Disusun Oleh :
Aulia Nugraha Sutra Ashary
A. Pendahuluan
Kepedulian umat manusia terhadap lingkungan hidup pada saat ini sudah
merupakan kepedulian global dalam rangka kepentingan hidup umat itu sendiri.
Kepedulian sekelompok manusia saja terhadap lingkungan hidup tidak cukup oleh
karena perubahan suatu lingkungan yang dampaknya bukan saja terbatas secara
lokal, tetapi berdampak global. Itulah sebabnya mengapa "United Nations
Conference on the Human Environment" yang di selenggarakan di Stockholm
tanggal 5 - 16 Juni 1972 telah menegaskan bahwa pengelolaan lingkungan hidup
demi pelestarian kemampuan lingkungan hidup merupakan kewajiban dari
segenap umat manusia dan setiap pemerintah di seluruh dunia.
Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat, hukum lingkungan
merupakan instrumen administrasi negara dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Hukum lingkungan menjadi pedoman dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tersebut. Norma perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup menjadi pedoman dalam penyelenggaraan
perizinan bidang lingkungan hidup.
Selama ini pengelolaan lingkungan hidup cenderung hanya pada pemanfaatan
lingkungan hidup sebagai objek pembangunan. Pengelolaan lingkungan hidup
berarti manajemen terhadap lingkungan hidup atau lingkungan dapat dikelola
dengan melakukan pendekatan manajemen. Pendekatan manajemen lingkungan
mengutamakan kemampuan manusia dalam mengelola lingkungan, sehingga
pandangan yang lazim disebut dengan ramah lingkungan (Supriadi, 2008).
Sikap dan kelakuan pro lingkungan tidak boleh anti pembangunan (Soemarwoto,
2001).
Upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada
norma-norma hukum lingkungan berarti secara seimbang antara kepentingan
ekonomi, pelestarian fungsi lingkungan dan kondisi sosial. Inilah pentingnya
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam penyelenggaraan tugas-tugas
pemerintahan terkait pengelolaan lingkungan hidup. Selama ini, kedua hal
tersebut seolah-olah terpisah satu sama lain. Pemerintah dan kalangan swasta
dipandang sebagai pihak yang lebih mengutamakan kepentingan ekonomi
dibandingkan kepentingan pelestarian lingkungan.
B. Hukum Lingkungan
Hukum Lingkungan adalah peraturan (tertulis maupun tidak tertulis) yang
mengatur lingkungan hidup agar baik dan sehat dalam mendukung kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain. Hukum
lingkungan dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu hukum
yang paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi
hukum administrasi, segi hukum pidana dan segi hukum perdata. Dalam
pengertian sederhana, hukum lingkungan diartikan sebagai hukum yang mengatur
tatanan lingkungan (lingkungan hidup), dimana lingkungan mencakup semua
benda dan kondisi, termasuk didalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang
terdapat dalam ruang dimana manusia berada dan memengaruhi kelangsungan
hidup serta kesejahteraan manusia serta jasad-jasad hidup lainnya. Dalam
pengertian secara modern, hukum lingkungan lebih berorientasi pada pada
lingkungan atau Environment Oriented Law, sedang hukum lingkungan yang
secara klasik lebih menekankan pada orientasi penggunaan lingkungan atau UseOriented Law (Riana, 2009).
Hukum lingkungan modern dalam hukum lingkungan modern, ditetapkan
ketentuan dan norma-norma guna mengatur tindak perbuatan manusia dengan
tujuan untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya
demi untuk menjamin kelestariannya agar dapat secara langsung terus-menerus
digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi-generasi mendatang. Hukum
lingkungan modern berorientasi pada lingkungan, sehingga sifat dan waktunya
juga mengikuti sifat dan watak dari lingkungan itu sendiri dan dengan demikian
lebih banyak berguru kepada ekologi. Dengan orientasi kepada lingkungan ini,
maka hukum lingkungan modern memiliki sifat utuh menyeluruh (komprehensif
integral), selalu berada dalam dinamika dengan sifat dan wataknya yang luwes.
