Anda di halaman 1dari 12

PERTEMUAN KE 2

PENGERTIAN DAN TUJUAN LINGKUNGAN HIDUP


A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai :
2.1 Pengertian Hukum lingkungan hidup
2.2 Hukum Pengelolaan Lingkungan

B. URAIAN MATERI
2.1 Pengertian Hukum lingkungan hidup
Hukum Lingkungan dalam pengertian yang paling sederhana adalah hukum yang mengatur
tatanan lingkungan (lingkungan hidup).Istilah hukum lingkungan adalah merupakan
konsepsi yang masih baru dalam ilmu hukum, ia tumbuh sejalan bersamaan dengan
tumbuhnya kesadaran akan lingkungan. Dengan tumbuhnya pengertian dan kesadaran
untuk melindungi dan memelihara lingkungan hidup ini maka tumbuh pula perhatian
hukum kepadanya, sehingga menyebabkan tumbuh dan berkembangnya cabang hukum
yang disebut hukum lingkungan.
Di kalangan para ilmuan masih terdapat beberapa perbedaan pandangan seperti tentang apa
dan bagaimana hukum lingkungan itu. Drupsteen mengemukakan, bahwa hukum
lingkungan (millieurecht) adalah hukum yang berhubungan dengan alam (natuurlijk
millieu) dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh
ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Dengan demikian maka hukum lingkungan
merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan. Mengingat pengelolaan
lingkungan terutama dilakukan oleh Pemerintah, maka hukum lingkungan sebagian besar
terdiri atas hukum Pemerintahan (bestuursrecht). Di samping hukum lingkungan
Pemerintahan (bestuursrechttelijk millieurecht) terdapat pula hukum lingkungan
keperdataan (privaat rechttelijk millieurecht), hukum lingkungan ketatanegaraan
(staatrechttelijk millieurecht), hukum lingkungan kepidanaan (strafrechttelijk millieurecht),
sepanjang bidang-bidang hukum ini memuat ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan
pengelolaan lingkungan hidup.
Drupsteen membagi hukum lingkungan pemerintahan dalam beberapa bidang yaitu :
Hukum kesehatan lingkungan (millieuhygienereht) yaitu hukum yang berhubungan dengan
kebijaksanaan di bidang kesehatan lingkungan, dengan pemeliharaan kondisi air tanah dan
udara serta yang berhubungan dengan latar belakang perbuatan manusia yang diserasikan
dengan lingkungan.
Hukum perlindungan lingkungan (millieubescharmingsrecht) yang merupakan kumpulan
dari berbagai peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan yang
berkaitan dengan lingkungan biotis dan sampai batas tertentu juga dengan lingkungan
anthropogen.
Leene menggunakan istilah “millieurecht” dan “millieuhygienerecht”, tetapi istilah
“millieurecht” sebenarnya kurang tepat karena semua hukum berkaitan dengan lingkungan
hidup manusia, seluruh kehidupan bermasyarakat merupakan lingkungan bagi manusia.
Sehingga kalau demikian semua hukum adalah hukum lingkungan. Tetapi ada pula yang
tidak dapat menyetujui ditetapkannya “millieurecht” atau “millieuhygenerecht” menjelma
menjadi suatu spesialisasi sendiri seperti pendapat Polak. Menurut pendapatnya hukum
lingkungan merupakan penampung (dwarsdoorsnede) dari bidang-bidang hukum. Dengan
dipisahkannya hukum lingkungan akan mengakibatkan bahwa kesadaran lingkungan akan
kurang meresap disiplin-disiplin yang ada. Dengan adanya hukum lingkungan yang
terpisah akan mengakibatkan bahwa dasar-dasar umum dan penemuan-penemuan di bidang
hukum tidak akan memperoleh perhatian dari kalangan hukum lingkungan. Walaupun
demikian diakui oleh Polak bahwa mempelajari hukum lingkungan sebagai suatu kesatuan
adalah bermanfaat karena memberi kemungkinan untuk membedah beberapa kaidah
hukum untuk menilainya secara kritis.
Koesnadi Hardjasoemantri, menyatakan bahwa hukum lingkungan Indonesia dapat
meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
Hukum kesehatan lingkungan;
Hukum perlindungan lingkungan;
Hukum tata lingkungan;
Hukum pencemaran lingkungan (dalam kaitannya dengan misalnya pencemaran oleh
industri dan sebagainya).
