Anda di halaman 1dari 22

Pencabutan Gigi

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Abstrak
Pencabutan gigi impaksi terutama gigi molar merupakan tindakan yang paling sering dilakukan
baik oleh para dokter gigi maupun ahli bedah mulut dan maksilofasial. Dengan memahami resiko
dan komplikasi yang mungkin terjadi dan melakukan prosedur tindakan yang baik dan benar,
maka komplikasi tersebut dapat diminimalkan.(9)

I.2 Latar belakang


Untuk mendukung diagnosa yang benar dan tepat serta menyusun rencana perawatan yang tidak
menimbulkan akibat yang tidak diinginkan, maka sebelum dilakukan tindakan eksodonsi atau
tindakan bedah lainnya harus dipersiapkan dahulu suatu pemeriksaan yang teliti dan lengkap.
Yaitu dengan pertanyaan adakah kontra indikasi eksodonsi atau tindakan bedah lainnya yang
disebabkan oleh faktor lokal atau sistemik.(11)
Kontra indikasi eksodonsi akan berlaku sampai dokter spesialis akan memberi ijin atau menanti
keadaan umum penderita dapat menerima suatu tindakan bedah tanpa menyebabkan komplikasi
yang membahayakan bagi jiwa penderita.(11)
Komplikasi pencabutan gigi banyak jumlahnya dan bervariasi, serta beberapa di antaranya dapat
terjadi meskipun sudah dilakukan tindakan sebaik mungkin. Respon pasien tertentu dapat
dianggap normal sebagai kelanjutan yang normal dari suatu tindakan pembedahan, yaitui
perdarahan, rasa sakit dan edema. Tetapi apabila berlebihan, perlu dipikirkan lagi apakah
termasuk morbiditas yang biasa ataukah komplikasi. Komplikasi digolongkan menjadi
intraoperatif, segera setelah operasi, dan jauh sesudah operasi.(1)
Perdarahan mungkin merupakan komplikasi yang paling ditakuti, karena oleh dokter maupun
pasien dianggap dapat mengancam kehidupan. Pasien dengan gangguan pembekuan darah
sangatlah jarang ditemukan, kebanyakan adalah individu dengan penhyakit hati, misalnya
seorang alkoholik yang menderita sirosis, pasien yang menerima terapi antikoagulan, atau pasien
yang mengkonsumsi aspirin dosis tinggi atau agen antiradang nonsteroid. Semua itu mempunyai
resiko perdarahan.(1)
Pembedahan merupakan tindakan yang dapat mencetuskan perdarahan, untuk penderita dengan
kondisi yang normal, perdarahan yang terjadi dapat mudah ditangani. Hal yang berbeda dapat
terjadi apabila pasien mengalami gangguan sistem hemostasis, perdarahan yang hebat dapat
terjadi dan sering mengancam kelangsungan hidupnya.(1)
Bukanlah hal yang tidak mungkin terjadi kita dihadapkan dengan kelainan hemostasis ringan
sehingga dalam evaluasi pra bedah tidak terdeteksi secara klinis. Kesulitan kemudian timbul
setelah dilakukan pembedahan, terjadi perdarahan selama ataupun sesudah pembedahan sehingga
dapat mengancam jiwa pasien. Oleh karenanya kelainan hemostasis sekecil apapun sebaiknya
diketahui sebelum tindakan bedah dikerjakan agar dapat dilakukan persiapan dan pencegahan
sebelumnya.(1)
I.3.Rumusan Masalah(1)
1. Apa indikasi ekstraksi gigi ?
2. Hal-hal apa yang perlu diperhatikan sebelum melakukan tindakan ekstraksi?
3. Kontraindikasi ekstraksi gigi ?
4. Apa saja yang perlu dilakukan setelah ekstraksi gigi ?

I.4. Tujuan Penulisan(1)


1. Mengetauhi apa indikasi ekstraksi gigi
2. Mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan tindakan ekstraksi.
3. Mengetahui kontraindikasi dari ekstraksi gigi.
4. Mengetahui hal-hal penting setelah dilakukan ekstraksi gigi

BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Definisi pencabutan gigi4


Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimanan pada gigi
tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi.
Pencabutan gigi juga adalah operasi bedah yang melibatkan jaringan bergerak dan jaringan lunak
dari rongga mulut, akses yang dibatasi oleh bibir dan pipi, dan selanjutnya
dihubungkan/disatukan oleh gerakan lidah dan rahang.
Pencabutan Gigi atau extraction adalah tindakan bedah minor guna mengambil gigi dengan
terlebih dahulu dilakukan tindakan anastesi (pembiusan).(3)
Definisi pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan tanpa rasa sakit satu gigi utuh atau akar
gigi dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga bekas pencabutan dapat
sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah prostetik di masa mendatang.
Seorang dokter gigi haruslah mengusahakan agar setiap pencabutan gigi yang dilakukannya
merupakan suatu tindakan yang ideal. Untuk mencapai tujuan tersebut dan menghindari
komplikasi yang mungkin timbul pada pencabutan gigi haruslah mengetahui indikasi dan
kontraindikasi dari pencabutan gigi.

