Anda di halaman 1dari 37

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek terjadi

melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2012).

Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat suatu hal,

termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara

sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Mubarak, 2009).

Dari pengertian pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa

pengetahuan adalah hasil dari proses pengamatan seseorang terhadap

objek dengan menggunakan panca inderanya.

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,

telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan

sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.


11

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera

pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera

pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Sedangkan

menurut Bloom dan Skinner Pengetahuan merupakan kemampuan

seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam

bentuk bukti atau jawaban dalam bentuk lisan maupun tulisan.

(Notoatmodjo, 2012)

Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai ruang

lingkup yang sangat luas. Menurut benyamin Bloom (1908) yang dikutip

oleh Notoatmodjo (2012) “Pengetahuan adalah pemberian bukti oleh

seseorang melalui proses penglihatan atau pengenalan informasi, ide

yang sudah diperoleh sebelumnya”.

Perilaku manusia dalam kehidupannya dipengaruhi oleh banyak

faktor yang melatar belakangi dalam berperilaku, diantaranya perilaku

dipengaruhi oleh sikap dan lingkungan sebagai respon terhadap suatu

kondisi. Selanjutnya perilaku dibagi atas dua bentuk yakni perilaku

sebagai upaya kepentingan atau guna mencapai sasaran dan perilaku

sebagai respon terhadap lingkungan. Pertama,perilaku sebagai upaya

memenuhi kepentingan atau guna mencapai sasararan adalah perilaku

yang terbentuk oleh gerak dari dalam dan berjalan secara sadar. Yang

dimaksud dengan penggerak dari dalam adalah sistem nilai yang

ditambahkan atautertanam, melembaga dan hidup didalam diriorang

yang bersangkutan. Nilai tertanam dan berarti nilai menjadi keyakinan,

pendirian atau pegangan. Perilaku merupakan aktualisasi, sosialisasi


12

dan internalisasi keyakinan, pendiri atau sikap. Kedua, dan perilaku

sebagai respon terhadap lingkungan merupakan respon terhadap

treatment dari atau kondisi lingkungan. Dan pembentukan perilaku dari

luat itu ada yang berupa stimulus berdasarkan stimulus respon (seperti

pujian, hadiah atau berupa teguran) dan ada yang berwujud challenge

berdasarkan challenge respon yang berupa tanggung jawab,

persaingan, perlombaan, kemenangan, kejuaraan, kehormatan dan

sebagainya

Pengetahuan yang dicakup didalam New domain kognitif

Taksonomi Bloom mempunyai 6 (enam) tingkatan, yaitu sebagai berikut:

a. Mengingat (Remembering)

Kemampuan menyebutkan kembali informasi / pengetahuan yang

tersimpan dalam ingatan. Contohnya menyebutkan arti taksonomi..

b. Memahami (Understanding)

Kemampuan memahami instruksi dan menegaskan pengertian/

makna ide atau konsep yang telah diajarkan baik dalam bentuk lisan,

tertulis, maupun grafik/diagram. Contohnya merangkum materi yang

telah diajarkan dengan kata-kata sendiri

c. Menerapkan (Applying)

Kemampuan melakukan sesuatu dan mengaplikasikan konsep dalam

situasi tetentu. Contohnya melakukan proses menjaga pola makan

sesuai dengan anjuran dokter.

d. Menganalisis (Analyzing)

Kemampuan memisahkan konsep kedalam beberapa komponen dan

mnghubungkan satu sama lain untuk memperoleh pemahaman atas


13

konsep tersebut secara utuh. Contohnya menganalisis penyebab

terjadinya kekambuhan penyakit dalam prilaku dengan memisahkan

komponen- komponennya.

e. Menilai (Evaluating)

Kemampuan menetapkan derajat sesuatu berdasarkan norma,

kriteria atau patokan tertentu Contohnya membandingkan

peningkatan kesehatan sebelum dan sesudah melakukan perawatan

dan pengobatan.

f. Mencipta (Creating)

Kemampuan memadukan unsur-unsur menjadi sesuatu bentuk baru

yang utuh dan koheren, atau membuat sesuatu yang orisinil.

Contohnya membuat kesimpulan dengan menyatukan pendapat dan

materi dari beberapa sumber.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Pengetahuan yang dimiliki seseorang akan dipengaruhi oleh

beberapa hal. Menurut Notoatmodjo (2012) hal tersebut adalah :

a. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang

lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas

pengetahuan seseorang.

b. Keyakinan

Biasanya diperoleh secara turun menurun dan tanpa ada pembuktian

terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan

seseorang, baik yang bersifatnya positif maupun negative.


14

c. Fasilitas

Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang, misalnya radio, majalah, dan buku.

d. Sosial budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan keluarga dapat mempengaruhi

pengetahuan, presepsi dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

e. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar tidak

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat,

pendidikan meliputi pembelajaran keahlihan khusus, dan juga

sesuatu yang tidak dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian

pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan (Azwar S, 2009).

f. Umur

Umur, dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi

perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan

fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan, yaitu

perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan

timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ.

Pada aspek psikologis dan mental taraf berfikir seseorang semakin

matang dan dewasa (Mubarak, 2009)


15

2. Pengukuran Pengetahuan

Berdasarkan pengertian pengetahuan yang telah diuraikan

diatas, maka pengukuran pengetahuan dapat diketahui dengan cara

orang yang bersangkutan mengungkapkan apa-apa yang diketahuinya

dalam bukti atau jawaban, baik lisan maupun tulisan.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara

wawancara atau pengisian kuesioner yang menanyakan tentang isi

materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.

Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat pengetahuan tersebut di atas.

Pertanyaan (Question) yang dapat dipergunakan untuk

pengukuran pengetahuan secara umum dapat dikelompokkan menjadi

dua jenis, yaitu :

a. Pertanyaan subjektif, misalnya jenis pertanyaan essay.


b. Pertanyaan objektif, misalnya pertanyaan pilihan berganda (multiple

choices), betul salah, dan pertanyaan menjodohkan.

Pertanyaan essay disebut pertanyaan subjektif karena penilaian

untuk pertanyaan ini melibatkan faktor subjektif dari penilai sehingga

nilainya akan berbeda dari seorang penilai dibandingkan dengan penilai

betul salah, dan menjodohkan disebut pertanyaan objektif karena

pertanyaan-pertanyaan itu dapat dinilai secara pasti oleh penilainya

tanpa melibatkan factor subjektif dari penilai.

