KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmatnya kami telah melaksanakan rangkaian kegiatan praktikum mata kuliah
Konversi dan Konservasi Energi sebanyak empat modul yaitu Aliran dua fasa,
RTU, Otto, dan Diesel dengan baik. Demikian juga pada hari ini kami telah
menyusun dan menyelesaikan laporan praktikum ini dengan baik. Tentunya hal
itu semua tidak lepas dari peran berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Dr. Agus Sunjarianto Pamitran, ST., M.Eng., sebagai penanggung jawab
mata kuliah Praktikum KKE
2. Fajri Ashfi R, Fayza Yulia, Sentot Novianto, sebagai asisten dosen yang
telah mengkoordinir dan memfasilitasi jalannya praktikum
3. Bpk. Syarifudin, yang telah memfasilitasi praktikum Otto dan Diesel
4. Rekan - rekan kelompok 10 yaitu Alfian Kamil, Alfredo Dwi A, Amudi
Tua Siahaan, Andito Pramadika, Anjas Trihatmojo P, Anugrah Pangeran,
dan Ardi Zikra atas kerja keras dan kerja samanya selama praktikum dan
penyusunan laporan.
Laporan ini telah kami susun dengan sebaik-baiknya dan seobjektif
mungkin. Namun demikian, kami menyadari bahwa laporan ini mungkin masih
memiliki kekurangan di berbagai sisi. Untuk itu, kami menerima masukan yang
membangun untuk menjadi tambahan wawasan bagi kami.
Praktikan Kelompok 10
KELOMPOK 10
DAFTAR ISI
KELOMPOK 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.2 RTU
Isi disini
1.1.3 Otto
1.1.4 Diesel
1.2.2 RTU
1.2.3 Otto
1.2.4 Diesel
1.3.2 RTU
Isi disini
1.3.3 Otto
I.3.4 Diesel
BAB II
DASAR TEORI
Koefisien Heat Transfer pada Pipa Aliran Dalam Dua Silinder Persamaan
umum untuk perhitungan perpindahan kalor sebagai berikut:
ℎ = 𝑞̇ 𝑇𝑤𝑎𝑙𝑙 − 𝑇𝑠𝑎𝑡
Dimana: 𝑞̇ = fluks kalor (Watt/m2)
𝑇𝑤𝑎𝑙𝑙 = temperatur dinding dalam
𝑇𝑠𝑎𝑡 = temperatur saturasi
Dari persamaan di atas, koefisien pindah panas adalah koefisien
proporsionalitas antara fluks panas, Q/(A delta t), dan perbedaan temperatur, ,
yang menjadi penggerak utama perpindahan panas.Satuan SI dari koefisien pindah
panas adalah watt per meter persegi-kelvin , W/(m2K). Koefisien pindah panas
berkebalikan dengan insulasi termal.Terdapat beberapa metode untuk
mengkalkulasi koefisien pindah panas dalam berbagai jenis kondisi pindah panas
yang berbeda, fluida yang berlainan, jenis aliran, dan dalam kondisi
termohidraulik. Perhitungan koefisien pindah panas dapat diperkirakan dengan
hanya membagi konduktivitas termal dari fluida dengan satuan panjang, namun
untuk perhitungan yang lebih akurat seringkali digunakan bilangan Nusselt, yaitu
satuan tak berdimensi yang menunjukkan rasio pindah panas konvektif dan
konduktif normal terhadap bidang batas.
2.2 RTU
2.2.1
KELOMPOK 10
2.3 Otto
2.3.1 Notasi
dimana:
F = Balance reading atau Balance reading added weight (N)
KELOMPOK 10
L = Torque arm length
6.107
𝐾1 = = 𝐷𝑦𝑛𝑎𝑚𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝐶𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡
2𝜋𝐿
b) Hydraulic Dynamometers
Khusus untuk Hydrolic dynamometer ini, balance reading dan
added weight dinyatakan langsung dalam satuan torque (Nm)
𝑇.𝑛
Maka: 𝐵𝐻𝑃 = (𝐾𝑤)
𝐾1
Electrical Dynamometers:
6.104 . 𝐾2 . 𝐹
𝑃̅ (𝑘𝑁/𝑚2 )
𝐾1 . 𝑉𝑠
Hydraulic dynamometer:
6.104 . 𝐾2 . 𝑇
𝑃̅ (𝑘𝑁/𝑚2 )
𝐾1 . 𝑉𝑠
Brake thermal efficiency:
RUMUS:
Mechanical losses
𝐹.𝑛 𝑇.𝑛
M = (Kw)
𝐾1 𝐾1
Mechanical efficiency:
6.104 .𝐾2 .𝐼
IMEP = (𝑘𝑁/𝑚2 )
𝑛.𝑉𝑠
𝐼𝑀𝐸𝑃 𝑘𝑁
𝐹𝑀𝐸𝑃 = ( ⁄𝑚2 )
𝜂𝑚𝑒𝑘
Dari rumus-rumus tersebut di atas dapat dianalisa karakteristik engine pada
berbagai kecepatan putaran.
Grafiknya: IMEP, FMEP, BMEP, BHP vs putaran.
𝜌𝑎 .𝑈 2
𝑝= = 98,1 ℎ0 di mana h0 = head across orifice,
2
cm H2O
b. Density udara
103 𝑝𝑎
= 𝑅𝑇𝑎 di mana pa = barometric pressure, kN/m2
𝜌𝑎
Ta = air temperature, K
R = 287 J/kgK
Kombinasi persamaan a dan b:
ℎ .𝑇
𝑈 = 237,3√1003 𝑝𝑎
𝑎
𝜋. 𝐷2
−3
ℎ0 𝑇𝑎
𝑉𝑎 = 10 . . 237,3. √ 3
4 10 𝑝𝑎
𝜋. 𝐷2 ℎ0 . 𝑝𝑎 . 103
𝑚𝑎 = 10−6 . . 𝐾3 . 0,827. √
4 𝑇𝑎
Bila dipergunakan orifice dengan sisi tajam maka K3=0,6 dan rumus c dapat
disederhanakan sebagai berikut:
ℎ0 . 𝑇𝑎
𝑉𝑎 = 0,003536𝐷2 √ 𝑙/𝑠𝑒𝑐
𝑝𝑎
ℎ0 . 𝑝𝑎
𝑚𝑎 = 0,00001232 𝐷2 √ 𝑘𝑔/𝑠𝑒𝑐
𝑇𝑎
e. Volumetric Efficiency
60. 𝐾2 . 𝑉𝑎
𝜂𝑣𝑜𝑙 =
𝑛. 𝑉𝑠
KELOMPOK 10
Dimana: K2 = constant, 1 untuk 2-stroke
2 untuk 4-stroke
Vs = swept volume, liters.
