Pedoman Asbuton v1 PDF
Pedoman Asbuton v1 PDF
Pemanfaatan Asbuton
Buku 1
UMUM
Prakata i-v
Daftar Isi ii-v
Daftar Tabel iii-v
Daftar Gambar iii-v
Pendahuluan iv-v
1. Ruang Lingkup 1-1
2. Istilah dan Definisi 1-2
3. Asbuton 1-2
3.1. Deposit Asbuton 1-3
3.2. Karakteristik Asbuton 1-4
3.3. Asbuton Untuk Bahan Jalan 1-5
3.3.1. Asbuton butir 1-6
3.3.2. Asbuton hasil ekstraksi 1-8
3.4. Manfaat Asbuton Sebagai Bahan Campuran 1-9
3.4.1. Kelebihan penggunaan Asbuton secara teknik 1-10
3.4.2. Kelebihan penggunaan Asbuton secara finansial 1-11
4. Pengelolaan Lingkungan Pada Pelaksanaan Konstruksi 1-14
4.1. Umum 1-14
4.2. Mobilisasi dan demobilisasi 1-14
4.3. Transportasi dan penanganan 1-14
4.4. Pemeliharaan lalu lintas 1-15
4.5. Bahan dan penyimpanan 1-15
4.6. Pekerjaan pembersihan 1-15
4.7. Aspek lingkungan hidup 1-16
4.8. Galian 1-19
4.9. Lapis Ikat dan Lapis Resap Ikat 1-19
4.10. Ketentuan Instalasi Pencampur 1-19
4.11. Pemeliharaan jalan samping dan jembatan yang digunakan 1-19
4.12. Pemeliharaan untuk keamanan lalu lintas 1-19
5. Permasalahan pada perencanaan dan pelaksanaan 1-20
5.1. Perrmasalahan Perencanaan 1-20
5.1.1. Pengaruh peralatan 1-20
5.1.2. Pengaruh pelaksanaan 1-22
5.2. Permasalahan pelaksanaan 1-23
5.2.1. Pengaruh peralatan 1-23
5.2.2. Pengaruh pelaksanaan 1-30
Tabel 1.1 : Perkiraan Deposit Asbuton di daerah Lawele dan sekitarnya 1-4
Tabel 1.2 : Sifat fisik aspal Asbuton dari Kabungka dan Lawele 1-4
Tabel 1.3 : Sifat kimia aspal Asbuton dari Kabungka dan Lawele 1-5
Tabel 1.4 : Komposisi kimia mineral Asbuton Kabungka dan Lawele 1-5
Tabel 1.5 : Jenis pengujian dan persyaratan Asbuton Butir 1-7
Tabel 1.6 : Persyaratan Aspal Dimodifikasi Dengan Asbuton 1-9
Tabel 1.7 : Persyaratan Bitumen Asbuton Modifikasi 1-10
Tabel 1.8 : Perbandingan Proporsi Bahan dan Perkiraan Biaya Per Ton 1-12
Campuran Beraspal Panas Lapis Permukaan, ACWC (Lokasi
Jawa Barat)
Tabel 1.9 : Contoh Perhitungan Overlay 1-13
Daftar Gambar
sebagai berikut:
Buku 1. Umum
Menguraikan tentang deposit, sifat bitumen dan mineral asbuton, perkembangan dan
prospek pemanfaatannya, illustrasi pengolahan asbuton serta menguraikan jenis-jenis
Asbuton olahan sebagai bahan campuran beraspal. Di samping itu, menguraikan juga
keunggulan penggunaan Asbuton secara teknik serta gambaran manfaat secara
finansial.
Buku 1 ini menguraikan juga hal-hal yang penting dalam pengelolaan lingkungan pada
saat pelaksanaan konstruksi perkerasan beraspal, serta permasalahan pada
perencanaan dan pelaksanaan.
Buku 5. Campuran beraspal dingin dengan Asbuton Butir dan peremaja Emulsi
persyaratan bahan, campuran, hasil pelaksanaan dan persyaratan peralatan.
Disamping itu, menguraikan juga tata cara pembuatan formula campuran rencana,
formula campuran kerja serta tata cara pelaksanaan pencampuran beraspal dingin
dengan Asbuton Butir dan peremaja aspal emulsi di tempat pencampur, pelaksanaan
penghamparan, pelaksanaan pemadatan dan tata cara pengendalian mutu pekerjaan.
Buku 1: Pedoman Pemanfaatan Asbuton iv
Buku 6. Lapis penetrasi macadam Asbuton
Menguraikan tentang perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan lapis penetrasi
Macadam sebagai lapis permukaan atau lapis aus yang dihampar dan dipadatkan di
atas lapis pondasi atau permukaan jalan yang telah disiapkan sesuai dengan
Spesifikasi Umum dan yang ditetapkan dalam Gambar Rencana.
1. Ruang Lingkup
Campuran beraspal merupakan bagian perkerasan lentur yang terletak di bagian atas
atau diatas lapis pondasi. Karena letaknya di bagian atas maka campuran beraspal
harus tahan terhadap pengausan akibat beban roda kendaraan dan pengaruh
lingkungan (panas matahari dan air hujan). Disamping itu, campuran beraspal dituntut
untuk memiliki kekutan yang baik sehingga dapat mengeliminasi tegangan vertikal
yang terjadi pada pondasi sampai ke tanah dasar sehingga tegangan yang terjadi
tidak menimbulkan deformasi berlebih.
Untuk itu, agar campuran beraspal sesuai yang diharapkan maka komposisi bahan
dalam campuran beraspal terlebih dahulu harus direncanakan sehingga setelah
terpasang diperoleh perkerasan beraspal yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
o Stabilitas yang cukup, yaitu lapisan campuran beraspal harus mampu mendukung
beban lalu-lintas yang melewatinya tanpa mengalami deformasi permanen dan
deformasi plastis selama umur rencana.
o Durabilitas atau keawetan yang cukup, yaitu lapisan campuran beraspal harus
mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim, serta gesekan antara
roda kendaraan dengan permukaan perkerasan jalan.
o Kelenturan atau fleksibilitas yang cukup, yaitu lapisan campuran beraspal harus
mampu menahan lendutan akibat beban lalu-lintas dan pergerakan dari pondasi
atau tanah dasar tanpa mengalami retak.
o Cukup kedap air, yaitu lapisan campuran beraspal cukup kedap air sehingga
tidak ada rembesan air yang masuk ke lapis pondasi di bawahnya.
o Kekesatan yang cukup, yaitu campuran beraspal untuk lapis permukaan harus
cukup kesat terutama pada kondisi basah, sehingga tidak membahayakan
pemakai jalan (kendaraan tidak tergelincir atau selip).
o Ketahanan terhadap kelelahan, yaitu lapisan campuran beraspal harus mampu
menahan beban berulang dari beban lalu-lintas tanpa terjadi kelelahan retak dan
alur selama umur rencana.
o Kemudahan kerja, yaitu lapisan campuran beraspal harus mudah dilaksanakan,
mudah dihamparkan dan dipadatkan.
Berdasarkan kriteria di atas, maka salah satu alternatif untuk meningkatkan stabilitas
dan durabilitas sehingga dapat meningkatkan umur kelelahan adalah dengan
menggunakan Asbuton sebagai bahan campuran beraspal.
Pada Buku 1 ini merupakan bagian dari pedoman penggunaan asbuton yang
menguraikan tentang deposit, sifat bitumen dan mineral asbuton, perkembangan dan
prospek pemanfaatannya, illustrasi pengolahan asbuton serta menguraikan jenis-jenis
Asbuton olahan sebagai bahan campuran beraspal.
Di samping itu, menguraikan juga keunggulan penggunaan Asbuton secara teknik
serta contoh keunggulan secara finansial untuk wilayan Jawa Barat.
Buku 1 ini menguraikan juga hal-hal yang penting dalam pengelolaan lingkungan pada
saat pelaksanaan konstruksi perkerasan beraspal.