II.2. Indikasi dan kontraindikasi pencabutan gigi


Indikasi : 4
1. Gigi yang sudah karies dan tidak dapat diselamatkan dengan perawatan apapun.
2. Pulpitis atau gigi dengan pulpa non-vital yang harus dicabut jika perawatan endodontic tidak
dapat dilakukan.
3. Periodontitis apical. Gigi posterior non-vital dengan penyakit periapikal sering harus
dilakukan pencabutan.
4. Penyakit periodontal. Sebagai panduan, kehilangan setengah dari kedalaman tulang alveolar
yang normal atau ekstensi poket ke bifurkasi akar gigi bagian posterior atau mobilitas yang jelas
berarti pencabutan gigi tidak bias dihindari lagi.
5. Gigi pecah atau patah. Dimana garis pecah setengah mahkota dari akar.
6. Rahang pecah. Jika garis gigi peca mungkin harus dilakukan pencabutan untuk mencegah
infeksi tulang.
7. Gigi yang merusak jaringan lunak, jika pengobatan atau terapi lainnya tidak mecegah trauma
atau kerusakan.
8. Salah tempat dan dampaknya. Harus dilakukan pencabutan ketika gigi menjadi karies,
menyebabkan nyeri, atau kerusakan batas gigi.
9. Gigi yang tidak dapat disembuhkan dengan ilmu konservasi
10. Gigi impaksi dan gigi non erupsi (tidak semua gigi impaksi dan non erupsi dicabut)
11. Gigi utama yang tertahan apabila gigi permanen telah ada dan dalam posisi normal.
12. Persiapan radioterapi. Sebelum radiasi tumor oral, gigi yang tidak sehat membutuhkan
pencabutan, atau pengangkatan untuk mereduksi paparan radiasi yang berhubungan dengan
osteomelitis.
13. Gigi dengan supernumerary, maksudnya gigi yang berlebih yg tumbuh secara tidak normal.
(2)
14. Gigi persistensi, gigi sulung yang tidak tanggal pada waktunya, sehingga
menyebabkan gigi tetap terhambat pertumbuhannya.(2)
15. Gigi yang menyebabkan fokal infeksi, maksudnya dengan keberadaan gigi yang tidak sehat
dapat menyebabkan infeksi pada tubuh manusia.(2)
16. Gigi dengan fraktur/patah pada akar krena trauma misalnya jatuh, kondisi ini jelas akan
membuat rasa sakit berkelanjutan pada penderita hingga gigi tersebut menjadi non vital atau
mati.(2)
17. Gigi dengan sisa akar, sisa akar akan menjadi patologis karena hilangnya jaringan ikat seperti
pembuluh darah, kondisi ini membuat akar gigi tidak vital.(2)
18. Untuk keperluan perawatan ortodontik ataupun prostodontik, biasanya hal ini merupakan
perawatan konsul dari bagian ortodontik dengan mempertimbangkan pencabutan gigi untuk
mendapatkan ruangan yang dibutuhkan dalam perawatannya.(2)
19. Dan biasanya yang terakhir adalah keinginan pasien untuk dicabut giginya, dengan
pertimbangan 'langsung' menghilangkan keluhan sakit giginya, walaupun gigi tersebut masih
dirawat secara utuh.(2)

Kontraindikasi :
Kontra Indikasi Sistemik(11)
Pasien dengan kontra indikasi yang bersifat sistemik memerlukan pertimbangan khusus untuk
dilakukan eksodonsi. Bukan kontra indikasi mutlak dari eksodonsi. Faktor-faktor ini meliputi
pasien-pasien yang memiliki riwayat penyakit khusus. Dengan kondisi riwayat penyakit tersebut,
eksodonsi bisa dilakukan dengan persyaratan bahwa pasien sudah berada dalam pengawasan
dokter ahli dan penyakit yang menyertainya bisa dikontrol dengan baik. Hal tersebut penting
untuk menghindari terjadinya komplikasi sebelum pencabutan, saat pencabutan, maupun setelah
pencabutan gigi.
1. Diabetes Mellitus
Malfungsi utama dari diabetes melitus adalah penurunan absolute atau relative kadar insulin
yang mengakibatkan kegagalan metabolisme glukosa. Penderita diabetes melitus digolongkan
menjadi:
1. Diabetes Melitus ketergantungan insulin (IDDM, tipe 1, juvenile,ketotik, britlle).
Terjadi setelah infeksi virus dan produksi antibodi autoimun pada orang yang predisposisi
antigen HLA. Biasanya terjadi pada pasien yang berumur di bawah 40 tahun.
2. Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (NDDM, tipe 2, diabetes dewasa stabil).
Diturunkan melalui gen dominan dan biasanya dikaitkan dengan kegemukan. Lebih sering terjadi
pada umur di atas 40 tahun.
Pembedahan dentoalveolar yang dilakukan pada pasien diabetes tipe 2 dengan menggunakan
anestesi local biasanya tidak memerlukan tambahan insulin atau hipoglikemik oral. Pasien
diabetes tipe 1 yang terkontrol harus mendapat pemberian insulin seperti biasanya sebelum
dilakukan pembedahan; dan makan karbohidrat dalam jumlah yang cukup. Perawatan yang
terbaik untuk pasien ini adalah pagi hari sesudah makan pagi. Diabetes yang tidak terkontrol
dengan baik, yang sering disebabkan oleh karena sulit mendapatkan insulin, harus dijadikan
terkontorl lebih dahulu sebelum dilakukan pembedahan. Ini biasanya memerlukan rujukan dan
kemungkinan pasien harus rawat inap.
Diabetes dan Infeksi
Diabetes yang terkontrol dengan baik tidak memerlukan terapi antibiotik profilaktik untuk
pembedahan rongga mulut. Pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol akan mengalami
penyembuhan lebih lambat dan cenderung mengalami infeksi, sehingga memerlukan pemberian
antibiotik profilaksis. Responnya terhadap infeksi tersebut diduga keras akibat defisiensi leukosit
polimorfonuklear dan menurunnya atau terganggunya fagositosis, diapedisis, dan khemotaksis
karena hiperglikemi. Sebaliknya, infeksi orofasial menyebabkan kendala dalam pengaturan dan
pengontrolan diabetes, misalnya meningkatnya kebutuhan insulin. Pasien dengan riwayat
kehilangan berat badan yang penyebabnya tidak diketahui, yang terjadi bersamaan dengan
kegagalan penyembuhan infeksi dengan terapi yang biasa dilakukan, bisa dicurigai menderita
diabetes.
Keadaan Darurat pada Diabetes
Diabetes kedaruratan, syok insulin (hipoglikemia), dan ketoasidosis (hiperglikemia) lebih sering
terjadi pada diabetes tipe 1. Kejadian yang sering terlihat adalah hipoglikemia, yang dapat timbul
sangat cepat apabila terjadi kegagalan menutupi kebutuhan akan insulin dengan asupan
karbohidrat yang cukup. Sedangkan ketoasidosis biasanya berkembang setelah beberapa hari.
Pasien yang menderita hipoglikemia menunjukkan tanda-tanda pucat, berkeringat, tremor,
gelisah, dan lemah. Dengan pemberian glukosa secara oral (10-20 gram), kondisi tersebut akan
dengan mudah membaik. Kegagalan untuk merawat kondisi ini akan mengakibatkan kekejangan,
koma, dan mungkin menyebabkan kematian. Untuk mengatasi ketoasidosis diperlukan
pemberian insulin dan cairan. Hal tersebut sebaiknya dilakukan di rumah sakit (pasien rawat
inap).

2. Kehamilan
Pregnancy bukan kontraindikasi terhadap pembersihan kalkulus ataupun ekstraksi gigi, karena
tidak ada hubungan antara pregnancy dengan pembekuan darah. Perdarahan pada gusi mungkin
merupakan manifestasi dari pregnancy gingivitis yang disebabkan pergolakan hormon selama
pregnancy.
Yang perlu diwaspadai adalah sering terjadinya kondisi hipertensi dan diabetes mellitus yang
meskipun sifatnya hanya temporer, akan lenyap setelah melahirkan, namun cukup dapat
menimbulkan masalah saat dilakukan tindakan perawatan gigi yang melibatkan perusakan
jaringan dan pembuluh darah. Jadi, bila ada pasien dalam keadaan pregnant bermaksud untuk
scaling kalkulus atau ekstraksi, sebaiknya di-refer dulu untuk pemeriksaan darah lengkap, laju
endap darah, dan kadar gula darahnya. Jangan lupa sebelum dilakukan tindakan apapun, pasien
dilakukan tensi dulu.
Kalau memang ada gigi yang perlu diekstraksi (dimana hal itu tidak bisa dihindari lagi,
pencabutan gigi (dan juga tindakan surgery akut lainnya seperti abses,dll) bukanlah suatu
kontraindikasi waktu hamil. Hati-hati bila pada 3 bulan pertama. rontgen harus dihindari saja
kecuali kasus akut (politrauma, fraktur ,dll). Hati-hati bila menggunakan obat bius dan antibiotic,
(ada daftarnya mana yang boleh dan mana yang tidak boleh (FDA) sedative (nitrous oxide,
dormicum itu tidak dianjurkan). Kalau memang harus dicabut giginya atau scalling pada ibu
hamil, waspada dengan posisi tidurnya jangan terlalu baring, karena bisa bikin kompresi vena
cafa inferior.
Kalau memang riskan, dan perawatan gigi-mulut tidak dapat ditunda sampai post-partus, maka
sebaiknya tindakan dilakukan di kamar operasi dengan bekerja sama dengan tim code blue, atau
tim resusitasi. Ekstraksi gigi pada pasien hamil yang ’sehat’ bisa dilakukan dengan baik dan
aman di praktek, clinic biasa, atau rumah sakit.
Kesulitan yang sering timbul pada ekstraksi gigi pada ibu hamil adalah keadaan psikologisnya
yang biasanya tegang, dll. Seandainya status umum pasien yang kurang jelas sebaiknya di
konsulkan dulu ke dokter obsgin-nya.

3. Penyakit Kardiovaskuler
Sebelum menangani pasien ketika berada di klinik, kita memang harus mengetahui riwayat
kesehatan pasien baik melalui rekam medisnya atau wawancara langsung dengan pasien. Jika
ditemukan pasien dengan tanda-tanda sesak napas, kelelahan kronis, palpitasi, sukar tidur dan
vertigo maka perlu dicurigai bahwa pasien tersebut menderita penyakit jantung. Oleh karena itu,
diperlukan pemeriksaan lanjut yang teliti dan akurat, misalnya pemeriksaan tekanan darah. Hal
ini dimaksudkan untuk mendukung diagnosa sehingga kita dapat menyusun rencana perawatan
yang tepat dan tidak menimbulkan akibat yang tidak diinginkan.
Pada penyakit kardiovaskuler, denyut nadi pasien meningkat, tekanan darah pasien naik
menyebabkan bekuan darah yang sudah terbentuk terdorong sehingga terjadi perdarahan.
Pasien dengan penyakit jantung termasuk kontra indikasi eksodonsi. Kontra indikasi eksodonsi
di sini bukan berarti kita tidak boleh melakukan tindakan eksodonsi pada pasien ini, namun
dalam penangannannya perlu konsultasi pada para ahli, dalam hal ini dokter spesialis jantung.
Dengan berkonsultasi, kita bisa mendapatkan rekomendasi atau izin dari dokter spesialis
mengenai waktu yang tepat bagi pasien untuk menerima tindakan eksodonsi tanpa terjadi
komplikasi yang membahayakan bagi jiwa pasien serta tindakan pendamping yang diperlukan
sebelum atau sesudah dilakukan eksodonsi, misalnya saja penderita jantung rema harus diberi
penicillin sebelum dan sesudah eksodonsi dilakukan.

4. Kelainan Darah
a. Purpura hemoragik
Pada pasien dengan keadaan scurvy lanjut maka perdarahan ke dan dari dalam gusi merupakan
keadaan yang biasa terjadi. Hal ini disebabkan karena fragilitas kapiler (daya tahan kapiler
abnormal terhadap rupture) pada pasien tersebut dalam keadaan kurang, sehingga menuju kearah
keadaan mudah terjadi pendarahan petechie dan ecchimosis.
Perlu ditanyakan kepada pasien tentang riwayat perdarahan pasca eksodonsia, atau pengalaman
pendarahan lain. Selanjutnya diteruskan pada pemerikasaan darah yaitu waktu pendarahan dan
waktu penjedalan darah, juga konsentrasi protrombin.
b. Lekemia
Pada lekemia terjadi perubahan proliferasi dan perkembangan leukosit dan prekursornya dalam
darah dan sumsum tulang. Sehingga mudah infeksi dan terjadi perdarahan.
b.1. Lekemia Limfatika
Tanda2 :
• badan mkn lelah dan lemah
• tanda2 anemia  pucat, jantung berdesir, tknn drh rendah
• limfonodi membesr dsluruh tbh
• gusi berdarah
• petechyae
• perdarahan pasca eksodonsia
• batuk2
• pruritus
• pemeriksaan darah menunjukkan ada anemia tipe sekunder
b.2. Lekemia Mielogenous
• Kek. Tbh penderita bkrg
• bb berkurang
• tanda2 anemia
• pembesaran limfa
• perut terasa kembung & mual
• demam
• gangguan gastro intestinal
• gatal2 pada kulit
• perdrahan pd bbgai bag tbh
• gangguan penglihatan / perdarahan krn infiltrais leukemik
• perbesaran lien
• perdarahan petechyae
• perdrahan gusi
• rasa berat di daerah sternum
c. Anemia
Ciri-ciri anemia yaitu rendahnya jumlah hemoglobin dalam darah sehingga kemampuan darah
untuk mengangkut oksigen menjadi berkurang. Selain itu, penderita anemia memiliki
kecenderungan adanya kerusakan mekanisme pertahanan seluler.
d. Hemofilia
Setelah tindakan ekstraksi gigi yang menimbulkan trauma pada pembuluh darah, hemostasis
primer yang terjadi adalah pembentukan platelet plug (gumpalan darah) yang meliputi luka,
disebabkan karena adanya interaksi antara trombosit, faktor-faktor koagulasi dan dinding
pembuluh darah. Selain itu juga ada vasokonstriksi pembuluh darah. Luka ekstraksi juga memicu
clotting cascade dengan aktivasi thromboplastin, konversi dari prothrombin menjadi thrombin,
dan akhirnya membentuk deposisi fibrin.
Pada pasien hemofilli A (hemofilli klasik) ditemukan defisiensi factor VIII. Pada hemofilli B
(penyakit Christmas) terdapat defisiensi faktor IX. Sedangkan pada von Willebrand’s disease
terjadi kegagalan pembentukan platelet, tetapi penyakit ini jarang ditemukan.
Agar tidak terjadi komplikasi pasca eksodonsia perlu ditanyakan adakah kelainan perdarahan
seperti waktu perdarahan dan waktu penjendalan darah yg tdk normal pada penderita