Hukum lingkungan trasnasional/internasional dalam kaitannya dengan hubungan antar
bangsa.
Hukum perselisihan lingkungan (dalam kaitannya dengan penyelesaian masalah ganti rugi
dan sebagainya).
2.2 Hukum Pengelolaan Lingkungan
Mengapa hukum diperlukan dalam pengelolaan lingkungan, karena dahulu terdapat
anggapan bahwa pengertian dan perhatian manusia terhadap alam sebagai tempat hidupnya
hanya semata-mata dijadikan sebagai obyek saja. Manusia belum begitu sadar dan dapat
membayangkan bahwa antara alam tempatnya hidup dengan manusia adalah mempunyai
kedudukan yang sama. Dalam pengertian bahwa dalam alam, fungsi manusia dan fungsi
“tempat hidup” itu sama pentingnya karena saling isi-mengisi dan saling pengaruh dan
mempengaruhi. Atas dasar kenyataan alam tersebut, maka perlu manusia juga senantiasa
melindungi dan memelihara “tempat hidupnya” secara seksama, seperti halnya manusia
melindungi dan memelihara dirinya sendiri.
Manusia dalam hidupnya harus melindungi dan mengamankan “alam” agar dapat
terselenggara secara teratur dan pasti, pula agar dapat diikuti serta ditaati semua pihak,
maka perlu perlindungan dan pengamanan itu dituangkan dalam peraturan hukum. Maka
akan lahir hukum yang memperhatikan kepentingan alam atau hukum yang berorientasi
kepada kepentingan alam (natures interest oriented law). Kepentingan alam, yang perlu
dilindungi dan diamankan oleh hukum itu, berupa apa? Kepentingan itu berupa “keharusan
untuk melindungi dan mengamankan alam terhadap kemerosotan mutunya dan kerusakan
dirinya”. Dengan lain perkataan, kepentingan alam terletak dalam “keharusan untuk
menjaga kelestariannya”.
Agar perlindungan dan pengamanan lingkungan dapat berlangsung secara teratur dan pasti
serta agar diikuti oleh semua pihak, maka perlu dituangkan dalam peraturan hukum. Dan
lahir jenis hukum yang secara khusus dituangkan dengan maksud dan tujuan terpokok
untuk memelihara dan melindungi lingkungan disebut Hukum Lingkungan.
Hukum Lingkungan yang ditetapkan oleh suatu negara disebut Hukum Lingkungan
Nasional. Adapun Hukum Lingkungan yang ditetapkan persekutuan hukum bangsa-
bangsa, disebut Hukum Lingkungan Internasional. Hukum Lingkungan yang mengatur
suatu masalah lingkungan yang melintasi batas negara (masalah lingkungan batas-batas
masalah lingkungan transnasional) disebut Hukum Lingkungan Transnasional. Masalah-
masalah lingkungan transnasional itu terdapat banyak sekali di daerah-daerah perbatasan
beberapa negara bersangkutan berdasarkan persetujuan atau mufakat. Demikianlah Hukum
Lingkungan Transnasional itu merupakan salah satu bagian belaka daripada Hukum
Lingkungan Internasional dengan segala ciri-ciri dan cacatnya, sekalipun biasanya cara-
cara menetapkan dan memperlakukannya tidak serumit dunia secara global.
Sejak Deklarasi Stockholm tahun 1972 telah digariskan hubungan antara pembangunan
dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu pembangunan tanpa merusak lingkungan, yang
selanjutnya dikenal dengan kebijakan “Pembangunan berwawasan Lingkungan” (“Eco-
development”) sebagaimana ditegaskan dalam prinsip ke-13 Deklarasi Stocholm:
In order to achieve a more rational management of resources and thus to improve the
environment, states should adopt an itegrated and co-ordinated aproach to their
development planning so as to ensure that development is compatible with the need to
protect and improve environment for the the benefit of their population.[4] (Guna
mencapai pengelolaan sumber daya alam yang lebih rasional dan untuk memperbaiki
lingkungan, negara harus melakukan pendekatan integral dan kordinatif dengan
perencanaan pembangunan negara yang bersangkutan sehingga menjamin pembangunan
negara yang bersangkutan sehingga menjamin pembangunan sesuai dengan kebutuhan
untuk melindungi dan memperbaiki lingkungan untuk keuntungan penduduk mereka
sendiri)
Dalam Deklarasi Rio dirumuskan pula keterkaitan pembangunan dengan lingkungan
sebagaimana tertuang dalam prinsip ke-3 dan 4 yang berbunyi sebagai berikut :
The right to development must be fulfilled so as to equitably meet development and
environmental needs of present and future generations (Hak guna membangun harus
dilaksanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi secara tepat keseimbangan kebutuhan
pembangunan dan lingkungan hidup baik bagi generasi masa kini maupun generasi masa
yang akan datang).
