Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH HUKUM LINGKUNGAN

Disusun Oleh :
Aulia Nugraha Sutra Ashary

JURUSAN HUKUM FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS JAYABAYA
2016

A. Pendahuluan
Kepedulian umat manusia terhadap lingkungan hidup pada saat ini sudah
merupakan kepedulian global dalam rangka kepentingan hidup umat itu sendiri.
Kepedulian sekelompok manusia saja terhadap lingkungan hidup tidak cukup oleh
karena perubahan suatu lingkungan yang dampaknya bukan saja terbatas secara
lokal, tetapi berdampak global. Itulah sebabnya mengapa "United Nations
Conference on the Human Environment" yang di selenggarakan di Stockholm
tanggal 5 - 16 Juni 1972 telah menegaskan bahwa pengelolaan lingkungan hidup
demi pelestarian kemampuan lingkungan hidup merupakan kewajiban dari
segenap umat manusia dan setiap pemerintah di seluruh dunia.
Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat, hukum lingkungan
merupakan instrumen administrasi negara dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Hukum lingkungan menjadi pedoman dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tersebut. Norma perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup menjadi pedoman dalam penyelenggaraan
perizinan bidang lingkungan hidup.
Selama ini pengelolaan lingkungan hidup cenderung hanya pada pemanfaatan
lingkungan hidup sebagai objek pembangunan. Pengelolaan lingkungan hidup
berarti manajemen terhadap lingkungan hidup atau lingkungan dapat dikelola
dengan melakukan pendekatan manajemen. Pendekatan manajemen lingkungan
mengutamakan kemampuan manusia dalam mengelola lingkungan, sehingga
pandangan yang lazim disebut dengan ramah lingkungan (Supriadi, 2008).
Sikap dan kelakuan pro lingkungan tidak boleh anti pembangunan (Soemarwoto,
2001).
Upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada
norma-norma hukum lingkungan berarti secara seimbang antara kepentingan
ekonomi, pelestarian fungsi lingkungan dan kondisi sosial. Inilah pentingnya
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam penyelenggaraan tugas-tugas
pemerintahan terkait pengelolaan lingkungan hidup. Selama ini, kedua hal
tersebut seolah-olah terpisah satu sama lain. Pemerintah dan kalangan swasta
dipandang sebagai pihak yang lebih mengutamakan kepentingan ekonomi
dibandingkan kepentingan pelestarian lingkungan.

B. Hukum Lingkungan
Hukum Lingkungan adalah peraturan (tertulis maupun tidak tertulis) yang
mengatur lingkungan hidup agar baik dan sehat dalam mendukung kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain. Hukum
lingkungan dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu hukum
yang paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi
hukum administrasi, segi hukum pidana dan segi hukum perdata. Dalam
pengertian sederhana, hukum lingkungan diartikan sebagai hukum yang mengatur
tatanan lingkungan (lingkungan hidup), dimana lingkungan mencakup semua
benda dan kondisi, termasuk didalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang
terdapat dalam ruang dimana manusia berada dan memengaruhi kelangsungan
hidup serta kesejahteraan manusia serta jasad-jasad hidup lainnya. Dalam
pengertian secara modern, hukum lingkungan lebih berorientasi pada pada
lingkungan atau Environment Oriented Law, sedang hukum lingkungan yang
secara klasik lebih menekankan pada orientasi penggunaan lingkungan atau UseOriented Law (Riana, 2009).
Hukum lingkungan modern dalam hukum lingkungan modern, ditetapkan
ketentuan dan norma-norma guna mengatur tindak perbuatan manusia dengan
tujuan untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya
demi untuk menjamin kelestariannya agar dapat secara langsung terus-menerus
digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi-generasi mendatang. Hukum
lingkungan modern berorientasi pada lingkungan, sehingga sifat dan waktunya
juga mengikuti sifat dan watak dari lingkungan itu sendiri dan dengan demikian
lebih banyak berguru kepada ekologi. Dengan orientasi kepada lingkungan ini,
maka hukum lingkungan modern memiliki sifat utuh menyeluruh (komprehensif
integral), selalu berada dalam dinamika dengan sifat dan wataknya yang luwes.
Hukum lingkungan klasik sebaliknya, hukum lingkungan klasik menetapkan
ketentuan dan norma-norma dengan tujuan terutama sekali untuk menjamin
penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber daya lingkungan dengan berbagai
akal dan kepandaian manusia guna mencapai hasil semaksimal mungkin, dan
dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya. Hukum lingkungan klasik bersifat
sektoral, serta kaku dan sukar berubah. Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan

(Riana, 2009), bahwa sistem pendekatan terpadu atau utuh harus diterapkan oleh
hukum untuk mampu mengatur lingkungan hidup manusia secara tepat dan baik,
sistem pendekatan ini telah melandasi perkembangan hukum lingkungan di
Indonesia. Drupsteen mengemukakan, bahwa hukum lingkungan (Millieu recht)
adalah hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam (Naturalijk milleu)
dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan
oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Mengingat pengelolaan lingkungan
dilakukan terutama oleh pemerintah, maka hukum lingkungan sebagian besar
terdiri atas hukum pemerintahan (bestuursrecht). Hukum lingkungan merupakan
instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan hidup, dengan demikian
hukum lingkungan pada hakikatnya merupakan suatu bidang hukum yang
terutama sekali dikuasai oleh kaidah-kaidah hukum tata usaha negara atau hukum
pemerintahan. Untuk itu dalam pelaksanaannya aparat pemerintah perlu
memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik (Algemene Beginselen
van Behoorlijk Bestuur/General Principles of Good Administration). Hal ini
dimaksudkan agar dalam pelaksanaan kebijaksanaannya tidak menyimpang dari
tujuan pengelolaan lingkungan hidup.
C. Kedudukan Hukum Lingkungan
Hukum lingkungan telah berkembang dengan pesat, bukan saja hubungannya
dengan fungsi hukum sebagai perlindungan, pengendalian dan kepastian bagi
masyarakat (social control) dengan peran agent of stability, tetapi terlebih
menonjol lagi sebagai sarana pembangunan (a tool of social engineering) denga
peran sebagai agent of development atau agent of change.
Hukum lingkungan menyangkut penetapan nilai-nilai (warden beoordelem),
yaitu nilai-nilai yang sedang berlaku dan nilai-nilai yang diharapkan diberlakukan
di masa mendatang serta dapat disebut hukum yang mengatur tatanan lingkungan
hidup. Hukum lingkungan adalah hukum yang mengatur hubungan timbal balik
antara manusia dengan makhluk hidup lainnya yang apabila dilanggar dapat
dikenakan sanksi.
Pengelolaan lingkungan hidup berhadapan dengan hukum sebagai sarana
pemenuhan kepentingan. Menurut A.V. van den Berg dikutip oleh Siti Sundari
Rangkuti berdasarkan kepentingan-kepentingan lingkungan yang bermacam-

macam dapat dibedakan bagian-bagian HukumLingkungan yakni hukum bencana,


hukum kesehatan lingkungan, hukum tentang sumber daya alam, hukum tentang
pembagian pemakaian ruangdan hukum perlindungan lingkungan.
Hukum lingkungan mencakup berbagai bidang hukum. Diantarabidang-bidang
tersebut, materi hukum lingkungan sebagian besarmemang termasuk dalam
lingkup hukum administrasi. Hal ini disebabkan,bidang yang diatur yakni
lingkungan hidup menyangkut kepentinganumum. Di Indonesia, urusan mengenai
kepentingan umum menyangkuttentang hubungan antara negara dengan warga
negara. Menurut N.H.T Siahaan, hukum lingkungan diperlukan sebagai alat
pergaulan sosialdalam masalah lingkungan yang mengandung manfaat sebagai
pengaturinteraksi manusia dengan lingkungan supaya tercapai keteraturan
danketertiban (social order) (N.H.T Siahaan, 2009).
ST. Munadjat Danusaputro membedakan antara Hukum Lingkungan modern
dan Hukum Lingkungan Klasik. Hukum Lingkungan modern menetapkan
ketentuan-ketentuan dan norma-norma guna mengatur tindak perbuatan manusia
dengan tujuan untuk melindungi kelestariannya agar secara terus-menerus
digunakan

oleh generasi-generasi mendatang (Danusaputro, 1982). Hukum

Lingkungan modern bersifat utuh menyeluruh, selalu berada dalam dinamika


dengan sifat dan wataknya yang luwes (Danusaputro, 1982).
Berdasarkan uraian di atas, hal yang penting diketahui, yakni pertama, dalam
Negara hukum kesejahteraan, hukum lingkungan mengatur keseluruhan aspekaspek lingkungan hidup guna tercapainya keberlanjutan lingkungan bagi
kesejahteraan manusia. Kedua, hukum lingkungan lebih dominan sebagai bagian
hukum administrasi Negara berasaskan keberlanjutan.
D. Hukum Lingkungan dalam Rangka Pembangunan
Pembangunan berkelanjutan yang menempatkan lingkungan hidup sebagai
bagian integral dalam dinamika pembangunan nasional merupakan realitas
kehidupan bernegara (Salim, 1991). Indonesia telah menjadikan pembangunan
berkelanjutan yang menjiwai kerangka hukum nasional. Beberapa, telah
mengambil