Dari rumus di atas dapat diketahui karakteristik engine pada
berbagai kecepatan putaran.
Grafik : 𝜂vol terhadap putaran.
vi. Measurement of Heat Losses
Persamaan umum kesetimbangan energy dalam motor bakar dapat
ditunjukkan sebagai berikut:
𝑃 = 𝐻1 − (𝐻2 − 𝐻3 ) − 𝑄1 − 𝑄2
Dimana: P = power output of engine
H1 = heat combustion of fuel
H2 = enthalpy of exhaust gas
H3 = enthalpy of inlet air
Q1 = heat to cooling water
Q2 = other heat losses.
Semua harga tersebut di atas dinyatakn dalam: watt (Joule/sec). Sedangkan
masing-masing harga pada ruas kanan persamaan di atas adalah:
𝐻𝐿. 𝜌𝑓.𝑉
a. 𝐻1 = 3600
b. 𝐻3 = 𝑚𝑎 . 𝐶𝑝 . 𝑇𝑎 (𝑊𝑎𝑡𝑡)
Dimana: ma = massa rate of flow air at engine inlet kg/sec
Cp = specific heat of air at constant pressure J/kg
Ta = temperature of air at inlet, 0°C.
𝑓 𝜌 .𝑉
c. 𝐻2 = (𝑚𝑎 + 3600) . 𝐶𝑝 . 𝑇𝑒
2.4 Diesel
2.4.1 Notasi
2. Fuel Consumption
3. Engine Dimensions
4. Engine Performance
5. Air Consumption
DISKRIPSI SIMBOL SATUAN
Diameter of measuring orifice D mm
Volume of air box VB M3
Orifice coefficient K3
Temperature of air Ta K
KELOMPOK 10
Barometric pressure Pa KN/m2
Density of air ρa Kg/m3
6. Energy Balance
DISKRIPSI SIMBOL SATUAN
Heat of combustion of fuel H1 J/s
Enthalpy of exhaust gas H2 J/s
Enthalpy of inlet air H3 J/s
Heat to cooling water Q1 J/s
Other heat losses Q2 J/s
Exhaust temperature Te oC
Engine cooling water flow qw L/s
Cooling water inlet temperature T1 oC
Cooling water outlet temperatur T2 oC
𝐹.𝑛
𝐵𝐻𝑃 = (𝐾𝑤)
𝐾𝑙
6.107
𝐾1 = = 𝐷𝑦𝑛𝑎𝑚𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝐶𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡
2𝜋𝐿
b) Hydraulic Dynamometers
Khusus untuk Hydrolic dynamometer ini, balance reading dan added
weight dinyatakan langsung dalam satuan torque (Nm )
𝑇.𝑛
Maka: 𝐵𝐻𝑃 = (𝐾𝑤)
𝐾1
60.𝑁
n= (rpm)
𝑡
Performance suatu motor disebut sebagai brake mean effective atau bmep.
Ini menyatakan tekanan rata-rata yang diperlukan untuk menggerakkan piston
selama langkah kerja guna menghasilkan power output, bilamana tidak ada
mechanical losses. Power output dari motor dalam hubungannya dengan bmep:
𝑝.𝑛.𝑉𝑠
𝐵𝐻𝑃 = (𝐾𝑤)
6.104 .𝐾2
Electrical Dynamometers:
KELOMPOK 10
6.104 .𝐾2 .𝐹
𝑝̅ = (𝑘𝑁/𝑚2)
𝐾1 .𝑉𝑠
Hydraulic dynamometer:
6.104 .𝐾2 .𝑇
𝑝̅ = (𝑘𝑁/𝑚2)
𝐾1 .𝑉𝑠
Dari rumus-rumus diatas dapat dianalisa karakteristik motor pada putaran konstan
dengan berbagai pembebanan.
Grafiknya: BSFC, BFC, Thermal efficiency Vs BMEP / BHP.
Caranya:
Menghidupkan mesin sampai engine steady
Memutuskan perapian atau stop bahan bakar sehingga tidak terjadi
pembakaran dalam silinder.
Mengukur daya yang diperlukan untuk memutar engine sampai ke putaran
penuh, pengukuran harus dilakukan sebelum engine menjadi dingin.
Mempergunakan dead weight pada dynamometer, karena torque yang
diperlukan untuk memutar engine mengakibatkan casing dari dynamometer
akan bereaksi dalam arah yang berlawanan dengan arah ketika dynamometer
menyerap daya dari engine.
Rumus:
Mechanical losses:
𝐹.𝑛 𝑇.𝑛
M= = (Kw)
𝐾1 𝐾1
Mechanical efficiency:
IMEP
6.104 .𝐾2 .𝐼
𝐼𝑀𝐸𝑃 = (𝑘𝑁/𝑚2)
𝑛.𝑉𝑠
FMEP
KELOMPOK 10
𝐼𝑀𝐸𝑃
𝐹𝑀𝐸𝑃 = (𝑘𝑁⁄𝑚2)
η𝑚𝑒𝑘
Caranya:
Hitung luas diagram yang dihasilkan oleh indicator diagram dengan
menggunakan planimeter, kemudian dibagi dengan panjang (absis) dari diagram.
