Anda di halaman 1dari 9

Hukum Lingkungan dalam pengertian yang paling sederhana adalah hukum yang mengatur tatanan

lingkungan (lingkungan hidup).[1] Istilah hukum lingkungan adalah merupakan konsepsi yang masih
baru dalam ilmu hukum, ia tumbuh sejalan bersamaan dengan tumbuhnya kesadaran akan
lingkungan. Dengan tumbuhnya pengertian dan kesadaran untuk melindungi dan memelihara
lingkungan hidup ini maka tumbuh pula perhatian hukum kepadanya, sehingga menyebabkan
tumbuh dan berkembangnya cabang hukum yang disebut hukum lingkungan.

Di kalangan para ilmuan masih terdapat beberapa perbedaan pandangan seperti tentang apa dan
bagaimana hukum lingkungan itu. Drupsteen mengemukakan, bahwa hukum lingkungan
(millieurecht) adalah hukum yang berhubungan dengan alam (natuurlijk millieu) dalam arti seluas-
luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan
lingkungan. Dengan demikian maka hukum lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi
pengelolaan lingkungan. Mengingat pengelolaan lingkungan terutama dilakukan oleh Pemerintah,
maka hukum lingkungan sebagian besar terdiri atas hukum Pemerintahan (bestuursrecht). Di
samping hukum lingkungan Pemerintahan (bestuursrechttelijk millieurecht) terdapat pula hukum
lingkungan keperdataan (privaat rechttelijk millieurecht), hukum lingkungan ketatanegaraan
(staatrechttelijk millieurecht), hukum lingkungan kepidanaan (strafrechttelijk millieurecht), sepanjang
bidang-bidang hukum ini memuat ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan pengelolaan
lingkungan hidup.[2]

Drupsteen membagi hukum lingkungan pemerintahan dalam beberapa bidang yaitu :

 Hukum kesehatan lingkungan (millieuhygienereht) yaitu hukum yang berhubungan dengan


kebijaksanaan di bidang kesehatan lingkungan, dengan pemeliharaan kondisi air tanah dan
udara serta yang berhubungan dengan latar belakang perbuatan manusia yang diserasikan
dengan lingkungan.

 Hukum perlindungan lingkungan (millieubescharmingsrecht) yang merupakan kumpulan dari


berbagai peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan yang berkaitan
dengan lingkungan biotis dan sampai batas tertentu juga dengan lingkungan anthropogen.

Leene menggunakan istilah “millieurecht” dan “millieuhygienerecht”, tetapi istilah “millieurecht”


sebenarnya kurang tepat karena semua hukum berkaitan dengan lingkungan hidup manusia, seluruh
kehidupan bermasyarakat merupakan lingkungan bagi manusia. Sehingga kalau demikian semua
hukum adalah hukum lingkungan. Tetapi ada pula yang tidak dapat menyetujui ditetapkannya
“millieurecht” atau “millieuhygenerecht” menjelma menjadi suatu spesialisasi sendiri seperti
pendapat Polak. Menurut pendapatnya hukum lingkungan merupakan penampung
(dwarsdoorsnede) dari bidang-bidang hukum. Dengan dipisahkannya hukum lingkungan akan
mengakibatkan bahwa kesadaran lingkungan akan kurang meresap disiplin-disiplin yang ada. Dengan
adanya hukum lingkungan yang terpisah akan mengakibatkan bahwa dasar-dasar umum dan
penemuan-penemuan di bidang hukum tidak akan memperoleh perhatian dari kalangan hukum
lingkungan. Walaupun demikian diakui oleh Polak bahwa mempelajari hukum lingkungan sebagai
suatu kesatuan adalah bermanfaat karena memberi kemungkinan untuk membedah beberapa
kaidah hukum untuk menilainya secara kritis.

Koesnadi Hardjasoemantri, menyatakan bahwa hukum lingkungan Indonesia dapat meliputi aspek-
aspek sebagai berikut :

 Hukum kesehatan lingkungan;

 Hukum perlindungan lingkungan;


 Hukum tata lingkungan;

 Hukum pencemaran lingkungan (dalam kaitannya dengan misalnya pencemaran oleh


industri dan sebagainya).

 Hukum lingkungan trasnasional/internasional dalam kaitannya dengan hubungan antar


bangsa.

