Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU

Kesehatan No. 23 tahun 1992). Selain itu, menurut UU RI Nomor 39 Tahun 2009

tentang kesehatan, adapun pengertian kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara

fisik, mental, spritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk

hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Keadaan sehat dicerminkan oleh kelengkapan organ dan sistem tubuh yang

berfungsi normal serta adanya zat pengatur fungsi tubuh. Otak adalah organ yang

bertugas mengatur fungsi tubuh. Agar otak berfungsi dengan baik diperlukan

energi dari glukosa, protein, lemak, vitamin, dan oksigen yang berasal dari sistem

tubuh. Manusia dikatakan memiliki jiwa jika dia hidup dan organ tubuhnya

berfungsi baik. Oleh karena itu, kesehatan otak merupakan inti dari kesehatan jiwa

manusia.

Jadi bisa disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah keadaan sehat

seseorang dimana dapat menerima keadaan diri sendiri, orang lain, dan benda-

benda yang berhubungan dengan kehidupan serta dapat mengatasi masalah yang

berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan kehidupan secara sosial dan

ekonomis. Menurut Skinner, ada 4 kriteria sehat jiwa, yaitu menerima diri sendiri,

diterima oleh orang lain, efisien dalam bekerja atau studi, dan bebas dari konflik
2

dalam diri sendiri (http://www.sambanglihum.info/umum/memahami-arti-

kesehatan-jiwa.html, diakses 30 Maret 2012).

Kesehatan jiwa juga didefinisikan sebagai perasaan sehat dan bahagia serta

mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana

adanya, dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri serta orang lain

(Yasira. 2011. Online, http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2102283-

definisi-kesehatan-jiwa/, diakses 30 Maret 2012).

Pengertian “konsep gangguan jiwa” dari PPGD II yang merujuk ke DSM-

III (PPGDJ III: 7) adalah sindrom atau pola perilaku, atau psikologik seseorang

yang secara klinik bermakna, dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala

penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/disability) di dalam satu atau

lebih fungsi yang penting dari manusia.

Rumah sakit jiwa adalah rumah sakit yang mengkhususkan diri dalam

perawatan gangguan mental serius (Wikipedia. Online,

http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah sakit jiwa, diakses 30 Maret 2012). Adapun

salah satu rumah sakit yang mengusung pelayanan kesehatan jiwa adalah Rumah

Sakit Jiwa Daerah Sambang Lihum Gambut Kabupaten Banjar.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menyebutkan 14,1% penduduk

Indonesia mengalami gangguan jiwa dari yang ringan hingga berat. Data dari 33

rumah sakit jiwa (RSJ) di seluruh Indonesia menyebutkan hingga kini jumlah

penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta orang. Di Indonesia,

prevalensinya sekitar 11% dari total penduduk dewasa. Hasil survei kesehatan

mental rumah tangga (SKMRT) menunjukkan sebanyak 185 orang dari 1.000
3

penduduk dewasa menunjukkan adanya gejala gangguan jiwa. Gangguan mental

emosional yang terjadi pada usia 15 tahun ke atas dialami 140 per 1.000 penduduk

dan ditataran usia 5-14 tahun 104 per 1.000 penduduk. Penelitian terakhir

menunjukkan, 37% warga Jawa Barat mengalami gangguan jiwa, mulai dari

tingkat rendah sampai tinggi (Aimanullah, 2009).

Mengacu pada data WHO, prevalensi (angka kesakitan) penderita

skizofrenia sekitar 0,2-2%, sedangkan insidensi atau kasus baru yang muncul tiap

tahun sekitar 0,01%. Lebih dari 80% penderita skizofrenia di Indonesia tidak

diobati dan dibiarkan berkeliaran di jalanan, atau bahkan dipasung. Sementara itu,

jumlah penderita gangguan jiwa ringan dan sedang juga terus meningkat.

Diperkirakan 20-30% dari populasi penduduk di perkotaan mengalami gangguan

jiwa ringan dan berat.

Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkontribusikan pada

fungsi yang terintegrasi sistem klien dapat berupa individu, keluarga, kelompok,

organisasi, atau komunitas. Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat

meyakini bahwa klien adalah manusia yang utuh dan unik yang terdiri dari aspek

bio-psikosial-kultural-spiritual. Selanjutnya, perawat dapat mengidentifikasi status

kesehatan klien yang berfluktuasi sepanjang rentang sehat-sakit. Status kesehatan

klien akan mempengaruhi respon klien yang dapat dikaji dari aspek bio-

psikososial-kultural-spiritual. Pada pengkajian, seringkali perawat hanya

memusatkan perhatian pada aspek biologis atau fisik saja sehingga asuhan

keperawatan yang komprehensif tidak tercapai (Kelliat,1999).


4

Umumnya, pasien gangguan jiwa dibawa keluarganya ke Rumah Sakit

Jiwa atau unit pelayanan kesehatan jiwa lainnya karena keluarga tidak mampu

merawat dan terganggu karena perilaku pasien. Beberapa gejala yang lazim

dirasakan oleh keluarga sehingga menjadi alasan mengapa pasien dibawa ke

Rumah Sakit Jiwa yaitu adanya harga diri rendah, menarik diri, halusinasi,

waham, dan perilaku kekerasan (Stuart dan Sudeen, 1995).

Adapun di Ruang Eboni Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said

Soekanto, Jakarta, sejak Januari sampai dengan Juni 2009 berjumlah 850 orang

pasien gangguan jiwa dengan hasil persentase urutan pertama: yang mengalami

isolasi sosial berjumlah 316 orang (37,17%), kedua: gangguan sensori persepsi

halusinasi berjumlah 300 orang (35, 29%), ketiga: gangguan harga diri rendah

berjumlah 216 orang (25,4%), dan keempat: perilaku kekerasan 18 orang (2,11%).

Berdasarkan laporan data periode Januari-Maret 2012 di Ruang Perawatan

Kelas III Pria (Akasia) RSJD Sambang Lihum Gambut, jumlah pasien yang

mengalami gangguan kesehatan mental adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1 Distribusi Frekuensi Pasien yang Mengalami Gangguan


Kesehatan Mental di Ruang Perawatan Kelas III (Akasia)
RSJD Sambang Lihum Gambut
Periode Januari - Maret 2012
Gangguan Kesehatan Bulan Jumlah
No.
Jiwa Januari Februari Maret pasien
1 Resiko perilaku kekerasan 2 2 2 6
2 Resiko bunuh diri 0 1 0 1
3 Halusinasi 2 1 1 4
4 Isolasi sosial 2 2 2 6
5 Harga diri rendah 3 4 4 11
6 Defisit perawatan diri 9 8 9 26
TOTAL 18 18 18 -
Sumber data: Ruang Akasia tahun 2012
5

Dari hasil data yang didapatkan penyusun di Ruang Perawatan Kelas III

Pria (Akasia) RSJD Sambang Lihum Gambut lumayan banyak ditemukan pasien

dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah. Berhubung gangguan konsep

diri: harga diri rendah dapat menimbulkan dampak, maka apabila tidak diatasi

dengan baik kemungkinan akan menimbulkan masalah lanjut seperti menarik diri

bahkan munculnya halusinasi serta perilaku kekerasan, sehingga diperlukan suatu

penanganan dalam upaya-upaya untuk penyembuhan penyakit melalui

pemeliharaan kesehatan dengan perawatan dan pengobatan.

Dengan demikian, peran perawat sangatlah penting dalam memberikan

asuhan keperawatan diantaranya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.

Upaya preventif yaitu mencegah kegawatan agar tidak terjadi gangguan perilaku.

Upaya promotif yaitu dengan pendidikan kesehatan bagi keluarga tentang

merawat klien. Upaya kuratif yaitu kolaborasi dengan tim kesehatan untuk

pemberian pengobatan. Upaya rehabilitatif yaitu membantu klien dalam kegiatan

sehari-hari seperti TAK agar klien dapat mandiri dalam kehidupan sehari-hari

menjalani kehidupan yang normal.

Asuhan keperawatan ini membahas tentang konsep kesehatan dan

keperawatan kesehatan jiwa dengan penekanannya pada upaya pencegahan

primer, sekunder, dan tertier kesehatan jiwa, yang ditujukan pada pasien dengan

masalah gangguan konsep diri: harga diri rendah menggunakan pendekatan proses

keperawatan melalui komunikasi terapeutik serta menggunakan beberapa terapi

modalitas keperawatan kesehatan jiwa.

Adapun hal yang melatarbelakangi penyusun memilih Tn.A menjadi klien


6

kelolaan pada asuhan keperawatan ini adalah sebagai berikut:

1. Klien mempunyai masalah gangguan konsep diri: harga diri rendah.


2. Klien berdomisili di wilayah yang mampu dijangkau (wilayah Martapura)

sehingga memudahkan dalam hal pengakajian pada keluarga atau kunjunagn

rumah (home visite).

Oleh karena itu, penyusun tertarik untuk mengungkap masalah ini ke

dalam seminar keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan yang berjudul

“Asuhan Keperawatan Jiwa Pada klien Tn.A Dengan Diagnosa Harga Diri

Rendah Di Ruang Perawatan Kelas III Pria Akasia RSJD Sambang Lihum

Gambut”.

B. Laporan Pendahuluan Harga Diri Rendah

1. Pengertian

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang

diketahui tentang diri dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan

orang lain (Stuart, et al. 1998: 319).

Termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi

dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman

dan objek, tujuan, serta keinginannya.

Konsep diri belum ada saat lahir, dan berkembang secara bertahap

melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Individu

dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari

kemampuan interpersonal, intelektual, dan penguasaan lingkungan. Konsep diri

negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang maladaptif.
7

Rentang respon konsep diri (Stuart, et al. 1998:320)

Adaptif Maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Keracunan Depersonalisasi


diri positif rendah identitas

Gambar 1.1 Skema Rentang Respon Konsep Diri (sumber: Stuart, et


al, 1988: 320)

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) dalam buku Nur Fajariyah (2012: 7)

respon individu terhadap konsep dirinya sepanjang rentang respon konsep diri

yaitu adaptif dan maladaptif:

a. Aktualisasi adalah pernyataan diri positif tentang latar belakang pengalaman

nyata yang sukses diterima.

b. Konsep diri positif adalah mempunyai pengalaman yang positif dalam

beraktualisasi diri.

c. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan konsep

diri maladaptif.

d. Kerancuan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalangan aspek

psikososial dan kepribadian dewasa yang harmonis.

e. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap diri sendiri

yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan, serta tidak dapat

membedakan dirinya dengan orang lain.

Komponen konsep diri terdiri dari 5 bagian, yaitu:


8

a. Gambaran diri (body image)

Sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar yang

mencakup persepsi, perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi, penampilan,

serta potensi tubuh saat ini dan masa lalu.

b. Ideal diri (self ideal)

Persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai

standar pribadi (aspirasi, cita-cita, nilai atau seseorang yang diinginkan).

c. Identitas (identity)

Kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan

penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai

satu-kesatuan yang utuh.

d. Peran (role performance)

Pola sikap, prilaku, nilai, dan tujuan yang diharapkan dari seseorang

berdasarkan posisinya di masyarakat.

e. Harga diri (self esteem)

Penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa

seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri.

Jadi pengertian harga diri rendah adalah sebagai perasaan negatif

terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan,

tidak berguna, tidak berdaya, tidak ada harapan dan putus asa (Direktorat

Kesehatan Jiwa DepKes RI, 1992).

2. Etiologi
9

Biasanya yang menyebabkan harga diri rendah adalah kurangnya umpan

balik positif, perasaan ditolak oleh orang terdekat, sejumlah kegagalan dan

ketidakberdayaan, ego yang belum berkembang dan menghakimi super ego,

faktor-faktor pribadi atau situasi seperti disfungsi sistem keluarga atau tidak

adanya dukungan sosial.

a. Faktor predisposisi

Adapun faktor predisposisi yang mungkin mengakibatkan harga diri rendah

adalah (Stuart, et al. 1995, dikutip oleh Keliat):

1) Biologis

Gangguan perkembangan dan fungsi otak/susunan saraf pusat yang

dapat menimbulkan gangguan seperti:

a) Hambatan perkembangan otak khususnya korteks frontal, temporal,

dan limbik (sistem kesadaran dan emosi).

b) Pertumbuhan dan perkembangan individu.

2) Psikologis

Keluarga, pengasuh, dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap

respon psikologis dari klien. Sikap atau keadaan yang dapat

mempengaruhi adalah penolakan dan kekerasan dalam kehidupan klien.

3) Sosial budaya

Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi seperti

kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, dan

kerawanan), kehidupan terisolasi disertai stres yang menumpuk.


10

Jadi faktor predisposisi dari gangguan konsep diri: harga diri rendah,

yaitu:

1) Pengalaman masa kanak-kanak dapat merupakan faktor kontribusi pada

gangguan konsep diri.

2) Anak yang tidak menerima kasih sayang.

3) Individu yang kurang mengerti akan arti dan tujuan kehidupan akan

gagal menerima tanggung jawab untuk diri sendiri.

4) Penolakan orang tua, harapan yang tidak realistis, tergantung pada orang

lain, dan ideal diri yang tidak realistis.

b. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi dari gangguan konsep diri: harga diri rendah,

diantaranya adalah situasi atau stressor yang dapat mempengaruhi konsep diri

dan komponennya. Stressor yang mempengaruhi harga diri contohnya adalah

penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua dan orang yang berarti,

seperti:

1) Pola asuhan anak yang tidak tepat (dituruti, dilarang, dituntut).

2) Kesalahan dan kegagalan berulang kali.

3) Cita-cita yang tidak dapat dicapai.

4) Gagal bertanggung jawab terhadap diri sendiri.

3. Patofisiologi

Seseorang dengan harga diri rendah berhubungan dengan hubungan

interpersonal yang buruk yang mulanya merasa dirinya tidak berharga sehingga
11

merasa tidak aman berhubungan dengan orang lain, individu yang mempunyai

ketergantungan berlebihan pada orang lain, dan kemudian dimunculkan dalam

bentuk perilaku (Stuart, et al, 1998).

Perilaku biasanya ditunjukkan pada klien dengan harga diri rendah

adalah kritik terhadap diri sendiri/orang lain, produktivitas menurun, destruksi

pada orang lain, gangguan berhubungan perasaan irritable, sikap negatif terhadap

diri sendiri, ketegangan peran, pesimis terhadap kehidupan, keluhan fisik,

pandangan hidup terpolarisasi, menolak kemampuan diri sendiri, mengejek diri

dari realitas, cemas dan takut.

Harga diri rendah berhubungan dengan hubungan interpersonal yang

buruk mengarah pada kasus skizofrenia dan depresi.

Hal ini dapat terjadi karena faktor sosiokultural akibat menurunnya

stabilitas keluarga dan kesibukan keluarga dalam mencukupi kebutuhan sehari-

hari dan faktor psikologis meliputi koping individu yang tidak efektif terhadap

keadaan dirinya, tanggung jawabnya, serta koping keluarga dalam menghadapi

situasi yang dialami klien.

4. Jenis Harga Diri Rendah

Gangguan harga diri yang disebut dengan harga diri rendah menurut

Keliat (1998:24) dapat terjadi secara:

a. Situasional

Yaitu trauma yang terjadi tiba-tiba, misalnya harus dioperasi,

kecelakaan, dicederai, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja,


12

dan perasaan malu karena sesuatu terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN,

dipenjara tiba-tiba). Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah

karena:

1) Privacy kurang diperhatikan, misalnya pemeriksaan fisik yang

sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,

pemasangan kateter, pemeriksaan perineal).

2) Harapan akan struktur, bentuk, dan fungsi tubuh tidak tercapai karena

dirawat/sakit/penyakit.

3) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak dihargai, misalnya berbagai

pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa

persetujuan.

b. Kronis

Yaitu perasaan negatif terhadap diri yang telah berlangsung lama,

yaitu sebelum sakit atau dirawat klien mempunyai cara berpikir negatif.

Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.

5. Mekanisme Koping

Mekanisme koping gangguan konsep diri: harga diri rendah dibagi

menjadi 2, yaitu koping jangka pendek dan koping jangka panjang.

a. Jangka pendek

1) Aktivitas yang memberi kesempatan lari sementara dari krisis.

2) Aktivitas yang memberi kesempatan mengganti identitas.


13

3) Aktivitas yang memberi kekuatan atau dukungan sementara terhadap

konsep diri.

4) Aktivitas yang memberi arti terhadap kehidupan.

b. Jangka panjang

Mekanisme pertahanan diri (ego oriental reaction) yang bervariasi

untuk melindungi diri yang sering digunakan untuk fantasi, disosiasi,

proyeksi, dan mengisar.

6. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang dapat dikaji atau karakteristik perilaku yang

terjadi pada klien dan masalah utama harga diri rendah menurut Direktorat

Kesehatan Jiwa DepKes RI (1998:35) adalah sebagai berikut:

a. Perasaan negatif terhadap diri sendiri.

b. Menyatakan diri tidak berharga, tidak berguna, dan tidak mampu.

c. Mengatakan hal-hal negatif terhadap keadaan tubuhnya.

d. Mengeluh tidak dapat melakukan peran dan fungsi sebagaimana mestinya.

e. Menarik diri dari kehidupan sosial atau realitas.

f. Kritis terhadap diri sendiri dan atau orang lain.

g. Destruktif terhadap orang lain dan diri sendiri.

h. Pembicaraan kacau.

i. Mengungkapkan adanya ketegangan peran.

j. Mudah tersinggung dan mudah marah.

k. Produktivitas menurun.
14

l. Pandangan hidup yang ekstrim.

m. Penolakan terhadap diri sendiri.

n. Mengatakan pesimis dalam menghadapi kehidupan.

o. Merasa tidak adekuat.

p. Keluhan fisik dan penyalahgunaan zat.

7. Penatalaksanaan

Usaha pertama yang dilakukan adalah membina hubungan rasa percaya.

Apabila sudah didapatkan kontak mata, maka lakukan bimbingan tentang hal-hal

yang praktis. Bimbingan yang diberikan haruslah bimbingan yang baik seperti

bekerja secara sederhana di rumah atau di luar rumah. Bantu klien memperluas

kesadaran dirinya, kemudian bantu klien mengenal kekuatan dan kelemahannya.

Bantu untuk mengevaluasi diri, membuat rencana tujuan yang realistik, kemudian

bantu klien membuat keputusan dan mencapai tujuan. Meski klien sudah sembuh

atau boleh pulang ke rumah, metode farmakologi atau pengobatan tidak boleh

putus. Penatalaksanaan klien dengan harga diri rendah meliputi:

a. Farmakologi.

b. Terapi lain seperti terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi tingkah laku,

terapi keluarga, terapi spiritual, terapi lingkungan, terapi aktivitas kelompok

yang tujuannya adalah memperbaiki perilaku klien dengan harga diri rendah.

c. Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi (kembali memfungsikan) dan

perkembangan klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara wajar

dalam kehidupan bermasyarakat.


15

C. Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah

1. Pengkajian

Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal

dirawat. Isi pengkajian meliputi:

a. Identitas klien

1) Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontak dengan

klien tentang: nama klien, panggilan klien, nama perawat, panggilan

perawat, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik pembicaraan.

2) Usia dan nomor rekam medik.

3) Perawat menuliskan sumber data yang didapat.

b. Keluhan utama/alasan masuk

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan

keluarga datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan oleh keluarga untuk

mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.

c. Faktor predisposisi

Faktor yang mempengaruhi harga diri bisa disebabkan oleh

pengalaman masa kanak-kanak yang merupakan faktor kontribusi pada

gangguan atau masalah konsep diri, orang tua yang kasar, membenci dan

tidak menerima akan mempunyai keraguan atau ketidakpastian seperti gagal

mencintai dirinya dan menggapai cinta orang lain.

d. Faktor presipitasi

Disebabkan oleh setiap situasi yang dihadapi individu dan tidak

mampu menyelesaikannya, seperti:


16

1) Stressor yang mempengaruhi gambaran diri

a) hilangnya bagian tubuh,

b) tindakan operasi,

c) proses patologi penyakit,

d) perubahan struktur dan fungsi tubuh,

e) proses tumbuh kembang, dan

f) prosedur tindakan dan terapi.

2) Stressor yang mempengaruhi harga diri dan ideal diri

a) penolakan dan kurangnya penghargaan dari orang tua, dan orang

yang berarti.

b) pola asuh yang tidak tepat.

c) kegagalan dan kesalahan berulang.

e. Mekanisme koping

Mekanisme koping yang digunakan dalam jangka pendek yaitu:

1) Aktivitas yang memberi kesempatan lari sementara dari krisis.

2) Aktivitas yang memberi kesempatan mengganti.

3) Aktivitas yang memberi atau dukungan sementara terhadap konsep diri.

4) Aktivitas yang memberi arti dari kehidupan.

Mekanisme yang digunakan dalam jangka panjang yaitu penyesuaian

atau penyelesaian positif akan menghasilkan integritas ego, identitas, dan

keunikan individu. Selanjutnya dapat menggunakan “Ego Oriented

Reaction” yang bervariasi untuk melindungi diri. Ragam Ego Oriented

Reaction atau mekanisme pertahanan diri yang sering dipakai adalah fantasi,
17

isolasi, proyeksi. Dalam keadaan semakin berat dapat terjadi deviasi perilaku

dan kegagalan penyesuaian seperti: penyalahgunaan zat, psikologis/neurosis,

dan bunuh diri.

2. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri sendiri,


Komunikasi
orang lain, dan lingkungan
verbal

Perilaku kekerasan

Perubahan persepsi sensorik:


Defisit
halusinasi pendengaran
perawatan diri
Tidak efektifnya
penatalaksanaan
regiment terapeutik
Gangguan interaksi sosial:
Menurunnya
menarik diri
motivasi
perawatan diri
Koping keluarga
tidak efektif: Gangguan konsep diri:
ketidakmampuan harga diri rendah Gangguan proses
keluarga merawat ( cp ) pikir: waham
anggota keluarga
yang sakit
Koping individu tidak efektif
Berduka
disfungsional

Gambar 1.2 Pohon Masalah Harga Diri Rendah (sumber: Aris R.,
dkk, 2008)
18

3. Diagnosa Keperawatan

Masalah keperawatan yang mungkin dapat disimpulkan dari hasil

pengkajian (Keliat, 1998: 89) adalah:

a. Gangguan konsep diri: harga diri rendah situasional atau kronik.

b. Keputusasaan.

c. Isolasi sosial: menarik diri.

d. Resiko perilaku kekerasan.

e. Ketidakberdayaan.

f. Gangguan citra tubuh.

g. Perubahan penampilan peran.

h. Ideal diri tidak realistis.

i. Gangguan identitas personal.

4. Perencanaan

Rencana tindakan keperawatan terdiri dari 3 aspek utama, yaitu:

a. Tujuan umum

Berfokus pada penyelesaian permasalahan dari diagnosa, tujuan

umum dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus dapat dicapai.

b. Tujuan khusus

Berfokus pada penyelesaian etiologi dari diagnosa. Tujuan khusus

merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu dicapai atau dimiliki klien.

Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien.

Umumnya kemampuan pada tujuan khusus dapat dibagi menjadi tiga aspek
19

yaitu kemampuan kognitif yang diperlukan untuk menyelesaikan etiologi dari

diagnosa keperawatan, kemampuan psikomotor yang diperlukan agar etiologi

dapat selesai, dan kemampuan efektif yang perlu dimiliki agar klien percaya

akan kemampuan menyelesaikan masalah.

c. Rencana tindakan keperawatan

Merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tujuan khusus.

Tindakan keperawatan menggambarkan tindakan perawat mandiri, kerjasama

dengan klien, keluarga, kelompok, dan kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa

lainnya. Adapun rencana tindakan keperawatan menurut Gail W.S.

(1998:313) yaitu:

1) Psikoterapeutik

a) Bina hubungan saling percaya

(1) Kenalkan nama dan waktu kerja perawat pada klien.

(2) Jelaskan pada klien bahwa perawat telah siap mendengarkan apa

yang dikatakannya.

(3) Nyatakan kesediaan perawat membantu klien.

(4) Dengarkan dengan penuh perhatian dan minat setiap pernyataan

klien.

b) Bantu klien memperluas kesadaran dirinya

(1) Anjurkan klien untuk mengungkapkan segala sesuatu yang

dirasakan seperti hubungannya dengan orang lain, pekerjaan,

urusan rumah tangga, sekolah, dan sebagainya.


20

(2) Tanyakan kepada klien tentang kejadian yang berkaitan dengan

pikiran, perasaan, dan keyakinannya.

(3) Luruskan kesalahan persepsi klien tanpa mendebatnya.

c) Membantu klien mengenal kekuatan dan kelemahannya

(1) Anjurkan klien menyebutkan dan menuliskan minimal lima

kelebihan kekuatan yang dimilikinya.

(2) Dukung pernyataan klien tentang kelebihan kekuatan yang telah

disebut oleh klien.

(3) Bicarakan dengan klien kekurangan/kelemahan yang

dimilikinya, serta jelaskan bahwa setiap orang mempunyai

kelebihan dan kekurangan.

d) Bantu klien mengevaluasi diri

(1) Tanyakan pada klien keberhasilan yang pernah diraih.

(2) Bicarakan kegagalan yang pernah dialami, sebab-sebab

kegagalan, cara mengatasinya, serta respon klien terhadap

kegagalan tersebut.

(3) Jelaskan pada klien bahwa yang dialami dapat menjadi pelajaran

untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi dimasa

mendatang.

e) Bantu klien membuat rencana yang realistik

(1) Tanyakan kepada klien tujuan keberhasilan yang ingin dicapai.

(2) Bantu klien memilih tujuan serta keberhasilan yang ingin

dicapai.
21

(3) Bicarakan dengan klien konsekuensi dari tujuan yang telah

dipilih dengan memberi contoh bermain peran dan

mendemonstrasikan kembali.

f) Bantu klien membuat keputusan dan mencapai tujuan

(1) Beri klien kesempatan untuk melakukan kegiatan yang telah

dipilih.

(2) Tunjukkan keberhasilan yang telah dicapai dengan memberi

penghargaan yang sesuai.

(3) Ikut sertakan klien dalam aktivitas kelompok.

(4) Beri dukungan positif untuk mempertahankan dan

meningkatkan kemampuan klien.

2) Pendidikan kesehatan

a) Anjurkan klien untuk mengikuti latihan keterampilan untuk

mengembangkan bakat yang dimiliki.

b) Bimbing setiap anggota keluarga untuk mengenal dan menghargai

kemampuan dari masing-masing anggota keluarganya.

c) Bimbing klien untuk menguraikan pola hubungan dengan tiap

anggota keluarga.

d) Bimbing klien untuk mencoba cara-cara baru dalam berhubungan

dengan anggota keluarga lain.

e) Beri informasi kepada keluarga cara merawat klien dengan harga diri

rendah, mengenai:

(1) karakteritik harga diri rendah,


22

(2) cara merawat klien, dan

(3) sistem rujukan dan fasilitas.

3) Kehidupan sehari-hari

a) Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan

(1) Jelaskan pada klien bahwa makan dan minum yang cukup

penting untuk kesehatannya.

(2) Jelaskan bahwa kondisi fisik yang sehat akan meningkatkan

kemampuan untuk menyelesaikan masalah.

(3) Sajikan makanan secara menarik.

(4) Pantau berat badan klien secara teratur.

b) Bantu klien melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuannya

(1) Arahkan kegiatan klien sesuai dengan kemampuan minimal.

(2) Beri penghargaan atas keberhasilan yang dicapai.

(3) Beri kegiatan kepada klien secara bertahap.

(4) Bimbing klien melakukan asuhan mandiri.

4) Lingkungan terapeutik

a) Lingkungan fisik

(1) Siapkan ruangan yang aman dan nyaman, hindarkan alat-alat

yang bisa digunakan klien untuk mencederai diri sendiri dan

orang lain.

(2) Tata ruangan secara mekanik seperti: tempelkan poster-poster

yang cerah untuk meningkatkan gairah hidup, hadirkan musik

ceria, dan acara televisi berupa film komedi yang lucu.


23

(3) Beri kesempatan kepada klien untuk merawat dan menyimpan

barang-barang milik pribadinya pada lemari-lemari atau kamar

khusus.

b) Lingkungan sosial

(1) Beri penjelasan pada klien setiap akan melakukan tindakan

keperawatan, terutama yang berkaitan dengan privacy (hak

klien).

(2) Terima klien apa adanya dengan tidak mengeluarkan kata-kata

yang mengejek atau merendahkan.

(3) Anjurkan keluarga agar menerima klien sebagaimana mestinya.

(4) Jelaskan pada keluarga bahwa setiap keluarga unik, mempunyai

kelebihan dan kekurangan.

5. Evaluasi

Evaluasi menurut Stuart (1998:237) yaitu:

a. Apakah ancaman terhadap integritas fisik atau sistem diri pasien telah

menurun dalam sifat, jumlah, dan asal atau waktu?

b. Apakah perilaku pasien mencerminkan penerimaan diri, nilai diri, dan

persetujuan diri yang lebih besar?

c. Apakah sumber koping pasien sudah dikaji dan dikerahkan secara adekuat?

d. Apakah pasien sudah meluaskan kesadaran diri dan melakukan eksplorasi

serta evaluasi diri?

e. Apakah pasien menggunakan respon koping yang adaptif ?


24

DAFTAR PUSTAKA

Aris R, dkk. 2008. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang:


RSUD Dr. Amino Gondotomo.

Carpenito, Lynda Juall, 1997, Nursing Diagnosis Application to Clinical


Practice, 7 th edition, New York: Lippincott.

-------, 2001, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, edisi 8, Jakarta : Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Fajariyah, Nur. 2012. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Harga


Diri Rendah. Jakarta: TIM.

Fitria, Nita. 2010. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan


Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan
SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S-1
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Keliat, dkk, 1998, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi


Dengan Keluarga, Jakarta: PT. Fajar Interpratama.

Stuart, et. al, 1997, Principles Practice of Psychiatric Nursing, 6 th


edition, St Louis Mosby Year.

Stuart, Gail W. 2006, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 5. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Townsend, Mary C, 1998, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada


Keperawatan Psikiatri, edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tanpa nama. Tanpa tahun. Memahami Arti Kesehatan Jiwa, (Online),


(http://www.sambanglihum.info/umum/memahami-arti-kesehatan-jiwa. html, diakses 30
Maret 2012).

Wikipedia. Tanpa tahun. Rumah Sakit Jiwa, (Online),


(http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah sakit jiwa, diakses 30 Maret 2012).

Yasira. 2011. Definisi Kesehatan Jiwa, (Online), (http://id.shvoong.com/writing-and-


speaking/2102283-definisi-kesehatan-jiwa/, diakses 30 Maret 2012).
f.

Anda mungkin juga menyukai