Anda di halaman 1dari 5

HERMAN JOHANNES

The Technology Godfather of Indonesian Military

Baru baru ini, Bank Indonesia (BI) telah meluncurkan mata uang dengan desain baru. Salah
satu pahlawan nasional yang terdapat pada uang baru tersebut adalah tokoh terkenal dari
Universitas Gadjah Mada, yaitu Prof. Dr. Ir. Herman Johannes. Mungkin pemerintah
memutuskan untuk mencetak wajah Prof. Herman Johannes dengan harapan supaya generasi
muda dan generasi penerus bangsa Indonesia tidak lupa terhadap jasa yang banyak diberikan
oleh beliau, baik andil terhadap tercapainya kemerdekaan Indoersia, maupun peran beliau
terhadap kedaulatan teknologi bangsa Indonesia. Beliau juga memiliki andil besar terhadap
perkembangan militer di Indonesia.
Prof. Herman Johannes adalah seorang profesor, ilmuwan, dan politikus. Prof. Herman
Johannes pernah menjabat sebagai rektor Universitas Gadjah Mada pada tahun 1981 sampai
1986 yang mana beliau terhitung sebagai rektor ke dua setelah Prof. Sardjito.. Beliau pernah
menjabat sebagai Kordinator Pendidikan Tinggi Pemerintah Indonesia pada tahun 1966
sampai 1979, merupakan anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) pada tahun 1968
sampai 1978, dan Menteri Pekerjaan Umum dan Energi pada tahun 1950 sampai 1951. Beliau
juga pernah menjadi anggota eksekutif utama dari UNESCO pada tahun 1954 sampai 1957.
Prof. Herman Johannes merupakan lulusan dari STT (Sekolah Tinggi Teknik) Bandung di
Yogyakarta yang kemudian menjadi cikal bakal Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, di
mana dia termasuk salah satu perintisnya. Prof. Herman Johannes banyak mengabdikan
dirinya demi kepentingan negara dan bangsanya, terutama terhadap rakyat kecil. Meski lebih
banyak dikenal sebagai pendidik dan ilmuwan, Prof. Herman Johannes juga tercatat pernah
berkarier di bidang militer dan juga tercatat telah berjasa dalam perang revolusi kemerdekaan
RI. Berkat sumbangsihnya membantu Tentara Keamanan Rakyat (TKR), mantan Rektor
UGM itu mendapat gelar Pahlawan Nasional pada 2009. Keahlian Prof. Herman Johannes
sebagai fisikawan dan kimiawan ternyata berguna untuk membuat bom yang memblokade
gerak pasukan Belanda selama Agresi Militer I dan II. Januari 1949, Kolonel GPHD
Djatikoesoemo meminta Prof. Herman Johannes bergabung dengan pasukan Akademi Militer
di sektor Sub-Wehrkreise 104 Yogyakarta. Dengan markas komando di Desa Kringinan dekat
Candi Kalasan, Prof. Herman Johannes diminta meledakkan Jembatan Bogem yang
membentang di atas Sungai Opak. Jasanya di dalam perang kemerdekaan membuat Prof.
Herman Johannes dianugerahi Bintang Gerilya pada tahun 1958 oleh Pemerintah RI.
Herman Johannes lahir didesa Keka pulau Rote pada tanggal 12 Mei 1912 sebagai anak dari
pasangan Daniel Abia Johannes dengan Aranci Dirk. Sewaktu kecil, Herman Johannes muda
bercita-cita untuk bisa memajukan bangsa dengan jalan mengembangkan teknologi. Untuk
mengejar cita-citanya, Herman muda meninggalkan desa dan Vervolg School (Sekolah
Melayu 5 kelas) yang hanya diikutinya selama setahun, agar dapat melanjutkan
pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu pada Europesche Lagere School (ELS) di
Kupang pada tahun 1922.