Dari kedua jenis pertanyaan tersebut, pertanyaan objektif

khususnya pilihan ganda, lebih disukai untuk dijadikan sebagai alat ukur

pengukuran pengetahuan karena lebih mudah disesuaikan dengan

pengetahuan yang akan diukur dan lebih cepat dinilai.


16

Isi pertanyaan hendaknya disesuaikan dengan tujuan dari

penelitian, serta tergantung dalam atau dangkalnya data yang akan

digali. Banyaknya pertanyaan sangat relatif, tergantung dari luasnya

penelitian tersebut. Tetapi perlu diperhatikan pertanyaan yang terlalu

banyak akan memakan waktu yang panjang dan dapat menimbulkan

kebosanan dari responden. Apabila responden sudah bosan, maka

jawaban-jawaban akan bias (Notoatmodjo, 2012).

Menurut skinner bila seseorang mampu menjawab mengenai

materi tertentu baik secara lisan maupun tulisan, maka dikatakan

mengetahui bidang itu. Sekumpulan jawaban yang diberikan seseorang

itu dinamakan pengetahuan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan

denga wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi

yang ingin diukur dan subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo,

2012).

Notoatmodjo (2012) mengemukakan bahwa untuk mengetahui

secara kualitas tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dapat

dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu :

a. Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai > 75 %


b. Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56-75 %
c. Tingkat pengetahuan kurang bila skor atau nilai < 56 %

B. Sikap

1. Pengertian Sikap
17

Sikap merupakan proses evaluatif dari dalam diri seseorang.

Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan dalam

sikap timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang

memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk baik-buruk,

mendukung-tidak mendukung, positif-negatif, menyenangkan-tidak

menyenangkan yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi

terhadap objek sikap (Azwar, 2009).

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2012). Azwar

(2009) menjelaskan sikap sebagai berikut :

a. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan

mendukung atau memihak (favorable) ataupun perasaan tidak

mendukung atau tidak memihak (unfavorable)

b. Sikap merupakan kecenderung potensi untuk bereaksi dengan cara

tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang

membutuhkan respon

c. Sikap merupakan komponen-komponen kognitif, afektif dan konatif

yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan

berperilaku terhadap objek

d. Sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal berperasaan (kognisi),

predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu objek

dilingkungan sekitarnya.

e. Sikap diperoleh melalui pengalaman pribadi, budaya, dari orang lain

yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga

keagamaan, serta faktor emosi dari dalam individu itu sendiri.


18

Pada kesimpulannya, sikap adalah proses evaluatif dalam diri

seseorang terhadap suatu objek atau stimulus yang diterima baik

dengan perasaan memihak atau menerima ataupun perasaan tidak

memihak dan tidak menerima.

2. Struktur Sikap

Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang,

menurut Azwar (2009), dijelaskan sebagai berikut :

a. Komponen Kognitif

Komponen ini berisi tentang kepercayaan seseorang mengenai apa

yang berlaku atau benar bagi suatu objek. Sikap kepercayaan

datang dari apa yang kita lihat atau apa yang kita ketahui. Hal ini

dapat dicontohkan : kadang kita percaya bahwa pizza itu bisa

menggemukan namun diwaktu yang lain kadang bisa saja kita

percaya dengan hal yang sebaliknya.

b. Komponen Afektif

Komponen ini menyangkut masalah emosional subjektif seseorang

terhadap suatu objek sikap. Secara umum komponen ini disamakan

dengan perasaan yang dimilliki terhadap sesuatu. Contohnya : kita

kadang percaya terhadap apa yang dibicarakan sahabat kita,

namun kadang juga tidak.

c. Komponen Perilaku
19

Sikap terbentuk dari tingkah laku seseorang dan perilakunya.

Sehingga kita bisa saja mendengarkan atau tidak mendengarkan

pembicaraan sahabat kita.

3. Tingkatan Sikap

Notoatmodjo (2012), menyatakan bahwa terdapat empat tingkatan

sikap, yaitu :

a. Menerima (receiving)

Dalam hal ini subjek mau menerima dan memperhatikan stimulus

yang ada. Misalnya, sikap orang terhadap gizi dapat terlihat dari

kesediaan dan perhatiannya terhadap ceramah-ceramah tentang

gizi.

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari

sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan

atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari jawabannya

itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide

tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya, seorang

ibu yang mengajak ibu lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke

posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi, merupakan suatu bukti

bahwa ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi

anak.
20

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko yang ada, merupakan tingkatan sikap yang

paling tinggi. Hal ini dapat dilihat dari contoh bahwa seorang ibu

tetap akan memilih ber-KB apapun resikonya.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap

Dalam Azwar (2009), terdapat faktor-faktor yang diduga memiliki

pengaruh terhadap sebuah sikap, hal tersebut adalah :

a. Pengetahuan

Merupakan suatu bentuk dalam sistem pendidikan yang memiliki

pengaruh besar dalam pembentukan sikap.

b. Pengalaman Pribadi

Hal ini diartikan bahwa apa yang sedang dialami akan ikut

membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus

yang datang.

c. Pengaruh Orang yang Dianggap Penting

Jiwa kita akan senantiasa menerima masukan, salah satunya kita

akan senantiasa mengikuti apa yang dilakukan oleh orang yang kita

angggap penting. Dalam hal ini juga, bahwa kedudukan orang yang

dianggap penting juga akan mempengaruhi bagaimana respon kita

terhadap stimulus yang datang.

d. Pengaruh Kebudayaan
21

Kebudayaan yang ada dan menaungi hidup seseorang memiliki

pengaruh besar dalam membentuk opini seseorang dan

kepercayaannya.

e. Media Massa

Berbagai macam media massa, akan bisa memberikan pengaruh

terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Baik itu

televisi, radio, koran, majalah, leaflet, pamflet dan lain-lain.

f. Pengaruh Faktor Emosi

Sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang

berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk dari

ego.

5. Pengukuran Sikap

Secara umum teknik dalam pemberian skor yang akan

digunakan dalam kuesioner penelitian ini adalah teknik skala Likert.

Penggunaan skala Likert menurut Sugiyono (2013:132) adalah “skala

Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial”.