In Order to echieve sustainable development, environmental protection shall consitute an
integral part of the development process and cannot be considered in isolation form it.
(Dalam rangka mencapai pembangunan yang berkesinambungan, perlindungan lingkungan
harus diperhitungkan sebagai bagian terpadu dari proses pembangunan tersebut, dan tidak
dapat dipandang sebagai sesuatu yang terpisah).
Dalam pelaksanaannya, pembangunan berwawasan lingkungan dikaitkan dengan
”pembangunan berkelanjutan” (“sustainable development”) yang menurut “The World
Commission on Environment and Development (WCED)” dalam publikasi “Our Common
Future” ditegaskan:
Pembangunan berkesinambungan ialah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa
kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan
mereka sendiri. Sehubungan dengan hal di atas, pada tahun 1987 oleh WCED diterbitkan
publikasi pakar hukum lingkungan berupa “Environmental Protection and Sustainable
Development, Legal Principles and Recommendations”. Pasal 7 karya tersebut menyatakan
:
States shall ensure that the conservation of nautral resources and the environment is treated
as an integral part of the planning and implementation of development activities. Particular
attention shall be paid to environmental problems arising in developing countries and to the
need to incorporate environmental considerations in all development assistance
programmes. (Negara menjamin bahwa konvervasi sumber daya alam dan lingkungan
memperlakukan sebagai bagian integral dari perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Perhatian khusus diberikan terhadap masalah lingkungan yang timbul di negara-negara
berkembang dan perlu untuk masuk pertimbangan lingkungan dalam semua program
bantuan pembangunan).
States shall make available to other states, and especially to developing countries, upon
their request and under agreed terms scientific and technical information and expertise,
results of research programmes, training oppourtinities and specialiezed equipment and
facilities which are needed by such other states to promote rational use of natural
resuorces, and the environment or to prevent or abate interference with natural resources or
the environment, in particular in cases of environmental emergencies. (Negara-negara
menyediakan untuk negara-negara lain dan khususnya negara-negara berkembang atas
permintaan mereka dan di bawah persetujuan istilah-istilah ilmiah dan informasi teknik dan
keahlian, hasil-hasil program penelitian, kesempatan pelatihan yang diperlukan oleh ngara-
negara lain untuk memajukan penggunaan secara rasional sumber daya alam dan
lingkungan atau mencegah intervensi dini dengan sumber daya alam atau lingkungan,
dalam kasus tertentu dari bahaya lingkungan).
Menurut Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi unsur-unsur berikut: (a)
perencanaan, (b) pemanfaatan, (c) pengendalian, (d) pemeliharaan, (e) pengawasan, (f)
penegakan hukum. Menurut Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Perencanaan perlindungan dan penglolaan lingkungan hidup
dilaksanakan melalui tahapan: (a) inventarisasi lingkungan hidup, (b) penetapan wilayah
ekoregion, (c) penyusunan RPPLH. Selanjutnya, inventarisasi lingkungan hidup dibedakan
atas inventarisasi lingkungan hidup nasional, tingkat pulau/kepulauan dan tingkat wilayah
ekoregion. Tujuan inventarisasi lingkungan hidup adalah untuk memperoleh data dan
sumber daya alam yang meliputi; (a) potensi dan ketersediaan, (b) jenis yang
dimanfaatkan, (c) bentuk penguasaan, (d) pengetahuan pengelolaan, (e) bentuk kerusakan
dan (f) konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan. Selanjutnya,
inventarisasi lingkungan hidup akan menjadi dasar dalam penetapan wilayah ekoregion.
Penetapan wilayah ekoregion dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesamaan: (a)
karakteristik bentang alam, (b) daerah aliran sungai, (c) iklim, (d) flora dan fauna, (e)
sosial budaya, (f) ekonomi, (g) kelembagaan masyarakat, (h) hasil inventarisasi lingkungan
hidup.
Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memuat rumusan
pengertian tentang konsep-konsep yang digunakan dalam batang tubuh undang-undang
tersebut sebanyak 39 sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1. Bandingkan dengan
Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997 yang mana memuat 25 pengertian. Undang-
Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tetap memuat rumusan
pengertian dari beberapa konsep dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berasal dari
undang-undang sebelumnya. Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup memuat pengertian dari 35 konsep yang relevan dengan pengelolaan lingkungan
hidup dalam Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu: (1)
lingkungan hidup, (2) perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, (3) pembangunan
berkelanjutan, (4) rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, (5) ekosistem,
(6) pelestarian fungsi lingkungan hidup, (7) daya dukung, (8) lingkungan hidup, (9) daya
tampung lingkungan hidup, (10) sumber daya alam, (11) kajian lingkungan hidup strategis,
(12) analisis mengenai dampak lingkungan hidup, (13) upaya pengelolaan lingkungan
hidup, (14) upaya pemantauan lingkungan hidup, (15) baku mutu lingkungan hidup, (16)
pencemaran lingkungan hidup, (17) kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, (18)
perusakan lingkungan hidup, (19) kerusakan lingkungan hidup, (20) konservasi sumber
daya alam, (21) perubahan iklim, (22) limbah, bahan berbahaya dan beracun, (23) limbah
bahan berbahaya dan beracun, (24) pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, (25)
dampak lingkungan hidup, (26) organisasi lingkungan hidup, (27) audit lingkungan hidup,
(28) ekoregion, (29) kearifan lokal, (30) masyarakat hukum adat, (31) orang, (32)
instrumen ekonomi lingkungan hidup, (33) ancaman serius, (34) izin lingkungan, (35) izin
usaha.
Beberapa konsep atau istilah baru yang dirumuskan dalam Undang-Undang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan tidak ditemukan dalam Undang-
Undang Lingkungan Hidup 1997 maupun Undang-Undang Lingkungan Hidup 1982 adalah
kajian lingkungan hidup strategis, disingkat Kajian Lingkungan Hidup Strategis, kerusakan
lingkungan hidup, perubahan iklim, bahan berbahaya dan beracun, limbah bahan
berbahaya dan beracun, pengelolaan limbah B3, dumping, audit lingkungan hidup,
ekoregion, kearifan lokal, masyarakat hukum adat, instrumen ekonomi, ancaman serius,
izin lingkungan.
Kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) adalah “rangkaian analisis sistematis,
menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan
telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan,
rencana dan/atau program.” Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang dirumuskan dalam
Pasal 1 butir 10 Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
merupakan instrumen kebijakan, perencanaan dan program. Diintrodusinya konsep Kajian
Lingkungan Hidup Strategis didasari oleh pertimbangan bahwa instrumen-instrumen
kebijakan yang berorientasi pada sebuah kegiatan, misalnya perizinan dan Analisis
mengenai dampak lingkungan saja tidak memadai untuk mewujudkan pembangunan
berkelanjutan karena kegiatan-kegiatan yang bersifat makro justeru menimbulkan dampak
yang lebih luas dan bermakna sehingga perhatian harus difokuskan pula pada kegiatan
makro seperti pembangunan suatu wilayah, kebijakan dan program pembangunan.
Kerusakan lingkungan dirumuskan dalam Pasal 1 butir 17 yaitu”perubahan langsung
dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang
melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup”. Dalam Undang-Undang
Lingkungan Hidup 1997 pengertian kerusakan lingkungan hidup tidak ditemukan, yang
ada hanya pengertian perusakan lingkungan hidup. Dengan adanya rumusan kerusakan
lingkungan hidup pada dasarnya tidak diperlukan lagi rumusan perusakan lingkungan
hidup karena dengan pengertian kerusakan lingkungan hidup menunjukkan salah satu
masalah lingkungan hidup, sedangkan perusakan lingkungan hidup mengandung makna
perbuatan atau tindakan yang menimbulkan kerusakan lingkungan, sehingga Undang-
Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat menjadi lebih hemat
istilah. Misalkan untuk istilah pencemaran lingkungan cukup dengan sendirinya dipahami
sebagai salah satu masalah lingkungan.
Pengertian perubahan iklim dirumuskan dalam Pasal 1 butir 19 yaitu “berubahnya iklim
yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga
menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global dan selain itu juga berupa
perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat
dibandingkan”. Meskipun perubahan iklim dirumuskan, Undang-Undang Perlindungan
Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak memuat pasal atau bab khusus yang mengatur
prinsip-prinsip pengendalian dan pengelolaan perubahan iklim. Istilah perubahan iklim
hanya sekadar disebut dalam Pasal 10 ayat (2) f dan (4) d yang mengatur Rencana
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pasal 16 e yang mengatur Kajian
Lingkungan Hidup Strategis. Konsep-konsep lainnya seperti bahan berbahaya dan beracun,
limbah bahan berbahaya dan beracun, kearifan lokal dan masyarakat hukum adat,
instrumen ekonomi, ancaman serius, izin lingkungan akan diuraikan pada bagian tersendiri
ketika membahas konsep-konsep tersebut.
Pengertian lingkungan hidup sebagaimana dirumuskan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah: “kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang
memengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia
serta makhluk hidup lain”. Pengertian perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah: “upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan
untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum”.
Pengertian pembangunan berkelanjutan, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 3
Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah: “upaya sadar
dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, sosial, ekonomi ke dalam strategi
pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan,
kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan.” Undang-Undang
Lingkungan Hidup 1997 menggunakan istilah “pembangunan berkelanjutan berwawasan
lingkungan hidup” yang pada dasarnya pencantuman istilah “berwawasan lingkungan
hidup” berlebihan karena secara konseptual makna pembangunan berkelanjutan sudah
mengandung wawasan lingkungan hidup. Selanjutnya, pengertian rencana perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH) dirumuskan dalam Pasal 1butir 4 yaitu
“perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya
perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu. “Konsep RPPLH tidak
dikenal dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997.
Pengertian ekosistem sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 5 adalah: “tatanan
unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling
memengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan
hidup.” Pengertian pelestarian fungsi lingkungan hidup dirumuskan dalam Pasal 1 butir 6,
yaitu “rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.” Konsep daya dukung lingkungan hidup dirumuskan dalam Pasal 1 butir
7, yaitu “kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia,
makhluk hidup lain dan keseimbangan antar kedua.” Selanjutnya, konsep daya tampung
lingkungan hidup dirumuskan sebagai berikut: “kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.”
Konsep daya dukung lingkungan berguna dalam kaitannya dengan pengendalian perusakan
lingkungan hidup, sedangkan konsep daya tampung lingkungan hidup berguna dalam
kaitannya dengan pengendalian pencemaran lingkungan hidup. Rumusan pengertian-
pengertian pelestarian fungsi lingkungan hidup, daya dukung lingkungan hidup dan daya
tampung lingkungan hidup dalam Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup tidak berbeda secara prinsipil dengan rumusan pengertian ketiga
konsep itu di dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997.
Pengertian sumber daya alam sebagaimana dirumuskan Pasal 1 butir 9 Undang-Undang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah: “unsur lingkungan hidup yang
terdiri atas sumber daya alam, baik hayati maupun non-hayati yang secara keseluruhan
membentuk kesatuan ekosistem.” Sebaliknya, Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997
memuat istilah sumber daya saja tanpa kata “alam” yang bersifat lebih luas dari sumber
daya alam karena meliputi pula sumber daya manusia dan sumber daya buatan. Menurut
pendapat penulis lebih tepat menggunakan istilah sumber daya alam karena lingkungan
hidup memang mengandung sumber daya alam.
Pengertian analisis mengenai dampak lingkungan, disingkat Analisis mengenai dampak
lingkungan, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 11 adalah “kajian mengenai
dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan.” Rumusan pengertian Analisis mengenai dampak lingkungan dalam
Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997 memuat kata “besar” di samping kata “penting”.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup kata “besar”
ditiadakan. Menurut penulis penghilangan kata “besar” dapat dibenarkan karena antara
keduanya seperti “redundancy” atau pengulangan. Selain itu, jika dilihat dari konsep
Environmental Impact Assessment (EIA) dalam NEPA, Undang-undang lingkungan hidup
Amerika Serikat – yang kemudian diadopsi oleh Indonesia – menggunakan istilah
“significant impact”. Kata penting lebih tepat sebagai padanan kata “significant” daripada
kata “besar”. Pengertian upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan
lingkungan hidup, yang disebut dengan singkatan UKL – UPL adalah “upaya pengelolaan
dan upaya pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting
terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.”
Pengertian baku mutu lingkungan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 13 adalah:
“ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus
ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya
tertentu sebagai unsur dalam lingkungan hidup.” Rumusan ini sama dengan rumusan dalam
Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997 dan juga dengan rumusan Undang-Undang
Lingkungan Hidup 1982.
Pengertian pencemaran lingkungan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 14
Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah: “masuknya
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam lingkungan
hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang
ditatapkan.” Rumusan ini agak berbeda dari pengertian pencemaran lingkungan hidup
dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997, tetapi secara substansial tidak terdapat
perbedaan pokok. Dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997 terdapat kata-kata
“berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai
ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.” Undang-Undang Lingkungan Hidup 1982 juga
memuat pengertian pencemaran lingkungan hidup, tetapi dengan rumusan yang berbeda,
yaitu mencakup pencemaran lingkungan hidup yang terjadi tidak saja akibat kegiatan
manusia, tetapi juga akibat proses alam. Penghapusan pencemaran hidup akibat proses
alam tampaknya didasarkan pada pandangan, bahwa hukum hanya mengatur perilaku
manusia dan bukan perilaku alam. Lagi pula dengan memuat rumusan pencemaran
lingkungan termasuk yang timbul akibat proses alam dikhawatirkan menimbulkan
tanggung jawab yang berat bagi negara Indonesia jika terjadi sengketa lingkungan antar
negara.
Untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan hukum lingkungan
yang begitu pesat, maka Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut Undang-Undang Lingkungan Hidup)
setelah berlaku lebih kurang selama 15 tahun, dipembaharuan menjadi Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) yang mengatur
mengenai pengelolaan lingkungan hidup yang berkesinambungan dan berkelanjutan.
Selanjutnya Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup ini pada 3 Oktober 2009
telah dirubah menjadi Undang-Undang tentang Perlindungan dan Penyelesaian
Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009 selanjutnya disebut UUPPLH. Undang-Undang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut berlaku sebagai payung
atau umbrela act atau umbrella provision atau dalam ilmu hukum
disebut kaderwet atau raamwet, sebab hanya diatur ketentuan pokoknya saja. Oleh
karenanya harus didukung oleh banyak peraturan pelaksanaannya.
Sebagai undang-undang pokok, maka Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup ini mempunyai ciri-ciri sebagaimana tercantum dalam penjelasan
umum, yaitu adanya penguatan tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena setiap
proses perumusan dan penerapan instrument pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan
pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan. Juga diatur
penguatan instrument pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, yang
meliputi instrument kajian lingkungan hidup strategis, tata ruang, baku mutu lingkungan
hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, Analisis mengenai dampak lingkungan,
upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan,
instrument ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan
hidup, analisis resiko lingkungan hidup, dan instrument lain yang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hukum mempunyai kedudukan dan arti penting dalam pemecahan masalah lingkungan
hidup dan merupakan dasar yuridis bagi pelaksanaan kebijakan pemerintah. Namun hukum
bukanlah satu-satunya sarana untuk menampung kebutuhan masyarakat terhadap
pemecahan masalah lingkungan, peran serta Pengadilan dan pemahaman terhadap
substansi hukum lingkungan juga diperlukan. Dalam hal ini perlu kerjasama yang baik
antara masyarakat dan pemerintah dan keseimbangan hubungan antara kepentingan umum
dan kepentingan perseorangan serta antara hak dan kewajiban.
Terhadap masalah lingkungan diperlukan pola pikir global, tapi langkah-langkah dan
tindakan yang perlu diambil dalam rangka pengelolaan lingkungan sifatnya lokal. Kunci
utama kebijakan lingkungan terletak pada penetapan sarana yang diperlukan bagi langkah-
langkah operasional.
Hukum lingkungan hidup merupakan instrument yuridis yang memuat kaidah-kaidah
tentang pengelolaan lingkungan hidup bertujuan untuk mencegah penyusutan dan
kemorosotan mutu lingkungan. Dikatakan oleh Danusaputro bahwa hukum lingkungan
hidup adalah konsep studi lingkungan hidup yang mengkhususkan pada ilmu hukum,
dengan objek hukumnya adalah tingkat perlindungan sebagai kebutuhan hidup.