Kalikan dengan skala tekanan (ordinat) dari diagram.
Hasilnya: 𝐼𝑀𝐸𝑃 = 𝑖
𝐵𝑀𝐸𝑃 = 𝑝̅
Jadi:
𝜂𝑚𝑒𝑘 = 𝑃̅ / 𝑖̅
Caranya:
KELOMPOK 10
Jalankan / hidupkan engine sampai berjalan normal pada maksimum power
output dan kemudian hentikan/matikan pembakaran pada salah satu silinder
dengan cara sebagai berikut:
Motor Diesel: buka sambungan pada pipa bahan bakar antara fuel pump
dengan injector. Selanjutnya ukur torque output engine pada putaran konstan.
Rumus:
- Mechanical losses
𝑀 = 𝐼 − 𝑃 = 3𝑃 − (𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + 𝑃4)
- Mechanical efficiency
𝑃 𝑃
𝜂𝑚𝑒𝑐 = =
𝐼 4𝑃−(𝑃1 +𝑃2 +𝑃3 +𝑃4 )
p̅ p̅ 1 p̅ 2 p̅ 3 p̅ 4
= = = =
P P1 P2 P3 P4
Rumus-rumus:
a. Hubungan antara beda tekanan dan kecepatan dari ekspansi bebas gas
𝜌𝑎 .𝑈 2
p=
2
b. Density udara
103 .𝑃𝑎
= 𝑅𝑇a dimana Pa = barometric pressure, kN/m2
𝜌𝑎
Ta = air temperature, K
R = 287 J/kgK
ℎ𝑜 .𝑇𝑎
𝑈 = 237,3 √
103 .𝑃𝑎
𝜋𝐷 2 ℎ𝑜 .𝑇𝑎
𝑉a = 10−3 . . 237,3. √
4 103 .𝑃𝑎
KELOMPOK 10
dimana: Va = volumetric rate of flow, l/sec
D = orifice diameter, mm
K3 = coefficient of discharge of orifice
𝜋𝐷 2 ℎ𝑜 .𝑃𝑎 .103
ma = 10−6 . . 𝐾3 . 0,827. √
4 𝑇𝑎
Bila dipergunakan orifice dengan sisi tajam maka K3=0,6 dan rumus c
dapat disederhanakan sebagai berikut:
ℎ .𝑇
Va = 0,003536. 𝐷2 √ 𝑜𝑃 𝑎 (l/sec)
𝑎
ℎ .𝑃
ma = 0,00001232. 𝐷2 √ 𝑜𝑇 𝑎 (kg/sec)
𝑎
e. Volumetric Efficiency
60.𝐾2. 𝑉𝑎
𝜂𝑣𝑜𝑙 =
𝑛.𝑉𝑠
Dari rumus di atas dapat diketahui karakteristik engine pada berbagai kecepatan
putaran.
Grafik: 𝜂vol = terhadap putaran.
𝑃 = 𝐻1 − (𝐻2 − 𝐻3) − 𝑄1 − 𝑄2
𝐻𝐿. 𝜌𝑓. 𝑣
a. H1 =
3600
b. H3 = 𝑚𝑎.𝐶𝑝.𝑇𝑎 (𝑊𝑎𝑡𝑡)
𝑟.𝑉 𝜌
c. H2 = (𝑚𝑎 + 3600 ) . 𝐶𝑝 . 𝑇𝑒
BAB III
DATA, PENGOLAHAN DATA, DAN GRAFIK
3.1 Data
3.1.1 Aliran Dua Fasa
3.1.1.1 Data Temperatur Wall
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9
7.321664 6.761448 8.436713 7.621511 11.05954 7.745814 8.067474 8.433066 7.149642
Menentukan besarnya entalpi inlet (hf in), entalpi outlet (hf out), titik awal
saturasi (Zsc), tekanan saturasi (P sat), suhu saturasi (T sat), dan koefisien heat
transfer aktual (𝒉𝒕𝒑𝒂𝒌𝒕𝒖𝒂𝒍).
no data qty
1 Tin (°C) 4.145
2 Tout (°C) 5.362
KELOMPOK 10
3 Pin (bar) 6.299
4 Pout (bar) 6.246
5 Q (kW) 0.255
6 Q dot (kW/m²) 5623.974
7 M dot (kg/s) 0.015
8 M flux (kg/m².s) 346.657
9 hf in (kJ/kg) 406.07
10 hf out (kJ/kg) 406.400
11 Zsc (m) 0.022
3.1.1.3 Data Dimensi
3.1.2 RTU
3.1.3 Otto
3.1.4 Diesel
2. Data Percobaan
DIESEL
Pada percobaan ini, kecepatan putaran output mesin diesel N dijaga
konstan sebesar 1000 rpm dan yang menjadi variabel bebas adalah persentase
bukaan throttle valve pada mesin diesel. Berikut ini tabel data percobaan yang
dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Departemen Teknik Mesin UI :
Rotational Shaft Dynamometer Head Across Fuel Consuming
Sucttion Air Temp. Exhaust Gas Analyzer
Throttle Valve Speed Load Orifice Time
Open (%) N W Ta ho t Te T in T out Q
(rpm) (kgf) (Celcius) (mmH2O) (second) (Celcius) (Celcius) (Celcius) (L/min.)
