Istilah Hukum Lingkungan dalam literatur berbahasa asing seperti Inggris disebut
Perancis: Droit de I’environment, bahasa Malaysia: Hukum Alam Seputar (Sekeliling), bahasa
Tagalog: Batas nan Kapaligiran, bahasa Thailand: Sin-ved-lom Kwahm, dan bahasa Arab:
Qonun al-Bi’ah.
Hukum lingkungan dapat diartikan sebagai seperangkat aturan yang ditujukan kepada
kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi kualitas lingkungan, baik secara alami maupun buatan
manusia. Sedangkan ditinjau dari aspek fungsi hukum dan luasnya lingkup pengaturan
yuridis bagi pengelolaan lingkungan. Hukum lingkungan dengan demikian adalah hukum
adalah “ hukum yang mengatur tatanan lingkungan hidup”. Dilihat dari orientasi pengaturan
hukumnya, hukum lingkungan dibedakan antara hukum lingkungan klasik dan hukum
lingkungan modern. Hukum lingkungan klasik secara mendasar lebih berorientasi kepada
sumber-sumber daya lingkungan dengan berbagai akal dan dalam jangka waktu yang
lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya demi untuk menjamin kelestariannya
1
agar dapat secara langsung terus menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi
mendatang. Dalam kaitan ini maka hukum lingkungan klasik bersifat sektoral, kaku, dan
mudah ketinggalan zaman, sebaliknya hukum lingkungan modern bersifat utuh menyeluruh
antarnegara).
Aspek-aspek diatas, masih dapat ditambah dengan aspek-aspek lainnya, sesuai dengan
kebutuhan perkembangan pengelolaan lingkungan hidup dimasa yang akan datang. Lebih
lanjut ditegaskan, hukum Tata Lingkungan mengatur penataan lingkungan guna mencapai
keselarasan hubungan antara manusia dan lingkungan hidup sosial budaya. Hukum Tata
tatanan kegunaan dan penggunaan lingkugan secara bijaksana untuk berbagai keperluan,
sehingga dengan pengaturan tersebut tujuan hukum lingkungan dapat diwujudkan melalui
tata cara konkret dalam rangka melestarikan kemampuan lingkungan yang serasi dan
manusia. Bidang garapnya melalui tata ruang, tata guna tanah, tata cara peran serta
2
masyarakat, tata cara peningkatan upaya pelestarian kemampuan lingkungan, tata cara
tata cara ganti kerugian dan pemulihan lingkungan serta penataan keterpaduan pengelolaan
lingkungan hidup.
hukum lingkungan, apakah merupakan cabang ilmu hukum sudah ada yang memuat aturan
atau mengatur tentang lingkungan hidup. Polak misalnya tidak menyetujui bahwa hukum
lingkungan sebagai cabang ilmu hukum yang berdiri sendiri melainkan hanya sebagai
penampang (dwarsdoorsnede) dari bidang-bidang hukum yang sudah ada. Sebaliknya Leenen
kurang sependapat dengan Polak, karena menurutnya bidang-bidang hukum lainnya juga
Spesialisasi tersebut akan tetap mempunyai hubungan erat dengan ilmu pengetahuan
hukum pada umumnya. Namun dalam perkembangan selanjutnya, terutama setelah era tahun
1970-an kedudukan hukum lingkungan diakui sebagai cabang ilmu hukum yang berdiri
sendiri. Bahkan sejak tahun 1975 UNEP sebagai salah satu lembaga di PBB diberi tugas
untuk mengembangkan hukum lingkungan dan menjadi tugas fungsional di WCED Experts
Group on Environment Law yang bertugas menyiapkan kerangka hukum dan kelembagaan
Dari substansi hukum yang diaturnya, hukum lingkungan memiliki kedudukan sebagai
disiplin ilmu hukum klasik (tradisional). Hukum lingkungan sebagai genus merupakan
cabang ilmu tersendiri, namun bagian terbesar substansinya adalah merupakan ranting dari
3
hukum lingkungan masuk golongan “Publik Law”. Semula yang bersifat sederhana dan
administrasi negara, sesuai berbagai segi kehidupan dalam masyarakat yang semakin
kompleks. Segi hukum lingkungsn administrasi muncul apabila keputusan dalam penguasa
misalnya dalam prosedur perizinan, pembukuan buku mutu lingkungan, prosedur analisis
administrasi, para pakar sependapat bahwa materi hukum lingkungan juga ada mengandung
aspek hukum perdata, pidana, bahkan internasional, sepanjang bidang-bidang hukum tersebut
hukum lingkungan keperdataan, hukum lingkungan pidana (aspek pidana), dan hukum
lingkungan internasional.
Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa hukum lingkungan berkedudukan sebagai
cabang ilmu hukum ysng berdiri sendiri, yang secara substansial materi muatannya sebagian
besar merupakan bagian dari hukum administrasi. Mengingat materi muatannya yang juga
memuat aspek hukum pidana, hukum perdata, dan internasional, maka ia tidak dapat
digolongkan dalam salah satu pembidangan hukum klasik (hukum publik atau hukum privat).
Hukum lingkungan merupakan “hukum fungsional”, karena memuat materi berbagai disiplin
ilmu hukum tersebut. Sebagai hukum fungsional, dengan materi muatan sebagian besar
merupakan bagian dari hukum administrasi, maka kejelasan wewenang, kelembagaan, dan
dan keterlibatan semua pihak yang berkepentingan, baik instansi pemerintah, swasta, maupun
4
Merujuk pendapat Lawrence M. Freidmen tentang unsur-unsur sistem hukum yaitu,
struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum, maka berfungsinya hukum lingkungan
akan ditentukan oleh ketiga faktor tersebut. Faktor struktur hukum adalah kelembagaan ini
harus memiliki kewenangan yang jelas dan tidak tumpang tindih antara satu dengan yang
hubungan antara pusat dan daerah serta antardaerah terutama dalam aspek lingkungan yang
bersifat lintas provinsi/kabupaten kota, faktor substansi adalah faktor asas dan kaidan yang
perangkat peraturan pelaksanaan yang isi kaidahnya memberikan kewenangan yang jelas,
sinkron, dan harmonis satu sama lain. Faktor budaya hukum berkaitan dengan kesadaran
hukum masyarakat untuk taat dan patuh pada kaidah-kaidah hukum lingkungan. Untuk itu
peningkatan kemampuan pejabat dan kesadaran hukum (lingkungan) dari warga masyarakat
Hukum lingkungan merupakan bidang ilmu yang relatif muda, yang secara global
melindungi dan memelihara lingkungan hidup, maka tumbuh pulalah perhatian hukum
kepadanya, sehingga menyebabkan tumbuh dan berkembangnya cabang hukum baru yang
telah dimulai sejak tahun 1950-an. Hal ini sebagai akibat terjadinya berbagai kasus
lingkungan beserta akibatnya. Dalam konteks ini terbit juga buku Rachel Carson yang
5
berjudul “the silent Spring” pada tahun 1962. Kesadaran lingkungan ini mencapai puncaknya
dari tanggal 5-16 Juni 1972. Hasil-hasil konferensi Stockholm , yaitu Deklarasi Stockholm
dan rekomendasi yang merupakan rencana aksi lingkungan hidup, telah memberikan
landasan dan arahan kepada dunia untuk memberikan pengaturan tentang maslah lingkungan
hdiup. Berbagai kesepakatan dan dokumen tersebut telah dijadikan referensi internasional
dan sekaligus merupakan tonggak sejarah penting bagi perkembangan hukum lingkungan
global.
meliputi prinsip-prinsip umum dan tanggung jawab yang berkaitan dengan sumber daya alam
dan gangguan lingkungan. Prinsip tersebut meliputi : pengakuan hak dasar manusia atas
lingkungan untuk kesehatan dan kesejahteraan manusia, keadilan antar generasi dalam
berkesinambungan ekosistem serta proses ekologi yang esensial bagi berfungsinya biosfer,
penetapan tolok ukur lingkungan dan pemantauan, analisis mengenai dampak lingkungan dari
setiap kegiatan, kewajiban pemberitahuan dini secara tepat waktu, akses yang sama dan
proses yang tepat waktu dalam prosedur administrasi dan keadilan, kegiatan pelestarian
lingkungan harus sebagai bagian intergral dari perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
Prinsip hukum berikutnya adalah berkenaan dengan sumber daya alam lintas batas dan
gangguan lingkungan. Prinsip tersebut adalah pemanfaatan sumber daya alam secara
memadai dan adil, pencegahan dan pemulihan gangguan lingkungan lintas batas, jaminan
yang ketat dalam tindakan pencegahan kegiatan yang berbahaya, ksepakatan dalam hal biaya
pencegahan jauh melebihi kerusakan lintas batas, perlakuan non diskriminasi terhadap pelaku
kerusakan atau gangguan lingkungan kewajiban umum untuk bekerja sama tentang
6
pemanfaatan, pecegahan dan pengurangan gangguan lingkungan lintas batas, pertukaran
informasi,
analisis lingkungan dan pemberitahuan awal, konsultasi dini, kerjasama penilaian dan
kemungkinan menimbulkan gangguan lingkungan lintas batas dan perlakuan yang sama
dalam prosedur administrasi dan peradilan dalam hal terjadi gangguan lintas batas.
Prinsip hukum lainnya yang diusulkan oleh Expert Group dalam laporannya tersebut
adalah tentang tanggung jawab begara, yang menentukan bahwa negara harus menghentikan
peraturan perundang- yang berkaitan dengan lingkungan, juga sudah ada sebelum konferensi
Stockholm 1972 yang dibuat jauh sebelum tahun 1972 pada masa pemerintahan kolonisl
Belanda yang diberlakukan ketentuan tentang kehutanan, tentang gangguan oleh tempat
usaha/ pabrik (hinder ordonnantie) stb.1926 No.226 yang diubah dan ditambah terakhir
dengan Stb.1940 No.14 dan 450 tentang pengairan (Algemeen Waterreglement 1936),
tetapi sebelum tahun 1970an, antara lain : UU No. 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok
7
Agraria, UU No. Tahun 1967 tentang Kehutanan (sekarang telah diganti dengan UU No. 41
Tahun 1999) dan UU No. 11 Tahun 1967 tentang pertambangan (sekarang telah diganti
dengan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara). Pengaturan
hukum ini selain bersifat sektoral, orientasinya belum sepenuhnya ditujukan kepada
perlindungan lingkungan. Oleh karena itu, sebelum era tahun 1980-an hukum lingkungan
belum merupakan cabang ilmu hukum yang berdiri sendiri sebagaimana kita kenal sekarang
ini. Ia belum banyak dikenal dan belum banyak diajarkan di lingkungan pendidikan tinggi
hukum di Indonesia.
Indonesia pertama kali diberikan oleh Mochtar Kusumaatmadja dalam seminar lingkungan
pemikiran dan saran mengenai pengaturan hukum masalah lingkungan hidup manusia.