PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan menjadi
optimal. Kebutuhan dan masalah klien dapat diidentifikasi, dipioritaskan untuk
dipenuhi, sserta diselesaikan. Dengan menggunakan proses keperawatan yang bersifat
rutin, intuisis, dan tidak unik bagi individu klien. Proses keperawatan mempunyai ciri
dinamis, siklik, saling bergantung, dan terbuka. Setiap tahap dapat diperbaharui klien
berubah.
Melalui evalusi dokumentasi keperawatan pada beberapa rumah sakit umum
maupun rumah sakit jiwa, ditemukan bahwa kemampuan perawat menuliskan asuhan
keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan yang memenuhi kriteria, rata-
rata kurang dari 60%.
Psikofarmaka juga bertujuan dalam mengetahui dan memberikan obat obatan
yang digunakan pada pasien jiwa, yang mana dpat menunjang prilaku pasien dan
gangguan jiwa pasien. kesehatan jiwa merupakan kemampuan individu untuk
menyesuaikan diri dan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan, sebagai
perwujudan keharmonisan fungsi mental dan kesanggupannya menghadapi masalah
yang biasa terjadi, sehingga individu tersebut merasa mampu dan puas.
Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia secara holistik dan
menggunakan diri sendiri secara terapeutik. Metologi dalam keperatan jiwa adalah
menggunakan diri sendiri secara terapeutik dan interaksinya interpersonal dengan
menyadari diri sendiri, lingkungan dan perubahan. Kesadaran ini merupakan dasar
perubahan. Klien bertambah sadar akan diri dan situasinya, sehingga lebih akurat
mengidentifikasi kebutuhan dan masalah klien. Perawat memberikan stimulus yang
konstruktif sehingga akhirnya klien belajar cara penanganan masalah yang merupakan
modal dalam menghadapi masalah.
2). PSIKOFARMAKA
1. Apa definisi dari Psikofarmaka?
2. Apa saja Klasifikasi Psikofarmaka?
Pengumpulan Data
Komponen dari pengkajian ini adalah:
1) Identitas pasien
2) Riwayat kesehatan dan penilaian fisik
Keluhan klien, gejala, fokus perhatian
Persepsi dan harapan
Rentang respon
Riwayat rawat inap dan perawatan kesehatan mental
Riwayat keluarga
Keyakinan kesehatan dan prakteknya
3) Faktor Predisposisi
4) Aspek Fisik atau Biologis
5) Pemeriksaan status mental
a. Deskripsi Umum :
1. Penampilan : Posture, sikap, pakaian, perawatan diri, rambut, kuku,
sehat, sakit, marah, takut, apatis, bingung, merendahkan, tenang,
tampak lebih tua, tampak lebih muda, bersifat seperti wanita, bersifat
seperti laki-laki, tanda-tanda kecemasan–tangan basah, dahi
berkeringat, gelisah, tubuh tegang, suara tegang, mata melebar, tingkat
kecemasan berubah-ubah selama wawancara atau dengan topik khusus.
2. Perilaku dan aktivitas psikomotorik : Cara berjalan, mannerisme, tics,
gerak–isyarat, berkejang-kejang (twitches), stereotipik, memetik,
menyentuh pemeriksa, ekopraksia, janggal / kikuk (clumsy), tangkas
(agile), pincang (limp), kaku, lamban, hiperaktif, agitasi, melawan
(combative), bersikap seperti lilin (waxy)
3. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif, penuh perhatian, menarik
perhatian, menantang (frack), sikap bertahan, bermusuhan, main-main,
mengelak (evasive), berhati-hati (guarded)
b. Bicara
Cepat, lambat, memaksa (pressure), ragu-ragu (hesitant), emosional,
monoton, keras, membisik (whispered), mencerca (slurred), komat-kamit
(mumble), gagap, ekolalia, intensitas, puncak (pitch), berkurang (ease),
spontan, bergaya (manner), bersajak (prosody)
3. Gangguan Pikiran :
Waham : Isi dari setiap sistim waham, organisasinya, pasien yakin
akan kebenarannya, bagaimana waham ini mempengaruhi
kehidupannya, ; waham penyiksaan–isolasi atau berhubungan
dengan kecurigaan yang menetap, serasi mood (congruent) atau tak
serasi mood (incongruent)
Ideas of Reference dan Ideas of influence : Bagaimana ide mulai,
dan arti / makna yang menghubungkan pasien dengan diri mereka.
4. Gangguan Persepsi :
Halusinasi dan Ilusi : Apakah pasien mendengar suara atau melihat
bayangan, isi, sistim sensori yang terlibat, keadaan yang terjadi,
halusinasi hipnogogik atau hipnopompik ; thought brocasting.
Depersonalisasi dan Derealisasi : Perasaan yang sangat berbeda
terhadap diri dan lingkungan.
f. Tilikan :
1. Penyangkalan sepenuhnya terhadap penyakit
2. Sedikit kesadaran diri akan adanya penyakit dan meminta pertolongan
tetapi menyangkalinya pada saat yang bersamaan
g. Daya nilai :
1. Daya nilai Sosial : Manifestasi perilaku yang tidak kentara yang
membahayakan pasien dan berlawanan dengan tingkah laku yang dapat
diterima budayanya. Adanya pengertian pasien sebagai hasil yang tak
mungkin dari tingkah laku pribadi dan pasien dipengaruhi oleh
pengertian itu.
2. Uji daya nilai : pasien dapat meramalkan apa yang akan dia lakukan
dalam bayangan situasi tsb. Misalnya apa yang akan dilakukan pasien
dengan perangko, alamat surat yang dia temukan dijalan.
3. Penilaian Realitas : kemampuan membedakan kenyataan dengan
fantasi
6) Kriteria psikososial
Internal: penyakit kejiwaan atau medis, dianggap kehilangan seperti
kehilangan konsep diri atau harga diri.
Eksternal: kehilangan aktual misalnya kematian orang yang dicintai,
kurangnya sistem pendukung, kehilangan pekerjaan atau keuangan.