12 1000 11 29,4 4 59,24 150 42 48 300
14 1000 15 30,1 3,9 53,45 190 42 48 620
16 1000 18 30,6 4 47,44 210 42 48,5 1600
18 1000 18,5 30,8 3,3 51,19 220 42 48 400
haktual
Titik X (m) Psat (bar) Twall (C) Tsat (C) (kJ/kg)
1 0.1 10.00324 7.321664 3.784 2827.640623
2 0.2 9.959566 6.761448 3.753 3310.533031
3 0.3 9.990678 8.436713 3.723 2119.492146
4 0.4 9.973309 7.621511 3.692 2538.053341
5 0.5 9.992754 11.05954 3.661 1350.63833
6 0.6 9.983838 7.745814 3.631 2426.315664
7 0.7 9.993706 8.067474 3.6 2236.992595
8 0.8 10.00871 8.433066 3.57 2058.106618
9 0.9 9.996618 7.149642 3.539 2768.653996
Rata-Rata 9.989158 8.066319 3.661 2404.047372
KELOMPOK 10
3.2.1.2 Properties Fluida Kerja
Shah Correlation
No Data
1 Delta Tsat ( C ) 0.245
2 Re (liquid) 14369.69509
3 Pr (liquid) 2.804507778
4 hsp,l (kJ/kg) 4.841555894
5 Bo 5.913854027
Enhancement
6 factor 45.566
7 hTP (kJ/kg) 170.655
3.2.2 RTU
3.2.3 Otto
a) perhitungan BHP
2𝜋𝑁𝑇 2𝜋(1000)(6.802)
𝐵𝐻𝑃 = = = 0.712
60000 60000
b) perhitungan BFC
3600𝑉𝑔 3600(0.03)
𝐵𝐹𝐶 = = = 2.4
𝑡 45
c) perhitungan BSFC
𝐵𝐹𝐶 2.4
𝐵𝑆𝐹𝐶 = 𝐵𝐻𝑃 = 0.712 =3.371058
d) perhitungan BMEP
60000 × 𝐾2 × 𝐵𝐻𝑃 60000(2)0.712
𝐵𝑀𝐸𝑃 = = = 54.537
𝑁 × 𝑉𝑠 1000 × 1.57
e) perhitungan ma
𝑃 101.325
𝑚𝑎 = 0.01596672√ℎ0 𝑇𝑎 = 0.01596672√0.4 =0.00583
𝑎 303.95
KELOMPOK 10
f) perhitungan Va
𝑇 303.95
𝑉𝑎 = 4.582656√ℎ0 𝑃𝑎 = 4.582656√0.4 101.325 =5.02
𝑎
no bhp bfc x2 y2 xy a b
.
𝐹𝐻𝑃 =1.92937363
j) perhitungan IHP
m)perhitungan FMEP
o) perhitungan H2
0.83×2.4
𝐻2 = (0.0583 + ( )) ∗ 1001.7 × (220 + 273.15) = 3153.52
3600
p) perhitungan H3
q) perhitungan Q1
Berikut ini tabel hasil pengolahan data dari praktikum mesin otto :
KELOMPOK 10
bhp bfc h1 h2 h3 Q1 Q2
0.42229441 2.331606 20596.5 74.93287 -6280500 6301021.15
0.47737629 2.528682 22337.39 81.26646 -4187000 4209255.65
0.5508188 2.651608 23423.28 85.21705 8374000 -
8350662.49
0.60590068 2.877698 25420.46 92.48309 10467500 -
10442172.6
3.2.4 Diesel
3. Pengolahan Data
3.1. Mencari Nilai BHP, BFC, BSFC, Va, ma, ƞTh, dan ƞvol.
Tabel Hasil Perhitungan Data:
Contoh Perhitungan:
Untuk data dengan persentase bukaan throttle valve sebesar 12 % dan N = 1000
rpm :
2𝜋 𝑛 𝑇 2𝜋 𝑥 1000 𝑥 (107,88 𝑥 0,358)
BHP = = = 4,045901 kW
60 𝑥 1000 60 𝑥 1000
𝐵𝐹𝐶 1,823093
BSFC = = = 0,450602 L/kWh
𝐵𝐻𝑃 4,045901
ℎ0 𝑥 𝑇𝑎 4 𝑥 302,9
Va = 0,003536 x D² x √ = 0,003536 x (36)² x √ 101325 = 0,501116363 L/s
𝑃𝑎
ℎ0 𝑥 𝑃𝑎 4 𝑥 101325
ma = 0,00001232 x D2 x √ = 0,00001232 x (36)2 x √ =
𝑇𝑎 302,9
0,584056 kg/s
60 𝑥 𝐾2 𝑥 𝑉𝑎 60 𝑥 2 𝑥 0,501116363
ƞvol = = = 0,038375
𝑛 𝑥 𝑉𝑠 1000 𝑥 1,567
BHP
BFC
No. X² Y² XY b a
P
(kW) (L/h)
1 4,0459012 1,82309251 16,36931652 3,323666282 7,376052154
2 5,517138 2,02057998 30,43881171 4,082743461 11,1478186
3 6,6205656 2,27655987 43,83188886 5,182724819 15,07211393 1,279132624 0,135439306
4 6,8044702 2,10978707 46,3008147 4,451201471 14,35598323
SigmaƩ 22,988075 8,23001942 136,9408318 17,04033603 47,95196791
BHP
BFC FHP IHP IMEP FMEP
No. X² Y² XY b a Ƞ Mek.