Untuk pengukuran sikap dapat diukur dengan menggunakan skor

standar yang biasa digunakan dalam skala model Likert adalah skor-T

(Azwar, 2009) dengan rumus :

T = 50 + 10
22

Keterangan

X = Skor responden pada skala sikap yang hendak diubah menjadi skor

= Mean skor kelompok

s = Deviasi standar kelompok

Setelah dihitung menggunakan rumus diatas, selanjutnya

diklasifikasikan menjadi :

a. Favorable (mendukung) : jika skor responden ≥ mean/ median.

b. Unfavorable (Tidak mendukung) : jika skor responden ≤ mean/

median.

C. Konsep Dasar Perilaku Seks Bebas

1. Pengertian Perilaku Seks Bebas

Dalam kehidupan sehari-hari, kata seks secara harfiah berarti jenis

kelamin. Pengertian seks kerap hanya mengacu pada aktivitas biologis

yang berhubungan dengan alat kelamin (genitalia), meski sebenarnya

seks sebagai keadaan anatomi dan biologis, sebenarnya hanyalah

pengertian sempit dari yang dimaksud dengan seksualitas. Seksualitas

yakni keseluruhan kompleksitas emosi, perasaan, kepribadian, dan

sikap seseorang yang berkaitan dengan perilaku serta orientasi

seksualnya (Spruyt dalam Wulandari, 2017).

Perilaku seks bebas tidak pernah terlepas dari berbagai faktor

yang melatarbelakangi dan akibat negatif yang ditimbulkannya. Perilaku

seks bebas merupakan sebuah kritik sosial yang sangat mencemaskan

orang tua, pendidik, ulama, tokoh masyarakat serta aparat pemerintah.


23

Menurut Kartono (2008), pada umumnya perilaku seks bebas yang

terjadi berdasarkan kepada dorongan seksual yang sangat kuat serta

tidak sanggup mengontrol dorongan seksual. Selanjutnya perilaku seks

bebas atau free sex dipandang sebagai salah satu perilaku seksual

yang tidak bermoral dan sangat bertentangan dengan nilai- nilai agama

dan adat istiadat. Disamping itu, para penganut perilaku seks bebas

kurang memiliki kontrol diri sehingga tidak bisa mengendalikan

dorongan seksualnya secara wajar. Dengan demikian perilaku seks

bebas kemungkinan dapat menyebabkan dan menumbuhkan sikap yang

tidak bertanggung jawab tanpa kedewasaan dan peradaban.

Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marial

intercourse atau kinky-sex merupakan bentuk pembebasan seks yang

dipandang tidak wajar. Seks bebas adalah kegiatan yang dilakukan

secara berdua pada waktu dan tempat yang telah disepakati bersama

dari dua orang lain jenis yang belum terikat pernikahan. Perilaku seks

bebas adalah aktifitas seksual yang dilakukan di luar perkawinan yang

sama dengan zina, perilaku ini dinilai sebagai perilaku seks yang

menjadi masalah sosial bagi masyarakat dan negara karena dilakukan

di luar pernikahan (Wahyuningsih, 2008).

Menurut Desmita (2012) pengertian perilaku seks bebas adalah

segala cara mengekspresikan dan melepaskan dorongan seksual yang

berasal dari kematangan organ seksual, seperti berkencan intim,

bercumbu, sampai melakukan kontak seksual yang dinilai tidak sesuai

dengan norma. Tetapi perilaku tersebut dinilai tidak sesuai dengan

norma karena remaja belum memiliki pengalaman tentang seksual.


24

Selanjutnya Kartono (2009), menyatakan bahwa salah satu bentuk

perilaku seks bebas adalah hubungan seks kelamin yang dilakukan

dengan berganti-ganti pasangan yang bertujuan untuk mendapatkan

pengalaman seksual secara berlebihan.

Sarwono (2012) menyatakan bahwa perilaku seks bebas adalah

segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan

lawan jenis maupun sesama jenis mulai dari tingkah laku yang

dilakukannya dengan sentuhan, beciuman (kissing) berciuman belum

menempelkan alat kelamin yang biasanya dilakukan dengan memegang

payudara atau melalui oral seks pada alat kelamin tetapi belum

bersenggama (necking) dan bercumbuan sampai menempelkan alat

kelamin yaitu dengan saling menggesekkan alat kelamin dengan

pasangan namun belum bersenggama (petting) dan yang sudah

bersenggama (intercourse), yang dilakukan di luar hubungan

pernikahan.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku

seks bebas ialah suatu aktifitas seksual yang dilakukan oleh pria dan

wanita sebelum ada ikatan resmi (pernikahan) mulai dari aktivitas seks

yang paling ringan sampai tahapan senggama.

2. Bentuk-bentuk Perilaku Seks Bebas

Berdasarkan hasil penelitian Irsyad (2012) terhadap pertanyaan

yang diajukan tentang perilaku hubungan seks bebas pranikah yang

biasa dilakukan mahasiswa, diperoleh bahwa pada umumnya

responden memahami perilaku seks bebas itu mengarah pada bentuk–

bentuk berhubungan badan, berciuman, bercum- bu. Berciuman itu


25

adalah persentuhan laki-laki dan perempuan disekitar muka, bercumbu

adalah persetuhan tangan melewati daerah sekitar muka, sedangkan

bersetubuh adalah hubungan jenis kelamin antara laki-laki dan

perempuan.

Berdasarkan penelitian Mutiara, Komariah dan Karwati, (2013)

perilaku seks bebas yang umumnya dilakukan mahasiswa diantaranya

adalah:

a. Berpegangan tangan: menyentuh tangan, menggenggam,

menggandeng.
b. Berpelukan: memeluk, merangkul.
c. Necking: mencium kening, mencium pipi, mencium bibir, mencium

leher, mencium payudara.


d. Meraba bagian tubuh yang sensitif: meraba buah dada, meraba alat

kelamin.
e. Petting : menempelkan alat kelamin (dengan pakaian atau tanpa

pakaian).
f. Oral seks atau seks menggunakan bantuan organ mulut.
g. Sexual intercourse atau hubungan seks (menggunakan kondom

atau tanpa kondom).

Bentuk-bentuk perilaku seks bebas menurut Simandjuntak (dalam

Wahyuningsih, 2008), yang biasa dilakukan oleh mahasiswa adalah

sebagai berikut:

a. Bergandengan tangan adalah perilaku seksual mereka hanya

terbatas pada pergi berdua/ bersama dan saling berpegangan

tangan, belum sampai pada tingkat yang lebih dari bergandengan

tangan seperti berciuman atau lainnya.

b. Berciuman didefinisikan sebagai suatu tindakan saling

menempelkan bibir ke pipi atau bibir ke bibir, sampai saling


26

menempelkan lidah sehingga dapat menimbulkan rangsangan

seksual antara keduanya.

c. Bercumbu adalah tindakan yang sudah dianggap rawan yang

cenderung menyebabkan suatu rangsangan akan melakukan

hubungan seksual dimana pasangan ini sudah memegang atau

meremas payudara, baik melalui pakaian atau secara langsung juga

saling menempelkan alat kelamin tapi belum melakukan hubungan

seksual atau bersenggama secara langsung.

d. Bersenggama yaitu melakukan hubungan seksual, atau terjadi

kontak seksual.