7) Keterampilan koping
Adaptasi penyebab stress internal dan eksternal, penggunaan fungsional,
teknik mengatur kegiatan hidup sehari-hari,
8) Hubungan dengan orang lain
Pencapaian dan pemeliharaan memuaskan, hubungan interpersonal dengan
tahap perkembangan, termasuk hubungan seksual yang sesuai untuk usia dan
status.
9) Spiritual (nilai keyakinan) dan budaya
Kehadiran sistem nilai-kepercayaan memberikan kemampuan untuk
beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan menyajikan norma, aturan, dan
etika.
10) Kebutuhan Persiapan Pulang
11) Pengetahuan Aspek Medis
Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan kemampuan berpikir
rasional sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan.
Data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu data
objektif dan data subjektif.
Data Objektif: ditemukan secara nyata, diperoleh melalui dari observasi
atau pemeriksaan fisik.
Data Subjektif: disampaikan secara lisan oleh pasien dan keluarga.
Selanjutnya perawat dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah klien,
sebagai berikut :
1) Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan :
Klien tidak memerlukan peningkatan kesehatan, klien hanya memerlukan
pemeliharaan kesehatan dan memerlukan follow up secara periodik karena
tidak ada masalah serta klien telah mempunyai pengetahuan untuk
antisipasi masalah.
Klien memerlukan peningkatan kesehatan berupa prevensi dan promosi
sebagai program antisipasi terhadap masalah
2) Ada masalah dengan kemungkinan :
Risiko terjadi masalah karena sudah ada faktor yang dapat menimbulkan
masalah.
Aktual terjadi masalah disertai data pendukung.
Perumusan masalah
Pohon Masalah
Dari data yang dikumpulkan dengan menggunakan format pengkajian,perawat
langsung merumuskan masalah keperawatan kepada setiap kelompok data yang
terkumpul.
Umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan dan dapat digambarkan
sebagai pohon masalah (FASID, 1983 dan INJF, 1996). Agar penentuan pohon
masalah dapat dipahami dengan jelas, penting untuk diperhatikan tiga komponen yang
terdapat pada pohon masalah, yaitu
1. Penyebab (causa)
2. Masalah utama (core problem)
3. Akibat (effect)
Pohon masalah
Akibat(effect)
Masalah Utama
(core problem)
Penyebab (cause)
Halusinasi
Core Problem
Berduka
Harga Diri rendah
Disfungsional
B. DIAGNOSA
Sebuah Terminologi yang digunakan oleh perawat profesional yang
mengidentifikasi tanggapan yang sebenarnya, risiko atau kesehatan untuk keadaan
kesehatan, masalah atau kondisi. Juga mengidentifikasi motivasi seseorang, keluarga,
atau masyarakat dan keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
mengaktualisasikan potensi kesehatan manusia.
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang individu, keluarga , atau
tanggapan masyarakat terhadap masalah kesehatan aktual atau potensial / proses
kehidupan . Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil yang perawat bertanggung jawab ( NANDA ,
1997) .
Standar yang paling umum digunakan adalah dari Keperawatan North American
Nursing Diagnisis Association (NANDA).
Bagian Dari diagnosa keperawatan adalah:
mendefinisikan Karakteristik
Faktor yang berhubungan atau Faktor Risiko
C. OUTCOME
Label NANDA menggambarkan tanggapan manusia yang masalah . Biasanya ,
alternatif yang sehat adalah tujuan yang ingin dicapai pasien
D. PERENCANAAN
Merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tiap tujuan khusus.
Perawat dapat Rencana tindakan keperawatan memberikan alasan ilmiah mengapa
tindakan tersebut diberikan. disusun berdasarkan standar asuhan keperawatan. Jiwa
Indonesia (Depkes, 1995), berupa tindakan konseling, pendidikan kesehatan,
perawatan mandiri/ADL, tindakan kolaborasi.
Rencana tindakan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan
khusus dan rencana tindakan keperawatan. Rencana tindakan keperawatan terdiri dari
3 aspek yaitu : tujuan umum, tujuan khusus, kriteria evaluasi dan rencana . Tujuan
umum : hasil tindakan berupa kemampuan akhir yang hendak tindakan keperawatan.
Tujuan khusus : tujuan dicapai (jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai) jangka
pendek sampai dengan tujuan jangka panjang tercapai. Rumusan tujuan khusus berupa
pernyataan kemampuan pasien mengatasi masalah.
Kriteria evaluasi : perubahan perilaku yang “observable” untuk setiap pencapai
tujuan khusus. Bentuk rumusan : tanda dan gejala tercapainya masing-
masing Tindakan tujuan khusus keperawatan: serangkaian tindakan yang harus
dilaksanakan oleh perawat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Setiap tujuan
khusus dicapai dengan satu atau lebih tindakan keperawatan. Tindakan keperawatan
durumuskan dalam bentuk kalimat perintah.
Komponen Rencana Tindakan Keperawatan:
1.Tujuan umum
Klien dapat
menyampaikan pada
perawat bila ia
mengalami halusinasi
Klien dapat menyadari
Afektif manfaat membuka diri
pada orang lain.
Klien dapat
Pengetahuan/kognitif menyebutkan jam
makan obat
Klien dapat meminta
Kemampuan Psikomotor obat pada jam yang
menggunakan terapi tepat
Klien dapat
mengungkapkan
afektif
erasaan setelah minum
obat
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien:
Bapak D mendengar suara-suara yang memaki-maki dirinya, ekspresi wajah
tampak tegang, gelisah, dan mulut komat-kamit.
2. Diagnosis/Masalah Keperawatan: Gangguan sensori persepsi: halusinasi
3. Tujuan:
TUM : Klien tidak mencederai, diri, orang lain, dan lingkungan
Tuk 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tuk 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya
Tuk 3 : Klien dapat mengontrol halusinasi
4. Tindakan keperawatan.
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik :
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya dan diskusikan
dengan klien mengenai isi, waktu, frekuensi halusinasi, situasi yang
menimbulkan halusinasi, hal yang dirasakan jika berhalusinasi, hal yang
dilakukan untuk mengatasi, serta dampak yang dialaminya.
c. Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi.
d. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi.
e. Bantu klien memilih satu cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk
mencobanya.
B. Strategi Pelaksanaan
Orientasi:
Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak D setelah latihan tadi? Bisa Bapak D ulang lagi cara
apa saja yang bisa Bapak D lakukan untuk mengurangi suara-suara itu?"
"Bagus sekali, Bapak D bisa peragakan kembali satu cara yang sudah kita
praktikkan?"
"Bagus ya Bapak D. Kalau Bapak lihat jadwal ini jam berapa saja Bapak D harus
latihan?"
"Bagus Bapak D, jadi nanti jangan lupa di jam itu Bapak D harus latihan ya!”
Dokumentasi Perencanaan
Perencanaan tindakan mencakup tiga hal meliputi :
1. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan harus merupakan pioritas untuk merawat klien. Hal
tersebut harus menyangkut langsung kearah yang mengancam kehidupan klien.
2. Kriteria hasil
Setiap diagnose keperawatan harus sedidikitnya mempunyai criteria hasil.
Kriteria hasil dapat diukur dengan tujuan yang diharapkan yang mencerminkan
masalah klien.
3 Rencana tindakan keperawatan
Tindakan keperawatan adalah memperoleh tanggung jawab mandiri, khususnya
oleh perawat yang dikerjakan bersama dengan perintah medis berdasarkan
masalah klien dan atuan yang diterima klien adalah hasil yang diharapkan.
Masing masing masalah klien dan hasil yang diharapkan didapatkan paling tidak
dua rencana tindakan
Petunjuk penulisan rencana tindakan yang efektif :
1. Sebelum menuliskan rencana tindakan, kaji ulang semua data klien yang
meliputi :
- Diagnosa keperawatan sewaktu masuk rumah sakit
- Keluhan utama klien saat berhubungan pelayan kesehatan
- Laboratorium ritme
- Latar belakang social budaya
- Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
- Observasi dari tim kesehatan lain
2. Daftar dan jenis masalah actual resiko dan kemungkinan. Berikan pioritas
utama pada masalah actual pada masalah yang mengancam kesehatan.
3. Untuk mempermudah dan bisa dimengerti dalam membuat rencana tindakan,
berikanlah gambaran dan ilustrasi
4. Tuliskan dengan jelas khusus, terukur, kriteria hasil yang diharapkan untuk
menetapkan bersama dengan klien, tentukan keterampilan kognitif, afektif,
dan psikomotor yang memerlukan perhatian.
5. Selalu diberi tanda tangan dan tanggal rencana tindakan
6. Mulai merencanakan tindakan dengan action verb
- Catat tanda tanda vital
- Timbang badan setiap hari
- Informasikan pada klien alasan esolasi
7. Alasan prinsip spesivity untuk menuliskan diagnose keperawatan
- Bagaimana prosedur yang akan dilaksanakan
SP5:
Latihan mengontrol
perilakukekerasan dengan obat
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian
pasien untuk cara mencegah
marah yang sudah dilatih.
b. Latih pasien minum obat secara
teratur dengan prinsip lima
benar (benar nama pasien,
benar nama obat, benar cara
minum obat, benar waktu
minum obat, dan benar dosis
obat) disertai penjelasan guna
obat dan akibat berhenti minum
obat.
c. Susun jadual minum obat
secara teratur
SP3:
Menjelaskan perawatan lanjutan
bersama keluarga
Buat perencanaan pulang bersama
keluarga
SP3:
Melatih pasien mengontrol
halusinasi dengan cara ketiga:
melaksanakan aktivitas terjadwal
SP4:
Melatih pasien menggunakan
SP3:
Menjelaskan perawatan
selanjutnya
SP 3:
Menganjurkan dan melatih cara
minum obat yang benar.
Keluarga 1. Keluarga mampu SP1:
mengidentifikasi waham Membina hubungan saling
pasien percaya dengan keluarga ;
2. Keluarga mampu mengidentifikasi masalah;
memfasilitasi pasien menjelaskan proses terjadinya
untuk memenuhi masalah; dan obat pasien.
kebutuhan yang dipenuhi
oleh wahamnya SP2:
3. Keluarga mampu Melatih keluarga cara merawat
SP2:
Mengajarkan pasien berinteraksi
secara bertahap (berkenalan
dengan orang pertama -seorang
perawat-)
SP3:
Melatih Pasien Berinteraksi
Secara Bertahap (berkenalan
dengan orang kedua-seorang
pasien)
Keluarga setelah tindakan SP1:
keperawatan keluarga Memberikan penyuluhan kepada
mampu merawat pasien keluarga tentang masalah isolasi
isolasi sosial dirumah sosial, penyebab isolasi sosial,
dan cara merawat pasien dengan
isolasi sosial
SP2:
Melatih keluarga mempraktekkan
cara merawat pasien dengan
masalah isolasi sosial langsung
dihadapan pasien
SP3:
Membuat perencanaan pulang
bersama keluarga
SP2:
1. Mengidentisifikasi aspek
positif pasien
2. Mendorong pasien untuk
berfikir positif terhadap diri
sendiri
3. Mendorong pasien untuk
menghargai diri sebagai
individu yang berharga
SP3:
1. Mengidentisifikasi pola
koping yang biasa
diterapkan pasien
2. Menilai pola koping yng
biasa dilakukan
3. Mengidentifikasi pola
koping yang konstruktif
4. Mendorong pasien memilih
pola koping yang
konstruktif
5. Menganjurkan pasien
SP4:
1. Membuat rencana masa
depan yang realistis
bersama pasien
2. Mengidentifikasi cara
mencapai rencana masa
depan yang realistis
3. Memberi dorongan pasien
melakukan kehiatan dalam
rangka meraih masa depan
yang realistis
SP2:
1. Melatih keluargamempraktekan
cara merawat pasien dengan
resiko bunuh diri
2. Melatih keluarga melakukan
cara merawat langsung kepada
pasien resiko bunuh diri.
SP3:
1. Membantu keluarga membuat
jadual aktivitas dirumah
termasuk minum obat\
2. Mendiskusikan sumber rujukan
yang bias dijangkau oleh
SP3
1. Latih cara BAB/BAK yang
baik
2. jelaskan tempat BAB/BAK
yang sesuai
3. jelaskan cara membersihkan
diri setelah BAB/BAK
4. Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
SP4
1. Jelaskan pentingnya
berhias/berdandan
2. Latihan cara
berhias/berdandan
a. Untuk pasien laki-laki
meliputi cara: berpakaian,
menyisir rambut, dan
bercukur
b. Untuk pasien perempuan
meliputi cara: berpakaian,
SP2:
Melatih keluarga cara merawat
pasien
SP3:
Membuat perencanaan pulang
bersama keluarga.
E. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah langkah tindakan dari proses keperawatan. Perawat
menggunakan beragam pendekatan untuk memecahkan masalah kesehatan
klien.intervensi berorientasi pada masalah dan diindividualisasikan sesuai dengan
rencana perawatan klien. Intervensi secara kontinu dimodifikasi didasarkan pada evaluasi
berkelanjutan dari respons klien dan analisis diagnostik perawat. Keberhasilan dari
langkah ini ditelaah selama evaluasi.
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh
klien saat ini.Pada saat melaksanakan tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak
dengan klien terlebih dahulu.
Hubungan. saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan Tindakan keperawatan. mengacu pada perencanaan
(NCP), bertujuan klien memiliki kemampuan : kognitif, afektif dan psikomotor untuk
mengselesaikan masalah(diagnosa) yang dialami Strategi implementasi menggunakan
SP, yang berprinsip setiap kali interaksi dengan pasien, out put interaksi haruslah samapi
pada kemampuan koping pasien.
Implementasi tindakan keperawatan dilakukan berurutan secara prioritas, tapi tidak
berarti sebelum masalah utma terselesaikan masalah lain tidak perlu ditangani. Selain
tujuan tindakan keperawatan untuk merubah perilaku pasien, tujuan tindakan
Proses Implementasi:
1. Menilai kembali klien
2. Menentukan kebutuhan perawat untuk bantuan
3. Melaksanakan intervensi keperawatan
4. Mengawasi perawatan didelegasikan
5. Mendokumentasikan kegiatan keperawatan
B. Strategi Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
Fase orientasi ini adalah fase perkenalan yang terdapat:
Salam teraupetik:
Evaluasi atau validasi:
Kontrak
2. Fase Kerja
Di fase ini kita baru melaksanakan tindakan yang direncanakan kepada pasien
3. Fase Terminasi
Fase terminasi yaitu fase perpisahan/ penutup dalan 1 strategi pelaksanaan
terhadap pasien
Dalam fase ini berisi:
Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Rencana tindak lanjut
Kontrak yang akan datang
Proses keperawatan
Kondisi Klien
Klien mengatakan dirinya malas mandi karena airnya dingin.Ketidakmampuan mandi
atau membersihkan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, dan kulit berdaki dan
bebau, serta kuku panjang dan kotor.
Diagnosa Keperawatan
Devisit perawatan diri, ketidakmampuan dalam kebersihan diri
Tujuan Khusus:
1. klien dapat membina hubungan saling percaya
2. klien dapat memahami pentingnya kebersihan diri
3. klien dapat mengetahui cara menjaga kebersihan diri
4. klien dapat mempraktekan cara menjaga kebersihan diri
Tindakan Keperawatan:
1. bina hubungan saling peraya
2. jelaskan pentingnya kebersihan diri
Fase Kerja
Bapak atau ibu ada apa garuk-garuk ? Apakah bapak atau ibu sudah mandi hari
ini? Apa alasan bapak atau ibu sehingga tidak bisa merawat diri? kalau kita tidak teratur
menjaga kebersihan diri masalah apa menurut bapak yang bisa muncul ? betul ada
kudis,kutu.... dan lain-lain.
Fase Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi klien (subyektif)
Bagaimana perasaan bapak atau ibu setelah berbincang-bincang dengan saya dan
tahu cara merawat kebersihan diri?
Proses keperawatan
Kondisi Klien
Klien mengatakan malas makan sendiri dan tidak mampu untuk makan
sendiri.Ketidakmampuan makan secara sendiri ditandai dengan ketidakmampuan
mengambil makanan sendiri, makanan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.
Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri, ketidakmampuan makan secara mandiri
Tujuan Khusus:
1. klien dapat membina hubungan saling percaya
2. klien dapat mengetahui cara dan alat makan yang benar
3. klien dapat melakukan kegiatan makan
4. klien dapat memasukan kegiatan makan dalam jadwal kegiatan harian
Tindakan Keperawatan:
1. bina hubungan saling peraya
2. jelaskan cara dan alat makan yang benar
3. latih kegiatan makan
4. anjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Fase Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi klien (subyektif)
Bagaimana perasaan bapak atau ibu setelah berbincang-bincang dengan saya dan
setelah kita makan bersama
Evaluasi perawat (objektif dan reinforcement)
Coba bapak atau ibu sebutkan kembali apa saja yang harus kita lakukan pada saat
makan
2. Rencana tindak lanjut
Saya harap bapak atau ibu melakukan makan mandiri dan jangan lupa masukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
Proses keperawatan
Kondisi Klien
Klien mengatakan jarang membersihkan alat kelaminnya setelah BAK atau
BAB.Ketidakmampuan BAB atau BAK secara mandiri ditandi BAB atau BAK tidak pada
tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB atau BAK.
Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri, ketidakmampuan dalam toileting.
