Anda di halaman 1dari 6

Mikrosfer

Mikrosfer merupakan partikel berbentuk bola berukuran mikron, terbuat dari bahan
keramik, kaca, atau polimer sebagai pengungkung gas, larutan, ataupun padatan dalam
bentuk senyawa oganik maupun anorganik (Sudaryanto 2003). Mikrosfer dapat dibuat
dengan bayak cara, salah satunya adalah dengan cara melarutkan bahan dasar mikrosfer
menggunakan pelarut yang atsiri kemudian mendispersikannya dalam pelarut lain yang
takcampur. Setelah itu, dengan menguapkan pelarut awalnya kita dapat memperoleh
mikrosfer berupa serbuk halus yang taklarut dalam air (Jain 2000).
Bergantung pada jenis dan sifat zat pengungkung dan zat yang dikungkung, mikrosfer
memiliki aplikasi yang luas dalam bidang kedokteran, pertanian, dan industri. Contohnya
mikropartikel hemoglobin dapat digunakan untuk menggantikan darah, mikroplastik
berongga dapat digunakan dalam percobaan fusi nuklir untuk menahan bahan baker sebelum
ditembakkan sinat laser berkekuatan besar, dan mikrosfer indium oksida yang digunakan
dalam pencampuran polimer, dapat memberikan lapisan antistatic yang unggul pada pesawat
ruang angkasa (Dagani 1994). Selain itu mikrosfer juga dapat dimanfaatkan untuk katalis,
komposit atau bahan pengisi, insulasi panas, papan sirkuit elektrik, penyimpanan gas dan
cairan, dan yang terpenting mikrosfer dapat dimanfaatkan sebagai pembawa obat (drugs
delivery system) dalam tubuh.
Khusus untuk aplikasi mikrosfer dalam sistem penyaluran obat, mikrosfer memiliki
kemampuan yang unik sehingga mikrosfer banyak dipilih untuk aplikasi ini. Keunikan atau
kelebihan yang dimiliki mikrosfer antara lain karena ukurannya sangat kecil (lebih kecil dari
ukuran sel darah) sehingga dapat diberikan langsung secara oral atau melalui jaringan darah
langsung menuju pusat sakit.
Keunggulan lain mikrosfer adalah sifat pelepasan obatnya dalam tubuh terjadi secara
bertahap sehingga cocok untuk membawa obat-obat yang dibutuhkan dalam tubuh dalam
jumlah yang tetap dan terus-menerus seperti hormon. Saat ini penggunaaan mikrosfer dalam
sistem penyaluran dan pelepasan obat telah banyak diaplikasikan. Contohnya untuk
mengenkapsulasi vaksin tetanus toxoid (Xing et al. 1999), mikrosfer juga dalam sistem
pelepasan protein dalam tubuh (Park 1995). Kemampuan ini juga menyebabkan mikrosfer
cocok digunakan untuk obat-obat yang berisi bahan radioaktif. Keistimewaan sifat mikrosfer
ini membuat banyak pihak tertarik untuk mengembangkannya.