3. Asbuton
Asbuton adalah aspal alam yang terdapat di pulau Buton, Sulawesi Tenggara yang
selanjutnya dikenal dengan istilah Asbuton. Asbuton atau Aspal batu Buton ini pada
umumnya berbentuk padat yang terbentuk secara alami akibat proses geologi. Proses
terbentuknya asbuton berasal dari minyak bumi yang terdorong muncul ke permukaan
menyusup di antara batuan yang porous.
Kandungan bitumen pada Asbuton bervariasi dan ilustrasi deposit asbuton disajikan
pada Gambar 1.1.
Dari hasil eksplorasi, di daerah Lawele mempunyai jenis Asbuton lunak yang
tertutup dengan lapisan tanah (overburden) rata-rata antara 0 sampai 4,9 meter.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa cadangan Asbuton terbesar di pulau
Buton terdapat di daerah Lawele dengan mutu aspal yang tinggi, yang perlu
dilakukan adalah teknologi yang tepat sehingga aspal alam dari Lawele dapat
dimanfaatkan dalam pekerjaan perkerasan jalan beraspal dengan hasil maksimal.
Selanjutnya dari hasil eksplorasi juga menyebutkan bahwa telah terjadi beberapa
hambatan untuk melaksanakan pengeboran, salah satunya adalah lengketnya
mata bor dengan asbuton, kemungkinan hal tersebut terjadi karena sangat
lunaknya asbuton di lapisan bawah.
Dilihat dari komposisi kimianya, aspal Asbuton dari kedua daerah deposit memiliki
senyawa Nitrogen base yang tinggi dan parameter malten yang baik.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa Asbuton memiliki pelekatan yang baik
dengan agregat dan keawetan yang cukup. Namun dilihat dari karakteristik lainnya
Asbuton dari Kabungka memiliki nilai penetrasi yang relatif rendah dibandingkan
dengan Asbuton dari Lawele.
Mineral Asbuton didominasi oleh “Globigerines limestone” yaitu batu kapur yang
sangat halus yang terbentuk dari jasad renik binatang purba foraminifera mikro
yang mempunyai sifat sangat halus, relatif keras berkadar kalsium tinggi dan baik
sebagai filler pada campuran beraspal. Hasil pengujian analisis kimia mineral
Asbuton hasil ekstraksi, dari lokasi Kabungka dan Lawele diperlihatkan pada
Tabel 1.4.
Tabel 1.4. Komposisi kimia mineral Asbuton Kabungka dan Lawele
Hasil Pengujian
Senyawa Asbuton dari Asbuton dari
kabungka Lawele
CaCO3 86,66 72,90
MgCO3 1,43 1,28
CaSO4 1,11 1,94
CaS 0,36 0,52
H2O 0,99 2,94
SiO2 5,64 17,06
Al2O3 + Fe2O3 1,52 2,31
Residu 0,96 1,05
Gambar 1.3a. Ilustrasi pengolahan Asbuton padat dengan nilai penetrasi bitumen
rendah (< 10 dmm) menjadi Asbuton Butir
13
12
11
Proporsi Tipe Asbuton Butir
10
(% Thp Berat Total Mix)
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2.500 3.000 3.500 4.000 4.500 5.000
Modulus (MPa)
Keterangan:
- T 5/20 : Asbuton butir Tipe 5/20
- T 15/20 : Asbuton butir Tipe 15/20
- T15/25 : Asbuton butir Tipe 15/25
- T 20/25 : Asbuton butir Tipe 20/25
ΔPSI
log10
Log10 (W18 ) Z R x S0 9.36 x log10 (SN 1) - 0.20 IP0 - IPf 2.32 x log10 (M R ) - 8.07
1094
0.40
SN 15.19
SN-design = 5
2. PERHITUNGAN OVERLAY
a. KEKUATAN STRUKTUR PERKERASAN EXISTING
- SN-exit = a1 x D1 + a2 x D2 x m + a3 x D3 x m
m = 0,9 (Drainase relatif baik)
- Kondisi Permukaan Perkerasan Rusak Sedang
Fktor Koreksi = 0,80
SN-exist = 4,0
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada Bin Dingin dan penggunaan agregat
antara lain adalah:
a) Atara Bin perlu pemisah atau penyekat sehingga pencampuran agregat
antara bin yang berdekatan dapat dicegah dan pengisian tidak berlebih.
b) Loader yang digunakan untuk mengisi agregat ke masing-masing Bin
memiliki lebar bak (bucket) tidak lebih besar dari bukaan mulut bin
dingin.
c) Kondisi semua Bin harus bersih dan tidak bocor serta kondisi atau
fungsi sistem pengeluaran yang baik.
d) Alat penggetar pada tiap Bin berfungsi baik.
e) Agregat basah yang akan digunakan sebaiknya dihindari.
3. Pengering (Dryer)
Permasalahan yang sering terjadi pada unit pengering (dryer) adalah:
a) Kondisi dan fungsi alat ukur temperatur untuk pemanasan agregat
kurang laik atau belum dikalibrasi.
b) Kondisi dan fungsi sistem pembakaran, pembakaran harus
sempurna, hal ini dapat diindikasikan dari warna asap yang keluar
dari cerobong asap adalah putih. Warna yang hitam menandakan
pembakaran tidak sempurna, sementara warna putih berkabut
menandakan agregat mengandung kadar air yang relatif banyak.
Sebagai contoh adalah, pada saat pengambilan agregat dari hot bin,
agregat terlihat berwarna hitam terselimuti jelaga (Gambar 1.10).
Akibat dari hal tersebut aspal tidak dapat masuk ke pori-pori agregat
dan tidak dapat melekat dengan baik.
c) Kondisi drum pengering kadang sering kurang mendapat perhatian,
misalnya;
1) Dimensi dan kecepatan putaran drum pengering
2) Kebersihan bagian dalam drum pengering
3) Kondisi dan fungsi penyemprotan bahan bakar
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada drum pengering agregat antara lain
adalah:
a) Sistem pembakaran harus sempurna dan suply bahan bakar cukup.
b) Pengukur temperatur/ temperatur untuk pemanasan agregat
terkalibrasi.
c) Kebersihan bagian dalam drum pengering terjada
d) Kondisi dan fungsi lubang pemasukan dan pengeluaran agregat dari
drum pengering selalu terpelihara
e) Kemiringan drum pengering sesuai persyaratan (<3,5o).
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada alat pencampur antara lain adalah:
a) Kondisi pedal alat pencampur, apakah sudah terjadi patah atau aus
b) Kondisi pintu bukaan alat pencampur atau tutup pugmill, pastikan
tidak ada kebocoran
c) Jarak terdekat pedal ke dinding alat pencampur tidak jauh atau sesuai
yang disyaratkan.
9. Alat Penghampar
Permasalahan yang masih ditemukan pada alat penghampar diantaranya
adalah Pelat screed telah aus sehingga permukaan hamparan kasar
dengan tekstur terbuka (tearing) pada seluruh lebar penghamparan.
Disamping itu, sering dijumpai alat pemadat yang berupa pemadat
tumbuk (tamping bars) atau pemadat getar (vibratory) kurang berfungsi
dengan baik sehingga hasil pra-pemadatan kurang berhasil baik. Hal
demikian dapat mengakibatkan dalam perkiraan tebal hamparan yang
diperlukan untuk menghasilkan tebal padat sesuai yang ditetapkan
kadang kurang tepat. Bahkan apabila frekuensi getaran pemadat yang
rendah juga dapat menyebabkan tekstur yang tidak seragam.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada alat penghampar antara lain adalah
pastikan kondisi hopper, ulir pembagi, screed dan peralatan lainnya
berfungsi baik dan setiap akan digunakan selalu kelaikan alat
penghampar ini selalu diperhatikan.
4. Pada ruas-ruas jalan yang melayani lalu lintas berat dan padat masih
dijumpai pelaksanaan penghamparan dilakukan pada malam hari dengan
penerangan yang tidak memadai. Kondisi demikian perlu dihindari karena
untuk mendapatkan hasil penghamparan yang baik akan sangat sukar
diperoleh, disamping itu kemungkinan pengendalian mutu tidak mungkin
dapat dilaksanakan (Gambar 1.17).
Apabila pelaksanaan penghaparan pada malam hari tidak dapat dihindari
sebaiknya kelaikan penerangan perlu diperhatikan.