Hukum lingkungan klasik sebaliknya, hukum lingkungan klasik menetapkan
ketentuan dan norma-norma dengan tujuan terutama sekali untuk menjamin
penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber daya lingkungan dengan berbagai
akal dan kepandaian manusia guna mencapai hasil semaksimal mungkin, dan
dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya. Hukum lingkungan klasik bersifat
sektoral, serta kaku dan sukar berubah. Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan
(Riana, 2009), bahwa sistem pendekatan terpadu atau utuh harus diterapkan oleh
hukum untuk mampu mengatur lingkungan hidup manusia secara tepat dan baik,
sistem pendekatan ini telah melandasi perkembangan hukum lingkungan di
Indonesia. Drupsteen mengemukakan, bahwa hukum lingkungan (Millieu recht)
adalah hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam (Naturalijk milleu)
dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan
oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Mengingat pengelolaan lingkungan
dilakukan terutama oleh pemerintah, maka hukum lingkungan sebagian besar
terdiri atas hukum pemerintahan (bestuursrecht). Hukum lingkungan merupakan
instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan hidup, dengan demikian
hukum lingkungan pada hakikatnya merupakan suatu bidang hukum yang
terutama sekali dikuasai oleh kaidah-kaidah hukum tata usaha negara atau hukum
pemerintahan. Untuk itu dalam pelaksanaannya aparat pemerintah perlu
memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik (Algemene Beginselen
van Behoorlijk Bestuur/General Principles of Good Administration). Hal ini
dimaksudkan agar dalam pelaksanaan kebijaksanaannya tidak menyimpang dari
tujuan pengelolaan lingkungan hidup.
C. Kedudukan Hukum Lingkungan
Hukum lingkungan telah berkembang dengan pesat, bukan saja hubungannya
dengan fungsi hukum sebagai perlindungan, pengendalian dan kepastian bagi
masyarakat (social control) dengan peran agent of stability, tetapi terlebih
menonjol lagi sebagai sarana pembangunan (a tool of social engineering) denga
peran sebagai agent of development atau agent of change.
Hukum lingkungan menyangkut penetapan nilai-nilai (warden beoordelem),
yaitu nilai-nilai yang sedang berlaku dan nilai-nilai yang diharapkan diberlakukan
di masa mendatang serta dapat disebut hukum yang mengatur tatanan lingkungan
hidup. Hukum lingkungan adalah hukum yang mengatur hubungan timbal balik
antara manusia dengan makhluk hidup lainnya yang apabila dilanggar dapat
dikenakan sanksi.
Pengelolaan lingkungan hidup berhadapan dengan hukum sebagai sarana
pemenuhan kepentingan. Menurut A.V. van den Berg dikutip oleh Siti Sundari
Rangkuti berdasarkan kepentingan-kepentingan lingkungan yang bermacam-
prinsip-prinsip
pembangunan
berkelanjutan
sebagai
dasar
berkelanjutan
(Pasal
angka
3),
yakni
pembangunan
untuk
menjamin
keutuhan
lingkungan
hidup
sert
sustainable)
(Ferretti,
1989).
Emil
Salim,
menyatakan
peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup generasi kini dan generasi masa depan
(Salim, 1993).
Terpadat 5 (lima) dimensi pada konsep pembangunan berkelanjutan, yakni;
pertama, mengintegrasikan antara persoalan pembangunan dengan persoalan
lingkungan hidup yang sebelumnya cenderung dipertentangkan. Kedua,
pembangunan tidak cukup hanya diartikan sebagai pertumbuhan ekonomi
semata, melainkan mencakup pula pembangunan dalam arti luas dan mendalam,
antara lain menyangkut pembangunan manusia seutuhnya. Ketiga, menyadari
keterbatasan teknologi dan lingkungan hidup untuk mendukung proses
pembangunan. Keempat, menekankan pentingnya aspek sosial, keadilan dan
demokrasi yang merupakan aspek tidak terpisahkan dari lingkungan hidup.
Kelima, menyadari ketimpangan situasi yang mempengaruhi perbedaan sasaran
serta
prioritas
pembangunan
yang
dikembangkan
antara
negara-negara
kehidupan dalam satu generasi, memiliki hak dalam kemanfaatan sumbersumber alam dan kenikmatan atas lingkungan yang bersih dan sehat.
3. Prinsip Pencegahan Dini (Precautionary Principle)
Prinsip pencegahan dini (precautionary principle) secara teoretis atau
praktis mengandung makna bahwa apabila terdapat ancaman ataupun
adanya ancaman kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan,
ketiadaan pembuktian ilmiah yang konklusif dan pasti, tidak dapat
dijadikan alasan menunda upaya-upaya untuk mencegah terjadinya
kerusakan lingkungan tersebut .
4. Prinsip Perlindungan Keragaman Hayati (Biodiversity Conservation).
Prinsip perlindungan keragaman hayati (biodiversity conservation)
merupakan prasyarat dari berhasil tidaknya pelaksanaan prinsip keadilan
antar generasi (intergenerational equity principle). Upaya perlindungan
keragaman hayati dilakukan untuk membuktikan komitmen dan kesadaran
pentingnya mencegah secara dini kepunahan keragaman hayati sekaligus
melaksanakan prinsip keadilan baik antargenerasi maupun dalam satu
generasi untuk mewujudkan karakteristik pembangunan berkelanjutan.
5. Prinsip Internalisasi Biaya Lingkungan
Prinsip ini berangkat dari suatu keadaan, penggunaan sumber-sumber
lingkungan hidup, merupakan kecenderungan dari dorongan pasar.
Akibatnya, kepentingan yang selama ini tidak terwakili dalam komponen
pengambilan keputusan dalam menentukan harga pasar tersebut diabaikan
dan menimbulkan kerugian bagi mereka. Masyarakat yang menjadi korban
dari kerusakan lingkungan, tidak memiliki suatu mekanisme untuk
memaksa kelompok untuk membayar kerugian bagi kerusakan tersebut
kecuali pengadilan.
E. Prinsip Hukum Lingkungan
Ada berapa aspek mendasar dalam kajian dan pengembangan hukum
lingkungan (HL), di antaranya adalah prinsip yang mendasari dan membawanya
pada suatu sistem hukum tersendiri, dan karakter atau sifat yang
membawanyapada kesesuaian objek yang diaturnya, yakni masalah lingkungan
hidup dalam arti luas, khususnya masalah-masalah yang di hadapi dalam
perlindungan dan penglolaan lingkungan hidup (PPLH). Kedua aspek ini menjadi
penting artinya, terutama untuk memberi arah dan tuntunan bagi pengembangan
hukum lingkungan, dan untuk menyesuaikan diri pada pada karakter atau sifat
masalah lingkungan hidup itu sendiri, sehingga dapat berfungsi sebagai sarana
penunjang PPLH yang efektif.
Menurut Ronal Dworkin (teori content) dalam Salman dan Susanto dalam
hukum, prinsip merupakan pertimbangan moral tentang apa yang benar dan apa
yang buruk, yang meliputi prinsip tentang political morality dan political
orgazation yang membenarkan pengaturan secara konstitusional, prinsip yang
membenarkan metoda melakukan
prinsip tentang hak asasi manusia yang substantif untuk membenarkan isi
keputusan pengadilan. Pemahaman sementara yang dapat diperoleh dari
pandangan ini ialah bahwa prinsip hukum lingkungan (HL) adalah prinsip-prinsip
hukum tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH), baik
dalam konteks nasional, regional maupun internasional. Atas dasar ini, maka
prinsip HL bagi Indonesia harus digali dari dasar konstitusinal yang melandasi
PPLH Indonesia.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada hakikatnya adalah
penerapan prinsipperinsip ekologi dalam kegiatan manusia terhadap dan atau
yang berdimensi LH. Seperti diketahui, bahwa masalah lingkungan hidup adalah
masalah ekologi, khususnya ekologi manusia, yang intinya terletak pada interaksi
manusia dengan lingklungan hidupnya. Hukum lingkungan sebagai salah satu
sarana penunjang dalam PPLH dalam arti modern, merupakan hukum yang
berorientasi dan berguru pada ekologi, sehingga sifat dan hakikatnya lebih
mengikuti sifat dan hakikat lingkungan hidup itu sendiri (Danusaputro, 1984).
Tujuannya adalah mencapai keselarasan hubungan antara manusia dan
lingkungan hidup, baik lingkungan hidup fisik maupun lingkungan sosial budaya
(Hardjasoemantri, 1999).
Menurut Hardjasoemantri (1999) kaidah dasar PPLH Indonesia terkandung
dalam Pembukaan UUD 1945, alinea ke-4 pada kalimat Pemerintah negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,... Ketentuan ini
karena itu, setidaknya terdapat lima faktor integrasi yang mengaitkam masyarakat
dengan ekosistem, yaitu:
1. Population (penduduk yang berdiam pada suatu daerah);
2. Tecnological culture (perkembangan kebudayaan dalam arti peralatanperalatan teknik dalam kehidupan;
3. Non-material culture (menyangkut adat istiadat dan kepercayaan manusia
dalam masyarakat itu;
4. Penggunaan sumber-sumber alam; dan
5. Social functions (pembagian pekerjaan)
Dalam interaksi ini, peranan manusia sangat menonjol terutama karena
perkembangan budayanya dalam arti luas yang memberikan kemampuan yang
lebih besar dalam dinamika kehidupan. Hukum lingkungan sebagai sarana
penunjang pengelolaan lingkungan hidup, dituntut pula untuk menjangkau atau
berakar pada pokok masalah lingkungan secara substansial, baik sebagai social
engineering maupun sebagai pengikut perubahan sosial yang dinamis.
Melepaskan diri dari akar masalah, akan menghadirkan ketidakefektifan hukum,
bahkan dapat menimbulkan kekacauan (Alkostar dan Amin, 1986).
Dalam
konteks
tersebut,
visi
lingkungan
(Environmental
Vision)
PPLH
yang
digariskan
dalam
kebijaksanaan
PPLH.
Asas-asas
cegat-tangkal
(stand-still-principle
het-stand-still
beginsel);
5. Prinsip perbedaan regional (principle of regional differentiation =
het beginsel van de regionale differentiatie) yang menekankan
bahwa PPLH dilakukan sesuai dengan kenyataan tentang adanya
ketidaksamaan wilayah. Situasi dan kondisi LH berbeda menurut
daerahnya, sehingga dibutuhkan kebijaksanaan LH yang sesuai dan
ditujukan kepada daerah setempat; dan
6. Prinsip beban pembuktian terbalik (het beginsel van de omkering van
de bewijslast) yang menekankan bahwa barang siapa yang melakukan
kegiatan wajib membuktikan bahwa ia tidak merugikan LH atau
memang merugikan.
Prinsip-prinsip tersebut dapat (bahkan harus) dirujuk pada komponen dasar
PLH dalam konsep hukum lingkungan (integrated envirinmental management
system) yang bergerak pada aspek:
1. Kebijakan LH (environmental policy);
2. Pengaturan HL (environmental legislation/regulation);
3. Kelembagaan PLH (environmental institution);
4. Sarana PLH (environmental instruments);
5. Penerapan hukum (implementation); dan
6. Penegakan HL (environmental law enforcement).
Dapat ditambahkan
bahwa dalam kajian ini, istilah penerapan hukum dan penegakan hukum
digunakan dalam makna yang sama, yakni mengenai penegakan hukum dalam arti
luas yang mencakup penegakan preventif dan penegakan refresif dengan berbagai
jalur dan sanksinya (Hardjasoemantri, 1999).
Pemaknaan ini sejalan juga penegakan hukum versi lontarak Latoa yang
menganut penegakan hukum (bicara) dalam arti luas, bahkan termasuk sosialisasi
dan pemberian contoh. Dalam hal ini, HL sendiri dipandang sebagai salah satu
instrumen atau sarana penunjang dalam PPLH di samping sarana penunjang
institusi dan keuangan (Danusaputro, 1985).
Prinsip hukum lingkungan bertitik tolak pada amanat UUD 1945,
kebijaksanaan PPLH nasional, dan dengan penyesuaian pada perkembangan
global-internasional yang juga merupakan faktor penting dalam PPLH. Dengan
demikian, prinsip HL yang harus dikembangkan adalah: Prinsip tanggung jawab
Negara, hak atas LH adalah bagian dari HAM, prinsip konservasi; Prinsip
keterkaitan, berkelanjutan, pemerataan, Sekurity dan Risiko Lingkungan,
Pendidikan dan komunikasi yang berwawasan lingkungan; dan prinsip Kerja sama
internasional. Juga perlu dikembangkan: Prinsip penanggulangan pada tempatnya
(principle of abatement at the suorce); Prinsip sarana praktis/teknis yang terbaik
(the best practicable means/technical means); Prinsip pencenar membayar
(The polluter pays principle); Prinsip cegat-tangkal (stand-still-principle);
Prinsip perbedaan regional (principle of regional differentiation); dan prinsip
beban pembuktian terbalik; serta prinsip-prinsip umum pemerintahan yang baik.
Adapun karakter hukum lingkungan adalah multi aspek dan multi disipliner
yang berorientasi pada pelestarian fungsi dan kemampuan lingkungan hidup
dengan pendekatan utuh menyeluruh (holistik). Ia juga haru merupakan hukum
yang berwawasan lingkungan sebagai ciri utama hukum lingkungan modern. Ini
berarti, bahwa ia terkait dan harus sejalan dengan nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat.
F. Kebijakan Hukum Pengelolaan Lingkungan di Indonesia
UUD 1945 mengamanatkan, pemerintah dan seluruh unsur masyarakat wajib
melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan
pembangunan
sumber daya dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain.