Kepindahan ini adalah berkat dorongan Daniel Abia Johanness, sang ayah yang memiliki
pandangan luas serta mengutamakan pendidikan anak-anaknya. Dengan gaji yang sangat
terbatas sebagai seorang guru desa sekaligus merangkap guru agama, beliau berusaha keras
agar semua anaknya dapat memperoleh pendidikan yang pantas walaupun itu berarti mereka
harus merantau meninggalkan kampung halaman dan sanak keluarganya. Herman Johannes
dalam usia masih belia berangkat ke Makassar untuk melanjutkan pendidikannya di MULO
(Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) pada tahun 1928 dan kemudian dilanjutkan ke AMS
(Algemeene Middelbare School), sebuah sekolah kristen di Batavia pada tahun 1931 dan
selanjutnya pada Technische Hooge School di Bandung tahun 1934 yang baru dapat
diselesaikannya pada tahun 1946 di Sekolah Tinggi Teknik Bandung di Yogyakarta yang
karena faktor keamanan, untuk sementara waktu dipindahkan ke Yogyakarta. Sekolah Tinggi
Teknik Bandung ini merupakan cikal bakal Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Berbekal pencapaian akademiknya di AMS yang dapat diselesaikannya tepat waktu dan
dengan memperoleh nilai tertinggi. Herman Johannes berhasil memdapat bea siswa untuk
kuliah ke THS.
Herman Johannes sewaktu berkuliah merupakan mahasiswa yang cerdas, ulet, dan kreatif..
Waktu senggangnya dimasa kuliah digunakannya untuk kegiatan organisasi dan menulis
karangan ilmiah. Tulisan-tulisannya mendapat perhatian besar dan pujian dari pimpinan
fakultas dan kalangan akademisi sehingga lolos seleksi untuk dimuat dalam majalah De
Ingenieur in Nederlandsch Indie dan akhirnya mendapat penghargaan dari Koningklijk
Instituut van Ingenieurs di Belanda. Beliau juga sangat menyukai ilmu Fisika. Karena itu,
meskipun mahasiswa teknik sipil, ia diberi kepercayaan mengajar ilmu fisika di sekolah
kedokteran. Masih dalam status sebagai mahasiswa, Herman Johannes telah dipercaya untuk
menjadi dosen pada Sekolah Menengah Tinggi Jakarta , Sekolah Tinggi Kedokteran di
Jakarta, Solo dan Klaten, Sekolah Tinggi Teknik Bandung (dalam pengungsian) di
Yogyakarta serta pada Akademi Militer di Yogya. Akhirnya pada Oktober 1946, Herman
Johannes pun di wisuda. Pada saat itu, beliau juga berjuang sebagai anggota Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP) mewakili daerah Bali, NTB, dan NTT.
Dimasa kuliah pada THS di Bandung inilah, Herman Johannes yang sangat aktif dalam
berorganisasi bertemu dengan pemuda-pemuda pelajar asal Timor yang bersekolah di
Bandung. Bersama-sama dengan Simon K.Tibuludji, Izaak Huru Doko, Josef Toelle dan
Chris Ndaumanu, Herman mendirikan perkumpulan Timorsche Jongeren yang kemudian
dirubah menjadi Perkumpulan Kebangsaan Timor (PKT). Ini merupakan awal keterlibatan
Herman dalam bidang politik yang kemudian akan mengantarnya menjadi salah seorang
pendiri Partai Indonesia Raya dan menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat. Cita-
cita Herman sejak kecil adalah menggali ilmu sedalam-dalamnya melalui pendidikan tinggi,
karenanya ia menolak tawaran bea siswa dari Pemerintah Hindia Belanda yang
mengharuskannya masuk ke sekolah calon pegawai negeri / Opleiding School Voor
Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) setamat ELS. Tidak pernah pula terlintas dalam pikirannya
untuk menjadi tentara, namun ternyata takdir berkata lain.
