Anda di halaman 1dari 18

Jika RUU belum disahkan menjadi UU oleh presiden namun sudah disetujui bersama maka ia berlaku

setelah ....
A. 29 Hari
Kongres Pemuda I dipimpin oleh M tabrani

Pasal 6 UUD 1945 diamanden dengan alasan

Ditjen Imigrasi berada di bawah kementerian hukum dan ham

Kota dan kabupaten jkt bersifat administratif

Daerah khusus
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pembagian administratif Indonesia

Tingkat provinsi

Provinsi
Daerah khusus • Daerah istimewa

Tingkat kabupaten/kota
Kabupaten • Kota
Kabupaten administrasi
Kota administrasi

Tingkat kecamatan
Kecamatan • Distrik

Tingkat mukim
Mukim (khusus Aceh)

Tingkat kelurahan/desa
Kelurahan • Desa • Nagari
Kampung (Lampung)
Kampung (Kalimantan Timur)
Kampung (Papua)
Gampong • Pekon
Dusun (Bungo)
Lembang (Toraja)
Tingkat dusun/dukuh
Dukuh (Desa) • Rukun (Jawa) • Dusun(Kelurahan) • Jorong/Korong (Minang)

Lihat pula
Banjar • Dusun
Lingkungan • Pedukuhan
Rukun kampung
Rukun warga
Rukun tetangga
Kampung kota
sunting

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Negara mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang
diatur dengan undang-undang. Yang dimaksud satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat
khusus adalah daerah yang diberikan otonomi khusus. Daerah-daerah yang diberikan otonomi
khusus ini adalah

1. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;


2. Aceh[1];
3. Provinsi Papua; dan
4. Provinsi Papua Barat.

Daftar isi
[sembunyikan]

 1UU Khusus
 2Aceh[2]
 3Jakarta
 4Papua dan Papua Barat
 5Sumber
 6Catatan
 7Lihat pula

UU Khusus[sunting | sunting sumber]


Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan
Undang-Undang Pemerintahan Daerah diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam
undang-undang lain.

1. Bagi Provinsi DKI Jakarta diberlakukan UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan
Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
2. Bagi Aceh diberlakukan UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh; dan
3. Bagi Provinsi Papua dan Papua Barat diberlakukan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

Aceh[2][sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pemerintahan Aceh

Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa
dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.
Pengakuan Negara atas keistimewaan dan kekhususan daerah Aceh terakhir diberikan melalui
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (LN 2006 No 62, TLN 4633).
UU Pemerintahan Aceh ini tidak terlepas dari Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding)
antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15
Agustus 2005 dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan
sosial, ekonomi, serta politik di Aceh secara berkelanjutan. Hal-hal mendasar yang menjadi isi UU
Pemerintahan Aceh ini antara lain:

1. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem NKRI berdasarkan
UUD Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan
fungsi dan kewenangan masing-masing.
2. Tatanan otonomi seluas-luasnya yang diterapkan di Aceh berdasarkan UU Pemerintahan
Aceh ini merupakan subsistem dalam sistem pemerintahan secara nasional.
3. Pengaturan dalam Qanun Aceh maupun Kabupaten/Kota yang banyak diamanatkan dalam
UU Pemerintahan Aceh merupakan wujud konkret bagi terselenggaranya kewajiban
konstitusional dalam pelaksanaan pemerintahan tersebut.
4. Pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah tercermin melalui pemberian
kewenangan untuk pemanfaatan sumber pendanaan yang ada.
5. Implementasi formal penegakan syari’at Islam dengan asas personalitas ke-Islaman
terhadap setiap orang yang berada di Aceh tanpa membedakan kewarganegaraan,
kedudukan, dan status dalam wilayah sesuai dengan batas-batas daerah Provinsi Aceh.
Pengakuan sifat istimewa dan khusus oleh Negara kepada Aceh sebenarnya telah melalui
perjalanan waktu yang panjang. Tercatat setidaknya ada tiga peraturan penting yang pernah
diberlakukan bagi keistimewaan dan kekhususan Aceh yaitu Keputusan Perdana Menteri Republik
Indonesia Nomor 1/Missi/1959 tentang Keistimewaan Provinsi Aceh, UU 44/1999 tentang
Penyelenggaraan Keistimewaan bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh, dan UU 18/2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Aceh. Dengan dikeluarkannya UU
Pemerintahan Aceh, diharapkan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan di Aceh untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan dan keadilan yang berkesejahteraan di
Aceh.