Menurut Sarwono (2012) juga mengemukakan beberapa bentuk

dari perilaku seks bebas, yaitu :

a. Kissing: saling bersentuhan antara dua bibir manusia atau

pasangan yang didorong oleh hasrat seksual

b. Necking: bercumbu tidak sampai pada menempelkan alat kelamin,

biasanya dilakukan dengan berpelukan, memegang payudara, atau

melakukan oral seks pada alat kelamin tetapi belum bersenggama

c. Petting: bercumbu sampai menempelkan alat kelamin, yaitu dengan

menggesek gesekkan alat kelamin dengan pasangan namun belum

bersenggama,

d. Intercourse: mengadakan hubungan kelamin atau bersetubuh diluar

pernikahan

Menurut Santrock (2010) bentuk-bentuk perilaku seks bebas,

yaitu:
27

a. Kissing yaitu sentuhan yang terjadi antara bibir diikuti dengan hasrat

seksual.

b. Necking yaitu aktivitas seksual disekitar tubuh tapi belum ada

kontak alat kelamin.

c. Petting yaitu menempelkan alat kelamin tapi belum ada kontak alat

kelamin

d. Intercourse yaitu bersenggama atau kontak alat kelamin.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk

perilaku seks bebas adalah perilaku seksual yang dilakukan pasangan

lawan jenis yang dilakukan oleh individu yang dilakukan di luar

perkawinan meliputi berpegangan, berpelukan, mencium, necking,

meraba daerah sensitif (petting), oral genital sex, sampai dengan sexual

intercourse atau hubungan seksual

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Bebas

Menurut Sarlito W. Sarwono (2012), faktor-faktor yang dianggap

berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada individu adalah

sebagai berikut:

a. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat

seksual. Peningkatan hasyrat seksual ini membutuhkan penyaluran

dalam bentuk tingkahlaku seksual tertentu.

b. Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya

penundaan usia perkawinan, maupun karena norma sosial yang

makin lama makin menuntut persyaratan yang makin meningkat

untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan

lain-lain).
28

c. Sementara usia kawin ditunda, norma-norma agama yang berlaku

di mana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks

sebelum menikah. Individu yang tidak dapat menahan diri akan

terdapat kecenderungan untuk melakukan hal tersebut.

d. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya

penyebaran informasi dan rangsangan melalui media massa yang

dengan teknologi yang canggih (contoh: VCD, buku pornografi, foto,

majalah, internet, dan lainlain) menjadi tidak terbendung lagi.

Individu yang sedang dalam priode ingin tahu dan ingin mencoba

akan meniru apa yang dilihat atau didengar dari media massa,

karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah

seksual secara lengkap dari orangtuanya.

e. Orang tua, baik karena ketidaktahuan maupun sikapnya yang masih

mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak,

menjadikan mereka tidak terbuka pada anak. Bahkan cenderung

membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.

f. Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita

dalam masyarakat, sebagai akibat dari berkembangnya peran dan

pendidikan wanita, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar

dengan pria

Menurut Sugiyanto (2013) Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi perilaku seks bebas, di antaranya adalah:

a. Industri pornografi. Luasnya peredaran materi pornografi memberi

pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan pola perilaku

seks mahasiswa.
29

b. Pengetahuan individu tentang kesehatan reproduksi. Banyak

informasi tentang kesehatan reproduksi yang tidak akurat, sehingga

dapat menimbulkan dampak pada pola perilaku seks yang tidak

sehat dan membahayakan.


c. Pengalaman masa anak‐anak. Dari hasil penelitian menunjukkan

bahwa individu yang pada masa anak‐anak mengalami pengalaman

buruk akan muda terjebak ke dalam aktivitas seks pada usia yang

amat muda dan memiliki kencenderungan untuk memiliki pasangan

seksual yang berganti‐ganti.


d. Pembinaan religius. Mahasiswa yang memiliki kehidupan religius

yang baik, lebih mampu berkata ‘tidak’ terhadap godaan seks bebas

dibandingkan mereka yang tidak memperhatikan kehidupan religius.

Kartini Kartono (2009), menjelaskan ada beberapa hal yang

menyebabkan munculnya seks bebas di kalangan mahasiswa, antara

lain:

a. Kesempatan dan peluang justru terbuka lebar di perkotaan yang

sibuk, mobilitas tinggi, kemudahan mencari tempat-tempat

berlindung serta pembangkit gairah, dan lain-lain.


b. Jauh dari orang tua, dekat dengan benda-benda porno, bekerja di

tempattempat kesibukan, banyaknya tempat-tempat kencan,

longgar dan bebasnya ikatan moral, sopan santun dan tata susila.
c. Tersedianya dana yang menunjang dalam pemuasan kebutuhan

seks, longgarnya pengawasan tetangga dan masyarakat tempat

tinggal.
d. Tersedianya obat anti hamil, adanya minuman-minuman keras yang

berakibat longgarnya kendali.


30

e. Turunnya nilai-nilai keperawanan saat menikah, tersedianya obat

penyakit kelamin, adanya praktek-praktek prostitusi legal maupun

illegal, dan lain sebagainya.

Hubungan seksual yang pertama dialami oleh seseorang

dipengarui oleh berbagai faktor (Soetjiningsih, 2010), yaitu:

a. Waktu/saat mengalami pubertas. Saat itu mereka tidak pernah

memahami tentang apa yang akan dialaminya.

b. Kontrol sosial kurang tepat yaitu terlalu ketat atau terlalu longgar.

c. Frekuensi pertemuan dengan pacarnya. Mereka mempunyai

kesempatan untuk melakukan pertemuan yang makin sering tanpa

kontrol yang baik sehingga hubungan akan makin mendalam.

d. Hubungan antar mereka makin romantis.

e. Kondisi keluarga yang tidak memungkinkan untuk mendidik anak-

anak untuk memasuki masa remaja dengan baik.

f. Kurangnya kontrol dari orang tua. Orang tua terlalu sibuk sehingga

perhatian terhadap anak kurang baik.

g. Status ekonomi. Mereka yang hidup dengan fasilitas berkecukupan

akan mudah melakukan pesiar ke tempat-tempat rawan yang

memungkinkan adanya kesempatan melakukan hubungan seksual.