Teknik Pembuatan Mikrosfer


Saat ini, berbagai teknik pembuatan mikrosfer telah banyak dikembangkan, namun
pemilihan metode yang baik untuk suatu mikrosfer harus disesuaikan dengan sifat alami
polimer tersebut, jenis obat yang dikungkung , kegunaan obat nantinya, dan lamanya waktu
yang diperlukan untuk terapi. Metode mikroenkapsulasi yang dipilih haruslah memenuhi
pesyaratan sebagai berikut: stabilitas dan aktivitas hayati dari obat tidak boleh terpengaruh
selama proses enkapsulasi sampai terbentuknya produk akhir, ukuran mikrosfer tidak boleh
lebih besar dari 250 µm, idealnya <125 µm, mutu mikrosfer dan pelepasan obat harus didapat
secara berulang dalam batas yang ditetapkan, dan mikrosfer yang didapat harus berupa
serbuk murni tanpa pengotor dan tidak berbentuk agregat atau menggumpal (Jain 2000).
Metode pembuatan mikrosfer yang sudah ada sampai saat ini antara lain metode
emulsi tunggal, metode emulsi ganda, metode pemisahan fase, dan metode semprot kering.
Setiap metode memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri bergantung pada sifat dan
aplikasi mikrosfer tersebut nantinya. Untuk itu, dalam pemilihan metode pembuatan
mikrosfer yang tepat harus disesuaikan dengan seluruh komponen yang terlibat, yaitu
polimer, obat yang dikungkung, dan pelarut (Jain 2000).
Mikroenkapsulasi
Mikroenkapsulai adalah teknik yang digunakan untuk mengungkung suatu senyawa
dengan menggunakan bahan penyalut dengan ukuran yang sangat kecil dengan diameter rata-
rata 15-20 mikron atau kurang dari setengah diameter rambut manusia (Yoshizawa 2002).
Kapsul yang memiliki ukuran kurang dari 1 μm disebut nanokapsul dan yang ukurannya
lebih besar dari 1000 μm disebut dengan makrokapsul. Mikrokapsul komersial biasanya
berdiameter 3−800 μm dan berisi 10−90% bobot. Sebagian besar kapsul terbuat dari polimer
organik baik alami maupun sintatik, tetapi ada juga yang terbuat dari lilin, lemak (Beneta
1996) dan bahan anorganik (Yoshizawa 2004). Babstov et al (2002) menyatakan bahwa
enkapsulasi dalam ukuran kecil memiliki banyak sekali keuntungan, antara lain melindungi
suatu senyawa dari penguraian dan mengendalikan pelepasan suatu metode aktif.
Pengendalian pelepasan suatu senyawa aktif (misalnya obat) tersebut dapat mencegah
terjadinya peningkatan konsentrasi obat dalam saluran pencernaan secara serentak.
Akibatnya, iritasi pada saluran pencernaan, terutama dalam dinding lambung, dapat dihindari.
Mikrokapsul dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori dasar berdasarkan
morfologinya, yaitu berinti tunggal, berinti banyak, dan jenis matriks (Yoshizawa 2004)
(Gambar 1). Kelebihan mikrokapsul di antaranya adalah dapat mengendalikan pelepasan obat
yang dienkapsulasi. Kedua, melindungi bahan yang dienkapsulasi dari oksidasi dan reaksi
deaktivasi oleh lingkungan. Ketiga, mempertahankan bau dan rasa dari bahan yang
dienkapsulasi. Terakhir, mudah menangani bahan obat yang berupa bubuk (Yoshizawa
2004).

Gambar 1 Klasifikasi mikrokapsul berdasarkan morfologinya


(Yoshizawa 2004).
Polimer yang biasanya digunakan untuk mikroenkapsulasi adalah polimer yang
memiliki sifat biodegradasi dan biokompatibel. Hal tersebut disebabkan oleh kapsul yang
diperoleh akan dikonsumsi manusia dan masuk ke dalam tubuh. Beberapa polimer yang dapat
digunakan antara lain gelatin (Tayade dan Kale 2004), PLA (Robani 2004), PCL (Ramesh et
al 2002), PLGA (Bahl dan Sah 2000), kitosan (Sutriyo et al 2004), alginat, pektin, poliakrilat,
dan ester selulosa.
Metode Penelitian
Preparasi mikrokapsul
Mikrokapsul dibuat sebagai berikut. Singkat kata, larutan PLA dalam (PLA-EA) dan
suatu larutan berair di masukkan ke dalam ultrasonic atomizer melalui kabel-kabel koaksial.
Konsentrasi polimer dan kandungan larutan berair divariasikan sesuai dengan tujuan
percobaan. Kedua larutan dialirkan menggunakan pompa syiringe pada laju alir tertentu. Laju
alir untuk larutan berair (QAq) dan larutan polimer (QPol) adalah 0.2 mL/min dan 2 mL/min,
kecuali ada ketentuan lain. Pada pengaturan getaran atomizer 60 KHz. Kedua cairan dipecah
menjadi tetesan-tetesan mikro lalu dikumpulkan dalam penangas air selama 2.5 menit.
Penangas tersebut adalah 200 mL larutan PVA 0.5%. Mikrokapsul dibiarkan dalam penangas
dengan pengadukan selama 2.5 jam lalu disentrifugasi pada 4000 rpm selama 2 menit.
Mikrokapsul dicuci minimal tiga kali dengan akuades. Satu bagian mikrokapsul dicuci satu
kali dengan 10 mM HEPES (4-(2-hidroksietil)-1-piperazinetana asam sulfonat) buffer (pH
7.4 kekuatan ionik = 150 mM) mengandung 0.02% natrium azida lalu disuspensikan dalam 3
mL buffer HEPES segar. Bagian sisanya dibekukan dalam freezer -25°C lalu diliofilisasi
menggunakan Lyostar II Tray Dryer. Pengeringan primer dilakukan pada -25°C minimal
selama 30 jam dan pengeringan sekunder dilakukan pada 25°C selama minimal 3 jam.

Gambar 3 Deskripsi skema dari sistem mikroenapsulasi pada metode pertukaran pelarut
menggunakan coaxial ulstrasonic atomizer

Scanning Electron Microscopy (SEM)


Permukaan mikrokapsul yang sudah dikering diuji dengan scanning electron
microscopy (SEM). Sampel dihubungkan dengan stub spesimen menggunakan pita lapis dua
dan sputter yang dilapisi paladium emas dengan adanya gas Ar menggunakan pelapis sputter
Hummer I. Mikrokapsul diambil gambarnya dengan JEOL JSM-840 SEM menggunakan
voltase 4 sampai 5 kv 28 mm working distance, 70 µm objective aperture dan arus 6x10-11

Sieve analysis

Distribusi ukuran partikel dievaluasi menggunakan sieve shaker (Sieving Machine,


Retsch, Germany).Suatu seri dari lima ayakan standar analyzer dengan no ayakan 17,25,35
dan 40 yang disusun secara menurun dari ukuran lubang ayakan yang paling besar. Lima
gram mikrokapsul ditempatkan dalam ayakan dan
mesin pengayak dijalankan selama 10 menit. Masing-masing fraksi dalam ayakan ditimbang,
dan dilakukan tiga kali tiap formula.

Titrasi cloud point untuk kelarutan PLA dalam EA


Kelarutan polimer PLA dalam etilasetat dibandingkan menggunakan cloud points
seperti sebagai berikut. Larutan 2.55 PLA dalam EA dititrasi terhadap metanol hingga
turbiditas tertentu diperoleh. Cloud point didefinisikan sebagai volume metanol yang
dibutuhkan untuk mengendapkan fraksi terlarut terkecil dalam larutan polimer dan
menghasilkan turbiditas tertentu.

Freeze-Dry Microccopy
Perubahan morfologi mikrikapsul selama pembekuan/pencairan dan proses
pembekuan/pengeringan diamati menggunakan mikroskopi. Mikroskop cahaya terpolarisasi
(Olympus Model BH-2, Melville, NY) dilengkapi dengan tangga mikroskop (Model BCS
196, Linkam Scientific Instruments. Tadworth, Surrey, UK). Pendnginan nitrogen cair
(Model LNP, Linkam Scientific Instruments, Tadworth, Surrey, UK) dan suatu pengendali
suhu (Model TMS 93, Linkam Scientific Instruments, Tadworth, Surrey, UK) digunakan
untuk pengamatan, mengikuti metode yang sudah dilaporkan. Kira-kira 5 µL suspensi
ditempatkan pada pinggan gelas berdiameter 13 mm dan didinginkan hingga -25°C pada laju
10°C /menit. Suhu diatur pada -25°C lalu diterapkan vakum. Ketika es yang mengelilingi
mikrokapsul hilang, suhu dinaikkan hingga suhu kamar pada laju 10°C/menit. Atau, sample
yang dibekukan dicairkan hingga suhu kamar pada laju 10°C/menit. Penguapan uap air dan
pembekuan/pencairan suspensi diamati melalui mikroskop dan diambil gambar
photomicrograph nya dengan Nikon coolpix 995 digital camera (Melville, NY).

Komponen mikroenkapsulasi terdiri atas bahan inti dan bahan penyalut. Bahan inti
adalah bahan yang diperangkap sedangkan bahan penyalut merupakan bahan yang dapat
memerangkap bahan inti dalam proses mikroenkapsulasi. Penggunaan bahan penyalut dalam
proses mikroenkapsulasi bertujuan mempertahankan dan menyaluti komponen aktif minyak
ikan terhadap perlakuan panas selama proses pengeringan serta mempermudah atau
mempercepat proses pengeringan.

Bahan penyalut yang umum digunakan untuk mengubah minyak menjadi partikel-partikel
padat adalah bahan murni (pure material) yang mengandung satu macam zat makanan yaitu
berupa karbohidrat ataupun protein. Bahan yang mengandung karbohidrat di antaranya
dekstrin, maltodekstrin, corn syrup solid dan gum arab. Bahan yang mengandung protein
adalah gelatin, kasein, isolat protein kedele dan whey protein isolat. Permasalahan dalam
penggunaan bahan penyalut ini adalah harganya yang mahal sehingga mikrokapsul yang
dihasilkan tidak ekonomis untuk digunakan dalam ransum ternak.

Bentuk kombinasi antara kandungan karbohidrat dan protein lebih meng-untungkan


dalam proses mikroenkapsulasi karena dapat meningkatkan stabilitas minyak terhadap
kerusakan oksidatif, dinding mikrokapsul dapat menghasilkan produk yang mudah direhidrasi
(Lin et al. 1995). Berdasarkan permasalahan tersebut perlu dipelajari penggunaan bahan
penyalut alternatif. Bahan yang potensial digunakan sebagai bahan penyalut alternatif adalah
bahan pakan yang mengandung banyak zat makanan didalamnya baik karbohidrat, protein
maupun zat makanan lainnya. Bahan pakan tersebut di antaranya dedak gandum sebagai
sumber karbohidrat, tepung daging dan tulang dan bungkil kedele sebagai sumber protein.
Bahan-bahan tersebut harganya murah dibandingkan dengan bahan penyalut yang biasa
digunakan, banyak tersedia di lapangan dan dapat dikonsumsi ternak dengan baik karena
sudah biasa digunakan sebagai bahan pakan.

Efektivitas penggunaan bahan alternatif tersebut berdasarkan imbangan karbohidrat


dan protein sebagai bahan penyalut belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan
menentukan imbangan kandungan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut berdasarkan
kandungan karbohidrat dan protein dari bahan pakan yang digunakan sebagai bahan penyalut
alternatif

Lilin adalah ester yang terbentuk dari asam lemak dengan alkohol monohidrat rantai
panjang. Lilin lebah atau beeswax sebagian besar tersusun atas esterserilmiristat. Lilin lebah
dibentuk melalui proses kimia dengan madu sebagai bahan baku. Lilin lebah, lilin carnauba
dan parafin diketahui dapat meningkatkan resister transfer uap air pada film. Lilin lebah
diperoleh dengan sentrifugasi madu dari sisiran sarang tersebut. Kemudian dicairkan dengan
air panas dan uap lilin dapat dimurnikan dengan tawas diatomae dan karbon aktif,
dikelantang dengan permanganat atau bikromat.

Emulsi adalah sediaan cair yang terdiri dari dua zat yang tidak saling campur yaitu fase
minyak dan fase air dimana salah satu fase terdispersi secara merata kedalam fase lainnya.
Agar terbentuk emulsi maka dibutuhkan emulgator.
Pemilihan emulgator penting dalam menghasilkan suatu emulsi yang stabil. Emulgator
membantu terbentuknya emulsi dengan cara menurunkan tegangan antarmuka, dengan
membentuk film (lapisan) antarmuka dan membentuk lapisan ganda listrik sehingga dapat
terjadi tolak menolak antara tetesan partikel. Salah satu emulgator adalah emulgator
nonionik. Emulgator nonionik dipilih karena dalam Minyak Buah Merah mengandung
berbagai macam zat yang tidak diketahui. Karena itu dipilih emulgator nonionik yang bersifat
netral. untuk menghindari terjadinya interaksi antara emulgator dan zat didalam Minyak Buah
Merah. Selain itu, emulgator nonionik memiliki keseimbangan lipofilik dan hidrofilik dalam
molekulnya.

Mikroenkapsulasi
Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penyalutan bahan-bahan inti yang berbentuk cair atau
padat dengan menggunakan suatu bahan penyalut khusus yang membuat partikel-partikel inti
mempunyai sifat fisika dan kimia seperti yang dikehendaki. Bahan penyalut yang berfungsi
sebagai dinding pembungkus bahan inti tersebut dirancang untuk melindungi bahan-bahan
terbungkus dari faktorfaktor yang dapat menurunkan kualitas bahan tersebut (Rosenberg et al
., 1990).
Zat aktif yang terkurung di dalam mikrokapsul disebut inti atau core, dimana inti ini dapat
berwujud padat atau cair dengan sifat permukaan hidrofilik atau hidrofobik. Sedangkan
dinding penyalut mikrokapsul disebut skin atau shell, atau film pelindung. Bakan (1973)
menambahkan bahwa proses mikroenkapsulasi bahan-bahan inti tersebut dibungkus oleh
dinding polimer tipis. Proses mikroenkapsulasi umumnya bertujuan untuk menghasilkan
partikel-partikel padatan yang telah dilapisi oleh bahan penyalut tertentu.
Terminologi mikroenkapsulasi kadang-kadang dipakai untuk menggantikan istilah
enkapsulasi yang berarti proses atau mekanisme perlindungan atau penyelaputan. Kedua
terminologi tersebut menunjukkan mekanisme penyelaputan material inti (core) dengan suatu
dinding. Dikatakan sebagai mikroenkapsulasi karena bentuknya yang kecil, yang berukuran
dari atau sama dengan 100 mikron (Knightly, 1991). Pada umumnya mikrokapsul
mempunyai ukuran antara 5 sampai 200 mikrometer.
Proses mikroenkapsulasi memiliki beberapa bidang aplikasi umumnya pada industri
makanan. Proses enkapsulasi flavor dapat diterapkan untuk berbagai flavor alami, seperti
minyak atsiri dan oleoresin, maupun flavor buatan. Salah satu yang terpenting dalam
penerapannya adalah dalam mengubah bahan cair atau pasta menjadi padatan sehingga
dihasilkan produk yang kering dan dapat melindungi bahan tersebut dari penguapan, oksidasi,
dan reaksi kimia (Rosenberg et al., 1988).
Industri makanan menerapkan teknik enkapsulasi ini dengan berbagai alasan yaitu untuk
menjaga kestabilan dari bahan inti. Mikrokapsul merupakan “food processor” yang berarti
mikrokapsul digunakan untuk melindungi komponenkomponen ang sensitif (mudah
menguap), melindungi flavor dan aromanya, dan mengubah bahan berbentuk cairan menjadi
padatan dengan tujuan mempermudah penanganannya (Balassa dan Fanger, 1971).
Proses enkapsulasi yang telah dikembangkan saat ini sangat banyak, antara lain metode spray
drying, penyelaputan dengan suspensi udara, extrusion dan spray cooling atau spray chilling
(Dziezak, 1988). Metode spray cooling adalah proses enkapsulasi dimana bahan inti
disebarkan pada bahan penyalut yang cair kemudian disemprotkan dengan udara dingin
melalui nozzle untuk mendapatkan padatan dari bahan yang semula berbentuk cair.
Pada pembuatan mikroenkapsulasi biasanya digunakan anticaking agent yang bertujuan
untuk mencegah penggumpalan pada padatan (produk) yang dihasilkan oleh proses. Menurut
Peleg et al. (1984) anticaking agent adalah padatan berbentuk bubuk atau kristal yang
ditambahkan ke dalam produk pangan bubuk yang bersifat higroskopis untuk meningkatkan
kemampuan “mawur” (freeflowing)dan atau menghambat kecenderungan untuk menggumpal.
Anticaking agent ini umumnya merupakan bahan kimia yang bersifat inert dan sebagian besar
tidak larut dalam air, tetapi mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menyerap uap air.
Konsentrasi efektif dari anticaking agent umumnya maksimum sebesar 2%. Penambahan
dilakukan dengan pencampuran ke dalam produk yang sudah berbentuk bubuk. Anticaking
yang efektif adalah yang mampu melekat pada produk bubuk dan mempengaruhi sifat
permukaannya. Pola pelekatan dari anticaking tersebut dapat berupa penutupan permukaan
secara lengkap sampai dengan penutupan yang menyebar (Peleg et al, 1984). Menurut
Fennema (1996), mekanisme dari anticaking diantaranya adalah (1) mengabsorbsi kelebihan
uap air, (2) membentuk lapisan pada permukaan produk, dan (3) mencegah terbentuknya
“jembatan” di antara molekul-molekul air pada produk.
Umumnya penambahan anticaking dalam suatu produk bubuk tidak mengganggu
penampakan dari produk dan sulit untuk dilihat secara visual. Hal ini dikarenakan konsentrasi
anticaking yang ditambahkan sangat kecil dibandingkan dengan campuran bubuk yang
dimasuki atau produk memiliki penampakan opaque (buram) (Peleg et al, 1984).

Anda mungkin juga menyukai