IDENTIFIKASI KASUS
A. Identitas pasien
Nama : Ny. I
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 81 tahun
Berat badan : 45kg
Alamat : Salem Gede
Agama : Islam
Suku bangsa : Sunda
Status pernikahan : Menikah
Status pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal masuk : 11 Maret 2018
Tanggal keluar : 19 Maret 2018
Ruangan : Agate Atas
B. Anamnesis
Heteroanamnesis, dilakukan tanggal 13 Maret 2017 di ruang Agate Atas
A. Keluhan utama
Penurunan kesadaran
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSU dr.Slamet,
diantar keluarga dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 7 hari sebelum
masuk rumah sakit (SMRS), keluhan dirasakan semakin memberat sejak 1 hari
SMRS. Anak pasien mengatakan sebelum keluhan muncul pasien mengalami
demam terus menerus yang diikuti dengan adanya mual muntah yang terjadi
lebih dari satu kali dalam sehari. Pasien juga mengalami pusing, kepala terasa
berat dengan leher pegal terus menerus. Pasien juga merasa lemas sehingga
sulit untuk melakukan aktivitas sehari hari. Anak pasien juga mengatakan
pasien sering bangun pada malam hari untuk BAK namun BAK keluar hanya
sedikit, dan berwarna kuning. Tidak ada keluhan nyeri saat BAK. Pasien juga
mengalami bengkak di kedua kaki sejak 5 hari SMRS dan semakin membesar
1 hari SMRS.
1
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa seperti saat ini. Pasien
memiliki riwayat darah tinggi tidak terkontrol sejak 5 tahun yang lalu. Pasien
juga memiliki riwayat DM sejak 2 tahun yang lalu dengan gula tertinggi lebih
dari 600. Pasien juga memiliki riwayat terserang stroke 2 tahun yang lalu.
Pasien jarang berobat ke dokter.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluhan yang serupa pada keluarga pasien, tidak ada
keluarga yang memiliki riwayat penyakit jantung ataupun darah tinggi.
E. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi baik pada makanan, obat, maupun alergen lain.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit berat
Kesadaran : Somnolen (GCS : 8)
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 84/menit, reguler
Respirasi : 24x/menit
Suhu : 36,30 C
Kepala : Bentuk kepala normal, pertumbuhan rambut normal, bentuk
wajah simetris, pupil bulat isokor, konjungtiva anemis tidak ada pada kedua mata,
sklera ikterik tidak ada pada kedua mata, Pterygium grade IV pada kedua mata.
Leher : Pembesaran tiroid (-), pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-),
jugular vena pressure tidak meningkat.
Cor :
o Inspeksi : iktus cordis samar terlihat pada sela iga V, linea
midclavicularis sinistra
o Palpasi : iktur cordis teraba pada sela iga V, linea midclavicularis
sinistra
o Perkusi : batas jantung kanan berada pada sela iga V linea sternalis
dextra, batas jantung kiri berada pada linea axillaris anterior
o Auskultasi : S1 S2 irreguler, Murmur Sistolik (-), Gallop (-)
Pulmo :
2
o Inspeksi : bentuk dan ukuran dada normal
o Perkusi : Terdengar sonor pada seluruh lapang paru kiri. Terdengar
redup pada lapang paru kanan mulai dari ICS 3.
o Palpasi : Massa (-), krepitasi (-), fremitus taktil tidak simetris, fremitus
vokal tidak simetris.