Sebaliknya yang ekonomi lemah tetapi banyak kebutuhan atau

tuntunan, mereka mencari kesempatan untuk memanfaatkan

dorongan seksnya demi mendapatkan sesuatu.

h. Korban pelecehan seksual yang berhubungan dengan fasilitas

antara lain sering menggunakan kesempatan yang rawan misalnya

pergi ke tempattempat sepi.


31

i. Tekanan dari teman sebaya. Kelompok sebaya kadang-kadang

saling ngin menunjukkan penampilan diri yang salah untuk

menunjukkan kemantapannya, misal mereka ingin menunjkkan

bahwa mereka sudah mampu seorang perempuan untuk melayani

kepuasan seksnya.

j. Penggunaan obat-obatan terlarang dan alkohol. Peningkatan

penggunaan obat terlarang dan alkohol makin lama makin

meningkat.

k. Mereka kehilangan kontrol sebab tidak tahu batas-batasnya mana

yang boleh dan mana tidak boleh.

l. Mereka merasa sudah saatnya untuk melakukan aktifitas seksual

sebab sudah merasa matang secara fisik.

j. Adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada pacarnya.

k. Penerimaan aktifitas seksual pacarnya.

l. Sekedar menunjukkan kegagahan dan kemampuan fisiknya.

m. Terjadi peningkatan rangsangan pada seksual akibat peningkatan

kadar hormon reproduksi atau seksual.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan faktor yang

mendorong mahasiswi untuk melakukan perilaku seks bebas secara

umum bersumber dari dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal.

4. Bahaya Seks Bebas

Setiap perbuatan pasti ada balasannya, begitu juga dengan setiap

perilaku pasti ada konsekwensinya, sedangkan konsekwensi yang

ditimbulkan dari hubungan seks bebas sangat jelas terlihat khususnya

bagi mahasiswi. Hamil di luar nikah merupakan salah satu produk dari
32

akibat perbuatan ini. Perilaku seks bebas khususnya bagi mahasiswa

yaitu akan menimbulkan masalah antara lain (Athar, dalam

Wahyuningsih, 2008):

a. Memaksa mahasiswa tersebut dikeluarkan dari tempat pendidikan,

sementara secara mental mereka tidak siap untuk dibebani masalah

ini.

b. Kemungkinan terjadinya aborsi yang tak bertanggung jawab dan

membahayakan, karena mereka merasa panik, bingung dalam

menghadapi resiko kehamilan dan dan akhirnya mengambil jalan

pintas dengan cara aborsi.

c. Pengalaman seksualitas yang terlalu dini sering memberi akibat di

masa dewasa. Seseorang yang sering melakukan hubungan seks

pranikah tidak jarang akan merasakan bahwa hubungan seks bukan

merupakan sesuatu yang sakral lagi sehingga ia tidak akan dapat

menikmati lagi hubungan seksual sebagai hubungan yang suci

melainkan akan merasakan hubungan seks hanya sebagai alat

untuk memuaskan nafsunya saja.

d. Hubungan seks yang dilakukan sebelum menikah dan berganti-

ganti pasangan sering kali menimbulkan akibat-akibat yang

mengerikan sekali bagi pelakunya, seperti terjangkitnya berbagai

penyakit kelamin dari yang ringan sampai yang berat.

Bukan hanya itu saja kondisi psikologis akibat dari perilaku seks

pranikah, pada sebagian mahasiswa lain dampaknya bisa cukup serius,

seperti perasaan bersalah karena telah melanggar norma, depresi,

marah, ketegangan mental dan kebingungan untuk menghadapi segala


33

kemungkinan resiko yang akan terjadi, perasaan seperti itu akan timbul

pada diri individu jika individu menyesali perbuatan yang sudah

dilakukannya.

Kehamilan mahasiswi, pengguguran kandungan (aborsi),

terputusnya kuliah, perkawinan di usia muda, perceraian, penyakit

kelamin, penyalahgunaan obat merupakan akibat buruk petualangan

cinta dan seks yang salah saat individu masih sebagai seorang

mahasiswi. Akibatnya, masa depan mereka yang penuh harapan hancur

berantakan karena masalah cinta dan seks. Untuk itulah, pendidikan

seks bagi mahasiswa ketika SMP dan SMA sebaiknya diberikan agar

mereka sadar bagaimana menjaga organ reproduksinya tetap sehat dan

mereka mempunyai pengetahuan tentang seks yang benar. Risiko-risiko

yang menyangkut kesehatan bagi para pelaku hubungan seksual dini

meliputi trauma seksual, meningkatnya pertumbuhan kanker cervix

(leher rahim), terkena penyakit menular seksual dan juga kehamilan di

usia muda.

D. Penyakit Menular Seksual

1. Definisi Penyakit Menular Seksual

Penyakit Kelamin (veneral disease) sudah lama dikenal di

Indonesia. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan istilah tersebut

sudah tidak digunakan lagi dan dirubah menjadi Sexually Transmitted

Disease (STD) atau Penyakit Menular Seksual (PMS). Sejak tahun

1998, istilah STD berubah menjadi Sexually Transmitted Infection (STI)

agar dapat menjangkau penderita asimptomatik. Penyakit menular


34

seksual adalah penyakit yang ditularkan dari satu orang ke orang

lainnya melalui hubungan seksual. Meskipun demikian tidak berarti

bahwa semuanya harus melalui hubungan kelamin, tetapi beberapa ada

juga yang ditularkan melalui kontak langsung dengan alat-alat, handuk

termometer dan sebagainya. Selain itu penyakit ini juga dapat ditularkan

kepada bayi dalam kandungan (Djuanda, 2011).