 Hukum perselisihan lingkungan (dalam kaitannya dengan penyelesaian masalah ganti rugi
dan sebagainya).[3]

Mengapa hukum diperlukan dalam pengelolaan lingkungan, karena dahulu terdapat anggapan
bahwa pengertian dan perhatian manusia terhadap alam sebagai tempat hidupnya hanya semata-
mata dijadikan sebagai obyek saja. Manusia belum begitu sadar dan dapat membayangkan bahwa
antara alam tempatnya hidup dengan manusia adalah mempunyai kedudukan yang sama. Dalam
pengertian bahwa dalam alam, fungsi manusia dan fungsi “tempat hidup” itu sama pentingnya
karena saling isi-mengisi dan saling pengaruh dan mempengaruhi. Atas dasar kenyataan alam
tersebut, maka perlu manusia juga senantiasa melindungi dan memelihara “tempat hidupnya”
secara seksama, seperti halnya manusia melindungi dan memelihara dirinya sendiri.

Manusia dalam hidupnya harus melindungi dan mengamankan “alam” agar dapat terselenggara
secara teratur dan pasti, pula agar dapat diikuti serta ditaati semua pihak, maka perlu perlindungan
dan pengamanan itu dituangkan dalam peraturan hukum. Maka akan lahir hukum yang
memperhatikan kepentingan alam atau hukum yang berorientasi kepada kepentingan alam (natures
interest oriented law). Kepentingan alam, yang perlu dilindungi dan diamankan oleh hukum itu,
berupa apa? Kepentingan itu berupa “keharusan untuk melindungi dan mengamankan alam
terhadap kemerosotan mutunya dan kerusakan dirinya”. Dengan lain perkataan, kepentingan alam
terletak dalam “keharusan untuk menjaga kelestariannya”.

Agar perlindungan dan pengamanan lingkungan dapat berlangsung secara teratur dan pasti serta
agar diikuti oleh semua pihak, maka perlu dituangkan dalam peraturan hukum. Dan lahir jenis
hukum yang secara khusus dituangkan dengan maksud dan tujuan terpokok untuk memelihara dan
melindungi lingkungan disebut Hukum Lingkungan.

Hukum Lingkungan yang ditetapkan oleh suatu negara disebut Hukum Lingkungan Nasional. Adapun
Hukum Lingkungan yang ditetapkan persekutuan hukum bangsa-bangsa, disebut Hukum Lingkungan
Internasional. Hukum Lingkungan yang mengatur suatu masalah lingkungan yang melintasi batas
negara (masalah lingkungan batas-batas masalah lingkungan transnasional) disebut Hukum
Lingkungan Transnasional. Masalah-masalah lingkungan transnasional itu terdapat banyak sekali di
daerah-daerah perbatasan beberapa negara bersangkutan berdasarkan persetujuan atau mufakat.
Demikianlah Hukum Lingkungan Transnasional itu merupakan salah satu bagian belaka daripada
Hukum Lingkungan Internasional dengan segala ciri-ciri dan cacatnya, sekalipun biasanya cara-cara
menetapkan dan memperlakukannya tidak serumit dunia secara global.

Sejak Deklarasi Stockholm tahun 1972 telah digariskan hubungan antara pembangunan dan
pengelolaan lingkungan hidup, yaitu pembangunan tanpa merusak lingkungan, yang selanjutnya
dikenal dengan kebijakan “Pembangunan berwawasan Lingkungan” (“Eco-
development”) sebagaimana ditegaskan dalam prinsip ke-13 Deklarasi Stocholm:

In order to achieve a more rational management of resources and thus to improve the environment,
states should adopt an itegrated and co-ordinated aproach to their development planning so as to
ensure that development is compatible with the need to protect and improve environment for the
the benefit of their population.[4] (Guna mencapai pengelolaan sumber daya alam yang lebih
rasional dan untuk memperbaiki lingkungan, negara harus melakukan pendekatan integral dan
kordinatif dengan perencanaan pembangunan negara yang bersangkutan sehingga menjamin
pembangunan negara yang bersangkutan sehingga menjamin pembangunan sesuai dengan
kebutuhan untuk melindungi dan memperbaiki lingkungan untuk keuntungan penduduk mereka
sendiri)

Dalam Deklarasi Rio dirumuskan pula keterkaitan pembangunan dengan lingkungan sebagaimana
tertuang dalam prinsip ke-3 dan 4 yang berbunyi sebagai berikut :

The right to development must be fulfilled so as to equitably meet development and environmental
needs of present and future generations (Hak guna membangun harus dilaksanakan sedemikian rupa
sehingga memenuhi secara tepat keseimbangan kebutuhan pembangunan dan lingkungan hidup
baik bagi generasi masa kini maupun generasi masa yang akan datang).

