Anda di halaman 1dari 10

A.

Pengertian Hukum Lingkungan

Istilah hukum lingkungan dalam Bahasa Inggris dikenal dengan istilah

“environmental law”, “millieeurecht” dalam Bahasa Belanda, “l, environnement”

dalam Bahasa Prancis, “umweltrecht” dalam Bahasa Jerman, “hukum alam seputar”

dalam Bahasa Malaysia, “batas nan kapaligiran” dalam Bahasa Tagalog, “sin-ved-

lom kwahm” dalam Bahasa Thailand, “qomum al-biah” dalam Bahasa Arab.1

Adapun pengertian tentang hukum lingkungan, meskipun usianya masih

tergolong muda sebagai suatu kajian tersendiri, namun telah banyak dikemukakan

para ahli hukum yang mengkaji hukum lingkungan. Beberapa diantaranya adalah :

1. Menurut St. Munadjat Danusaputro, hukum lingkungan itu dapat dibedakan

atas hukum lingkungan klasik yang berorientasi pada penggunaan lingkungan

(use-oriented law) dan hukum lingkungan modern yang berorientasi pada

lingkungan itu sendiri (environment oriented law).

Klasifikasi Hukum Lingkungan (HL) ke dalam Hukum Lingkungan modern dan

Hukum Lingkungan Klasik, sebagai berikut :

a. Hukum Lingkungan Klasik (Kuno) : secara mendasar lebih berorientasi pada

penggunaan lingkungan hidup (LH), yakni “Use oriented law”.

Secara singkat dapat dikatakan, bahwa “Hukum Lingkungan Klasik

menetapkan ketentuan dan norma-norma dengan tujuan terutama sekali

untuk menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber daya

lingkungan dengan berbagai akal dan kepandaian manusia mencapai

hasil semaksimal mungkin, dan dalam jangka waktu yang sesingkat-

singkatnya”.2

1
St. Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan Buku I : Umum, (Jakarta: Binacipta,
1985), hlm. 34.
2
Ibid., hlm. 89-90.
1
b. Hukum Lingkungan Modern (HLM)

“Menetapkan ketentuan norma-norma guna mengatur tindak perbuatan

manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan

kemerosotan mutunya demi untuk menjamin kelestariannya agar dapat

secara langsung terus menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun

generasi-generasi mendatang”.3

Hukum Lingkungan ini “menjaga dan memelihara lingkungan hidup

(LH). Oleh karena itu, Hukum Lingkungan Modern (HLM) merupakan

hukum yang berorientasi kepada lingkungan (Environmental Oriented law).

Hukum Lingkungan modern harus juga memiliki sifat-sifat yang utuh

menyeluruh atau “komprehensif-integral”.4

2. Koesnadi Hardjasoemantri, mengemukakan bahwa Hukum Lingkungan di

Indonesia dapat meliputi banyak aspek seperti “Hukum Tata Lingkungan”,

Hukum Perlindungan Lingkungan, Hukum Kesehatan Lingkungan, Hukum

Pencemaran Lingkungan, dsb. Beliau membahas secara luas tentang Hukum

Tata Lingkungan (HTL), yaitu “hukum yang mengatur penataan lingkungan

guna mencapai keselarasan hubungan antara manusia dan lingkungan hidup,

baik lingkungan hidup fisik maupun lingkungan hidup sosial budayanya”.5

3. Th. G. Drupsteen. Ia mengemukakan bahwa Hukum Lingkungan (Milieurecht)

sebagai berikut : “Hukum lingkungan adalah hukum yang berhubungan dengan

lingkungan alam dalam arti yang seluas-luasnya”. Ruang lingkupnya berkaitan

dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pegelolaan lingkungan. Dengan

3
Ibid., hlm. 35-36.
4
Ibid., hlm. 35-36.
5
Hardjasoemantri, 2009, Hukum Tata Lingkungan , Ed.VIII, Cet. Ke 20, Gadjah Mada
Unersity Press, Yogyakarta, hal.45.

2
demikian, Hukum Lingkungan merupakan “instrumentarium yuridis bagi

pengelolaan lingkungan hidup”.6

4. Siti Sundari Rangkuti: “Hukum Lingkungan adalah hukum yang mengatur

hubunga timbal balik antara manusia dengan makhluk hidup lainnya yang

apabila dilanggar dapat dikenakan sanksi.7

5. Andi Hamzah. Menurutnya, Hukum Lingkungan mempunyai 2 (dua) dimensi,

yaitu: Pertama, ialah ketentuan tentang tingkah laku masyarakat, yang

kesemuanya bertujuan supaya anggota masyarakat dihimbau bahkan kalau perlu

dipaksa memenuhi Hukum Lingkungan yang tujuannya memecahkan masalah

lingkungan hidup. Kedua, suatu dimensi yang memberi hak, kewajiban, dan

wewenang badan-badan pemerintah dalam mengelola lingkungan hidup. Dengan

demikian, Hukum Lingkunganberisi kaidah-kaidah tentang perilaku masyarakat

yang positif terhadap lingkungannya, langsung atau tidak langsung. Secara

langsung kepada masyarakat hukum lingkungan menyatakan apa yang dilarang

dan apa yang dibolehkan. Secara tidak langsung kepada warga masyarakat,

hukum lingkungan memberikan landasan bagi yang berwenang untuk

memberikan kaidah kepada masyarakat.8

Sederhananya, dari setiap arti terhadap hukum lingkungan tersebut dapat kita

pahami, bahwa hukum lingkungan itu merupakan keseluruhan peraturan yang

mengatur tentang apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan terhadap

lingkungan, yang pelaksanaan peraturan tersebut dapat dipaksakan dengan sanksi

oleh penguasa/pihak yang berwenang.9

6
Ibid, hal 42. dan/atau 1999, hal. 38-39.
7
Rangkuti, Siti Sundari, 2000, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Edisi Kedua,
Airlangga University Press, Surabaya, hal. 2.
8
Andi Hamzah (1995:10) dalam Yunus Wahid, dkk. 2007, hal. 18.
9
Muhammad Erwin, 2015, Hukum Lingkungan dalam Sistem Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup di Indonesia, Edisi Revisi, Refika Aditama, Bandung, hal. 12.
3
B. Sumber-sumber Hukum Lingkungan

1. Istilah dan Pengertian

Sumber-sumber hukum lingkungan10 pada dasarnya mengikuti sumber

hukum pada umumnya. Dalam ilmu hukum, sumber hukum dapat dilihat dari

berbagai aspek sehingga mempunyai pengertian yang berbeda-beda sesuai

dengan sudut pandang yang kita gunakan. Sudut pandang dan arti tersebut, yang

umum diketahui adalah sumber hukum dalam arti : sejarah, sosiologi, filsafat,

ekonomi dan agama, serta sumber formal. Dalam garis besarnya, secara

keseluruhan itu di golongkan kedalam 2 macam, yaitu: (1) sumber hukum

materiil dan (2) sumber hukum formal.

2. Beberapa Pandangan

Ada banyak istilah dan sudut pandang yang digunakan dalam

membicarakan sumber-sumber hukum pada umumnya, sehingga juga memiliki

berbagai arti sesuai dengan sudut pandang yang digunakan itu. Dengan

demikian, sumber hukum dapat dilihat dalam berbagai arti, yakni :

(1) Sumber hukum dalam arti sejarah (historis), yakni sumber pengenalan

hukum darimana pembentuk hukum memperoleh bahan (hukum yang

dibentuk itu). Menurut Danusaputro, dalam konteks hukum lingkungan ,

sumber historisnya terletak pada tata hukum lingkungan lama yang juga ada

kalanya disebut hukum lingkungan klasik, yakni yang telah melandasi

pembentukan dan perkembangan hukum lingkungan yang kini sedang

berlaku (hukum lingkungan positif).