o Auskultasi : VBS ka = ki, Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-)
Abdomen :
o Inspeksi : abdomen tampak membuncit
o Auskultasi : BU (+) di empat kuadran
o Perkusi : terdengar timpani di empat kuadran, shifting dullness (-)
o Palpasi : hepatomegali (-), pembesaran lien (-), undulasi (-), nyeri tekan
sulit dinilai, nyeri ketok CVA sulit dinilai
Ekstremitas :
o Akral hangat (+), edema ekstremitas superior (-), ekstremitas inferior
(+)
D. Pemeriksaan Penunjang
A. Hematologi : 13 Maret 2018
Darah Rutin :
Hemoglobin : 13,9 g/Dl
Hematokrit : 42%
Leukosit : 12.400/mm3
Trombosit : 289.000/mm3
Eritrosit : 4,86 juta/mm3
Kimia Klinik :
Ureum : 164 mg/Dl
Kreatinin : 3.8 mg/Dl
GDS : 107 mg/dL
Elektrolit :
Na+ : 127 mEq/L
K+ : 4.2 mEq/L
Cl- : 103 mEq/L
3
LFG : (140-usia) x BB / (72x kadar kreatinin)
E. Resume
Pasien Ny. I usia 81 tahun dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 7 hari SMRS,
keluhan dirasakan semakin memberat sejak 1 hari SMRS. Anak pasien mengatakan
sebelum keluhan muncul pasien mengalami demam terus menerus yang diikuti dengan
adanya mual muntah yang terjadi lebih dari satu kali dalam sehari. Pemeriksaan fisik
ditemukan adanya bengkak pada kedua ekstrimitas bawah. Pemeriksaan lab kimia darah
menunjukan kadar ureum : 164 mg/dl, kreatinin : 3,8 mg/dl, lab elektrolit Na+ : 127
mEq/L, K+: 4.2 mEq/L, Cl-: 103 mEq/L.
F. Diagnosis Kerja
- CKD grade V e.c HHD + DM Tipe 2 dengan komplikasi Ensefalopati Metabolik +
Gangguan elektrolit (Hiponatremi dan Hipokalemia).
G. Terapi
4
FOLLOW UP
Follow Up
11 Maret 2018
S: O: A: PD :
- Penurunan Cek ureum, kreatinin
kesadaran o KU: SB - Ensefalopati PT :
- Lemas badan o KS: Somnolen metabolik - Infus NaCl 20 gtt
o TD: 120/80 - CKD
o N: 84 x/mnt - Kidmin 1x1 tab
o R: 20 x/mnt - Ranitidine 2x1 tab
o S: 36,3oC
o SPO2: 94% - Ondancentron 2x1 tab
o Kepala : - Mecobalamin 2x1 tab
normocephal
o Mata : CA +/+ - Citicolin 2x500mg
SI -/- - Amlodipin 1x5mg
o THT : dbn
o Mulut : dbn - Folavit 1x1
o Leher : dbn - Bicnat 2x1
o Cor :
BJ I-II (+/+) reg, - Calos 2x1
BJ III-IV (-/-) - R/HD
M (-/-), G (-/-)
o Pulmo :
VBS ki = ka
Rh (-/-), Wz (-/-)
o Abdomen :
BU (+), NT (+),
Asites (-)
o Ekstremitas :
Akral hangat +/+
Edema +/+
Kimia Darah
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Ureum 308 mg/dL 13-30
Kreatinin 21 mg/dL 0,3-1,3
5
12 Maret 2018
S: O: A: PD :
- Somnolen Cek ureum kreatinin
- Lemas badan o KU: SB - Ensefalopati PT :
- Nafsu makan o KS: Somnolen metabolik - Infus NaCl 20 gtt
menurun o TD: 120/90 - CKD
o N: 80 x/mnt - Kidmin 1x1 tab
o R: 20 x/mnt - Ranitidine 2x1 tab
o S: 36,4oC
o SPO2: 91% - Ondancentron 2x1 tab
o Kepala : - Mecobalamin 2x1 tab
normocephal
o Mata : CA -/- - Citicolin 2x500mg
SI -/- - Amlodipin 1x5mg
o THT : dbn
o Mulut : dbn - Folavit 1x1
o Leher : dbn - Bicnat 2x1
o Cor :