Tujuan Khusus:
1. klien dapat membina hubungan saling percaya
2. klien dapat melakukan BAB dan BAK yang baik
3. klien dapat menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
4. klien dapat menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB/BAK
Tindakan Keperawatan:
1. bina hubungan saling peraya
2. latihan cara BAB dan BAK yang baik
3. menjelaskan tempat BAB atau BAK yang sesuai
4. menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB atau BAK
Fase Kerja
Untuk pasien laki-laki:
Dimana biasanya bapak buang air besar dan buang air kecil? Benar bapak buang air
besar atau kecil yang baik itu di WC, kamar mandi atau tempat lain yang tertutup dan ada
saluran pembuangan kotorannya. Jadi kita tidak boleh buang air besar atau kecil di
sembarang tempat. Sekarang, apakan bapak tau bagaimana cara cebok? Yang perlu
diingat saat mencebok adalah bapak membersihkan bokong atau kemaluan dengan air
yang bersih dan pastikan tidak ada tinja atau air kencing yang tersis di tubuh
bapak.Setelah bapak selesai cebok, jangan lupa tinja atau air kencing yang ada di WC di
bersihkan.Caranya siram tinja atau air kencing yang ada di WC secukupnya sampai tinja
atau air kencing itu tidak tersisa di WC. Setelah itu cuci tangan dengan menggunakan
sabun.
Untuk perempuan
Cara membilas yang bersih stelah ibu buang air besar yaitu dengan menyiram air ke
arah depan ke belakang. Jangan terbalik yah..cara seperti ini berguna untuk mencegah
masuknya kotoran/tinja yang ada di bokong ke bagian kemaluan kita. Setelah ibu selesai
cebok, jangan lupa tinja atau air kencing yang ada di WC di bersihkan.Caranya siram
tinja atau air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai air kencing atau tinja tidak
tersisa di WC.Lalu cuci tangan dengan menggunakan sabun
Fase Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi klien (subyektif)
Proses keperawatan
Kondisi Klien
Klien mengatakan dirinya malas berdandan.Ketidakmampuan berpakaian atau berhias
ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai,
tidak bercukur (laki-laki) atau tidak berdandan (wanita).
Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri, ketidakmampuan dalam berhias/berdandan.
Tujuan Khusus:
1. klien dapat membina hubungan saling percaya
2. klien dapat menjelaskan pentingnya berhias/berdandan
3. klien dapat melakukan cara berhias/berdandan
4. klien dapat memasukan kegiatan berhias/berdandan dalam jadwal kegiatan harian
Tindakan Keperawatan:
1. bina hubungan saling peraya
2. jelaskan pentingnya berhias/berdandan
3. latihan cara berhias/berdandan
4. masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Fase Kerja
Apa yang bapak atau ibu lakukan setelah selesai mandi? Apakah bapak atau ibu sudah
ganti baju?Untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering berganti pakaian
yang bersih 2 hari sekali.Sekarng bapak atau ibu ganti bajunya.Ya, bagus seperti
itu.Apakah bapak atau ibu menyisir rambut? Bagaimana cara bersisir? Coba kita
peraktekkan liat ke cermin, bagus sekali.Apakah bapak suka bercukur?Berapa hari sekali
bercukur?Betul 2 kali seminggu.
Fase Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi klien (subyektif)
Bagaimana perasaan bapak atau ibu setelah berhias/berdandan?
Evaluasi perawat (objektif dan reinforcement)
Coba bapak atau ibu sebutkan cara berhias/berdandan diri yang baik sekali lagi.
2. Rencana tindak lanjut
Saya harap bapak atau ibu melakukan berhias/berdandan yang baik dan jangan
lupa masukkan dalam jadwal kegiatan harian.
F. EVALUASI
Langkah terakhir dari proses perawatan adalah evaluasi. Perawat menentukan
kemajuan klien kearah pencapaian hasil yang diharapkan dan tujuan serta keberhasilan
intervensi keperawatan. Jika intervensi berhasil,diagnosa keperawatan klien teratasi. Jika
masalah kesehatan klien menetap, proses evaluasi memandu perawat untuk
merevisi,menyingkirkan,atau menambah terapi. Evaluasi adalah penyelesaian siklus
aktivitas dimana hasilnya memberikan efek berkelanjutan pada tahap lainnya dari proses.
Evaluasi adalah tahap dari pemecahan masalah klinik yang membantu memelihara hasil
klien yang diinginkan dengan memeriksa dan menyesuaikan tahap tahap lainnya dari
proses keperawatan. Tahap ini memberikan peluang revisi rencana asuhan keperawatan
seperti yang diperlukan untuk memecahkan masalah kesehatan.
Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan antara respons klien dan tujuan khusus serta umum yang ditentukan.
Evaluasi menggunakan SOAP dilakukan tidak hanya pada pasien tetapi juga pada
perawat.
Klien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evaluasi agar dapat melihat perubahan
dan berupaya mempertahankan dan memelihara. Pada evaluasi sanbgant diperlukan
reinforcement untuk menguatkan perubahan yang positif. Klien dan keluarga juga
dimotivasi untuk melakukan self-reinforcement.
Dokumentasi Evaluasi
PIE(PROBLEM INTERVENTION & EVALUATION)
Evaluasi
Problem waktu intervensi
waktu pagi waktu Siang waktu malam
S S S
O O O
A A A
P P P
Sebagai perawat jiwa, komunikasi yang baik sangat diperlukan untuk merawat
pasien dengan gangguan jiwa. Komunikasi yang baik tidak serta merta kita dapatkan
B Tujuan
1. Meningkatkan kemampuan mendengar
2. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi
3. Memberi dasar belajar artinya berupa alat untuk mengkaji kemampuan
perawat (mahasiswa) dalam berinteraksi dengan klien, dan data bagi CI /
supervisor / pembimbing untuk memberi arahan
4. Meningkatkan kepekaan perawat terhadap kebutuhan klien, serta
mempermudah perkembangan dan perubahan pendekatan perawat
5. Membantu perawat merencanakan tindakan keperawatan
Komponen API
1. Komunikasi verbal dan non-verbal perawat dan klien
2. Analisa dan identifikasi perasaan perawat serta kemungkinan komunikasi yang
dapat dilakukan perawat
Keterangan :
1. Inisial klien : tulis inisial bukan nama lengkap
2. Status interaksi : pertemuan ke berapa dan fase berhubungan
3. Lingkungan :
- Tempat interaksi
- Situasi tempat interaksi
- Posisi mahasiwa dan klien
4. Deskripsi klien : penampilan umum klien.
5. Tujuan :
- Tujuan yang akan dicapai dalam interaksi selama 20-30 menit
- Tujuan ini berpusat pada klien
- Tujuan terkait dengan proses keperawatan klien
6. Komunikasi verbal : ucapan verbal perawat dan klien
7. Komunikasi non verbal : non verbal klien dan perawat pada saat bicara atau
saat mendengar
8. Analisa berpusat pada perawat :
Pusatkan analisa proses yang berhubungan dengan komponen sebagai berikut :
a. Perasaan sendiri
2. PSIKOFARMAKA
2.1 Definisi Psikofarmaka
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif
pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental
dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap
taraf kualitas hidup pasien.
Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis,
anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia. Pembagian lainnya dari obat
psikotropik antara lain: transquilizer, neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika
Mekanisme Kerja
Semua obat anti-psikosis merupakan obat-obat potensial dalam
memblokade reseptor dopamin dan juga dapat memblokade reseptor
kolinergik, adrenergik dan histamin. Pada obat generasi pertama (fenotiazin
dan butirofenon), umumnya tidak terlalu selektif, sedangkan benzamid sangat
selektif dalam memblokade reseptor dopamine D2. Anti-psikosis “atypical”
memblokade reseptor dopamine dan juga serotonin 5HT2 dan beberapa
diantaranya juga dapat memblokade dopamin system limbic, terutama pada
striatum.
Cara Penggunaan
Umumnya dikonsumsi secara oral, yang melewati “first-pass metabolism”
di hepar. Beberapa diantaranya dapat diberikan lewat injeksi short-acting Intra
muscular (IM) atau Intra Venous (IV), Untuk beberapa obat anti-psikosis
(seperti haloperidol dan flupenthixol), bisa diberikan larutan ester bersama
vegetable oil dalam bentuk “depot” IM yang diinjeksikan setiap 1-4 minggu.
Obat-obatan depot lebih mudah untuk dimonitor. Pemilihan jenis obat anti-
psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping
obat. Penggantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalennya. Apabila obat
psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis optimal setelah
jangka waktu memadai, dapat diganti dengan obat anti-psikosis lainnya. Jika
obat anti-psikosis tersebut sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek
sampingnya dapat ditolerir dengan baik, dapat dipilih kembali untuk
pemakaian sekarang.
Dalam pemberian dosis, perlu dipertimbangkan:
Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
Indikasi
Obat anti-psikosis merupakan pilihan pertama dalam menangani
skizofreni, untuk memgurangi delusi, halusinasi, gangguan proses dan isi
pikiran dan juga efektif dalam mencegah kekambuhan. Major transquilizer
juga efektif dalam menangani mania, Tourette’s syndrome, perilaku kekerasan
dan agitasi akibat bingung dan demensia. Juga dapat dikombinasikan dengan
anti-depresan dalam penanganan depresi delusional.
Efek Samping
Extrapiramidal: distonia akut, parkinsonism, akatisia, dikinesia tardiv
Endokrin: galactorrhea, amenorrhea
Antikolinergik: hiperprolaktinemia
Bila terjadi gejal tersebut, obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan.
Bisa diberikan obat reserpin 2,5 mg/hari. Obat pengganti yang yang paling
baik adalah klozapin 50-100 mg/hari.
Reaksi idiosinkrasi yang timbul dapat berupa diskrasia darah,
fotosensitivitas, jaundice, dan Neuroleptic Malignant Syndrome(NSM). NSM
berupa hiperpireksia, rigiditas, inkontinensia urin, dan perubahan status mental
dan kesadaran. Bila terejadi NSM, hentikan pemakaian obat, perawatan
Kontraindikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris yang
tinggi, ketergantungan alkohol, penyakit SSP dan gangguan kesadaran.
Mekanisme Kerja
Trisiklik (TCA) memblokade reuptake dari noradrenalin dan serotonin
yang menuju neuron presinaps. SSRI hanya memblokade reuptake dari
serotonin. MAOI menghambat pengrusakan serotonin pada sinaps. Mianserin
dan mirtazapin memblokade reseptor alfa 2 presinaps. Setiap mekanisme kerja
dari antidepresan melibatkan modulasi pre atau post sinaps atau disebut respon
elektrofisiologis.
Cara Penggunaan
Umumnya bersifat oral, sebagian besar bisa diberikan sekali sehari dan
mengalami proses first-pass metabolism di hepar. Respon anti-depresan jarang
timbul dalam waktu kurang dari 2-6 minggu. Untuk sindroma depresi ringan
dan sedang, pemilihan obat sebaiknya mengikuti urutan:
Langkah 1 : golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Langkah 2 : golongan tetrasiklik (TCA)
Langkah 3 : golongan tetrasiklik, atypical, MAOI (Mono Amin Oxydase
Inhibitor) reversibel.
Gambar tabel 1 : Obat anti depresan TCA
Dosis Anti Hipotensi
Jenis Obat Sedasi
mg/hari Kolinergik ortostatik
Amitriptilin
50-300 ++++ ++++ ++
(laroxyl)
Klomiparim
25-250 +++ +++ ++
(anafranil)
Imipramin
30-300 ++ ++ +++
(tofranil)
Tetrasiklik
maproptoilin
(ladiomil) 50-225 ++ ++ +
mianserin
(tolvon)
Indikasi
Obat antidepresan ditujukan kepada penderita depresi dan kadang
berguna juga pada penderita ansietas fobia, obsesif-kompulsif, dan mencegah
kekambuhan depresi.
Efek Samping
Trisklik dan MAOI : antikolinergik(mulut kering, retensi urin,
penglihatan kabur, konstipasi, sinus takikardi) dan antiadrenergik (perubahan
EKG, hipotensi.
SSRI : nausea, sakit kepala
MAOI : interaksi tiramin
Jika pemberian telah mencapai dosis toksik timbul atropine toxic
syndrome dengan gejala eksitasi SSP, hiperpireksia, hipertensi, konvulsi,
delirium, confusion dan disorientasi. Tindakan yang dapat dilakukan untuk
mengatasinya:
Gastric lavage
Diazepam 10 mg IM untuk mengatasi konvulsi
Kegagalan Terapi
Kegagalan terapi pada umumnya disebabkan:
Kepatuhan pasien menggunakan obat (compliance), yang dapat hilang
oleh karena adanya efek samping, perlu diberikan edukasi dan informasi
Pengaturan dosis obat belum adekuat
Tidak cukup lama mempertahankan pada dosis minimal
2.3.3 Anti-Mania
Mania merupakan gangguan mood atau perasaan ditandai dengan
aktivitas fisik yang berlebihan dan perasaan gembira yang luar biasa yang
secara keseluruhan tidak sebanding dengan peristiwa positif yang terjadi. Hal
ini terjadi dalam jangka waktu paling sedikit satu minggu hampir setiap hari
terdapat keadaan afek (mood, suasana perasaan) yang meningkat ekspresif
atau iritabel.1,2 Sindroma mania disebabkan oleh tingginya kadar serotonin
dalam celah sinaps neuron, khususnya pada sistem limbik, yang berdampak
terhadap “dopamine receptor supersensitivity”. Lithium karbonat merupakan
obat pilihan utama untuk meredakan sindroma mania akut dan profilaksis
terhadap serangan sindroma mania yang kambuh pada gangguan afektif
bipolar. Bentuk mania yang lebih ringan adalah hipomania. Mania seringkali
merupakan bagian dari kelainan bipolar (penyakit manik-depresif). Beberapa
orang yang tampaknya hanya menderita mania, mungkin sesungguhnya
mengalami episode depresi yang ringan atau singkat. Baik mania maupun
hipomania lebih jarang terjadi dibandingkan dengan depresi. Mania dan
hipomania agak sulit dikenali, kesedihan yang berat dan berkelanjutan akan
mendorong seseorang untuk berobat ke dokter, sedangkan kegembiraan jarang
mendorong seseorang untuk berobat ke dokter karena penderita mania tidak
menyadari adanya sesuatu yang salah dalam keadaan maupun perilaku
mentalnya.
Obat anti mania mempunyai beberapa sinonim antara lain mood
modulators, mood stabilizers dan antimanik. Dalam membicarakan obat
antimania yang menjadi acuan adalah litium karbonat.
Mekanisme kerja
Lithium Carbonate merupakan obat pilihan utama untuk meredakan
Sindrom mania akut atau profilaksis terhadap serangan Sindrom mania yang
kambuhan pada gangguan afektif bipolar.
Hipotesis: Efek anti-mania dari Lithium disebabkan kemampuannya
mengurangi ”dopamine receptor supersensitivity”, meningkatnya
”cholinergic-muscarinic activity”, dan menghambat ”cyclic AMP (adenosine
monophosphate) dan phosphoinositides”.
Indikasi
Gejala sasaran: Sindrom mania. Butir-butir diagnostik terdiri dari:
Dalam jangka waktu paling sedikit satu minggu hampir setiap hari
terdapat keadaan afek (mood, suasana perasaan) yang meningkat,
ekspresif dan iritabel.
Keadaan tersebut paling sedikit 4 gejala berikut:
1. Peningkatan aktivitas (ditempat kerja, dalam hubungan sosial atau
seksual), atau ketidak-tenangan fisik
2. Lebih banyak bicara dari lazimnya ataun adanya dorongan untuk
bicara terus menerus
3. Lompat gagasan (flight of ideas) atau penghayatan subjektif bahwa
pikirannya sedang berlomba
4. Rasa harga diri yang melambung (grandiositas, yang dapat bertaraf
sampai waham/delusi)
5. Berkurangnya kebutuhan tidur
6. Mudah teralih perhatian, yaitu perhatiannya terlalu cepat tertarik
kepada stimulus luar yang tidak penting
7. Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas-aktivitas yang mengandung
kemungkina resiko tinggi dengan akibat yang merugikan apabila
tidak diperhitungkan secara bijaksana.
Kontra Indikasi
Wanita hamil karena bersifat teratogenik. Lithium dapat melalui plasenta
dan masuk peredaran darah janin, khususnya mempengaruhi kelenjar tiroid.
2.3.4 Anti-Ansietas
Antiansietas adalah obat – obat yang digunakan untuk mengatasi
kecemasan dan juga mempunyai efek sedative, relaksasi otot, amnestic, dan
antiepileptic.
Antiansietas yang terutama adalah benzodiazepine. Banyak golongan
obat yang mendepresi system saraf pusat (SSP) lain telah digunakan untuk
sedasi siang hari pada pengobatan ansietas, namun penggunaannya saat ini
telah ditinggalkan. Alasannya ialah antara lain golongan barbiturate dan
meprobamat, lebih toksik pada takar lajak (overdoses).
Mekanisme Kerja
Mayoritas neurotransmitter yang melakukan inhibisi di otak adalah
asam amino GABA (gamma-aminobutyric acid A). Secara selektif
reseptor GABA akan membiarkan ion Chlorid masuk ke dalam sel,
sehingga terjadi hiperpolarisasi neuron dam menghambat penglepasan
transmisi neuronal. Secara umum obat – obat antiansietas ini bekerja di
Cara Penggunaan
Benzodiazepine memiliki rasio terapetik yang tinggi sebagai anti
ansietas dan kurang menimbulkan adiksi dengan toksisitas yang
rendah dibandingkan dengan meprobamate atau fenobarbital.
Benzodiazepine sebagai “drug of choice” karena memiliki
spesifisitas, potensi dan kemanannya.
Spectrum klinis benzodiazepine memliputi efek anti ansietas
(lorazepam, clobazam, bromazepam), antikonvulsan, anti insomnia
(nitrazepam/flurazepam), dan premedikasi tingkat operatif
(midazolam).
Efek klinis terlihat bila kadar obat dalam darah telah mencapai
“steady state” dimana dapat dicapai 5-7 hari dengan dosis 2-3 kali
sehari. Onset of action cepat dan langsung memberikan efek.
Mulai dengan dosis awal (dosis anjuran) kemudian dinaikkan dosis
setiap 3-5 hari sampai mencapai dosis optimal. Dosis ini
dipertahankan 2-3 minggu. Kemudian diturunkan 1/8 x dosis awal
setiap 2-4 minggu sehingga tercapai dosis pemeliharan. Bila kambuh
dinaikkan lagi dan tetap efektif pertahankan 4-8 minggu.
Pemberian obat tidak boleh lebih dari 1-3 bulan dan penghentian
selalu secara bertahap.
2.3.5 Anti-Insomnia
Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan
yaitu benzodiazepine dan non-benzodiazepine.
A Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)
B Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)
Pengaturan Dosis
Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi tidur.
Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan
dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off
(untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat)
Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih
perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi
Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali
seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut
Lama Pemberian
Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak
lebih dari 2 minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih
Efek Samping
Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur.
Hati – hati pada pasien dengan insufisiensi pernapasan, uremia, gangguan
fungsi hati, oleh karena keadaan tersebut terjadi penurunan fungsi SSP,
dan dapat memudahkan timbulnya koma. Pada pasien usia lanjut dapat
terjadi “over sedation”, sehingga resiko jatuh dan trauma menjadi besar,
yang sering terjadi adala “hip fracture”.
Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat anti-
insomnia (waktu paruh) :
o Waktu paruh singkat, seperti Triazolberat (sekitar 4 jam) gejala
rebounllebih berat pada pagi harinya dan dapat sampai menjadi panik
o Waktu paruh sedang, seperti Estazolam gelaja reboun lebih ringan
o Waktu paruh panjang, seperti Nitrazepam menimbulkan gejala “hang
over” pada pagi harinya dan juga “intensifying daytime sleepiness”
Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dapat
terjadi “disinhibiting effect” yang menyebabkan “rage reaction” (perilaku
penyerang dan ganas)
Perhatian Khusus
Kontraindikasi :
o Sleep apneu syndrome
o Congestive Heart Failure
o Chronic Respiratory Disease
Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko
menimbulkan “teratogenic effect” (e.g.cleft-palate abnormalities)
khususnya pada trimester pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan
melalui ASI, berefek pada bayi (penekanan fungsi SSP)
Mekanisme kerja
Menghambat re-uptake neurotransmitter serotonin sehingga gejala mereda.
Cara penggunaan
Sampai sekarang obat pilihan untuk gangguan obsesi kompulsi adalah
klomipramin. Terhadap meraka yang peka dapat dialihkan ke golongan SSRI
dimana efek samping relatif aman. Obat dimulai dengan dosis rendah
klomopramin mulai dengan 25-50 mg /hari (dosis tunggal malam hari),
dinaikkan secara bertahap dengan penambahan 25 mg/hari sampai tercaapi
dosis efektif (biasanya 200-300 mg/hari).
Dosis pemeliharan umumnya agak tinggi, meskipun bersifat individual,
klomipramin sekitar 100-200 mg/hari dan sertralin 100 mg/hari. Sebelum
dihentikan lakukan pengurangan dosis secara tappering off. Meskipun respon
dapat terlihat dalam 1-2 minggu, untuk mendapatkan hasil yang memadai
setidaknya diperlukan waktu 2- 3 bulan dengan dosis antara 75-225 mg/hari
Mekanisme kerja
Sindrom panik berkaitan dengan hipersensitivitas dari serotonic
reseptor di SSP. Mekanisme kerja obat antipanik adalah menghambat reuptake
serotonin pada celah sinaptik antar neuron.
B SARAN
Perawat jiwa yang ada di rumah sakit (rumah sakit jiwa, rumah sakit umum, panti
kesehatan jiwa, yayasan yang merawat pasien gangguan jiwa), pengajar keperawatan
jiwa di sekolah keperawatan, perawat jiwa yang ada di struktur departemen kesehatan
dan dinas kesehatan diharapkan bersatu padu untuk menyuarakan kesehatan jiwa pada
setiap desempatan mulai dari sekarang kepada setiap orang yang ditemui. Kegiatan yang
dilakukan berupa advocacy and action
Semoga makalah ini mahasiswa bisa memahami dan mempelajari lebih dalam lagi
tentang keperawatan jiwa.
1. Ambarawati dan Nasution. 2012. Buku Pintar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Yogjakarta : Cakrawala
2. Keliat, B.A. dkk. 2005. Proses Keperawatan kesehatan jiwa Edisi 2. Jakarta : EGC
3. Gunawan SG, Setabudy R, Nafrialdi, dan Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-
lima. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007. hal. 171-7
4. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Synopsis of Psychiatry : Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry, 10th Ed. Lippincott Williams & Wilkins, 2007.
5. Maslim R. Panduan Praktis : Penggunaan Obat Psikotropik (Psychotropic Medication).
Edisi ketiga. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Ama
6. Hollister LE. Obat antidepresan. Dalam: Farmakologi dasar dan klinik. Katzung BG.
Edisi ke-enam.1998. Jakarta: EGC. hal. 467-77.
7. Departemen Kesehatan Ditjen Bina Pelayanan Medik Direktorat Bina Pelayanan
kesehatan Jiwa. Buku pedoman pelayana kesehatan jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan
dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan Ditjen Bina Pelayanan Medik Direktorat Bina
Pelayanan kesehatan Jiwa.2006. hal. 59-64.