5. Hipertensi
Bila anestesi lokal yang kita gunakan mengandung vasokonstriktor, pembuluh darah akan
menyempit menyebabkan tekanan darah meningkat, pembuluh darah kecil akan pecah, sehingga
terjadi perdarahan. Apabila kita menggunakan anestesi lokal yang tidak mengandung
vasokonstriktor, darah dapat tetap mengalir sehingga terjadi perdarahan pasca ekstraksi.
Penting juga ditanyakan kepada pasien apakah dia mengkonsumsi obat-obat tertentu seperti obat
antihipertensi, obat-obat pengencer darah, dan obat-obatan lain karena juga dapat menyebabkan
perdarahan.

6. Jaundice
Tanda-tandanya adalah ( Archer, 1961 ) ialah kulit berwarna kekuning-kuningan disebut bronzed
skin, conjuntiva berwarna kekuning-kuningan, membrana mukosa berwarna kuning, juga terlihat
pada cairan tubuh ( bila pigmen yang menyebabakan warna menjadi kuning ).
Tindakan eksodonsi pada penderita ini dapat menyebabkan “prolonged hemorrahage” yaitu
perdarahan yang terjadi berlangsung lama sehingga bila penderita akan menerima pencabutan
gigi sebaiknya dikirimkan dulu kepada dokter ahli yang merawatnya atau sebelum eksodonsi
lakukan premediksi dahulu dengan vitamin K.

7. AIDS
Lesi oral sering muncul sebagai tanda awal infeksi HIV. Tanpa pemeriksaan secara hati-hati,
sering lesi oral tersebut tidak terpikirkan, karena lesi oral sering tidak terasa nyeri. Macam-
macam manifestasi infeksi HIV pada oral dapat berupa infeksi jamur, infeksi bakteri, infeksi
virus dan neoplasma.
Pada penderita AIDS terjadi penghancuran limfosit sehingga sistem kekebalan tubuh menjadi
berkurang. Pada tindakan eksodonsi dimana tindakan tersebut melakukan perlukaan pada
jaringan mulut, maka akan lebih mudah mengalami infeksi yang lebih parah. Bila pasien sudah
terinfeksi dan memerlukan premedikasi, maka upayakan untuk mendapatkan perawatan medis
dulu. Tetapi bila belum terinfeksi bisa langsung cabut gigi.
Dengan demikian, apabila dokter gigi sudah menemui gejala penyakit mematikan ini pada
pasiennya, maka dokter bisa langsung memperoteksi diri sesuai standar universal precautaion
(waspada unievrsal). Perlindungan ini bisa memakai sarung tangan, masker, kacamata, penutup
wajah, bahkan juga sepatu. Karena hingga kini belum ditemukan vaksin HIV.

8. Sifilis
Sifilis adalah penyakit infeksi yang diakibatkan Treponema pallidum. Pada penderita sifilis, daya
tahan tubuhnya rendah, sehingga mudah terjadi infeksi sehingga penyembuhan luka terhambat.

9. Nefritis
Eksodonsi yang meliputi beberapa gigi pada penderita nefritis, dapat berakibat keadaan nefritis
bertambah buruk. Sebaiknya penderita nefritis berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter ahli
sebelum melakukan eksodonsi.

10. Malignansi Oral


Di daerah perawatan malignasi suatu rahang melalui radiasi sel jaringan mempunyai aktivitas
yang rendah sehingga daya resisten kurang terhadap suatu infeksi. Eksodonsia yang dilakukan di
daerah ini banyak yang diikuti osteoradionekrosis rahang ( Archer, 1966 ). Apabila perawatan rad
iasi memang terpaksa harus dikerjakan sehubungan dengan malignansi tersebut maka sebaiknya
semua gigi pada daerah yang akan terkena radiasi dicabut sebelum dilakukan radiasi. Bahkan
banyak yang berpendapat bahwa semua gigi yang masih ada di daerah itu, dibuang bersih dahulu
sebelum penderita menerima radiasi yang berat.
Tujuan utama adalah mencabut gigi-gigi dan melakukan alveolektomi seluruh processus
alveolaris sejauh sepertiga dekat apeks lubang alveolus. Mukoperiosteal flap dibuka lebar pada
daerah yang akan dikerjakan operasi dan kemudian direfleksikan ke arah lipatan mukobukal atau
lipatam labial. Semua tulang labial atau bukal diambil dengan menggunakan chisel dan mallet.
Pengambilan tulang tersebut meliputi daerah akar dan interseptal, dan kemudian gigi-gigi
dicabut. Dengan memakai bone rongers, chisel, bone burs yang besar , kikir bulat. Semua tulang
alveolus yang tinggal dan tulang kortikal bagian lingual diambil dengan meninggalkan sepertiga
dari tulang apeks alveolus. Kemudian flaps yang berlebihan digunting agar masing-masing ujung
flaps dapat bertemu dengan baik, tanpa terdapat teganagan. Penyembuhan biasanya cepat dan
perawatan radiasi dapat dimulai dalam waktu seminggu.

11. Hipersensitivitas
Bagi pasien dengan alergi pada beberapa jenis obat, dapat mengakibatkan shock anafilaksis
apabila diberi obat-obatan pemicu alergi tersebut. Oleh karena itu, seorang dokter gigi perlu
melakukan anamnesis untuk mengetahui riwayat kesehatan dan menghindari obat-obatan pemicu
alergi.

12. Toxic Goiter


Ciri-ciri pasien tersebut adalah tremor, emosi tidak stabil, tachycardia dan palpitasi , keringat
keluar berlebihan, glandula tiroidea membesar secara difus (kadang tidak ada), exophthalmos
(bola mata melotot), berat badan susut, rata-rata basal metabolic naik, kenaikan pada tekanan
pulsus, gangguan menstruasi (pada wanita), nafsu makan berlebih.
Tindakan bedah mulut, termasuk mencabut gigi, dapat mengakibatkan krisis tiroid, tanda-
tandanya yaitu setengah sadar, sangat gelisah ,tidak terkontrol meskipun telah diberi obat
penenang.
Pada penderita toxic goiter jangan dilakukan tindakan bedah mulut, termasuk tindakan
eksodonsi, karena dapat menyababkan krisis tiroid dan kegagalan jantung.

Kontra Indikasi Lokal(11)


Kontraindikasi eksodonsi yang bersifat setempat umumnya menyangkut suatu infeksi akut
jaringan di sekitar gigi.
1. Infeksi gingival akut
Infeksi gingival akut biasa juga disebut dengan acute necrotizing ulcerative gingivitis (ANUG)
atau fusospirochetal gingivitis. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri fusospirochaetal atau
streptococcus.
Ciri-ciri penderita infeksi gingival akut adalah :
a. memiliki OH yg jelek
b. perdarahan pada gusi
c. radang pada gusi
d. sakit
e. nafas tidak sedap (adanya akumulasi plak)
2. Infeksi perikoronal akut
Merupakan infeksi yang terjadi pada jaringan lunak di sekitar mahkota gigi molar yang
terpendam (gigi impaksi). Perikoronitis dapat terjadi ketika gigi molar 3 bererupsi sebagian
(hanya muncul sedikit pada permukaan gusi). Keadaan ini menyebabkan bakteri dapat masuk ke
sekitar gigi dan menyebabkan infeksi. Pada perikoronitis, makanan / plak dapat tersangkut di
bawah flap gusi di sekitar gigi sehingga dapat mengiritasi gusi, pembengkakan dan infeksi dapat
meluas di sekitar pipi, leher, dan rahang. Selain itu, faktor-faktor yang juga menyebabkan infeksi
adalah trauma dari gigi di sebelahnya, merokok dan infeksi saluran pernapasan bagian atas.
3. Sinusitis maksilaris akut
Sinus adalah rongga berisi udara yang terdapat di sekitar rongga hidung. Sinusitis (infeksi sinus)
terjadi jika membran mukosa saluran pernapasan atas (hidung, kerongkongan, sinus) mengalami
pembengkakan. Pembengkakan tersebut menyumbat saluran sinus yang bermuara ke rongga
hidung. Akibatnya cairan mukus tidak dapat keluar secara normal. Menumpuknya mukus di
dalam sinus menjadi faktor yang mendorong terjadinya infeksi sinus.
Gejala sinusitis akut :
• Nyeri, sakit di sekitar wajah
• Hidung tersumbat
• Kesulitan ketika bernapas melalui hidung
• Kurang peka terhadap bau dan rasa
• Eritem di sekitar lokasi sinus
• Jika menunduk ke depan nyeri berdenyut akan terasa di sekitar wajah
4. Radiasi
Alasan melarang eksodonsi dengan keadaan seperti tersebut diatas adalah bahwa infeksi akut
yang berada di sekitar gigi, akan menyebar melalui aliran darah ke seluruh tubuh dan terjadi
keadaan septikemia. Septikemia adalah suatu keadaan klinis yang disebabkan oleh infeksi
dengan tanda-tanda respon sistemik, septikimia juga biasa diartikan dengan infeksi berat pada
darah. Infeksi dalam rongga mulut bila tidak ditangani secara adekuat dapat menjadi suatu
induksi untuk terjadinya sepsis. Bila pasien telah mengalami sepsis dan tidak segera ditangani
maka keadaan sepsis ini akan berlanjut menjadi syok septic dan dapat mengakibatkan kematian
pasien.
Tanda-tanda respon sistemik sepsis :
a. Takhipne (respirasi > 20 kali/menit
b. Takhikardi (denyut nadi > 90 kali/menit)
c. Hipertermi (suhu badan rektal > 38,3)
Sedangkan syok septik adalah suatu sindroma klinik yang disebabkan oleh tidak cukupnya
perfusi jaringan dan adanya hipoksia jaringan yang disebabkan oleh sepsis. Keadaan diatas
kadangkala disebut juga Sindroma Respon Inflamasi Sistemik (Systemic Inflammatory Response
Syndrome = SIRS) yaitu suatu respon inflamasi sistemik yang bervariasi bentuk kliniknya,
ditunjukkan oleh dua atau lebih keadaan sebagai berikut :
a. Temperatur > 38
b. Denyut jantung > 90 kali /menit
c. Respirasi > 20 kali/menit
d. Jumlah leukosit > 12.000/mm3 atau <>3
Komplikasi pencabutan gigi molar impaksi
Komplikasi secara terminologi adalah penyakit atau jejas yang terjadi pada waktu dilakukan
terapi penyakit sebelumnya.4 Waktu pencabutan gigi molar impaksi tidak dapat ditentukan
dengan jelas. Bila telah ada indikasi pencabutan gigi tersebut, maka tindakan pencabutan gigi
molar tiga impaksi sebaiknya pada usia relatif muda pada waktu pertumbuhan tulang telah
berhenti (16-18 tahun), karena akan mengurangi komplikasi karena akar belum terbentuk
sempurna (sebaiknya bila akar telah terbentuk sepertiga atau duapertiga) dan tulang sekitar gigi
belum padat.5,6
Bagian terpenting dari pencabutan gigi impaksi karena tindakan ini adalah tindakan elektif
adalah pemberian penjelasan dan konsultasi tentang resiko dan komplikasi sebelum tindakan.
Beberapa komplikasi pencabutan gigi impaksi yang sering dijumpai:
1. Nyeri dan Bengkak 4,7,8
Ketidak nyamanan, bengkak dan rasa nyeri merupakan suatu konsekuensi tindakan pencabutan
gigi impaksi, yang harus diminimalkan. Waktu tindakan yang lama dan retraksi flap akan
menambah pembengkakan. Pada umumnya tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan
kompres es dan pemberian preparat steroid yang mempunyai efek anti inflamasi kuat seperti
betametason dan eksametason pra bedah. Tindakan lain adalah dengan melakukan irigasi cairan
fisiologis yang adekuat selama operasi dan menggunakan anestesi lokal long acting seperti
bupivacain.
2. Kerusakan saraf 4,7,8
Kerusakan saraf sangat mungkin terjadi pada tindakan operasi gigi molar tiga impaksi dengan
frekuensi berkisar 0,5-5% .2 Pada umumnya kerusakan saraf akan mengalami perbaikan secara
spontan terutama saraf alveolaris inferior karena terletak dalam kanalis mandibula sehingga
ujung2 saraf yang rusak dapat dengan lebih baik mendekat secara spontan.
2.1. Saraf alveolaris inferior
Jejas pada saraf alveolaris inferior terjadi secara primer karena hubungan anatominya dengan
gigi molar tiga bawah. Posisi keduanya dapat ditentukan secara radiografi dengan foto
panoramik. Secara statistik, faktor yang berhubungan dengan insidensi kerusakan saraf alveolaris
inferior pada waktu tindakan pengangkatan gigi molar tiga adalah full bony impaction, impaksi
horizontal, pengggunaan bur, apeks gigi pada atau dibawah neurovasculer bundle, bundle terlihat
pada waktu tindakan dan perdarahan yang banyak pada waktu waktu operasi. 5 Faktor lain
adalah umur pasien karena makin tua maka semakin sulit tindakan.
Gambar 1.
Relasi radiografi saraf alveolaris inferior dengan gigi molar bawah 5
1. Outline kortikal kanalis utuh, kemungkinan hanya superimposisi
2. Outline kortikal kanalis hilang, kemungkinan saraf grooving akar gigi
3. Outline kortikal kanalis hilang dan penyempitan dan deviasi kanalis mandibula, menunjukkan
hubungan yang erat antara akar gigi dengan kanalis

2.2. Saraf lingualis


Kerusakan saraf lingualis lebih sulit diterangkan dan lebih mengganggu pasien karena akan
menyebabkan sensasi rasa yang abnormal dan lebih sulit mengalami perbaikan. Diseksi anatomi
menunjukan variasi posisi saraf lingualis dan dapat melintas pada daerah retromolar pad. Dengan
demikian saraf ini dapat mengalami kerusakan oleh elevasi flap dan retraksi, pengeluaran folikel
dan penjahitan. Tidak seperti pada saraf alveolaris inferior, maka pada kerusakan saraf lingualis
teknik operasi memegang peran penting. Flap harus didesign lebih kearah bukal sehingga dapat
menghindari retromolar pad (Gambar 2). Flap ligual jangan dielevasi, jangan memakai lingual
bone-splitting technique, dan jangan melakukan kuretase secara agresif serta jahitan pada lingual
harus ditempatkan superfisial.

Gambar 2.
Insisi bukal pada pencabutan gigi molar tiga impaksi 5

2.3. Evaluasi kerusakan saraf


Bila terjadi kerusakan saraf, maka daerah yang mengalami sensasi abnormal harus
didokumentasikan sehingga perbaikan saraf dapat dicatat dengan akurat. Demikian pula dengan
sensasi rasa pada lidah (Manis, asin, pahit, asam). Terapi yang dapat diberikan untuk regenerasi
saraf adalah methy cobalt, vitamin B kompleks dan fisioterapi.
Follow up dilakukan secara periodik. Perbaikan saraf dimulai 6-8 minggu dan selesai 6-9 bulan.
Terdapat pula kemungkinan terjadi perbaikan 18 bulan-24 bulan. Follow up yang dianjurkan
adalah evaluasi tiap 2 minggu selama 2 bulan, evaluasi tiap 6 minggu untuk 6 bulan berikut,
evaluasi tiap 6 bulan selama 2 tahun dan evaluasi tahunan untuk tahun berikutnya.
Kerusakan saraf dapat pula disebabkan oleh hematoma dan fibrosis akibat penyuntikan anestesi
lokal.

3. Infeksi 4,5,6
Infeksi dapat terjadi baik sebelum maupun setelah tindakan pencabutan gigi molar tiga. Infeksi
akibat gigi molar tiga perlu mendapat perhatian serius karena dapat menyebar ke spatium kepala
dan leher yang berakibat fatal (Gambar 3).
Gambar 3.
Potongan koronal ramus asenden mandibula 5
1. Spatium parafaringeal
2. Spatium pterigoid interna
3. Spatium submaseter
4. Spatum buksinator
5. Spatium bukalis
Infeksi pada spatium bukal dan buksinator umumnya terlokalisir pada sisi lateral mandibula.
Infeksi pada submaseter akan berada pada spatium antara tepi lateral madibula dan otot maseter
dan menyebabkan trismus.
Infeksi spatium pterigoid interna berada pada ruang antara otot pterigoid interna dan permukaan
medial mandibula yang juga menyebabkan trismus dan masalah jalan nafas.
Infeksi spatium submandibular dapat menyebabkan gangguan jalan nafas. Bilateral
submandibular infeksi dengan selulitis disebut Ludwig Angina yang dapat berakibat fatal.
Infeksi spatium parafaringeal terjadi antara mukosa faring dan otot konstriktor superior yang
merupakan kedaruratan yang mengancam jiwa.
Prinsip utama adalah drainase pus dan antibiotika adekuat.
Infeksi lokal yaitu alveolar osteitis yang dikenal dengan dry socket. Infeksi ini terutama pada
pengambilan gigi molar bawah yang sulit dengan trauma yang besar disertai adanya penyakit
periodontal disekitarnya, perokok dan menggunakan lokal anestetik dengan vasokonstriktore
yang banyak. Infeksi ini ditandai oleh adanya bau mulut yang khas, rasa nyeri yang menyebar
dan terjadi 48 jam setelah tindakan. Komplikasi ini Terapi yang dianjurkan adalah dengan irigasi
soket dengan saline hangat dan aplikasi kassa yodoform sampai gejala hilang. Terapi kuratase
jangan dilakukan karena tidak memperbaiki keadaan penyakit.
4. Komplikasi sinus maksilaris 5,6
Secara anatomis terdapat hubungan yang erat antara gigi premolar dan molar atas dengan sinus
maksilaris, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya resiko perforasi sinus maksilaris
pada waktu pencabutan gigi2 tersebut. Bila perforasi kecil maka akan sembuh secara spontan
dengan adanya bekuan darah dalam soket. Bila tidak terjadi penutupan, maka diperlukan
penutupan baik dengan bukal atau palatal flap disertai dengan pemberian antibiotika beta laktam
atau sefalosforin dan nasal dekongestan. Bila sudah terjadi sinusitis maka diperlukan irigasi sinus
dan teknik Cadwell Luc untuk membuang dinding sinus yang mengalami infeksi.

5. Fraktur tulang mandibula 5,6,7,8


Fraktur mandibula merupakan komplikasi pencabutan gigi molar tiga bawah yang dapat terjadi
pada penderita dengan atropi mandibula, osteoporosis atau adanya kista ata tumor yang besar.
Dapat pula terjadi bila menggunakan terlalu besar tenaga. Bila terjadi fraktur mandibula maka
segera hentikan tindakan, lakukan imobilisasi dan lakukan foto Panoramik.

6. Terdorongnya gigi ke spatium sekitarnya 5,6,7


Gigi molar tiga atas dapat terdorong kearah posterosuperior kedalam spatium infratemporalis
bila menggunakan tenaga yang berlebihan pada waktu elevasi kearah distal tanpa retraktor
debelakang tuberositas. Bila terjadi, maka akan sangat menyulitkan karena terjadi rembesan
darah vena yang cukup banyak dari plexus pterigoid. Dengan demkian maka perlu dijahit dulu,
kemudian letak gigi dilokalisasi dengan foto tiga dimensi atan CT scan dan gigi diangkat dalam
7-10 hari kemudian.
Gigi molar bawah dapat terdorong kearah spatium sublingual melewati otot milohioid dan masuk
ke fasia leher (Gambar 4). Komplikasi ini umumnya disebabkan oleh elevasi lingual dan
posterior yang berlebihan pada tulang lingual yang tipis. Bila gigi tersebut tidak teraba maka
luka dijahit dulu, pemberian antibiotika, buat foto 3 dimensi dan gigi dicabut kemudian sebagai
prosedur sekunder melalui tindakan ekstra oral.
Gambar 4.
Gigi terdorong kedalam spatium lingualis 5

7. Perdarahan 5,6,7,8
Perdarahan yang terjadi dapat dibagi menjadi perdarahan primer, intermediat atau sekunder atau
perdarahan arteri, vena dan kapiler. Pada tindakan pencabutan gigi molar tiga pada pasien tanpa
kelainan darah, umumnya disebabkan oleh perdarahan kapiler. Perdarahan sekunder disebabkan
oleh oral fibrinolisis akibat terlalu banyak kumur, infeksi lokal atau trauma pencabutan yang
terlalu besar. Terapinya adalah aplikasi tampon adrenalin, pemberian anti perdarahan kapiler
seperti asam trasexamik, hemostatik lokal seperti spongostan, surgicel dan penjahitan.

8. Komplikasi pada sendi temporomandibula 5


Pencabutan gigi molar kadang akan mengakibatkan disfungsi sendi temporomandibula terutama
pada penderita yang sebelumnya telah mengalami gangguan sendi, tindakan yang lama dan
tenaga yang berlebihan. Komplikasi dapat diminimalkan dengan pasien menggigit pada bite
block pada sisi kontralateral dan istirahat sebentar durante operasi. Bila terjadi, maka kelainan
sendi tersebut diterapi dengan cara konvensional seperti istirahat, terapi hangat, muscle relaxant
dan bila mungkin dengan terapi splint oklusal.

II.3 Hal yang perlu diperhatikan setelah pencabutan


Untuk mempercepat proses penyembuhan:(10)
• Usahakan beristirahat sepanjang hari dan tidak mengerjakan pekerjaan berat.
• Hindari merokok. Bila memungkinkan selama proses penyembuhan (3-4 hari), minimal selama
24 jam setelah operasi.
• Hindari berkumur atau menggosok gigi selama 24 jam setelah operasi
• Setelah 24 jam, kebersihan daerah operasi dapat dijaga dengan berkumur air hangat bergaram
(1 sendok teh garam untuk 1 gelas air) minimal 4 kali sehari. Berkumurlah dengan hati-hati
karena tekanan dapat menyebabkan lubang bekas operasi terbuka lagi dan terjadi pendarahan.
• Setelah 24 jam, meggosok gigi dapat dilakukan dengan hati-hati, terutama di daerah operasi.
• Bila diberi obat penahan sakit dan antibiotik, minumlah sesuai petunjuk dokter. Antibiotik
harus dihabiskan walaupun gigi sudah tidak terasa sakit. Sebaliknya, obat penahan sakit dapat
dihentikan bila sakit mereda.
• Makan dan minumlah seperti biasanya. Hindari berdiet, karena makan dan minum yang cukup
sangat penting untuk proses penyembuhan.
• Hindari minum menggunakan sedotan karena tekanannya dapat melepaskan gumpalan darah
pada lubang operasi.
• Hindari minuman bersoda karena busanya diperkirakan dapat melepaskan gumpalan darah pada
lubang operasi. Minuman jus buah terutama jeruk sangat disarankan.
• Makan tambahan vitamin C dianjurkan.
• Untuk menghindari pembengkakan, setelah operasi rahang sebaiknya dikompres dengan es atau
air dingin. Tempelkan kompres dingin selama 15 menit, diseling 10 menit tanpa kompres,
diulang sampai saat istirahat malam.
• Pada hari-hari setelah hari operasi, rahang dapat dikompres dengan kompres hangat, untuk
menstimulasi peredaran darah di daerah gigi bungsu yang dapat mempercepat penyembuhan.
Selain hal-hal di atas, pembiusan yang dilakukan sebelum operasi juga dapat berpengaruh pada
kemampuan psikis dan mekanis. Jangan berkendara, melakukan pekerjaan yang membutuhkan
konsentrasi tinggi, atau menandatangani dokumen penting pada hari yang sama. Bila
menggunakan bius total, usahakan ada seseorang yang dapat menemani selama minimal satu hari
tersebut.
Beberapa petunjuk perawatan pada pasien setelah pencabutan gigi impaksi adalah:(9)
• Dilarang menghisap atau meniup
• Dilarang merokok
• Minum menggunakan sedotan selama 24 jam
• Dilarang berkumur keras walaupun menggunakan obat kumur
• Dilarang membersihkan gigi dekat tempat pencabutan
• Dilarang olah raga berat selama 24 jam
• Dilarang minum panas atau alkohol