Semasa kuliah, selain aktif di bidang organisasi, Herman Johannes juga aktif di bidang
penelitian dan publikasi ilmiah. Pada saat masih berkarir di dunia akademik, Herman
Johannes pernah melakukan riset di bidang teknologi kerakyatan. Salah satu prestasinya yaitu
menemukan kompor arang yang didesain khusus untuk bisa digunakan masyarakat dengan
kelas ekonomi menengah kebawah. Kompor arang tersebut menggunakan briket arang
biomasa sebagai bahan bakar. Beliau juga meneliti beberapa jenis energi alternatif dan
mencari cara untuk mengubah limbah pertanian menjadi bahan bakar.
Berbekal pengetahuannya dibidang fisika dan kimia, bantuannya sering diminta oleh para
pemuda pejuang untuk merakit senjata api dan membuat detonator serta alat peledak. Tugas
ini dapat dikerjakannya dengan baik berkat fasilitas laboratorium Sekolah Tinggi Kedokteran
yang bebas digunakannya.
Dalam 'Herman Johannes: Tokoh yang Konsisten dalam Sikap dan Perbuatan', dikisahkan
sang profesor pada 4 November 1946 pernah menerima Surat Perintah yang ditadatangani
Kapten (Kavaleri) Soerjosoemarno. Surat itu mengatasnamakan Kepala Staf Umum
Kementerian Keamanan Rakyat Letjen Urip Sumohardjo. Isinya agar Prof Herman Johannes
segera hadir dan melapor ke Markas Tertinggi Tentara di Yogyakarta. Setelah memenuhi
panggilan tersebut, Prof Herman Johannes mengerti bahwa ia diminta membangun sebuah
laboratorium persenjataan bagi TNI, karena pemerintah Indonesia saat itu sedang mengalami
krisis persenjataan. Permintaan ini diterimanya dengan satu syarat, yakni jika laboratorium
itu sudah bisa berdiri dan berproduksi, maka penanganannya harus dilanjutkan orang
lain. Prof Herman Johannes tetap ingin melanjutkan kariernya di bidang pendidikan. Di
bawah pimpinan Prof Herman Johannes, laboratorium persenjataan yang terletak di bangunan
Sekolah Menengah Tinggi (SMT) Kotabaru ini selama perang kemerdekaan berhasil
memproduksi bermacam bahan peledak, seperti bom asap dan granat tangan. Atas perannya
itu, Prof Herman Johannes diberi pangkat mayor oleh TKR. Jabatan dan karier yang tidak
pernah diimpikannya tapi ia terima dengan penuh tanggung jawab demi perjuangan
kemerdekaan Indonesia.
Sebagai anggota tentara, Herman tidak hanya berjuang digaris belakang dengan mengelola
dan memimpin laboratorium persenjataan yang merakit senjata dan membuat bom serta
granat, tetapi ia ikut aktif digaris depan bersama pasukan Taruna Akademi Militer dibawah
komando Kolonel Djatikusumo serta memimpin Gerakan Rakyat Indonesia Sunda Kecil
(GRISK). Dalam Doorstoot Naar Djokja, Prof Herman Johannes, yang diberi pangkat mayor
karena ikut perang gerilya, berhasil merancang pemancar radio darurat, yang mengudara dari
daerah Gading, Gunung Kidul. Sebagaimana fungsi radio dalam perang, alat komunikasi
yang diciptakan sang profesor itu juga digunakan untuk melawan propaganda musuh.
Pahlawan nasional ini kerap dengan sengaja memakai bahasa daerahnya, NTT, untuk
melawan propaganda Belanda, bahwa hanya orang-orang Jawa yang ingin merdeka. Dalam
setiap siarannya di radio, Prof Johannes selalu mengawalinya dengan kalimat, "Au Ir
Johannes, au kokolak emineme Djokja, mai neme Republik Indonesia (saya Ir Johannes,
berbicara kepada saudara-saudara dari Djokja, Ibu Kota Republik Indonesia),"
Herman Johannes pun banyak membantu menghambat gerakan pasukan Belanda saat
melakukan Agresi Militer I dan II. Memenuhi permintaan Letkol Soeharto dan Kolonel GPH
Djatikoesoemo, beliau memasang peledak di jembatan-jembatan penghubung Yogyakarta-
Solo dan Yogyakarta-Kaliurang. Karena ia menguasai teori jembatan saat bersekolah di THS
Bandung, Prof Johannes bisa membantu pasukan Resimen XXII membom jembatan tersebut.