BJ I-II (+/+) reg, - Calos 2x1
BJ III-IV (-/-)
M (-/-), G (-/-)
o Pulmo :
VBS ki = ka
Rh (-/-), Wz (-/-)
o Abdomen :
BU (+), NT (+),
Asites (+)
o Ekstremitas :
Akral hangat +/+
Edema +/+
Kimia Darah
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Ureum 207 mg/dL 13-30
Kreatinin 6,9 mg/dL 0,3-1,3
6
13 Maret 2018
S: O: A: PD :
- Lemas Cek kimia darah
- Gangguan o KU: SB - Ensefalopati PT :
komunikasi o KS: Somnolen metabolik - Infus NaCl 0,9% 30-40
- Nafsu makan o TD: 140/90 - CKD
menurun o N: 84 x/mnt gtt
o R: 36 x/mnt - Kidmin 1x1 tab
o S: 36,3oC
o SPO2: 92% - Ranitidine 2x1 tab
o Kepala : - Ondancentron 2x1 tab
normocephal
o Mata : CA -/- - Mecobalamin 2x1 tab
SI -/- - Citicolin 2x500mg
o THT : dbn
o Mulut : dbn - Amlodipin 1x5mg
o Leher : dbn - Folavit 1x1
o Cor :
BJ I-II (+/+) reg, - Bicnat 2x1
BJ III-IV (-/-) - Calos 2x1
M (-/-), G (-/-)
o Pulmo : - Diet Nefrisol 6 x 250
VBS ki = ka kkal/hari
Rh (-/-), Wz (-/-)
o Abdomen : - Masuk insulin bolus 10
BU (+), NT (-), unit IV
Asites (-)
o Ekstremitas :
Akral hangat +/+
Edema +/+
Kimia Darah
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Ureum 195 mg/dL 13-30
Kreatinin 6,9 mg/dL 0,3-1,3
7
14 Maret 2018
S: O: A: PD :
- Lemas badan Cek elektrolit
- Gangguan o KU: SB - Ensefalopati PT :
komunikasi o KS: Somnolen Metaboli - Infus NaCl 0,9% 20 gtt
- Sulit bangun o TD: 100/80 - CKD
- Nafsu makan o N: 82 x/mnt - Kidmin 1x1 tab
menurun o R: 20 x/mnt - Ranitidine 2x1 IV
o S: 37,5oC
o SPO2: 92% - Ondancentron 2x1 IV
o Kepala : - Mecobalamin 2x1 IV
normocephal
o Mata : CA -/- - Citicolin 2x500mg IV
SI -/- - Amlodipin 1x5mg
o THT : dbn
o Mulut : dbn - Folavit 1x1
o Leher : dbn - Bicnat 2x1
o Cor :
BJ I-II (+/+) reg, - Calos 2x1
BJ III-IV (-/-) - Diet Neftisol 6 x 250
M (-/-), G (-/-)
o Pulmo : kkal/hari
VBS ki = ka
Rh (-/-), Wz (-/-)
o Abdomen :
BU (+), NT (+),
Asites (+)
o Ekstremitas :
Akral hangat +/+
Edema -/-
Elektrolit
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Natrium (Na) 127 mEq/L 135-145
Kalium (K) 4.2 mEq/L 3.6-5.5
Klorida 103 mEq/L 98-108
Kalsium (Ca 4.04 mEq/L 4.7-5.2
Bebas)
8
15 Maret 2018
S: O: A: PD : -
- Penurunan PT :
kesadaran o KU: SB - Ensefalopati - Infus NaCl 0,9% 20 gtt
- Gangguan o KS: Somnolen metabolik
komunikasi o TD: 120/60 - CKD - Kidmin 1x1 tab
- Nafsu makan o N: 80 x/mnt - Gangguan - Ranitidine 2x1 IV
menurun o R: 20 x/mnt elektrolit
o S: 36,5oC - Ondancentron 2x1 IV
o SPO2: 92% - Mecobalamin 2x1 IV
o Kepala :
normocephal - Citicolin 2x500mg IV
o Mata : CA -/- - Amlodipin 1x5mg
SI -/-
o THT : dbn - Folavit 1x1
o Mulut : dbn - Bicnat 2x1
o Leher : dbn
o Cor : - Calos 2x1
BJ I-II (+/+) reg, - Diet Neftisol 6 x 250
BJ III-IV (-/-)
M (-/-), G (-/-) kkal/hari
o Pulmo : - Novorapid 10-10-10
VBS ki = ka
Rh (-/-), Wz (-/-) - Drip KCl 25 mEq dlm RL
o Abdomen : 500 cc selama 6 jam.
BU (+), NT (-),
Asites (-)
o Ekstremitas :
Akral hangat +/+
Edema +/+
9
16 Maret 2018
S: O: A: PD :
- Penurunan Lab darah rutin
kesadaran o KU: SB - CKD PT :
- Gangguan o KS: Somnolen - Ensefalopati - Infus NaCl 0,9% 20 gtt
komunikasi o TD: 100/70 - Gangguan
- Mencret 3x dalam o N: 80 x/mnt elektrolit - Kidmin 1x1 tab
sehari darah (-), o R: 22 x/mnt - Diare akut - Ranitidine 2x1 IV
lendir (-) o S: 37oC
o SPO2: 93% - Ondancentron 2x1 IV
o Kepala : - Mecobalamin 2x1 IV
normocephal
o Mata : CA -/- - Citicolin 2x500mg IV
SI -/- - Amlodipin 1x5mg
o THT : dbn
o Mulut : dbn - Folavit 1x1
o Leher : dbn - Bicnat 2x1
o Cor :
BJ I-II (+/+) reg, - Calos 2x1
BJ III-IV (-/-) - Diet Neftisol 6 x 250
M (-/-), G (-/-)
o Pulmo : kkal/hari
VBS ki = ka - Novorapid 10-10-10
Rh (-/-), Wz (-/-)
o Abdomen : - Drip KCl 25 mEq dlm RL
BU (+), NT (-), 500 cc selama 6 jam.
Asites (-)
o Ekstremitas : - Molagit 3x1
Akral hangat +/+
Edema +/+
10
17 Maret 2018
S: O: A: PD :
- Lemas badan -
- Gangguan o KU: SB - Ensefalopati PT :
komunikasi o KS: Somnolen Metabolik - Infus NaCl 0,9% 20 gtt
- Sulit bangun o TD: 110/70 - CKD
- Nafsu makan o N: 80 x/mnt - Gangguan - Kidmin 1x1 tab
menurun o R: 20 x/mnt elektrolit - Ranitidine 2x1 IV
o S: 36,8oC
o SPO2: 96% - Ondancentron 2x1 IV
o Kepala : - Mecobalamin 2x1 IV
normocephal
o Mata : CA -/- - Citicolin 2x500mg IV
SI -/- - Amlodipin 1x5mg
o THT : dbn
o Mulut : dbn - Folavit 1x1
o Leher : dbn - Bicnat 2x1
o Cor :
BJ I-II (+/+) reg, - Calos 2x1
BJ III-IV (-/-) - Diet Neftisol 6 x 250
M (-/-), G (-/-)
o Pulmo : kkal/hari
VBS ki = ka - Novorapid 10-10-10
Rh (-/-), Wz (-/-)
o Abdomen : - Drip KCl 25 mEq dlm RL
BU (+), NT (+), 500 cc selama 6 jam.
Asites (+)
o Ekstremitas :
Akral hangat +/+
Edema +/+
11
18 Maret 2018
S: O: A: PD : -
- Penurunan PT :
kesadaran o KU: SB - Ensefalopati - Infus NaCl 0,9% 20 gtt
- Gangguan o KS: Somnolen metabolik
komunikasi o TD: 120/60 - CKD - Kidmin 1x1 tab
- Nafsu makan o N: 80 x/mnt - Gangguan - Ranitidine 2x1 IV
menurun o R: 20 x/mnt elektrolit
o S: 36,5oC - Ondancentron 2x1 IV
o SPO2: 92% - Mecobalamin 2x1 IV
o Kepala :
normocephal - Citicolin 2x500mg IV
o Mata : CA -/- - Amlodipin 1x5mg
SI -/-
o THT : dbn - Folavit 1x1
o Mulut : dbn - Bicnat 2x1
o Leher : dbn
o Cor : - Calos 2x1
BJ I-II (+/+) reg, - Diet Neftisol 6 x 250
BJ III-IV (-/-)
M (-/-), G (-/-) kkal/hari
o Pulmo : - Novorapid 10-10-10
VBS ki = ka
Rh (-/-), Wz (-/-) - Drip KCl 25 mEq dlm RL
o Abdomen : 500 cc selama 6 jam.