Jakarta[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pemerintahan DKI Jakarta
Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang
bersifat khusus atau istimewa yang diatur dengan undang-undang. Selain itu, negara mengakui dan
menghormati hak-hak khusus dan istimewa sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Provinsi DKI Jakarta) sebagai satuan pemerintahan yang
bersifat khusus dalam kedudukannya sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
sebagai daerah otonom memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung
penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, perlu diberikan kekhususan tugas,
hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Untuk itulah
Pemerintah Pusat mengeluarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan
Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (LN
2007 No. 93; TLN 4744). UU ini mengatur kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu kota
Negara. Aturan sebagai daerah otonom tingkat provinsi dan lain sebagainya tetap terikat pada
peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah.
Beberapa hal yang menjadi pengkhususan bagi Provinsi DKI Jakarta antara lain:

1. Provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibu kota Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi.
3. Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing,
serta pusat/perwakilan lembaga internasional.
4. Wilayah Provinsi DKI Jakarta dibagi dalam kota administrasi dan kabupaten administrasi.
5. Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah paling banyak 125% (seratus dua puluh lima
persen) dari jumlah maksimal untuk kategori jumlah penduduk DKI Jakarta sebagaimana
ditentukan dalam undang-undang.
6. Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet yang menyangkut kepentingan Ibu kota Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Gubernur mempunyai hak protokoler, termasuk
mendampingi Presiden dalam acara kenegaraan.
7. Dana dalam rangka pelaksanaan kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu kota Negara
ditetapkan bersama antara Pemerintah dan DPR dalam APBN berdasarkan usulan
Pemprov DKI Jakarta.

Papua dan Papua Barat[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Otonomi Khusus Papua
Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang diberi Otonomi Khusus dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi Khusus sendiri adalah kewenangan khusus yang diakui dan
diberikan kepada Provinsi Papua, termasuk provinsi-provinsi hasil pemekaran dari Provinsi Papua,
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua. Otonomi ini diberikan oleh
Negara Republik Indonesia melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 (LN 2001 No. 135 TLN
No 4151).Hal-hal mendasar yang menjadi isi Undang-undang ini adalah:

 Pertama, pengaturan kewenangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Provinsi Papua serta
penerapan kewenangan tersebut di Provinsi Papua yang dilakukan dengan kekhususan;
 Kedua, pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar orang asli Papua serta pemberdayaannya
secara strategis dan mendasar; dan
 Ketiga, mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang berciri:

1. partisipasi rakyat sebesar-besarnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan


dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan melalui
keikutsertaan para wakil adat, agama, dan kaum perempuan;
2. pelaksanaan pembangunan yang diarahkan sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan
dasar penduduk asli Papua pada khususnya dan penduduk Provinsi Papua pada umumnya
dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, pembangunan
berkelanjutan, berkeadilan dan bermanfaat langsung bagi masyarakat; dan
3. penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang transparan dan
bertanggungjawab kepada masyarakat.

 Keempat, pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab yang tegas dan jelas antara
badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta Majelis Rakyat Papua sebagai representasi
kultural penduduk asli Papua yang diberikan kewenangan tertentu.

Pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan,
penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM, percepatan pembangunan ekonomi,
peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua, dalam rangka kesetaraan dan
keseimbangan dengan kemajuan provinsi lain. Otonomi khusus melalui UU 21/2001 menempatkan
orang asli Papua dan penduduk Papua pada umumnya sebagai subjek utama. Orang asli Papua
adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi
Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat
Papua. Sedangkan penduduk Papua, adalah semua orang yang menurut ketentuan yang berlaku
terdaftar dan bertempat tinggal di Provinsi Papua.
Keberadaan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, serta perangkat di
bawahnya, semua diarahkan untuk memberikan pelayanan terbaik dan pemberdayaan rakyat.
Undang-undang ini juga mengandung semangat penyelesaian masalah dan rekonsiliasi, antara lain
dengan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Pembentukan komisi ini dimaksudkan
untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi pada masa lalu dengan tujuan
memantapkan persatuan dan kesatuan nasional Indonesia di Provinsi Papua.

Provinsi DKI Jakarta yang mendapatkan status otonomi khusus dikarenakan faktor manajemen kota
dan posisi sebagai ibukota negara sehingga Kabupaten/Kota yang ada di dalamnya bersifat
administratif.

Pemilihan kepala daerah juga hanya dilakukan untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur,
sedangkan untuk walikota/bupati dan wakilnya ditunjuk oleh gubernur dengan persetujuan DPRD
Provinsi yang berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang merefleksikan
pemberian kewenangan untuk dapat mengurus pemerintahannya sendiri.

Kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai daerah otonom mencakup seluruh urusan
pemerintahan (kecuali urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiscal
nasional, agama, serta bagian-bagian dari urusan pemerintahan lain yang menjadi wewenang
Pemerintah sebagaimana diatur dalam perundang-undangan) dan urusan pemerintahan lainnya
yang diatur dalam UU 29/2007.

Dalam penyelenggaraan kewenangan dan urusan pemerintahan Gubernur bertanggung jawab


kepada Presiden.

Kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lainnya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia meliputi penetapan dan pelaksanaan kebijakan dalam bidang:

1. tata ruang, sumber daya alam, dan lingkungan hidup;


2. pengendalian penduduk dan permukiman;
3. transportasi;industri dan perdagangan;
4. danpariwisata.
Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/12073365#readmore

Kota pertama kali yang diduduki Jepang saat memasuki Indonesia adalah

Tarakan dikuasai Jepang pada tanngal 10 Januari 1942 (beberapa sumber menyebut tanggal 11 Januari).
Kota ini berlokasi di pulau Kalimantan bagian timur. Setelah Tarakan, satu per satu wilayah lain di
Kalimantan juga berhasil diduduki Jepang. Selanjutnya, mereka memperluas penguasaan ke Sumatera.

Penguasaan pada kota Palembang membuka akses Jepang untuk menguasai Jawa yang berlanjut pada
penguasaan Batavia sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda di tanggal 5 Maret 1942.

Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/2302670#readmore

Hajjah Rangkayo Rasuna Said (lahir 14 September 1910 – meninggal 2 November 1965) adalah seorang
tokoh wanita Minangkabau yang terkenal yang aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia lahir
di Maninjau, Kabupaten Agam, dekat dengan kota Bukittinggi di Sumatera Barat.

Rasuna Said menjadi aktif dalam organisasi Sarekat Rakyat dan kemudian menjadi anggota Organisasi
Muslim Indonesia (Persatuan Muslim Indonesia). Dia dipenjara untuk periode kegiatannya oleh Belanda
pada tahun 1932 di Semarang di Jawa Tengah.

Seperti pemimpin wanita Indonesia Raden Ayu Kartini yang terkenal, Rasuna Said memperjuangkan
persamaan antara pria dan wanita. Pada tahun 1937, di Medan, Rasuna mendirikan Perguruan Putri.
Untuk menyebar-luaskan gagasan-gagasannya, ia membuat majalah mingguan bernama “Menara
Poeteri”.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, dia menjadi anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Provinsi Sumatera. Pada tahun 1959, dia diangkat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung,
sebuah posisi yang dia pegang sampai dia meninggal di Jakarta pada tahun 1965.

Rasuna Said dimakamkan di Pemakaman Pahlawan Kalibata di Jakarta Selatan. Dia dinyatakan sebagai
Pahlawan Nasional oleh presiden Soeharto pada tahun 1974.

Namanya saat ini digunakan sebagai salah satu arteri utama Jakarta, Jalan H.R. Rasuna Said, yang
membentang dari selatan Menteng menuju kawasan Kuningan dan Mampang yang ramai.

Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/11885490#readmore

Suatu Konsepsi yang eksplisit khas dari perorangan atau kelompok mengenai sesuatu yang
didambakan merupakan pengertian dari nilai menurut

C. Kluckhohn berpendapat bahwa manusia memiliki sifat dan karakteristik biologis yang menjadi dasar
pengembangan budaya, dan bahwa orang-orang biasanya merasakan kepercayaan dan praktik budaya
mereka sendiri sebagai hal yang normal, wajar, dan alami, dan justru perilaku orang lain yang aneh, atau
bahkan inferior atau tidak normal. Clyde mendefinisikan sebuah nilai sebagai: "sebuah konsepsi,
eksplisit (tersurat) atau implisit (tersirat), merupakan ciri khas seseorang atau karakteristik sebuah
kelompok, yang diinginkan/didambakan sehingga dapat mempengaruhi pemilihan dari berbagai pola
tindakan, sarana, dan tujuan akhir."

Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/12095279#readmore

Pancasila sebagai intisari dari nilai - nilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan pengertian
pancasila sebagai dasar negara

Undang - undang yang mengatur tentang kewenangan Presiden untuk campur tangan dalam bidang
Yudikatif pada masa demokrasi terpimpin adalah pada masa demokrasi terpimpin , presiden
mempunyai kewenangan untuk ikut campur tangan dalam bidang yudikatif tertuang dalam undang
undang nomer 19 tahun 1964 , yang bunyinya trias politika tidak mempunyai tempat sama sekali dalam
hukum nasional indonesia , presiden pemimpin besar revolusi harus dapat melakukan campur tangan
atau turun tangan dalam pengadilan (yudikatif) , yaitu dalam hal" tertentu .

namun undang undang ini bertentangan dengan undang undang dasar 1945 pasal 24 dan 25 , yang
menjelaskan bahwa kekuasaan kehakiman (yudikatif) merupakan kekuasaan yang merdeka , tanpa
adanya campur tangan pemerintah (presiden)

Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/12208646#readmore

Trias Politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan


kepada 3 lembaga berbeda: Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Legislatif
adalah lembaga untuk membuat undang-undang; Eksekutif adalah lembaga
yang melaksanakan undang-undang; dan Yudikatif adalah lembaga yang
mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara keseluruhan,
menginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta menjatuhkan
sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar
undang-undang.

Dengan terpisahnya 3 kewenangan di 3 lembaga yang berbeda tersebut, diharapkan


jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi pemerintahan oleh satu
lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and balances (saling koreksi, saling
mengimbangi). Kendatipun demikian, jalannya Trias Politika di tiap negara tidak selamanya
serupa, mulus atau tanpa halangan.

Sejarah Trias Politika


Pada masa lalu, bumi dihuni masyarakat pemburu primitif yang biasanya mengidentifikasi
diri sebagai suku. Masing-masing suku dipimpin oleh seorang kepala suku yang biasanya
didasarkan atas garis keturunan ataupun kekuatan fisik atau nonfisik yang dimiliki. Kepala
suku ini memutuskan seluruh perkara yang ada di suku tersebut.