P
(kW) (L/h) (kW) (kW) (kN/m²) (kN/m²)
1 4,0459012 1,82309251 16,36931652 3,323666282 7,376052154 13,49022 0,299914 1033,074 3444,572621
2 5,517138 2,02057998 30,43881171 4,082743461 11,1478186 14,96146 0,368757 1145,741 3107,037127
3 6,6205656 2,27655987 43,83188886 5,182724819 15,07211393 1,279132624 0,135439306 9,444324 16,06489 0,412114 1230,24 2985,194424
4 6,8044702 2,10978707 46,3008147 4,451201471 14,35598323 16,24879 0,418768 1244,324 2971,393604
SigmaƩ 22,988075 8,23001942 136,9408318 17,04033603 47,95196791
Contoh Perhitungan :
Untuk data dengan persentase bukaan throttle valve sebesar 12 % dan N = 1000
rpm :
𝑏 1,27932624
FHP = 𝑎 = 0,135439306 = 9,444324 kW
𝐵𝐻𝑃 4,045901
ƞMek = = = 0,299914
𝐼𝐻𝑃 13,49022
𝐼𝑀𝐸𝑃 1033,074
FMEP = = = 3444,572621 kN/m2
ƞ𝑀𝑒𝑘 0,299914
KELOMPOK 10
3.3. Mencari Nilai Heat Losses H1, H2, H3, Q1 dan Q2
Tabel Hasil Perhitungan Data :
Rotational
Throttle
Shaft H1 H2 H3 Q1 Q2
Valve
N
Open (%)
(rpm) (J/s) (J/s) (J/s) (J/s) (J/s)
12 1000 19040,682 248763,286 177795,07 125610 -181583,437
14 1000 21103,274 268548,243 175761,3 259594 -336794,803
16 1000 23776,771 283497,495 178146,91 725746,667 -813941,051
18 1000 22034,968 262743,62 161863,16 167480 -253129,959
Untuk data dengan persentase bukaan throttle valve sebesar 12 % dan N = 1000
rpm :
𝐻𝑙 𝑥 𝜌𝑓 𝑥 𝐵𝐹𝐶 4,53 𝑥 107 𝑥 0,83 𝑥 1,823093
H1 = = = 19040,682 J/s
3600 3600
= 248763,286 J/s
3.3.2 RTU
3.3.3 Otto
a) Grafik BHP vs N
0.3 BHP
0.2 Linear (BHP)
0.1
0
12 14 16 18
Throttle (%)
KELOMPOK 10
b) Grafik FHP, IHP vs N
1.5
IHP
1 FHP
Linear (IHP)
0.5 0.24742553 0.285490996 0.314040096
0.218876431
0
12 14 16 18
Throttle (%)
4
2.877697842
3 2.528681808 2.651608151
2.331606218 BFC
2 BSFC
0
12 14 16 18
Throttle (%)
KELOMPOK 10
d) Grafik BMEP vs N
BMEP
50 46.39954154
45 42.1814014
40 36.55721455
35 32.33907441
30
BMEP
25
20 BMEP
15
10
5
0
12 14 16 18
Throttle (%)
e) Grafik Q vs N
Q vs. Throttle
15000000
10000000
10467500
5000000 8374000
6301021.147
4209255.648
0 Q1
Q
12 14 16 18 Q2
-5000000
-4187000
-6280500
-10000000
-8350662.493
-10442172.63
-15000000
Throttle (%)
KELOMPOK 10
f) Grafik H vs N
H vs. Throttle
30000
25420.46363
23423.27523
25000 22337.39171
20596.50259
20000
15000
H
H2
10000 H1
5000
74.93286917 81.26645985 85.21705131 92.48309353
0
12 14 16 18
Throttle (%)
g) Grafik Efisiensi vs N
0.2
0.15 thermal
mechanical
0.1
0
12 14 16 18
Throttle (%)
KELOMPOK 10
3.3.4 Diesel
3.3.4.1 Grafik
Dalam melakukan plot data ke grafik, praktikan membandingkan antara
nilai BFC, BSFC, Efisiensi Thermal (ƞTh), Efisiensi Mekanis (ƞMek), dan H1
terhadap nilai BHP. Hal ini dilakukan karena dalam percobaan ini nilai kecepatan
putaran output engine N dijaga konstan sebesar 1000 rpm untuk berbagai kondisi
beban yang direpresentasikan dengan presentase bukaan throttle valve. Berikut ini
grafik-grafik yang telah dibuat dari hasil pengolahan data :
BFC vs BHP
2.5
2
BFC (L/h)
1.5
1 BFC
0.5
0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)
BSFC vs BHP
0.5
0.45
0.4
0.35
BSFC (L/kWh) 0.3
0.25
0.2 BSFC
0.15
0.1
0.05
0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)
BMEP vs BHP
600
500
400
BMEP kN/m²
300
BMEP
200
100
0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)
0.3
0.25
Efisiensi Thermal
0.2
0.15
Efisiensi thermal
0.1
0.05
0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)
0.3
0.25
0.2
0.15 Efisiensi Mekanis
0.1
0.05
0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)
Grafik H1 vs BHP
KELOMPOK 10
H1 vs BHP
25000
15000
10000 H1
5000
0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)
BAB IV
ANALISA
b) Analisis Hasil
Pada pengolahan data kali ini hal yang pertama kali di analisis merupakan
T wall pada Sembilan titik. Walaupun data temperatur tidak mempunyai trend
yang cukup jelas, namun dapat dipastikan bahwa suhu semakin bertambah seiring
dengan bertambah nya posisi. Hal ini terjadi dikarenakan kurang nya efektivitas
conditioner maupun kondenser untuk mengubah suhu fluida seperti kondisi awal.
Terlebih lagi, suhu menunjukan adanya variasi yang besar, terutama di titik 8
yang menujukan suhu diatas 800o C. Hal – hal ini kemudian akan dibahas pada
analisa kesalahan Tekanan saturasi juga didapat dari eksperimen ini pada kisaran
5.5 – 5.6 bar dan suhu saturasi berada pada kisaran 3.6o C. Hal ini sesuai dengan
property dari R-22 yang sudah dijelaskan di table diatas. Kemudian, proses
saturasi dimulai pada titik 2 cm pada test section. Koefisien Heat Transfer yang
diperoleh pada eksperimen ini berkisar antara -6000 sampai 14000. Nilai ini
bergantunga pada T wall yang di rekam. Ketika koefisien heat transfer mencapai
minus, artinya, suhu saturasi lebih besar daripada T wall dan sebaliknya untuk
heat transfer positif. Pada dasarnya, ketika T wall lebih rendah dibandingkan
suhu saturasi, maka fluida kerja belum mengalami proses perubahan menjadi dua
fase ataupun menghasilkan nukleat boiling. Dengan mencari koefisien heat
KELOMPOK 10
transfer, penulis dapat menentukan dimana proses saturasi mulai terjadi. Deviasi
yang paling besar terjadi pada titik 1 yaitu -5912 kJ/kg dan titik 8 yaitu 6.9 kJ/kg.
Penyebab deviasi ini akan dibicarakan pada analisis kesalahan.
Tabel Perbandingan Koefisien Heat Transfer
Korelasi 𝒉𝒕𝒑 (kJ/kg)
Experimen 2762.559
Shah 188.7790726
Liu & Winterton 22458.39
Hata & Noda 5160.777
Dapat dilihat dari hasil yang telah dibandingkan, bahwa koefisien heat
transfer tidak mendekati satu sama lain, hal ini dapat dikarenakan banyak nya
perbedaan – perbedaan parameter yang diambil antar satu eksperimen dengan
eksperimen yang lain. Kesalahan lebih lanjutnya akan dianalisis pada bab analisis
kesalahan.
c) Analisis Grafik
Grafik pada eksperimen ini diperuntukan untuk mencari korelasi antara
suhu dengan posisi yang ada pada test section. Fluktuasi terjadi sepanjang titik
dikarenakan variasi data yang cukup besar. Nilai koefisien heat transfer sangat
bergantung pada T wall dan suhu saturasi. Jika, ditemukan perubahan suhu dari
negative menjadi positif, maka hal ini dapat diprediksi dimana saturasi mulai
terjadi yang dimana terjadi di titik 2.
d) Analisis Kesalahan
Dari data yang telah di dapatkan maka dapat disimpulkan bahwa kesalahan
yang terjadi pada eksperimen ini adalah ketidak mampuan conditioner dan
kondenser untuk mengembalikan temperature fluida kerja menjadi seperti semula,
hal ini ditandai dengan meningkatnya suhu pada setiap titik dari waktu ke waktu.
Kesalahan berikutnya, terjadi pada pembacaan suhu pada termokopel yang
mencatat terjadi deviasi besar khususnya pada titik 8, dimana suhu mencapai 800o
C. Hal ini dapat dikarenakan kondisi termokopel yang buruk sehingga pembacaan
menjadi salah. Untuk kedepannya termokopel dapat dengan mudah dibersikan
dengan menggunakan kertas amplas. Perlu diingat, bahwa ke akuratan termokopel
KELOMPOK 10
menjadi parameter yang sangat penting bagi baik atau buruknya data yang
didapat.
4.2 RTU
4.2.1 Analisa Alat
4.3 Otto
Pada praktikum mesin otto kali ini variabel tetap merupakan putaran mesin yaitu
sebesar 1000 rotation per minute dan variabel uji adalah bukaan katup throttle.
Data yang didapat adalah load dynamometer, temperature masuk suction, head
orifice, waktu konsumsi bahan bakar, temperature exhaust, temperature masuk
pendingin, temperature keluar pendingin, dan Q.
Setelah seluruh data tersebut telah diambil, praktikan mengolahnya menjadi BHP,
BFC, Vs, BMEP, Va, Ma, efisiensi thermal, efisiensi volumetric, efisiensi
mekanik, FHP, IHP, IMEP, dan FMEP. Data pengolahan disajikan dalam bentuk
tabel dan grafik.
Instrumen pengukuran untuk mengambil data head orifice juga sudah mati
sehingga terbaca 0 (nol). Kendala tersebut yang mengakibatkan data yang telah
diolah mengalami kesalahan. Contohnya pada data Va, Ma, efisiensi volumetric,
dan H3 terbaca pada tabel bernilai nol. Hal tersebut terjadi dikarenakan pada
rumus atau fungsi pengolahan terdapat factor pengali variabel head orifice (ho)
sehingga nilai akhir bernilai nol.
Dapat dilihat juga bahwa nilai dari Q1 bernilai minus. Fenomena tersebut terjadi
karena temperature delivered lebih kecil dibandingkan dengan temperature supply
pada pendingin. Sehingga saat dilakukan kalkulasi (Tout – Tin) nilai akhir dari Q1
akan bernilai negative.
0.4 BHP
2 BFC
0.2
Linear BSFC
0 0
(BHP)
12 14 16 18 12 14 16 18
BMEP
50 46.39954154
45 42.1814014
40 36.55721455
35 32.33907441
30
BMEP
25
20 BMEP
15
10
5
0
12 14 16 18
Throttle (%)
Tren yang terjadi pada BMEP hampir sama dengan BHP dan trend yang terjadi
pada FMEP hampir sama juga dengan BFC. Kedua hubungan ini menunjukkan
bahwa data BMEP memuncak pada data ke-empat dan FMEP berada pada titik
terbawah pada data ke-dua disbanding dengan ketiga data lainnya. Trend yang
terlihat pada IMEP hampir linear dan hampir sama juga dengan trend yang terlihat
pada BSFC.
KELOMPOK 10
1.5
IHP
1 FHP
Linear (IHP)
0.5 0.24742553 0.285490996 0.314040096
0.218876431
0
12 14 16 18
Throttle (%)
Trend FHP terlihat naik,. Dan trend pada IHP terlihat linear pada keempat data.
Trend dari FHP hampir sama dengan trend sebelum-sebelumnya. Data ke-dua
merupakan data dengan titik paling ekstrim dibandingkan dengan ketiga data
lainnya (ekstrim atas maupun bawah). Sedangkan trend dari IHP terlihat stabil
linear seiring katup throttle diperbesar.
0.2
0.15 thermal
mechanical
0.1
0
12 14 16 18
Throttle (%)
KELOMPOK 10
Diatas dapat dilihat bahwa trend efisiensi mekanik dan efisiensi termal
hampir sama dan juga keduanya hampir sama dengan grafik-grafik sebelumnya.
Efisiensi tertinggi ada pada data ke-empat. Sedangkan nilai efisiensi volumetric
tidak dapat didefinisikan dikarenakan hal yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu
karena head orifice tidak dapat terbaca sehingga nilai efisiensi volumetric tidak
dapat dikalkulasikan.
4.4 Diesel
4.4.1 Analisa Alat
Pada percobaan kali ini yang menjadi variable tetap adalah nilai kecepatan
putaran poros output engine dimana nilainya dijaga konstan sebesar 1000 rpm dan
KELOMPOK 10
variable bebasnya adalah persentase bukaan throttle valve. Nilai persentase
bukaan throttle valve diatur mulai dari 12%, 14%, 16%, dan 18 %. Berdasarkan
kondisi tersebut, data-data yang perlu diamati dan dicatat pada lembar kerja
adalah rpm engine (perlu dijaga agar tetap konstan di nilai 1000 rpm), kerja
mesin, suhu udara intake, suhu udara exhaust, temperatur outlet cooling water,
temperatur inlet cooling water, debit aliran cooling water, dan waktu konsumsi
bahan bakar.
Kesulitan sempat ditemui saat pengaturan engine rpm dimana nilainya
sulit mencapai nilai pas 1000 rpm, sehingga dalam pengambilan data menjadi
lebih lama. Selain itu, juga terdapat alat ukur, seperti flowmeter yang tidak stabil
dalam mengukur debit aliran cooling water yang menyebabkan data yang diambil
kurang akurat,
efisiensi volumetric (ƞVol). Setelah itu, menggunakan metode Least Square untuk
menghitung nilai FHP dan IHP serta menghitung nilai efisiensi mekanis (ƞMek ),
IMEP dan FMEP dari pengolahan data sebelumnya. Pengolahan data yang
terakhir dilakukan adalah menghitung nilai-nilai dari H1, H2, H3, Q1, dan Q2.
Dikarenakan pada percobaan ini dilakukan pada kondisi kecepatan putaran
output engine dijaga konstan sebesar ±1000 rpm dan yang mmenjadi variabel
bebasnya adalah persentase bukaan throttle valve, maka dalam melakukan analisis
menggunakan nilai BHP (Brake Horse Power ) sebagai pembandingnya. Dari
hasil pengolahan data diperoleh bahwa semakin besar persentase bukaan throttle
valve, maka akan semakin besar pula nilai beban (load) yang dibaca pada
dynamometer. Kemudian ditemukan bahwa semakin nilai load, maka nilai BHP
juga mengalami peningkatan (secara tidak langsung persentase bukaan throttle
valve memiliki hubungan berbanding lurus dengan nilai BHP). Hal ini sesuai
2𝜋 𝑛 𝑇
dengan teori BHP = , terdapat komponen T (Torsi) dimana torsi T = F
60 𝑥 1000
KELOMPOK 10
x L, dimana nilai F diwakilkan dengan nilai load pada dynamometer dan nilai L
merupakan nilai panjang lengan torsi pada dynamometer sebesar 0,358 m.
Semakin besar nilai load, semakin besar nilai torsi T dan akan meningkatkan nilai
BHP.
Nilai BFC (Brake Fuel Consumption) merupakan konsumsi bahan bakar
yang hubungannya berbanding terbalik dengan waktu (habisnya sekian liter bahan
bakar). Dari tabel pengolahan data dapat dilihat bahwa semakin besar persentase
bukaan throttle valve dan nilai BHP, maka waktu t yang diperlukan untuk
menghabiskan sekian liter volume bahan bakar Vg akan semakin rendah (semakin
cepat waktu yang diperlukan). Hal ini menyebabkan nilai BFC akan semakin
3600 𝑥 𝑉𝑔
besar dan ini sesuai dengan teori dimana BFC = .
𝑡
Nilai BSFC (Brake Specific Fuel Consumption ) secara rumus merupakan
𝐵𝐹𝐶
perbandingan antara nilai BFC dengan nilai BHP, dimana BSFC = . Specific
𝐵𝐻𝑃
Fuel Consumption (SFC) merupakan parameter yang biasa digunakan pada motor
pembakaran dalam untuk menggambarkan pemakaian bahan bakar yang
didefinisikan sebagai perbandingan antara laju aliran massa bahan bakar terhadap
power output yang dihasilkan. Disebut Brake Specific Fuel Consumption (BSFC)
jika menggunakan Brake Horse Power (BHP). Nilai SFC yang rendah
mengindikasikan pemakaian bahan bakar yang irit (perhatikan persamaan
rumus BSFC ), oleh sebab itu nilai SFC yang rendah sangat diinginkan untuk
mencapai efisiensi bahan bakar. BSFC juga merupakan suatu parameter yang
tepat untuk mengukur efisiensi thermal.
Nilai BMEP (Brake Mean Effective Pressure ) memiliki hubungan
berbanding lurus dengan nilai BHP. Hal ini sesuai dengan teori dimana BMEP =
6 𝑥 104 𝑥 𝐾2 𝑥 𝐵𝐻𝑃
, ketika pada saat percobaan seiring dengan peningkatan
𝑛 𝑥 𝑉𝑠
persentase bukaan throttle valve dilakukan, maka BHP akan bertambah sehingga
BMEP pun juga ikut bertambah.
Nilai volumetric rate of flow Va dan mass rate of flow ma dipengaruhi oleh
temperatur udara yang masuk ke engine Ta melalui diameter orifice. Nilai Va
akan mempengaruhi nilai efisiensi volumetric ƞVol , dimana ƞvol =
KELOMPOK 10
60 𝑥 𝐾2 𝑥 𝑉𝑎
dan nilai ma digunakan untuk menghitung nilai enthalpy of inlet air
𝑛 𝑥 𝑉𝑠
H3 dimana H3 = ma x Cp x Ta.
Nilai efisiensi thermal ƞTh dipengaruhi oleh nilai BSFC, memiliki
hubungan berbanding terbalik, yaitu efisiensi thermal yang tinggi diperoleh ketika
nilai BSFC bernilai rendah. Hal ini sesuai dengan teori dimana ƞTh =
3,6 𝑥 10⁶
dan nilai BSFC sendiri juga dipengaruhi oleh BHP dan BFC, nilai
𝐵𝑆𝐹𝐶 𝑥 𝜌𝑓 𝑥 𝐻𝑙
BSFC rendah menunjukkan pemakaian bahan bakar yang irit untuk menghasilkan
power output pada engine.
Nilai FHP (Friction Horse Power ) dihitung menggunakan metode Least
Square dengan nilai inputannya adalah nilai BHP dan untuk nilai IHP (Indicated
Horse Power ) diperoleh dengan rumus IHP = BHP + FHP. BHP digunakan
untuk menunjukkan bahwa power yang diukur adalah pada poros engine yang
merupakan power yang dihasilkan engine kepada beban-beban (inersia mobil dan
gesekan udara pada mobil di dunia nyata). Nilai BHP lebih kecil daripada power
yang dibangkitkan oleh gas pembakaran di dalam silinder. Hal ini dikarenakan
terjadinya gesekan mekanis dan beban-beban tambahan (seperti pompa oli, kipas
radiator). Power yang dihasilkan di dalam silinder pada langkah kompresi dan
ekspansi disebut Indicated Horse Power (IHP). Power ini disalurkan dalam
bentuk kerja yang melewati piston, connecting—rod, dan crankshaft engine.
Power ini dikurangi dengan pumping work (kerja yang dihasilkan oleh gas
pembakaran selama langkah hisap dan langkah buang), gesekan mekanis serta
daya-daya lainnya yang digunakan untuk menggerakkan perlengkapan pada
kendaraan. Ketiga hal tersebut (pumping work, gesekan mekanis serta daya-daya
lain) dinamakan Friction Horse Power (FHP). Hubungan antara BHP, IHP dan
FHP dijelaskan oleh persamaan BHP = IHP – FHP.
𝐵𝐻𝑃
Nilai efisiensi mekanis dihitung dengan persamaan ƞMek = . Dari
𝐼𝐻𝑃
hasil pengolahan data nilai efisiensi mekani mengalami peningkatan seiring
dengan bertambahnya nilai BHP. Efisiensi mekanis merupakan perbandingan
antara power output yang dihasilkan oleh engine BHP dengan power yang
KELOMPOK 10
dihasilkan oleh gas pembakaran pada piston IHP. Gaya gesekan mengakibatkan
power yang dikeluarkan poros engine BHP selalu lebih rendah dibandingkan
dengan power yang dihasilkan gas pembakaran pada piston IHP, sehingga nilai
efisiensi mekanis selalu kurang dari 1 (satu). Nilai efisiensi mekanis yang
mendekati satu sangat diinginkan. Nilai efisiensi mekanis sangat dipengaruhi
keadaan bukaan throttle valve. Semakin besar persentase bukaan throttle valve
maka nilai efisiensi mekanis bertambah besar.
BFC vs BHP
2.5
2
BFC (L/h)
1.5
1 BFC
0.5
0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)
BSFC vs BHP
0.5
0.45
0.4
0.35
BSFC (L/kWh)
0.3
0.25
0.2 BSFC
0.15
0.1
0.05
0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)
Pada grafik hubungan BSFC terhadap BHP memiliki tren penurunan. Nilai
BSFC (Brake Specific Fuel Consumption ) secara rumus merupakan perbandingan
𝐵𝐹𝐶
antara nilai BFC dengan nilai BHP, dimana BSFC = . Specific Fuel
𝐵𝐻𝑃
Consumption (SFC) merupakan parameter yang biasa digunakan pada motor
pembakaran dalam untuk menggambarkan pemakaian bahan bakar yang
didefinisikan sebagai perbandingan antara laju aliran massa bahan bakar terhadap
power output yang dihasilkan. Disebut Brake Specific Fuel Consumption (BSFC)
jika menggunakan Brake Horse Power (BHP). Nilai SFC yang rendah
mengindikasikan pemakaian bahan bakar yang irit (perhatikan persamaan
rumus BSFC ). Nilai BSFC semakin rendah ketika nilai BHP semakin tingggi.
BMEP vs BHP
600
500
BMEP kN/m²
400
300
200 BMEP
100
0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)
0.3
Efisiensi Thermal
0.25
0.2
0.15
Efisiensi thermal
0.1
0.05
0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)
0.3
0.25
0.2
Efisiensi Mekanis
0.15
0.1
0.05
0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)
H1 vs BHP
25000
H1 Heat of Combustion of Fuel (J/s)
20000
15000
10000 H1
5000
0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Aliran Dua Fasa
5.1.2 RTU
5.1.3 Otto
1. Nilai BHP berbanding lurus dengan nilai persentase bukaan throttle valve
(pada kecepatan putaran poros engine N dijaga konstan ) yang kemudian
memengaruhi nilai load pada dynamometer, dimana nilai BHP meningkat
seiring dengan peningkatan nilai dari persentase bukaan throttle valve.
2. Nilai IHP meningkat seiring dengan peningkatan nilai BHP yang dipengaruhi
oleh besarnya nilai persentase bukaan throttle valve.
KELOMPOK 10
3. ηmek meningkat seiring dengan kenaikan nilai BHP yang dipengaruhi oleh
besarnya nilai persentase bukaan throttle valve (nilai kecepatan putaran N
dijaga konstan) begitu juga dengan nilai ηtermal.
4. Nilai BMEP berbanding lurus dengan nilai BHP, semakin besar nilai BHP
maka nilai BMEP juga mengalami peningkatan.
5. Nilai dari H1, H2 ,H3 ,Q1 dan Q2 meningkat seiring dengan peningkatan nilai
dari BHP yang dipengaruhi oleh besarnya nilai persentase bukaan throttle
valve.
6. Pada tabel pengolahan data, nilai Q2 bertanda negatif hal ini berarti terjadi
pelepasan kalor dari sistem ke lingkungan.
5.1.4 Diesel
DAFTAR PUSTAKA
1. Modul Pembelajaran Mata Kuliah Motor Pembakaran Dalam, Prof. Dr. Ir.
Bambang Sugiarto, MEng,