In Order to echieve sustainable development, environmental protection shall consitute an integral


part of the development process and cannot be considered in isolation form it. (Dalam rangka
mencapai pembangunan yang berkesinambungan, perlindungan lingkungan harus diperhitungkan
sebagai bagian terpadu dari proses pembangunan tersebut, dan tidak dapat dipandang sebagai
sesuatu yang terpisah).

Dalam pelaksanaannya, pembangunan berwawasan lingkungan dikaitkan dengan ”pembangunan


berkelanjutan” (“sustainable development”) yang menurut “The World Commission on Environment
and Development (WCED)” dalam publikasi “Our Common Future” ditegaskan:

Pembangunan berkesinambungan ialah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa
mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Sehubungan dengan hal di atas, pada tahun 1987 oleh WCED diterbitkan publikasi pakar hukum
lingkungan berupa “Environmental Protection and Sustainable Development, Legal Principles and
Recommendations”. Pasal 7 karya tersebut menyatakan :

1. States shall ensure that the conservation of nautral resources and the environment is treated
as an integral part of the planning and implementation of development activities. Particular
attention shall be paid to environmental problems arising in developing countries and to the
need to incorporate environmental considerations in all development assistance
programmes. (Negara menjamin bahwa konvervasi sumber daya alam dan lingkungan
memperlakukan sebagai bagian integral dari perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Perhatian khusus diberikan terhadap masalah lingkungan yang timbul di negara-negara
berkembang dan perlu untuk masuk pertimbangan lingkungan dalam semua program
bantuan pembangunan).

2. States shall make available to other states, and especially to developing countries, upon their
request and under agreed terms scientific and technical information and expertise, results of
research programmes, training oppourtinities and specialiezed equipment and facilities
which are needed by such other states to promote rational use of natural resuorces, and the
environment or to prevent or abate interference with natural resources or the environment,
in particular in cases of environmental emergencies. (Negara-negara menyediakan untuk
negara-negara lain dan khususnya negara-negara berkembang atas permintaan mereka dan
di bawah persetujuan istilah-istilah ilmiah dan informasi teknik dan keahlian, hasil-hasil
program penelitian, kesempatan pelatihan yang diperlukan oleh ngara-negara lain untuk
memajukan penggunaan secara rasional sumber daya alam dan lingkungan atau mencegah
intervensi dini dengan sumber daya alam atau lingkungan, dalam kasus tertentu dari bahaya
lingkungan).

Menurut Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup perlindungan


dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi unsur-unsur berikut: (a) perencanaan, (b) pemanfaatan,
(c) pengendalian, (d) pemeliharaan, (e) pengawasan, (f) penegakan hukum. Menurut Pasal 5
Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Perencanaan perlindungan dan
penglolaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui tahapan: (a) inventarisasi lingkungan hidup, (b)
penetapan wilayah ekoregion, (c) penyusunan RPPLH. Selanjutnya, inventarisasi lingkungan hidup
dibedakan atas inventarisasi lingkungan hidup nasional, tingkat pulau/kepulauan dan tingkat wilayah
ekoregion. Tujuan inventarisasi lingkungan hidup adalah untuk memperoleh data dan sumber daya
alam yang meliputi; (a) potensi dan ketersediaan, (b) jenis yang dimanfaatkan, (c) bentuk
penguasaan, (d) pengetahuan pengelolaan, (e) bentuk kerusakan dan (f) konflik dan penyebab
konflik yang timbul akibat pengelolaan. Selanjutnya, inventarisasi lingkungan hidup akan menjadi
dasar dalam penetapan wilayah ekoregion. Penetapan wilayah ekoregion dilaksanakan dengan
mempertimbangkan kesamaan: (a) karakteristik bentang alam, (b) daerah aliran sungai, (c) iklim, (d)
flora dan fauna, (e) sosial budaya, (f) ekonomi, (g) kelembagaan masyarakat, (h) hasil inventarisasi
lingkungan hidup.

Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memuat rumusan pengertian


tentang konsep-konsep yang digunakan dalam batang tubuh undang-undang tersebut sebanyak 39
sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1. Bandingkan dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup
1997 yang mana memuat 25 pengertian. Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup tetap memuat rumusan pengertian dari beberapa konsep dalam pengelolaan lingkungan
hidup yang berasal dari undang-undang sebelumnya. Undang-Undang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup memuat pengertian dari 35 konsep yang relevan dengan pengelolaan
lingkungan hidup dalam Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu: (1)
lingkungan hidup, (2) perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, (3) pembangunan
berkelanjutan, (4) rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, (5) ekosistem, (6)
pelestarian fungsi lingkungan hidup, (7) daya dukung, (8) lingkungan hidup, (9) daya tampung
lingkungan hidup, (10) sumber daya alam, (11) kajian lingkungan hidup strategis, (12) analisis
mengenai dampak lingkungan hidup, (13) upaya pengelolaan lingkungan hidup, (14) upaya
pemantauan lingkungan hidup, (15) baku mutu lingkungan hidup, (16) pencemaran lingkungan
hidup, (17) kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, (18) perusakan lingkungan hidup, (19)
kerusakan lingkungan hidup, (20) konservasi sumber daya alam, (21) perubahan iklim, (22) limbah,
bahan berbahaya dan beracun, (23) limbah bahan berbahaya dan beracun, (24) pengelolaan limbah
bahan berbahaya dan beracun, (25) dampak lingkungan hidup, (26) organisasi lingkungan hidup, (27)
audit lingkungan hidup, (28) ekoregion, (29) kearifan lokal, (30) masyarakat hukum adat, (31) orang,
(32) instrumen ekonomi lingkungan hidup, (33) ancaman serius, (34) izin lingkungan, (35) izin usaha.

Beberapa konsep atau istilah baru yang dirumuskan dalam Undang-Undang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan tidak ditemukan dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997
maupun Undang-Undang Lingkungan Hidup 1982 adalah kajian lingkungan hidup strategis, disingkat
Kajian Lingkungan Hidup Strategis, kerusakan lingkungan hidup, perubahan iklim, bahan berbahaya
dan beracun, limbah bahan berbahaya dan beracun, pengelolaan limbah B3, dumping, audit
lingkungan hidup, ekoregion, kearifan lokal, masyarakat hukum adat, instrumen ekonomi, ancaman
serius, izin lingkungan.
Kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) adalah “rangkaian analisis sistematis, menyeluruh dan
partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program.”
Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang dirumuskan dalam Pasal 1 butir 10 Undang-Undang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan instrumen kebijakan, perencanaan dan
program. Diintrodusinya konsep Kajian Lingkungan Hidup Strategis didasari oleh pertimbangan
bahwa instrumen-instrumen kebijakan yang berorientasi pada sebuah kegiatan, misalnya perizinan
dan Analisis mengenai dampak lingkungan saja tidak memadai untuk mewujudkan pembangunan
berkelanjutan karena kegiatan-kegiatan yang bersifat makro justeru menimbulkan dampak yang
lebih luas dan bermakna sehingga perhatian harus difokuskan pula pada kegiatan makro seperti
pembangunan suatu wilayah, kebijakan dan program pembangunan.

Kerusakan lingkungan dirumuskan dalam Pasal 1 butir 17 yaitu”perubahan langsung dan/atau tidak
langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup”. Dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997 pengertian kerusakan
lingkungan hidup tidak ditemukan, yang ada hanya pengertian perusakan lingkungan hidup. Dengan
adanya rumusan kerusakan lingkungan hidup pada dasarnya tidak diperlukan lagi rumusan
perusakan lingkungan hidup karena dengan pengertian kerusakan lingkungan hidup menunjukkan
salah satu masalah lingkungan hidup, sedangkan perusakan lingkungan hidup mengandung makna
perbuatan atau tindakan yang menimbulkan kerusakan lingkungan, sehingga Undang-Undang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat menjadi lebih hemat istilah. Misalkan untuk
istilah pencemaran lingkungan cukup dengan sendirinya dipahami sebagai salah satu masalah
lingkungan.

Pengertian perubahan iklim dirumuskan dalam Pasal 1 butir 19 yaitu “berubahnya iklim yang
diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan
komposisi atmosfer secara global dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah
yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan”. Meskipun perubahan iklim dirumuskan,
Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak memuat pasal atau bab
khusus yang mengatur prinsip-prinsip pengendalian dan pengelolaan perubahan iklim. Istilah
perubahan iklim hanya sekadar disebut dalam Pasal 10 ayat (2) f dan (4) d yang mengatur Rencana
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pasal 16 e yang mengatur Kajian Lingkungan
Hidup Strategis. Konsep-konsep lainnya seperti bahan berbahaya dan beracun, limbah bahan
berbahaya dan beracun, kearifan lokal dan masyarakat hukum adat, instrumen ekonomi, ancaman
serius, izin lingkungan akan diuraikan pada bagian tersendiri ketika membahas konsep-konsep
tersebut.

Pengertian lingkungan hidup sebagaimana dirumuskan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Perlindungan


Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah: “kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang memengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”. Pengertian
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 2
Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah: “upaya sistematis dan
terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum”.

Pengertian pembangunan berkelanjutan, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 3 Undang-


Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah: “upaya sadar dan terencana, yang
memadukan lingkungan hidup, sosial, ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin
keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi
masa kini dan masa depan.” Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997 menggunakan istilah
“pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup” yang pada dasarnya pencantuman
istilah “berwawasan lingkungan hidup” berlebihan karena secara konseptual makna pembangunan
berkelanjutan sudah mengandung wawasan lingkungan hidup. Selanjutnya, pengertian rencana
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH) dirumuskan dalam Pasal 1butir 4 yaitu
“perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan
dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu. “Konsep RPPLH tidak dikenal dalam Undang-
Undang Lingkungan Hidup 1997.

Pengertian ekosistem sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 5 adalah: “tatanan unsur
lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling memengaruhi dalam
membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup.” Pengertian pelestarian
fungsi lingkungan hidup dirumuskan dalam Pasal 1 butir 6, yaitu “rangkaian upaya untuk memelihara
kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.” Konsep daya dukung lingkungan
hidup dirumuskan dalam Pasal 1 butir 7, yaitu “kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung
perikehidupan manusia, makhluk hidup lain dan keseimbangan antar kedua.” Selanjutnya, konsep
daya tampung lingkungan hidup dirumuskan sebagai berikut: “kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.” Konsep
daya dukung lingkungan berguna dalam kaitannya dengan pengendalian perusakan lingkungan
hidup, sedangkan konsep daya tampung lingkungan hidup berguna dalam kaitannya dengan
pengendalian pencemaran lingkungan hidup. Rumusan pengertian-pengertian pelestarian fungsi
lingkungan hidup, daya dukung lingkungan hidup dan daya tampung lingkungan hidup dalam
Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak berbeda secara prinsipil
dengan rumusan pengertian ketiga konsep itu di dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997.

Pengertian sumber daya alam sebagaimana dirumuskan Pasal 1 butir 9 Undang-Undang


Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah: “unsur lingkungan hidup yang terdiri atas
sumber daya alam, baik hayati maupun non-hayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan
ekosistem.” Sebaliknya, Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997 memuat istilah sumber daya saja
tanpa kata “alam” yang bersifat lebih luas dari sumber daya alam karena meliputi pula sumber daya
manusia dan sumber daya buatan. Menurut pendapat penulis lebih tepat menggunakan istilah
sumber daya alam karena lingkungan hidup memang mengandung sumber daya alam.

Pengertian analisis mengenai dampak lingkungan, disingkat Analisis mengenai dampak lingkungan,
sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 11 adalah “kajian mengenai dampak penting suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.” Rumusan pengertian
Analisis mengenai dampak lingkungan dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997 memuat kata
“besar” di samping kata “penting”. Dalam Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup kata “besar” ditiadakan. Menurut penulis penghilangan kata “besar” dapat
dibenarkan karena antara keduanya seperti “redundancy” atau pengulangan. Selain itu, jika dilihat
dari konsep Environmental Impact Assessment (EIA) dalam NEPA, Undang-undang lingkungan hidup
Amerika Serikat – yang kemudian diadopsi oleh Indonesia – menggunakan istilah “significant
impact”. Kata penting lebih tepat sebagai padanan kata “significant” daripada kata “besar”.
Pengertian upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang
disebut dengan singkatan UKL – UPL adalah “upaya pengelolaan dan upaya pemantauan terhadap
usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.”

Pengertian baku mutu lingkungan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 13 adalah: “ukuran
batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur
dalam lingkungan hidup.” Rumusan ini sama dengan rumusan dalam Undang-Undang Lingkungan
Hidup 1997 dan juga dengan rumusan Undang-Undang Lingkungan Hidup 1982.

Pengertian pencemaran lingkungan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 14 Undang-


Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah: “masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang ditatapkan.” Rumusan ini agak berbeda dari
pengertian pencemaran lingkungan hidup dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997, tetapi
secara substansial tidak terdapat perbedaan pokok. Dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997
terdapat kata-kata “berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup menjadi kurang atau tidak
dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.” Undang-Undang Lingkungan Hidup 1982 juga
memuat pengertian pencemaran lingkungan hidup, tetapi dengan rumusan yang berbeda, yaitu
mencakup pencemaran lingkungan hidup yang terjadi tidak saja akibat kegiatan manusia, tetapi juga
akibat proses alam. Penghapusan pencemaran hidup akibat proses alam tampaknya didasarkan pada
pandangan, bahwa hukum hanya mengatur perilaku manusia dan bukan perilaku alam. Lagi pula
dengan memuat rumusan pencemaran lingkungan termasuk yang timbul akibat proses alam
dikhawatirkan menimbulkan tanggung jawab yang berat bagi negara Indonesia jika terjadi sengketa
lingkungan antar negara.

Untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan hukum lingkungan yang begitu
pesat, maka Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup (selanjutnya disebut Undang-Undang Lingkungan Hidup) setelah berlaku lebih kurang selama
15 tahun, dipembaharuan menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPLH) yang mengatur mengenai pengelolaan lingkungan hidup yang
berkesinambungan dan berkelanjutan. Selanjutnya Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup
ini pada 3 Oktober 2009 telah dirubah menjadi Undang-Undang tentang Perlindungan dan
Penyelesaian Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009 selanjutnya disebut UUPPLH. Undang-
Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut berlaku sebagai payung
atau umbrela act atau umbrella provision atau dalam ilmu hukum
disebut kaderwet atau raamwet, sebab hanya diatur ketentuan pokoknya saja. Oleh karenanya
harus didukung oleh banyak peraturan pelaksanaannya.

Sebagai undang-undang pokok, maka Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup ini mempunyai ciri-ciri sebagaimana tercantum dalam penjelasan umum, yaitu adanya
penguatan tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan
pada tata kelola pemerintahan yang baik karena setiap proses perumusan dan penerapan
instrument pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan
dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas,
dan keadilan. Juga diatur penguatan instrument pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup, yang meliputi instrument kajian lingkungan hidup strategis, tata ruang, baku mutu
lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, Analisis mengenai dampak lingkungan,
upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan,
instrument ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup,
analisis resiko lingkungan hidup, dan instrument lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

Hukum mempunyai kedudukan dan arti penting dalam pemecahan masalah lingkungan hidup dan
merupakan dasar yuridis bagi pelaksanaan kebijakan pemerintah. Namun hukum bukanlah satu-
satunya sarana untuk menampung kebutuhan masyarakat terhadap pemecahan masalah
lingkungan, peran serta Pengadilan dan pemahaman terhadap substansi hukum lingkungan juga
diperlukan. Dalam hal ini perlu kerjasama yang baik antara masyarakat dan pemerintah dan
keseimbangan hubungan antara kepentingan umum dan kepentingan perseorangan serta antara hak
dan kewajiban.

Terhadap masalah lingkungan diperlukan pola pikir global, tapi langkah-langkah dan tindakan yang
perlu diambil dalam rangka pengelolaan lingkungan sifatnya lokal. Kunci utama kebijakan lingkungan
terletak pada penetapan sarana yang diperlukan bagi langkah-langkah operasional.

Hukum lingkungan hidup merupakan instrument yuridis yang memuat kaidah-kaidah tentang
pengelolaan lingkungan hidup bertujuan untuk mencegah penyusutan dan kemorosotan mutu
lingkungan. Dikatakan oleh Danusaputro bahwa hukum lingkungan hidup adalah konsep studi
lingkungan hidup yang mengkhususkan pada ilmu hukum, dengan objek hukumnya adalah tingkat
perlindungan sebagai kebutuhan hidup.

Hukum lingkungan pada dasarnya mencakup penataan dan penegakan atau compliance and
enforcement. Yang meliputi bidang hukum administrasi, bidang hukum perdata dan bidang hukum
pidana.

Secara terminologi istilah penataan mempunyai arti tindakan preemtif,


preventif, dan proaktif. Preemtif adalah tindakan yang dilakukan pada tingkat proses pengambilan
keputusan dan perencanaan. Preventif adalah tindakan yang dilakukan pada tingkat pelaksanaan
melalui penataan baku mutu lingkungan limbah dan/atau isntrument ekonomi.
Sedangkan proaktif adalah tindakan pada tingkat produksi dengan menerapkan standarisasi
lingkungan hidup, seperti ISO 1400.

Sementara makna penegakan dimaksudkan upaya menegakkan hukum materiel khususnya yang
terdapat pada Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penegakan hukum
dalam Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terdiri dari penegakan
hukum administrasi, penegakan hukum perdata termasuk penyelesaian sengketa lingkungan di luar
Pengadilan melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa/Alternative Dispute Resolution dan terakhir
penegakan hukum pidana.

Semua pengaturan tentang lingkungan hidup pada dasarnya dimaksudkan agar alam dapat
dimanfaatkan bagi kepentingan kesejahteraan umat manusia pada saat ini dan juga tidak kalah
pentingnya adalah untuk kepentingan kesejahteraan umat dimasa mendatang (sustainable
development). Dengan kata lain pembuatan Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup serta aturan sektoral lainnya dimaksudkan atau dijiwai untuk menyelamatkan
lingkungan. Sebagaimana diketahui bahwa lingkungan hidup Indonesia telah mengalami berbagai
kerusakan yang sangat mengkhawatirkan dan untuk itu diperlukan pengaturan yang memadai.
Berbagai bencana alam yang banyak terjadi akhir-akhir ini seperti banjir di berbagai daerah di
Indonesia, longsor, tercemarnya teluk buyat oleh PT NMR, dan kejadian terakhir yang sampai hari ini
belum tuntas penanganannya adalah tenggelamnya ribuan hektar sawah di Porong akibat
meluapnya lumpur setelah dilakukan pengeboran oleh PT Lapindo, semuanya ditengarai akibat ulah
manusia.

Payung hukum atau umbrella act atau umbrella provision atau dalam ilmu hukum
disebut kadarwet atau raamwet yang utama terhadap masalah lingkungan hidup adalah Undang-
Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup ini menjadikan ketentuan payung bagi peraturan-peraturan
lingkungan hidup yang sudah ada (lex lata) maupun bagi peraturan lebih lanjut di bawahnya (lex
feranda atau ketentuan organik) atas lingkungan hidup.

Keberadaan hukum lingkungan dimaksudkan untuk melindungi dan mengamankan kepentingan


alam dari kemerosotan mutu dan kerusakannya dalam rangka menjaga kelestariannya. Tentang
hukum lingkungan ini Koesnadi Hardjasoemantri berpendapat, bahwa hukum lingkungan merupakan
bidang ilmu yang masih sangat muda, yang perkembangannya baru terjadi pada dasawarsa akhir ini.
[5]

Walaupun keberadaan hukum lingkungan dalam dunia keilmuan meski dipandang baru sejalan
dengan tumbuh dan berkembangnya kesadaran akan lingkungan, pada hakekatnya dibutuhkan
untuk melindungi lingkungan hidup dari ancaman kemerosotan atau kerusakan akibat tindakan atau
perilaku manusia yang tidak memperhatikan kelangsungan lingkungan hidup dalam jangka panjang
dan permanen untuk menunjang kehidupannya. Hukum lingkungan Indonesia ini diharapkan
menjadi pedoman bagi setiap orang yang berdomisili di Indonesia agar bertindak sesuai dengan
hukum yang berlaku dalam mengelola lingkungan hidup.

[1] Danoesaputro, Munadjat, Hukum Lingkungan, (Jakarta:Bina Cipta,1981), hlm,105.

[2] Hardjasoemantri, Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2002), hlm, 12.

[3] Ibid., hal 12

[5] Hardjasoemantri, Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2002), hlm 87.

Anda mungkin juga menyukai