Pasal 33 UUD 45 merupakan norma dasar pengelolaan lingkungan hidup di
Indonesia, yakni:
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai
oleh
negara
dan
dipergunakan
untuk
sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi
dengan
prinsip
kebersamaan,
efisiensi
berkeadilan,
lingkungan
hidup
dengan
diundangkannya
undang-undang
misi jangka panjang Indonesia yang berkaitan dengan lingkungan hidup ada pada
Visi dan Misi Pembangunan Nasional 2005-2025, pada butir ke 6, yaitu:
Mewujudkan Indonesia asri dan lestari. Dalam rangka mewujudkan Indonesia
yang asri dan lestari sasaran dan arah pembangunan Lingkungan Hidup yang
digariskan dalam RPJP 2005 -2025 sesuai Undang-Undang No. 27 tahun 2007
tentang RPJP telah ditetapkan oleh pemerintah.
Pengertian hukum lingkungan termuat dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1)
Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Lingkungan Hidup yang
telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, sama dengan pengertian istilah lingkungan itu
sendiri. Dalam ketentuan Pasal 1 dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
dinyatakan bahwa hukum lingkungan (lingkungan hidup) adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta mahluk hidup lainnya.
UUPPLH (UU No. 32 Th. 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup) antara lain menegaskan bahwa pengelolaan lingkungan hidup
berdasarkan tanggung jawab Negara, berkelanjutan dan manfaat untuk
mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (Pasal 2
dan Pasal 3 UUPPLH). Dengan sasaran tercapainya keselarasan, keserasian, dan
keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup, serta terewujudnya manusia
Indonesia yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan
hidup (Pasal 68 dan Pasal 70 UUPPLH). Ditegaskan pula bahwa setiap orang
mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 65
ayat (1) UUPPLH), dan setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi
lingkungan hidup... (Pasal 67 UUPPLH). Dalam konteks pelaksanaannya,
Pemerintah ... tetap memperhatikan nilai-nilai agama, adat istiadat, dan nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat (Pasal 2 dan Pasal 3 jo Pasal 70 UUPPLH).
Ketentuan-ketentuan tersebut, antara lain mengamanatkan bahwa dalam PPLH
wajib diperhatikan secara rasional potensi, aspirasi, dan kebutuhan serta nilai-nilai
yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Misalnya perhatian terhadap
masyarakat adat yang hidup dan kehidupannya bertumpu pada SDA yang terdapat
di sekitarnya. Dalam hal ini, nilai-nilai agama dan adat istiadat harus tetap
dihormati. Adapun hak-hak warga masyarakat terhadap LH tersebut telah
ditegaskan pula sebagai salah satu aspek HAM (Pasal 28H UUD 1945).
Penegasan ini berkaitan dengan makna Alinea ke-empat Pembukaan UUD 1945
serta Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 khususnya dalam konteks PPLH dan
pemanfaatan SDA yang ada padanya. Untuk itu, salah satu upaya yang harus
ditempuh ialah meneliti dan memaknai nilai-nilai, adat istiadat dan hak-hak atau
kepentingan masyarakat yang berdimensi lingkungan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Alkostar, Artidjo dan Amin, Sholeh Ed, 1986, Pembangunan Hukum dalam
Perspektif Politik Hukum Nasional, CV. Rajawali, Jakarta.
Danusaputro, St. Munadjat, 1984, Bina Mulia Hukum dan Lingkungan, Binacipta,
Bandung.
Danusaputro, Munadjat, 1982. Hukum Lingkungan Buku I: Umum, Binacipta,
Bandung,
Hardjasoemantri, Koesnadi, 1985, Peraturan Perundang-Undangan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan
LP3ES,
Jakarta
Salim, Emil, Pembangunan Berwawasan Lingkungan, LP3ES, Jakarta, 1993
Supriadi. 2008. Hukum Lingkungan di Indonesia, Sebuah Pengantar. Sinar
Grafika: Jakarta.
Soemarwoto, O. 1994. Ekologi Lingkungan dan Pembangunan. Djambatan:
Jakarta.
Soerjani, Moh. dkk Ed, 1987, Lingkungan: Sumberdaya Alam dan Kependudukan
dalam Pembangunan, UI Press, Jakarta.
Wijoyo, Suparto, 2005, Hukum Lingkungan: Kelembagaan Pengelolaan
Lingkungan Di Daerah, Airlangga University Press, Surabaya.