Anda di halaman 1dari 27

FERTILITAS

A. Pengertian

Fertilitas (kelahiran) sebagai istilah demografi sebagai hasil


reproduksi yang nyata dari seorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan
kata lain fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi yang lahir (FEUI, 1981).
Dari pengertian ini, kelahiran merupakan banyaknya bayi yang lahir dari
wanita. Ada bayi yang disebut lahir hidup yaitu lahirnya seorang bayi yang
menunjukkan tanda-tanda kehidupan, tidak diperkirakan berapa lama bayi
tersebut menunjukkan tanda-tanda kehidupan tersebut. Tanda-tanda
kehidupan antara lain bernafas, ada denyutan jantung dan lain-lain. Ada pula
bayi lahir mati artinya bayi tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan
(Sinuraya, 1990). Fertilitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan
penduduk. Istilah fertilitas adalah sama dengan kelahiran hidup (live birth),
yaitu terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan dengan ada tanda-tanda
kehidupan; misalnya berteriak, bernafas, jantung berdenyut, dan sebagainya
(Mantra, 2003:145).
Fertilitas adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam bidang
demografi untuk menggambarkan jumlah anak yang benar-benar dilahirkan
hidup (Pollard, 1989). Disamping istilah fertilitas ada juga istilah fekunditas
(fecundity) sebagai petunjuk kepada kemampuan fisiologis dan biologis
seorang perempuan untuk menghasilkan anak lahir hidup (Mantra, 2006).
Fertilitas biasanya diukur sebagai frekuensi kelahiran yang terjadi di dalam
sejumlah penduduk tertentu. Disatu pihak mungkin akan lebih wajar bila
fertilitas dipandang sebagai jumlah kelahiran per orang atau per pasangan,
selama masa kesuburan (Barcla, 1984).
Menurut Kotmanda (2010) yang mengutip pendapat Hatmadji (1981),
ferttilitas merupakan kemampuan seorang wanita untuk menghasilkan
kelahiran hidup. Fertilitas merupakan hasil reproduksi nyata dari seorang atau
sekelompok wanita, sedangkan dalam pengertian demografi menyatakan
banyaknya bayi yang lahir hidup. Menurut Ali (2011) yang mengutip
pendapat Pollard (1984), fertilitas adalah suatu istilah yang dipergunakan di

1
dalam bidang demografi untuk menggambarkan jumlah anak yang benar-
benar dilahirkan hidup. Fertilitas juga diartikan sebagai suatu ukuran yang
diterapkan untuk mengukur hasil reproduksi wanita yang diperoleh dari
statistik jumlah kelahiran hidup. Menurut Sukarno (2010) Fertilitas
merupakan jumlah dari anak yang dilahirkan hidup dengan pengertian bahwa
anak yang pernah dilahirkan dalam kondisi hidup menunjukkan tanda-tanda
kehidupan. Jika anak pada saat dilahirkan dalam kondisi hidup kemudian
meninggal pada waktu masih bayi tetap dikatakan anak lahir hidup (ALH).

B. Ukuran Fertilitas

1. Ukuran Fertilitas Tahunan (Vital Rates/Current Fertility)


a. Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate/CBR)
Angka kelahiran kasar didefenisikan sebagai banyaknya
kelahiran hidup pada suatu tahun tertentu tiap 1000 penduduk pada
pertengahan tahun (Mantra, 2006). Perhitungan CBR ini sangat
sederhana karena hanya memerlukan keterangan tentang jumlah anak
yang dilahirkan dan jumlah penduduk pada pertengahan tahun, namun
CBR ini mempunyai kelemahan yakni tidak memisahkan penduduk
laki-laki dan perempuan yang masih anak-anak dan yang berumur 50
tahun ke atas sehingga angka yang dihasilkan sangat kasar (BKKBN,
2006).
Angka kelahiran ini disebut “kasar” karena sebagai penyebut
digunakan jumlah penduduk yang berarti termasuk penduduk yang
tidak mempunyai peluang melahirkan juga diikutsertakan, seperti anak-
anak, laki-laki, dan wanita lanjut usia. Angka ini dapat digunakan untuk
menggambarkan tingkat fertilitas secara umum dalam waktu singkat,
tetapi kurang sensitif untuk:
1) Membandingkan tingkat fertilitas dua wilayah
2) Mengukur perubahan fertilitas karena perubahan pada tingkat
kelahiran akan menimbulkan perubahan pada jumlah penduduk
(Mubarak, 2012).

2
Rumus :
𝐵
CBR = 𝑃𝑚 x k

Dimana:
CBR = Crude Birth Rate atau Tingkat Kelahiran Kasar
Pm = Penduduk pertengahan tahun
k = Bilangan konstanta yang biasanya 1.000
B = Jumlah kelahiran pada tahun tertentu
b. Angka Kelahiran Umum (General Fertility Rate/GFR)
Perbandingan antara jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk
perempuan usia subur (15-49 tahun). Jadi sebagai penyebut tidak
menggunakan jumlah penduduk pertengahan tahun umur 15-49 tahun.
Rumus :
𝐵
GFR= xk
𝑝𝑓 (15−49)

Dimana :
GFR = Tingkat Fertilitas Umum
B = Jumlah kelahiran
Pf(15-49) = Jumlah penduduk perempuan umur 15-49 tahun pada
pertengahan tahun.
c. Angka Kelahiran Menurut Kelompok Umur (Age Specific Fertility
Rate/ASFR)
Angka Kelahiran Menurut Kelompok Umur (ASFR) ialah
jumlah kelahiran hidup oleh ibu pada golongan umur tertentu yang
dicatat selama satu tahun per 1.000 penduduk wanita pada golongan
umur tertentu pada tahun yang sama (Mubarak, 2012).
Di antara kelompok perempuan usia reproduksi (15-49 tahun)
terdapat variasi kemampuan melahirkan, karena itu perlu dihitung
tingkat fertilitas perempuan pada tiap-tiap kelompok umur (age specific
fertility rate) (Mantra, 2006). Angka ini menunjukkan banyaknya
kelahiran menurut umur wanita yang berada dalam kelompok umur
antara 15-49 tahun per wanita pada kelompok umur yang sama. Dengan
demikian semakin banyak ibu yang berada di suatu kelompok umur

3
tersbut akan lebih memungkinkan kelompok umur tersebut memiliki
angka kelahiran yang lebih tinggi (BKKBN, 2006).
Angka fertilitas menurut golongan umur dimaksudkan untuk
mengatasi kelemahan angka kelahiran kasar karena tingkat kesuburan
pada setiap golongan umur tidak sama hingga gambaran kelahiran
menjadi lebih teliti. Perhitungan fertilitas menurut golongan umur
biasanya dilakukan dengan interval 5 tahun hingga bila wanita dianggap
usia subur terletak antara umur 15-49 tahun, akan di peroleh sebanyak 7
golongan umur. Dengan demikian dapat di susun menjadi distribusi
frekuensi pada setiap golongan umur. Dari distribusi frekuensi tersebut,
dapat diketahui pada golongan umur berapa yang mempunyai tingkat
kesuburan tertinggi. Hal ini penting untuk menentukan prioritas
program keluarga berencana (Mubarak, 2012).
Rumus :
𝐵𝑖
𝐴𝑆𝐹𝑅𝑖 = 𝑃𝑓𝑖 x k

Dimana:
𝐵𝑖 = Jumlah kelahiran bayi pada kelompok umur i
𝑃𝑓𝑖 = Jumlah perempuan kelompok umur i pada pertengahan tahun
K = Angka konstanta = 1.000
d. Angka Kelahiran Menurut Urutan (Birth Order Specific Fertility
Rates/BOSFR)
Tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran sangat penting untuk
mengukur tinggi rendahnya fertilitas suatu negara. Kemungkinan
seorang istri menambah kelahiran tergantung kepada jumlah anak yang
telah dilahirkannya. Seorang istri mungkin menggunakan alat
kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu, dan juga umur
anak yang masih hidup.
Rumus :
𝐵𝑜𝑖
BOSFR = ∑ xk
𝑝𝑓(15−49)

4
Dimana :
BOSFR = Birth Order Specific Fertility Rate
𝐵𝑜𝑖 = Jumlah kelahiran urutan ke I
𝑃𝑓(15−49) = Jumlah perempuan umur 15-49 pertengahan tahun
K = Bilangan konstanta = 1.000
Penjumlahan dari Tingkat Fertilitas menurut urutan kelahiran
menghasilkan Tingkat Fertilitas Umum (General Fertility Rate).
𝐵𝑜𝑖
GFR = ∑ xk
𝑃𝑓(15−49)

2. Ukuran Fertilitas Kumulatif (Cumulative Fertility/Reproductive History)


a. Angka Kelahiran Total (Total Fertility Rate/TFR)
TFR didefinisikan sebagai jumlah kelahiran hidup laki-laki dan
perempuan tiap 1000 perempuan yang hidup hingga akhir masa
reproduksinya (BKKBN, 2006). Tingkat Fertilitas Total didefenisikan
sebagai jumlah kelahiran hidup laki-laki dan perempuan tiap 1.000
penduduk yang hidup hingga akhir masa reproduksinya dengan catatan:
1) Tidak ada seorang perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri
masa reproduksinya.
2) Tingkat fertilitas menurut umur tidak berubah pada periode waktu
tertentu (Mantra, 2006).
Menurut Mantra (2006), tingkat fertilitas total menggambarkan
riwayat fertilitas dari sejumlah perempuan hipotesis selama masa
reproduksinya. Hal ini sesuai dengan riwayat kematian dari tabel
kematian penampang lintang (cross sectional life table). Dalam praktek
Tingkat Fertilitas Total dikerjakan dengan menjumlahkan Tingkat
Fertilitas perempuan menurut umur, apabila umur tersebut berjenjang
lima tahunan, dengan asumsi bahwa fertilitas menurut umur tunggal
sama dengan rata-rata tingkat fertilitas kelompok umur lima tahunan.
Kelemahan pada perhitungan TFR ialah pada TFR semua wanita
selama masa subur dianggap tidak ada yang meninggal, semuanya
menikah, serta mempunyai anak dengan pola seperti ASFR, padahal hal
ini tidak sesuai dengan kenyataan (Mubarak, 2012).

5
Rumus :
TFR = 5 ∑ 𝐴𝑆𝐹𝑅𝑖
Dimana :
TFR = Total Fertility Rate
å = Penjumlah tingkat fertilitas menurut umur
ASFRi = Tingkat fertilitas menurut umur ke 1 dari kelompok
berjenjang 5 tahunan.
b. Angka Reproduksi Nyata (Gross Reproduction Rates/GRR)
Gross Reproduction Rate ialah jumlah kelahiran bayi perempuan
oleh 1.000 perempuan sepanjang masa reproduksinya dengan catatan
tidak ada seorang perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri
masa reproduksinya, seperti angkat kelahiran total.
Rumus :
GRR = 5 ∑ 𝐴𝑆𝐹𝑅𝑓𝑖
Dimana :
𝐴𝑆𝐹𝑅𝑓𝑖 adalah tingkat fertilitas menurut umur ke-I dari kelompok
berjenjang 5 tahunan.

C. Indikator Fertilitas

Menurut Wati (2012) yang mengutip datastatistik (2010), indikator fertilitas


adalah :
1. Angka Kelahiran Tahunan (Current Fertility)
a. Jumlah Kelahiran
b. Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate – CBR)
c. Angka Kelahiran Menurut Umur
d. Angka fertilitas Total
2. Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH)
a. Anak Lahir Hidup (ALH) atau Children Ever Born (CEB)
b. Anak Masih Hidup (AMH) atau Children Still Living (CSL)
c. Rasio Anak-Wanita atau Child Women Ratio (CWR).
3. Paritas
4. Keluarga Berencana

6
a. Angka Prevalensi Pemakaian Kontrasepsi (CPR)
b. Angka tidak terpenuhinya kebutuhan KB (Unmet-need)

D. Konsep Fertilitas

Menurut Nadeak (2013) yang mengutip buku Dasar-dasar Demografi


terbitan FEUI, dijelaskan konsep-konsep penting yang harus dipegang dalam
mengkaji fenomena fertilitas, diantaranya:
1. Lahir Hidup
Lahir hidup (Life Birth), menurut WHO, adalah suatu kelahiran seorang
bayi tanpa memperhitungkan lamanya di dalam kandungan, dimana si bayi
menunjukkan tanda-tanda kehidupan, misal : bernafas, ada denyut
jantungnya atau tali pusat atau gerakan-gerakan otot.
2. Lahir Mati
Lahir mati (Still Birth) adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan yang
berumur paling sedikit 28 minggu, tanpa menunjukkan tanda-tanda
kehidupan.
3. Abortus
Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan umur kurang dari
28 minggu. Ada dua macam abortus : disengaja (induced) dan tidak
disengaja (spontaneus). Abortus yang disengaja mungkin lebih sering kita
kenal dengan istilah aborsi dan yang tidak disengaja lebih sering kita kenal
dengan istilah keguguran.
4. Masa Reproduksi
Masa reproduksi (Childbearing age) adalah masa dimana perempuan
melahirkan, yang disebut juga usia subur (15-49 tahun).

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fertilitas

Faktor-faktor atau variabel-variabel yang mempengaruhi tinggi


rendahnya fertilitas dapat dibagi menjadi dua, yakni faktor demografi dan
faktor non demografi. Faktor demografi diantaranya adalah struktur umur,
struktur perkawinan, umur kawin pertama, paritas, disrupsi (gangguan)
perkawinan, dan proporsi yang kawin. Sedangkan faktor non demografi antara

7
lain, keadaan ekonomi penduduk, tingkat pendidikan, perbaikan status
perempuan, urbanisasi dan industrialisasi. Variabel-variabel di atas dapat
berpengaruh langsung terhadap fertilitas, ada juga berpengaruh tidak langsung
(Mantra, 2009).
Dalam buku Pegangan Bidang Kependudukan dikatakan faktor-faktor
yang mempengaruhi kelahiran (fertilitas) adalah : struktur umur, tingkat
pendidikan, umur pada waktu perkawinan pertama, banyaknya perkawinan,
status pekerjaan wanita, penggunaan alat kontrasepsi dan pendapatan/kekayaan
(FEUI, 1984). Pendapat lain mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
kelahiran dapat dilihat dalam buku. Kependudukan Liku-liku Penurunan
Kelahiran oleh Masri Singarimbun mengatakan faktor-faktor yang menurunkan
kelahiran adalah industrilisasi, urbanisasi, perbaikan keadaan ekonomi,
kemajuan pendidikan, pebaikan status wanita, pebaikan keadaan
kesehatan, dan penurunan angka kematian (UGM,1982). Kedua pendapat
ini hampir sama, yang perlu diambil kesimpulan dari kedua pendapat ini bahwa
banyak faktor yang dapat mempengaruhi/memperkecil kelahiran, tetapi salah
satu diantaranya yang mempunyai kaitan dengna keluarga berencana adalah
penggunaan alat kontrasepsi, sedangkan faktor lain merupakan penunjang dari
pada keluarga berencana (Sinuraya, 1990).
Jumlah anak dari seorang wanita dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
termasuk tingkat pendidikan (penundaan perkawinan), umur kawin pertama,
umur melahirkan anak pertama, jumlah anak yang diinginkan, dan penggunaan
metode kontrasepsi (SDKI, 2013).
Menurut Davis dan Blake (1956) yang dikutip oleh Mantra (2009), dalam
tulisan berjudul The Social Structure of Fertility : An Analitical Framework,
menyatakan bahwa faktor-faktor sosial mempengaruhi fertilitas melalui
variabel antara. Dalam bukunya itu Davis dan Blake menulis mengenai proses
reproduksi seorang wanita usia subur melalui tiga tahap, yaitu hubungan seks,
konsepsi, kehamilan dan kelahiran.

Variabel
Faktor sosial Fertilitas
antara

8
INFERTILITAS

A. Pengertian

Infertilitas mempunyai pengertian sangat beragam. Pasangan infertil


adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu tahun dan sudah
melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi tetapi belum
hamil (Lashen, 2007; Sumapraja, 2008). Berdasarkan kejadiannya infertilitas
dibagi menjadi dua, yaitu infertilitas primer apabila istri belum pernah hamil
walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan
selama 12 bulan, sedangkan disebut sebagai infertilitas sekunder apabila istri
pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun
bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan
(Kadarusman, 2001).
Infertilitas dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor penyebab dapat
berasal dari pihak istri maupun suami. Faktor yang menyebabkan infertilitas
dari pihak istri di antaranya adalah usia wanita, lama waktu mencoba
mengandung, masalah medis yang disebabkan oleh gangguan ovulasi, kelainan
mekanis yang mengganggu pembuahan, dan kelainan anatomis. Fertilitas
cukup stabil hingga seorang perempuan mencapai usia 35 tahun. Sesudah itu,
terjadi penurunan fertilitas secara bertahap. Saat menginjak usia 40 tahun,
fertilitas menurun drastis. Perempuan sehat yang melakukan hubungan badan
secara teratur hanya memiliki peluang gagal untuk mengalami kehamilan
sebesar 20 - 40% selama siklus tertentu (Tara dan Alice, 2007). Penyebab
infertilitas wanita akibat masalah medis pada seorang wanita sebaiknya
diperiksa mulai dari organ luar sampai dengan indung telur. Masalah yang
dapat dialami oleh wanita dapat berupa gangguan ovulasi, misalnya gangguan
ovarium dan hormonal (Lanshen, 2007). Gangguan ovarium dapat disebabkan
oleh faktor usia, adanya tumor pada indung telur, dan gangguan lain yang
menyebabkan sel telur tidak dapat masak. Gangguan hormonal disebabkan oleh
bagian otak (hipotalamus dan hipofisis) tidak memproduksi hormon reproduksi
seperti Folicel Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH)
(Lanshen, 2007; Alan dan Micah, 2010). Kelainan mekanis yang menghambat

9
pembuahan juga dapat menyebabkan infertilitas, kelainan tersebut meliputi
kelainan tuba, endometriosis, stenosis kanalis servikalis atau hymen, fluor
albus, dan kelainan rahim. Kelainan anatomis seperti kelainan pada tuba,
disebabkan adanya penyempitan, perlekatan maupun penyumbatan pada
saluran tuba (Lanshen, 2007; Ursula et al., 2011). Kelainan rahim diakibatkan
kelainan bawaan rahim, bentuknya yang tidak normal maupun ada penyekat,
serta endometriosis berat dapat menyebabkan gangguan pada tuba, ovarium,
dan peritoneum (Alan dan Micah, 2010). Kesulitan memiliki keturunan tidak
hanya disebabkan oleh pihak wanita (istri) namun juga dapat disebabkan oleh
kelainan dari pihak laki-laki (suami). Infertilitas yang disebabkan oleh pihak
suami dapat disebabkan oleh gangguan spermatogenesis (kerusakan pada sel-
sel testis), misal: aspermia, hipospermia, nekrospermia. Kelainan mekanis juga
berperan dalam menyebabkan infertilitas pada laki-laki, misalnya impotensi,
ejaculatio precox, penutupan ductus deferens, hipospadia, dan phymosis.
Infertilitas yang disebabkan oleh pria sekitar terjadi antara 35 - 40% kejadian.
Sebab-sebab kemandulan pada pria adalah masalah gizi, kelainan metabolis,
keracunan, disfungsi hipofise, kelainan traktus genetalis (vas deferens)
(Lanshen, 2007). Setiap pasangan infertil diperlakukan sebagai satu kesatuan
dalam pemeriksaan terhadap masalah infertilitas sehingga baik suami maupun
istri keduanya harus diperiksa.
Syarat-syarat pemeriksaan pasangan infertil adalah:
a. Istri yang berumur antara 20 - 30 tahun diperiksa setelah berusaha untuk
mendapat anak selama 12 bulan.
b. Istri yang berumur antara 31 - 35 tahun diperiksa pada kesempatan pertama
pasangan tersebut datang ke dokter.
c. Istri pasangan infertil yang berumur antara 36 - 40 tahun hanya dilakukan
pemeriksaan infertilitas apabila belum mempunyai anak dari perkawinan
tersebut.
d. Pemeriksaan infertilitas tidak dilakukan pada pasangan infertil yang
mengidap penyakit (Sumapraja, 2008).
Infertilitas adalah tidak terjadinya kehamilan setelah menikah 1 tahun
atau lebih dengan catatan pasangan tersebut melakukan hubungan seksual

10
secara teratur tanpa adanya pemakaian kontrasepsi. Mengingat faktor usia
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan, maka
bagi perempuan berusia 35 tahun atau lebih tentu tidak perlu harus menunggu
selama 1 tahun. Minimal enam bulan sudah cukup bagi pasien dengan masalah
infertilitas untuk datang ke dokter untuk melakukan pemeriksaan dasar.
WHO memberi batasan :
a. Infertilitas primer adalah belum pernah hamil pada wanita yang telah
berkeluarga meskipun hubungan seksual dilakukan secara teratur tanpa
perlindungan kontrasepsi untuk selang waktu paling kurang 12 bulan.
b. Infertilitas sekunder adalah tidak terdapat kehamilan setelah berusaha
dalam waktu 1 tahun atau lebih pada seorang wanita yang telah berkeluarga
dengan hubungan seksual secara teratur tanpa perlindungan kontrasepsi,
tetapi sebelumnya pernah hamil.

B. Etiologi

1. Penyebab infertilitas pada wanita.


a. Hormonal Gangguan glandula pituitaria, thyroidea, adrenalis atau
ovarium yang menyebabkan kegagalan ovulasi, kegagalan endometrium
uterus untuk berproliferasi sekresi, sekresi vagina dan cervix yang tidak
menguntungkan bagi sperma, kegagalan gerakan (motilitas) tuba falopii
yang menghalangi spermatozoa mencapai uterus.
b. Obstruksi Tuba falopii yang tersumbat bertanggung jawab sepertiga dari
penyebab infertilitas. Sumbatan tersebut dapat disebabkan oleh kelainan
kongenital, penyakit radang pelvis yang umum, contohnya apendisitis
dan peritonitis, dan infeksi tractus genitalis, contohnya gonore.
c. Faktor lokal Faktor-faktor lokal yang menyebabkan infertil pada wanita
adalah fibroid uterus yang menghambat implantasi ovum, erosi cervix
yang mempengaruhi pH sekresi sehingga merusak sperma, kelainan
kongenital vagina, cervix atau uterus yang menghalangi pertemuan
sperma dan ovum, mioma uteri oleh karena menyebabkan tekanan pada
tuba, distrorsi, atau elongasi kavum uteri, iritasi miometrium, atau torsi
oleh mioma yang bertangkai.

11
2. Etiologi Infertilitas Pada Pria
a. Gangguan Spermatogenesis
Analisis sperma dapat mengungkapkan jumlah spermatozoa normal atau
tidak. Pengambilan spesimen segar dengan cara masturbasi di
laboratorium. Standar untuk spesimen semen normal telah ditetapkan
oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Analisis Semen Normal
Volume >2ml
Konsentrasi sperma >20 juta per ml
Konsentrasi sperma total >40 juta
Motilitas >50% gerakan ke depan
Morfologi >50% dengan morfologi normal

b. Obstruksi
Obstruksi atau sumbatan merupakan salah satu penyebab infertil pada
pria. Obstruksi dapat terjadi pada duktus atau tubulus yang di sebabkan
karena konginetal dan penyakit peradangan (inflamasi) akut atau kronis
yang mengenai membran basalais atau dinding otot tubulus seminiferus
misalnya orkitis, infeksi prostat, infeksi gonokokus. Obstruksi juga dapat
terjadi pada vas deferens.
c. Ketidak mampuan koitus atau ejakulasi
Faktor-faktor fisik yang menyebabkan ketidak mampuan koitus dan
ejakulasi, misalnya hipospadia, epispadia, deviasi penis seperti
priapismus atau penyakit peyronie.Faktor-faktor psikologis yang
menyebabkan ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan
ereksi dan kebiasaan pria alkoholisme kronik.
d. Faktor Sederhana
Faktor sederhana seperti memakai celana jeans ketat, mandi dengan air
terlalu panas, atau berganti lingkungan ke iklim tropis dapat
menyebabkan keadaan luar panas yang tidak menguntungkan untuk
produksi sperma sehat.

12
C. Faktor-faktor penyebab pada pria

Infertilitas primer: merupakan suatu keadaan dimana pria (suami) tidak


pernah menghamili wanita (istri) meskipun telah melakukan hubungan seksual
secara teratur selama >12 bulan secara teratur tanpa kontrasepsi. Infertilitas
sekunder: merupakan suatu keadaan dimana pria (suami) pernah menghamili
wanita (istri) tetapi kemudian tidak mampu menghamili lagi wanita (istri)
meskipun telah melakukan hubungan seksual secara teratur selama >12 bulan
secara teratur tanpa kontrasepsi. Terdapat tiga faktor yang menjadi indikator
penting dalam memberikan informasi tentang fertilitas suatu pasangan di masa
yang akan datang yaitu adanya hubungan seksual secara teratur, lamanya
berusaha, tidak menggunakan kontrasepsi. Jika durasi infertilitas kurang dari 3
tahun, maka pasangan tersebut memiliki kesempatan yang lebih baik untuk
hamil di waktu yang akan datang. Tetapi jika durasinya sudah cukup lama
artinya lebih dari 3 tahun, maka kemungkinan terdapat masalah biologis yang
berat pada pasangan tersebut ( AlHaija, 2011).
Faktor Penyebab Infertilitas Pria Penyebab yang mendasari infertilitas pria
dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu level pre testikular, testikular, dan post
testikular (Tanagho dan Jack ed., 2008) :
1. Faktor pre testikular
Yaitu kondisi-kondisi di luar testis dan mempengaruhi proses
spermatogenesis. Kelainan endokrin (hormonal). Kurang lebih 2% dari
infertilitas pria disebabkan karena adanya kelainan endokrin antara lain
berupa:
a. Kelainan hipotalamus
Defisiensi gonadotropin (Sindrom Kallmann), defisiensi LH, defisiensi
FSH, sindrom hipogonadotropik kongenital. Adanya kelainan pada
hipotalamus menyebabkan tidak adanya sekresi hormonal yang berperan
penting dalam spermatogenesis sehingga menginduksi keadaan infertil.
b. Kelainan hipofisis
Insufisiensi hipofisis (tumor, proses infiltrat, operasi, radiasi),
hiperprolaktinemia, hormon eksogen (kelebihan estrogen-androgen,
kelebihan glukokortikoid, hipertirod dan hipotiroid) dan defisiensi

13
hormon pertumbuhan (growth hormone) menyebabkan gangguan
spermatogenesis.
2. Faktor testikular
a. Kelainan kromosom
Sebagai contoh pada penderita sindroma Klinefelter, terjadi penambahan
kromosom X, testis tidak berfungsi dengan baik, sehingga
spermatogenesis tidak terjadi.
b. Varikokel
Yaitu terjadinya dilatasi dari pleksus pampiriformis vena skrotum yang
mengakibatkan terjadinya gangguan vaskularisasi testis yang akan
mengganggu proses spermatogenesis.
c. Gonadotoksin (radiasi, obat)
d. Adanya trauma, torsi, peradangan
e. Penyakit sistemik ( gagal ginjal, gagal hati, dan anemia sel sabit)
f. Tumor
g. Kriptorkismus.
Hampir 9% infertilitas pria disebabkan karena kriptorkismus (testis tidak
turun pada skrotum).
h. Idiopatik.
Hampir 25%-50% infertilitas pria tidak teridentifikasi penyebabnya .
3. Faktor post testikular
Merupakan kelainan pada jalur reproduksi termasuk epididimis, vas
deferens, dan duktus ejakulatorius.
a. Obstruksi traktus ejakulatorius
Disebabkan karena adanya blokade kongenital, ketiadaan vas deferens
kongenital (CAVD), obstruksi epididimis idiopatik, penyakit ginjal
polikistik, blokade didapat (vasektomi, infeksi), blokade fungsional
(perlukaan saraf simpatis, farmakologi)
b. Gangguan fungsi sperma atau motilitas
Sindrom immotil silia, defek maturasi, infertilitas imunologik,
infeksi).Pada reaksi imunologi, dapat ditemukan antibodi sperma pada
semen pria fertil dan infertil.Imunologi didiagnosis menyebabkan

14
infertilitas pria saat 50% atau lebih spermatozoa yang motil yang dilapisi
oleh antibodi sperma.Antibodi sperma ditemukan pada 3-7% pria infertil
dan antibodi ini dapat merusak fungsi sperma dan menyebabkan
infertilitas pada beberapa pria (Al-Haija, 2011).
c. Gangguan koitus: impotensi, hipospadia, waktu dan frekuensi koitus.

D. Faktor Penyebab Infertilitas Pada Wanita

1. Gangguan ovulasi
Gangguan ovulasi jumlahnya sekitar 30-40% dari seluruh kasus infertilitas
wanita. Gangguan-gangguan ini umumnya sangat mudah didiagnosis
menjadi penyebab infertilitas. Karena ovulasi sangat berperan dalam
konsepsi, ovulasi harus dicatat sebagai bagian dari penilaian dasar pasangan
infertil.Terjadinya anovulasi dapat disebabkan tidak ada atau sedikitnya
produksi gonadotropin releasing hormon (GnRH) oleh hipotalamus ( 40 %
kasus), sekresi hormon prolaktin oleh tumor hipopise (20 % kasus), PCOS (
30 % kasus), kegagalan ovarium dini (10%).
WHO membagi kelainan ovulasi ini dalam 4 kelas
Kelas 1: Kegagalan pada hipotalamus hipopise (hipogonadotropin hipo
gonadism). Karakteristik dari kelas ini adalah gonadotropin yang
rendah, prolaktin normal, dan rendahnya estradiol. Kelainan ini
terjadi sekitar 10 % dari seluruh kelainan ovulasi.
Kelas2 : Gangguan fungsi ovarium (normogonadotropin normogonadism).
Karakteristik dari kelas ini adalah kelainan pada gonadotropin
namun estradiol normal. Anovulasi kelas 2 terjadi sekitar 85 %
dari seluruh kasus kelainan ovulasi.
Manifestasi klinik kelainan kelompok ini adalah oligomenorea
atau amenorea yang banyak terjadi pada kasus PCOS. Delapan
puluh sampai sembilan puluh persen pasien PCOS akan
mengalami oligomenorea dan 30 % akan mengalami amenorea.
Kelas 3 : Kegagalan ovarium ( hipogonadotropin hipogonadism). Karakteris
tik kelainan ini adalah kadar gonadotropin yang tinggi dengan
kadar estradiol yang rendah. Terjadi sekitar 4-5 % dari seluruh

15
gangguan ovulasi.Kelompok wanita yang mengalami gangguan
ovulasi akibat gangguan cadangan ovarium (premature ovarian
failure/diminisshed ovarian reserved).
Kelas 4 : Kelompok wanita yang mengalami gangguan ovulasi akibat disfu
ngsi ovarium, memiliki kadar prolaktin yang tinggi (hiper
prolaktinemia).
2. Kelainan Anatomis
Kelainan anatomis yang sering ditemukan berhubungan dengan
infertilitas adalah abnormalitas tuba fallopii dan peritoneum, faktor serviks,
serta faktor uterus.
a. Infertilitas faktor tuba dan peritoneum Selama 20 tahun terakhir terdapat
pergeseran penyebab infertilitas, dari faktor ovarium dan uterus
mengarah ke faktor tuba. Faktor tuba dan peritoneum menjadi penyebab
kasus infertilitas yang cukup banyak dan merupakan diagnosis primer
pada 30-40% pasangan infertil. Faktor tuba mencakup kerusakan atau
obstruksi tuba fallopii, biasanya berhubungan dengan penyakit
peradangan panggul, pembedahan panggul atau tuba sebelumnya.39
Adanya riwayat PID, abortus septik, ruptur apendiks, pembedahan tuba,
atau kehamilan ektopik sebelumnya menjadi faktor resiko besar untuk
terjadinya kerusakan tuba. PID tidak diragukan lagi menjadi penyebab
utama infertilitas faktor tuba dan kehamilan ektopik.4,7Studi klasik pada
wanita dengan diagnosis PID setelah dilaparoskopi menunjukkan bahwa
resiko infertilitas tuba sekunder meningkat seiring dengan jumlah dan
tingkat keparahan infeksi panggul; secara keseluruhan, insidensi berkisar
pada 10-12% setelah 1 kali menderita PID, 23-35% setelah 2 kali
menderita PID, dan 54-75% setelah menderita 3 kali episode akut PID.
Infeksi pelvis subklinik oleh Chlamydia Trachomatis yang menyebabkan
infertilitas karena faktor tuba. Meskipun banyak wanita dengan penyakit
tuba atau perlekatan pelvis tidak diketahui adanya riwayat infeksi
sebelumnya, terbukti kuat bahwa “silent infection” sekali lagi merupakan
penyebab yang paling sering. Penyebab lain faktor infertilitas tuba adalah

16
peradangan akibat endometriosis, Inflammatory Bowel Disease, atau
trauma pembedahan.
3. Faktor Serviks
Faktor serviks berjumlah tidak lebih dari 5 % penyebab infertilitas
secara keseluruhan. Tes klasik untuk evaluasi peran potensial faktor serviks
pada infertilitas adalah Post Coital Test (PCT). Dibuat untuk menilai
kualitas mukus serviks, adanya sperma dan jumlah sperma motil pada
saluran genitalia wanita setelah koitus, serta interaksi antara mukus serviks
dan sperma.Serviks berfungsi sebagai barier terhadap mikrobiologi
infeksius dan merupakan saluran sperma ke dalam uterus. Serviks akan
memberi respon secara immunologis bila bertemu dengan mikrobiologi
infeksius namun tidak memberi respon secara immunologik bila bertemu
dengan antigen permukaan spermatozoa. Kelainan Serviks yang dapat
menyebabkan infertilitas adalah
a. Perkembangan serviks yang abnormal sehingga dapat mencegah migrasi
sperma
b. Tumor serviks (polip,mioma) dapat menutupi saluran sperma atau
menimbulkan discharge yang mengganggu spermatozoa. atau tidak
mampu mempertahankan produk kehamilan
c. Servisitis yang menghasilkan asam atau sekresi purulen yang bersifat
toksin terhadap spermatozoa. Streptococcus, staphylococcus,
gonococcus, tricomonas dan infeksi campuran merupakan penyebab
terbanyak.
4. Infertilitas karena faktor Uterus
Kelainan Uterus yang menyebabkan infertilitas antara lain :
a. Septum uteri
Hal ini dapat menghambat maturasi normal embrio karena kapasitas
uterus yang kecil. menurut tingkatan berdasarkan ukuran septum dibagi
menjadi 3 kelompok yakni :
Stadium I : 0-1 cm
Stadium II : 1-3 cm
Stadium III : >3 cm

17
b. Mioma Uteri.
Saat ini, mioma uteri dapat dikaitkan dengan infertilitas pada 5-10%
perempuan, dan mungkin menjadi satu-satunya penyebab infertilitas pada
2-3%, tergantung lokasi, jumlah dan besar dari mioma itu sendiri. Mioma
khususnya mioma submukosa mungkin mempengaruhi transportasi
gamet dengan cara menghalangi ostium tuba. Pembesaran dari rahim dan
distorsi dari kontur uterus mungkin mempengaruhi implantasi,
menyebabkan disfungsional kontraktilitas uterus, yang pada gilirannya
bisa mengganggu dengan migrasi sperma, transportasi sel telur atau
mengganggu nidas
c. Kelainan endometrium
Seperti adanya polip, endometritis, hiperplasia dan perlengketean
intrauterin (Sindroma Asherman). Dalam 1 penelitian yang melibatkan
grup wanita infertil dengan polip endometrium yang tidak direseksi
(lebih besar dari 2 cm), keluaran IVF pada wanita yang diterapi
(sebelumnya dilakukan polipektomi histeroskopi) dan yang tidak diterapi
tidak berbeda. Prevalensi polip pada wanita infertil, ditaksir dari rentetan
kasus dengan temuan diagnostik histeroskopi sekitar 3 – 5%. Sindroma
Asherman terjadi oleh karena dilakukannya dilatasi dan kuretase yang
merupakan blind procedure sehingga terjadi intrauterine scar dan
akhirnya menjadi sinekhia intrauterin.

E. Faktor Resiko Infertilitas

Berbagai hal telah diketahui menjadi faktor resiko infertilitas pria,


yaitu:
1. Usia
Usia memegang peranan penting dalam fertilitas. Puncak umur kehamilan
terjadi pada usia 34 tahun untuk pria dan wanita dan kemudian setelah usia
35 tahun akan menurun secara signifikan. Penelitian telah menunjukkan
bahwa level testosteron darah akan menurun seiring bertambahnya usia dan
resiko pria untuk menjadi infertil 2 kali lipat lebih besar pada usia di atas 35
tahun dibandingkan dengan pria di bawah 25 tahun dan 5 kali lipat pada usia

18
di atas 45 tahun. Produksi hormon testosteron mulai menurun sekitar usia 40
tahun, perubahan kualitas sperma seiring dengan bertambahnya usia juga
menurunkan volume semen, motilitas dan morfologi sperma normal (Al-
Haija, 2011).
2. Obesitas
Beberapa studi menyebutkan bahwa terjadi penurunan fertilitas pada pria
gemuk. Sebuah studi di Amerika Serikat menginvestigasi petani dan istri
mereka menunjukkan bahwa peningkatan 10 kg berat badan dapat
menurunkan fertilitas sekitar 10% dan efek terbesar pada pria dengan indeks
massa tubuh (IMT) lebih dari 32. Hal ini disebabkan karena terjadi
penurunan jumlah sperma motil normal secara signifikan pada pria tersebut
(Al-Haija, 2011).
3. Alkohol
Alkohol merupakan substansi adiktif yang sangat berpengaruh pada
fertilitas. Konsumsi alkohol dengan rentang antara konsumsi alkohol yang
jarang hingga yang berat sangat berdampak pada kesehatan termasuk
kegagalan fertilitas.Konsumsi alkohol dapat merusak aksi HPG dan
berpengaruh pada spermatogenesis sehingga menurunkan kualitas sperma
(Carrell ed., 2013).
4. Paparan dalam pekerjaan
Studi di Lebanon menunjukkan bahwa paparan lingkungan pekerjaan sangat
berbahaya terhadap fisik dan bahan kimianya yang dihubungkan dengan
peningkatan resiko infertilitas pria. Paparan senyawa organik saat bekerja
dapat menurunkan jumlah sperma yang motil, sejumlah senyawa yang
digunakan industri yang dapat menyebabkan efek samping pada sistem
reproduksi pria yaitu karbon disulfida yang mempengaruhi kualitas
semen.Riwayat terpapar glycol ether pada lingkungan kerja juga dapat
menurunkan kualitas semen. Demikian juga halnya pada pekerja di bidang
pertanian atau pabrik pestisida yang juga mengalami dampak negatif akibat
paparan Dibromochloropropane (DBCP) dapat menyebabkan toksisitas
testikular dan menurunkan produksi sperma. Paparan pada Ethylene Di-
Bromide (EDB) juga menurunkan jumlah sperma dan meningkatkan jumlah

19
sperma yang abnormal.Dichloro-Diptenyl-Trichloro-ethane (DDT) yang
merupakan salah satu tipe pestisida juga dapat menurunkan fertilitas dan
mengubah jumlah sperma (Al-Haija, 2011).
5. Olahraga
Terdapat banyak keuntungan yang didapat dari berolahraga secara teratur.
Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa olahraga berat jangka panjang
dapat mempengaruhi kualitas parameter semen dan dapat menurunkan
jumlah testosteron total (Al-Haija, 2011).
6. Merokok
Banyak penelitian yang menyelidiki pengaruh merokok terhadap infertilitas
pria. Hasil penelitiannya masih kontroversial; beberapa penelitian
menunjukkan bahwa merokok menyebabkan efek samping pada perburukan
kualitas sperma terutama pada perokok berat, perbedaan itu didasarkan pada
begitu besarnya level stress oksidatif semen pada perokok berat
dibandingkan dengan perokok ringan maupun perokok pasif (Saleh et al.,
2001). Namun studi di Singapura menemukan bahwa merokok memang
meningkatkan resiko infertilitas dan tidak terdapat perbedaan yang
menonjol antara perokok berat dan ringan. Di sisi lain, hasil yang kontras
ditemukan pada penelitian lain yang menyatakan bahwa tidak terdapat efek
signifikan antara merokok dengan infertilitas pria (Al-Haija, 2011).
7. Laptop dan telepon seluler
Pemaparan jangka panjang pada laptop dapat meningkatkan suhu skrotum
dan berdampak negatif pada parameter sperma. Lebih lanjut, penggunaan
telepon seluler juga berdampak negatif pada infertilitas pria yaitu
menurunkan jumlah sperma yang hidup secara paralel pada setiap kali
terpapar telepon seluler dan juga berhubungan dengan durasi menggunakan
telepon seluler tersebut (Al-Haija, 2011). Studi terbaru juga menunjukkan
hal yang serupa yaitu spermatozoa manusia bila terpapar oleh radiasi
gelombang elektormagnetik dari telepon seluler selain dapat menurunkan
jumlah sperma juga dapat menurunkan motilitas sperma dan meningkatkan
stress oksidatif sperma (Vignera et al., 2012). 8. Stres Hubungan antara stres
dengan infertilitas juga diperhitungkan. Pria di bawah tekanan stres pada

20
hasil pemeriksaan analisa semen menunjukkan terjadi penurunan yang
signifikan pada parameter sperma (Al-Haija, 2011). Hal ini dikaitkan
dengan penurunan level testosteron yang menyebabkan kegagalan
spermatogenesis dan akhirnya berpengaruh pada jumlah, motilitas, dan
morfologi sperma (Carrell ed., 2013).

F. Asuhan Keperawatan Infertilitas

1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, jenis kelamin, suku bangsa / latar belakang kebudayaan, agama,
status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
Pada Wanita
Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan
reproduksi di rumah
2) Riwayat infeksi genitorurinaria
3) Hipertiroidisme dan hipotiroid, hirsutisme
4) Infeksi bakteri dan virus ex: toksoplasama
5) Tumor hipofisis atau prolaktinoma
6) Riwayat penyakit menular seksual
7) Riwayat kista
Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Endometriosis dan endometrits
2) Vaginismus (kejang pada otot vagina)
3) Gangguan ovulasi
4) Abnormalitas tuba falopi, ovarium, uterus, dan servik
5) Autoimun
Riwayat Kesehatan Keluarga
1) Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetic.

21
Riwayat Obstetri
1) Tidak hamil dan melahirkan selama satu tahun tanpa alat kontrasepsi
2) Mengalami aborsi berulang
3) Sudah pernah melahirkan tapi tidak hamil selama satu tahun tanpa alat
kontrasepsi
Pada Pria
Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan
reproduksi (panas, radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi)
2) Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin
tertentu
3) Riwayat infeksi genitorurinaria
4) Hipertiroidisme dan hipotiroid
5) Tumor hipofisis atau prolactinoma
6) Trauma, kecelakan sehinga testis rusak
7) Konsumsi obat-obatan yang mengganggu spermatogenesis
8) Pernah menjalani operasi yang berefek menganggu organ reproduksi
contoh : operasi prostat, operasi tumor saluran kemih
9) Riwayat vasektomi
Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Disfungsi ereksi berat
2) Ejakulasi retrograt
3) Hypo/epispadia
4) Mikropenis
5) Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha)
6) Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas
sperma)
7) Saluran sperma yang tersumbat
8) Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis )
9) Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis)
10) Abnormalitas cairan semen

22
Riwayat Kesehatan Keluarga
1) Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetik

2. Pemeriksaan Fisik

Terdapat kelainan pada organ genital wanita maupun pria


a. Pemeriksaan wanita
1) Pemeriksaan vagina
Masalah vagina yang dapat mengahambat penyimpanan air mani ke
dalam vagina sekitar serviks ialah adanya sumbatan atau peradangan.
Sumbatan psikogen disebut vaginismus atau disparenia, sedangkan
sumbatan anatomik dapat karena bawaan atau perolehan.
2) Pemeriksaan leher rahim
Pemeriksaan standar leher rahim yang dikenal sebagai PAP Smear
(smear test) ini perlu dilakukan 3-5 tahun sekali pada setiap wanita
dewasa dengan kehidupan seks yang aktif. Vagina dibuka dengan
spekulum dan contoh sel permukaan lehir rahim diambil dengan alat
spatula, lalu dibawa ke lab untuk dianalisa, jangan melakukan
hubungan seksual, Douche / menggunakan produk pembersih vagina
selama 24 jam setelah PAP Smear.
b. Pemeriksaan Pria
1) Mengamati kelainan fisik
Dalam kesempatan pemeriksaan fisik dilihat penyebaran rambut dan
lemak yang tidak rata, atau konsistensi testis, bisa menjadi tanda
akibat ketidakseimbangan hormonal kelainan fisik lain dari alat
reproduksi pria yang perlu diperiksa adalah kemungkinan adanya
parut atau varises pada scrotumyang dapat mempengaruhi jumlah dan
kemampuan bergerak (mobilitas) sperma. Salah satu testis tidak turun
(kroptorkismus) berarti memperkecil kemampuan produksi sperma
2) Penampungan air mani
Air mani ditampung dengan jalam masturbasi langsung kedalam botol
gelas yang bermulut lebar (atau gelas minum), setelah abstensi 3-5

23
hari. Sebaiknya penampungan dilakukan dirumah kemudian dibawa
kelaboratorium dalam 2 jam setelah dikeluarkan.

3. Diagnosa Keperawatan

a. Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan tentang akhir proses


diagnostic.
b. Gangguan konsep diri ; harga diri rendah berhubungan dengan gangguan
fertilitas.
c. Berduka dan antisipasi berhubungan dengan prognosis yang buruk.
d. Nyeri akut berhubungan dengan efek test diagnostic.

4. Rencana Asuhan Keperawatan

a. Dx : Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan tentang akhir proses


diagnostic
Tujuan : setelah tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
ansietas klien berkurang dengan Kriteria Hasil:
1) Klien mampu mengungkapkan tentang infertilitas dan bagaimana
treatmentnya.
2) Klien memperlihatkan adanya peningkatan kontrol diri terhadap
diagnosa infertile
3) Klien mampu mengekspresikan perasaan tentang infertile

INTERVENSI RASIONAL
Jelaskan tujuan test dan prosedur Menurunkan cemas dan takut
terhadap diagnosis dan prognosis

Tingkatkan ekspresi perasaan dan Biarkan pasien / orang terdekat


takut, contoh : menolak, depresi, mengetahui ini sebagai reaksi
dan marah. yang normal Perasaan tidak
diekspresikan dapat menimbulkan
kekacauan internal dan efek
gambaran diri
Dorong keluarga untuk Meyakinkan bahwa peran dalam
menganggap pasien seperti keluarga dan kerja tidak berubah
sebelumnya
Kolaborasi : berikan sedative, Mungkin diperlukan untuk

24
tranquilizer sesuai indikasi membantu pasien rileks sampai
secara fisik mampu untuk
membuat startegi koping adekuat

b. Dx.2 : Gangguan konsep diri ; harga diri rendah berhubungan dengan


gangguan fertilitas.
Tujuan : setelah tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien
mengalami perubahan harga diri dengan Kriteria Hasil:
1) Klien mampu mengekspresikan perasaan tentang infertile
2) Terjalin kontak mata saat berkomunikasi
3) Klien mampu Mengidentifikasi aspek positif diri

INTERVENSI RASIONAL
Tanyakan dengan nama apa pasien Menunjukan kesopan santunan /
ingin dipanggil penghargaan dan pengakuan
personal
Identifikasi orang terdekat dari Memungkinkan privasi untuk
siapa pasien memperoleh kenyaman hubungan personal khusus, untuk
dan siapa yang harus mengunjungi atau untuk tetap
memberitahuakan jika terjadi dekat dan menyediakan
keadaan bahaya kebutuhan dukungan bagi pasien
Dengarkan dengan aktif masalah Menyampaikan perhatian dan
dan ketakutan pasien dapat dengan lebih efektif
mengidentifikasi kebutuhan dan
maslah serta strategi koping
pasien dan seberapa efektif
Dorong mengungkapkan perasaan, Membantu pasien / orang terdekat
menerima apa yang dikatakannya untuk memulai menerima
perubahan dan mengurangi
ansietas mengenai perubahan
fungsi / gaya hidup
Diskusikan pandangan pasien Persepsi pasien mengenai
terhadap citra diri dan efek yang perubahan pada citra diri mungkin
ditimbulkan dari penyakit / kondisi terjadi secara tiba- tiba atau
kemudian

c. Dx.3 : Berduka dan antisipasi berhubungan dengan prognosis yang buruk


Tujuan : setelah tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien
mampu melakukan mekanisme koping yang baik dengan Kriteria Hasil:
1) Klien Menunjukan rasa pergerakan kearah resolusi dan rasa berduka
dan harapan untuk masa depan.

25
2) Klien menunjukkan fungsi pada tingkat adekuat, ikut serta dalam
pekerjaan

INTERVENSI RASIONAL
Berikan lingkungan yang terbuka pasien kemampuan komunikasi
merasa bebas untuk dapat mendiskusikan terapeutik seperti aktif
perasaan dan masalah secara realitas mendengarkan, diam, selalu
bersedia, dan pemahaman
dapat memberikan pasien
kesempatan untuk berbicara
secara bebas dan berhadapan
dengan perasaan
Identifikasi tingkat rasa duka / disfungsi : Kecermatan akan
penyangkalan, marah, tawar - menawar, memberikan pilihan
depresi, penerimaan intervensi yang sesuai pada
waktu induvidu menghadapi
rasa berduka dalam berbagai
cara yang berbeda
Dengarkan dengan aktif pandangan Proses berduka tidak berjalan
pasien dan selalu sedia untuk membantu dalam cara yang teratur,
jika diperlukan tetapi fluktuasainya dengan
berbagai aspek dari berbagai
tingkat yang muncul pada
suatu kesempatan yang lain
Identifikasi dan solusi pemecahan Mungkin dibutuhkan
masalah untuk keberadaan respon – tambahan bantuan untuk
respon fisik, misalnya makan, tidur, berhadapan dengan aspek –
tingkat aktivitas dan hasrat seksual aspek fisik dari rasa berduka
Kaji kebutuhan orang terdekat dan bantu Identifikasi dari masalah –
sesuai petunjuk masalah berduka
disfungsional akan
mengidentifikasi intervensi
induvidual
Kolaborasi : rujuk sumber – sumber Mungkin dibutuhkan bantuan
lainnya misalnya konseling, psikoterapi tambahan untuk mengatasi
sesuai petunjuk rasa berduka, membuat
rencana, dan menghadapi
masa depan

d. Dx.4 :Nyeri akut berhubungan dengan efek test diagnostic


Tujuan : setelah tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri
klien berkurang dengan Kriteria Hasil:
1) Ekspresi klien terlihat tenang
2) Napas klien teratur

26
3) Skala nyeri 0-3
4) Ttv dalam rentang normal
5) Klien mengetahui penyebab nyeri
6) Kliem mampu menggunakan teknik distraksi relaksasi dengan baik

INTERVENSI RASIONAL
Lakukan komunikasi terapeutik kemampuan komunikasi
terapeutik seperti aktif
mendengarkan, diam, selalu
bersedia, dan pemahaman
dapat memberikan pasien
kesempatan untuk berbicara
secara bebas dan berhadapan
dengan perasaan
Pantau lokasi, lamanya intensitas dan Perhatikan tanda nonverbal,
penyebaran (PQRST) contoh peningkatan TD dan
nadi, gelisah, merintih
Untuk menentukan intervensi
selanjutnya
Jelaskan penyebab nyeri dan Memberikan kesempatan
pentingnya melaporkan ke staff untuk pemberian analgesik
terhadap karakteristik nyeri sesuai waktu
Berikan tindakan relaksasi, contoh Menurunkan tegangan otot
pijatan, lingkungan istirahat dan meningkatan koping
efektif
Bantu atau dorong penggunaan nafas Mengarahkan kembali
efektif perhatian dan membantu
dalam relaksasi otot
Bimbingan imajinasi Mengontrol aktivitas
terapeutik

27

Anda mungkin juga menyukai