prinsip-prinsip

pembangunan

berkelanjutan

sebagai

dasar

pengambilan putusan di pengadilan. Berarti dalam beberapa hal, nilai-nilai


pembangunan berkelanjutan dapat berperan dalam aspek lingkungan. Nilai-nilai

pembangunan berkelanjutan penting artinya dalam rangka pembentukan hukum,


demikian pula dalam pembentukan hukum lingkungan.
Di Indonesia, istilah pembangunan berkelanjutan secara resmi dimuat dalam
UU No. 4 Tahun 1982 tentang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Walaupun
masih menggunakan istilah pembangunan berkesinambungan, Pasal 3
menentukan Pengelolaan lingkungan hidup berasaskan pelestarian kemampuan
lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang
berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia. UU No. 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, secara menyebut istilah
pembangunan

berkelanjutan

(Pasal

angka

3),

yakni

pembangunan

berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan


terencana, memadukan lingkungan hidup ke dalam proses pembangunan untuk
menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan. Terakhir Pasal 1 angka 3 UU-PPLH:
Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang
memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi
pembangunan

untuk

menjamin

keutuhan

lingkungan

hidup

sert

keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini


dan generasi masa depan.
Otto Soemarwoto pembangunan harus berkelanjutan secara ekologi, sosial,
dan ekonomi (sustainable development must be ecologicalli, socialy, and
economically

sustainable)

(Ferretti,

1989).

Emil

Salim,

menyatakan

pembangunan berkelanjutan mengharuskan kita mengelola sumber alam


serasional mungkin. Ini berarti bahwa sumber-sumber daya alam bisa diolah,
asalkan secara rasional dan bijaksana. Untuk ini diperlukan pendekatan
pembangunan dengan pengembangan lingkungan hidup, yaitu eco-development.
Dalam konsep pembangunan berkelanjutan di atas, dirumuskan atau diartikan
sebagai paradigma pembangunan yang mengarahkan lingkungan hidup untuk
memenuhi kebutuhan. Lingkungan hidup sebagai sumber daya, menjadi sarana
untuk mencapai keberlanjutan pembangunan dan menjadi jaminan bagi
kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan bagi

peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup generasi kini dan generasi masa depan
(Salim, 1993).
Terpadat 5 (lima) dimensi pada konsep pembangunan berkelanjutan, yakni;
pertama, mengintegrasikan antara persoalan pembangunan dengan persoalan
lingkungan hidup yang sebelumnya cenderung dipertentangkan. Kedua,
pembangunan tidak cukup hanya diartikan sebagai pertumbuhan ekonomi
semata, melainkan mencakup pula pembangunan dalam arti luas dan mendalam,
antara lain menyangkut pembangunan manusia seutuhnya. Ketiga, menyadari
keterbatasan teknologi dan lingkungan hidup untuk mendukung proses
pembangunan. Keempat, menekankan pentingnya aspek sosial, keadilan dan
demokrasi yang merupakan aspek tidak terpisahkan dari lingkungan hidup.
Kelima, menyadari ketimpangan situasi yang mempengaruhi perbedaan sasaran
serta

prioritas

pembangunan

yang

dikembangkan

antara

negara-negara

berkembang dan negara-negara maju (Kuswatojo, 1996).


Pembangunan berkelanjutan yang dianut Indonesia adalah pembangunan yang
dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat generasi saat ini tanpa
mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan masyarakat generasi
mendatang. Pemerintah berupaya mewujudkan konsep-konsep pembangunan
berkelanjutan dalam berbagai pembentukan dan pelaksanaan hukum lingkungan.
UU-PPLH yangdisahkan pada tahun 2009 memuat prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan sebagai instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
di Indonesia. Prinsip-prinsip dimaksud yakni:
1. Prinsip Keadilan Antar Generasi ( Intergenerational Equity )
Prinsip ini didasari sumber daya alam yang ada di bumi ini adalah sebagai
titipan (in trust) untuk dipergunakan generasi yang akan datang. Setiap
generasi merupakan penjaga dari planet bumi ini untuk kemanfaatan
generasi berikutnya dan sekaligus sebagai penerima manfaat dari generasi
sebelumnya.
2. Prinsip Keadilan Dalam Satu Generasi
Prinsip ini disebut pula keadilan intragenerasi. Prinsip ini menurut Prof.
Ben Boer, menunjuk kepada gagasan bahwa masyarakat dan tuntutan