Masalah yang mungkin timbul setelah pencabutan(9)


• Pendarahan
Pendarahan tidak dapat dihindari dan dapat berlangsung selama satu hari penuh. Berkumur pada
saat pendarahan terjadi sangat tidak dianjurkan. Pendarahan akan berhenti saat darah mulai
menggumpal di lubang pencabutan, dan berkumur dapat menyebabkan gumpalan darah terlepas.
Hal ini dapat memperlambat proses penyembuhan dan menyebabkan pendarahan terjadi lebih
lama.
Bila terjadi pendarahan, letakkan gulungan kecil kasa steril (umumnya diberikan oleh dokter
gigi) pada lubang bekas pencabutan. Kasa harus digigit dengan baik dengan tekanan secukupnya.
Cara ini akan membantu menghentikan pendarahan, tetapi jangan dilakukan telalu berlebihan
sehingga menimbulkan iritasi pada lubang pencabutan. Gulungan kasa hanya boleh digigit
selama sekitar 20 menit. Bila terlalu lama, darah dapat membeku pada kasa dan gumpalan darah
dapat terlepas lagi saat kasa dibuang. Bila pendarahan masih terjadi setelah 20 menit, ganti
dengan kasa yang baru. Demikian seterusnya hingga pedarahan berkurang atau berhenti.
Bila pendarahan terus berlanjut setelah 1 hari, segera kembali ke dokter gigi dan laporkan.
Pendarahan yang terus menerus menunjukkan masalah pada proses penyembuhan.
• Lubang operasi tidak tertutup sempurna (Dry socket)
Pada umumnya, setelah gigi bungsu dicabut, darah akan menggenangi lubang bekas gigi dan
menggumpal. Terbentuknya gumpalan darah ini sangat penting karena berfungsi sebagai tempat
gusi kemudian akan tumbuh menutupi lubang. Diperkirakan sebanyak 5-10% kasus mengalami
penutupan lubang yang tidak sempurna atau terlepasnya gumpalan darah sebelum waktunya,
sehingga syaraf pada gusi dan bahkan tulang rahang menjadi terbuka (dry socket). Telah
diketahui bahwa umumnya penderita dry socket adalah perempuan yang minum pil kontrasepsi.
Diperkirakan dry socket dapat dihindari dengan melakukan operasi pada hari ke-22 hingga ke-28
siklus, yaitu saat kadar estrogen sedang pada titik terendah.
• Infeksi
Infeksi yang terjadi saat proses penyembuhan dapat dihindari dengan minum antibiotik dan
menjaga kebersihan mulut. Berkumur dengan air garam setiap selesai makan dapat membantu
membersihkan daerah operasi.

BAB III
PENUTUP

II1.1 Kesimpulan(1)
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Sebelum mengadakan suatu tindakan terhadap pasien harus selalu dicurigai mengenai akan
terjadinya komplikasi atau indikasi kontraindikasi. Seorang dokter gigi harus bisa
menganamnesis dengan cermat untuk mengungkapkan adanya riwayat penyakit atau riwayat
pendarahan sebelaum melakukan pencabutan gigi serta perlunya penanganan awal seorang
dokter gigi, yaitu:
a. Periksa tekanan darah
b. Periksa laporan darah untuk pendarahan, waktu bekuan, ESR, gula darah.
c. Jika memakai aspirin hentikan pada waktu pencabutan gigi
d. Berikan riwayat kesehatan yang sesuai pada dokter gigi sebelum pencabutan dilakukan
2. Tindakan pencabutan gigi impaksi dapat menimbukan beragam komplikasi yang tidak
diharapkan. Meskipun tidak dapat menghilangkan komplikasi tersebut, klinisi dapat
meminimalkan kejadian tersebut dengan melakukan manipulasi pencabutan dengan baik dan
benar.
3. Bila terjadi perdarahan, seorang dokter gigi harus bisa bertindak dengan benar,
mempertimbangkan keadaan apa yang harus dilakukan untuk mencegah perdarahan yang banyak
dengan menggunakan tindakan sebagai berikut: tutup luka dengan menggunakan perban atau
kain, jepit dengan haemostat atau klem, tutup luka dengan gelfoam yang menyerap
perdarahan,dan berikan tindakan penjahitan bila diperlukan

III. 2. Saran
Seorang dokter gigi dalam melakukan tindakan ekstraksi gigi sederhana bisa saja mengahadapi
kondisi komplikasi perdarahan. Oleh karena itu, pengetahuan akan faktor yang menyebabkan
dan cara menanggulanginya menjadi suatu hal yang penting dalam menghadapi kondisi seperti di
atas.
Hindari atau minimalkan komplikasi setelah pencabutan gigi impaksi dengan prinsip dasar yaitu
tentukan rencana pencabutan dengan jelas, gunakan teknik operasi yang baik dan benar, dan
pemberian informed consent tertulis tentang resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gigi Sehat. Perdarahan pasca ekstraksi gigi 4 april 2009. Website


address:http://www.perdarahan pasca ekstraksi.htm

2. Diagnosa.Cabut gigi 21 desember 2007. Website address:http://www.cabut gigi,why not.htm

3. Pencabutan gigi 2009. Wibsite address:http://www.@2009 ReymediQ.com

4. Zwerner T, Fehrenbach MJ, Emmons M, Tiedemann MA. Mosby’s Dental Dictionary.


2004.Elsevier.India.

5. Pogrel MA. Complications of third molar surgery. Oral and maxillofacial surgery clinics of
North America. August 1990

6. What are the complications as risks with wisdom teth extraction. http://www.animated-
teeth.com/wisdom-teeth/

7. Wisdom tooth removal. http://www.bupa.co.uk/

8. Wisdom teeth.http://www.mynewsmile.com/

9. Komplikasi Pencabutan gigi impaksi 14 desember 2007. Website address:uncategorized –


hargo -@ 11.08 pm

10. Gigi bungsu 2009 dalam Wikipedia bahasa indonesia, ensiklopedia bebas. Website
address:http://www Gigi-bungsu.htm

11. Kontraindikasi eksodonsi 27 maret 2008. Website address:http://www KI eksodonsi .html

Anda mungkin juga menyukai