10
Materi ini merupakan bahan kuliah Hukum Lingkungan pada Fakultas Hukum Unhas,
Kamis tgl. 12 Maret 1990, terakhir direvisi, senin tanggal 9 januari 2012, dirangkum
dengan beberapa sumber/rujukan, serta dengan penyesuaian-penyesuaian seperlunya,
termasuk penjelasan sesuai dengan rujukan lainnya.
4
(2) Sumber hukum dalam arti sosiologis, adalah faktor-faktor yang menentukan

isi hukum positif misalnya agama, ekonomi, dan sebagainya. Menurut E.

Utrecht, apa yang menjadi sumber hukum menurut anggapan ahli sosiologi

dan seorang antropologi budaya, ialah “masyarakat sesungguhnya”. Yang

ditinjau adalah lembaga-lembaga sosial (social institutes) semuanya. Yang

pada gilirannya diketahuilah apa yang dirasakan sebagai hukum (kaidah

yang diberi sanksi oleh penguasa masyarakat) dalam berbagai lembaga sosial

tersebut.11 Dalam kaitan ini van Apeldoorn mengemukakan bahwa menurut

ahli sosiologi, “sumber hukum ialah faktor-faktor yang menentukan isi

hukum positif, misalnya keadaan-keadaan ekonomi, pandangan agama, saat-

saat psikhologis”.penyelidikan mengenai hal faktor-faktor tersebut

memerlukan kerjasama dari berbagai disiplin ilmu seperti terutama sejarah

(sejarah hukum, dan ekonomi), psikologi dan ilmu falsafat.12 Jadi, sumber

hukum dalam arti sosiologis ini adalah salah satu sumber materiil.

(3) Sumber hukum dalam arti Filsafat, ialah sebagai sumber isi hukum, yakni

ukuran mengenai isi hukum itu. Juga sebagai sumber kekuatan mengikatnya

hukum. Dalam hal ini, Apeldoorn memandang bahwa dalam filsafat hukum,

perkataan sumber hukum dipakai dalam dua arti, yaitu: (a) sebagai sumber

untuk isi hukum dan; (b) sebagai sumber untuk kekuatan mengikat dari

hukum.

Dalam konteks hukum lingkungan, Danusaputro mengemukakan bahwa,

sumber filsafat hukum lingkungan mengandung dua arti, yaitu: (1) landasan

dasarnya, atas mana hukum lingkungan memiliki daya mengikatnya; dan (2)

11
E. Utrecht, 1957, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, cetakan ke-4, -, hal. 115.
12
Van Apeldoorn, L.J., 1973, Pengantar Ilmu Hukum, Ind. Oetarid Sadino, cet. Ke 12,
Pradnya Paramita, Jakarta, hal 88.
5
daya mampu manusia, yang merupakan sumber terciptanya hukum

lingkungan.

(4) Sumber hukum dari sudut/ dalam arti ekonomi.

Bagi ahli ekonomi, menurut Utrecht, apa yang menjadi sumber hukumnya

ialah apa yang tampak dalam lapangan ekonomi. Sumber hukum dalam arti

ini ialah kondisi dan sifat-sifat perekonomian yang sedang dihadapi oleh

masyarakat atau bangsa yang bersangkutan, dan untuk saat ini kondisi

perekonomian global juga dengan sendirinya mempengaruhi pembentukan

hukum.

(5) Sumber hukum dari sudut agama.

Menurut Utrecht, bagi ahli agama (ulama, theologi) yang menjadi sumber

hukum atau dasar-dasar hukum yang sungguh-sungguh ialah kitab-kitab suci

dan dasar agamanya.13

(6) Sumber hukum Formal14 (bagi sarjana hukum/ahli hukum), yakni sumber

mengenai bentuknya yang menyebabkan (bahan-bahan) hukum itu berlaku

positif dan mengikat. Menurut van Apeldoorn, bahwa bagi ahli hukum serta

para praktisi hukum, sumber hukum adalah peristiwa-peristiwa darimana

timbul hukum yang berlaku (yang mengikat hakim dan penduduk). Hal ini

dikatakan sebagai sumber hukum dalam arti formil, karena orang semata-

mata mengingat cara dan bentuk dalam mana timbul hukum positif tanpa

mempersoalkan darimana asal-usul peraturan-peraturan hukum itu, yakni

Undang-undang, kebiasaan dan traktat. Dikatakan bahwa Undang-undang,

kebiasaan dan traktat membentuk pandangan-pandangan hukum menjadi

13
E. Utrecht, Ibid.
14
Yunus Wahid AM, 2011,Aktualisasi Kearifan Lokal menuju Hukum Lingkungan
yang Responsif, Cetakan Pertama, Pustaka Pena Press Makassar, hal. 32-35.
6
peraturan-peraturan hukum, menciptakan hukum sebagai kekuasaan yang

mengikat.15

Dalam konteks hukum lingkungan, Danusaputro mengemukakan, bahwa

sumber formal (menurut bentuknya) menunjukkan wadah, dalam mana

hukum lingkungan terbentuk dan diterapkan, seperti bentuk: (1) kebiasaan;

(2) peraturan perundang-undangan; (3) perjanjian internasional; (4)

keputusan peradilan; (5) ajaran para widya (cerdik pandai).

(7) Sumber hukum materil, adalah sumber yang menentukan “isi” hukum itu,

yaitu apa yang dipandang sebagai hal yang seharusnya terjadi, dan

dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pandangan agama, filsafat,

ekonomi, politik, sosial, antropologi budaya, sejarah, dsb. Jadi semua

sumber yang tidak termasuk sebagai sumber hukum formal adalah bagian

dan termasuk sebagai sumber hukum materil secara bersama-sama dan

integral –utuh menyeluruh.

C. Kedudukan Hukum Lingkungan

Pada awal-awal perkembangan hukum lingkungan,terjadi diskursus

mengenai kedudukan hukum lingkungan, apakah merupakan cabang ilmu

hukum yang berdiri sendiri atau hanya merupakan bagian dari bidang-bidang

hukum yang sudah ada yang memuat aturan atau yang mengatur tentang

lingkungan hidup.Dalam perkembangan setelah era tahun 1970-an kedudukan

ilmu hukum lingkungan diakui sebagai cabang ilmu hukum yang berdiri sendiri.

Dari segi subtansi hukum yang diaturnya, hukum lingkungan memiliki

kedudukan sebagai hukum fungsional (functionale rechtsvakken), yaitu

mengandung terobosan antara berbagai disiplin ilmu hukum klasik (tradisional).

15
Van Apeldoorn, Opcit, hal. 90.
7
Hukum Lingkungan genus merupakan cabang ilmu tersendiri, namun bagian

terbesar subtansinya merupakan ranting dari hukum administrasi. Begitu juga

pandangan yang dianut di negara-negara Anglo-Amerika, hukum lingkungan

masuk golongan “public law”.416

Sebagian besar materi hukum lingkungan merupakan bagian hukum

administrasi, para pakar sependapat bahwa materi hukum lingkungan juga

mengandung aspek hukum perdata, pidana, bahkan internasional, sepanjang

bidang-bidang hukum tersebut memuat ketentuan yang berkaitan dengan

pengelolaan lingkungan. Sebagai implikasinya, maka dalam hukum lingkungan

dikenal pembidangan hukum lingkungan administrasi, hukum lingkungan

keperdataan, hukum lingkungan pidana (aspek pidana), dan hukum lingkungan

internasional.

Dapat dipahami bahwa hukum lingkungan berkedudukan sebagai cabang

ilmu hukum yang berdiri sendiri, yag secara subtansial materi muatannya

sebagian besar merupakan bagian hukum administrasi. Mengingat materi

muatannya juga merupakan aspek hukum pidana, perdata, dan internasional,

maka ia tidak dapat di golongkan dalam salah satu pembidangan hukum klasik

(hukum publik atau hukum privat). Hukum lingkungan merupakan “hukum

fungsional”, karena memuat materi berbagai disiplin ilmu hukum tersebut.5

Merujuk pendapat Lawrence M. Freidman tentang unsur-unsur sistem

hukum, yaitu struktur hukum (legal structure)17, subtansi hukum (legal

subtance), dan budaya hukum (legal culture),6 maka berfungsinya hukum

lingkungan akan ditentukan oleh faktor unsur tersebut, yaitu :

16
Siti Sundari Rangkuti, Opcit, hal. 5.
17
Lawrence M. Friedman, American Law: An Introduction, (New York: W.W Norton &
Co., 1984)
8
1. Faktor Struktur hukum adalah kelembagaan pengelolaan seperti

Kementerian Lingkungan, kementerian sektor, dan

badan/dinas/kantor lingkungan di daerah.

2. Faktor Subtansi adalah asas dan kaidah yang terdapat dalam

peraturan perundangan dibidang lingkungan, harus didukung oleh

perangkat peraturan pelaksanaan yang isi kaidahnya memberikan

kewenangan yang jelas, sinkron dan harmonis satu sama lain.

3. Faktor Budaya Hukum berkaitan erat dengan kesadaran hukum

masyarakat untuk taat atau patuh pada kaidah-kaidah hukum

lingkungan.

D. Pembagian/ Klasifikasi Hukum Lingkungan

1. Th.G. Drupsteen membagi hukum lingkungan (berdasarkan subyek dan

obyeknya) kedalam :

a. Hukum Lingkungan Pemerintahan (Bestuurs rech telijk Milieurecht) yang

merupakan bagian terbesar hukum lingkungan, oleh karena PLH

(pengelolaan lingkungan hidup) terutama dilakukan oleh pemerintah.

Hukum lingkungan pemerintah ini ada yang dibuat oleh Pemerintah

Pusat (Nasional); Pemerintah Daerah, badan-badan internasional atau

melalui perjanjian internasional.

b. Hukum Lingkungan Keperdataan (Privaatrechtelijk milieurecht);

c. Hukum Lingkungan Ketatanegaraan (Staatsrechtelijk milieurecht);

d. Hukum Lingkungan Kepidanaan (Strafrechtelijk milieurecht) sepanjang

bidang-bidang hukum itu memuat ketentuan-ketentuan yang berkaitan

dengan lingkungan hidup.

9
Selanjutnya, “Hukum Lingkungan Pemerintahan” (subtansi HL yang

dominan) dibagi kedalam : (1) Hukum Kesehatan lingkungan; (2) Hukum

Perlindungan Lingkungan dan; (3) Hukum tata ruang.18

2. Koesnadi Hardjasoemantri. Beliau membagi hukum lingkungan (berdasarkan

aspek yang merupakan titik berat pengaturannya serta kondisi yang dihadapi)

kedalam 6 (enam) kelompok, yaitu:

a. Hukum Tata Lingkungan.

b. Hukum Perlindungan Lingkungan.

c. Hukum Kesehatan Lingkungan.

d. Hukum Pencemaran Lingkungan (dalam kaitannya dengan misalnya

pencemaran oleh industri, dan sebagainya).

e. Hukum Lingkungan Transnasional/Internasional (dalam kaitannya dengan

hubungan antar negara).

f. Hukum Sengketa Lingkungan (dalam kaitannya dengan misalnya

penyelesaian masalah ganti kerugian, dan sebagainya).

Menurut Hardjasoemantri, aspek-aspek Hukum Lingkungan tersebut dapat

ditambah dengan aspek-aspek lainnya, sesuai dengan kebutuhan dan

perkembangan PLH di masa-masa yang akan datang.19

18
Lihat Hardjasoemantri, 2009, Op.cit, hal. 40-41.
19
Hardjasoemantri, 1999, Op.cit, hal. 41-42
10

Anda mungkin juga menyukai