Pada perkembangannya, suku-suku kemudian memiliki sebuah dewan yang diisi oleh para
tetua masyarakat. Contoh dari dewan ini yang paling kentara adalah pada dewan-dewan
Kota Athena (Yunani). Dewan ini sudah menampakkan 3 kekuasaan Trias Politika yaitu
kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Bahkan di Romawi Kuno, sudah ada perwakilan
daerah yang disebut Senat, lembaga yang mewakili aspirasi daerah-daerah. Kesamaan
dengan Indonesia sekarang adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Namun, keberadaan kekuasaan yang terpisah, misalnya di tingkat dewan kota tersebut
mengalami pasang surut. Tantangan yang terbesar adalah persaingan dengan kekuasaan
monarki atau tirani. Monarki atau Tirani adalah kekuasaan absolut yang berada di tangan
satu orang raja. Tidak ada kekuasaan yang terpisah di keduanya.

Pada abad Pertengahan (kira-kira tahun 1000 – 1500 M), kekuasaan politik menjadi
persengketaan antara Monarki (raja/ratu), pimpinan gereja, dan kaum bangsawan. Kerap
kali Eropa kala itu, dilanda perang saudara akibat sengketa kekuasaan antara tiga kekuatan
politik ini.

Sebagai koreksi atas ketidakstabilan politik ini, pada tahun 1500 M mulai muncul semangat
baru di kalangan intelektual Eropa untuk mengkaji ulang filsafat politik yang berupa
melakukan pemisahan kekuasaan. Tokoh-tokoh seperti John Locke, Montesquieu, Rousseau,
Thomas Hobbes, merupakan contoh dari intelektual Eropa yang melakukan kaji ulang
seputar bagaimana kekuasaan di suatu negara/kerajaan harus diberlakukan.

Untuk keperluan mata kuliah ini, cukup akan diberikan gambaran mengenai 2 pemikiran
intelektual Eropa yang berpengaruh atas konsep Trias Politika. Pertama adalah John Locke
yang berasal dari Inggris, sementara yang kedua adalah Montesquieu, dari Perancis.

John Locke (1632-1704)


Pemikiran John Locke mengenai Trias Politika ada di dalam Magnum Opus (karya besar)
yang ia tulis dan berjudul Two Treatises of Government yang terbit tahun 1690. Dalam
karyanya tersebut, Locke menyebut bahwa fitrah dasar manusia adalah “bekerja (mengubah
alam dengan keringat sendiri)” dan “memiliki milik (property)." Oleh sebab itu, negara yang
baik harus dapat melindungi manusia yang bekerja dan juga melindungi milik setiap orang
yang diperoleh berdasarkan hasil pekerjaannya tersebut. Mengapa Locke menulis
sedemikian pentingnya masalah kerja ini ?

Dalam masa ketika Locke hidup, milik setiap orang, utamanya bangsawan, berada dalam
posisi yang rentan ketika diperhadapkan dengan raja. Kerap kali raja secara sewenang-
wenang melakuka akuisisi atas milik para bangsawan dengan dalih beraneka ragam. Sebab
itu, kerap kali kalangan bangsawan mengadakan perang dengan raja akibat persengkataan
milik ini, misalnya peternakan, tanah, maupun kastil.

Negara ada dengan tujuan utama melindungi milik pribadi dari serangan individu lain,
demikian tujuan negara versi Locke. Untuk memenuhi tujuan tersebut, perlu adanya
kekuasaan terpisah, kekuasaan yang tidak melulu di tangan seorang raja/ratu. Menurut
Locke, kekuasaan yang harus dipisah tersebut adalah Legislatif, Eksekutif dan Federatif.

Kekuasaan Legislatif adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang. Hal penting yang
harus dibuat di dalam undang-undang adalah bahwa masyarakat ingin menikmati miliknya
secara damai. Untuk situasi ‘damai’ tersebut perlu terbit undang-undang yang mengaturnya.
Namun, bagi John Locke, masyarakat yang dimaksudkannya bukanlah masyarakat secara
umum melainkan kaum bangsawan. Rakyat jelata tidak masuk ke dalam kategori stuktur
masyarakat yang dibela olehnya. Perwakilan rakyat versi Locke adalah perwakilan kaum
bangsawan untuk berhadapan dengan raja/ratu Inggris.

Eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan amanat undang-undang. Dalam hal ini
kekuasaan Eksekutif berada di tangan raja/ratu Inggris. Kaum bangsawan tidak
melaksanakan sendiri undang-undang yang mereka buat, melainkan diserahkan ke tangan
raja/ratu.
Federatif adalah kekuasaan menjalin hubungan dengan negara-negara atau kerajaan-
kerajaan lain. Kekuasaan ini mirip dengan Departemen Luar Negara di masa kini. Kekuasaan
ini antara lain untuk membangun liga perang, aliansi politik luar negeri, menyatakan perang
dan damai, pengangkatan duta besar, dan sejenisnya. Kekuasaan ini oleh sebab alasan
kepraktisan, diserahkan kepada raja/ratu Inggris.