Remaja dan dewasa muda usia (15-24 tahun) hanya merupakan

25% dari keseluruhan populasi yang aktif berhubungan seksual namun

mewakili hampir 50% kasus baru PMS. Wanita usia muda paling

beresiko tertular PMS karena para wanita remaja dan dewasa muda

lebih mudah terpengaruh secara tidak proporsional. Mereka lebih sering

terlibat dalam perilaku seksual beresiko, merasa tidak nyaman

membicarakan seksual yang aman dengan pasangan atau meminta

pasangan menggunakan kondom serta kurang percaya diri menolak

hubungan seksual yang tidak aman. Selain itu anatomi organ reproduksi

dari kelompok usia ini belum berkembang secara sempurna sehingga

rentan terhadap PMS (Gross & Tyring, 2011; Urada, Malow, Santos, &

Morisky, 2012)

2. Jenis-Jenis Penyakit Menular Seksual

a. Gonorrhea

Gonore mencakup semua penyakit yag disebabkan oleh

Neisseria gonorrhoeae (Daili et al., 2011). Neisseria gonorrhoeae

adalah diplokokus gram negatif, obligat patogen manusia yang

biasanya berdiam dalam uretra, serviks, faring atau saluran anus

wanita. Infeksi terutama mengenai epitel kolumner atau transisionel


35

saluran kemih dan kelamin. Gonore bersama PMS lain memfasilitasi

transmisi dari human immunodeficiency virus (HIV) (Benson, 2008;

Gross & Tyring, 2011). Gambaran klinis pada wanita dapat

asimptomatik, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada panggul

bawah. Pada umumnya wanita datang berobat kalau sudah ada

komplikasi (Daili et al., 2011)

b. Infeksi Chlamidia

Chlamydia trachomatis adalah mikroorganisme intraseluler

obligat dengan dinding sel yang menyerupai bakteri gram negatif.

Tanda-tanda dan gejala yang terjadi cenderung terlokalisit di tempat

yang terinfeksi misalnya mata atau saluran genital tanpa adanya

invasi ke jaringan dalam (Benson, 2009). Pada wanita gejalanya

adalah terdapat disuria, perdarahan postcoital atau intermenstrual,

sakit pada abdomen bawah, atau simptom lain dari uretritis, servisitis,

salpingitis, epididymitis atau konjungtivitis (Handsfield, 2011)

c. Sifilis

Sifilis merupakan penyakit yang disebabkan oleh spirokaeta

Treponema pallidum, merupakan penyakit kronik dan bersifat

sistemik, selama perjalanan penyakit dapat menyerang seluruh organ

tubuh, ada masa laten tanpa manifestasi lesi di tubuh, dan dapat

ditularkan kepada bayi di dalam kandungan. Periode inkubasi sifilis

biasanya 3 minggu. Fase sifilis primer ditandai dengan munculnya

tukak baik tunggal maupun multipel. Lesi awal biasanya berupa papul

yang mengalami erosi, teraba keras dan terdapat indurasi.

Permukaan dapat tertutup krusta dan terjadi ulserasi. Bagian yang


36

mengelilingi lesi meninggi dan keras. Infeksi juga dapat terjadi tanpa

ditemukannya chancer (ulkus durum) yang jelas, misalnya kalau

infeksi terjadi di rektum atau serviks. Tanpa diberi pengobatan, lesi

primer akan sembuh spontan dalam waktu 4 hingga 6 minggu.

Sepertiga dari kasus yang tidak diobati mengalami stadium

generalisata (sekunder). Timbul ruam makulo papuler bisanya pada

telapak tangan dan telapak kaki diikuti dengan limfadenopati. Erupsi

sekunder ini merupakan gejala klasik dari sifilis yang akan

menghilang secara spontan dalam beberapa minggu atau sampai

dua belas bulan kemudian. Sifilis sekunder dapat timbul berupa ruam

pada kulit, selaput lendir dan organ tubuh dan dapat disertai demam

dan malaise. Pada kulit kepala dijumpai alopesia yang disebut moth-

eaten alopecia yang dimulai di daerah oksipital. Penularan dapat

terjadi jika ada lesi mukokutaneus yang basah pada penderita sifilis

primer dan sekunder. Penderita stadium erupsi sekunder ini,

sepertiga dari mereka yang tidak diobati akan masuk kedalam fase

laten.

Fase laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis namun

dengan pemeriksaan serologis yang reaktif. Akan tetapi bukan berarti

perjalanan penyakit akan berhenti pada tingkat ini, sebab dapat

terjadi sifilis stadium lanjut berbentuk gumma, kelainan susunan

syaraf pusat dan kardiovaskuler (Daili et al., 2011).

d. Kandidiasis

Kandidiasis adalah infeksi yeast yang disebabkan oleh jamur

Candida albicans. Candida albicans merupakan bakteri yang umum


37

terdapat pada vagina. Pertumbuhan yang berlebihan dapat

menimbulkan gejala peradangan, gatal dan perih di daerah

kemaluan. Juga terdapat keluarnya cairan vagina yang menyerupai

bubur (James, Berger, & Elston, 2006). Kandidiasis dapat ditularkan

secara seksual seperti bola pingpong antar pasangan seks, sehingga

dua pasangan harus diobati secara simultan. Kandidiasis pada pria

biasanya berupa kemerahan dan iritasi pada glans di bawah

preputium pada yang tidak disirkumsisi. Disertai rasa gatal ringan

sampai rasa panas hebat (Daili et al., 2011).

e. Ulkus Mole

Ulkus Mole atau yang sering disebut chancroid (chancre lunak),

disebabkan oleh kuman batang gram negatif Haemophilus ducreyi,

dengan gejala klinis berupa ulkus pada tempat masuk dan seringkali

disertai supurasi kelenjar getah bening regional. Infeksi pada wanita

dimulai dengan lesi papula atau vesikopustuler pada perineum,

serviks atau vagina 3-5 hari setelah terpapar. Lesi berkembang

selama 48- 72 jam menjadi ulkus dengan tepi tidak rata berbentuk

piring cawan yang sangat lunak. Beberapa ulkus dapat berkembang

menjadi satu kelompok. Discharge kental yang dihasilkan ulkus

berbau busuk atau infeksius (Benson, 2008; Djuanda, 2011).

f. Kondiloma Akuminata

Kondiloma akuminata (KA) atau disebut juga venerel warts atau

Genital Warts disebabkan oleh Human Papiloma Virus (HPV). Virus

masuk melalui mikrolesi pada kulit sehingga KA sering timbul pada

daerah yang mudah mengalami trauma pada saat hubungan seksual.