Hukum lingkungan pada dasarnya mencakup penataan dan penegakan atau compliance and
enforcement. Yang meliputi bidang hukum administrasi, bidang hukum perdata dan bidang
hukum pidana.
Secara terminologi istilah penataan mempunyai arti tindakan preemtif,
preventif, dan proaktif. Preemtif adalah tindakan yang dilakukan pada tingkat proses
pengambilan keputusan dan perencanaan. Preventif adalah tindakan yang dilakukan pada
tingkat pelaksanaan melalui penataan baku mutu lingkungan limbah dan/atau isntrument
ekonomi. Sedangkan proaktif adalah tindakan pada tingkat produksi dengan menerapkan
standarisasi lingkungan hidup, seperti ISO 1400.
Sementara makna penegakan dimaksudkan upaya menegakkan hukum materiel khususnya
yang terdapat pada Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Penegakan hukum dalam Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup terdiri dari penegakan hukum administrasi, penegakan hukum perdata termasuk
penyelesaian sengketa lingkungan di luar Pengadilan melalui Alternatif Penyelesaian
Sengketa/Alternative Dispute Resolution dan terakhir penegakan hukum pidana.
Semua pengaturan tentang lingkungan hidup pada dasarnya dimaksudkan agar alam dapat
dimanfaatkan bagi kepentingan kesejahteraan umat manusia pada saat ini dan juga tidak
kalah pentingnya adalah untuk kepentingan kesejahteraan umat dimasa mendatang
(sustainable development). Dengan kata lain pembuatan Undang-Undang Perlindungan
Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta aturan sektoral lainnya dimaksudkan atau
dijiwai untuk menyelamatkan lingkungan. Sebagaimana diketahui bahwa lingkungan hidup
Indonesia telah mengalami berbagai kerusakan yang sangat mengkhawatirkan dan untuk
itu diperlukan pengaturan yang memadai. Berbagai bencana alam yang banyak terjadi
akhir-akhir ini seperti banjir di berbagai daerah di Indonesia, longsor, tercemarnya teluk
buyat oleh PT NMR, dan kejadian terakhir yang sampai hari ini belum tuntas
penanganannya adalah tenggelamnya ribuan hektar sawah di Porong akibat meluapnya
lumpur setelah dilakukan pengeboran oleh PT Lapindo, semuanya ditengarai akibat ulah
manusia.
Payung hukum atau umbrella act atau umbrella provision atau dalam ilmu hukum
disebut kadarwet atau raamwet yang utama terhadap masalah lingkungan hidup adalah
Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ini menjadikan ketentuan payung bagi
peraturan-peraturan lingkungan hidup yang sudah ada (lex lata) maupun bagi peraturan
lebih lanjut di bawahnya (lex feranda atau ketentuan organik) atas lingkungan hidup.
Keberadaan hukum lingkungan dimaksudkan untuk melindungi dan mengamankan
kepentingan alam dari kemerosotan mutu dan kerusakannya dalam rangka menjaga
kelestariannya. Tentang hukum lingkungan ini Koesnadi Hardjasoemantri berpendapat,
bahwa hukum lingkungan merupakan bidang ilmu yang masih sangat muda, yang
perkembangannya baru terjadi pada dasawarsa akhir ini.
Walaupun keberadaan hukum lingkungan dalam dunia keilmuan meski dipandang baru
sejalan dengan tumbuh dan berkembangnya kesadaran akan lingkungan, pada hakekatnya
dibutuhkan untuk melindungi lingkungan hidup dari ancaman kemerosotan atau kerusakan
akibat tindakan atau perilaku manusia yang tidak memperhatikan kelangsungan lingkungan
hidup dalam jangka panjang dan permanen untuk menunjang kehidupannya. Hukum
lingkungan Indonesia ini diharapkan menjadi pedoman bagi setiap orang yang berdomisili
di Indonesia agar bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku dalam mengelola
lingkungan hidup
C. Soal atau tugas

1) Jelaskan menurut anda pengertian Lingkungan hidup ?

2) Jelaskan menurut anda apa yang dimaksud Pengelolaan lingkungan hidup?

D. Daftar pustaka

1) PP Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Peraturan


2) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 2 Tahun 2013 tenteng Pedoman
Penerapan
3) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup

Anda mungkin juga menyukai