Dari pemikiran politik John Locke dapat ditarik satu simpulan, bahwa dari 3 kekuasaan yang
dipisah, 2 berada di tangan raja/ratu dan 1 berada di tangan kaum bangsawan. Pemikiran
Locke ini belum sepenuhnya sesuai dengan pengertian Trias Politika di masa kini. Pemikiran
Locke kemudian disempurnakan oleh rekan Perancisnya, Montesquieu.

Montesquieu (1689-1755)
Montesquieu (nama aslinya Baron Secondat de Montesquieu) mengajukan pemikiran
politiknya setelah membaca karya John Locke. Buah pemikirannya termuat di dalam
magnum opusnya, Spirits of the Laws, yang terbit tahun 1748.

Sehubungan dengan konsep pemisahan kekuasaan, Montesquieu menulis sebagai berikut :


“Dalam tiap pemerintahan ada tiga macam kekuasaan: kekuasaan legislatif; kekuasaan
eksekutif, mengenai hal-hal yang berkenan dengan dengan hukum antara bangsa; dan
kekuasan yudikatif yang mengenai hal-hal yang bergantung pada hukum sipil. Dengan
kekuasaan pertama, penguasa atau magistrat mengeluarkan hukum yang telah dikeluarkan.
Dengan kekuasaan kedua, ia membuat damai atau perang, mengutus atau menerima duta,
menetapkan keamanan umum dan mempersiapkan untuk melawan invasi. Dengan
kekuasaan ketiga, ia menghukum penjahat, atau memutuskan pertikaian antar individu-
individu. Yang akhir ini kita sebut kekuasaan yudikatif, yang lain kekuasaan eksekutif
negara.

Dengan demikian, konsep Trias Politika yang banyak diacu oleh negara-negara di dunia saat
ini adalah Konsep yang berasal dari pemikir Perancis ini. Namun, konsep Trias Politika ini
terus mengalami persaingan dengan konsep-konsep kekuasaan lain semisal Kekuasaan
Dinasti (Arab Saudi), Wilayatul Faqih (Iran), Diktatur Proletariat (Korea Utara, Cina, Kuba).

Fungsi-fungsi Kekuasaan Legislatif


Legislatif adalah struktur politik yang fungsinya membuat undang-undang. Di masa kini,
lembaga tersebut disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (Indonesia), House of
Representative (Amerika Serikat), ataupun House of Common (Inggris). Lembaga-lembaga
ini dipilih melalui mekanisme pemilihan umum yang diadakan secara periodik dan berasal
dari partai-partai politik.

Melalui apa yang dapat kami ikhtisarkan dari karya Michael G. Roskin, et.al, termaktub
beberapa fungsi dari kekuasaan legislatif sebagai berikut : Lawmaking, Constituency Work,
Supervision and Critism Government, Education, dan Representation.

Lawmaking adalah fungsi membuat undang-undang. Di Indonesia, undang-undang yang


dikenal adalah Undang-undang Ketenagakerjaan, Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional, Undang-undang Guru Dosen, Undang-undang Penanaman Modal, dan sebagainya.
Undang-undang ini dibuat oleh DPR setelah memperhatikan masukan dari level masyarakat.

Constituency Work adalah fungsi badan legislatif untuk bekerja bagi para pemilihnya.
Seorang anggota DPR/legislatif biasanya mewakili antara 100.000 s/d 400.000 orang di
Indnesia. Tentu saja, orang yang terpilih tersebut mengemban amanat yang sedemikian
besar dari sedemikian banyak orang. Sebab itu, penting bagi seorang anggota DPR untuk
melaksanakan amanat, yang harus ia suarakan di setiap kesempatan saat ia bekerja sebagai
anggota dewan. Berat bukan ?

Supervision and Criticism Government, berarti fungsi legislatif untuk mengawasi jalannya
pelaksanaan undang-undang oleh presiden/perdana menteri, dan segera mengkritiknya jika
terjadi ketidaksesuaian. Dalam menjalankan fungsi ini, DPR melakukannya melalui acara
dengar pendapat, interpelasi, angket, maupun mengeluarkan mosi kepada
presiden/perdana menteri.

Education, adalah fungsi DPR untuk memberikan pendidikan politik yang baik kepada
masyarakat. Anggota DPR harus memberi contoh bahwa mereka adalah sekadar wakil
rakyat yang harus menjaga amanat dari para pemilihnya. Mereka harus selalu memberi
pemahaman kepada masyarakat mengenai bagaimana cara melaksanakan kehidupan
bernegara yang baik. Sebab, hampir setiap saat media massa meliput tindak-tanduk mereka,
baik melalui layar televisi, surat kabar, ataupun internet.

Representation, merupakan fungsi dari anggota legislatif untuk mewakili pemilih. Seperti
telah disebutkan, di Indonesia, seorang anggota dewan dipilih oleh sekitar 300.000 orang
pemilih. Nah, ke-300.000 orang tersebut harus ia wakili kepentingannya di dalam konteks
negara. Ini didasarkan oleh konsep demokrasi perwakilan. Tidak bisa kita bayangkan jika
konsep demokrasi langsung yang diterapkan, gedung DPR akan penuh sesak dengan
300.000 orang yang datang setiap hari ke Senayan. Bisa-bisa hancur gedung itu. Masalah
yang muncul adalah, anggota dewan ini masih banyak yang kurang peka terhadap
kepentingan para pemilihnya. Ini bisa kita lihat dari masih banyaknya demonstrasi-
demonstrasi yang muncul di aneka isu politik.

Fungsi-fungsi Kekuasaan Eksekutif


Eksekutif adalah kekuasaaan untuk melaksanakan undang-undang yang dibuat oleh
Legislatif. Fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif ini garis besarnya adalah : Chief of state, Head
of government, Party chief, Commander in chief, Chief diplomat, Dispenser of appointments,
dan Chief legislators.

Eksekutif di era modern negara biasanya diduduki oleh Presiden atau Perdana Menteri. Chief
of State artinya kepala negara, jadi seorang Presiden atau Perdana Menteri merupakan
kepada suatu negara, simbol suatu negara. Apapun tindakan seorang Presiden atau Perdana
Menteri, berarti tindakan dari negara yang bersangkutan. Fungsi sebagai kepala negara ini
misalnya dibuktikan dengan memimpin upacara, peresmian suatu kegiatan, penerimaan
duta besar, penyelesaian konflik, dan sejenisnya.
Head of Government, artinya adalah kepala pemerintahan. Presiden atau Perdana Menteri
yang melakukan kegiatan eksekutif sehari-hari. Misalnya mengangkat menteri-menteri,
menjalin perjanjian dengan negara lain, terlibat dalam keanggotaan suatu lembaga
internasional, menandatangi surat hutang dan pembayarannya dari lembaga donor, dan
sejenisnya. Di dalam tiap negara, terkadang terjadi pemisahaan fungsi antara kepala negara
dengan kepala pemerintahan. Di Inggris, kepala negara dipegang oleh Ratu Inggris, demikian
pula di Jepang. Di kedua negara tersebut kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana
Menteri. Di Indonesia ataupun Amerika Serikat, kepala negara dan kepala pemerintahan
dipegang oleh Presiden.

Party Chief berarti seorang kepala eksekutif sekaligus juga merupakan kepala dari suatu
partai yang menang pemilu. Fungsi sebagai ketua partai ini lebih mengemuka di suatu
negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer. Di dalam sistem parlementer,
kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri yang berasal dari partai yang menang
pemilu. Namun, di negara yang menganut sistem pemerintahan presidensil terkadang tidak
berlaku kaku demikian. Di masa pemerintahan Gus Dur (di Indonesia) menunjukkan hal
tersebut.

Gus Dur berasal dari partai yang hanya memenangkan 9% suara di Pemilu 1999, tetapi ia
menjadi presiden. Selain itu, di sistem pemerintahan parlementer, terdapat hubungan yang
sangat kuat antara eksekutif dan legislatif oleh sebab seorang eksekutif dipilih dari
komposisi hasil suara partai dalam pemilu. Di sistem presidensil, pemilu untuk memilih
anggota dewan dan untuk memilih presiden terpisah.

Commander in Chief adalah fungsi mengepalai angkatan bersenjata. Presiden atau perdana
menteri adalah pimpinan tertinggi angkatan bersenjata. Seorang presiden atau perdana
menteri, meskipun tidak memiliki latar belakang militer memiliki peran ini. Namun,
terkadang terdapat pergesekan dengan pihak militer jika yang menjadi presiden ataupun
perdana menteri adalah orang bukan kalangan militer. Sekali lagi, ini pernah terjadi di era
Gus Dur, di mana banyak instruksi-instruksinya kepada pihak militer tidak digubris pihak
yang terakhir, terutama di masa kerusuhan sektarian (agama) yang banyak terjadi di masa
pemerintahannya.

Chief Diplomat, merupakan fungsi eksekutif untuk mengepalai duta-duta besar yang
tersebar di perwakilan negara di seluruh dunia. Dalam pemikiran trias politika John Locke,
termaktub kekuasaan federatif, kekuasaan untuk menjalin hubungan dengan negara lain.
Demikian pula di konteks aplikasi kekuasaan eksekutif saat ini. Eksekutif adalah pihak yang
mengangkat duta besar untuk beroperasi di negara sahabat, juga menerima duta besar dari
negara lain.

Dispensen Appointment merupakan fungsi eksekutif untuk menandatangani perjanjian


dengan negara lain atau lembaga internasional. Dalam fungsi ini, penandatangan dilakukan
oleh presiden, menteri luar negeri, ataupun anggota-anggota kabinet yang lain, yang
diangkat oleh presiden atau perdana menteri.

Chief Legislation, adalah fungsi eksekutif untuk mempromosikan diterbitkannya suatu


undang-undang. Meskipun kekuasaan membuat undang-undang berada di tangan DPR,
tetapi di dalam sistem tata negara dimungkinkan lembaga eksekutif mempromosikan
diterbitkannya suatu undang-undang oleh sebab tantangan riil dalam implementasi suatu
undang-undang banyak ditemui oleh pihak yang sehari-hari melaksanakan undang-undang
tersebut.

Fungsi-fungsi Kekuasaan Yudikatif


Kekuasaan Yudikatif berwenang menafsirkan isi undang-undang maupun memberi sanksi
atas setiap pelanggaran atasnya. Fungsi-fungsi Yudikatif yang bisa dispesifikasikan kedalam
daftar masalah hukum berikut: Criminal law (petty offense, misdemeanor,felonies); Civil
law (perkawinan, perceraian, warisan, perawatan anak); Constitution law(masalah seputar
penafsiran kontitusi); Administrative law (hukum yang mengatur administrasi
negara); International law (perjanjian internasional).

Criminal Law, penyelesaiannya biasanya dipegang oleh pengadilan pidana


yang di Indonesia sifatnya berjenjang, dari Pengadilan Negeri (tingkat
kabupaten), Pengadilan Tinggi (tingkat provinsi, dan Mahkamah Agung
(tingkat nasional). Civil law juga biasanya diselesaikan di Pengadilan Negeri,
tetapi khusus umat Islam biasanya dipegang oleh Pengadilan Agama.

Constitution Law, kini penyelesaiannya ditempati oleh Mahkamah Konstitusi. Jika individu,
kelompok, lembaga-lembaga negara mempersoalkan suatu undang-undang atau keputusan,
upaya penyelesaian sengketanya dilakukan di Mahkamah Konstitusi.

Administrative Law, penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara, biasanya


kasus-kasus sengketa tanah, sertifikasi, dan sejenisnya.

International Law, tidak diselesaikan oleh badan yudikatif di bawah kendali suatu negara
melainkan atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Duta adalah pejabat diplomatik yang ditugaskan ke pemerintahan asing berdaulat, atau ke sebuah
organisasi internasional, untuk bekerja sebagai pejabat mewakili negerinya. Dalam penggunaan sehari-
harinya dapat digunakan sebagai pejabat setingkat menteri yang ditempatkan di negara asing.

Duta besar atau lengkapnya duta besar luar biasa dan berkuasa penuh adalah pejabat diplomatik
yang ditugaskan ke pemerintahan asing berdaulat, atau ke sebuah organisasi internasional, untuk
bekerja sebagai pejabat mewakili negerinya.
Dalam penggunaan sehari-harinya dapat digunakan sebagai pejabat setingkat menteri yang ditempatkan
di negara asing. Pejabat diplomatik yang melakukan tugas antara dua negara yang tidak memiliki
hubungan diplomatik dikenal sebagai konsulat jenderal. Negara tuan rumah biasanya memberikan kuasa
kepada duta besar untuk menguasai daerah tertentu yang disebut sebagai kedutaan, yang wilayahnya,
staff, dan bahkan kendaraan biasanya diberikan imunitas diplomatik ke banyak hukum di negara
tersebut.

Kedutaan besar adalah kantor perwakilan diplomatik suatu negara yang ditempatkan secara permanen
di ibu kota negara lain atau lembaga/organisasi internasional (seperti PBB). Pejabat diplomatik tertinggi
yang memimpin kedutaan besar disebut duta besar.
konsul atau konsul jenderal adalah pemimpin sebuah konsulat (bahasa Inggris:"Consulate") wakil
resmi sebuah negara bertindak untuk membantu dan melindungi warga negaranya serta menfasilitasi
hubungan perdagangan dan persahabatan (hal ini yang membedakan tugas antara seorang konsul
dengan duta besar yang mewakili sebuah negara) yang ditugaskan di luar wilayah metropolitan atau ibu
kota sebuah negara di luar negeri dan berkewajiban menjaga kepentingan negara serta rakyatnya yang
berada di negara luar negeri tersebut. Kantor tempat konsul bertugas disebut konsulat atau konsulat
jenderal, dan umumnya berada di bawah pimpinan sebuah kedutaan besar, yang biasanya terletak di ibu
kota negara.

Komisariat Tinggi dalam Bahasa Inggris High Commision, merupakan suatu lembaga diplomatik
setingkat Kedutaan Besar antar negara-negara Persemakmuran (Commonwealth). Mengingat sebuah
Kedutaan Besar merupakan perwakilan suatu negara di negara asing, Komisariat Tinggi merupakan
perwakilan diplomatik suatu pemerintah di antara sesama negara-negara Persemakmuran. Contohnya, di
London, Pemerintah Australia diwakili bukan oleh Kedutaan Besar melainkan Komisariat Tinggi, karena
Australia dan Inggris memiliki kepala negara yang sama, yaitu Ratu Inggris. Demikian juga di Selandia
Baru, Pemerintah Australia, Kanada, Inggris diwakili oleh Komisariat Tinggi-nya. Komisariat Tinggi
dipimpin oleh seorang Komisaris Tinggi yang ditunjuk oleh Perdana Menteri masing-masing negara.