kehidupan dalam satu generasi, memiliki hak dalam kemanfaatan sumbersumber alam dan kenikmatan atas lingkungan yang bersih dan sehat.
3. Prinsip Pencegahan Dini (Precautionary Principle)
Prinsip pencegahan dini (precautionary principle) secara teoretis atau
praktis mengandung makna bahwa apabila terdapat ancaman ataupun
adanya ancaman kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan,
ketiadaan pembuktian ilmiah yang konklusif dan pasti, tidak dapat
dijadikan alasan menunda upaya-upaya untuk mencegah terjadinya
kerusakan lingkungan tersebut .
4. Prinsip Perlindungan Keragaman Hayati (Biodiversity Conservation).
Prinsip perlindungan keragaman hayati (biodiversity conservation)
merupakan prasyarat dari berhasil tidaknya pelaksanaan prinsip keadilan
antar generasi (intergenerational equity principle). Upaya perlindungan
keragaman hayati dilakukan untuk membuktikan komitmen dan kesadaran
pentingnya mencegah secara dini kepunahan keragaman hayati sekaligus
melaksanakan prinsip keadilan baik antargenerasi maupun dalam satu
generasi untuk mewujudkan karakteristik pembangunan berkelanjutan.
5. Prinsip Internalisasi Biaya Lingkungan
Prinsip ini berangkat dari suatu keadaan, penggunaan sumber-sumber
lingkungan hidup, merupakan kecenderungan dari dorongan pasar.
Akibatnya, kepentingan yang selama ini tidak terwakili dalam komponen
pengambilan keputusan dalam menentukan harga pasar tersebut diabaikan
dan menimbulkan kerugian bagi mereka. Masyarakat yang menjadi korban
dari kerusakan lingkungan, tidak memiliki suatu mekanisme untuk
memaksa kelompok untuk membayar kerugian bagi kerusakan tersebut
kecuali pengadilan.
E. Prinsip Hukum Lingkungan
Ada berapa aspek mendasar dalam kajian dan pengembangan hukum
lingkungan (HL), di antaranya adalah prinsip yang mendasari dan membawanya
pada suatu sistem hukum tersendiri, dan karakter atau sifat yang
membawanyapada kesesuaian objek yang diaturnya, yakni masalah lingkungan
hidup dalam arti luas, khususnya masalah-masalah yang di hadapi dalam
perlindungan dan penglolaan lingkungan hidup (PPLH). Kedua aspek ini menjadi

penting artinya, terutama untuk memberi arah dan tuntunan bagi pengembangan
hukum lingkungan, dan untuk menyesuaikan diri pada pada karakter atau sifat
masalah lingkungan hidup itu sendiri, sehingga dapat berfungsi sebagai sarana
penunjang PPLH yang efektif.
Menurut Ronal Dworkin (teori content) dalam Salman dan Susanto dalam
hukum, prinsip merupakan pertimbangan moral tentang apa yang benar dan apa
yang buruk, yang meliputi prinsip tentang political morality dan political
orgazation yang membenarkan pengaturan secara konstitusional, prinsip yang
membenarkan metoda melakukan

penafsiran menurut undang-undang, dan

prinsip tentang hak asasi manusia yang substantif untuk membenarkan isi
keputusan pengadilan. Pemahaman sementara yang dapat diperoleh dari
pandangan ini ialah bahwa prinsip hukum lingkungan (HL) adalah prinsip-prinsip
hukum tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH), baik
dalam konteks nasional, regional maupun internasional. Atas dasar ini, maka
prinsip HL bagi Indonesia harus digali dari dasar konstitusinal yang melandasi
PPLH Indonesia.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada hakikatnya adalah
penerapan prinsipperinsip ekologi dalam kegiatan manusia terhadap dan atau
yang berdimensi LH. Seperti diketahui, bahwa masalah lingkungan hidup adalah
masalah ekologi, khususnya ekologi manusia, yang intinya terletak pada interaksi
manusia dengan lingklungan hidupnya. Hukum lingkungan sebagai salah satu
sarana penunjang dalam PPLH dalam arti modern, merupakan hukum yang
berorientasi dan berguru pada ekologi, sehingga sifat dan hakikatnya lebih
mengikuti sifat dan hakikat lingkungan hidup itu sendiri (Danusaputro, 1984).
Tujuannya adalah mencapai keselarasan hubungan antara manusia dan
lingkungan hidup, baik lingkungan hidup fisik maupun lingkungan sosial budaya
(Hardjasoemantri, 1999).
Menurut Hardjasoemantri (1999) kaidah dasar PPLH Indonesia terkandung
dalam Pembukaan UUD 1945, alinea ke-4 pada kalimat Pemerintah negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,... Ketentuan ini

menegaskan Kewajiban Negara dan Tugas Pemerintah untuk melindungi


segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk
kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia dan umat manusia. Dalam konteks HL
dan PLH, segenap bangsa Indonesia ini adalah sumber-sumber insani dalam LH
Indonesia sebagai komponen manusia yang membentuk sosiosistem. Seluruh
tumpah darah Indonesia sebagai komponen fisik yang mencakup komunitas benda
hidup (biotic community) dan komunitas benda mati (abiotic community) yang
membentuk ekosistem. Sosiosistem dan ekosistem pada sejatinya menyatu
sebagai satu tatanan secara utuh sebagai suatu sosioekosistem yang dalam HL
dan pembicaraan lain dikenal dengan lingkungan hidup (Psl.1:1 UUPPLH).
Ketentuan ini dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 33 ayat (3), dan Psl. 28H UUD
1945. Dalam konteks ini segenap bangsa Indonesia bermakna, baik bagi generasi
sekarang maupun generasi mendatang.
Dengan demikian, prinsip utama HL ialah Pemerintah wajib memelihara dan
melindungi SDA dan LH Indonesia untuk kepentingan dan kesejahteraan seluruh
rakyai Indonesia secara berkesinambungan. Hak setiap orang atas LH yang baik
dan sehat merupakan bagian dari HAM. Deklarasi, konvensi dan pemikiran
mengenai HL dari luar hendaknya diartikan dan ditafsirkan dalam kerangka
amanat konstitusi tersebut, sesuai dengan kondisi yang dihadapi dalam PPLH.
Tentunya, ajaran agama (Islam) sangat penting dalam memaknai prinsip tersebut.
Hukum lingkungan yang pada hakikatnya adalah sarana penunjang bagi
pengelolaan lingkungan hidup, maka di samping berguru pada ekologi juga
dituntut agar respons secara dinamis terhadap masalah lingkungan yang dihadapi.
Menurut Soerjani dkk (1987), masalah lingkungan sendiri berpokus pada
penyerasian antara pemanfaatan dan pemeliharaan dalam interaksi manusia
dengan lingkungannya hidupnya yang menghadapkan pada dua sisi, yakni risiko
dan kualitas lingkungan.
Sejalan dengan hal tersebut, masalah lingkungan berada pada dua sisi
sekaligus, aspek alam dan aspek sosial. Sebagai masalah ekologi, ia berada pada
tataran ekologi sosial (human ecology) yang lazim disebut ekologi manusia. Oleh

karena itu, setidaknya terdapat lima faktor integrasi yang mengaitkam masyarakat
dengan ekosistem, yaitu:
1. Population (penduduk yang berdiam pada suatu daerah);
2. Tecnological culture (perkembangan kebudayaan dalam arti peralatanperalatan teknik dalam kehidupan;
3. Non-material culture (menyangkut adat istiadat dan kepercayaan manusia
dalam masyarakat itu;
4. Penggunaan sumber-sumber alam; dan
5. Social functions (pembagian pekerjaan)
Dalam interaksi ini, peranan manusia sangat menonjol terutama karena
perkembangan budayanya dalam arti luas yang memberikan kemampuan yang
lebih besar dalam dinamika kehidupan. Hukum lingkungan sebagai sarana
penunjang pengelolaan lingkungan hidup, dituntut pula untuk menjangkau atau
berakar pada pokok masalah lingkungan secara substansial, baik sebagai social
engineering maupun sebagai pengikut perubahan sosial yang dinamis.
Melepaskan diri dari akar masalah, akan menghadirkan ketidakefektifan hukum,
bahkan dapat menimbulkan kekacauan (Alkostar dan Amin, 1986).
Dalam

konteks

tersebut,

visi

lingkungan

(Environmental

Vision)

menggambarkan sikap dan penglihatan terhadap lingkungan hidup dan merupakan


unsur yang fundamental dalam rangka PLH yang berorientasi pada pembangunan
dan pengembangan lingkungan hidup atau eco-development. Dalam kajiankajian lingkungan hidup, upaya demikian disebut pembangunan berkelanjutan
atau berwawasan lingkungan.
Peraturan Perundang-undangan PPLH berfungsi merefleksikan dan merealisir
tujuan

PPLH

yang

digariskan

dalam

kebijaksanaan

PPLH.

Asas-asas

kebijaksanaan lingkungan merupakan dasar kebijaksanaan untuk HL, ini


merupakan merupakan pangkal tolak PPr LH yang harus dijadikan acuan dalam
setiap upaya perumusan aturan hukum dalam PPr agar dapat berfungsi secara
maksimal (Wijoyo, 2005). Ini berarti bahwa general principles of environmental
policy harus dipandang sebagai prinsip hukum lingkungan, yang harus mendasari
PPr tentang PPLH dalam arti luas. Menurut Wijoyo (2005), bahwa dari beberapa

literatur, diperoleh petunjuk bahwa prinsip-prinsip kebijaksanaan LH itu


mencakup:
1. Prinsip penanggulangan pada tempatnya (principle of abatement at
the suorce=het beginsel van de bestrijding aan de bron) yang
memberikan prioritas pada penanganan masalah LH secara preventif
yang dikaitkan dengan perizinan bagi berbagai kegiatan;
2. Prinsip sarana praktis yang terbaik/sarana teknis yang terbaik (the
best practicable means=the best technical means);
3. Prinsip pencenar membayar (The polluter pays principle = het
beginselde vervuiler betaalt);
4. Prinsip

cegat-tangkal

(stand-still-principle

het-stand-still

beginsel);
5. Prinsip perbedaan regional (principle of regional differentiation =
het beginsel van de regionale differentiatie) yang menekankan
bahwa PPLH dilakukan sesuai dengan kenyataan tentang adanya
ketidaksamaan wilayah. Situasi dan kondisi LH berbeda menurut
daerahnya, sehingga dibutuhkan kebijaksanaan LH yang sesuai dan
ditujukan kepada daerah setempat; dan
6. Prinsip beban pembuktian terbalik (het beginsel van de omkering van
de bewijslast) yang menekankan bahwa barang siapa yang melakukan
kegiatan wajib membuktikan bahwa ia tidak merugikan LH atau
memang merugikan.
Prinsip-prinsip tersebut dapat (bahkan harus) dirujuk pada komponen dasar
PLH dalam konsep hukum lingkungan (integrated envirinmental management
system) yang bergerak pada aspek:
1. Kebijakan LH (environmental policy);
2. Pengaturan HL (environmental legislation/regulation);
3. Kelembagaan PLH (environmental institution);
4. Sarana PLH (environmental instruments);
5. Penerapan hukum (implementation); dan
6. Penegakan HL (environmental law enforcement).

Sampai di sini tampak bahwa prinsip-prinsip HL berkaitan atau mencakup


komponen kebijakan, pengaturan dan penegakan HL dalam arti luas yang berarti
juga terkait dengan instumen atau sarana penunjang. Adapun mengenai
kelembagaan tampaknya kurang mendapat penekanan.

Dapat ditambahkan

bahwa dalam kajian ini, istilah penerapan hukum dan penegakan hukum
digunakan dalam makna yang sama, yakni mengenai penegakan hukum dalam arti
luas yang mencakup penegakan preventif dan penegakan refresif dengan berbagai
jalur dan sanksinya (Hardjasoemantri, 1999).
Pemaknaan ini sejalan juga penegakan hukum versi lontarak Latoa yang
menganut penegakan hukum (bicara) dalam arti luas, bahkan termasuk sosialisasi
dan pemberian contoh. Dalam hal ini, HL sendiri dipandang sebagai salah satu
instrumen atau sarana penunjang dalam PPLH di samping sarana penunjang
institusi dan keuangan (Danusaputro, 1985).
Prinsip hukum lingkungan bertitik tolak pada amanat UUD 1945,
kebijaksanaan PPLH nasional, dan dengan penyesuaian pada perkembangan
global-internasional yang juga merupakan faktor penting dalam PPLH. Dengan
demikian, prinsip HL yang harus dikembangkan adalah: Prinsip tanggung jawab
Negara, hak atas LH adalah bagian dari HAM, prinsip konservasi; Prinsip
keterkaitan, berkelanjutan, pemerataan, Sekurity dan Risiko Lingkungan,
Pendidikan dan komunikasi yang berwawasan lingkungan; dan prinsip Kerja sama
internasional. Juga perlu dikembangkan: Prinsip penanggulangan pada tempatnya
(principle of abatement at the suorce); Prinsip sarana praktis/teknis yang terbaik
(the best practicable means/technical means); Prinsip pencenar membayar
(The polluter pays principle); Prinsip cegat-tangkal (stand-still-principle);
Prinsip perbedaan regional (principle of regional differentiation); dan prinsip
beban pembuktian terbalik; serta prinsip-prinsip umum pemerintahan yang baik.
Adapun karakter hukum lingkungan adalah multi aspek dan multi disipliner
yang berorientasi pada pelestarian fungsi dan kemampuan lingkungan hidup
dengan pendekatan utuh menyeluruh (holistik). Ia juga haru merupakan hukum
yang berwawasan lingkungan sebagai ciri utama hukum lingkungan modern. Ini

berarti, bahwa ia terkait dan harus sejalan dengan nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat.
F. Kebijakan Hukum Pengelolaan Lingkungan di Indonesia
UUD 1945 mengamanatkan, pemerintah dan seluruh unsur masyarakat wajib
melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan
pembangunan

berkelanjutan, agar lingkungan hidup Indonesia tetap menjadi

sumber daya dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain.
Pasal 33 UUD 45 merupakan norma dasar pengelolaan lingkungan hidup di
Indonesia, yakni:
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai

oleh

negara

dan

dipergunakan

untuk

sebesar-besar

kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi

dengan

prinsip

kebersamaan,

efisiensi

berkeadilan,

berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan


menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang.
Pada tahun 1982 Indonesia mengeluarkan undang-undang yang sangat penting
mengenai pengelolaan lingkungan hidup, yaitu: Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
(filosofinya bertumpu pada hukum lingkungan sebagai payung), yang kemudian
telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan
Hidup/UUPLH) (filosofinya bertumpu pada pengelolaan). Kebijakan tentang
pengelolaan

lingkungan

hidup

dengan

diundangkannya

undang-undang

lingkungan hidup tersebut merupakan tanggapan (response) pemerintah dan


bangsa Indonesia terhadap hasil United Nations Conference on The Human

Environment yangdiselenggarakan tanggal 5 sampai dengan 16 Juni 1972 di


Stockholm.
Ketentuan umum Pasal 1 angka 2 UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU-PPLH), perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2004-2009. Dalam ketentuan Perpres Nomor 7 Tahun 2005
pada poin 8 tentang Pemenuhan Hak Atas Lingkungan Hidup dan Sumber Daya
Alam, dinyatakan bahwa peningkatan akses masyarakat miskin dalam
pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan hidup dan sumber daya alam dilakukan
melalui berbagai program. Program-program tersebut antara lain (Supriadi, 2008):
1. Program Pemanfaatan Sumber Daya Hutan. Di dalam program sumber
daya hutan ini tercakup 2 (dua) hal:
(a) Pengembangan sistem pemanfaatan sumber daya alam yang berpihak
pada masyarakat dan memperhatikan pelestarian hutan;
(b) Pengembangan hutan kemasyarakatan dan usaha perhutanan rakyat.
2. Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam. Di dalam
program ini tercakup 8 (delapan) hal, yakni:
(a) Restrukturisasi peraturan tentang pemberian Hak Pengelolaan Sumber
Daya Alam;
(b) Penguatan organisasi masyarakat adat/lokal dalam pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan hidup;
(c) Pengembangan dan penyebarluasan pengetahuan tentang pengelolaan
sumber daya alam yang berkelanjutan, termasuk kearifan lokal;
(d) Pengembangan sistem insentif bagi masyarakat miskin yang menjaga
lingkungan;
(e) Pengembangan kerja sama kemitraan dengan lembaga masyarakat
setempat dan dunia usaha dalam pelestarian dan perlindungan sumber
daya alam;
(f) Kerja sama dan tukar pengalaman dengan negara lain dalam
meningkatkan kemampuan konservasi sumber daya alam;

(g) Rehabilitasi ekosistem (lahan kritis, lahan marginal, hutan bakau,


terumbu karang, dan lain -lain) berbasis masyarakat;
(h) Meningkatkan dan mengefektifkan kerja sama antarnegara dalam
mengatasi dan mencegah perdagangan hasil alam yang dilakukan secara
ilegal dan merusak alam.
3. Program pengembangan Kapasitas Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Hidup. Di dalam program ini terdapat 5 (lima) hal yang menjadi sorotan,
yaitu:
(a) Pengembangan sistem pemanfaatan sumber daya alam oleh
masyarakat;
(b) Pengembangan sistem pengelolaan sumber daya alam yang
memberikan hak kepada masyarakat secara langsung;
(c) Berorientasi kerja sama dengan perusahaan multinasional yang
memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan hidup agar lebih
berpihak pada masyarakat miskin;
(d) Kerja sama dan tukar pengalaman dengan negara lain dalam
meningkatkan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan;
(e) Meningkatkan dan mengefektifkan kerja sama antarnegara dalam
mengatasi dan mencegah perdagangan hasil alam yang dilakukan secara
ilegal dan merusak alam.
4. Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup. Di dalam program
ini mencakup: Peningkatan peran sektor informal khususnya pemulung
dan lapak dalam upaya pemisahan sampah;
5. Penegakan hukum bagi pihak yang merusak sumber daya alam dan
lingkungan hidup;Kerja sama dan tukar pengalaman dengan negara lain
dan lembaga internasional dalam mengatasi dan mencegah pencemaran
lingkungan hidup dan mengembangkan kode etik global bagi perusahaan
multinasional.
Saat ini kebijakan lingkungan hidup Indonesia untuk jangka panjang mengacu
pada Undang undang No.27 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJP) dalam 20 tahun ke depan dalam berbagai aspek/sektor
pembangunan sebagai upaya menyebarkan dan mencapai tujuan nasional
sebagaimana tersebut dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Adapun

misi jangka panjang Indonesia yang berkaitan dengan lingkungan hidup ada pada
Visi dan Misi Pembangunan Nasional 2005-2025, pada butir ke 6, yaitu:
Mewujudkan Indonesia asri dan lestari. Dalam rangka mewujudkan Indonesia
yang asri dan lestari sasaran dan arah pembangunan Lingkungan Hidup yang
digariskan dalam RPJP 2005 -2025 sesuai Undang-Undang No. 27 tahun 2007
tentang RPJP telah ditetapkan oleh pemerintah.
Pengertian hukum lingkungan termuat dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1)
Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Lingkungan Hidup yang
telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, sama dengan pengertian istilah lingkungan itu
sendiri. Dalam ketentuan Pasal 1 dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
dinyatakan bahwa hukum lingkungan (lingkungan hidup) adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta mahluk hidup lainnya.
UUPPLH (UU No. 32 Th. 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup) antara lain menegaskan bahwa pengelolaan lingkungan hidup
berdasarkan tanggung jawab Negara, berkelanjutan dan manfaat untuk
mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (Pasal 2
dan Pasal 3 UUPPLH). Dengan sasaran tercapainya keselarasan, keserasian, dan
keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup, serta terewujudnya manusia
Indonesia yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan
hidup (Pasal 68 dan Pasal 70 UUPPLH). Ditegaskan pula bahwa setiap orang
mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 65
ayat (1) UUPPLH), dan setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi
lingkungan hidup... (Pasal 67 UUPPLH). Dalam konteks pelaksanaannya,
Pemerintah ... tetap memperhatikan nilai-nilai agama, adat istiadat, dan nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat (Pasal 2 dan Pasal 3 jo Pasal 70 UUPPLH).
Ketentuan-ketentuan tersebut, antara lain mengamanatkan bahwa dalam PPLH
wajib diperhatikan secara rasional potensi, aspirasi, dan kebutuhan serta nilai-nilai
yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Misalnya perhatian terhadap

masyarakat adat yang hidup dan kehidupannya bertumpu pada SDA yang terdapat
di sekitarnya. Dalam hal ini, nilai-nilai agama dan adat istiadat harus tetap
dihormati. Adapun hak-hak warga masyarakat terhadap LH tersebut telah
ditegaskan pula sebagai salah satu aspek HAM (Pasal 28H UUD 1945).
Penegasan ini berkaitan dengan makna Alinea ke-empat Pembukaan UUD 1945
serta Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 khususnya dalam konteks PPLH dan
pemanfaatan SDA yang ada padanya. Untuk itu, salah satu upaya yang harus
ditempuh ialah meneliti dan memaknai nilai-nilai, adat istiadat dan hak-hak atau
kepentingan masyarakat yang berdimensi lingkungan hidup.
DAFTAR PUSTAKA

Alkostar, Artidjo dan Amin, Sholeh Ed, 1986, Pembangunan Hukum dalam
Perspektif Politik Hukum Nasional, CV. Rajawali, Jakarta.
Danusaputro, St. Munadjat, 1984, Bina Mulia Hukum dan Lingkungan, Binacipta,
Bandung.
Danusaputro, Munadjat, 1982. Hukum Lingkungan Buku I: Umum, Binacipta,
Bandung,
Hardjasoemantri, Koesnadi, 1985, Peraturan Perundang-Undangan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan

Amdal, Makalah-materi Kursus Dasar-dasar

Amdal, Kantor MENKLH PSL Unhas Ujung Pandang.


Janine Ferretti, 1989,Common Future, Penerbit Pollution Probe, Toronto, Ontario
Kuswatojo, Tjuk, 1996, Penerapan Agenda 21 di Indonesia, Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup ITB, Bandung,
Marbun, SF., et., all, 2001, Butir-butir Pemikiran Hukum Administrasi Negara,
UII Press, Yogjakarta.
N.H.T. Siahaan, 2009. Hukum Lingkungan, Pancuran Alam, Jakarta.
Riana, T. 2009. Hukum Lingkungan dalam Bidang Ilmu Hukum.

Salim, Emil, 1991Pembanguan Berkelanjutan (Strategi Alternatif dalam


Pembangunan Dekade Sembilan Puluhan), Artikel, Prisma,

LP3ES,

Jakarta
Salim, Emil, Pembangunan Berwawasan Lingkungan, LP3ES, Jakarta, 1993
Supriadi. 2008. Hukum Lingkungan di Indonesia, Sebuah Pengantar. Sinar
Grafika: Jakarta.
Soemarwoto, O. 1994. Ekologi Lingkungan dan Pembangunan. Djambatan:
Jakarta.
Soerjani, Moh. dkk Ed, 1987, Lingkungan: Sumberdaya Alam dan Kependudukan
dalam Pembangunan, UI Press, Jakarta.
Wijoyo, Suparto, 2005, Hukum Lingkungan: Kelembagaan Pengelolaan
Lingkungan Di Daerah, Airlangga University Press, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai