Anda di halaman 1dari 76

KELOMPOK 10

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmatnya kami telah melaksanakan rangkaian kegiatan praktikum mata kuliah
Konversi dan Konservasi Energi sebanyak empat modul yaitu Aliran dua fasa,
RTU, Otto, dan Diesel dengan baik. Demikian juga pada hari ini kami telah
menyusun dan menyelesaikan laporan praktikum ini dengan baik. Tentunya hal
itu semua tidak lepas dari peran berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Dr. Agus Sunjarianto Pamitran, ST., M.Eng., sebagai penanggung jawab
mata kuliah Praktikum KKE
2. Fajri Ashfi R, Fayza Yulia, Sentot Novianto, sebagai asisten dosen yang
telah mengkoordinir dan memfasilitasi jalannya praktikum
3. Bpk. Syarifudin, yang telah memfasilitasi praktikum Otto dan Diesel
4. Rekan - rekan kelompok 10 yaitu Alfian Kamil, Alfredo Dwi A, Amudi
Tua Siahaan, Andito Pramadika, Anjas Trihatmojo P, Anugrah Pangeran,
dan Ardi Zikra atas kerja keras dan kerja samanya selama praktikum dan
penyusunan laporan.
Laporan ini telah kami susun dengan sebaik-baiknya dan seobjektif
mungkin. Namun demikian, kami menyadari bahwa laporan ini mungkin masih
memiliki kekurangan di berbagai sisi. Untuk itu, kami menerima masukan yang
membangun untuk menjadi tambahan wawasan bagi kami.

Depok, 19 November 2017

Praktikan Kelompok 10
KELOMPOK 10

DAFTAR ISI
KELOMPOK 10

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.1.1 Aliran dua Fase

Di berbagai tahapan industri, sebuah proses pendinginan merupakan hal


yang sangat lumrah. Salah satu aspek dalam proses pendinginan ini adalah
refrigerant. R-22 merupakan refrigerant yang mempunyai peranan penting pada
zaman ini. Ditambah lagi, R-22 mempunyai property yang stabil sebagai
refrigerant, tidak muda terbakar, tidak beracun dan kompatibel terhadap sebagian
besar bahan komponen dalam sistrem refrigerasi. Namun, R-22 mempunyai sifat
ODS (Ozone Depleting Substance), yaitu zat yang dapat menyebabkan kerusakan
ozon.
Sebagai alternatif, beberapa refrigerant lain dikembangkan seperti R-290
(propnana) yang mempunyai nilai ODS nol sehingga sangat ramah lingkungan.
Namun, hal ini diikuti dengan ketidak untungan dari senyawa ini sendiri seperti
titik didih yang rendah, mudah terbakar dan membutuhkan tekanan yang tinggi
untuk pengoperasian nya.
Maka dari itu koefisies perpindahan kalor yang merupakan aspek yang penting
dalam fluida kerja (refrigerant), karena pengaruh nya terhadap jumlah panas yang
di transfer. Oleh karena itu, cukup banyak penelitian yang dilakukan untuk
menciptakan alat – alat pendingin yang lebih efektif dan efisien.

1.1.2 RTU

Isi disini

1.1.3 Otto

Motor otto merupakan jenis dari motor pembakaran dalam yang


mengkonversi energi kimia, yaitu bahan bakar bensin atau yang sejenis, menjadi
energi mekanik. Pada proses pembakaran, motor otto dilengkapi dengan spark
KELOMPOK 10
plug (busi) yang bertujuan untuk membakar campuran bahan bakar dan udara
dengan cara menghasilkan loncatan bunga api listrik.
Daya yang berguna yang langsung dimanfaatkan sebagai penggerak adalah
daya pada poros. Selama proses perubahan energi pasti ada rugi – rugi yang
terjadi yang mengakibatkan perubahan energi yang sempurna.
Hal ini sesuai dengan hukum termodinamika kedua yaitu "tidak mungkin
membuat sebuah mesin yang mengubah semua panas atau energi yang masuk
menjadi kerja". Jadi selalu ada "keterbatasan" dan "keefektifitasan" dalam proses
perubahan, ukuran inilah yang dinamakan efisiensi. Kemampuan mesin motor
otto untuk mengubah energi yang masuk yaitu bahan bakar bensin sehingga
menghasilkan daya berguna disebut kemampuan mesin atau prestasi mesin.

1.1.4 Diesel

Mesin diesel merupakan sistem penggerak utama yang banyak digunakan


baik untuk sistem transportasi maupun sebagai penggerak stasioner. Mesin diesel
juga dikenal sebagai jenis motor bakar yang mempunyai efisiensi tinggi. Aplikasi
mesin diesel berkembang di dalam beberapa bidang seperti otomotif antara lain
untuk angkutan berat, traktor, bulldozer, pembangkit listrik, dan generator listrik
darurat.
Penggunaan mesin diesel yang luas ini mengharuskan para calon insinyur
khususnya dari teknik mesin diharuskan untuk memiliki pemahaman yang
mendalam, dan disertai dengan kemampuan pengaplikasian teori-teori yang telah
dipelajari. Kemampuan memahami karakteristik mesin diesel sangat dibutuhkan
agar kelak mampu memilih jenis dan spesifikasi mesin yang sesuai atau bahkan
mendesain mesin diesel yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

1.2 Tujuan Praktikum


1.2.1 Aliran Dua Fase

Tujuan praktikum aliran dua fese adalah untuk


1. Mempraktikkan hasil pembelajaran yang berkaitan dengan perpindahan
kalor, thermodinamika dan mekanika fluida.
KELOMPOK 10
2. Mengetahui fenomena perubahan fase dalam aliran didih.
3. Mengetahui lebih mendalam tentang temperature saturasi, penyerapan
kalor, tekanan pada aliran didih.
4. Mengetahui secara langsung perhitungan koeffisien perpindahan kalor
aliran didih.

1.2.2 RTU

Tujuan praktikum RTU adalah untuk

1.2.3 Otto

Tujuan pengujian dari motor otto adalah mengetahui karakteristik daripada


motor otto yang diuji, dan kemudian hasilnya digambarkan dalam bentuk “grafik
– karakteristik”. Beberapa grafik karakteristik yang dapat dipergunakan untuk
menilai performance atau prestasi suatu motor otto antara lain:
1) Karakteristik motor otto pada berbagai kecepatan putaran. Grafiknya: IHP;
BHP, effisiensi; hmep; brake torque terhadap kecepatan putaran
2) Karakteristik motor otto pada putaran konstan, untuk berbagai
pembebanan.
Grafiknya: BFC, BSFC, heat-balance terhadap BHP atau BMEP.
3) Komposisi gas asap: (O2; CO2; CO) untuk suatu kecepatan putaran pada
berbagai beban.

1.2.4 Diesel

Tujuan praktikum motor otto adalah untuk mengetahui karakteristik dari


motor diesel yang diuji, kemudian hasilnya digambarkan dalam bentuk grafik
karakteristik. Beberapa grafik karakteristik motor diesel pada berbagai kecepatan
putaran (n) yang dapat dipergunakan untuk menilai performance atau kemampuan
suatu motor diesel antara lain:
KELOMPOK 10
 Grafik IHP, BHP, FHP, BFC, BSFC, BMEP, FMEP, IMEP, H1, H2, H3,
Q1, Q2, dan efisiensi (mekanik, termal, volumetric) vs kecepatan putaran
(RPM).

1.3 Manfaat Praktikum


1.3.1 Aliran Dua Fase

Setelah praktikum ini diharapkan praktikan atau mahasiswa dapat


membaca, menggunakan, dan menganalisis koefisien perpindahan kalor dari
refrigerant dan membandingkannya dengan koefisien perpindahan kalor lainnya.

1.3.2 RTU

Isi disini

1.3.3 Otto

Pada praktikum mesin otto ini, praktikan menggunakan variabel – variabel


yang telah dipelajari secara teoritis pada mata kuliah seperti perancangan
mekanikal dan perpindahan kalor, seperti momen putar sebagai fungsi putaran,
daya output sebagai fungsi putaran, konsumsi bahan bakar sebagai fungsi putaran,
dll.
Dengan adanya praktikum mesin otto ini, diharapkan mahasiswa Teknik
mesin dapat memahami mengenai karakteristik, performa dan system kerja dari
mesin otto. Kemudian agar lebih dapat memahami pengaplikasian ilmu – ilmu
teoritis dengan praktik langsung mengenai mesin otto.

I.3.4 Diesel

Setelah praktikum ini diharapkan praktikan atau mahasiswa mampu


mengetahui karakteristik motor diesel, mampu membaca, menganalisa, dan
menyimpulkan grafik karakteristik motor diesel.
KELOMPOK 10

BAB II
DASAR TEORI

2.1 Aliran Dua Fase


2.1.1 Aliran Dua Fase

Koefisien Heat Transfer pada Pipa Aliran Dalam Dua Silinder Persamaan
umum untuk perhitungan perpindahan kalor sebagai berikut:
ℎ = 𝑞̇ 𝑇𝑤𝑎𝑙𝑙 − 𝑇𝑠𝑎𝑡
Dimana: 𝑞̇ = fluks kalor (Watt/m2)
𝑇𝑤𝑎𝑙𝑙 = temperatur dinding dalam
𝑇𝑠𝑎𝑡 = temperatur saturasi
Dari persamaan di atas, koefisien pindah panas adalah koefisien
proporsionalitas antara fluks panas, Q/(A delta t), dan perbedaan temperatur, ,
yang menjadi penggerak utama perpindahan panas.Satuan SI dari koefisien pindah
panas adalah watt per meter persegi-kelvin , W/(m2K). Koefisien pindah panas
berkebalikan dengan insulasi termal.Terdapat beberapa metode untuk
mengkalkulasi koefisien pindah panas dalam berbagai jenis kondisi pindah panas
yang berbeda, fluida yang berlainan, jenis aliran, dan dalam kondisi
termohidraulik. Perhitungan koefisien pindah panas dapat diperkirakan dengan
hanya membagi konduktivitas termal dari fluida dengan satuan panjang, namun
untuk perhitungan yang lebih akurat seringkali digunakan bilangan Nusselt, yaitu
satuan tak berdimensi yang menunjukkan rasio pindah panas konvektif dan
konduktif normal terhadap bidang batas.

2.1.2 Fenomena Aliran Dua Fasa

Fenomena perpindahan kalor pada aliran dalam pipa silinder


dikelompokkan pada tiga daerah/regim yaitu: Region A : perpindahan kalor pada
aliran satu fase. Temperatur liquid ratarata berada dibawah temperatur saturasi
dan temperature liquid ini semakin meningkat dengan bertambahnya kalor yang
KELOMPOK 10
diberikan. Pada regim ini temperatur surface meningkat juga dengan kalor yang
diterima. Temperatur surface awalnya berada dibawah temperature saturasi,
kemudian temperature surface meningkat dan melebihi dari temperature saturasi.
Perbedaan temperatur surface dengan temparatur saturasi pada regim
disebut sebagai ∆𝑇𝑠𝑎𝑡𝑂𝑁𝐵. Region B: adalah subcooled boiling. Daerah ini
dimulai dari permulaan onset boiling sampai dengan batas saturated boiling. Pada
regim ini temperature surface diatas temperature saturasi sedangkan temperature
liquid masih dibawah temperature saturasi, disebut sebagai ∆𝑇𝑠𝑢𝑏. Temperatur
liquid semakin meningkat dan mendekati temperature saturasi. Aliran dua fase
pada pipa dapat dikatakan dimulai dari Region B, yaitu pada awal terjadinya
nukleat boiling sampai dengan Region C dan diakhiri dengan kondisi dryout.
Dengan dimulainya aliran dua fase dari awal terjadinya nukleat boiling
maka koefisien heat transfer total aliran dua fase merupakan penjumlahan dari
koefisien heat transfer nukleat boiling (ℎ𝑛𝑏) dan heat transfer aliran didih (ℎ𝑐).
ℎ𝑇𝑃 = ℎ𝑛𝑏 + ℎ𝑐 Dimana: ℎ𝑇𝑃: koefisien heat transfer dua fase (total) ℎ𝑛𝑏:
koefisien heat transfer nukleat boiling ℎ𝑐 : koefisien heat transfer aliran didih
(convection) Region C: merupakan daerah saturasi boiling, dimana pada regim
tersebut bulk temperature fluida berada pada kondisi saturasi sehingga
penambahan kalor menyebabkan terjadiny perubahan fase liquid menjadi uap.
Regim ini dimulai dari batas akhir subcooled boiling.
KELOMPOK 10
Gambar aliran Dua Fasa

2.1.3 Siklus Uji Aliran Didih Dua Fase

Gambar Siklus Uji Aliran Didih Dua Fase

Fluida kerja (refrigran) masuk ke test section melalui inlet sight-glass


dalam bentuk satu fase (liquid). Saat melalui test section fluida kerja
mendapatkan/menyerap kalor dari heater yang terpasang sepanjang test section.
Pada permukaan luar test section terpasang 27 thermocouple. Setiap bagian terdiri
dari 3 thermocouple yang dipasang pada bagian atas, tengah dan bawah test
section.
Pada bagian inlet dan out let terdapat thermocouple yang teredam (sebagai
pengukur temperature fluida kerja masuk, dan temperature fluida kerja keluar) dan
pressure gauge (sebagai pengukur tekanan di inlet dan outlet). Fluida kerja akan
melewati outlet sight glass dalam bentuk dua fase. Proses pengembunan dilakukan
di condenser dengan menggunakan sistem pendingin 3 PK. Fluida kerja keluar
dari condenser dalam satu fase liquid. Pompa digunakan untuk memindahkan
fluida kerja satu fase. Coriolis meter digunakan untuk mengukur flow rate fluda
kerja. Conditioner 1 digunakan untuk menjaga temperature fluida kerja akibat
panas dari pompa, sedangkan conditioner 2 digunakan untuk mengendalikan
tempretur fluida sebelum memasuki test section.
KELOMPOK 10

2.1.4 Refrigerant Pada Sistem Refrigerasi

Refrigerant menyerap panas dari suatu ruang dan melepaskan kalor ke


ruang lain lewat komponen penukar kalor evaporator dan kondensor. Refrigerant
dapat menyerap kalor saat menguap pada temperatur dan tekanan rendah serta
melepaskan kalor saat mengembun pada temperatur dan tekanan tinggi. Sebuah
refrigerant harus dapat melakukan proses ini secara berulang-ulang tanpa
mengalami perubahan pada karakteristiknya. Refrigeran memiliki titik didih
rendah dan panas laten yang tinggi dari penguapan. Saat berpindah dari satu titik
ke titik lainnya, zat pendingin mengekstrak panas dari tubuh atau zat lain.
Pemilihan refrigerant harus memenuhi banyak persyaratan, beberapa di antaranya
tidak langsung berhubungan dengan kemampuannya untuk mentransfer panas.
Stabilitas kimia dalam kondisi penggunaan, kode keamanan untuk
refrigerant mudah terbakar dan beracun. Biaya, ketersediaan, efisiensi, kesesuaian
dengan pelumas kompresor dan material yang digunakan pada komponen sistem
juga harus diperhatikan. Pelepasan refrigerant chlorofluorocarbons (CFC) dan
hydrochlorofluorocarbons (HCFCs) seperti R-11, R-12, R-22, dan R-502 ke udara
berkontribusi pada penipisan lapisan ozon. Perhitungan kemampuan material
untuk dapat merusak ozon pada lapisan stratosfer dikenal dengan ozone depletion
potential (ODP), sebuah nilai yang mempunyai nilai relatif terhadap R-11, yaitu
1,0. Halocarbons (CFCs, HCFCs, dan HFCs) dan banyak nonhalocarbons (seperti
hidrokarbon, karbondioksida) juga merupakan gas yang menyebabkan efek rumah
kaca (green house). Global Warming Potential (GWP) dari gas – gas tersebut
merupakan sebuah indeks yang menyatakan kemampuan relatif untuk
memerangkap sinar matahari terhadap CO2 (R-744), yang mempunyai waktu
keberadaan pada atmosfer yang sangat panjang.

2.2 RTU
2.2.1
KELOMPOK 10
2.3 Otto
2.3.1 Notasi

Satuan yang digunakan adalah Internasional System Units.


i. Dynamometer Reading
DESKRIPSI SIMBOL
SATUAN
Torque T Nm
Balance reading F N
Torque arm length L mm
Time t s
Revolutions n rpm
Power output BHP kW
Dynamometer constant K1
ii. Fuel Consumption
DESKRIPSI SIMBOL
SATUAN
Fuel gauge calibrate volume Vg L
Fuel consumption BFC L/h
Specific fuel consumption BSFC L/Kw-
h
Density of fuel Xf Kg/L
Lower Calorifie Value Hf J/Kg
iii. Engine Dimensions
DESKRIPSI SIMBOL
SATUAN
Cylinder diameter d mm
Piston stroke s mm
Number of cylinders N
Constant 2 – stroke K2 1
4 – stroke K2 2
Swept volume Vs l
Clearance volume Vc
KELOMPOK 10
Compression ratio r

iv. Engine Performance


DESKRIPSI SIMBOL
SATUAN
Indikated power I Kw
Mechanical Losses M Kw
Brake mean effective pressure p KN/m2
Friction mean effective pressure m KN/m2
Mechanical efficiency ηmech
Air standard efficiency ηa
Thermal efficiency ηth
v. Air Consumption
DESKRIPSI SIMBOL
SATUAN
Diameter of measuring orifice D mm
Volume of air box VB M3
Orifice coefficient K3
Temperature of air Ta K
Barometric pressure Pa
KN/m2
Density of air ρa Kg/m3
Velocity of air flow U m/s
Head across orifice ho
CmH2O
Gas constant R J/kgoK
Volumetric flow rate Va I/s
Mass flow rate ma kg/s
Engine volumetric efficiency ηvol
vi. Energy Balance
DESKRIPSI SIMBOL
SATUAN
KELOMPOK 10
Heat of combustion of fuel H1 J/s
Enthalpy of exhaust gas H2 J/s
Enthalpy of inlet air H3 J/s
Heat to cooling water Q1 J/s
Other heat losses Q2 J/s
o
Exhaust temperature Te C
Engine cooling water flow qw L/s
o
Cooling water inlet temperature T1 C
o
Cooling water outlet temperatur T2 C
Calorimeter cooling water flow qwc I/s
o
Temperature of exhaust leaving T0 C
calorimeter
II.2 Fasilitas Pengujian dan Analisa
Fasilitas pengujian merupakan factor utama yang mempengaruhi relevannya
data-data hasil pengujian dan analisa-analisa terhadap karakteristik pengujian
yang didapat. Fasilitas-fasilitas pengujian yang terpenting dalam pengujian motor
bakar adalah sebagai berikut:
1. Measurement of output torque and power
2. Measurement of speed
3. Measurement of fuel consumption
4. Measurement of air mechanical losses in engine
5. Measurement of air consumption
6. Measurement of heat losses
7. Exhaust gas analisys
i. Measurement of Output torque and power
Untuk mengukur besarnya output-torque dari suatu motor dapat digunak
analat-alat ukur seabagai berikut:
a) Electrical Dynamometer
𝐹,𝐿
Torque: 𝑇 = 1000 (𝑁𝑚)

dimana:
F = Balance reading atau Balance reading added weight (N)
KELOMPOK 10
L = Torque arm length

Dari kedua persamaan diatas didapat:


𝐹. 𝑛
𝐵𝐻𝑃 = (𝐾𝑤)
𝐾𝑙

6.107
𝐾1 = = 𝐷𝑦𝑛𝑎𝑚𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝐶𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡
2𝜋𝐿

b) Hydraulic Dynamometers
Khusus untuk Hydrolic dynamometer ini, balance reading dan
added weight dinyatakan langsung dalam satuan torque (Nm)

𝑇.𝑛
Maka: 𝐵𝐻𝑃 = (𝐾𝑤)
𝐾1

Dari rumus diatas dapat dianalisa karakteristik motor pada berbagai


kecepatan putaran.
Grafiknya : BHP, Brake Torque Vs Kecepatan Putaran

ii. Pengukuran Kecepatan Putaran


Untuk menggambarkan karakteristik Torque-speed, diperlukan tachometer.
Dalam pengukuran karakteristik-karakteristik laiinya seperti power output dan
fuel consumption dipergunakan stopwatch. Pada Electrical Dynamometer
biasanya dilengkapi dengan counter yang dapat dipasang dan dilepaskan
secara manual.
Cara mengukur speed dengan memasang counter untuk periode waktu tertentu
guna mencatat putaran dan waktu. Sedangkan pada hydraulic dynamometer
biasanya sudah dilengkapi dengan counter yang bekerja secara terus-menerus.
KELOMPOK 10
Dalam hal ini harus dipergunakan stopwatch untuk mencatat waktu antara saat
mulai pengukuran dan akhir pengukuran.
iii. Measurement of fuel Consumption
Pengukuran atas kebutuhkan bahan bakar yang dipergunakan dapat
dilaksanakan dengan Plint Fuel Gauge. Pada prinsipnya alat tersebut terdiri
dari tabung yang didalamnya dibatasi dengan sekat (spacer) dan antara setiap
spacer yang berurutan mempunyai volume: 50 – 100 – 200 cc. dengan stop-
watch dapat diketahui waktu yang diperlukan untuk pemakaian sejumlah
bahan bakar tertentu.
Rumus:
A. Fuel Consumption

Dimana : Vg = Calibrated volume of fuel gauge (L)


t = time to consumen calibrated volume (sec)
B. Specific Fuel consumption and power
Untuk mengetahui thermal efficiency perlu diketahui besarnya specific
fuel consumption.

Kecepatan putaran moor dapat juga dihitung dengan mempergunakan “counter


dan stop watch” sebagai berikut:
60.𝑁
𝑛 (rpm)
𝑡

Dimana: N = Jumlah putaran dalam waktu t


Performance suatu motor disebut sebagai brake mean effective atau bmep. Ini
menyatakan tekanan rata-rata yang diperlukan untuk menggerakkan piston selama
KELOMPOK 10
langkah kerja guna menghasilkan power output, bilamana tidak ada mechanical
losses. Power output dari motor dalam hubungannya dengan bmep:
𝑝. 𝑛. 𝑉𝑠
𝐵𝐻𝑃 (𝐾𝑤)
6.104 . 𝐾2
Dimana :p = bmep (kN/m2)
Vs = swept volume of engine (L)
K2 = 1 for a 2-stoke engine
2 for a 4-sroke engine
Sedangkan swept volume

Dimana : d = diameter cylinder (mm)


s = piston stroke (mm)
N = jumlah silinder
Maka:

Electrical Dynamometers:
6.104 . 𝐾2 . 𝐹
𝑃̅ (𝑘𝑁/𝑚2 )
𝐾1 . 𝑉𝑠
Hydraulic dynamometer:
6.104 . 𝐾2 . 𝑇
𝑃̅ (𝑘𝑁/𝑚2 )
𝐾1 . 𝑉𝑠
Brake thermal efficiency:

Dimana: Hl = Lower calorific value (J/Kg)


ρf = Density of fuel at 200C (Kg / l)
KELOMPOK 10
Dari rumus-rumus diatas dapat dianalisa karakteristik motor pada putaran
konstan dengan berbagai pembebanan.
Grafiknya: BSFC, BFC, Thermal efficiency Vs BMEP / BHP.
iv. Measurement of mechanical losses in engine
Penyebab kerugian mekanis dalam motor bakar:
 Gesekan antara piston dengan dinding silinder, bantalan – bantalan dan
bagian yang bergesekan lainnya seperti: roda gigi, cham shaft dsb.
 Keperluan daya untuk menggerakkan mekanisme katup, fuel pump,
lubricating oil pump, cooling water pump dan sebagainya.
Kerugian pemompa atau “pumping losses” kadangkala ikut terhitung dalam
kerugian mekanis, hal ini tergantung pada method pengukuran kerugian
mekanis yang diperlukan. Pimping losses. Pumping losses adalah kerugian
daya yang dipergunakan untuk penghisapan udara/mixture ke dalam silinder
dan pendorong gas bekas keluar dari silinder.
Beberapa pengukuran kerugian mekanis:
- Measurement of mechanical losses by motoring.
- Measurement of mechanical losses from indicator diagram.
- Measurement of mechanical losses by extrapolation of William line.
- Estimation of mechanical losses by means of morse test.
A. Measurement of Mechanical losses by Motoring
Prinsipnya adalah mengukur besar daya yang diperlukan untuk memutar
engine tanpa terjadi pembakaran didalam silinder. Metode ini hanya dapat
dijalankan bila engine di kopel dengan electric dynamometer yang sekaligus
berfungsi sebagai penggeruk.
Caranya:
 Menghidupkan mesin sampai engine steady
 Memutuskan perapian atau stop bahan bakar sehingga tidak terjadi
pembakaran dalam silinder.
 Mengukur daya yang diperlukan untuk memutar engine sampai
keputaran penuh, pengukuran harus dilakukan sebelum engine menjadi
dingin
KELOMPOK 10
 Mempergunakan dead weigh pada dynamometer, karena torque yang
diperlukan untuk memutar engine mengakibatkan casing dari
dynamometer akan bereaksi dalam arah yang berlawanan dengan arah
ketika dynamometer menyerap daya dari engine.

RUMUS:
Mechanical losses
𝐹.𝑛 𝑇.𝑛
M = (Kw)
𝐾1 𝐾1

Mechanical efficiency:

6.104 .𝐾2 .𝐼
IMEP = (𝑘𝑁/𝑚2 )
𝑛.𝑉𝑠

𝐼𝑀𝐸𝑃 𝑘𝑁
𝐹𝑀𝐸𝑃 = ( ⁄𝑚2 )
𝜂𝑚𝑒𝑘
Dari rumus-rumus tersebut di atas dapat dianalisa karakteristik engine pada
berbagai kecepatan putaran.
Grafiknya: IMEP, FMEP, BMEP, BHP vs putaran.

B. Measurement of mechanical losses from indicator diagram


Prinsipnya adalah pengukuran indicated power output langsung dari indicator
diagram dan pada saat yang bersamaan juga diadakan pengukuran terhadap
brake power output sehingga besarnya mechanical power dapat dihitung.
Metode ini hanya berlaku bila tersedia fasilitas untuk pengambilan indicator
diagram secara teliti.
Diagram yang dihasilkan dengan mempergunakan “Oscilloscpoe” kurang
sesuia untuk tujuan ini sebaiknya dipergunakan “Maihak-Indicator”.
Caranya:
Hitung luas diagram yang dihasilkan oleh indicator diagram dengan
menggunakan planimeter, kemudian dibagi dengan panjang (absis) dari
diagram. Kalikan dengan skala tekanan (ordinat) dari diagram.
KELOMPOK 10
Hasilnya: 𝐼𝑀𝐸𝑃 = 𝑖̅

Sedangkan dari pengukuran Power Output dapat dihitung besarnya:


𝐵𝑀𝐸𝑃 = 𝑝̅
Jadi:
𝑃̅
𝜂𝑚𝑒𝑘 = 𝑖̅

C. Measurement if mechanical losses by Extrapolation of Williams Line


Prinsipnya adalah pengukuran fuel consumption pada putaran konstan dengan
berbagai pembebanan, kemudian digambarkan dalam grafik fuel consumption
vs BMEP.
Metode ini khusus dipergunakan untuk mengukur kerugian mekanis pada
motor diesel, dimana pengisapan udara tanpa Throttled.
Caranya:
- Dari grafik BFC vs BMEP diketahui bahwa garis consumption atau
Williams Line merupakan garis lurus dari nol sampai rated power
output = 75%
- Apabila garis tersebut diteruskan / ekstrapolasi samapi fuel
consumption = 0, maka perpotongannya dengan sumbu BMEP
merupakan mechanical power (n)
- Sedangkan BMEP dihitung pada maksimum power output (p)
Mechanical Efficiency
KELOMPOK 10

D. Estimation of Mechanical Losses by mean of Morese Test


Prinsipnya adalah menghitung indicated power output dari setiap silinder
dengan terlebih dahulu mengadakan pengukuran terhadap power output dari
engine dimana pembakaran dalam satu silinder dimatikan secar berturut-turut.
Metode ini hanya dapat dilaksanakan pada engine yang mempunyai silinder
banyak (misalnya 4 silinder) dan hasilnya merupakan suatu pendekatan belaka
dan ketelitiannya agak menyangsikan, karena dalam metode ini diterapkan dua
anggapan/asumsi yang perlu dipertanyakan kebenarannya sebagai berikut:
 Pemutusan atau penghentian pembakaran pada setiap silinder tidak
mempengaruhi kesempurnaan pembakaran pada silinder-silinder
lainnya.
 Berkurangnya atau selisih power output engine pada salah satu
silinder dihentikan pembakarannya terhadap power output total
engine adalah sama dengan indicated power output dari silinder
yang pembakarannya dihentikan.
Caranya:
 Jalankan / hidupkan engine sampai berjalan normal pada
maksimum power output dan kemudian hentikan/matikan
pembakaran pada salah satu silinder dengan cara sebagai berikut:
 Motor Diesel: buka sambungan pada pipa bahan bakar antara fuel
pump dengan injector. Selanjutnya ukur torque output engine pada
putaran konstan.
Rumus:
- Indicated power output of individual cylinder
𝑃 − 𝑃1 = 𝐼1
𝑃 − 𝑃2 = 𝐼2
𝑃 − 𝑃3 = 𝐼3
𝑃 − 𝑃4 = 𝐼4
Dimana: I1, I2…=Indicated power output of individual cylinder
KELOMPOK 10
P1, P2, …= Measured power output with combustion suppressed in each
cylinder (1, 2, 3, 4).

- Indicated power output engine


𝐼 = 𝐼1 + 𝐼2 + 𝐼3 + 𝐼4 = 4𝑃 − (𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + 𝑃4 )
- Mechanical losses
𝑀 = 𝐼 − 𝑃 = 3𝑃 − (𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + 𝑃4 )
- Mechanical efficiency
𝑃 𝑃
𝜂𝑚𝑒𝑐 = =
𝐼 4𝑃 − (𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + 𝑃4 )
Rumus-rumus dasar di atas dapat juga diperhitungkan dalam bentuk
persamaan dari: 𝐵𝑀𝐸𝑃 (𝑝,
̅ 𝑝̅2 , 𝑝̅3 , 𝑝̅4 ), pada putaran konstan
sehingga didapat persamaan sebagai berikut:
𝑝̅ 𝑝̅1 𝑝̅2 𝑝̅3 𝑝̅4
= = = =
𝑃 𝑃1 𝑃2 𝑃3 𝑃4
v. Measurment of Air Consumption
Efficiency volumetric sangat mempengaruhi performance dari suatu motor
bakar karena power output yang dihasilkan tergantung sekali besarnya terhadap
jumlah udara/mixture yang dapat dihisap oleh piston dalam silinder.
Pengukuran jumlah udara yang dihisap dilaksanakan dengan Air Consumption
Motor, TE40 dengan prinsip mengukur pressure drey dari aliran udara yang
melalui suatu orifice yang telah diketahui diameter dan coeffisien of
dichargenya dan kemudian menghitung. Pengukuran pressure drey
dilaksanakan dengan “inclined manometer”.
Rumus-rumus:
a. Hubungan antara beda tekanan dan kecepatan dari ekspansi bebas gas
𝜌𝑎 . 𝑈 2
𝑝=
2
Dimana: 𝜌𝑎 = density of air, kg/m3
U = velocity, m/s
p = pressure difference, N/m3
Beda tekanan diukur dalam cm of water. 1 cm H2O = 98,1 N/m2.
KELOMPOK 10

𝜌𝑎 .𝑈 2
𝑝= = 98,1 ℎ0 di mana h0 = head across orifice,
2

cm H2O
b. Density udara
103 𝑝𝑎
= 𝑅𝑇𝑎 di mana pa = barometric pressure, kN/m2
𝜌𝑎

Ta = air temperature, K
R = 287 J/kgK
Kombinasi persamaan a dan b:
ℎ .𝑇
𝑈 = 237,3√1003 𝑝𝑎
𝑎

c. Volumetric rate of flow melalui orifice

𝜋. 𝐷2
−3
ℎ0 𝑇𝑎
𝑉𝑎 = 10 . . 237,3. √ 3
4 10 𝑝𝑎

Dimana: Va = volumetric rate of flow, l/sec


D = orifice diameter, mm
K3 = coefficient of discharge of orifice
d. Massa rate of flow

𝜋. 𝐷2 ℎ0 . 𝑝𝑎 . 103
𝑚𝑎 = 10−6 . . 𝐾3 . 0,827. √
4 𝑇𝑎

Bila dipergunakan orifice dengan sisi tajam maka K3=0,6 dan rumus c dapat
disederhanakan sebagai berikut:

ℎ0 . 𝑇𝑎
𝑉𝑎 = 0,003536𝐷2 √ 𝑙/𝑠𝑒𝑐
𝑝𝑎

ℎ0 . 𝑝𝑎
𝑚𝑎 = 0,00001232 𝐷2 √ 𝑘𝑔/𝑠𝑒𝑐
𝑇𝑎

e. Volumetric Efficiency
60. 𝐾2 . 𝑉𝑎
𝜂𝑣𝑜𝑙 =
𝑛. 𝑉𝑠
KELOMPOK 10
Dimana: K2 = constant, 1 untuk 2-stroke
2 untuk 4-stroke
Vs = swept volume, liters.
Dari rumus di atas dapat diketahui karakteristik engine pada
berbagai kecepatan putaran.
Grafik : 𝜂vol terhadap putaran.
vi. Measurement of Heat Losses
Persamaan umum kesetimbangan energy dalam motor bakar dapat
ditunjukkan sebagai berikut:
𝑃 = 𝐻1 − (𝐻2 − 𝐻3 ) − 𝑄1 − 𝑄2
Dimana: P = power output of engine
H1 = heat combustion of fuel
H2 = enthalpy of exhaust gas
H3 = enthalpy of inlet air
Q1 = heat to cooling water
Q2 = other heat losses.
Semua harga tersebut di atas dinyatakn dalam: watt (Joule/sec). Sedangkan
masing-masing harga pada ruas kanan persamaan di atas adalah:
𝐻𝐿. 𝜌𝑓.𝑉
a. 𝐻1 = 3600

Dimana: HL= lower calorific value of fuel, J/kg


ρf = density of fuel, kg/ltr
BFC = fuel consumption. l/h

b. 𝐻3 = 𝑚𝑎 . 𝐶𝑝 . 𝑇𝑎 (𝑊𝑎𝑡𝑡)
Dimana: ma = massa rate of flow air at engine inlet kg/sec
Cp = specific heat of air at constant pressure J/kg
Ta = temperature of air at inlet, 0°C.
𝑓 𝜌 .𝑉
c. 𝐻2 = (𝑚𝑎 + 3600) . 𝐶𝑝 . 𝑇𝑒

Dimana: Te = exhaust gas temperature, °C.


Perhitungan H2 dengan mempergunakan rumus di atas adalah merupakan
pendekatan saja dengan beberapa asumsi, bahwa specific heat dari asap yang
KELOMPOK 10
mempunyai massa sama dengan jumlah massa udara dan bahan bakar yang
diisap ke dalam silinder adalah sama specific heat dari udara masuk.
Metode ini dapat dilaksanakan dengan mempergunakan exhaust indicator and
thermocouple RE2-3. Untuk perhitungan yang lebih teliti
dipergunakan Exhaust Calorimeter TE 90, di mana gas buang
didinginkan sampai temperature tertentu dengan cara
mengalirkan air ke dalam calorimeter.
d. 𝑄1 = 4187 𝑞𝑤 (𝑇2 − 𝑇1 )
Dimana: qw = rate of flow engine cooling water l/sec
T2 = cooling water outlet temp. °C
T1 = cooling water inlet temp. °C
Dari perhitungan dengan rumus-rumus di atas akan dapat diketahui
karakteristik (heat balance) engine pada suatu putaran tertentu.

2.4 Diesel
2.4.1 Notasi

Satuan yang digunakan adalah International System Units.


1. Dynamometer Reading

DISKRIPSI SIMBOL SATUAN


Torque T Nm
Balance reading F N
Torque arm length L mm
Time t s
Revolutions n rpm
Power output BHP kW
Dynamometer constant K1

2. Fuel Consumption

DISKRIPSI SIMBOL SATUAN


Fuel gauge calibrate volume Vg L
KELOMPOK 10
Fuel consumption BFC L/h
Specific fuel consumption BSFC L/Kw-h
Density of fuel Xf Kg/L
Lower Calorifie Value Hf J/Kg

3. Engine Dimensions

DISKRIPSI SIMBOL SATUAN


Cylinder diameter d mm
Piston stroke s mm
Number of cylinders N
Constant 2 – stroke K2 1
4 – stroke K2 2
Swept volume Vs l
Clearance volume Vc
Compression ratio r

4. Engine Performance

DISKRIPSI SIMBOL SATUAN


Indikated power I Kw
Mechanical Losses M Kw
Brake mean effective pressure p KN/m2
Friction mean effective pressure m KN/m2
Mechanical efficiency ηmech
Air standard efficiency ηa
Thermal efficiency ηth

5. Air Consumption
DISKRIPSI SIMBOL SATUAN
Diameter of measuring orifice D mm
Volume of air box VB M3
Orifice coefficient K3
Temperature of air Ta K
KELOMPOK 10
Barometric pressure Pa KN/m2
Density of air ρa Kg/m3

Velocity across orifice U m/s


Head across orifice ho CmH2O
Gas constant R J/kgoK
Engine volumetric efficiency ηvol

6. Energy Balance
DISKRIPSI SIMBOL SATUAN
Heat of combustion of fuel H1 J/s
Enthalpy of exhaust gas H2 J/s
Enthalpy of inlet air H3 J/s
Heat to cooling water Q1 J/s
Other heat losses Q2 J/s
Exhaust temperature Te oC
Engine cooling water flow qw L/s
Cooling water inlet temperature T1 oC
Cooling water outlet temperatur T2 oC

2.4.2. Analisa dan Fasilitas Pengujian

Fasilitas pengujian merupakan factor utama yang mempengaruhi


relevannya data-data hasil pengujian dan analisa-analisa terhadap karakteristik
pengujian yang didapat. Fasilitas-fasilitas pengujian yang terpenting dalam
pengujian motor bakar adalah sebagai berikut:
1. Measurement of output torque and power
2. Measurement of speed
3. Measurement of fuel consumption
4. Measurement of air mechanical losses in engine
5. Measurement of air consumption
KELOMPOK 10
6. Measurement of heat losses
7. Exhaust gas analisys

1. Measurement of Output torque and power

Untuk mengukur besarnya output-torque dari suatu motor dapat digunakan


alat-alat ukur seabagai berikut:
a) Electrical Dynamometer
𝐹.𝐿
Torque: T= (Nm)
1000
dimana:
F = Balance reading atau Balance reading added weight (N)
L = Torque arm length

Dari kedua persamaan diatas didapat:

𝐹.𝑛
𝐵𝐻𝑃 = (𝐾𝑤)
𝐾𝑙

6.107
𝐾1 = = 𝐷𝑦𝑛𝑎𝑚𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝐶𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡
2𝜋𝐿

b) Hydraulic Dynamometers
Khusus untuk Hydrolic dynamometer ini, balance reading dan added
weight dinyatakan langsung dalam satuan torque (Nm )

𝑇.𝑛
Maka: 𝐵𝐻𝑃 = (𝐾𝑤)
𝐾1

Dari rumus diatas dapat dianalisa karakteristik motor pada berbagai


kecepatan putaran.
Grafiknya: BHP, Brake Torque Vs Kecepatan Putaran.
KELOMPOK 10
2. Pengukuran Kecapatan Putaran

Untuk menggambarkan karakteristik Torque-speed, diperlukan


tachometer. Dalam pengukuran karakteristik-karakteristik laiinya seperti power
output dan fuel consumption dipergunakan stopwatch. Pada Electrical
Dynamometer biasanya dilengkapi dengan counter yang dapat dipasang dan
dilepaskan secara manual.
Cara mengukur speed dengan memasang counter untuk periode waktu
tertentu guna mencatat putaran dan waktu. Sedangkan pada hydraulic
dynamometer biasanya sudah dilengkapi dengan counter yang bekerja secara
terus-menerus. Dalam hal ini harus dipergunakan stopwatch untuk mencatat
waktu antara saat mulai pengukuran dan akhir pengukuran.

3. Measurement of fuel Consumption

Pengukuran atas kebutuhkan bahan bakar yang dipergunakan dapat


dilaksanakan dengan Plint Fuel Gauge. Pada prinsipnya alat tersebut terdiri dari
tabung yang didalamnya dibatasi dengan sekat (spacer) dan antara setiap spacer
yang berurutan mempunyai volume: 50 – 100 – 200 cc. dengan stop-watch dapat
diketahui waktu yang diperlukan untuk pemakaian sejumlah bahan bakar tertentu.
Rumus:
a. Fuel Consumption

Dimana: Vg = Calibrated volume of fuel gauge (L)


t = time to consumen calibrated volume (sec)

b. Specific Fuel consumption and power


Untuk mengetahui thermal efficiency perlu diketahui besarnya specific
fuel consumption.
KELOMPOK 10

Kecepatan putaran moor dapat juga dihitung dengan mempergunakan “counter


dan stop watch” sebagai berikut:

60.𝑁
n= (rpm)
𝑡

Dimana: N = Jumlah putaran dalam waktu t

Performance suatu motor disebut sebagai brake mean effective atau bmep.
Ini menyatakan tekanan rata-rata yang diperlukan untuk menggerakkan piston
selama langkah kerja guna menghasilkan power output, bilamana tidak ada
mechanical losses. Power output dari motor dalam hubungannya dengan bmep:

𝑝.𝑛.𝑉𝑠
𝐵𝐻𝑃 = (𝐾𝑤)
6.104 .𝐾2

Dimana: p = bmep (kN/m2)


Vs = swept volume of engine (L)
K2 = 1 for a 2-stoke engine
2 for a 4-sroke engine

Sedangkan swept volume:

Dimana: d = diameter cylinder (mm)


s = piston stroke (mm)
N = jumlah silinder Maka:
Maka:

Electrical Dynamometers:
KELOMPOK 10
6.104 .𝐾2 .𝐹
𝑝̅ = (𝑘𝑁/𝑚2)
𝐾1 .𝑉𝑠

Hydraulic dynamometer:

6.104 .𝐾2 .𝑇
𝑝̅ = (𝑘𝑁/𝑚2)
𝐾1 .𝑉𝑠

Brake thermal efficiency:

Dimana: Hl = Lower calorific value (J/Kg)


ρf = Density of fuel at 20oC (Kg / l)

Dari rumus-rumus diatas dapat dianalisa karakteristik motor pada putaran konstan
dengan berbagai pembebanan.
Grafiknya: BSFC, BFC, Thermal efficiency Vs BMEP / BHP.

4. Measurement of Mechanical Losses in Engine

Penyebab kerugian mekanis dalam motor bakar:


 Gesekan antara piston dengan dinding silinder, bantalan – bantalan dan
bagian yang bergesekan lainnya seperti: roda gigi, chamshaft dsb.
 Keperluan daya untuk menggerakkan mekanisme katup, fuel pump,
lubricating oil pump, cooling water pump dan sebagainya.

Kerugian pemompa atau “pumping losses” kadangkala ikut terhitung


dalam kerugian mekanis, hal ini tergantung pada method pengukuran kerugian
mekanis yang diperlukan. Pimping losses. Pumping losses adalah kerugian daya
yang dipergunakan untuk penghisapan udara/mixture ke dalam silinder dan
pendorong gas bekas keluar dari silinder.

Beberapa pengukuran kerugian mekanis:


- Measurement of mechanical losses by motoring.
- Measurement of mechanical losses from indicator diagram.
- Measurement of mechanical losses by extrapolation of William line.
KELOMPOK 10
- Estimation of mechanical losses by means of morse test.

a. Measurement of Mechanical losses by Motoring

Prinsipnya adalah mengukur besar daya yang diperlukan untuk memutar


engine tanpa terjadi pembakaran didalam silinder. Metode ini hanya dapat
dijalankan bila engine di kopel dengan electric dynamometer yang sekaligus
berfungsi sebagai penggeruk.

Caranya:
 Menghidupkan mesin sampai engine steady
 Memutuskan perapian atau stop bahan bakar sehingga tidak terjadi
pembakaran dalam silinder.
 Mengukur daya yang diperlukan untuk memutar engine sampai ke putaran
penuh, pengukuran harus dilakukan sebelum engine menjadi dingin.
 Mempergunakan dead weight pada dynamometer, karena torque yang
diperlukan untuk memutar engine mengakibatkan casing dari dynamometer
akan bereaksi dalam arah yang berlawanan dengan arah ketika dynamometer
menyerap daya dari engine.

Rumus:
Mechanical losses:

𝐹.𝑛 𝑇.𝑛
M= = (Kw)
𝐾1 𝐾1

Mechanical efficiency:

IMEP

6.104 .𝐾2 .𝐼
𝐼𝑀𝐸𝑃 = (𝑘𝑁/𝑚2)
𝑛.𝑉𝑠

FMEP
KELOMPOK 10
𝐼𝑀𝐸𝑃
𝐹𝑀𝐸𝑃 = (𝑘𝑁⁄𝑚2)
η𝑚𝑒𝑘

Dari rumus-rumus tersebut di atas dapat dianalisa karakteristik engine


pada berbagai kecepatan putaran.
Grafiknya: IMEP, FMEP, BMEP, BHP vs putaran.

b. Measurement of Mechanical Losses from Indicator Diagram

Prinsipnya adalah pengukuran indicated power output langsung dari


indicator diagram dan pada saat yang bersamaan juga diadakan pengukuran
terhadap brake power output sehingga besarnya mechanical power dapat dihitung.
Metode ini hanya berlaku bila tersedia fasilitas untuk pengambilan indicator
diagram secara teliti.
Diagram yang dihasilkan dengan mempergunakan “Oscilloscpoe” kurang
sesuia untuk tujuan ini sebaiknya dipergunakan “Maihak-Indicator”.

Caranya:
Hitung luas diagram yang dihasilkan oleh indicator diagram dengan
menggunakan planimeter, kemudian dibagi dengan panjang (absis) dari diagram.
Kalikan dengan skala tekanan (ordinat) dari diagram.

Hasilnya: 𝐼𝑀𝐸𝑃 = 𝑖

Sedangkan dari pengukuran Power Output dapat dihitung besarnya:

𝐵𝑀𝐸𝑃 = 𝑝̅

Jadi:

𝜂𝑚𝑒𝑘 = 𝑃̅ / 𝑖̅

c. Measurement If Mechanical Losses By Extrapolation Of Williams Line

Prinsipnya adalah pengukuran fuel consumption pada putaran konstan


dengan berbagai pembebanan, kemudian digambarkan dalam grafik fuel
consumption vs BMEP.
Metode ini khusus dipergunakan untuk mengukur kerugian mekanis pada
motor diesel, dimana pengisapan udara tanpa Throttled.
KELOMPOK 10
Caranya:
- Dari grafik BFC vs BMEP diketahui bahwa garis consumption atau Williams
Line merupakan garis lurus dari nol sampai rated power output = 75%.
- Apabila garis tersebut diteruskan / ekstrapolasi samapi fuel consumption = 0,
maka perpotongannya dengan sumbu BMEP merupakan mechanical power
(n).
- Sedangkan BMEP dihitung pada maksimum power output (p)

d. Estimation of Mechanical Losses by mean of Morese Test

Prinsipnya adalah menghitung indicated power output dari setiap silinder


dengan terlebih dahulu mengadakan pengukuran terhadap power output dari
engine dimana pembakaran dalam satu silinder dimatikan secar berturut-turut.
Metode ini hanya dapat dilaksanakan pada engine yang mempunyai
silinder banyak (misalnya 4 silinder) dan hasilnya merupakan suatu pendekatan
belaka dan ketelitiannya agak menyangsikan, karena dalam metode ini diterapkan
dua anggapan/asumsi yang perlu dipertanyakan kebenarannya sebagai berikut:
 Pemutusan atau penghentian pembakaran pada setiap silinder tidak
mempengaruhi kesempurnaan pembakaran pada silinder-silinder lainnya.
 Berkurangnya atau selisih power output engine pada salah satu silinder
dihentikan pembakarannya terhadap power output total engine adalah sama
dengan indicated power output dari silinder yang pembakarannya dihentikan.

Caranya:
KELOMPOK 10
 Jalankan / hidupkan engine sampai berjalan normal pada maksimum power
output dan kemudian hentikan/matikan pembakaran pada salah satu silinder
dengan cara sebagai berikut:
 Motor Diesel: buka sambungan pada pipa bahan bakar antara fuel pump
dengan injector. Selanjutnya ukur torque output engine pada putaran konstan.

Rumus:

 Indicated power output of individual cylinder


𝑃 − 𝑃1 = 𝐼1
𝑃 − 𝑃2 = 𝐼2
𝑃 − 𝑃3 = 𝐼3
𝑃 − 𝑃4 = 𝐼4

Dimana: I1, I2,.….= Indicated power output of individual cylinder


P1, P2,…= Measured power output with combustion suppressed in each
cylinder (1, 2, 3, 4).

- Indicated power output engine


𝐼 = 𝐼1 + 𝐼2 + 𝐼3 + 𝐼4 = 4𝑃 − (𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + 𝑃4)

- Mechanical losses
𝑀 = 𝐼 − 𝑃 = 3𝑃 − (𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + 𝑃4)

- Mechanical efficiency
𝑃 𝑃
𝜂𝑚𝑒𝑐 = =
𝐼 4𝑃−(𝑃1 +𝑃2 +𝑃3 +𝑃4 )

Rumus-rumus dasar di atas dapat juga diperhitungkan dalam bentuk


persamaan dari : 𝐵𝑀𝐸𝑃 (𝑝̅1, 𝑝̅2, 𝑝̅3, dan 𝑝̅4), pada putaran konstan sehingga
didapat
persamaan sebagai berikut:

p̅ p̅ 1 p̅ 2 p̅ 3 p̅ 4
= = = =
P P1 P2 P3 P4

5. Measurement of Air Consumption


KELOMPOK 10
Efficiency volumetric sangat mempengaruhi performance dari suatu motor
bakar karena power output yang dihasilkan tergantung sekali besarnya terhadap
jumlah udara/mixture yang dapat dihisap oleh piston dalam silinder. Pengukuran
jumlah udara yang dihisap dilaksanakan dengan Air Consumption Motor, TE40
dengan prinsip mengukur pressure drey dari aliran udara yang melalui suatu
orifice yang telah diketahui diameter dan coeffisien of dichargenya dan kemudian
menghitung. Pengukuran pressure drey dilaksanakan dengan “inclined
manometer”.

Rumus-rumus:
a. Hubungan antara beda tekanan dan kecepatan dari ekspansi bebas gas

𝜌𝑎 .𝑈 2
p=
2

dimana: 𝜌𝑎 = density of air, kg/m3


U = velocity, m/s
p = pressure difference, N/m3

Beda tekanan diukur dalam cm of water. 1 cm H2O = 98,1 N/m2.


𝜌𝑎 .𝑈 2
p = = 98,1 ℎo dimana ho = head across orifice, cm H2O
2

b. Density udara
103 .𝑃𝑎
= 𝑅𝑇a dimana Pa = barometric pressure, kN/m2
𝜌𝑎

Ta = air temperature, K
R = 287 J/kgK

Kombinasi persamaan a dan b:

ℎ𝑜 .𝑇𝑎
𝑈 = 237,3 √
103 .𝑃𝑎

c. Volumetric rate of flow melalui orifice

𝜋𝐷 2 ℎ𝑜 .𝑇𝑎
𝑉a = 10−3 . . 237,3. √
4 103 .𝑃𝑎
KELOMPOK 10
dimana: Va = volumetric rate of flow, l/sec
D = orifice diameter, mm
K3 = coefficient of discharge of orifice

d. Massa rate of flow

𝜋𝐷 2 ℎ𝑜 .𝑃𝑎 .103
ma = 10−6 . . 𝐾3 . 0,827. √
4 𝑇𝑎

Bila dipergunakan orifice dengan sisi tajam maka K3=0,6 dan rumus c
dapat disederhanakan sebagai berikut:

ℎ .𝑇
Va = 0,003536. 𝐷2 √ 𝑜𝑃 𝑎 (l/sec)
𝑎

ℎ .𝑃
ma = 0,00001232. 𝐷2 √ 𝑜𝑇 𝑎 (kg/sec)
𝑎

e. Volumetric Efficiency
60.𝐾2. 𝑉𝑎
𝜂𝑣𝑜𝑙 =
𝑛.𝑉𝑠

Dimana: K2 = constant (1 untuk 2-stroke, 2 untuk 4-stroke)


Vs = swept volume, liters.

Dari rumus di atas dapat diketahui karakteristik engine pada berbagai kecepatan
putaran.
Grafik: 𝜂vol = terhadap putaran.

6. Measurement of Heat Losses


Persamaan umum kesetimbangan energy dalam motor bakar dapat
ditunjukkan sebagai berikut:

𝑃 = 𝐻1 − (𝐻2 − 𝐻3) − 𝑄1 − 𝑄2

Dimana: P = power output of engine


H1 = heat combustion of fuel
H2 = enthalpy of exhaust gas
H3 = enthalpy of inlet air
KELOMPOK 10
Q1 = heat to cooling water
Q2 = other heat losses

Semua harga tersebut di atas dinyatakn dalam: watt (Joule/sec). Sedangkan


masing-masing harga pada ruas kanan persamaan di atas adalah:

𝐻𝐿. 𝜌𝑓. 𝑣
a. H1 =
3600

Dimana: HL = lower calorific value of fuel, J/kg


ρf = density of fuel, kg/ltr
BFC = fuel consumption. l/h

b. H3 = 𝑚𝑎.𝐶𝑝.𝑇𝑎 (𝑊𝑎𝑡𝑡)

Dimana: ma = massa rate of flow air at engine inlet kg/sec


Cp = specific heat of air at constant pressure J/kg
Ta = temperature of air at inlet, 0°C.

𝑟.𝑉 𝜌
c. H2 = (𝑚𝑎 + 3600 ) . 𝐶𝑝 . 𝑇𝑒

Dimana: Te = exhaust gas temperature, °C.

Perhitungan H2 dengan mempergunakan rumus di atas adalah merupakan


pendekatan saja dengan beberapa asumsi, bahwa specific heat dari asap yang
mempunyai massa sama dengan jumlah massa udara dan bahan bakar yang diisap
ke dalam silinder adalah sama specific heat dari udara masuk.
Metode ini dapat dilaksanakan dengan mempergunakan exhaust indicator
and thermocouple RE2-3. Untuk perhitungan yang lebih teliti dipergunakan
Exhaust Calorimeter TE 90, di mana gas buang didinginkan sampai temperature
tertentu dengan cara mengalirkan air ke dalam calorimeter.
h. Q1 = 4187 qw (T2 - T1)
Dimana: qw = rate of flow engine cooling water l/sec
T2 = cooling water outlet temp. °C
T1 = cooling water inlet temp. °C
KELOMPOK 10
Dari perhitungan dengan rumus-rumus di atas akan dapat diketahui karakteristik
(heat balance) engine pada suatu putaran tertentu.
Grafik: heat balance vs BHP

BAB III
DATA, PENGOLAHAN DATA, DAN GRAFIK

3.1 Data
3.1.1 Aliran Dua Fasa
3.1.1.1 Data Temperatur Wall

T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9
7.321664 6.761448 8.436713 7.621511 11.05954 7.745814 8.067474 8.433066 7.149642

3.1.1.2 Data Temperatur, Pressure, Kalor, Mass Flow, hf dan Zsc

Menentukan besarnya entalpi inlet (hf in), entalpi outlet (hf out), titik awal
saturasi (Zsc), tekanan saturasi (P sat), suhu saturasi (T sat), dan koefisien heat
transfer aktual (𝒉𝒕𝒑𝒂𝒌𝒕𝒖𝒂𝒍).

no data qty
1 Tin (°C) 4.145
2 Tout (°C) 5.362
KELOMPOK 10
3 Pin (bar) 6.299
4 Pout (bar) 6.246
5 Q (kW) 0.255
6 Q dot (kW/m²) 5623.974
7 M dot (kg/s) 0.015
8 M flux (kg/m².s) 346.657
9 hf in (kJ/kg) 406.07
10 hf out (kJ/kg) 406.400
11 Zsc (m) 0.022
3.1.1.3 Data Dimensi

No. Data Qty


1 Diameter (m) 0.0076
2 Luas (m²) 4.53416E05
3 Panjang (m) 1.07

3.1.2 RTU

3.1.3 Otto

DATA DAN PENGOLAHAN

Throttle Rotational Suction Head Fuel


Dynamometer
Valve Shaft Air Across Consumption Exhaust Gas Analyzer
Load
No Open Speed Temp Orifice Time
- N W Ta ho t Te Tin Tout Q
% rpm kgf Celcius mmH2O sec Celcius Celcius Celcius l/n
1 12 1000 11.5 29.8 0 46.32 270 45 48 620
2 14 1000 13 29.9 Rusak 42.71 300 46 48 700
3 16 1000 15 30 Rusak 40.73 380 52 48 900
4 18 1000 16.5 30.1 1 37.53 380 53 48 840
KELOMPOK 10

3.1.4 Diesel

1. Spesifikasi Instrumen Percobaan


1.1. Spesifikasi Engine
Model : GWE-80/100-HS-AV
Type : SD-22 (Nissan D. Motor CO, Ltd.)
NO of Cycle : 4 Cycles
Displacement (V) : 1,567 L
Eng. Cylinder Bore (D) : 7,8 cm
Eng. Piston Stroke (S) : 8,2 cm
NO of Cylinder (n) :4
Compression Ratio : 8,2
Inner diameter of Orifice : 0,036 m

1.2. Spesifikasi Dynamometer


Model : EWS – 50
Type : WC Eddy Cur. Elec. Dyn
Balance : Spring
Torque arm (L) : 0,358 m

1.3. Spesifikasi Bahan Bakar


Specific Weight (ρf) : 0,83 kg/L
Calorific Value (Qf) : 45300 kJ/kg
Fuel Contents (%) : C= 86,5 ; H= 13,5
Gas Constanta (R) : 287 J/kgK
AFR theoretical : 14,7246
Fuel Consumption : 30 mL
KELOMPOK 10

2. Data Percobaan
DIESEL
Pada percobaan ini, kecepatan putaran output mesin diesel N dijaga
konstan sebesar 1000 rpm dan yang menjadi variabel bebas adalah persentase
bukaan throttle valve pada mesin diesel. Berikut ini tabel data percobaan yang
dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Departemen Teknik Mesin UI :
Rotational Shaft Dynamometer Head Across Fuel Consuming
Sucttion Air Temp. Exhaust Gas Analyzer
Throttle Valve Speed Load Orifice Time
Open (%) N W Ta ho t Te T in T out Q
(rpm) (kgf) (Celcius) (mmH2O) (second) (Celcius) (Celcius) (Celcius) (L/min.)
12 1000 11 29,4 4 59,24 150 42 48 300
14 1000 15 30,1 3,9 53,45 190 42 48 620
16 1000 18 30,6 4 47,44 210 42 48,5 1600
18 1000 18,5 30,8 3,3 51,19 220 42 48 400

3.2 Pengolahan Data


3.2.1 Aliran Dua Fasa

3.2.1.1 Data Perhitungan H Aktual Aliran Dua Fasa

haktual
Titik X (m) Psat (bar) Twall (C) Tsat (C) (kJ/kg)
1 0.1 10.00324 7.321664 3.784 2827.640623
2 0.2 9.959566 6.761448 3.753 3310.533031
3 0.3 9.990678 8.436713 3.723 2119.492146
4 0.4 9.973309 7.621511 3.692 2538.053341
5 0.5 9.992754 11.05954 3.661 1350.63833
6 0.6 9.983838 7.745814 3.631 2426.315664
7 0.7 9.993706 8.067474 3.6 2236.992595
8 0.8 10.00871 8.433066 3.57 2058.106618
9 0.9 9.996618 7.149642 3.539 2768.653996
Rata-Rata 9.989158 8.066319 3.661 2404.047372
KELOMPOK 10
3.2.1.2 Properties Fluida Kerja

3.2.1.3 Perbandingan Dengan 3 Korelasi Persamaan Heat Transfer

Shah Correlation
No Data
1 Delta Tsat ( C ) 0.245
2 Re (liquid) 14369.69509
3 Pr (liquid) 2.804507778
4 hsp,l (kJ/kg) 4.841555894
5 Bo 5.913854027
Enhancement
6 factor 45.566
7 hTP (kJ/kg) 170.655

Liu & Winterton Correlation


No Data Qty
1 hf (kJ/kg) 871.4800609
2 Pr (bar) 0.042
3 M (kg/mol) 0.08647
4 hnbc (kJ/kg) 25887.64537
5 X 359.2224504
6 F 6.847521604
7 S 4.242592403
8 htp (kJ/kg) 20717.43287
KELOMPOK 10
Hata & Noda Correlation
No Data Qty
1 Visk. Dinamik 0.00005581
2 h TP (kJ/kg) 5160.070777

3.2.2 RTU

3.2.3 Otto

DATA DAN PENGOLAHAN

Throttle Rotational Suction Head Fuel


Dynamometer
Valve Shaft Air Across Consumption Exhaust Gas Analyzer
Load
No Open Speed Temp Orifice Time
- N W Ta ho t Te Tin Tout Q
% rpm kgf Celcius mmH2O sec Celcius Celcius Celcius l/n
1 12 1000 11.5 29.8 0 46.32 270 45 48 620
2 14 1000 13 29.9 Rusak 42.71 300 46 48 700
3 16 1000 15 30 Rusak 40.73 380 52 48 900
4 18 1000 16.5 30.1 1 37.53 380 53 48 840

a) perhitungan BHP

2𝜋𝑁𝑇 2𝜋(1000)(6.802)
𝐵𝐻𝑃 = = = 0.712
60000 60000
b) perhitungan BFC
3600𝑉𝑔 3600(0.03)
𝐵𝐹𝐶 = = = 2.4
𝑡 45
c) perhitungan BSFC
𝐵𝐹𝐶 2.4
𝐵𝑆𝐹𝐶 = 𝐵𝐻𝑃 = 0.712 =3.371058

d) perhitungan BMEP
60000 × 𝐾2 × 𝐵𝐻𝑃 60000(2)0.712
𝐵𝑀𝐸𝑃 = = = 54.537
𝑁 × 𝑉𝑠 1000 × 1.57
e) perhitungan ma

𝑃 101.325
𝑚𝑎 = 0.01596672√ℎ0 𝑇𝑎 = 0.01596672√0.4 =0.00583
𝑎 303.95
KELOMPOK 10

f) perhitungan Va

𝑇 303.95
𝑉𝑎 = 4.582656√ℎ0 𝑃𝑎 = 4.582656√0.4 101.325 =5.02
𝑎

g) perhitungan ηthermal (efisiensi thermal)


3.6×106 3.6×106
𝜂𝑡ℎ = 𝐵𝑆𝐹𝐶×𝜌 = 3.371058 × 0.83 × 45300000 = 0.284
𝑓 𝐻𝑖

h) perhitungan ηvol (efisiensi volumetrik)


60×𝐾2 ×𝑉𝑎 60×2×5.02
𝜂𝑣𝑜𝑙 = = =0.385
𝑁×𝑉𝑠 1000×1.57

i) perhitungan FHP menggunakan metode least square

no bhp bfc x2 y2 xy a b
.

1 0.4222944 2.33160 0.17833 5.43638 0.98462 2.59739 5.0113521


1 6 3 8 4 9 8

2 0.4773762 2.52868 0.22788 6.39423 1.20713


9 2 8 2 3

3 0.5508188 2.65160 0.30340 7.03102 1.46055


8 1 6 6

4 0.6059006 2.87769 0.36711 8.28114 1.74359


8 8 6 5 9

2.0563901 10.3895 1.07673 27.1427 5.39591


9 9 8 9 2
KELOMPOK 10

𝐹𝐻𝑃 =1.92937363

j) perhitungan IHP

𝐼𝐻𝑃 = 𝐹𝐻𝑃 + 𝐵𝐻𝑃 = 78.825 + 0.037 = 79.537


k) perhitungan ηmech

𝜂𝑚𝑒𝑐ℎ = 𝐵𝐻𝑃⁄𝐹𝐻𝑃 = 0.037⁄78.825 =0.00895


l) perhitugan IMEP
60000×𝐾2 ×𝐼𝐻𝑃 60000×2×78.86
𝐼𝑀𝐸𝑃 = = = 6092.8
𝑁×𝑉𝑠 1000×1.57

m)perhitungan FMEP

𝐹𝑀𝐸𝑃 = 𝐼𝑀𝐸𝑃⁄𝜂𝑚𝑒𝑐ℎ = 6041.1⁄0.00048 =680618.67


n) perhitungan H1
𝐵𝐹𝐶×𝜌𝑓 𝐻𝑖 2.4 × 45300000 × 0.83
𝐻1 = = = 25066
3600 3600

o) perhitungan H2

0.83×2.4
𝐻2 = (0.0583 + ( )) ∗ 1001.7 × (220 + 273.15) = 3153.52
3600

p) perhitungan H3

𝐻3 = 𝑚𝑎 𝐶𝑝 𝑇𝑎 = 0.0583 × 1001.7 × (30.8 +273.15) = 1775.181

q) perhitungan Q1

𝑄1 = 4187 × 𝑄 × (𝑇𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑖𝑛 ) = 4187 × 1000 × (6) = 25122000


r) perhitungan Q1

𝑄1 =H1−(𝐻2 − 𝐻3) − 𝑄1 − 𝐵𝐻𝑃 = -25098313.05

Berikut ini tabel hasil pengolahan data dari praktikum mesin otto :
KELOMPOK 10

no. N T N vol FHP IHP n mech IMEP FMEP


rpm N
1 1000 40.3466 1.929374 2.351668 0.218876 180.089448 822.7905
2 1000 45.6092 1.929374 2.40675 0.247426 184.307588 744.9013
3 1000 52.626 1.929374 2.480192 0.285491 189.931775 665.2811
4 1000 57.8886 1.929374 2.535274 0.31404 194.149915 618.2329

no. N T BHP BFC BSFC BMEP Va Ma n th


rpm N
1 1000 40.3466 0.422294 2.331606 5.521281 32.33907 0.020503
2 1000 45.6092 0.477376 2.528682 5.297041 36.55721 0.021371
3 1000 52.626 0.550819 2.651608 4.813939 42.1814 0.023516
4 1000 57.8886 0.605901 2.877698 4.749455 46.39954 0.023835

bhp bfc h1 h2 h3 Q1 Q2
0.42229441 2.331606 20596.5 74.93287 -6280500 6301021.15
0.47737629 2.528682 22337.39 81.26646 -4187000 4209255.65
0.5508188 2.651608 23423.28 85.21705 8374000 -
8350662.49
0.60590068 2.877698 25420.46 92.48309 10467500 -
10442172.6

3.2.4 Diesel

3. Pengolahan Data

3.1. Mencari Nilai BHP, BFC, BSFC, Va, ma, ƞTh, dan ƞvol.
Tabel Hasil Perhitungan Data:

Rotational Dynamometer Dynamometer Sucttion Air Head Across Fuel


Throttle BHP
Shaft Speed Load Load Temp. Orifice Consuming BFC BSFC BMEP Va ma
Valve Open Ƞ Th Ƞ Vol
N W W Ta ho t P
(%)
(rpm) (kgf) (N) (Celcius) (mmH2O) (second) (kW) (L/h) (L/kWh) (kN/m²) (L/s) (kg/s)
12 1000 11 107,88 29,4 4 59,24 4,045901 1,823093 0,450602 309,8329 0,501116363 0,584056 0,21249 0,038375
14 1000 15 147,11 30,1 3,9 53,45 5,517138 2,02058 0,366237 422,4994 0,495384186 0,576044 0,26144 0,037936
16 1000 18 176,53 30,6 4 47,44 6,620566 2,27656 0,343862 506,9993 0,502108019 0,582902 0,27845 0,038451
18 1000 18,5 181,43 30,8 3,3 51,19 6,80447 2,109787 0,310059 521,0826 0,456212203 0,529273 0,3088 0,034936
KELOMPOK 10

Contoh Perhitungan:
Untuk data dengan persentase bukaan throttle valve sebesar 12 % dan N = 1000
rpm :
2𝜋 𝑛 𝑇 2𝜋 𝑥 1000 𝑥 (107,88 𝑥 0,358)
BHP = = = 4,045901 kW
60 𝑥 1000 60 𝑥 1000

3600 𝑥 𝑉𝑔 3600 𝑥 0,03


BFC = = = 1,823093 L/h
𝑡 59,24

𝐵𝐹𝐶 1,823093
BSFC = = = 0,450602 L/kWh
𝐵𝐻𝑃 4,045901

6 𝑥 104 𝑥 𝐾2 𝑥 𝐵𝐻𝑃 6 𝑥 104 𝑥 2 𝑥 4,045901


BMEP = = = 309,8329 kN/m²
𝑛 𝑥 𝑉𝑠 1000 𝑥 1,567

ℎ0 𝑥 𝑇𝑎 4 𝑥 302,9
Va = 0,003536 x D² x √ = 0,003536 x (36)² x √ 101325 = 0,501116363 L/s
𝑃𝑎

ℎ0 𝑥 𝑃𝑎 4 𝑥 101325
ma = 0,00001232 x D2 x √ = 0,00001232 x (36)2 x √ =
𝑇𝑎 302,9

0,584056 kg/s

3,6 𝑥 10⁶ 3,6 𝑥 10⁶


ƞTh = = = 0,21249
𝐵𝑆𝐹𝐶 𝑥 𝜌𝑓 𝑥 𝐻𝑙 0,450602 𝑥 0,83 𝑥 (4,53 𝑥 107 )

60 𝑥 𝐾2 𝑥 𝑉𝑎 60 𝑥 2 𝑥 0,501116363
ƞvol = = = 0,038375
𝑛 𝑥 𝑉𝑠 1000 𝑥 1,567

3.2. Mencari Nilai FHP, IHP, ƞMek, IMEP, dan FMEP


Menggunakan Metode Least Square
KELOMPOK 10

BHP
BFC
No. X² Y² XY b a
P
(kW) (L/h)
1 4,0459012 1,82309251 16,36931652 3,323666282 7,376052154
2 5,517138 2,02057998 30,43881171 4,082743461 11,1478186
3 6,6205656 2,27655987 43,83188886 5,182724819 15,07211393 1,279132624 0,135439306
4 6,8044702 2,10978707 46,3008147 4,451201471 14,35598323
SigmaƩ 22,988075 8,23001942 136,9408318 17,04033603 47,95196791

Tabel Hasil Perhitungan Data :

BHP
BFC FHP IHP IMEP FMEP
No. X² Y² XY b a Ƞ Mek.
P
(kW) (L/h) (kW) (kW) (kN/m²) (kN/m²)
1 4,0459012 1,82309251 16,36931652 3,323666282 7,376052154 13,49022 0,299914 1033,074 3444,572621
2 5,517138 2,02057998 30,43881171 4,082743461 11,1478186 14,96146 0,368757 1145,741 3107,037127
3 6,6205656 2,27655987 43,83188886 5,182724819 15,07211393 1,279132624 0,135439306 9,444324 16,06489 0,412114 1230,24 2985,194424
4 6,8044702 2,10978707 46,3008147 4,451201471 14,35598323 16,24879 0,418768 1244,324 2971,393604
SigmaƩ 22,988075 8,23001942 136,9408318 17,04033603 47,95196791

Contoh Perhitungan :
Untuk data dengan persentase bukaan throttle valve sebesar 12 % dan N = 1000
rpm :
𝑏 1,27932624
FHP = 𝑎 = 0,135439306 = 9,444324 kW

IHP = BHP + FHP = 4,045901 + 9,444324 = 13,49022 kW

𝐵𝐻𝑃 4,045901
ƞMek = = = 0,299914
𝐼𝐻𝑃 13,49022

6 𝑥 104 𝑥 𝐾2 𝑥 𝐼𝐻𝑃 6 𝑥 104 𝑥 2 𝑥 13,49022


IMEP = = = 1033,074 kN/m2
𝑛 𝑥 𝑉𝑠 1000 𝑥 1,567

𝐼𝑀𝐸𝑃 1033,074
FMEP = = = 3444,572621 kN/m2
ƞ𝑀𝑒𝑘 0,299914
KELOMPOK 10
3.3. Mencari Nilai Heat Losses H1, H2, H3, Q1 dan Q2
Tabel Hasil Perhitungan Data :
Rotational
Throttle
Shaft H1 H2 H3 Q1 Q2
Valve
N
Open (%)
(rpm) (J/s) (J/s) (J/s) (J/s) (J/s)
12 1000 19040,682 248763,286 177795,07 125610 -181583,437
14 1000 21103,274 268548,243 175761,3 259594 -336794,803
16 1000 23776,771 283497,495 178146,91 725746,667 -813941,051
18 1000 22034,968 262743,62 161863,16 167480 -253129,959

Untuk data dengan persentase bukaan throttle valve sebesar 12 % dan N = 1000
rpm :
𝐻𝑙 𝑥 𝜌𝑓 𝑥 𝐵𝐹𝐶 4,53 𝑥 107 𝑥 0,83 𝑥 1,823093
H1 = = = 19040,682 J/s
3600 3600

(𝜌𝑓 𝑥 𝐵𝐹𝐶) (0,83 𝑥1,823093)


H2 = [𝑚𝑎 + ] x Cp x Te = [0,584056 + ] x 1005 x 423,5
3600 3600

= 248763,286 J/s

H3 = ma x Cp x Ta = 0,584056 x 1005 x 302,9 = 177795,07 J/s

Q1 = 4187 x qdebit x (Tout – Tin) = 4187 x 5 x (321,5 – 315,5) = 125610 J/s

Q2 = H1 – (H2 – H3) – Q1 – BHP = 19040,682 – (248763,286 - 177795,07) –


125610 - 4,045901 x 1000 = - 181583,437 J/s
KELOMPOK 10
3.3 Grafik
3.3.1 Aliran Dua Fasa

Grafik hubungan koefisien panas terhadap titik

3.3.2 RTU

3.3.3 Otto

Berikut ini grafik hasil pengolahan data :

a) Grafik BHP vs N

BHP vs. Throttle


0.7 0.60590068
0.6 0.5508188
0.477376293
0.5 0.422294413
0.4
BHP

0.3 BHP
0.2 Linear (BHP)
0.1
0
12 14 16 18
Throttle (%)
KELOMPOK 10
b) Grafik FHP, IHP vs N

IHP & FHP vs. Throttle


2.5

1.92937363 1.92937363 1.92937363 1.92937363


2

1.5
IHP
1 FHP
Linear (IHP)
0.5 0.24742553 0.285490996 0.314040096
0.218876431

0
12 14 16 18
Throttle (%)

c) Grafik BFC, BSFC vs N

BFC & BSFC vs. Throttle


6 5.521281229
5.29704102
4.813939087 4.749454715
5

4
2.877697842
3 2.528681808 2.651608151
2.331606218 BFC
2 BSFC

0
12 14 16 18
Throttle (%)
KELOMPOK 10
d) Grafik BMEP vs N

BMEP
50 46.39954154
45 42.1814014

40 36.55721455
35 32.33907441

30
BMEP

25
20 BMEP
15
10
5
0
12 14 16 18
Throttle (%)

e) Grafik Q vs N

Q vs. Throttle
15000000

10000000
10467500
5000000 8374000
6301021.147
4209255.648
0 Q1
Q

12 14 16 18 Q2
-5000000
-4187000
-6280500
-10000000
-8350662.493
-10442172.63
-15000000
Throttle (%)
KELOMPOK 10

f) Grafik H vs N

H vs. Throttle
30000
25420.46363
23423.27523
25000 22337.39171
20596.50259
20000

15000
H

H2
10000 H1

5000
74.93286917 81.26645985 85.21705131 92.48309353
0
12 14 16 18
Throttle (%)

g) Grafik Efisiensi vs N

Efisiensi vs. Throttle


0.35 0.314040096
0.285490996
0.3
0.24742553
0.25 0.218876431
Efisiensi

0.2

0.15 thermal
mechanical
0.1

0.05 0.02050321 0.021371174 0.023515874 0.023835155

0
12 14 16 18
Throttle (%)
KELOMPOK 10
3.3.4 Diesel

3.3.4.1 Grafik
Dalam melakukan plot data ke grafik, praktikan membandingkan antara
nilai BFC, BSFC, Efisiensi Thermal (ƞTh), Efisiensi Mekanis (ƞMek), dan H1
terhadap nilai BHP. Hal ini dilakukan karena dalam percobaan ini nilai kecepatan
putaran output engine N dijaga konstan sebesar 1000 rpm untuk berbagai kondisi
beban yang direpresentasikan dengan presentase bukaan throttle valve. Berikut ini
grafik-grafik yang telah dibuat dari hasil pengolahan data :

 Grafik BFC vs BHP

BFC vs BHP
2.5

2
BFC (L/h)

1.5

1 BFC

0.5

0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)

 Grafik BSFC vs BHP


KELOMPOK 10

BSFC vs BHP
0.5
0.45
0.4
0.35
BSFC (L/kWh) 0.3
0.25
0.2 BSFC
0.15
0.1
0.05
0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)

 Grafik BMEP vs BHP

BMEP vs BHP
600

500

400
BMEP kN/m²

300
BMEP
200

100

0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)

 Grafik Efisiensi Thermal (ƞTh) vs BHP


KELOMPOK 10

Efisiensi thermal vs BHP


0.35

0.3

0.25
Efisiensi Thermal
0.2

0.15
Efisiensi thermal
0.1

0.05

0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)

 Grafik Efisiensi Mekanis (ƞMek) vs BHP

Efisiensi Mekanis Vs BHP


0.45
0.4
0.35
Efisiensi Mekanis

0.3
0.25
0.2
0.15 Efisiensi Mekanis
0.1
0.05
0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)

 Grafik H1 vs BHP
KELOMPOK 10

H1 vs BHP
25000

H1 Heat of Combustion of Fuel (J/s)


20000

15000

10000 H1

5000

0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)

BAB IV
ANALISA

4.1 Aliran Dua Fase


a) Analisis Percobaan
Percobaan ini dimaksutkan untuk mengetahi fenomena – fenoma yang
terjadi pada aliran dua fasa, khususnya gas dan cairan secara bersamaan. Pada
eksperimen kali ini digunakan fluida refrigerant R-22, dapat diperhatikan bahwa
terdapat test section pada alat eskperimen yang dimana di lilitkan dengan
kumparan yang dapat memanaskan test section sehingga pertukaran panas terjadi.
R-22 dipilih menjadi refrigerant karena sifat nya yang tidak mudah terbakar.
Setelah test section, ada beberapa alat yang perlu diperhatikan diantara lain
kondensor yang sangat diperlukan untuk mengubah fasa fluida menjadi cair.
KELOMPOK 10
Selain mengubah fasa fluida, kondensor berperan penting dalam menurunkan
suhu fluida kerja. Dengan demikian, siklus dapat berjalan secara kontinyu dan
stabil. Selain kondensor, ada pompa yang berfungsi untuk mengalirkan fluida dan
mengatur laju massa yang terjadi di dalam alat eksperimen. Laju massa senantiasa
harus tetap terkontrol agar data – data yang didapatkan menjadi valid.Terakhir,
terdapat dua buah conditioner yang menjadi pendukung kondenser untuk
menstabilkan suhu fluida. Pengukuran ini dilakukan untuk merekam tiga
parameter, yaitu, suhu, tekanan dan laju aliran. Pengukuran dilakukan di Sembilan
titik yang dimana masing – masing titik dilengkapi oleh tiga buah termokopel .
Test section tersebut juga dilindungi oleh insulasi sehingga menimalisir
pertukaran panas oleh lingkungan. Terdapat juga pressure gauge pada awal dan
akhir test section sehingga memungkinkan untuk mengetahui tekanan pada test
section. Tidak lupa peranan Coriolis meter yang dapat memberi informasi akan
laju aliran.

b) Analisis Hasil
Pada pengolahan data kali ini hal yang pertama kali di analisis merupakan
T wall pada Sembilan titik. Walaupun data temperatur tidak mempunyai trend
yang cukup jelas, namun dapat dipastikan bahwa suhu semakin bertambah seiring
dengan bertambah nya posisi. Hal ini terjadi dikarenakan kurang nya efektivitas
conditioner maupun kondenser untuk mengubah suhu fluida seperti kondisi awal.
Terlebih lagi, suhu menunjukan adanya variasi yang besar, terutama di titik 8
yang menujukan suhu diatas 800o C. Hal – hal ini kemudian akan dibahas pada
analisa kesalahan Tekanan saturasi juga didapat dari eksperimen ini pada kisaran
5.5 – 5.6 bar dan suhu saturasi berada pada kisaran 3.6o C. Hal ini sesuai dengan
property dari R-22 yang sudah dijelaskan di table diatas. Kemudian, proses
saturasi dimulai pada titik 2 cm pada test section. Koefisien Heat Transfer yang
diperoleh pada eksperimen ini berkisar antara -6000 sampai 14000. Nilai ini
bergantunga pada T wall yang di rekam. Ketika koefisien heat transfer mencapai
minus, artinya, suhu saturasi lebih besar daripada T wall dan sebaliknya untuk
heat transfer positif. Pada dasarnya, ketika T wall lebih rendah dibandingkan
suhu saturasi, maka fluida kerja belum mengalami proses perubahan menjadi dua
fase ataupun menghasilkan nukleat boiling. Dengan mencari koefisien heat
KELOMPOK 10
transfer, penulis dapat menentukan dimana proses saturasi mulai terjadi. Deviasi
yang paling besar terjadi pada titik 1 yaitu -5912 kJ/kg dan titik 8 yaitu 6.9 kJ/kg.
Penyebab deviasi ini akan dibicarakan pada analisis kesalahan.
Tabel Perbandingan Koefisien Heat Transfer
Korelasi 𝒉𝒕𝒑 (kJ/kg)
Experimen 2762.559
Shah 188.7790726
Liu & Winterton 22458.39
Hata & Noda 5160.777
Dapat dilihat dari hasil yang telah dibandingkan, bahwa koefisien heat
transfer tidak mendekati satu sama lain, hal ini dapat dikarenakan banyak nya
perbedaan – perbedaan parameter yang diambil antar satu eksperimen dengan
eksperimen yang lain. Kesalahan lebih lanjutnya akan dianalisis pada bab analisis
kesalahan.

c) Analisis Grafik
Grafik pada eksperimen ini diperuntukan untuk mencari korelasi antara
suhu dengan posisi yang ada pada test section. Fluktuasi terjadi sepanjang titik
dikarenakan variasi data yang cukup besar. Nilai koefisien heat transfer sangat
bergantung pada T wall dan suhu saturasi. Jika, ditemukan perubahan suhu dari
negative menjadi positif, maka hal ini dapat diprediksi dimana saturasi mulai
terjadi yang dimana terjadi di titik 2.

d) Analisis Kesalahan
Dari data yang telah di dapatkan maka dapat disimpulkan bahwa kesalahan
yang terjadi pada eksperimen ini adalah ketidak mampuan conditioner dan
kondenser untuk mengembalikan temperature fluida kerja menjadi seperti semula,
hal ini ditandai dengan meningkatnya suhu pada setiap titik dari waktu ke waktu.
Kesalahan berikutnya, terjadi pada pembacaan suhu pada termokopel yang
mencatat terjadi deviasi besar khususnya pada titik 8, dimana suhu mencapai 800o
C. Hal ini dapat dikarenakan kondisi termokopel yang buruk sehingga pembacaan
menjadi salah. Untuk kedepannya termokopel dapat dengan mudah dibersikan
dengan menggunakan kertas amplas. Perlu diingat, bahwa ke akuratan termokopel
KELOMPOK 10
menjadi parameter yang sangat penting bagi baik atau buruknya data yang
didapat.

4.2 RTU
4.2.1 Analisa Alat

4.2.1 Analisa Percobaan

4.2.2 Analisa Hasil

4.2.3 Analisa Grafik

4.2.4 Analisa Kesalahan

4.3 Otto
Pada praktikum mesin otto kali ini variabel tetap merupakan putaran mesin yaitu
sebesar 1000 rotation per minute dan variabel uji adalah bukaan katup throttle.
Data yang didapat adalah load dynamometer, temperature masuk suction, head
orifice, waktu konsumsi bahan bakar, temperature exhaust, temperature masuk
pendingin, temperature keluar pendingin, dan Q.

Setelah seluruh data tersebut telah diambil, praktikan mengolahnya menjadi BHP,
BFC, Vs, BMEP, Va, Ma, efisiensi thermal, efisiensi volumetric, efisiensi
mekanik, FHP, IHP, IMEP, dan FMEP. Data pengolahan disajikan dalam bentuk
tabel dan grafik.

Pengambilan data percobaan diamati menggunakan instrument pengukuran analog


maupun digital. Dalam praktikum kali ini, praktikan mengalami kesulitan dalam
KELOMPOK 10
pembacaan instrument pengukuran analog yang dikarenakan memang sudah
termakan usia sehingga pengukuran tidak dapat dilakukan secara akurat.

Instrumen pengukuran untuk mengambil data head orifice juga sudah mati
sehingga terbaca 0 (nol). Kendala tersebut yang mengakibatkan data yang telah
diolah mengalami kesalahan. Contohnya pada data Va, Ma, efisiensi volumetric,
dan H3 terbaca pada tabel bernilai nol. Hal tersebut terjadi dikarenakan pada
rumus atau fungsi pengolahan terdapat factor pengali variabel head orifice (ho)
sehingga nilai akhir bernilai nol.

Dapat dilihat juga bahwa nilai dari Q1 bernilai minus. Fenomena tersebut terjadi
karena temperature delivered lebih kecil dibandingkan dengan temperature supply
pada pendingin. Sehingga saat dilakukan kalkulasi (Tout – Tin) nilai akhir dari Q1
akan bernilai negative.

Setelah melakukan pengolahan data seperti diatas, praktikan dapat membuat


kesimpulan bahwa data yang diambil kurang lengkap untuk menarik kesimpulan
dengan baik karena terbatasnya instrument ukur dan alat praktikum yang sudah
termakan usia. Saran praktikan adalah apabila kurang memungkinkan untuk
mengganti seluruh alat praktikum, penggantian instrument ukur sudah sangat
cukup supaya para praktikan generasi berikutnya lebih mudah mendapatkan data
dan juga data yang didapatkan akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Analisis Grafik

BHP vs. Throttle BFC & BSFC vs. Throttle


0.8 6
0.6 4
BHP

0.4 BHP
2 BFC
0.2
Linear BSFC
0 0
(BHP)
12 14 16 18 12 14 16 18

Throttle (%) Throttle (%)


KELOMPOK 10
Trend yang terlihat pada grafik BHP vs N tidak linear. Grafik mulanya naik lalu
turun dan akhirnya naik sedikit kembali. Dapat dilihat juga fuel consumption
terlihat turun saat grafik BHP meningkat. Hubungan keduanya terlihat pada grafik
specific fuel consumption yang trendnya terlihat hamper linear. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa bukaan katup throttle tidak linear hubungannya dengan power
yang dihasilkan. Nyatanya berdasarkan percobaan, power terbesar yang dihasilkan
terjadi pada bukaan katup 14 persen (data ke-dua). Pada data ke-dua juga terlihat
bahwa fuel consumption berada pada titik paling rendah dibandingkan dari tiga
data yang lain. Sehingga dapat disimpulkan dengan sederhana bahwa pemakaian
paling optimal pada mesin otto ini adalah pada bukaan katup 14 persen. Tetapi
pada grafik specific fuel consumption terlihat bahwa konsumsi bahan bakar
terendah terjadi pada data pertama.

BMEP
50 46.39954154
45 42.1814014

40 36.55721455
35 32.33907441

30
BMEP

25
20 BMEP
15
10
5
0
12 14 16 18
Throttle (%)

Tren yang terjadi pada BMEP hampir sama dengan BHP dan trend yang terjadi
pada FMEP hampir sama juga dengan BFC. Kedua hubungan ini menunjukkan
bahwa data BMEP memuncak pada data ke-empat dan FMEP berada pada titik
terbawah pada data ke-dua disbanding dengan ketiga data lainnya. Trend yang
terlihat pada IMEP hampir linear dan hampir sama juga dengan trend yang terlihat
pada BSFC.
KELOMPOK 10

IHP & FHP vs. Throttle


2.5

1.92937363 1.92937363 1.92937363 1.92937363


2

1.5
IHP
1 FHP
Linear (IHP)
0.5 0.24742553 0.285490996 0.314040096
0.218876431

0
12 14 16 18
Throttle (%)

Trend FHP terlihat naik,. Dan trend pada IHP terlihat linear pada keempat data.
Trend dari FHP hampir sama dengan trend sebelum-sebelumnya. Data ke-dua
merupakan data dengan titik paling ekstrim dibandingkan dengan ketiga data
lainnya (ekstrim atas maupun bawah). Sedangkan trend dari IHP terlihat stabil
linear seiring katup throttle diperbesar.

Efisiensi vs. Throttle


0.35 0.314040096
0.285490996
0.3
0.24742553
0.25 0.218876431
Efisiensi

0.2

0.15 thermal
mechanical
0.1

0.05 0.02050321 0.021371174 0.023515874 0.023835155

0
12 14 16 18
Throttle (%)
KELOMPOK 10
Diatas dapat dilihat bahwa trend efisiensi mekanik dan efisiensi termal
hampir sama dan juga keduanya hampir sama dengan grafik-grafik sebelumnya.
Efisiensi tertinggi ada pada data ke-empat. Sedangkan nilai efisiensi volumetric
tidak dapat didefinisikan dikarenakan hal yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu
karena head orifice tidak dapat terbaca sehingga nilai efisiensi volumetric tidak
dapat dikalkulasikan.

4.4 Diesel
4.4.1 Analisa Alat

Pada praktikum mesin diesel ini, menggunakan diesel engine 4 silinder


dengan Model GWE-80/100-HS-AV , TypeSD-22 (Nissan D. Motor CO, Ltd.).
Praktikum dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Departemen Teknik
Mesin UI. Terdapat beberapa komponen dari alat uji yang kurang optimal saat
percobaan berlangsung seperti alat ukur analog untuk temperatur intake dan untuk
tekanan. Alat ukur analog (gauge) untuk temperatur intake pada alat uji
sudah rusak dan tidak bisa digunakan oleh karena itu untuk mengukur temperatur
intake digunakan infrared thermometer. Pergantian alat ukur ini dapat
mempengaruhi data yang didapatkan, karena saat penggunaan infrared
thermometer data yang didapatkan adalah temperatur dari pengarahan laser yang
ditembakkan ke dinding ruang intake sedangkan bila menggunakan temperature
gauge data yang didapatkan dapat mempresentasikan temperatur ruang intake.
Alat ukur analog untuk tekanan pada alat uji juga mengalami kerusakan
oleh karena itu data yang didapatkan bukanlah data yang sebenarnya / akurat
tetapi hanya berupa data yang menandakan adanya peningkatan tekanan saat
percobaan dilakukan. Alat uji yang digunakan akan lebih baik jika komponen-
komponennya diberi perlakuan maintenance dan kalibrasi karena terdapat
beberapa alat ukur analog yang memerlukan kalibrasi dan maintenance
dikarenakan alat uji yang sudah tua.

4.4.1 Analisa Percobaan

Pada percobaan kali ini yang menjadi variable tetap adalah nilai kecepatan
putaran poros output engine dimana nilainya dijaga konstan sebesar 1000 rpm dan
KELOMPOK 10
variable bebasnya adalah persentase bukaan throttle valve. Nilai persentase
bukaan throttle valve diatur mulai dari 12%, 14%, 16%, dan 18 %. Berdasarkan
kondisi tersebut, data-data yang perlu diamati dan dicatat pada lembar kerja
adalah rpm engine (perlu dijaga agar tetap konstan di nilai 1000 rpm), kerja
mesin, suhu udara intake, suhu udara exhaust, temperatur outlet cooling water,
temperatur inlet cooling water, debit aliran cooling water, dan waktu konsumsi
bahan bakar.
Kesulitan sempat ditemui saat pengaturan engine rpm dimana nilainya
sulit mencapai nilai pas 1000 rpm, sehingga dalam pengambilan data menjadi
lebih lama. Selain itu, juga terdapat alat ukur, seperti flowmeter yang tidak stabil
dalam mengukur debit aliran cooling water yang menyebabkan data yang diambil
kurang akurat,

4.4.2 Analisa Hasil

Data hasil prcobaan kemudian dilakukan perhitungan dan pengolahan


data. Adapun pengolahan data yang pertama kali dilakukan adalah menghitung
nilai-nilai dari BHP, BFC, BSFC, BMEP, Va, ma, efisiensi thermal (ƞTh), dan

efisiensi volumetric (ƞVol). Setelah itu, menggunakan metode Least Square untuk

menghitung nilai FHP dan IHP serta menghitung nilai efisiensi mekanis (ƞMek ),
IMEP dan FMEP dari pengolahan data sebelumnya. Pengolahan data yang
terakhir dilakukan adalah menghitung nilai-nilai dari H1, H2, H3, Q1, dan Q2.
Dikarenakan pada percobaan ini dilakukan pada kondisi kecepatan putaran
output engine dijaga konstan sebesar ±1000 rpm dan yang mmenjadi variabel
bebasnya adalah persentase bukaan throttle valve, maka dalam melakukan analisis
menggunakan nilai BHP (Brake Horse Power ) sebagai pembandingnya. Dari
hasil pengolahan data diperoleh bahwa semakin besar persentase bukaan throttle
valve, maka akan semakin besar pula nilai beban (load) yang dibaca pada
dynamometer. Kemudian ditemukan bahwa semakin nilai load, maka nilai BHP
juga mengalami peningkatan (secara tidak langsung persentase bukaan throttle
valve memiliki hubungan berbanding lurus dengan nilai BHP). Hal ini sesuai
2𝜋 𝑛 𝑇
dengan teori BHP = , terdapat komponen T (Torsi) dimana torsi T = F
60 𝑥 1000
KELOMPOK 10
x L, dimana nilai F diwakilkan dengan nilai load pada dynamometer dan nilai L
merupakan nilai panjang lengan torsi pada dynamometer sebesar 0,358 m.
Semakin besar nilai load, semakin besar nilai torsi T dan akan meningkatkan nilai
BHP.
Nilai BFC (Brake Fuel Consumption) merupakan konsumsi bahan bakar
yang hubungannya berbanding terbalik dengan waktu (habisnya sekian liter bahan
bakar). Dari tabel pengolahan data dapat dilihat bahwa semakin besar persentase
bukaan throttle valve dan nilai BHP, maka waktu t yang diperlukan untuk
menghabiskan sekian liter volume bahan bakar Vg akan semakin rendah (semakin
cepat waktu yang diperlukan). Hal ini menyebabkan nilai BFC akan semakin
3600 𝑥 𝑉𝑔
besar dan ini sesuai dengan teori dimana BFC = .
𝑡
Nilai BSFC (Brake Specific Fuel Consumption ) secara rumus merupakan
𝐵𝐹𝐶
perbandingan antara nilai BFC dengan nilai BHP, dimana BSFC = . Specific
𝐵𝐻𝑃
Fuel Consumption (SFC) merupakan parameter yang biasa digunakan pada motor
pembakaran dalam untuk menggambarkan pemakaian bahan bakar yang
didefinisikan sebagai perbandingan antara laju aliran massa bahan bakar terhadap
power output yang dihasilkan. Disebut Brake Specific Fuel Consumption (BSFC)
jika menggunakan Brake Horse Power (BHP). Nilai SFC yang rendah
mengindikasikan pemakaian bahan bakar yang irit (perhatikan persamaan
rumus BSFC ), oleh sebab itu nilai SFC yang rendah sangat diinginkan untuk
mencapai efisiensi bahan bakar. BSFC juga merupakan suatu parameter yang
tepat untuk mengukur efisiensi thermal.
Nilai BMEP (Brake Mean Effective Pressure ) memiliki hubungan
berbanding lurus dengan nilai BHP. Hal ini sesuai dengan teori dimana BMEP =
6 𝑥 104 𝑥 𝐾2 𝑥 𝐵𝐻𝑃
, ketika pada saat percobaan seiring dengan peningkatan
𝑛 𝑥 𝑉𝑠
persentase bukaan throttle valve dilakukan, maka BHP akan bertambah sehingga
BMEP pun juga ikut bertambah.
Nilai volumetric rate of flow Va dan mass rate of flow ma dipengaruhi oleh
temperatur udara yang masuk ke engine Ta melalui diameter orifice. Nilai Va
akan mempengaruhi nilai efisiensi volumetric ƞVol , dimana ƞvol =
KELOMPOK 10
60 𝑥 𝐾2 𝑥 𝑉𝑎
dan nilai ma digunakan untuk menghitung nilai enthalpy of inlet air
𝑛 𝑥 𝑉𝑠
H3 dimana H3 = ma x Cp x Ta.
Nilai efisiensi thermal ƞTh dipengaruhi oleh nilai BSFC, memiliki
hubungan berbanding terbalik, yaitu efisiensi thermal yang tinggi diperoleh ketika
nilai BSFC bernilai rendah. Hal ini sesuai dengan teori dimana ƞTh =
3,6 𝑥 10⁶
dan nilai BSFC sendiri juga dipengaruhi oleh BHP dan BFC, nilai
𝐵𝑆𝐹𝐶 𝑥 𝜌𝑓 𝑥 𝐻𝑙

BSFC rendah menunjukkan pemakaian bahan bakar yang irit untuk menghasilkan
power output pada engine.
Nilai FHP (Friction Horse Power ) dihitung menggunakan metode Least
Square dengan nilai inputannya adalah nilai BHP dan untuk nilai IHP (Indicated
Horse Power ) diperoleh dengan rumus IHP = BHP + FHP. BHP digunakan
untuk menunjukkan bahwa power yang diukur adalah pada poros engine yang
merupakan power yang dihasilkan engine kepada beban-beban (inersia mobil dan
gesekan udara pada mobil di dunia nyata). Nilai BHP lebih kecil daripada power
yang dibangkitkan oleh gas pembakaran di dalam silinder. Hal ini dikarenakan
terjadinya gesekan mekanis dan beban-beban tambahan (seperti pompa oli, kipas
radiator). Power yang dihasilkan di dalam silinder pada langkah kompresi dan
ekspansi disebut Indicated Horse Power (IHP). Power ini disalurkan dalam
bentuk kerja yang melewati piston, connecting—rod, dan crankshaft engine.
Power ini dikurangi dengan pumping work (kerja yang dihasilkan oleh gas
pembakaran selama langkah hisap dan langkah buang), gesekan mekanis serta
daya-daya lainnya yang digunakan untuk menggerakkan perlengkapan pada
kendaraan. Ketiga hal tersebut (pumping work, gesekan mekanis serta daya-daya
lain) dinamakan Friction Horse Power (FHP). Hubungan antara BHP, IHP dan
FHP dijelaskan oleh persamaan BHP = IHP – FHP.

𝐵𝐻𝑃
Nilai efisiensi mekanis dihitung dengan persamaan ƞMek = . Dari
𝐼𝐻𝑃
hasil pengolahan data nilai efisiensi mekani mengalami peningkatan seiring
dengan bertambahnya nilai BHP. Efisiensi mekanis merupakan perbandingan
antara power output yang dihasilkan oleh engine BHP dengan power yang
KELOMPOK 10
dihasilkan oleh gas pembakaran pada piston IHP. Gaya gesekan mengakibatkan
power yang dikeluarkan poros engine BHP selalu lebih rendah dibandingkan
dengan power yang dihasilkan gas pembakaran pada piston IHP, sehingga nilai
efisiensi mekanis selalu kurang dari 1 (satu). Nilai efisiensi mekanis yang
mendekati satu sangat diinginkan. Nilai efisiensi mekanis sangat dipengaruhi
keadaan bukaan throttle valve. Semakin besar persentase bukaan throttle valve
maka nilai efisiensi mekanis bertambah besar.

4.4.3 Analisa Grafik

 Grafik BFC vs BHP

BFC vs BHP
2.5

2
BFC (L/h)

1.5

1 BFC

0.5

0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)

Pada grafik BFC vs BHP memiliki tren meningkat kemudian mengalami


sedikit penurunan pada saat BHP sebesar 6,8044 kWatt. Setelah dilakukan
pemeriksaan data, ternyata hal terssebut diakibatkan nilai waktu konsumsi bahan
bakar t pada data urutan keempat memiliki nilai t yang lebih tinggi daripada nilai t
pada data urutan ketiga. Nilai BFC sendiri merupakan konsumsi bahan bakar yang
hubungannya berbanding terbalik dengan waktu (habisnya sekian liter bahan
3600 𝑥 𝑉𝑔
bakar) dimana BFC = . Berdasarkan data yang diperoleh semakin besar
𝑡
nilai persentase bukaan throttle valve, semakin besar pula nilai BHP maka nilai
KELOMPOK 10
waktu konsumsi bahan bakar akan semakin kecil yang mengakibatkan nilai BFC
akan semaikn besar.

 Grafik BSFC vs BHP

BSFC vs BHP
0.5
0.45
0.4
0.35
BSFC (L/kWh)

0.3
0.25
0.2 BSFC
0.15
0.1
0.05
0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)

Pada grafik hubungan BSFC terhadap BHP memiliki tren penurunan. Nilai
BSFC (Brake Specific Fuel Consumption ) secara rumus merupakan perbandingan
𝐵𝐹𝐶
antara nilai BFC dengan nilai BHP, dimana BSFC = . Specific Fuel
𝐵𝐻𝑃
Consumption (SFC) merupakan parameter yang biasa digunakan pada motor
pembakaran dalam untuk menggambarkan pemakaian bahan bakar yang
didefinisikan sebagai perbandingan antara laju aliran massa bahan bakar terhadap
power output yang dihasilkan. Disebut Brake Specific Fuel Consumption (BSFC)
jika menggunakan Brake Horse Power (BHP). Nilai SFC yang rendah
mengindikasikan pemakaian bahan bakar yang irit (perhatikan persamaan
rumus BSFC ). Nilai BSFC semakin rendah ketika nilai BHP semakin tingggi.

 Grafik BMEP vs BHP


KELOMPOK 10

BMEP vs BHP
600
500

BMEP kN/m²
400
300
200 BMEP
100
0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)

Pada grafik hubungan BMEP terhadap BHP memiliki tren peningkatan.


Nilai BMEP (Brake Mean Effective Pressure ) memiliki hubungan berbanding
lurus dengan nilai BHP. Hal ini sesuai dengan teori dimana BMEP =
6 𝑥 104 𝑥 𝐾2 𝑥 𝐵𝐻𝑃
, ketika pada saat percobaan seiring dengan peningkatan
𝑛 𝑥 𝑉𝑠
persentase bukaan throttle valve dilakukan, maka BHP akan bertambah sehingga
BMEP pun juga ikut bertambah, hasil percobaan sesuai dengan teori.

 Grafik Efisiensi Thermal (ƞTh) vs BHP

Efisiensi thermal vs BHP


0.35

0.3
Efisiensi Thermal

0.25

0.2

0.15
Efisiensi thermal
0.1

0.05

0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)

Pada grafik hubungan antara efisiensi thermal (ƞTh) terhadap BHP


memiliki tren peningkatan. Nilai efisiensi thermal ƞTh dipengaruhi oleh nilai
BSFC, memiliki hubungan berbanding terbalik, yaitu efisiensi thermal yang tinggi
KELOMPOK 10
diperoleh ketika nilai BSFC bernilai rendah. Hal ini sesuai dengan teori dimana
3,6 𝑥 10⁶
ƞTh = dan nilai BSFC sendiri juga dipengaruhi oleh BHP dan BFC
𝐵𝑆𝐹𝐶 𝑥 𝜌𝑓 𝑥 𝐻𝑙
𝐵𝐹𝐶
dimana BSFC = . Sehingga secara tidak langsung nilai efisiensi thermal
𝐵𝐻𝑃
memiliki hubunngan berbanding lurus dengan nilai BHP , hasil percobaan sesuai
dengan teori.

 Grafik Efisiensi Mekanis (ƞMek) vs BHP

Efisiensi Mekanis Vs BHP


0.45
0.4
0.35
Efisiensi Mekanis

0.3
0.25
0.2
Efisiensi Mekanis
0.15
0.1
0.05
0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)

Pada grafik hubungan antara efisiensi mekanis (ƞMek) terhadap BHP


memiliki tren peningkatan. Efisiensi mekanis (ƞMek) berbanding lurus dengan nilai
BHP, semakin besar nilai BHP maka nilai efisiensi mekanis juga mengalami
𝐵𝐻𝑃
peningkatan. Nilai efisiensi mekanis dihitung dengan persamaan ƞMek = .
𝐼𝐻𝑃
KELOMPOK 10
 Grafik H1 vs BHP

H1 vs BHP
25000
H1 Heat of Combustion of Fuel (J/s)

20000

15000

10000 H1

5000

0
4.0459012 5.517138 6.6205656 6.8044702
BHP (kWatt)

Pada grafik hubungan antara H1 (Heat of Combustion of Fuel) dengan


BHP menujukkan bahwa nilai dari H1 akan mengalami kenaikan, seiring dengan
naiknya nilai dari BHP yang dipengaruhi oleh besarnya nilai persentase bukaan
throttle valve. Hal ini disebabkan karena pada saat mesin berada pada beban load
tinggi (persentase bukaan throttle valve ) maka bahan bakar yang dikonsumsi oleh
mesin akan semakin besar sehingga kalor yang dihasilkan akan semakin besar
karena putaran yang tinggi dan pembakaran yang cepat.

4.4.4 Analisa Kesalahan

Pada percobaan ini terdapat beberapa kesalahan yang dapat mempengaruhi


data yang didapatkan. Kesalahan pertama yaitu kesalahan saat pembacaan alat
ukur. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa alat ukur yang digunakan masih
berjenis analog dan dibutuhkan ketelitian saat membaca data dari alat ukur analog,
akan lebih baik bila alat uji mengunakan komponen alat ukur digital yang mampu
menampilkan data yang lebih akurat.
Kesalahan lainnya adalah kesalahan saat penyetelan beban untuk
mengubah kecepatan putar mesin (RPM). Penyetelan RPM ini cukup sensitif dan
nilai RPM yang diatur saat percobaan tidak akurat atau menggunakan pendekatan.
KELOMPOK 10
Hal ini akan mempengaruhi data yang didapatkan, oleh karena itu dibutuhkan
pendekatan nilai RPM dengan selisih yang kecil.
KELOMPOK 10

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
5.1.1 Aliran Dua Fasa

Berdasarkan analisa dari hasil pengolahan data yang dilakukan, maka


didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Temperatur saturasi pada eksperimen ini berkisar antara 3.6o C dan tekanan
saturasi nya berada pada titik 5.6 bar.
2. Koefisien Heat Transfer pada eksperimen ini dapat dibandingkan dengan
koefisien lain sebagai berikut:
Korelasi 𝒉𝒕𝒑 (kJ/kg)
Experimen 2762.559
Shah 188.7790726
Liu & Winterton 22458.39
Hata & Noda 5160.777
3. Fenomena perubahan fasa pada aliran sangat bergantung pada kondisi saturasi
nya.

5.1.2 RTU

5.1.3 Otto
1. Nilai BHP berbanding lurus dengan nilai persentase bukaan throttle valve
(pada kecepatan putaran poros engine N dijaga konstan ) yang kemudian
memengaruhi nilai load pada dynamometer, dimana nilai BHP meningkat
seiring dengan peningkatan nilai dari persentase bukaan throttle valve.
2. Nilai IHP meningkat seiring dengan peningkatan nilai BHP yang dipengaruhi
oleh besarnya nilai persentase bukaan throttle valve.
KELOMPOK 10
3. ηmek meningkat seiring dengan kenaikan nilai BHP yang dipengaruhi oleh
besarnya nilai persentase bukaan throttle valve (nilai kecepatan putaran N
dijaga konstan) begitu juga dengan nilai ηtermal.
4. Nilai BMEP berbanding lurus dengan nilai BHP, semakin besar nilai BHP
maka nilai BMEP juga mengalami peningkatan.
5. Nilai dari H1, H2 ,H3 ,Q1 dan Q2 meningkat seiring dengan peningkatan nilai
dari BHP yang dipengaruhi oleh besarnya nilai persentase bukaan throttle
valve.
6. Pada tabel pengolahan data, nilai Q2 bertanda negatif hal ini berarti terjadi
pelepasan kalor dari sistem ke lingkungan.

5.1.4 Diesel

Berdasarkan analisa dari hasil pengolahan data yang dilakukan, maka


didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
7. Nilai BHP berbanding lurus dengan nilai persentase bukaan throttle valve
(pada kecepatan putaran poros engine N dijaga konstan ) yang kemudian
memengaruhi nilai load pada dynamometer, dimana nilai BHP meningkat
seiring dengan peningkatan nilai dari persentase bukaan throttle valve.
8. Nilai IHP meningkat seiring dengan peningkatan nilai BHP yang dipengaruhi
oleh besarnya nilai persentase bukaan throttle valve.
9. Dari tabel pengolahan data dapat dilihat bahwa semakin besar persentase
bukaan throttle valve dan nilai BHP, maka waktu t yang diperlukan untuk
menghabiskan sekian liter volume bahan bakar Vg akan semakin rendah
(semakin cepat waktu yang diperlukan). Hal ini menyebabkan nilai BFC akan
3600 𝑥 𝑉𝑔
semakin besar dan ini sesuai dengan teori dimana BFC =
𝑡
10. ηmek meningkat seiring dengan kenaikan nilai BHP yang dipengaruhi oleh
besarnya nilai persentase bukaan throttle valve (nilai kecepatan putaran N
dijaga konstan) begitu juga dengan nilai ηtermal.
11. Nilai BMEP berbanding lurus dengan nilai BHP, semakin besar nilai BHP
maka nilai BMEP juga mengalami peningkatan.
KELOMPOK 10
12. Nilai dari H1, H2 ,H3 ,Q1 dan Q2 meningkat seiring dengan peningkatan nilai
dari BHP yang dipengaruhi oleh besarnya nilai persentase bukaan throttle
valve.
13. Pada tabel pengolahan data, nilai Q2 bertanda negatif hal ini berarti terjadi
pelepasan kalor dari sistem ke lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Modul Pembelajaran Mata Kuliah Motor Pembakaran Dalam, Prof. Dr. Ir.
Bambang Sugiarto, MEng,

Anda mungkin juga menyukai