Dengan markas komando di Desa Kringinan dekat Candi Kalasan, lagi-lagi Prof Johannes
diminta meledakkan Jembatan Bogem yang membentang di atas Sungai Opak. Jembatan
akhirnya hancur dan satu persatu jembatan antara Yogya-Solo dan Yogya-Kaliurang berhasil
dihancurkan Johannes bersama para taruna Akademi Militer. Aksi gerilya ini melumpuhkan
aktivitas pasukan Belanda sebab mereka harus memutar jauh mengelilingi Gunung Merapi
dan Gunung Merbabu melewati Magelang dan Salatiga untuk bisa masuk ke wilayah
Yogyakarta. Saat Agresi Militer Belanda II 1948, Prof Herman Johannes memang belum
bergelar profesor. Saat itu dia 'baru' insinyur yang menjadi dosen Sekolah Tinggi Teknik
(STT), kini adalah Fakultas Teknik UGM.
Pengalaman bergerilya membuat Herman Johannes juga ikut serta dalam Serangan Umum 1
Maret 1949 yang menyerbu kota Yogyakarta di pagi buta dan bisa menduduki ibukota
Republik selama enam jam.dan menjadi saksi sumbangan Sri Sultan Hamengkubuwono IX
kepada perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Letnan Soesilo Soedarman dan Letnan
Djajadi, Mayor Johannes pernah bertugas ke Wedi, Klaten, untuk melakukan koordinasi
perjuangan. Mereka bertiga berangkat memakai seragam baru hadiah dari
Sultan Hamengkubuwono IX. Sultan pun memberi gaji seratus rupiah Oeang Republik
Indonesia (ORI) setiap bulan kepada para taruna Akademi Militer. Herman Johannes juga
mengemukakan bahwa Sri Sultan dan Paku Alam bersama Komisi PBB menjemput para
gerilyawan yang hendak masuk Kota Yogyakarta pada 29 Juni 1949. Jabatan dan pangkat
kemiliterannya kemudian ia lepaskan setelah pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda tahun
1950 untuk dapat kembali mengabdi dibidang pendidikan.
Ucapan Selamat dari Sri Sultan HB IX. Kembali kekehidupan sipil, Herman diangkat oleh
Presiden Sukarno menjadi Menteri Pekerjaan Umum dan Energi dalam kabinet Moh.Natsir.
Setelah melepaskan pangkat Mayor dan jabatan sebagai Menteri, ia kembali meneruskan cita-
citanya menjadi dosen dengan pangkat Mahaguru yang disandangnya sejak tahun 1948 dan
kemudian berturut-turut dipercaya sebagai Dekan Fakultas Teknik UGM, Dekan Fakultas
Ilmu Pasti & Alam UGM dan akhirnya sebagai Rektor UGM. Jabatan rektor untuk Herman
kali itu menjadi sejarah karena akhirnya universitas di Yogyakarta itu mempunyai orang
nomor satu yang bukan dari Jawa.
Pensiun baginya bukanlah masa istirahat, beliau tetap giat berkarya menekuni berbagai
jabatan a.l sebagai Koordinator Perguruan Tinggi DIY-Jawa Tengah, Ketua Regional Science
and Development Center Yogyakarta, Anggota Dewan Pertimbangan Agung, Anggota
Komisi Empat (Tim Pemberantasan Korupsi), anggota Majelis Bahasa Indonesia-Malaysia,
anggota Deewan Riset Nasional, Pengurus Legiun Veteran Pusat dll.