38

KA dapat berbentuk berjonjot-jontot seperti jari, lebih besar seperti

kembang kol, lebih kecil berbentuk papul dengan permukaan yang

halus dan licin, multipel tersebar secara diskret atau lesi terlihat

sebagai makula atau tidak terlihat dengan mata telanjang. Infeksi

HPV juga dihubungkan dengan terjadinya karsinoma serviks (Daili et

al., 2011).

g. Herpes Genitalis

Herpes genitalis adalah infeksi pada genital yang disebabkan

oleh herpes simplex virus atau herpes virus hominis. Keluhan

biasanya didahului rasa terbakar dan gatal didaerah lesi beberapa

jam sebelum timbulnya lesi setelah lesi muncul dapat disertai gejala

seperti malaise, demam dan nyeri otot. Lesi yang timbul berbentuk

vesikel yang berkelompok dengan dasar eritem. Vesikel mudah

pecah dan menimbulkan erosi multipel. Bila ada infeksi sekunder

akan terjadi penyembuhan yang lebih lama dan menimbulkan infeksi

parut (Daili et al., 2011).

h. Infeksi HIV & AIDS

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah sindrom

dengan gejala penyakit infeksi oportuninistik atau kanker tertentu

akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi Human

Immunodefiency Virus (HIV) baik tipe 1 ataupun tipe 2. Human

Immunodefiency Virus ditularkan melalui perantara darah, semen dan

sekret vagina baik melalui hubungan seksual atau cara transmisi

yang lainnya. Penyakit PMS lainnya dapat meningkatkan risiko

transmisi HIV pada seseorang. Human Immunodefiency Virus


39

menyerang sel yang memiliki antigen permukaan CD4, terutama

linfosit T4 yang memegang peranan penting dalam mengatur dan

mempertahankan sistemn kekebalan tubuh. Virus juga dapat

menginfeksi sel monosit dan makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel

dendrit folikuler pada kelnjar limfe, makrofag pada lveoli paru, sel

retina, sel serviks uteri dan sel-sel mikroglia otak. Virus yang masuk

ke dalam limfosit T4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga

menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri.

Gen tat yang terdapat dalam HIV dapat menyebabkan penghancuran

limfosit T4 secara besar-besaran yang menyebabkan sistem

kekebalan tubuh menjadi lumpuh. Kelumpuhan sistem kekebalan

tubuh ini mengakibatkan timbulnya oportunistik dan keganasan yang

merupakan gejala-gejala klinis AIDS (Handsfield, 2011; Daili et al.,

2011).

i. Trichomoniasis

Trichomoniasis atau trich adalah suatu infeksi vagina yang

disebabkan oleh suatu protozoa yang disebut Trichomonas vaginalis.

Trichomoniasis hampir semuanya ditularkan secara seksual. Penyakit

ini sering menyerang pada traktur urogenitalis bagian bawah pada

wanita maupun pria. Pada wanita sering asimptomatik, bila ada

keluhan berupa duh tubuh vagina yang banyak, berbau, bisa

berwarna kuning, hijau dan berbusa. Terdapat perasaan gatal dan

terbakar di daerah kemaluan, disertai dengan perasaan tidak enak di

perut bawah. Sewaktu bersetubuh atau kencing sering terasa agak

nyeri di vagina.
40

Variasi gambaran klinis tricomoniasis sangat luas, berbagai

kuman lain penyebab PMS dapat menimbulkan gejala yang sama

sehingga diagnosis hanya berdasar gambaran klinis tidak dapat

dipercaya. Pada wanita, diagnosis trikomoniasis ditegakkan setelah

ditemukannya T. vaginalis pada sediaan langsung atau pada biakan

duh tubuh penderita (Djuanda, 2011).

j. Komplikasi Penyakit Menular Seksual

Sindrom klinis dan komplikasi dari penyakit menular seksual

adalah (Handsfield, 2011):

1) Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS)

2) Pelvic inflammatory disease

3) Infertilitas pada wanita dan kehamilan ektopik

4) Infeksi fetus dan neonatus: konjungtivitis, pneumonia, infeksi

faring, encefalitis, defisit neurologis, penurunan fungsi kognitif,

imunodefisiensi

5) Komplikasi pada kehamilan dan kelahiran: aborsi spontan,

kelahiran prematur, chorioamnionitis, postpartum endometritis.

6) Neoplasia: displasia dan karsinoma serviks, Kaposi sarkoma,

hepatocellular karsinoma, squamous cell karsinoma anus, vulva,

dan penis

7) Infeksi Human papillomavirus dan genital warts

8) Genital ulceringuinal lymphadenopathy

9) Infeksi saluran kemih bawah pada wanita: servicitis, urethritis,

infeksi vaginal

10) Urethritis pada laki-laki


41

11) Hepatitis Viral

12) Neurosyphilis dan sifilis tersier

13) Epididymitis

14) Infeksi gastrointestinal: prostitis, enteritis, kolitis

15) Arthritis akut

3. Pencegahan Penyakit Menular Seksual

Penyakit menular seksual dapat dicegah. CDC (Centres for

Disease Control and Prevention) merekomendasikan lima strategi

sebagai dasar untuk program pencegahan yang efektif :

a. Pendidikan dan konseling bagi orang yang beresiko untuk

memotivasi adopsi perilaku seksual yang lebih aman.

b. Identifikasi orang yang terinfeksi baik tanpa gejala atau dengan

gejala untuk mencari layanan diagnostik dan pengobatan.

c. Diagnosis dan pengobatan orang yang terinfeksi dengan cepat dan

efektif

d. Evaluasi, pengobatan, dan konseling pasangan seksual terkena.

e. Vaksinasi orang yang berisiko untuk terkena penyakit menular

seksual yang dapat dicegah dengan vaksin.

Berpantang dari hubungan seksual atau hubungan yang saling

monogami dengan pasangan yang tidak terinfeksi adalah cara yang

paling dapat diandalkan untuk mencegah PMS. Pantang harus

dianjurkan selama pengobatan untuk PMS dan untuk siapa saja yang

ingin menghindari penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak

diinginkan. Kedua pasangan harus diuji untuk PMS, termasuk HIV,

sebelum memulai hubungan seksual (Goldman & Ausielo, 2008).


42

D. Teori Health Promotion Model (HPM) menurut Pender

Pender (2011) mengungkapkan bahwa model konseptual teorinya

terdiri dari 2 tahap yaitu sebagai berikut :

1. Health Promotion Model (HPM)


HPM mengintegrasikan beberapa gagasan. Pusat dari HPM

adalah sosial learning theory dari Albert Bandura yang menyatakan

pentingnya proses pengetahuan dalam merubah perilaku. Social

learning theory, sekarang diubah menjadi social cognitive theory yang

mencakup self beliefs: self-attribution, self evaluation, and self efficacy.

Self efficacy merupakan gagasan utama dalam HPM. HPM sama dalam

pengertiannya dengan Health belief model tetapi HPM tidak terbatas

hanya dalam memaparkan tentang perilaku pencegahan penyakit. HPM

berbeda dari health belief model yang mana HPM tidak memasukkan

ketakutan dan ancaman sebagai sumber motivasi dalam perilaku

kesehatan. Tetapi, HPM mengembangkan cakupan perilaku untuk

meningkatkan kesehatan dan kemampuan untuk mengaplikasikannya

sepanjang hidup.
2. Revised Health Promotion Model
Rasional merevisi Health Promotion Model adalah dari adanya

analisis studi penelitian. Proses menyempurnakan HPM mengalami

beberapa perubahan. Pertama, Importance of health, perceived control

of health and cues for action dihapus dari model. Kedua, definition of

health, perceived health status and demographic and biological

characteristics telah di masukkan dalam kategori personal factors pada

tahun 1966 dalam revisi HPM. Terakhir, revisi HPM mengikuti tiga

variabel baru dimana variabel tersebut membawa pengaruh kepada


43

individu untuk tertarik dalam perilaku promosi kesehatan yang

merupakan outcome dari HPM. (Pender, 2011) variabel tersebut antara

lain, a). Activityrelated affect, b). Commitment to a plan of action, c).

Immediate competing demand and preferences

Aplikasi model teori Pender dalam keperawatan adalah dengan

mengembangkan Health Promotion Model untuk mendemontrasikan

hubungan antara manusia dengan lingkungan fisik dan interpersonalnya

dalam berbagai dimensi. Model ini menggabungkan dua teori yaitu teori Nilai

Pengharapan dan Teori Pembelajaran Sosial dalam perspekstif keperawatan

manusia dilihat dari fungsi holistik. Konsep dalam teorinya dengan

menekankan bahwa sakit membutuhkan biaya yang mahal dan perilaku

promosi kesehatan adalah ekonomis. Pada beberapa bagian teorinya

memiliki kesamaan pola pandang dengan teori lain seperti memandang

bahwa fokus dari perawatan adalah individu, keluarga, kelompok maupun

masyarakat (Pender, 2011)

Teori ini dikemukakan dengan menampilkan contoh-contoh yang

berdasarkan pengalaman pribadi dan hasil penelitian, sehingga dapat

digeneralisasi dan konsep-konsep yang dikemukakan dalam teori dapat

diaplikasikan.

Teori Health Promotion Model dikembangkan berdasarkan atas riset

kualitatif dan kuantitatif, baik di Amerika maupun negara lain. Bahkan teori ini

saat ini terlibat dalam prakarsa kesehatan global dan telah diuji oleh para

sarjana dari Jepang, China dan Taiwan untuk mempromosikan gaya hidup

secara kultural sesuai dengan negara mereka. Selama perkembangan teori


44

banyak studi yang behubungan dengan pengaplikasian teori yang dapat

dijadikan sebagai dasar riset.

Riset yang berhubungan dengan Health Promotion Model memberikan

kontribusi secara umum bagi pengembangan body of knowledge dari ilmu

keperawatan. Pergeseran paradigma dari kuratif - rehabilitatif ke arah

promotif dan preventif. Pender meyakini bahwa dengan mutu kepedulian

terhadap promosi kesehatan akan memperbaiki sistem kesehatan secara

integral.

Peluang untuk melakukan praktek keperawatan dalam fokus promosi

kesehatan akan sangat terbuka. Bagi Pender adalah sesuatu yang sangat

menggairahkan untuk membawa praktek keperawatan untuk mengubah

perilaku kuratif dan rehabilitatif ke arah perilaku promotif dan rehabilitatif.

Pender menekankan practical nurse dapat memainkan suatu peran yang

sangat penting dalam partnership antar ilmuan dan konsumen serta praktisi

untuk mengembangkan strategi kepedulian sesuai dengan spesifikasi

populasi. Health Promotion Model, menjadi sumber informasi penting dan

bermanfaat bagi setiap orang yang ingin mengetahui bahwa promosi

kesehatan seseorang sangat didukung oleh nilai yang diharapkan serta teori

kognitif sosial yang menekankan pada self direction, self regulation dan

persepsi terhadap self efficacy. Pengambilan keputusan, tindakan dan

efikasi diri akan menentukan status kesehatan seseorang. Nola J. Pender

telah belajar dari pengalaman pribadi dan hasil penelitiannya untuk

memunculkan teori ini. Teori ini sangat lengkap untuk melakukan kegiatan

yang berhubungan dengan tindakan promotif dan preventif. Namun, teori ini

memiliki kelemahan, teori ini tidak dapat dilakukan oleh seseorang dengan
45

cacat mental dan cela bawaan. Seseorang cacat mental kemungkinan tidak

mampu memiliki harapan nilai dan kognitif sosial. Demikian juga dengan

seseorang yang sudah mendapat cacat bawaan sejak lahir seperti malfungsi

sel-sel yang berperan untuk daya tahan tubuh. Teori ini juga sangat sulit

diterapkan pada klien dengan ekonomi lemah dan tingkat pendidikan yang

rendah karena seseorang dengan sosial ekonomi rendah lebih termotivasi

atau cenderung untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dibandingkan dengan

motivasi meningkatkan status kesehatannya. Membutuhkan role model yang

sempurna untuk mempengaruhi masyarakat di sekitarnya. Tenaga

kesehatan sendiri apakah telah mengetahui teori ini dan kalau telah

mengetahui apakah telah mengamalkannya sehingga bisa mempengaruhi

klien atau masyarakat. Selain itu, masyarakat masih lebih mempercayai

budayanya sendiri yang menjadi hambatan dalam mensosialisasikan dan

mengamalkan teori ini.

E. Kerangka Teori

Faktor-Faktor Yang mempengaruhi


Perilaku :

1. Faktor Predisposisi Kejadian Penyakit


a. Pengetahuan Menular Seksual

b. Sikap
c. Tingkat Pendidikan
d. Usia Health
Promotion
2. Faktor Pendukung Model Pender
a. Sarana Kesehatan
b. Dukungan keluarga
c. Pendapatan keluarga
3. Faktor Pendorong
a. Sikap perawat
b. Sarana transportasi
46

Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti

Gambar 2.2 Kerangka Teori


Modifikasi Teori Lawrence Green (1980), Notoatmodjo (2010), Azwar (2009) Daili
(2010).

Anda mungkin juga menyukai