Atase adalah perwakilan kantor pemerintah atau departemen teknis yang ditempatkan di luar negeri.
Misalnya, Atase Pertahanan dari Departemen Pertahanan, Atase Perdagangan dari Departemen
Perdagangan, Atase Imigrasi dari Kantor Imigrasi, dan Atase Tenaga Kerja dari Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi. Mereka menyatu dengan perwakilan (kedutaan besar) RI di negara-negara
sahabat, termasuk dalam anggaran

Jika terjadi kekosongan wakil Presiden. MPR melaksanakan sidang selambat – lambatnya 60 hari

Di dalam Konstitusi RIS 1949, terdapat penyimpangan terhadap sistem parlementer, terutama pasa l Di
dalam Konstitusi RIS 1949, terdapat penyimpangan terhadap sistem parlementer, terutama:

Pasal 69 Ayat (1) dan Pasal 118 Ayat (1) Konstitusi RIS, yang berisi Presiden juga berkedudukan
sebagai kepala negara yang tidak dapat diganggu gugat.

Bentuk penyimpangan dari pasal-pasal ini adalah

- Presiden dapat membuat ketetapan sendiri tanpa melalui pertimbangan DPR.

- Presiden dapat membubarkan DPR.

- Kedudukan MPR dan DPR dibawah presiden, karena MPR dan DPR diberi status sebagai menteri.

Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/11641189#readmore Di dalam Konstitusi


RIS 1949, terdapat banyak penyimpangan terhadap sistem parlementer. Antara lain seperti Pasal 74
Ayat (1) KRIS, Pasal 74 Ayat (3) KRIS, Pasal 76 Ayat (1) KRIS, Pasal 68 Ayat (1) KRIS, Pasal 69 Ayat
(1) KRIS, Pasal 118 Ayat (1) KRIS, Pasal 118 Ayat (2) KRIS, Pasal 122 KRIS.

Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/11641189#readmore

Penyerbuan ke markas besar Komando Bersama Amerika, Inggris, Belanda, dan


Australia (ABDACOM) di Pulau Jawa tinggal menunggu hari. Kapal-kapal Angkatan
Laut Jepang sudah berhasil menaklukkan Pulau Kalimantan, pusat pertahanan Belanda
yang juga merupakan sumber minyak yang sangat melimpah. Di kawasan tersebut,
mereka terus menyusun kekuatan, menambah pasukan pendarat, kapal-kapal perang,
serta tak lupa kekuatan udaranya.

Hal yang sama juga terjadi di wilayah barat. Palembang (Sumatra) juga sudah jatuh di
tangan Angkatan Darat Kekaisaran Jepang, berikut ladang minyaknya pada 14 Februari
1942. Lalu bagaimana di bagian timur, seperti di perairan Bali, Timor, dan sekitarnya?
Apakah terjadi pertempuran laut seheboh di perairan Balikpapan?

Pertempuran-pertempuran laut yang terjadi selama proses masuknya Jepang ke


Indonesia ini, antara satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Semua peperangan
di samudra ini merupakan satu rentetan peristiwa. Pertama, kapal-kapal perang yang
terlibat di dalamnya kebanyakan adalah sama, khususnya dari pihak Sekutu (ABDA).
Kapal yang selamat, akan diperbantukan dalam perang lainnya. Kedua, kejadian-
kejadian tersebut merupakan konsekuensi dari strategi “Operasi Gurita” yang
dicetuskan Laksamana Takeo Kurita. Dalam hal ini, pergerakan invasi Jepang harus
menyerupai tentakel gurita, menggeliat dari satu tempat ke tempat lain

Mahkamah Konstitusi (MK) wajib memeriksa, mengadili dan memutus dengan seadil-seadilnya terhadap
pendapat DPR selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari.

Mekanisme pemberhentian presiden, diatur pada Pasal 7B ayat (4) Perubahan Ketiga UUD 1945, yaitu

(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutuskan dengan seadil-adilnya terhadap
pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan
Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.

Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/12247735#readmore

. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA :

1. Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaanya masing-masing
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

2. Hormat-menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang
berbeda-beda, sehingga terbina kerukunan hidup.
3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaanya.

4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

II. SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB :

1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.

2. Saling mencintai sesama manusia.

3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.

4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.

5. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

7. Berani membela kebenaran dan keadilan.

8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu di kembangkan
sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

III. SILA PERSATUAN INDONESIA :

1. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan
pribadi atau golongan.

2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.

3. Cinta tanah air dan bangsa.

4. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.

5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika.

IV. SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN
:

1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.

2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.

3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.

4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.

5. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan.

6. Musyawarah di lakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
7. Keputusan yang di ambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

V. SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA :

1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
ke gotong-royongan.

2. Bersikap adil.

3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

4. Menghormati hak-hak orang lain.

5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.

6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.

7. Tidak bersifat boros.

8. Tidak bergaya hidup mewah.

9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.

10. Suka bekerja keras.

11. Menghargai hasil karya orang lain.

12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Anda mungkin juga menyukai