Karya-karya tulisnya, baik yang dibukukan maupun dalam bentuk makalah serta pandangan-
pandangannya yang dimuat dalam surat kabar, merupakan sumbangan yang sangat berharga
bagi perkembangan ilmu dan teknologi antara lain mengenai fisika modern, matematika
untuk ekonomi, gaya bahasa keilmuan, kamus istilah Ilmu dan Teknologi, sumber energi
alternatif, listrik tenaga panas laut, manfaat lamtoro gung, teknologi yang dibutuhkan
Indonesia, anglo hemat energi dan pandangan kritisnya mengenai Timor Gap. Salah satu
karya tulisnya “Fusi Dingin dalam Tabung Lucutan” dikerjakan pada saat-saat akhir
hidupnya dan diselesaikan diruang perawatannya.
Tokoh Herman Johannes adalah contoh pribadi yang serius, tekun dan penuh tanggung
jawab, pribadi yang mengutamakan kerja serta pengabdian. Hari-hari hidupnya diisi dengan
berkarya, sedangkan rekreasi dan hiburan untuk kesenangan pribadi hampir-hampir
terabaikan, begitu pula masa-masa indah saat remajanya yang seolah terlupakan demi kerja
serta tugas-tugas yang diembannya.
Beliau menikah pada usia 43 tahun yaitu dalam bulan Mei 1955 beliau menikah dengan putri
seorang raja Rote, Attie M.G. Amalo. Dari perkawinan ini beliau memperoleh 4 orang anak,
masing-masing Christine, Henriette, Daniel dan Helmi.
Sampai akhir hayatnya Herman Johannes tetap rendah hati dan sederhana. Penghargaan-
penghargaan serta tanda-tanda kehormatan yang diterima dari berbagai kalangan atas karya
dan jasa-jasanya tidak membuatnya menjadi tinggi hati dan angkuh. Gelar Doktor Honoris
Causa dipersembahkan Universitas Gajah Mada kepadanya, Sultan Hamengku Buwono IX
menganugerahi penghargaan, Keluarga Alumni Tehnik Gajah Mada (KATGAMA)
mengabadikan nama Prof. Dr. Ir. Herman Johannes pada sebuah jalan di kota Yogyakarta dan
sebuah penghargaan untuk karya utama penelitian dibidang ilmu dan teknologi diberi nama
Herman Johannes Award.
Pemerintah Republik Indonesia telah menganugerahinya Bintang Gerilya, Satya lencana
Pejuang Kemerdekaan, Satya Lencana Wirakarya, Bintang Mahaputera, Bintang Legiun
Veteran dan melalui Keputusan Presiden RI no. 80 tahun 1996 nama Herman Johannes
diabadikan sebagai nama Taman Hutan Raya kawasan hutan Sisinemi-Sanam di Kabupaten
Kupang.
Herman Johannes adalah sepupu Pahlawan Nasional Dr. Wilhelmus Zakaria Johannes.
Herman Johannes meninggal dunia pada 17 Oktober 1992 karena kanker prostat. Nama Prof
Herman Johannes juga diabadikan menjadi nama jalan yang menghubungkan Kampus UGM
dengan Jalan Solo dan Jalan Jenderal Sudirman di kota Yogyakarta. Selain itu, Prof. Herman
Johannes dinamakan pada sebuah Taman Hutan Rakyat (Tahura) di wilayan Amarasi,
Kabupaten Kupang. Tahura yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI nomor
80 Tahun 1996 ini, terletak di Desa Kotabes Kecamatan Amarasi Kabupaten Kupang, dengan
luas sekitar 1.900 hektar yang berada di bawah pengawasan UPTD Kehutanan Nusa
Tenggara Timur. Pada tahun 2009, Herman Johannes ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia
sebagai salah satu tokoh Pahlawan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai