan: produksi urin normal 0.5-1 ml/kgBB/jam atau sekitar 30 ml/jam)
8. Jika kadar Hb< 8 g/dl rujuk ke layanan sekunder (dokter spesialis obgyn)
9. Jika fasilitas tersedia, ambil sampel darah dan lakukan pemeriksaan: kadar
hemoglobin (pemeriksaan hematologi rutin) dan penggolongan ABO.
10. Tentukan penyebab dari perdarahannya (lihat tabel 14.11) dan lakukan tatalaksana
spesifik sesuai penyebab

Penatalaksanaan Lanjutan :
1. Atonia uteri
a. Lakukan pemijatan uterus.
b. Pastikan plasenta lahir lengkap.
c. Berikan 20-40 unit Oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/ Ringer Laktat
dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit IM.

202
d. Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam 1000 ml larutanNaCl 0,9%/Ringer Laktat
dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
e. Bila tidak tersedia Oksitosin atau bila perdarahan tidak berhenti, berikan
Ergometrin 0,2 mg IM atau IV (lambat), dapat diikuti pemberian 0,2 mg IM
setelah 15 menit, dan pemberian 0,2 mg IM/IV (lambat) setiap 4 jam bila
diperlukan. Jangan berikan lebih dari 5 dosis (1 mg).
f. Jika perdarahan berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus selama 1
menit, dapat diulang setelah 30 menit).
g. Lakukan pasang kondom kateter atau kompresi bimanual internal selama 5
menit.
h. Siapkan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder sebagai antisipasi bila
perdarahan tidak berhenti.
Perlu Diingat :
Jangan berikan lebih dari 3 liter larutan intravena yang mengandung oksitosin.
Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi berat/tidak terkontrol,
penderita sakit jantung dan penyakit pembuluh darah tepi.

Kompresi Bimanual Internal Kompresi Bimanual Eksternal

2. Robekan Jalan Lahir


Ruptura Perineum dan Robekan Dinding Vagina
a. Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi sumber perdarahan.
b. Lakukan irigasi pada tempat luka dan bersihkan dengan antiseptik.
c. Hentikan sumber perdarahan dengan klem kemudian ikat dengan benang yang
dapat diserap.
d. Lakukan penjahitan (lihat Materi Luka Perineum Tingkat 1 dan 2)
e. Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus selama
1 menit, dapat diulang setelah 30 menit).
3. Robekan Serviks
a. Paling sering terjadi pada bagian lateral bawah kiri dan kanan dari porsio
b. Siapkan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder
4. Retensio Plasenta
a. Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutanNaCl 0,9% atau Ringer Laktat
dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit IM. Lanjutkan infus oksitosin 20

203
unit dalam 1000 ml larutanNaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40
tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
b. Lakukan tarikan tali pusat terkendali.
c. Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan plasenta manual secara
hati-hati.
d. Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (Ampisilin 2 g IV DAN Metronidazol
500 mg IV).
e. Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi komplikasi
perdarahan hebat atau infeksi
5. Sisa Plasenta
a. Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% atau Ringer Laktat
dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit IM. Lanjutkan infus Oksitosin 20
unit dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40m
tetes/ menit hingga pendarahan berhenti.
b. Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan keluarkan bekuan darah dan
jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa
plasenta dengan aspirasi vakum manual atau dilatasi dan kuretase.
c. Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisillin 2 g IV dan Metronidazol
500 mg).
d. Jika perdarahan berlanjut, tata laksana seperti kasus atonia uteri.

Inversio Uteri
Siapkan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder

Gangguan Pembekuan Darah


1. Pada banyak kasus kehilangan darah yang akut, koagulopati dapat dicegah jika
volume darah dipulihkan segera.
2. Tangani kemungkinan penyebab (solusio plasenta, eklampsia).
3. Siapkan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder

Konseling dan Edukasi


1. Memberikan informasi akan keadaan ibu yang mengalami perdarahan pascasalin.
2. Memberikan informasi yang tepat kepada suami dan keluarga ibu terhadap tindakan
yang akan di lakukan dalam menangani perdarahan pascasalin.
3. Memastikan dan membantu keluarga jika rujukan akan dilakukan.

Kriteria Rujukan
1. Pada kasus perdarahan pervaginam > 500 ml setelah persalinan berpotensi
mengakibatkan syok dan merupakan indikasi rujukan.
2. Penanganan kegawatdaruratan sebelum merujuk dan mempertahankan ibu dalam
keadaan stabil selama proses rujukan merupakan hal penting diperhatikan.

Peralatan
1. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah rutindan golongan darah.
2. Inspekulo
3. USG

204
4. Sarung tangan steril
5. Hecting set
6. Benang catgut

Prognosis
Prognosis umumnya dubia ad bonam, tergantung dari jumlah perdarahan dan kecepatan
penatalaksanaan yang di lakukan.

H. Ruptur Perineum Tingkat 1-2

Tingkat Kemampuan : 4A

Masalah Kesehatan
Ruptur perineum adalah suatu kondisi robeknya perineum yang terjadi pada persalinan
pervaginam. Diperkirakan lebih dari 85% wanita yang melahirkan pervaginam mengalami
ruptur perineum spontan, yang 60% - 70% di antaranya membutuhkan penjahitan (Sleep
dkk, 1984; McCandlish dkk,1998). Angka morbiditas meningkat seiring dengan peningkatan
derajat ruptur.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Gejala Klinis
Perdarahan pervaginam
Etiologi dan Faktor Risiko
Ruptur perineum umumnya terjadi pada persalinan, dimana:
1. Kepala janin terlalu cepat lahir
2. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
4. Pada persalinan dengan distosia bahu
5. Partus pervaginam dengan tindakan
Pada literatur lain dikatakan faktor risiko ruptur perineum.

Faktor risiko
Known risk factors Suggested risk factors
Nulipara Peningkatan usia
Makrosomia Etnis
Persalinan dengan instrumen terutama forsep Status nutrisi
Malpresentasi Analgesia epidural
Malposisi seperti oksiput posterior
Distosia bahu
Riptur perineum sebelumnya
Lingkar kepala yang lebih besar

205
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya:
1. Robekan pada perineum,
2. Perdarahan yang bersifat arterial atau yang bersifat merembes,
3. Pemeriksaan colok dubur, untuk menilai derajat robekan perineum

Pemeriksaan Penunjang: -

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat
dilakukan.
Klasifikasi ruptur perineum dibagi menjadi 4 derajat:
1. Derajat I
Robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit
perineum. Biasa tidak perlu dilakukan penjahitan.
2. Derajat II
Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea transversalis, tetapi tidak
melibatkan kerusakan otot sfingter ani.
3. Derajat III
Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dengan pembagian
sebagai berikut:
IIIa. Robekan < 50% sfingter ani eksterna
IIIb. Robekan > 50% sfingter ani ekterna
IIIc. Robekan juga meliputi sfingter ani interna
4. Derajat IV
Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa rektum

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
Non Medikantosa
1. Menghindari atau mengurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul
didahului oleh kepala janin dengan cepat.
2. Kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan
menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin, dan melemahkan
otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.

Medikamentosa
1. Penatalaksanaan farmakologis
Dosis tunggal sefalosporin golongan II atau III dapat diberikan intravena sebelum
perbaikan dilakukan (untuk ruptur perineum yang berat).
2. Manajemen Ruptur Perineum:
a. Alat-alat yang dibutuhkan untuk melakukan perbaikan jalan lahir
 Retractor Weislander’s
 Forceps gigi (fine & strong)

206
 Needle holder (small and large)
 Forceps Allis (4)
 Forceps arteri (6)
 Gunting Mitzembaum
 Gunting pemotong jahitan
 Spekulum Sims
 Retraktor dinding samping dalam vagina
 Forceps pemegang kasa
b. Bahan-bahan yang diperlukan untuk perbaikan jalan lahir.
 Tampon
 Kapas besar
 Povidon Iodine
 Lidocain 1% (untuk ruptur perineumderajat I-II)
 Benang catgut / Asam poliglikolik (Dexon, David&Geck Ltd, UK) / Poliglaktin
910 (Vicryl, Ethicon Ltd, Edinburgh, UK)
Ruptur perineum harus segera diperbaiki untuk meminimalisir risiko perdarahan, edema,
dan infeksi.

Manajemen ruptur perineum untuk masing-masing derajatnya, antara lain sebagai berikut :
Robekan perineum derajat 1
Robekan tingkat I mengenai mukosa vagina dan jaringan ikat, tidak perlu dilakukan
penjahitan.

Penjahitan robekan perineum derajat 2


1. Siapkan alat dan bahan.
2. Pastikan pasien tidak memiliki alergi terhadap Lignokain atau obat-obatan sejenis
3. Suntikan 10 ml Lignokain 0.5% di bawah mukosa vagina, di bawah kulit perineum dan
pada otot-otot perineum. Masukan jarum pads ujung laserasi dorong masuk
sepanjang luka mengikuti garis tempat jarum jahitnya akan masuk atau keluar.
4. Tunggu 2 menit. Kemudian area dengan forsep hingga pasien tidak merasakan nyeri.
5. Jahit mukosa vagina secara jelujur dengan benang 2-0, lihat ke dalam luka untuk
mengetahui letak ototnya (penting untuk menjahit otot ke otot agar tidak ada
rongga di dalamnya).
6. Carilah lapisan subkutis persis dibawah lapisan kulit, lanjutkan dengan jahitan
subkutikuler kembali keatas vagina, akhiri dengan simpul mati pada bagian dalam
vagina.
7. Potong kedua ujung benang dan hanya sisakan masing-masing 1 cm.
8. Jika robekan cukup luas dan dalam, lakukan colok dubur dan pastikan tidak ada
bagian rektum terjahit.
CATATAN: Aspirasi penting untuk meyakinkan suntikan lignokain tidak masuk dalam
pembuluh darah. Jika ada darah pada aspirasi, pindahkan jarum ke tempat lain. Aspirasi
kembali. Kejang dan kematian dapat terjadi jika lignokain diberikan lewat pembuluh darah
(intravena)

207
Penjahitan robekan perineum derajat 3
1. Perbaikan robekan harus dilakukan hanya oleh dokter yang sudah dilatih secara
formal (atau dalam supervisi) mengenai perbaikan sfingter ani primer.
Perbaikan harus dilakukan di kamar operasi dengan pencahayaan yang baik,
peralatan yang memadai, dan kondisi aseptik.
a. Anestesi umum atau regional (spinal, epidural, kaudal) menjadi analgesik dan
pelemas otot yang bermanfaat dalam evaluasi luasnya robekan.
b. Luasnya robekan harus dievaluasi melalui pemeriksaan vagina dan rektal yang
berhati-hati.
c. Jika terdapat kebingungan dalam menentukan derajat trauma maka derajat yang
lebih tinggi yang harus dipilih.
d. Pada kasus yang jarang ditemui, tipe robekan "buttonhole" terisolasi dapat
terjadi di rektum tanpa menyebabkan kerusakan sfingter ani.
3. Diperbaiki secara transvaginal menggunakan jahitan interrupted dengan benang
Vicryl.
4. Untuk mengurangi risiko fistula rektovaginal persisten, selapis jaringan perlu
disisipkan diantara rektum dan vagina. (Dengan aproksimasi fasia rektovaginal).
5. Kolostomi diindikasikan hanya jika terdapat robekan besar yang mencapai dasar
pelvis atau terdapat kontaminasi feses pada luka.

Penjahitan robekan perineum derajat 4


1. Epitel ani yang mengalami robekan diperbaiki dengan jahitan interrupted
menggunakan benang Vicryl 3/0 dan disimpul di dalam lumen ani.
Perbaikan epitel ani secara subkutikular melalui pendekatan transvaginal juga
diketahui memiliki keefektifan yang sama jika simpul terminalnya terikat dengan
baik.
2. Otot sfingter diperbaiki dengan 3/0 PDS dyed sutures.
a. Benang monofilamen dipercaya dapat mengurangi risiko infeksi dibandingkan
dengan benang braided.
b. Benang monofilamen non-absorbable seperti nilon atau Prolene (polypropylene)
dipilih oleh beberapa dokter bedah kolorektal dalam perbaikan sekunder
robekan sfingter.
c. Benang non-absorbable dapat menyebabkan abses pada jahitan (terutama pada
simpul) dan ujung tajam jahitan dapat menyebabkan ketidaknyamanan.
d. Absorpsi sempurna PDS lebih lama dari Vicryl dan kekuatan tensilnya bertahan
lebih lama dari Vicryl.
e. Untuk mengurangi perpindahan jahitan, ujung jahitan harus dipotong pendek
dan tertupi oleh muskulus perinei superfisialis.
f. Sebuah RCT menunjukkan tidak ada perbedaan morbiditas terkait jahitan
menggunakan benang Vicryl dan PDS pada 6 minggu post partum.
3. Sfingter ani interna harus diidentifikasi dan jika mengalami robekan harus diperbaiki
secara terpisah dari sfingter ani eksterna.
a. Sfingter ani interna tampak pucat seperti daging ikan mentah sedangkan sfingter
ani eksterna berwarna lebih terang, seperti daging merah.
b. Ujung-ujung otot yang robek dijepit dengan forsep Allis dan perbaikan end-to-
end dilakukan dengan jahitan interrupted atau matras menggunakan PDS 3/0.

208
4. Sfingter ani eksterna harus diidentifikasi dan dijepit dengan forsep Allis karena
sfingter ini cenderung mengkerut ketika robek.
a. Setelah itu, otot dipisahkan dari lemak iskhioanal menggunakan gunting
Mitzembaum.
b. Ujung-ujung robekan sfingter ani eksterna kemudian dijahit menggunakan teknik
overlap dengan benang PDS 3/0.
c. Teknik overlap akan menyebabkan area kontak otot menjadi lebih luas
dibandingkan dengan teknik end-to end.
d. Wanita dengan perbaikan sfingter ani eksterna secara end-to-end diketahui
dapat tetap kontinen tetapi memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami
inkontinensia pada usia yang lebih lanjut.
e. Jika operator tidak familiar dengan teknik overlap atau sfingter ani eksterna
hanya robek sebagian (derajat 3a/3b) maka perbaikan end-to-end harus
dilakukan menggunakan 2-3 jahitan matras, seperti pada perbaikan sfingter ani
interna.
5. Setelah perbaikan sfingter, perineal body perlu direkonstruksi agar dapat
mempertahankan sfingter ani yang telah diperbaiki.
a. Perineum yang pendek dapat menyebabkan sfingter ani menjadi lebih rentan
terhadap trauma dalam kelahiran per vaginam berikutnya.
b. Kulit vagina harus dijahit dan kulit perineum diaproksimasi dengan jahitan
subkutikular menggunakan benang Vicryl 3/0.
6. Pemeriksaan rektovaginal harus dilakukan untuk memastikan perbaikan telah
sempurna dan memastikan bahwa seluruh tampon atau kapas telah dikeluarkan.
7. Catatan yang lengkap mengenai temuan dan perbaikan harus dibuat.
Jika tidak terdapat tenaga yang kompeten pasien dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
sekunder yang memiliki dokter spesialis obstetrik dan ginekologi.

Konseling dan Edukasi


Memberikan informasi kepada pasien dan suami, mengenai, cara menjaga kebersihan
daerah vagina dan sekitarnya setelah dilakukannya penjahitan di daerah perineum, yaitu
antara lain:
1. Menjaga perineum selalu bersih dan kering.
2. Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineum.
3. Cuci perineumnya dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3 sampai 4 kali per
hari.
4. Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan lukanya. Ibu harus
kembali lebih awal jika ia mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau
busuk dari daerah lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri.

Kriteria Rujukan
Kriteria tindakan pada Fasilitas Pelayanan Primer hanya untuk Luka Perineum Tingkat 1 dan
2. Untuk luka perineum tingkat 3 dan 4 dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder.

Peralatan
1. Lampu

209
2. Kassa steril
3. Sarung tangan steril
4. Hecting set
5. Benang jahit catgut
6. Laboratorium sederhana pemeriksaan darah rutin dan golongan darah.

Prognosis
Prognosis umumnya bonam.

210
SKILL OBSTETRI

CHECK LIST ANAMNESIS KEHAMILAN

No Aspek Ketrampilan Klinis

I Aspek keterampilan membina sambung rasa


1. Mengucapkan salam kepada pasien.
2. Memperlihatkan respon empatik kepada pasien
3. Mempersilahkan duduk dan memperkenalkan diri.
II Aspek keterampilan mengumpulkan informasi
1. Menggunakan bahasa verbal dan non verbal. (jabat tangan )
III Aspek keterampilan menjaga proses anamnesis
1. Menjadi pendengar yang baik
2. Penampilan baik dan ramah dan berperilaku sopan santun.
IV Aspek Medis
1. Tanyakan identitas pasien : Nama ibu, nama suami, umur, alamat,
pekerjaan, pendidikan terakhir ibu, agama.
2. Keluhan utama : Kontrol kehamilan, keluar darah dari jalan lahir, gerak
janin sudah tidak teraba.
3. Riwayat kehamilan sekarang
 Riwayat menstruasi (HPHT, siklus berapa hari, teratur/tidak,
disminore +/-)
 HPHT  Terkait dengan umur kehamilan dan perkiraan lahir
4. Menanyakan riwayat perkawinan (berapa kali, sudah punya berapa
anak ?)
5. Menanyakan riwayat obstetri dahulu
 Jumlah kehamilan
 Jumlah persalinan
 Riwayat persainan cukup bulan
 Jumlah anak hidup  Anak yang dilahirkan dulu di tanyakan
jenis kelamin, BB, PB, ada keguguran tidak, pernah dikuret tidak
 Cara persalinan

211
 Ada tidak riwayat hipertensi pada kehamilan dulu
 Riwayat kehamilan ganda
6. Riwayat ANC
 Sudah berapa kali
 Dimana melakukan ANC ?
 Ada pesan khusus dari petugas ?
 Sudah dapat imunisasi TT ?
7. Menanyakan riwayat KB
 Riwayat kontrasepsi terdahulu
 Riwayat kontrasepsi terakhir sebelum kehamilan
8. Riwayat penyakit dahulu
9. Riwayat penyakit keluarga
10. Riwayat sosial ekonomi
 Usia ibu saat pertama menikah
 Respon ibu dan keluarga terhadap kehamilan
 Siapa pembuat keputusan dalam keluarga
 Pilihan tempat untuk melahirkan
11. Menyimpulkan dan mencatat secara terstruktur di dalam rekam medik.

Pada anamnesis kehamilan, harus bisa menyimpulkan :


1. G... P... A...
2. Usia kehamilan
3. Usia ibu (primigravida muda/primigravida tua  terkait faktor risiko)

Keluhan utama pada anamnesis kehamilan yang harus dipikirkan :

Usia Kehamilan

Trimester I Trimester II Trimester III

HEG Abortus PEB PPI PAP 4 hal yang harus


ditanyakan (aterm):

1. Kenceng-
kenceng
2. Gerak Janin
212 3. Lendir darah
4. Air Ketuban
Keterangan :

HEG : Hiperemesis Gravidarum

PEB : Preeklampsia Berat

PPI : Partus Prematurus Iminens

PAP : Perdarahan Ante Partum

CHECK LIST PEMERIKSAAN LEOPOLD

No. Aspek Ketrampilan Klinis


1. - Salam dan perkenalan,
a. Assalamualaikum perkenalkan saya dg dr.umac, dg ibu siapa?
 Kaki sedikit fleksi .
- Hadirkan saksi
- Informed Consent
b. Baik ibu disini saya akan melakukan beberapa pemeriksaan pd perut ibu
 dengan tujuan untuk mengetahui keadaan janin dalam kandungan ibu
 nanti perut ibu akan saya periksa dengan tangan dan beberapa alat medis
ya bu
 kalau ada rasa kurang nyaman tolong disampaikan nanti ya bu , apakah
ibu bersedia ?
Selalu sampaikan TUJUAN, PROSEDUR, KESEDIAN PASIEN
 Ibu, suaminya bisa diajak masuk aja bu sebagai saksi pemeriksaan
 Ibu apakah ingin BAK dulu sebelum saya periksa ?
Ibu disuruh membuka baju dan diposisikan ke tempat tidur dengan

2. Tutupi bagian yang tidak perlu dengan selimut


3. Cuci tangan dan hangatkan tangan ( jangan lupa )
4. Membaca basmallah
5. Inspeksi :
1. Pada kehamilan trimester II-III  perut membesar, tampak
membujur/melintang, pigmentasi linea alba dan striae (+/-), sikatriks
(+/-), terlihat gerak janin (+/-), bekas operasi?.
6. Pemeriksaan Leopold :
Leopold I  Memeriksa bagian janin yang ada di fundus uteri
- Pemeriksaan menghadap kemuka ibu
- Menentukan tinggi fundus dengan meteran, skala 0 dimulai dari

213
sympisis pubis
- Meraba bagian janin yang terletak di fundus dengan kedua telapak
tangan.
- Apakah tahanan besar, bulat, keras (kepala), apakah besar, bulat, lunak
(bokong), apakah memanjang (punggung), apakah teraba bagian kecil-
kecil (ekstremitas)  interpretasikan salah satu
Contoh : Terdapat tahanan besar, bulat, lunak (bokong)

Pada kehamilan aterm dengan presentasi kepala, pada Leopold I akan


teraba besar, bulat, lunak (bokong).

Leopold II
- Pemeriksaan masih menghadap ke muka ibu
- Meraba bagian janin yang terletak di sebelah kanan ataupun kiri uterus
- Apakah tahanan memanjang (punggung), apakah besar, bulat, keras
(kepala), apakah besar, bulat, lunak (bokong), apakah teraba bagian
kecil-kecil (ekstremitas)  interpretasikan salah satu
 Pada kehamilan aterm dengan presentasi kepala, pada
Leopold II akan teraba tahanan memanjang pada salah satu
sisi dan bagian kecil-kecil pada sisi yang lain.
 Untuk menentukan puka / puki nya sesuai dengan anatomi ibu
bukan sesuai dengan tangan pemeriksa.

Leopold III bagian bawah janin


- Pemeriksaan masih menghadap ke muka ibu
- Meraba bagian janin yang terletak di bawah (di atas simpisis)
sementara tangan yang lain menahan fundus untuk fiksasi
- Apakah tahanan memanjang (punggung), apakah besar, bulat, keras
(kepala), apakah besar, bulat, lunak (bokong), apakah teraba bagian
kecil-kecil  interpretasikan salah satu
- Setelah itu mencoba menggoyangkan bagian janin yang dibawah uterus
dengan tangan kanan sedangkan tangan kiri tetap memfiksasi fundus
 untuk menentukan apakah bagian bawah janin sudah masuk PAP
atau belum

Pada kehamilan aterm dengan presentasi kepala, pada Leopold III


akan teraba bagian besar, bulat, keras (kepala)

214
Leopold IV dilakukan bila bagian bawah janin adalah kepala
- Pemeriksaan menghadap ke kaki ibu
- Menentukan apakah bagian terbawah janin sudah masuk/melewati
pintu atas panggul (PAP). Dengan mendindingi bagian terbawah janin
kita tentukan posisi tangan, apakah
 konvergen berarti bagian terbawah janin belum masuk PAP (1/5
bagian)
 divergen berarti bagian terbawah janin sudah masuk PAP
(4/5 – 5/5 bagian)
 sejajar bebarti setengah bagian terbawah janin sudah masuk PAP (
2/5 – 3/5 bagian)
Catatan :
Gemelli pada pemeriksaan Leopold akan teraba minimal 3 bagian besar
7. Menilai Kontraksi Uterus / HIS
- Letakkan tangan dengan hati-hati diatas uterus dan merasakan
kontraksi yang terjadi dalam kurun waktu 10 menit ( dengan ujung jari
2, 3, dan 4 )
- Tentukan apakah kontraksinya adekuat ( cirinya kita tidak teraba
bagian janin)
- tentukan interval / frekuensi dalam 10menit  N : 2-4 kali dalam 10
menit
- hitung durasi (lama kontraksi) N : 20-40 detik
- Diantara dua kontraksi dinding uterus melunak kembali dan mengalami
relaksasi
Catatan :
Pada fase aktif his yang adekuat bagian janin tidak dapat dipalpasi atau diraba
8. Auskultasi
- Meletakkan stetoskop Laennec di daerah punggung janin (sudah
ditentukan pada pemeriksaan Leopold)
- Dihitung frekuensi 5 detik pertama, ketiga dan kelima, kemudian
dijumlah dan dikalikan 4 untuk memperoleh frekuensi satu menit.
(yang ideal adalah denyut jantung janin dihitung seluruhnya selama
satu menit).
Catatan :
Normal  DJJ reguler , 120-160 x/menit dan tidak boleh ada kenaikan
lebih dari satu

9. Cuci tangan dan penyampaian hasil


10. Hamdallah dan salam

215
Cara Melakukan Palpasi Abdomen dengan Manuver Leopold I-IV

 RUMUS JHONSON ( UNTUK MENENTUKAN TBJ )

TBJ = ( TFU – n ) x 155

Keterangan :
TBJ = taksiran berat janin
TFU = tinggi fundus uteri
n = 11 ( jika sudah masuk PAP )
n = 12 ( jika belum masuk PAP)
155 = konstanta

216
CHECK LIST PEMERIKSAAN VT OBSTETRI

Menentukan presentasi dan Point of Direction Pada Persalinan

No. Aspek Ketrampilan Klinis

1. Salam dan perkenalan, Informed Consent


a. Assalamualaikum perkenalkan saya dg dr.umac, dg ibu siapa?
b. Baik ibu disini saya akan melakukan pemeriksaan dalam pd vagina ibu
 dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan persalinan ibu
 nanti prosedurnya akan saya masukkan dua jari saya (untuk VT)
ke dalam vagina/kemaluan ibu
 rasanya mungkin tidak nyaman jadi mohon kerjasamanya ya bu ? apakah
ibu bersedia ?
Selalu sampaikan TUJUAN, PROSEDUR, KESEDIAN PASIEN
2. Pasien diminta untuk BAK terlebih dahulu
3. Pasien diminta untuk melepaskan pakaian bawah dan celana dalamnya
Tidur pada posisi terlentang dengan kaki ditekuk pada lutut (litotomi)
Bila orangnya gemuk minta kedua tumit untuk didekatkan.
Tutup bagian bawah perut dg selimut.
4. Mengucapkan basmallah
5. Pemeriksa cuci tangan dg air mengalir dan pakai sarung tangan steril untuk
tangan kanan.
6. Pemeriksa berdiri disebelah kanan pasien, di depan vulva dan menghadap
muka pasien
7. Dengan tangan kanan ambil kapas dan lakukan antiseptik pada labia mayora
kanan dengan mengoleskan kapas dari arah mons veneris kearah perineum,
kemudian kapas dibuang. Ambil kapas baru, lanjutkan hal yang sama untuk
labia kiri dari atas ke bawah, buang ke tempat sampah.
8. Perhatikan cairan yg keluar lewat vagina, apakah air ketuban, darah lender,
mekoneum, atau darah segar.
Jika darah segar  kontra indikasi VT
9. Masukkan jari tengah perlahan dan agak ditekan kearah comissura posterior,
kemudian disusul jari telunjuk sejajar dg jari tengah, menyusuri dinding vagina
sampai teraba portio.
10. Tangan kiri pemeriksa diletakkan dg posisi jari telunjuk dan ibu jari menghadap
ke mons veneris untuk memfixir bagian bawah janin.
11. Dengan kedua jari yang ada di dalam, tentukan pembukaan servix, dengan
merentangkan jari tengah dan jari telunjuk, perkirakan jaraknya dalam cm.
12. Tentukan penipisan serviks, dengan variasi antara 50% saat inpartu dan 100%

217
saat kala II
13. Raba apakah masih terasa adanya kulit ketuban yang masih intak, dan apakah
teraba benda lain seperti tali pusat (teraba berdeneyut), tangan (teraba jari)
14. Tentukan bagian bawah janin
-kepala = teraba bulat, keras dan teraba sutura
-bokong = teraba bulat, lunak, teraba sacrum
-lintang = teraba ketiak dan tulang rusuk
15. Tentukan station / penurunan bagian bawah janin
Hodge I : melewati PAP
Hodge II : melewati tepi bawah sympisis pubis
Hodge III : lewat kedua spina ischiadica
Hodge IV : lewat juncture sacrococcygea
16. Tentukan bagian terbawah janin (Point of direction / POD)
- Letak belang kepala = POD ubun-ubun kecil
Pastikan posisinya kiri depan, kanan depan, kiri belakang, kanan belakang,
melintang kiri/kanan
- letak puncak = POD ubun – ubun besar
- Latak dahi = POD glabella
- letak muka = POD mentum, tentukan mentum depan atau belakang
- Letak sungsang = POD sacrum
- Letak lintang = POD axilla, menutup ke kiri atau ke kanan
17. Setelah selesai, tarik kedua jari secara perlahan, perhatikan discharge yg
menempel di sarung tangan
18. Ucapkan terima kasih pada pasien atas kesediaannya diperiksa
19. Lepas sarung tangan, buang di tempat sampah infeksius
20. Cuci tangan
21. Catat hasil pemeriksaan dg rekam medis
22. Mengucapkan hamdallah dan salam

Catatan :

 Pada prosedur pemeriksaan harus ada saksi


 Contoh penulisan hasil VT obstetri :

VT : Ø 8cm, KK+, eff 80%, kepala, UUB, Hodge III, lendir darah +

218
 Penulisan diagnosis obstetri :

Dx :

Wanita , G ... P ... A..., usia ibu ...


Anamnesis
Hamil, berapa minggu ...

Janin 1, hidup intra uterine Leopold dan DJJ

Letak belakang kepala, sudah masuk PAP , puki ( pungggung kiri ) Leopold dan
VT obs

Sudah / belum in partu VT obs

219
CHECK LIST ASUHAN PERSALINAN NORMAL KALA 2

No. Aspek Ketrampilan Klinis

MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN


1. Mengamati gejala & tanda persalianan kala dua
 Valsava/Ibu mempunyai keinginan utk mengejan
 Ibu merasakan tekanan yg semakin  pada rectum dan / vaginanya
 Perineum menonjol
 Vulva-vagina dan sfingter anal membuka
2.  Memastikan perlengkapan (handuk, selimut, partus set, dll), obat-obatan
esensial siap digunakan.
 Mematahkan ampul oksitosin 10 unit & menempatkan spuit disposable
dalam partus set
3. Mengenakan celemek plastik yg bersih, melepaskan semua
perhiasan/aksesoris yg dipakai di bawah siku.
4. Mencuci kedua tangan dgn sabun & air bersih yg mengalir, kemudian
mengeringkan tangan dgn handuk, lalu memakai handschoen steril.
5. Menghisap / inspirasi oksitosin 10 unit ke dalam spuit & meletakkan kembali
di partus set.
MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP DAN KEADAAN JANIN BAIK
6. Membersihkan vulva & perineum, menyekanya dgn hati2 dari depan ke
belakang dgn menggunakan kapas atau kasa steril.
Catatan: Jika mulut vagina, perineum, atau anus terkontaminasi oleh kotoran
Ibu, membersihkannya dgn seksama dgn cara menyekanya dari depan ke
belakang, & ganti sarung tangan dgn sarung tangan steril saat melakukan
periksa dalam.
7. Dengan menggunakan teknik aseptic, lakukan pemeriksaan dalam (VT) utk
memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap
Catatan:
 Bila selaput ketuban belum pecah tapi pembukaan sudah lengkap,
lakukan amniotomi  pakai ½ Cocher
 Lepas & rendam handscon di larutan klorin  Cuci tangan
8. Memeriksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir utk
memastikan bahwa DJJ dlm batas normal (120-160 X / menit)
PERTOLONGAN KELAHIRAN BAYI
Melakukan pimpinan mengejan saat ada HIS
9. Pakai handscon dan siapkan selimut :
 kain bersih dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu

220
 1 selimut di perut
 1 selimut di dada
 1 handuk bersih di atas perut ibu utk mengeringkan bayi
Catatan:
Sediakan tempat utk antisipasi terjadinya komplikasi persalinan (asfiksia),
sebelah bawah kaki ibu tempat datar alas keras. Beralaskan 2 kain dan 1
handuk, dgn lampu sorot 60 watt (jarak 60 cm dari tubuh bayi)

10. Tanya ke ibu :


Sudah pengen mengejan belum bu..? Ngejannya nanti jangan bersuara ya
Pimpin meneran saat Ibu mempunyai dorongan kuat utk meneran. Anjurkan
Ibu utk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika blum mrasa
ada dorongan utk meneran dlm 60 menit.
LAHIRNYA KEPALA
11. Saat kepala bayi membuka vulva 5-6 cm, lindungi perineum dgn
 tangan kanan dibawah handuk bawah
 tangan kiri tahan kepala bayi & lakukan tekanan yg lembut & tidak
menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan-
lahan.
12. Dengan lembut menyeka wajah, mulut dan hidung bayi dgn kain atau kasa
bersih, memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yg sesuai.
Catatan :
 Jika tali pusat melilit leher dgn longgar, lepaskan lewat bagian atas
kepala bayi
 Jika tali pusat melilit dgn erat, mengklemnya di dua tempat, lalu plirit
5cm dan memotongnya (gunting)
13. Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan
LAHIRNYA BAHU
14. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar,
 pegang secara biparental  tangan kanan tetap di bawah
 anjurkan ibu utk meneran saat kontraksi
 gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul
di bawah arcus pubis melahirkan bahu depan
 kemudian gerakan ke arah atas dan distal melahirkan bahu
belakang.
LAHIRNYA BADAN DAN TUNGKAI
15.  Geser tangan bawah (tangan kanan) ke arah perineum ibu utk
menyangga kepala, lengan dan siku bagian bawah.
 Gunakan tangan atas (tangan kiri) utk menelusuri dan memegang

221
tangan – siku sebelah atas.
16. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung ke arah
bokong dan tungkai bawah janin utk memegang tungkai bawah (selipkan jari
telunjuk tangan kiri di antara kedua lutut janin).
PENANGANAN BAYI BARU LAHIR
17. Melakukan penilaian selintas/sekilas :
(a) apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan?
(b) apakah bayi bergerak aktif ?
(c) lihat juga warna kulitnya
18.  Taruh bayi di atas handuk di atas perut ibu segera (jgn sampai hipotermi)
 Mengeringkan tubuh bayi dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya
kcuali bagian tangan janin tanpa membersihkan verniks
 Ganti handuk basah dgn handuk/kain kering
21. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dgn klem kira-kira 3 cm dari
pusat bayi.
Mendorong isi tali pusat kea rah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada
2 cm distal dari klem pertama.
22. Dgn satu tangan, pegang tali pusat yg telah dijepit (lindungi perut bayi), dan
lakukan mengguntingkan tali pusat diantara 2 klem tsb.
Mengikat tali pusat dgn benang DDT atau steril pada suatu sisi, kemudian
melingkarkan kembali benang tersebut & mengikatnya dgn simpul kunci pada
sisi lainnya.
23. Menyelimuti ibu dan bayi dgn kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.
24. Lakukan IMD  ibu, silahkan bayinya disusui

Penting !!!
1. Perkenalan diri di awal sebelum melakukan pertolongan
2. Suami di minta untuk mendampingi istri sekaligus sebagai saksi
3. Jangan lupa  selalu lakukan INFORMED CONSENT di awal
Jelaskan tujuan tindakan, prosedurnya, dan selalu tanya  apakah ibu bersedia ?
4. Jika di OSCE Cuma KALA 2  jangan lupa di akhir untuk membuang handscon di
sampah medis, cuci tangan, ucapkan Hamdallah, terimakasih, serta selamat bayi
telah lahir dengan sehat

Pengertian dan Definisi Apgar Score. Nilai Apgar atau Skor apgar adalah suatu metode
praktis yang di gunakan untuk menilai keadaan bayi sesaat setelah di lahirkan. Fungsi nilai
apgar adalah untuk melihat dan mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak
sehingga dapat di persiapkan penanganan yang tepat untuk mencegah timbulnya risiko yang
tidak di inginkan. Pada nilai apgar ada lima kriteria yang di nilai, yaitu:

222
Kriteria Penilaian Apgar:

Kriteria Skor
Appearance => Penampakan / warna kulit

 Jika kulit bayi berwarna biru pucat 0


 Jika kulit bayi berawarna pink dan lengan/tungkainya berwarna biru 1
 Jika seluruh kulit bayi berwarna pink 2

Pulse => Denyut jantung / frekuensi

 Jika tidak terdengar denyut jantung : 0


 Jika jantung berdenyut kurang dari 100 kali/menit 1
 Jika jantung berdenyut lebih dari 100 kali/menit 2

Grimace => Refleks

 Jika tidak timbul refleks 0


 Jika wajahnya menyeringai 1
 Jika bayi menyeringai dan terbatuk, bersin atau menangis keras 2

Activity => Keaktifan / tonus otot

 Jika otot lembek 0


 Jika lengan atau tungkainya terlipat 1
 Jika bayi bergerak aktif 2

Respiration => Pernafasan

 Jika tidak bernafas 0


 Jika pernafasan lambat atau tidak teratur 1
 Jika bayi menangis 2

Masing-masing kriteria diberi skor antara 0-2, akumulasi atau nilai total dari kelima kriteria
yang disebutkan di atas itulah yang disebut nilai Apgar (Apgar score) yang meliputi:

Nilai Apgar 7-10  Bayi Normal


Nilai apgar 4-6  Asfiksia ringan, bayi memerlukan bantuan untuk
menstabilkan dirinya di lingkungan yang baru.

Nilai Apgar 0-3  Asfiksia berat, bayi perlu segera mendapatkan


resusitasi.

223
CHECK LIST ASUHAN PERSALINAN NORMAL KALA 3

No. Aspek Ketrampilan Klinis

PENYUNTIKAN OKSITOSIN DENGAN SEGERA


1. Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dlm uterus.
Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi
baik.
2. Dlm waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM di 1/3
paha atas bagian distal lateral (lakukan desinfeksi dan aspirasi sebelum
menyuntikkan oksitosin)
PEREGANGAN TALI PUSAT TERKENDALI & PENGELUARAN PLASENTA
3. Memindahkan klem pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva
4. Meletakan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, utk
mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
5. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan,
sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorsokranial.

Catatan :
Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat
dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur.
MENGELUARKAN PLASENTA
6. Melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas,
minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar
lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan
tekanan dorsokranial).

Catatan :
 Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak
sekitar 5-10 cm dari vulva
 Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat
selama 15 menit :
 Ulangi pemberian oksitosin 10 unit IM
 Menilai kandung kemih & mengkateterisasi kandung kemih
 Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya
 Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit sejak
kelahiran bayi
7. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dg hati-
hati. Bila terasa ada tahanan, pegang plasenta dg kedua tangan dan lakukan
putaran searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah
robeknya selaput ketuban.

224
Catatan : Jika selaput ketuban robek memakai sarung steril, gunakan jari-
jari tangan utk melepaskan bgian selaput yg tertinggal
SETELAH PLASENTA LAHIR
8. Letakkan plasenta yang telah lahir di baskom atau kantong platik yang telah
disediakan
9. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase (pemijatan) pada fundus
uteri dengan menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian
palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
10. Bersihkan pada jalan lahir dengan menggunakan kasa jika ada kemungkinan
masih ada jaringan yang tertinggal
APN KALA 4  MULAI PERDARAHAN
11. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan
untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah
lahir lengkap
Catatan :Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan masase selama 15
detik mengambil tindakan yang sesuai
12.  Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan
penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
 Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam.
Catatan : Perdarahan normal terjadi dalam 2 jam dan < 500 cc
MELAKUKAN PROSEDUR PASCA PERSALINAN
18. Menempatkan seluruh alat ke dalam larutan dekontaminasi, melepaskan
sarung tangan dan meletakkan sarung tangan bekas pakai pada tempatnya.
Cuci tangan
19. Melakukan evaluasi :
 Pada ibu : tekanan darah, nadi dan kandung kencing setiap 15 menit
selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam
kedua pasca persalinan
 Pada anak : panjang, BB, dikasih tetes mata (kloramfenikol atau salep),
suntik vit.K 1/3 atas di paha dengan cara dicubit
20. Melengkapi partograf
21. mengucapkan hamdallah dan salam

Penting !!!
1. Perkenalan diri di awal sebelum melakukan pertolongan
2. Suami di minta untuk mendampingi istri sekaligus sebagai saksi
3. Jangan lupa  selalu lakukan INFORMED CONSENT di awal
Jelaskan tujuan tindakan, prosedurnya, dan selalu tanya  apakah ibu bersedia ?
4. Pakai Celemek  Cuci tangan  pakai handscoen

225
BAB II
GINEKOLOGI
MATERI GINEKOLOGI

PEMERIKSAAN GINEKOLOGI

Simptomatologi penyakit ginekologi berkisar pada beberapa gejala, yaitu:


1. Perdarahan dan gangguan haid
2. Keputihan dan gatal genitalia
3. Rasa nyeri pada pelvis atau panggul
4. Benjolan pada perut atau genitalia

Anamnesis
Pemeriksaan ginekologi diawali dengan melakukan anamnesis terlebih dahulu, setelah itu
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, seperti pemeriksaan dengan inspikulo dan sondase.
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk anamnesis pada pasien dengan penyakit
ginekologi adalah sebagai berikut :
 Riwayat Penyakit Umum
Perlu ditanyakan riwayat menderita penyakit berat, seperti TB, penyakit jantung,
ginjal, DM atau penyakit jiwa. Perlu diperhatikan pula riwayat operasi non
ginekologik, misalnya strumektomi, mammektomi, dan appendektomi.
 Riwayat Haid/Menstruasi
Perlu diketahui menarke, siklus teratur atau tidak, lama haid, banyak darah waktu
haid, disertai nyeri atau tidak dan menopause. Ditanyakan pula tanggal haid terakhir
masih normal atau tidak, sehingga bisa diketahui pasien mengalami gangguan haid
seperti amenore.
 Riwayat Obstetrik
Perlu diketahui riwayat kehamilan, riwayat keguguran (spontan autau sengaja),
riwayat persalinan (normal atau operasi), masa nifas, riwayat penggunaan
kontrasepsi.
 Riwayat Ginekologik
Riwayat penyakit/kelainan ginekologik serta pengobatannya dapat memberikan
keterangan penting termasuk operasi yang sudah pernah dilakukan.
 Keluhan Sekarang
Keluhan dari pasien dengan detail dapat memberikan informasi kemungkinan
diagnosis kelainan yang dialami, namun tetap harus dilakukan pemeriksaan fisik,
karena diagnosis tidak bisa ditegakkan hanya dengan anamnesis semata.

Beberapa kemungkinan keluhan pasien dibawah ini :


1. Perdarahan dan gangguan haid
 Perdarahan berhubungan dengan siklus haid kemungkinan menoragia,
hipermenorea, polimenorea, hipomenorea, oligomenorea, atau metroragia.

226
 Perdarahan didahului oleh haid terlambat biasanya disebabkan abortus,
kehamilan mola, atau kehamilan ektopik. Bisa juga karena perdarahan karena
polip, erosi portio atau karsinoma serviks.
 Perdarahan sewaktu coitus dapat merupakan gejala dini dari karsinoma
serviks.
 Perdarahan dalam menopause harus diperiksa secara sistematis dan lengkap,
untuk menyingkirkan kemungkinan tumor ganas. Metroragia merupakan
gejala penting dari Ca serviks dan Ca korpus uteri.
2. Keputihan (Leukoria) dan gatal genitalia
 Perlu ditanyakan sifat dan banyaknya, sudah berapa lama, terus menerus
atau waktu tertentu, banyaknya, warnanya, baunya disertai gatal/nyeri atau
tidak.
 Secara fisiologis normalnya keluar getah dari vulva (biasanya lendir) dapat
dijumpai saat (1)waktu ovulasi (2)waktu menjelang dan setelah haid
(3)rangsangan seksual (4)kehamilan.
 Keputihan yang disertai gatal biasanya disebabkan trikomoniasis atau
kandidiasis, serta diabetes mellitus, sedangkan vaginitis senilis biasanya
disertai rasa nyeri.
3. Rasa Nyeri pada pelvis atau panggul
 Faktor subjektif pada gejala ini sangat besar, bahkan sulit memasktikan
derajat nyeri. Perlu ditanyakan lamanya, secara terus atau berkala, rasa
nyerinya (seperti ditusuk-tusuk, seperti mules, atau ngilu), hebatnya dan
lokasinya.
 Dismenorea dapat dirasakan diperut bawah atau pinggang, bersifat seperti
mules-mules, ngilu, atau seperti ditusuk-tusuk. Rasa nyeri dapat timbul saat
menjelang haid, sewaktu atau setelah haid. Umumnya disminore disebabkan
endometriosis.
 Dispareuni atau nyeri saat coitus, dapat disebabkan kelainan organik atau
faktor psikologis, kelainan organik seperti vagina sempit, peradangan atau
luka, kelainan pada organ dalam, sepertiadneksitis, parametritis, atau
endometritis.
 Nyeri perut dapat disebabkan kelainan letak uterus, neoplasma terutama
peradangan, baik mendadak maupun menahun. Nyeri hebat dapat
disebabkan ruptur tuba, salpingo-ooforitis akut, putaran tangkai pada kista
ovarii atau mioma subserosum.Penjalaran nyeri sampai bahu biasanya
disebabkan kehamilan ektopik yang terganggu.

Pemeriksaan Ginekologi
Apabila dalam ilmu kebidanan dikenal istilah status obstetrikus, maka dalam ginekologi
dikenal istilah status ginekologikus, yaitu catatan dari hasil pemeriksaan yang diperoleh
dengan cara khusus (pemeriksaan ginekologi). Untuk pemeriksaan lengkapnya dapat dilihat
pada tabel skill pemeriksaan ginekologi.

227
KELAINAN PADA ORGAN GENITALIA

A. Tumor Jinak Organ Genitalia

Tumor Tumor kistik Tumor padat


Vulva 1. Kista bartholini Fibroma
 Merupakan kista berukuran besar yang Polip fibroepitel
relatif paling sering dijumpai. Lipoma
 Kelenjar bartholin terletak di 1/3 Limfangioma sirkumskriptum
posterior labium mayus (berada pada Angiofibrobalstoma
posisi jam 4 dan 8). Mioma vulvovagina
 Kista terbentuk karena infeksi atau Tumor padat lainnya
trauma yang menyebabkan sumbatan
pada saluran eksresi kelenjar
bartholini.
 Gambaran klinik : gejala peradangan
(nyeri sentuh dan disapreuni  nyeri
ketika berhubungan seksual),
penyumbatan, dan indurasi.
 Terapi : marsupialisasi yaitu insisi
dinding kista dan drainase cairan kista.
2. Kista pilosebasea
Merupakan kista yang sering
ditemukan di vulva terbentuk akibat
penyumbatan oleh infeksi atau
akumulasi material sebum pada saluran
tersebut pada duktus sekretorius
kelenjar minyak/blok ( age of sebaceous
duct).
Gambaran klinik : kista ini umumnya
bediameter kecil soliter dan
asimptomatik. Kista ini dapat ditemukan
juga di beberapa tempat di labium
mayora. Umumnya kista pilosebase tidak
membesar dan asimptomatik.
Terapi : kista pilosebasea tidak banyak
menimbulkan keluhan kecuali infesi
sehingga menimbulkan nyeri lokal dan
memerlukan tindakan insisi dan tindakan
drainase.

Vagina Kista gartner Fibroma vagina


 Gambaran klinik : Lokasi kista di bagian Adenosis vagina
anterolateral puncak vagina. Endometriosis vagina
 Terapi : insisi dinding anterolateral

228
vagina dan eksisi untuk mengeluarkan
kista dari sisa kanalis wolfii.

Serviks Kista Nabotii Polip serviks


 Gambaran Klinik : kista ini tidak Papiloma serviks
menimbulkan gangguan sehingga jarang Mioma serviks
berobat. Pada pemeriksaan inspikulo Gambaran klinik : disapreuni,
terlihat penonjolan kistik diarea disuria, desakan ke rektum,
endoserviks dengan batas yang relatif obstruksi darah menstruasi.
tegas dan berwarna lebih muda dari Terapi : observasi berkala
jaringan sekitarnya
Miometrium Mioma uteri
 Klasifikasi :
o Mioma submukosa
menempati lapisan
dibawah endometrium
dan menonjol
kedalam/cavum uteri.
o Mioma
intramural/interstisial
adalah mioma yang
berkembang diantara
miometrium
o Mioma subserosa adalah
mioma yang tumbuh di
bawah lapisan serosa
uterus dan dapat tumbuh
ke arah luar dan
bertangkai.
 Gambaran klinik :
perdarahan abnormal
uterus, nyeri.
 Terapi : miomektomi/
histerektomi.

Jaringan Kista folikel


 Kista yang paling sering ditemukan di
ovarium
ovarium, biasanya berukuran lebih besar
(3-8 cm) dari folikel praovulasi (2,5 cm).
 Diagnosis : penemuan kista ini melalui
pemeriksaan USG transvaginal atau MRI.
 DD : salpingitis, endometriosis, kista
lutein dan kista neoplastik. Sebagian
kista dapat mengalami obliterasi dalam
60 hari tanpa pengobatan. Pil
kontrasepsi dapat mengatur siklus dan
atersi kista folikel.

229
 Terapi : pungsi langsung pada dinding
kista dengan peralatan laparoskopi
Kista korpus luteum
Terjadi akibat pertumbuhan lanjut
korpus luteum atau perdarahan yang
mengisi rongga yang mengisi setelah
operasi.
Kista granulosa
Perbesaran non neoplastik ovarium.
Setelah ovulasi sel granulosa mengalami
luteinisasi. Pada tahap terbentuknya
vaskularisasi baru darah terkumpul
ditengah rongga membentuk korpus
hemoragikum. Reabsorbsi darah
diruangan ini menyebabkan
terbentuknya kista korpus luteum. Kista
ini dapat menimbulkan nyeri lokal dan
tegang dinding perut dan disertai
amenore yang menyerupai gambaran
kehamilan ektopoik. Dapat
menyebabkan torsi ovarium sehingga
menimbulkan nyeri hebat atau
perarahan intraperitoneal yang
membutuhkan pembedahan segera.
Kista teka
Tidak pernah mencapai ukuran besar.
Umumnya bilateral berisi cairan jernih
kekuningan. Tidak banyak keluhan
sehingga umunya tidak diperlukan
tindakan bedah namun apabila terjadi
ruptur dan perdarahan ke peritoneum
maka diperlukan tindakan laparotomi
segera.
PCOS
 Gambaran Umum : ditandai dengan
pertumbuhan polikistik ovarium kedua
ovarium, amenore sekunder, atau
oligomenore dan infertilitas. 50% pasien
mengalami hirsutisme dan obesitas.
Terjadi pada perempuan usia 15-30
tahun. Kasus infertilitas berhubungan
dengan disfungsi hipotalamus.
 Gambaran klinik : perbesaran ovarium
mengalami proses sklerotika yang
menyebabkan permukaannya putih
tanpa indentasi seperti mutiara sehingga
disebut kerak mutiara.

230
 Diagnosis penyakit ini berdasarkan
anamnesis yang mengarah ke gejala dan
pemeriksaan fisik terarah. Riwayat
menarche dn haid yang normal berubah
menjadi episode amenore yang semakin
lama. Perbesaran ovarium dapat
dipalpasi pada sekitar 50% kasus.
Pemeriksaan : USG dan laparoskopi.
Terapi : klomifensitrat 50-100 mg perhari
untuk 5-7 hari persiklus.

Epitel Kista dermoid


 Gambaran umum : tumor terbanyak
Ovarium
yang berasal dari sel germinativum
paling banyak diderita gadis < 20 tahun.
 Gambaran klinik : Kista dermoid jarang
mencapai ukuran besar tetapi kadang
bercampur dengan kistadenoma ovarii
musinosum sehingga diamternyaakan
semakin besar. Kista dermoid dindingnya
putih dan relatif putih kental dan berisi
minyak karena dinding tumor
mengandung banyak kelenjar sebasea
dan derivat ektodermal atau sebagian
besar adalah rambut (dalam ukuran kecil
kista ini tidak menimbulkan keluhan
apapun dan penemuan tumor hanya
melalui pemeriksaan rutin).
 Terapi : laparotmi dan kistektomi.

Mioma Uteri

231
B. Infeksi pada Genitalia

1. Vaginosis bakterial
a. Terjadi karena pergeseran flora normal dengan peningkatan bakteri anaerob dan
kenaikan konsentrasi Gardenella vaginalis , terjadi penurunan lactobacili.
b. Meningkatkan risiko radang panggung
c. Ciri-ciri: duh tubuh tipis, homogen, warna putih abu0abu dan berbau amis
d. Penegakkan diagnosis : identifikasi mikroskopik sel-sel clue pada usapan basah.
Sel clue adalah epitel vagina yang dikerumuni bakteri, PH sama atau > 4,5. Uji
whiff positif berarti keluar bau seperti anyir atau amis pada waktu ditambahkan
potasium hidroksida (KOH) yang konsentrasi 10-20% pada cairan vagina.
e. Terapi :
 metronidazole 500 mg peroral 2x sehari selama 7 hari
 metronidazole pervagina 2x sehari selama 5 hari
 krim klindamisin 2% pervagina 1x sehari selama 7 hari

2. Trikomonas
a. Infeksi oleh protozoa trikomonas vaginalis yang menular secara seksual
b. Ciri : cairan vagina berbuih , tipis , berbau tidan enak dan banyak, warna bisa
abu-abu , putih atau kuning kehijauan, dotemukan eritem dan edem pada vulva
dan vagina
c. Diagnosis : preparat kaca basah memperlihatkan fusiformis uniseluler yang
sedikit lebih besar dibanding sel darah putih, PH cairan vagina 5-7
d. Terapi : metronidazole 2g peroral dosis tunggal

3. Kandida
a. Ciri keluhan : pruritus , iritasi vagina, disuria atau kedua-duanya. Cairan vagina
putih seperti susu dan tidak berbau
b. Diagnosis : preparat KOH menunjuukkan hife dan kuncup (larutah KOH 10%-20%
menyebabkan lisis sel darah merah dan putih sehingga mudah mengidentifikasi
jamur)
c. Terapi : imidasol atau triasol seperti mikonasol , klotrimasol, butokonasol, atau
terjonasol.

232
Kriteria Sindroma
diagnostik
Normal Vaginitis Vaginosis
Vulva
bakterial trikomonas
vaginitis
candida
PH vagina 3.8-4.2 >4.5 >4.5 >4.5
Cairan vagina Putih, jernih, Tipis, Kuning Putih, seperti
halus homogen sampai hijau, keju, kadang-
putih, abu- berbuih, kadang
abu, lengket lengket, tambah
seringkali tambah banyak
tambah banyak
banyak
Bau amis Tidak ada Ada amis Mungkin ada Tidak ada
(KOH) uji amis
whiff
Keluhan Tidak ada Keputihan, Keputihan , Gatal atau
utama pasien bau busuk, berbuih , bau panas atau
tambah tidak busuk, keputihan
enak setelah pruritus,
senggama, disuria
kemungkinan
gatal
Mikroskopik Lactobacili Sel-sel clue Trikomonas, Kuncup
sel-sel epitel dengan leukosit > 10 jamur hife ,
bakteri ,lapang pseudohife
kokoid yang pandang
melekat kuat

PEMERIKSAAN PAYUDARA

Anamnesis dan pemeriksaan pada payudara dapat dilihat pada checklist anamnesis
dan pemeriksaan payudara pada skill ginekologi.

KELAINAN PADA PAYUDARA

A. Tumor pada Payudara

a. Tumor jinak, FAM (Fibroadenoma Mammae)


 Tumor jinak payudara yang paling sering
 Setelah menopause tidak pernah didapati
 Berasal dari kelenjar dan jaringan ikat
 Teraba benjolan bulat, kenyal padat, simpai licin, batas tegas, mudah digerakkan

233
 Tidak terasa nyeri
 Pada massa kehamilan, menyusui dan menjelang menopause dapat cepat
membesar
 Tidak jarang multiple/banyak
 Terapi : operasi
b. Kelainan fibrokistik
 Nama lain : mastitis kronik kistik, hiperplasi kistik, mastopati kistik atau dysplasia
payudara
 Tumor tidak berbatas tegas, berbenjol
 Nyeri sekali, terutama menjelang haid
 Bila dapat diatasi dg obat anti nyeri, vit E dan menjelang mens diberikan diuretic
 Bila tidak menolong, atau ditakutkan suatu keganasan  operasi
c. Kista air susu
 Galaktokel disebabkan air susu yang terperangkap dalam kelenjar susu dan
membeku
 Terdapat pada wanita menyusui
 Berupa benjolan kistik/lunak, bulat
 Bila tidak bisa keluar, infeksimastitis
 Bila masih baru, dilakukan masase atau dikeluarkan dengan vakum
 ASI sisi yang sakit tidak boleh diberikan pada bayi
 Bila terjadi infeksi diberi antibiotika
 Bila terbentuk nanah  insisi

d. Nekrosis lemak
 Terjdi karena trauma
 Berupa benjolan keras, nyeri
 Biasanya mengecil sendiri
e. Infeksi
 Mastitis terjadinya biasanya pd masa menyusui, yg dapat berkembang menjadi
abses
 Bisa juga karena hiegene tidak dilakukan dengan benar
 Bisa pula infeksi TBC, jamur dan lain-lain pada payudara
f. Tumor ganas
 Merupakan keganasan yg sering, dijumpai pd wanita setelah tumor ganas
kandungan
 Biasanya datang sudah dalam keadaan lanjut
 Penyebabnya tidak diketahui pasti, tetapi ada faktor risiko timbulnya tumor
ganas payudara

234
B. Mastitis

Tingkat Kemampuan : 4A

Masalah Kesehatan
Mastitis adalah peradangan payudara yang terjadi biasanya pada masa nifas atau sampai 3
minggu setelah persalinan.
Kejadian mastitis berkisar 2-33% dari ibu menyusui dan lebih kurang 10% kasus mastitis
akan berkembang menjadi abses (nanah), dengan gejala yang makin berat.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
1. Nyeri dan bengkak pada daerah payudara, biasa pada salah satu payudara
2. Adanya demam > 380 C
3. Paling sering terjadi di minggu ke 3 - 4 postpartum

Gejala klinis
1. Demam disertai menggigil
2. Dapat disertai demam > 380C
3. Mialgia
4. Nyeri di daerah payudara
5. Sering terjadi di minggu ke–3 dan ke–4 postpartum, namun dapat terjadi kapan saja
selama menyusui

Faktor Risiko
1. Primipara
2. Stress
3. Teknik menyusui yang tidak benar, sehingga proses pengosongan payudara tidak
terjadi dengan baik. (menyusui hanya pada satu posisi)
4. Penghisapan bayi yang kurang kuat, dapat menyebabkan statis dan obstruksi kelenjar
payudara.
5. Pemakaian bra yang terlalu ketat
6. Bentuk mulut bayi yang abnormal (ex: cleft lip or palate), dapat menimbulkan trauma
pada puting susu.
7. Terdapat luka pada payudara.
8. Riwayat mastitis sebelumnya saat menyusui.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan tanda vital : nadi meningkat (takikardi).
2. Pemeriksaan payudara
a. payudara membengkak
b. lebih teraba hangat
c. kemerahan dengan batas tegas
d. adanya rasa nyeri

235
e. unilateral
f. dapat pula ditemukan luka pada payudara

Pemeriksaan Penunjang : -

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis klinis dapat di tegakkan dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Berdasarkan tempatnya, mastitis dapat dibedakan menjadi 3 macam, antara lain :
1. Mastitis yang menyebabkan abses dibawah areola mammae.
2. Mastitis ditengah payudara yang menyebabkan abses ditempat itu.
3. Mastitis pada jaringan dibawah dorsal kelenjar-kelenjar yang menyebabkan abses
antara payudara dan otot-otot dibawahnya.

Diagnosis Banding:-

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
1. Ibu sebaiknya tirah baring dan mendapat asupan cairan yang lebih banyak.
2. Sampel ASI sebaiknya dikultur dan diuji sensitivitas.
3. Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas

Medikamentosa
1. Berikan antibiotika
a. Kloksasilin 500 mg per oral per 6 jam selama 10-14 hari
b. ATAU Eritromisin 250 mg per oral 3 x 1 sehari selama 10 hingga 14 hari
2. Analgetik parasetamol 3x500 mg per oral
3. Lakukan evaluasi setelah 3 hari.

Komplikasi:
1. Abses mammae
2. Sepsis

Konseling dan Edukasi


1. Memberikan pengetahuan akan pentingnya ASI dan mendorong ibu untuk tetap
menyusui,
2. Menyusui dapat dimulai dengan payudara yang tidak sakit.
3. Pompa payudara dapat di lakukan pada payudara yang sakit jika belum kosong setelah
bayi menyusui.
4. Ibu dapat melakukan kompres dingin untuk mengurangi bengkak dan nyeri.
5. Ibu harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan untuk menghindari infeksi yang
tidak diinginkan.

Peralatan

236
1. Lampu
2. Kasa steril
3. Sarung tangan steril
4. Bisturi

Kriteria Rujukan
Jika terjadi komplikasi abses mammae dan sepsis.

Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam.

C. Inverted Nipple

Tingkat kemampuan : 4A

Masalah Kesehatan
Terdapat beberapa bentuk puting susu. Pada beberapa kasus seorang ibu merasa putingnya
datar atau terlalu pendek akan menemui kesulitan dalam menyusui bayi. Hal ini bisa
berdampak bayi tidak bisa menerima ASI dengan baik dan cukup.
Pada beberapa kasus, putting dapat muncul kembali bila di stimulasi, namun pada kasus-
kasus lainnya, retraksi ini menetap.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
1. Kesulitan ibu untuk menyusui bayi
2. Puting susu tertarik
3. Bayi sulit untuk menyusui

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
Adanya puting susu yang datar atau tenggelam dan bayi sulit menyusui pada ibu.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang dalam penegakan diagnosis
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan tidak memerlukan
pemeriksaan penunjang.
Diagnosis klinis ini terbagi dalam :
1. Grade 1
a. Puting tampak datar atau masuk ke dalam
b. Puting dapat dikeluarkan dengan mudah dengan tekanan jari pada atau sekitar
areola.
c. Terkadang dapat keluar sendiri tanpa manipulasi
d. Saluran ASI tidak bermasalah, dan dapat menyusui dengan biasa.
2. Grade 2

237
a. Dapat dikeluarkan dengan menekan areola, namun kembali masuk saat tekanan
dilepas
b. Terdapat kesulitan menyusui.
c. Terdapat fibrosis derajat sedang.
d. Saluran ASI dapat mengalami retraksi namun pembedahan tidak diperlukan.
e. Pada pemeriksaan histologi ditemukan stromata yang kaya kolagen dan otot
polos.
3. Grade 3
a. Puting sulit untuk dikeluarkan pada pemeriksaan fisik dan membutuhkan
pembedahan untuk dikeluarkan.
b. Saluran ASI terkonstriksi dan tidak memungkinkan untuk menyusui
c. Dapat terjadi infeksi, ruam, atau masalah kebersihan
d. Secara histologis ditemukan atrofi unit lobuler duktus terminal dan fibrosis yang
parah

Komplikasi
Risiko yang sering muncul adalah ibu menjadi demam dan pembengkakan pada payudara.

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Non-Medikamentosa
Untuk puting datar/tenggelam (inverted nipple) dapat diatasi setelah bayi lahir, yaitu
dengan proses Inisiasi Menyusu Dini (IMD) sebagai langkah awal dan harus terus menyusui
agar puting selalu tertarik. Ada dua cara yang dapat digunakan untuk mengatasi puting
datar/terbenam, yaitu:
1. Penarikan puting secara manual/dengan tangan. Puting ditarik-tarik dengan lembut
beberapa kali hingga menonjol.
2. Menggunakan spuit ukuran 10-20 ml, bergantung pada besar puting. Ujung spuit yang
terdapat jarum dipotong dan penarik spuit (spuit puller) dipindahkan ke sisi bekas
potongan. Ujung yang tumpul di letakkan di atas puting, kemudian lakukan penarikan
beberapa kali hingga puting keluar. Lakukan sehari tiga kali; pagi, siang, dan malam
masing-masing 10 kali
3. Jika kedua upaya di atas tidak memberikan hasil, ibu dapat memberikan air susunya
dengan cara memerah atau menggunakan pompa payudara.
4. Jika putting masuk sangat dalam, suatu usaha harus dilakukan untuk mengeluarkan
putting dengan jari pada beberapa bulan sebelum melahirkan.

Konseling dan Edukasi


1. Menarik-narik puting sejak hamil (nipple conditioning exercises) ataupun penggunaan
breast shield dan breast shell. Tehnik ini akan membantu ibu saat masa telah
memasuki masa menyusui.
2. Membangkitkan rasa percaya diri ibu dan membantu ibu melanjutkan untuk menyusui
bayi. Posisikan bayi agar mulutnya melekat dengan baik sehingga rasa nyeri akan
segera berkurang. Tidak perlu mengistirahatkan payudara, tetapi tetaplah menyusu on
demand

238
D. Cracked Nipple
Tingkat kemampuan : 4 A

Masalah Kesehatan
Nyeri pada puting merupakan masalah yang sering ditemukan pada ibu menyusui dan
menjadi salah satu penyebab ibu memilih untuk berhenti menyusui bayinya. Diperkirakan
sekitar 80-90% ibu menyusui mengalami nipple pain dan 26% di antaranya mengalami lecet
pada puting yang biasa disebut dengan nipple crack. Kerusakan pada puting mungkin terjadi
karena trauma pada puting akibat cara menyusui yang salah.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
Adanya nyeri pada puting susu dan nyeri bertambah jika menyusui bayi.
Penyebab
Dapat disebabkan oleh teknik menyusui yang salah atau perawatan yang tidak benar pada
payudara. Infeksi monilia dapat mengakibatkan lecet.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik didapatkan :
1. Nyeri pada daerah putting susu
2. Lecet pada daerah putting susu
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang dalam penegakan diagnosis.

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik.

Komplikasi
Risiko yang sering muncul adalah ibu menjadi demam dan pembengkakan pada payudara.

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
Non-Medikamentosa
1. Teknik menyusui yang benar
2. Puting harus kering
3. Mengoleskan colostrum atau ASI yang keluar di sekitar puting susu dan membiarkan
kering.
4. Mengistiraharkan payudara apabila lecet sangat berat selama 24 jam
5. Lakukan pengompresan dengan kain basah dan hangat selama 5 menit jika terjadi
bendungan payudara

Medikamentosa

239
1. Memberikan tablet Parasetamol tiap 4 – 6 jam untuk menghilangkan nyeri.
2. Pemberian Lanolin dan vitamin E
3. Pengobatan terhadap monilia

Konseling dan Edukasi


1. Tetap memberikan semangat pada ibu untuk tetap menyusui jika nyeri berkurang.
2. Jika masih tetap nyeri, sebagian ASI sebaiknya diperah.
3. Tidak melakukan pembersihan puting susu dengan sabun atau zat iritatif lainnya.
4. Menggunakan bra dengan penyangga yang baik.
5. Posisi menyusui harus benar, bayi menyusui sampai ke kalang payudara dan susukan
secara bergantian di antara kedua payudara.

Tabel. Posisi menyusui yang baik

Posisi tubuh yang baik Posisi menyusui yang tidak benar

1. Posisi muka bayi menghadap ke 1. Leher bayi terputar dan


payudara (Chin to Breast) cenderung ke depan
2. Perut atau dada bayi menempel pada 2. Badan bayi menjauh dari ibu
pertu /dada ibu (Chest to Chest) 3. Badan bayi tidak menghadap ke
3. Seluruh badan Bai menghadap ke badan ibu
badan ibu hungga telinga bayi 4. Hanya leher dan kepala
membentuk garis lurus dengan tersanggah
lengan bayi dan leher bayi 5. Tidak ada kontak mata anatara
4. Seluruh punggung bayi tersanggah ibu dan bayi
dengan bayi 6. C – Hold tetap dipertahankan
5. Ada kontak mata antara ibu dengan
bayi
6. Pegang belakang bahu, jangan kepala
bayi
7. Kepala terletak di lengan bukan di
daerah siku

240
E. Retraksi Puting

Suatu kondisi dimana puting tertarik kedalam payudara. Pada beberapa kasus, puting dapat
muncul keluar bila distimnulasi, namun pada kasus lain retraksi ini menetap.

Diagnosis :
Grade 1
 Puting tampak datar/masuk kedalam
 Puting dapat dikeluarkan dengan mudah oleh jari pada areola
 Terkadang dapat keluar sendiri tanpa stimulasi
 Saluran asi tidak bermasalah dan dapat menyesui seperti biasa
Grade 2
 Dapat dikeluarkan dengan areola namun kembali masuk saat tekanan dilepas
 Terdapat kesulitan menyusui
 Terdapat fibrosis derajat sedang
 Saluran asi dapat mengalami retraksi namun pembedahan tidak diperulukan
 Pada pemeriksaan histologi ditemukan stromata yang kaya kolagen dan otot polos
Grade 3
 Puting sulit dikeluarkan pada PF dan dibutuhkan pembedahan untuk dikeluarrkan
 Saluran asi terkonstriksi dan tidak memungkinakn untuk menyusui
 Dapat terjadi infeksi, ruam atau masalah kebersihan
 Secara histologi ditemukan atrofi unit lobular duktus terminal dan fibrosis yang parah

Tatalaksana umum : jika retraksi tidak dalam susu dapat diperoleh dengan pompa
payudara, jika pusing sangat dalam suatu usaha harus dilkaukukan untuk mengeluarkan
puting denganjari pada beberapa bulan sebelum melahirkan.

241
SKILL GINEKOLOGI

CHECK LIST PEMERIKSAAN GINEKOLOGI


No.
Aspek Ketrampilan Klinis
PENDAHULUAN
1. Salam
2. Member informasi kepada pasien akan dilakukan pemeriksaan dalam vagina
dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan organ genitalia
Minta pasien untuk BAK (buang air kecil) terlebih dahulu
3. Membaca Basmalah
PEMERIKSAAN VAGINAL TOUCHER
1. Periksa kelengkapan peralatan yang dipakai
2. Lepaskan semua aksesori yang ada pada lengan bagian bawah
Pemeriksa cuci tangan dengan air mengalir dan sabun
3. Penderita diminta untuk melepas pakaian bagian bawah dan celana
dalamnya kemudian berbaring di meja ginekologi dengan posisi litotomi,
kedua telapak kakinya diletakkan di penyangga
4. Tutup perut bagian bawah dengan doek
5. Pemeriksa pakai sarung tangan dengan cara yang benar untuk tangan kanan
6. Pemeriksa berdiri searah kaki kanan penderita menghadap ke arah vulva
7. Lakukan inspeksi pada genitalia eksterna.
Mulai dari mons veneris, labia mayora, labia minora, klitoris, orificium uretra
externa, introitus vagina
Perhatikan discharge yang keluar (fluxus atau fluor), adakah benjolan
(menandakan ada kista atau keganasan lainnya)
8. Ambil kapas steril yang sudah dibasahi dengan cairan disinfektan
9. Untuk VT, pakailah jari tengah dengan telunjuk
Pertama, masukkan secara perlahan jari tengah dengan sedikit menekan ke
arah commisura posterior, kemudian masukkan jari telunjuk sejajar jari
tengah
10. Dengan kedua jari tersebut, susuri dinding vagina belakang, depan, kiri,
kanan sampai teraba portio
Cermati dan rasakan apakah ada kelainan

Tambahan:
Rugae
 Primigravida / nulipara : masih ada
 Multipara: sudah menghilang
11. Setelah teraba portio, lakukan pemeriksaan bimanual, dengan bantuan
tangan kiri diletakkan di supra simfisis, menekan ke arah jari tangan yang ada
di vagina
Tentukan besar uterus, konsistensi, ada tidak nyeri, posisi ante/retro flexi,
dextro/sinistro posisi

242
12. Periksa pula besarnya portio, konsistensinya, ostium uteri externa tertutup
atau terbuka (dengan cara memasukkan jari  bila terbuka  jari bisa
masuk, curiga abortus), nyeri goyang portio

Tambahan:
Ukuran dan konsistensi portio:
 Nulipara: ukurannya sebesar jempol tangan serta konsistensinya
seperti cuping hidung
 Saat hamil: ukurannya sebesar jempol kaki serta konsistensinya
seperti cuping telinga (vivir)

13. Kemudian arahkan pemeriksaan bimanual ke sisi kanan uterus, periksalah


adneksa dan parametrium.
Apakah teraba pembesaran ovarium, bila ada, perkirakan besar, konsistensi,
nyeri/tidak, mobilitasnya
Tuba: teraba nyeri, infiltrate kaku?
Lakukan hal yang sama untuk adneksa dan para metrium kiri
14. Pemeriksaan cavum douglas, tetap dengan bimanual
Arahkan jari ke fornix posterior, raba dan rasakan apakah teraba menonjol
atau datar
Teraba menonjol apabila cavum douglas terisi darah
15. Terakhir, tariklah kedua jari secara perlahan, kemudian perhatikan discharge
yang menempel pada sarung tangan
Adakah fluxus (darah) dan fluor
PEMERIKSAAN INSPEKULO
1. Pakai sarung tangan steril untuk tangan kiri
2. Pasang doek steril di bawah pantat penderita
3. Ambil speculum vagina graves, pastikan dalam keadaan tertutup
4. Hidupkan lampu sorot
5. Pegang speculum dengan jari tengah, telunuk dan ibu jari secara gentle
Olesi ujung spekulu, dengan jelly
6. Dengan posisi miring, masukkan secara perlahan speculum vagina, sambil
sedikit ditekan ke arah commisura posterior
Setelah masuk sekitar 2-3 cm, putar 90 derajat (searah jarum jam)
Masukkan menyusuri dinding vagina sampai kelihatan portio, kemudian kunci
7. Lihat dinding vagina kanan dan kiri
Perhatikan portio  besarnya, perlunakan/ erosi
Adakah polip, kista nobouti, mioma geburt, benang IUD, ostium uteri externa
tertutup atau terbuka, discharge yang keluar (fluxus/fluor)
8. Untuk melihat dinging depan atau belakang vagina, putar speculum searah
jarum jam
SONDASE UTERUS
1. Ambil kapas atau kasa steril yang telah dibasahi cairan disinfektan dengan
tampon tang, oleskan pada portio
2. Ambil tenakulum, jepit bibir portio lalu pegang tenakulum yang telah
menjepit portio dengan tangan kiri

243
3. Ambil dan pegang sonde uterus seperti memegang pensil
Masukkan secara perlahan dengan posisi sonde sesuai dengan posisi uterus
hasil VT sampai menyentuh fundus uteri
4. Tarik secara perlahan sonde sampai keluar vagina
5. Tentukan besarnya uterus dengan melihat bekas discharge yang menempel
pada sonde
Normalnya
Nullipara: 6-7 cm
Multipara: 8cm
6. Lepaskan tenakulum, pastikan tidak terjadi perdarahan
Bila ada perdarahan, lakukan evaluasi  bila perdarahan sedikit, tekan
dengan kasa steril di tempat perdarahan
7. Untuk melepas tenakulum, kendorkan kuncinya, tarik secara perlahan sekitar
2-3 cm, kemudian speculum ditutup dan ditarik sampai keluar vagina
8. Taruhlah alat bekas pakai di tempat yang telah disediakan
Lepas sarung tangan dengan cara yang benar
9. Catat semua hasil pemeriksaan di rekam medis
10. Hamdallah

SONDE UTERUS TENAKULUM SPEKULUM GRAVES

244
CHECK LIST ANAMNESIS PAYUDARA

No. Aspek Ketrampilan Klinis

1. Salam, Memperkenalkan diri, Menjelaskan maksud anamnesis


2. Memelihara “eye contact” selama anamnesis
Menanyakan identitas : Nama, umur, pekerjaan, tempat tinggal dan
3. pertanyaan lain untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi, juga adanya faktor
risiko tumor ganas payudara ( umur >35 tahun)
4. Menanyakan keluhan utama dengan pertanyaan terbuka
5. Menanyakan RPS Lokasi (letaknya di kwadran mana)
6. Onset ( kapan mulai timbul benjolan )
Kronologis : Bagaimana bisa diketahui benjolan ? (mungkin dr sadari)
Apakah bertambah besar atau tetap, kalau bertambah besar apakah
bertambahnya dengan cepat?
7. Apakah terasa sakit menjelang menstruasi ?
Apakah puting susu masuk ke dalam ? (sebelumnya tidak)
Apakah ada keluar darah / cairan dari puting susu?
Apakah warna kulit berubah?
Gejala penyerta : Apakah disertai demam ? Apakah badan cepat lelah?
8.
Apakah stamina turun drastis?
Menanyakan faktor risiko secara sistematis :
 MENARCHE. cepat (<11 tahun) mningkatkan kemungkinan TGPD
 MENOPAUSE. lambat (> 54 tahun) meningkatkan risiko
 Adanya penyakit pada payudara sebelumnya (atypical hyperplasia)
 Tidak mempunyai anak
 Mempunyai anak tetapi tidak menyusukan
9.
 Hamil pertama sewaktu umur >30 tahun (primipara tua)
 Dikeluarganya (terutama turunan langsung) ada yang sakit TGPD : ibu,
nenek, bibi, kakak, adik
 Diit : banyak makanan berlemak, merokok, minum alcohol
 Badan gemuk (BMI >35)
 Ikut KB berupa hormon : pil, suntik atau pengobatan sulih hormon
Menanyakan dengan pertanyaan terarah mencari metastasis:
 Kelenjar aksilla : apakah ada benjolan pada aksilla
 Paru-paru : sesak napas, nyeri dada
10.
 Tulang belakang : nyeri punggung
 Tulang lain (femur) : nyeri paha, fraktur patologis
 Liver : cepat lelah, ikterus, lemas
11. Tidak menanyakan hal-hal yg tidak berhubungan dg penyakitnya
Merangkum hasil anamnesis dan menyampaikannya pada penderita secara
12.
sistematis
13. Menunjukkan empati kepada penderita dan menenangkan penderita
Menanyakan apakah ada pertanyaan yang ingin diketahui dari penderita dan
14.
memberikan penjelasan
15. Mengucapkan hamdallah dan salam

245
CHECK LIST PEMERIKSAAN PAYUDARA

No. Aspek Ketrampilan Klinis

Salam dan perkenalan, Informed Consent


a. Assalamualaikum perkenalkan saya dg dr.umac, dg ibu siapa?
b. Baik ibu disini saya akan melakukan beberapa pemeriksaan pd payudara
ibu
1.  dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada gangguan pada payudara
ibu atau tidak
 nanti perut ibu akan saya periksa dengan tangan ya bu kalau ada rasa
kurang nyaman tolong disampaikan nanti ya bu ? apakah ibu bersedia ?
Selalu sampaikan TUJUAN, PROSEDUR, KESEDIAN PASIEN
Meminta penderita melepaskan pakaian dan meminta untuk didampingi
2.
saksi (perawat/suami)
3. Cuci tangan
Melakukan meperiksaan tanpa sarung tangan dan masker agar tangan lebih
4.
sensitif dan memelihara kontak yang baik dengan penderita
5. Posisi: dalam keadaan kedua lengan kebawah inspeksi dilakukan mahasiswa
yang berada di depan tengah penderita/manekin agar bisa membandingkan
kedua payudara dengan lebih baik
6. Simetri kedua payudara
Apakah besarnya payudara kanan dan kiri sama?
N : yg kiri memang sedikit besar daripada yg kanan
Membandingkan kesegarisan puting susu (ada yg lebih rendah/ tinggi?
7. Perubahan warna kulit
Warna kulit : sama dengan sekitar, kemerahan/inflamasi
Apakah peau d’orange
Apakah ada ulkus
8. Putting susu
Apakah ada retraksi putting susu
Discharge (tanpa manipulasi)
Perubahan warna putting susu
9. Meminta penderita mengangkat kedua lengan ke atas perlahan-lahan
Melihat apakah ada benjolan di bawah kulit yang terlihat bersamaan dengan
gerakan lengan keatas penderita
10. Melakukan palpasi mempergunakan ujung jari 2,3 dan 4 (menghangatkan
tangan terlebih dahulu dengan menggosok-gosokkan kedua tangan)
11. Melakukan palpasi dengan palpasi ringan
minta respon pasien kalau ada yg seakit disampaikan ya bu
12. Melakukan palpasi secara sistematis sehingga tidak ada bagian yang
tertinggal. Sistematis perkwadran, mulai dari dari kwadran atas (lateral dan

246
medial). Kemudian kwadran bawah (lateral dan medial)
Catatan : atau melingkar dari luar ke dalam diakhiri dengan memencet
putting (seperti lingkaran obat nyamuk)
13. Dan diakhiri dengan pemeriksaan putting (memencet putting susu)
14. Jika terdapat benjolan (mendeskripsikan penemuan benjolan)
 Site : letak benjolan
 Shape : bundar/lonjong, tepi teratur atau tidak
 Size : …. cm
 Surface : teratur, licin
 Consistency : padat/kistik/kenyal/keras
 Warmth : suhu (apakah sama dengan kulit sekitarnya/tidak)
 Fixation/mobility : dapat digerakkan/tidak dari kulit dan dasar
 (pulsatility) : berdenyut/tidak
 Pain : nyeri/tidak
15. Meminta penderita menekan punggung dengan kedua lengan
(malangkerik)
Dengan menekankan kedua tangan akan menegangkan m. pectoralis mayor
mahasiswa memeriksa kembali apakah benjolan/tumor melekat pada otot
pectoralis atau tidak
16. Pemeriksa/mahasiswa berdiri disamping kanan menghadap ke arah
penderita
17. Mahasiswa menopang lengan bawah penderita dengan lengan kanan dan
memeriksa kelenjar aksilla dengan tangan kiri
18. Meraba/palpasi kelenjar aksilla secara sistematis dan melaporkan:
 Teraba kelenjar atau tidak
 Jumlah kelenjar
 Mobil atau terfiksir/saling melekat
19. Lakukan juga yang sebelah kiri
20. Pemeriksaan palpasi kelenjar supraclavicula sebaiknya dari arah belakang
penderita (inspeksi dari depan)
21. Posisi penderita kepala sedikit menunduk agar rongga supraclavicula kendor
22. Meraba supra dan infraclavicula secara sistematis dan melaporkan:
 Apakah teraba kelenjar
 Jumlahnya
 Saling melekat/mobilitas
23. Cuci tangan
Menyimpulkan hasil pemeriksaan
 Dari hasil pemeriksaan tadi ditemukan................................
24.
 Oleh karena itu disarankan untuk pemeriksaan histopatologi untuk
mengetahui lebih jelasnya
25. Membaca hamdallah dan salam

247
BAB III
KONTRASEPSI
MATERI KONTRASEPSI

KONSELING KONTRASEPSI

Langkah-langkah konseling KB :
SATU TUJU
SA : SApa dan Salam kepada klien secara terbuka dan sopan.
T : Tanyakan pada klien informasi tentang dirinya. Tanyakan kontrasepsi yang
diinginkan oleh klien.
U : Uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beritahu apa pilihan
kontrasepsi yang paling mungkin, termasuk pilihan beberapa jenis
kontrasepsi.
TU : BanTUlah klien menentukan pilihannya.
J : Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya
U : Perlunya dilakukan kunjungan Ulang. Mengingatkan klien untuk kembali
apabila terjadi suatu masalah.

Pilihan Metode Kontrasepsi berdasarkan Tujuan Pemakaiannya

248
JENIS KONTRASEPSI

coitus interuptus

prolonged
Tradisional
lactation

pantang berkala

Mekanis kondom dan diafragma


KONTRASEPSI
pil kombinasi

Hormonal pil progestin

suntik
kombinasi
pantang
suntik berkala
progestin

implan

Non
AKDR / IUD
Hormonal
(AKDR) MOW /
Kontrasepsi tubektomi
Mantap
MOP /
vasektomi

249
No Jenis Kerugian Keuntungan Cara Pemakaian/ Kontra indikasi Indikasi Efek samping
Kontrasepsi jangka waktu
Hormonal
1. Pil KB Tidak cocok  Efektifitas tinggi Diminum pada hari  Menyusui (khusus  Masih ingin Mual, berat
diberikan pada bila digunakan ke 1 atau ke 5 haid pil kombinasi) punya anak badan
pasien yang setiap hari  Pernah sakit  Punya jadwal bertambah,
pelupa  Siklus haid jantung harian yang rutin sakit kepala
menjadi teratur,  Tumor/keganasan (berkunang-
mengurangi  Kelainan jantung, kunang),
kehilangan darah varices, dan darah perubahan
(akibat haid) dan tinggi warna kulit
nyeri  Perdarahan dan efek
 Kesuburan segera pervaginam yang samping ini
kembali setelah belum diketahui dapat timbul
penggunaan pil sebabnya berbulan-
dihentikan bulan
 Membantu
mencegah
terjadinya KET
(kehamilan
ektopik
terganggu) dan
Kista Ovarium
 Mengurangi
resiko terjadinya
kanker ovarium
dan rahim
2. Suntik -  Mengurangi  Setelah melahirkan  Hamil atau  Calon akseptor Mual, berat
kunjungan : 6 minggu pasca disangka hamil yang tinggal di badan
 Merupakan salin  Perdarahan daerah terpencil bertambah,

250
metode yang  Setelah keguguran pervaginam yang  Lebih suka sakit kepala,
telah dikenal oleh : segera setelah tidak diketahui disuntik daripada pusing-
masyarakat dilakukan kuretase sebabnya makan pil pusing dan
 Dapat dipakai atau 30 hari  Tumor/keganasan  Menginginkan kadang-
dalam waktu setelah keguguran  Penyakit jantung, metode yang kadang
yang lama (asal ibu belum hati, darah tinggi, efektif dan bisa gejala
 Tidak hamil lagi) kencing manis, dikembalikan lagi tersebut
mempengaruhi  Dalam masa haid : penyakit paru  Mungkin tidak hilang
produksi air susu Hari pertama berat, varices. ingin punya anak setelah
ibu sampai hari ke-5 lagi beberapa
masa haid  Tidak khawatir bulan
kalau tidak
mendapat haid
3. Implan Pada kebanyakan  Sekali pasang Dipasang pada masa  Hamil atau  Ingin metode Saat
klien dapat untuk 5 tahun menstruasi hari ke 1 disangka hamil yang praktis pemasangan
menyebabkan  Tidak atau ke 7  Perdarahan  Mungkin tidak akan terasa
perubahan pola mempengaruhi Penggunaan :3-5 pervaginam yang ingin punya anak nyeri.
haid berupa produksi ASI tahun tidak diketahui lagi Selain itu
perdarahan  Tidak sebabnya  Tinggal di daerah ditemukan
bercak (spotting), mempengaruhi Periksa lagi setelah  Tumor/keganasan terpencil haid yang
hipermenorea, tekanan darah 3 hari  Penyakit jantung,  Tak khawatir jika tidak teratur,
atau  Baik untuk wanita darah tinggi, tak dapat haid sakit kepala,
meningkatkan yang tidak ingin kencing manis. kadang-
jumlah darah punya anak lagi, kadang
haid, serta tetapi belum terjadi
amenorea. mantap untuk di spotting atau
tubektomi. anemia

251
Non Hormonal
1. IUD/AKDR  Tidak terganggu Digunakan  Hamil atau diduga  Menginginkan Perdarahan
faktor lupa menjelang hari hamil kontrasepsi dan kram
 Metode jangka- terakhir selesai  Infeksi leher dengan tingkat selama
panjang menstruasi rahim atau rongga efektifitas yang minggu-
(perlindungan panggul, termasuk tinggi, dan jangka minggu
sampai 10 tahun Periksa lagi :  penderita panjang pertama
dengan 2minggu, 3bln, 6 bln penyakit kelamin  Tidak ingin punya setelah
menggunakan  Pernah menderita anak lagi atau pemasangan,
Tembaga T 380A) radang rongga ingin keputihan,
 Mengurangi panggul menjarangkan rasa tidak
kunjungan ke  Penderita anak nyaman saat
klinik perdarahan  Memberikan ASI bersenggama
 Lebih murah dari pervaginam yang  Berada dalam setelah
pil dalam jangka abnormal masa postpartum pemakaian,
panjang  Riwayat dan tidak dan risiko
kehamilan ektopik memberikan ASI infeksi rahim
 Penderita kanker  Berada dalam
alat kelamin. masa pasca
aborsi
 Mempunyai
resiko rendah
terhadap PMS
 Tidak dapat
mengingat untuk
minum sebutir pil
setiap hari
 Lebih menyukai
untuk tidak
menggunakan

252
metode
hormonal atau
yang memang
tidak boleh
menggunakannya

Kontrasepsi
Mantap
1. MOP (Metode  Permanen,  Sangat efektif MOP dilakukan  Infeksi kulit atu  Sudah yakin tidak Bengkak,
Operasi Pria) kesuburan tidak  Tidak dengan cara jamur di daerah ingin punya anak nyeri, dan
Vasektomi dapat kembali mengganggu memotong kemaluan lagi infeksi pada
normal senggama vas deferens  Menderita  Jika hamil akan luka operasi.
 Efek tertunda  Tidak ada sehingga sperma
kencing manis membahayakan Infeksi
sampai 3 bulan perubahan fungsi tidak dapat jiwanya dan
 Hidrokel atau
atau 20 kali seksual mencapai air mani  Ingin metode epididimitis
varikokel yang
ejakulasi  Baik untuk klien dan air mani yang yang tidak terjadi pada
besar
 Nyeri setelah yang bila dikeluarkan tidak menganggu. 1-2% pasien.
prosedur serta mengalami mengandung  Hernia inguinalis
komplikasi lain kehamilan akan sperma. Syarat  Anemia berat,
akibat membahyakan sukarela, bahagia, ganguan
pembedahan jiwanya dan kesehatan. pembekuan darah
dan anestesi  Murah Istri beresiko tinggi atau sedang
 Hanya dapat menggunakan
dilakukan oleh antikoagulansi
dokter yang
terlatih
 Tidak memberi
perlindungan
terhadap PMS
2. MOW  Permanen  Sangat efektif  Setiap waktu  Hamil (sudah  Usia lebih dari 26 Perdarahan,

253
(Metode  Nyeri setelah  Segera efektif selama siklus terdeteksi atau tahun infeksi,
Operasi prosedur serta  Permanen menstruasi dicurigai)  Sudah punya kerusakan
Wanita) komplikasi lain  Tidak apabila diyakini  Menderita anak cukup (2 organ lain
Tubektomi akibat mengganggu secara rasional tekanan darh anak), ank dan
pembedahan senggama klien tersebut tinggi terkecil harus komplikasi
dan anestesi  Baik untuk klien tidak hamil  Kencing manis berusia minimal 5 karena
 Hanya dapat yang bila  Hari ke-6 hingga (diabetes) (lima) tahun anastesi
dilakukan oleh mengalami dapat terjadi.
ke-13 dari siklus
 Penyakit jantung  Yakin telah
dokter yang kehamilan akan menstruasi mempunyai
terlatih membahyakan  Penyakit paru-
 Pascapersalinan keluarga yag
 Tidak memberi jiwanya paru
 Pasca keguguran sesuai dengan
perlindungan  Pembedahan  Perdarahan kehendaknya
terhadap PMS sederhana dan - Triwulan vaginal yang
 Pada
 Meningkatkan hanya perlu pertama: dalam belum terjelaskan
kehamilannya
resiko anestesi lokal wakru 7 hari (hingga harus
akan
kehamilan  Tidak ada efek sepanjang tidak dievaluasi)
menimbulkan
ektokpik samping jangka ada bukti infeksi  Infeksi sistemik risiko kesehatan
panjang pelvik) minilap atau pelvik yang yang serius
 Tidak ada atau akut (hingga
laparoskopi)  Ibu
gangguan seksual masalah itu
- Triwulan kedua: pascapersalinan
disembuhkan atau
dalam waktu 7 dikontrol)  Ibu pasca
hari sepanjang keguguran
 Ibu yang tidak
tidak ada bukti
boleh menjalani
infeksi pelvik pembedahan
(minilap saja)
 Belum
memberikan
persetujuan
tertulis

254
255
256
257
Keterangan :
1 = Metode dapat digunakan tanpa halangan
2 = Keuntungan pada umumnya lebih besar dari resiko
3 = Metode tidak direkomendasikan kecuali tidak ada metode lain yang lebih sesuai atau
dapat diterima
4 = Metode tidak boleh digunakan

258
SKILL KONTRASEPSI

CHECK LIST KONSELING KONTRASEPSI

No. Aspek Ketrampilan Klinis


1. 1Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menghadirkan suami
2. 2Menanyakan maksud kedatangan pasien, bersikap ramah &meyakinkan
bahwa kerahasiaan pasien terjaga.
3. 3Memberikan penjelasan tentang metode KB secara umum : macam-macam
metode KB berdasarkan metode hormonal (pil, suntik, implan, AKDR, MOW,
MOP) dan indikasi pemakaian metode KB secara umum.
Sesuaikan dengan keadaan pasien.
4. 4Menanyakan metode yang dipilih pasien.
5. 5Anamnesis (identitas, Rwyt haid, Rwyt kehamilan, Rwyt KB, RPD (ex. DM,
hipertensi, infeksi dalam rahim/panggul)
6. 6Bila metode yg dipilih tak sesuai dgn kondisi pasien, misal terdapat DM yg
lebih dari 20 tahun atau penyakit vaskuler lain namun pasien memilih KB pil
kombinasi  arahkan pada metode yang sesuai misalnya IUD atau minipil.
Contoh lain bila pasien menderita hipertensi dengan TD sistole > 160mmHg
atau diastole >100mmHg namun memilih pil kombinasi arahkan pilihan
pada implan, pil progestin atau IUD.
7. 7Menjelaskan keunggulan metode KB yg dipilih.
8. 8Menjelaskan kerugian metode KB yg dipilih.
9. 9Menjelaskan kapan saat pemakaian KB, dan saat pemeriksaan ulang, catat
pada kartu periksa pasien agar pasien mengingatnya.
10. 1Menjelaskan efek samping KB.
0
11. 1Memberi kesempatan pasien untuk bertanya, uji pengetahuan pasien dgn
1pertanyaan sederhana. Berikanlah pujian pada pasien bila mampu menjawab
dgn benar.
12. 1Memastikan kembali metode yg dipilih pasien dan persilahkan pasien dan
2pasangannya menandatangani lembar persetujuan (IC) bila metode yg dipilih
memerlukan tindakan medis (IUD, implan, kontap).
13. 1Menutup konseling, mengucap terimakasih atas kerjasama pasien.
3

259
CHECK LIST IUD (INSERSI DAN EKSTRAKSI)
A. Insersi IUD/AKDR (copper T 380A)
No. Aspek Ketrampilan Klinis
1. KONSELING
1 PRA-PEMASANGAN
2. PERSIAPAN
2 PEMASANGAN
PASIEN :
 Inform consent
 Menyampaikan prosedur pemasangan pada pasien
 Mempersilahkan pasien mencuci daerah genital dan BAK
 Mempersilahkan membuka celana dan memposisikan pasien pada posisi
litotomi
PETUGAS
 Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
 Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan temasuk menyalakan lampu
sorot/ lampu tindakan
 Bismillah
 Memakai sarung tangan steril
3. PEMERIKSAAN
3 PANGGUL (BIASANYA DI SCENARIO SUDAH DISEBUTKAN
NORMAL)
Pastikan pasien tidak hamil dan tidak menderita PMS
 Pemeriksaan genitalia eksterna (periksa adanya ulkus, pembengkakan
kelenjar getah bening, kelenjar bartolini dan kelenjar skene
 Lakukan pemeriksaan dalam vagina, nilailah bentuk, possisi uterus serta
adakah kelainan pada organ genitalia (tumor, infeksi)
 Pemeriksaan inspikulo (untuk memeriksa adanya cairan vagina, servisitis
dan pemeriksaan mikroskopis bila diperlukan)
 Lakukan pengukuran besar uterus dengan sondase
 Lepas sarung tangan
4. MENYIAPKAN
4 IUD  tanpa pake handscoen
 Buka kertas penutup di bagian ujung yang berlawanan dari tempat AKDR
sampai sepanjang setangah jarak dengan leher biru
 Melipat kedua bagian kertas penutup yang sudah terbuka ke setiap
sisinya
 Masukka lengan AKDR Copper T 380A di dalam kemasan sterilnya
 Menyesuaikan IUD dengan panjang uterus (yang sudah diukur dg sondase
tadi normalnya 7-8cm)
 Pakai kembali sarung tangan steril
5. PEMASANGAN
5 AKDR COPPER-T
 Pasang speculum untuk menampilkan serviks
 Aseptic-antiseptic vagina dan serviks
 Jepit serviks dengan tenakulum pada arah jam 11 dan tarik ke atas
 Masukkan tabung inserter yang sudah berisi AKDR ke dalam kanalis
servikalis
 Pertahankan posisi leher biru dala arah horizontal
 Dorong tabung inserter sampai leher biru menyentuh serviks sesuai arah
dan posisi kavum uteri (terasa ada tahanan dari fundus uteri)

260
 Pegang serta tahan tenakulum dan pendorong dengan satu tangan
 Tarik tabung inserter sampai pangkal pendorong dengan tangan lain
 Keluarkan pendorong dengan tetap memegang dan menahan tabung
inserter
 Dorong kembali tabung inserter dengan pelan dan hati2 sampai terasa
ada tahanan fundus
 Keluarkan sebagian tabung inserter dari kanalis servikalis
 Potong benang dengan gunting mayo sepanjang 3-4cm
 Lepas tenakulum
 Evakuasi perdarahan
 Lepas spekulum
6. Dekontaminasi
6 dan pencegahan infeksi pasca tindakan
7. Beri
7 antibiotic dan pencegah rasa nyeri (asam mefenamat)
8. KONSELING
8 DAN INSTRUKSI PASCA INSERSI
 Buat laporan tindakan dalam rekam medic
 Edukasi pasien tentang
 Cara pemeriksaan mandiri benang AKDR
 Kembali memeriksakan diri setelah 4-6minggu pemasangan AKDR
 Bulan pertama periksa benang setelah haid
 Bulan selanjutnya, periksa benang jika :
o Kram/kejang di perut bagian bawah
o Perdarahan (spotting) diantara haid / senggama
o Nyeri setelah senggama / apabila pasangan mengalami tidak
nyaman selama melakukan hubungan seksual
 Tindakan bila didapatkankan efek samping
 Kembali ke klinik apabila :
o Tidak dapat meraba AKDR
o Merasakan bagian yg keras dari AKDR
o AKDR terlepas
o Siklus terganggu / meleset
o Terjadi pengeluaran dari vagina yg mencurigakan
o Adanya infeksi
 Observasi selama 15 menit
PASIEN DIPULANGKAN

B. Ekstraksi IUD / AKDR (Copper T 380A)


No. Aspek Ketrampilan Klinis
1. PERSIAPAN PASIEN :
 Inform consent
 Menyampaikan prosedur pencabutan pada pasien
 Mempersilahkan pasien mencuci daerah genital dan BAK
 Mempersilahkan membuka celana dan memposisikan pasien pada posisi
litotomi
PETUGAS
 Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
 Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan temasuk menyalakan lampu

261
sorot/ lampu tindakan
 Bismillah
 Memakai sarung tangan steril
2. PENCABUTAN AKDR COPPER-T 380A
 Menjelaskan prosedur pencabutan pada pasien
 Memasukkan speculum untuk melihat serviks dan benang AKDR (bila
benang tidak terlihat rujuk ke SpOG)
 Mengusap serviks dan vagina dengan larutan antiseptic
 Jepit benang di dekat serviks dengan menggunakan klem lurus atau
lengkung
 Tarik benang pelan-pelan
 Pasang AKDR yang baru bila pasien menginginkan dan kondisinya
memungkinkan
 Lepas speculum

CHECK LIST KONTRASEPSI INJEKSI

No. Aspek Ketrampilan Klinis


1. KONSELING PRA-INJEKSI
2. PERSIAPAN PENYUNTIKAN
PASIEN :
 Inform consent
 Menyampaikan prosedur kontrasepsi suntik
 Memeriksa daerah suntikan bersih atau kotor, bila daerah suntikan kotor
maka dibersihkan terlebih dahulu, kemudian dibiarkan hingga kering
PETUGAS
 Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
 Menyiapkan peralatan, buang kaleng penutup vial yang akan digunakan,
hapus karet yang ada diatas vial dengan alkohol
 Mempersiapkan jarum dan spuit, memasukkan cairan dalam vial pada spuit
PERSIAPAN DAERAH SUNTIKAN
 Bersihkan kulit yang akan disuntik dengan kapas alkohol yang dibasahi
alkohol 60-90%
 Biarkan kulit tersebut kering sebelum dapat disuntik
3. TEKNIK PENYUNTIKAN
 Untuk mengeluarkan gelembung udara pada spuit, biarkan
 Suntikkan secara intramuskular dalam di daerah pantat (gluteal).

262
CHECK LIST KONTRASEPSI IMPLAN
A. Pemasangan Implan
No. Aspek Ketrampilan Klinis
1. PERSIAPAN PEMASANGAN
PASIEN :
 Inform consent
 Persilahkan pasien membersihkan lengan (kiri) dg sabun dan air mengalir
 Tutup tempat tidur pasien dengan kain bersih (dan beri penyangga lengan
bila ada)
 Persilahkan pasien berbaring dan posisikan lengan
 Tentukan tempat pemasangan 8cm diatas lipatan siku (tandai tempat
insisi dan tempat kapsul yg akan dipasang dg spidol)
PETUGAS
 Cuci tangan dg sabun dan air mengalir, keringkan
 Basmallah
 Memakai sarung tangan steril
PERSIAPAN ALAT DAN IMPLAN
 Buka kemasan steril, jatuhkan seluruh kapsul kedalam mangkok steril.
 Hitung kapsul untuk memastikan jumlahnya
 Atur alat dan bahan sehingga mudah tercapai
2. ANESTESI
 Lakukan tindakan aseptic dan antiseptic pada lengan yang ditandai
(dibersihkan dg kapas alcohol)
 Pasang doek steril pada lengan sekitar yg telah ditandai
 Injeksikan obat anestesi dg jarum tepat dibawah kulit pada tempat insisi
(yg sudah ditandai)
 Aspirasi
 Suntikkan sedikit obat anestesi untuk membuat gelembung kecil di bawah
kulit (indurasi), kemudian tanpa memindahkan jarum, masukkan ke
bawah kulit (subdermis) sekitar 4cm.
 Tarik jarum pelan sehingga membentuk jalur sambil menyuntikkan obat
anestesi sebanyak 1 ml diantara tempat untuk memasang kapsul 1 dan 2,
kapsul 3 dan 4, kapsul 5 dan 6 (misal kita mau masang 6 kapsul)
 Lakukan pemijatan pada lengan (meratakan obat anestesi dan
meningkatkan efektifitas anestesi)
3. TINDAKAN PEMASANGAN KAPSUL
 Buat insisi dangkal pada tempat pemasangan dengan menggunakan
scalpel dengan sudut 45o
 Pegang trokar dengan ujung yang tajam menghadap ke atas.
 Masukkan ujung trokar melalui luka insisi dengan sudut kecil.
 Mulai dari kiri atau kanan pada pola seperti kipas, gerakkan trokar ke
depan dan berhenti saat ujung tajam seluruhnya berada di bawah kulit
 Angkat trokar ke atas sehingga kulit terangkat, masukkan trokar perlahan
dan hati-hati kearah tanda (1) dekat pangkal. (pastikan trokar dapat
diraba dari luar dengan jari dan terlihat mengangkat kulit selama
pemasangan)
 Cabut pendorong dari trokar.

263
 Masukkan kapsul pertama ke dalam trokar.
 Dorong kapsul sampai seluruhnya masuk ke dalam trokar dan masukkan
kemnbali pendorong.
 Gunakan pendorong untuk mendorong kapsul ke arah ujung trokar
sampai terasa ada tahanan.
 Pegang pendorong dengan erat di tempatnya dengan satu tangan untuk
menstabillkan.
 Tarik tabung trokar dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk kearah
luka insisi dan pangkalnya menyentuh pegangan pendorong.
 Raba ujung kapsul dengan jari untuk memastikan kapsul sudah keluar
seluruhnya dari trokar.
 Tanpa mengeluarkan seluruh trokar, putar ujung dari trokar kearah
lateral kanan dan kembalikan lagi ke posisi semula untuk memastikan
kapsul pertama bebas.
 Geser trokar 15o, mengikuti pola seperti kipas yg terdapat pada lengan
(yg tadi sudah ditandai).
 Fiksasi kapsul pertama dengan jari telunjuk.
 Masukkan kembali trokar sepanjang sisi jari telunjuk sampai tanda (1).
 Masukkan kapsul berikutnya ke dalam trokar dan lakuukan seperti
sebelumnya sampai seluruh kapsul terpasang.
 Saat memasang kapsul 1 demi 1 jangan mencabut trokar dari tempat
insisi (agar luka masuk hanya 1)
 Pastikan bahwa ujung kapsul yang terdekat kurang lebih 5 mm dari tepi
luka insisi, dan jarak antara ujung setiap kapsul yg terdekat dg luka insisi
tdk lebih lebar dari 1 kapsul. (jgn terlalu lebar, jgn terlalu dekat jaraknya)
 Pastikan keenam kapsul terpasang semuanya, kemudian keluarkan trokar
pelan-pelan.
 Tekan tempat insisi dengan cari menggunakan kasa steril selama 1 menit.
 Bersihkan tempat pemasangan dg kasa berantiseptik.
4. TINDAKAN SETELAH PEMASANGAN IMPLAN
 Temukan kedua luka insisinya (tdk perlu dijahit agar tdk menimbulkan
luka parut)
 Tutup luka insisi dengan band aid / plester dg kasa steril
 Periksa adanya perdarahan (kalo ada di dep dulu)
 Tutup daerah pemasangan dg pembalut (pake kasa steril)
PERAWATAN PASIEN
 Buat laporan pd rekam medic (tempat pemasangan kapsul (digambar)
dan kejadian tdk umum yg mungkin trjadi selama pemasangan, misal
pendarahan banyak)
 Monitor pasien + 15-20menit (nilai perdarahan +/- atau efek lain)
 Edukasi pasien (petunjuk perawatan luka insisi)  jgn di garuk, misal
bengkak / perdarahan / ada abses / ujung kapsul ekspulsi (keluar) disuruh
balik lagi ke dokternya.

264
B. Pencabutan Implan
No. Aspek Ketrampilan Klinis
1. PERSIAPAN PENCABUTAN
PASIEN :
 Informed consent
 Menyuruh pasien mencuci lengan dengan air
 Tutup tempat tidur pasien dengan kain bersih
 Persilahkan pasien berbaring
 Tentukan tempat pencabutan
PETUGAS
 Cuci tangan
 Basmallah
 Memakai handscoon
 Persiapan alat : scalpel, klem mosquito, dan pean lurus
2. TINDAKAN SEBELUM PENCABUTAN
 Aseptic antiseptic
 Pasang doek lubang
 Raba kembali seluruh kapsul untuk menentukan lokasi
 Anestesi hanya pada daerah pencabutan
3. TINDAKAN PENCABUTAN KAPSUL
 Tentukan lokasi insisi (5 mm dari ujung bawah semua kapsul)
 Desinfeksi dengan povidin iodin
 Pasang doek lubang
 Suntik anestesi lidocain
 Buat insisi melintang 4 mm dengan scapel
 Dorong ujung kapsul ke arah insisi dengan jari tangan sampai ujung kapsul
tampak pada luka insisi
 Masukkan klem lungkung melalui luka insisi.
 Buka dan tutup jepitan klem untuk menyingkirkan kapsul dari jaringan
parut
 Ulangi sampai semua kapsul terbebas dari jaringan parut
 Dorong ujung kapsul sampai sedekat mungkin dg ujung kulit, sambil
menekan (fiksasi) kapsul dg jari telunjuk & jari tengah.
 Masukkan lagi klem lengkung, jepit kapsul di dekat ujungnya, tarik keluar
melalui luka insisi
 Pilih kapsul berikutnya yg tampak paling mudah dicabut. Gunakan teknik
yang sama untuk mencabut kapsul berikutnya

Pastikan kapsul sudah dicabut sesuai dg yg di pasang

265
4. TINDAKAN SETELAH PENCABUTAN IMPLAN
 Temukan tepi kedua insisi
 Tutup luka insisi dengan band aid atau plester
 Periksa adanya perdarahan
 Tutup daerah pencabutan dengan kassa steril
 Dapat juga langsung dilakukan pemasangan kembali, jika pasien
menginginkan
PERAWATAN PASIEN
 Buat laporan rekam medis
 Monitor pasien 15-20 menit (nilai perdarahan atau efek lain)
 Edukasi pasien (petunjuk perawatan luka insisi)

Contoh Kasus

1. Seorang wanita G0P0A0 berusia 30 tahun datang ke tempat praktek Anda dengan
keluhan keluar darah segar pervagina tidak sakit setiap habis melakukan hubungan
suami istri. Pasien juga mengeluh sering mengeluarkan cairan seperti nanah dan
berbau busuk. Dalam beberapa bulan ini dirasakan berat badan menurun , nafsu
makan kurang dan lesu. Tanda vital T : 100/ 70 mmHg, Nadi : 100x/ menit isi dan
tegangan cukup, RR : 20 x / menit, t: 37 celcius. Status generalis dijumpai palpebra
anemis. Apa yang akan saudara lakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
pasien ?

2. Seorang wanita hamil 37 minggu (G1P0A0) berusia 27 tahun datang ke puskesmas


dengan keluhan keluar lendir darah (bloody show) 1 jam yang lalu. Penderita juga
merasa kenceng-kenceng sering dan teratur sejak 3 jam yang lalu. Kondisi janin :
gerak anak masih dirasakan Riwayat ANC : teratur di bidan. Pemeriksaan fisik
didapatkan : kesadaran composmentis, T 120/90 mmHg , N : 80 x/ menit , RR : 24 x/
menit , t : 36,5 celcius aksila, status generalis : dalam batas normal . tentukan sikap
anda untuk menegakkan diagnosis pada pasien diatas.

3. Seorang wanita G1P0A0 datang ke tempat praktek saudara dengan keluhan hendak
melahirkan . pemeriksaan fisik didapatkan status obsetrikus janin 1 hidup intrauterin
kepala PUKA , pada VT : pembukaan 10 , efficement 100 % , kulit ketuban sudah
masih intak, teraba bagian kepala , bayi sangat teraba (hodge 3+) , POD ubun-ubun
kecil, keluar darah lendir . lakukan asuhan yang sesuai skenario diatas.

4. Seorang wanita G1P0A0 datang ke tempat praktek saudara dengan keluhan hendak
melahirkan . pemeriksaan fisik didapatkan status obsetrikus janin 1 hidup intrauterin
kepala PUKA , pada VT : pembukaan 10 , efisement 100 % , kulit ketuban sudah
masih intak, teraba bagian kepala , bayi sangat teraba (hodge 3+) , POD ubun-ubun

266
kecil, keluar darah lendir . lakukan asuhan yang sesuai skenario diatas. Wanita
tersebut melahirkan seorang bayi lahir selamat G1P1A0 dengan APGAR score 10
beberapa detik yang lalu, lakukan asuhan persalinan yang sesuai skenario diatas.

5. Wanita G1A0P0 usia 25 tahun datang diantar suaminya ke puskesmas untuk


memeriksakan kehamilannya. HPHT 1 Mei 2014 , tanggal periksa 10 Januari 2015.
Pasien datang tanpa keluhan apapun terkait kehamilannya hanya peningkatan BB :
15 kg . lakukan pemeriksaan yang sesuai , hitung HPL, diagnosis obsetri , TBJ.

6. Seorang wanita 35 tahun datang kepada anda sebagai dokter umum dengan keluhan
teraba benjolan sebesar telur puyuh pada payudara . benjolan tersebut bertambah
besar. Penderita menggunakan kontrasepsi hormonal berupa suntik. Nenek
penderita meninggal karena kanker payudara. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik untuk membantu menegakkan diagnosis pada pasien tersebut.

History Kompre Obsgin


1. Leopold dan VT Obstetri
2. Leopold + DJJ, TFU, TBJ
3. Konseling KB
4. VT Ginekologi
5. PF Obstetri
6. Inspekulo + Sondase
7. Kala 2 dan 3
8. Abortus
9. VT Ginekologi
10. Anamnesis + Leopold
11. Abortus  PF Ginekologi

Sumber Pustaka :

Bakta, I.M. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC. 2006


Seksi Diktat Senat Mahasiswa FK UNDIP. Dasar-dasar Phantoom. Semarang : FK UNDIP
Kementerian Kesehatan RI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. 2014 (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2014)
Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
2013(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013)
Prawirohardjo, S. Saifuddin, A.B. Rachimhadhi, T. Wiknjosastro Gulardi H. Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat cetakan ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2010: Hal 522-529.(Prawirohardjo, et al., 2010)

267

Anda mungkin juga menyukai