BU (+), NT (-),
Asites (-)
o Ekstremitas :
Akral hangat +/+
Edema +/+
12
19 Maret 2018
S: O: A: PD :
- Gangguan Lab darah rutin
komunikasi o KU: SR - CKD PT :
- Mencret (-) o KS: CM - Ensefalopati - Infus NaCl 0,9% 20 gtt
- Mual muntah (-) o TD: 100/60 - Gangguan
o N: 70 x/mnt elektrolit - Kidmin 1x1 tab
o R: 20 x/mnt - Diare akut - Ranitidine 2x1 IV
o S: 36,5oC
o SPO2: 93% - Ondancentron 2x1 IV
o Kepala : - Mecobalamin 2x1 IV
normocephal
o Mata : CA -/- - Citicolin 2x500mg IV
SI -/- - Amlodipin 1x5mg
o THT : dbn
o Mulut : dbn - Folavit 1x1
o Leher : dbn - Bicnat 2x1
o Cor :
BJ I-II (+/+) reg, - Calos 2x1
BJ III-IV (-/-) - Diet Neftisol 6 x 250
M (-/-), G (-/-)
o Pulmo : kkal/hari
VBS ki = ka - Novorapid 10-10-10
Rh (-/-), Wz (-/-)
o Abdomen : - Drip KCl 25 mEq dlm RL
BU (+), NT (-), 500 cc selama 6 jam.
Asites (-)
o Ekstremitas : - Molagit 3x1
Akral hangat +/+
Edema -/-
13
BAB I
LATAR BELAKANG
Gagal ginjal kronik, berdasarkan studi di Amerika, Eropa, Australia, dan Asia
menunjukkan bahwa insidens dan prevalens gagal ginjal kronik sebanyak 9-13% di
populasi umum. Gagal ginjal kronik memiliki prognosis yang buruk yang berujung pada
kematian.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) didefinisikan sebagai abnormalitas dari fungsi atau
struktur ginjal > 3 bulan, dengan implikasi terhadap kesehatan. CKD diklasifikasikan
berdasarkan penyebab, GFR dan kategori albuminuria. Kriteria untuk CKD:
Marker dari kerusakan ginjal (1 / >) -Albuminuria (AER ≥ 30 mg/24 jam; ACR ≥ 30 mg/g
-Abnormalitas sedimen urin
-Abnormalitas elektrolit karena penyakit tubular
-Terdeteksi adanya abnormalitas dari histologinya
-Abnormalitas pada Struktur dilihat dari Imaging
-Riwayat transpalntasi ginjal
2.1.2 Epidemiologi
15
2.1.3 Faktor Risiko
Diabetes
Hipertensi
Penyakit jantung
Riwayat keluarga dengan penyakit ginjal
2.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan Penyebab: CKD dibedakan ada tidkanya penyakit sistemik dan lokasi
dari kelainan patologi-anatomi ginjal.
Berdasarkan GFR
Berdasarkan Albuminuria
16
2.1.5 Patogenesis
2.1.6 Patofisiologi
17
Gangguan kardiovaskular
- Hipertensi → LVH → HHD → Dekompensasio kordis
- Hipertensi + dislipidemia → Iskemik vaskular → koroner, serebrovaskular,
vaskular perifer.
Gangguan hematologi
- Produksi eritropoietin↓ → Anemia
Gangguan Homeostasis
- Aktivitas faktor pembekuan III menurun → Bleeding
Gangguan Neuromuskular
- Metabolit nitrogenous meningkat → neurotoxic → keram, kejang, koma,
gangguan tidur.
Gangguan GI
- Ureum meningkat → fetor uremik, dysgeusia, abdominal pain, nausea vomit.
- GI Bleeding
18
Gangguan Endokrin-metabolit
- Degradasi insulin ↓ → hipoglikemik
- Penurunan Hormon estrogen – testosteron → gangguan reproduksi
Gangguan dermatologis
- Anemia → pucat
- Bleeding → ekimosis
- Uremia → pruritus
Ureum darah < 150 mg%, tanpa keluhan maupun gejala, seringkali ditemukan pada
pemeriksaan rutin
GGK tingkat awal: LFG kurang 25% dari normal gambaran klinik sangat minimal
kelainan yang sering: albuminuria, hiperurikemia, hipertensi
GGK berat disertai sindrom azotemia sangat komplek. Kelainan- kelainan berbagai
organ
Kelainan Mata
19
Kelainan saluran cerna
Uremia (gastritis uremikum)
↓
Iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus
↓
Mual dan muntah
Kelainan kardiopulmonal : Kardiovaskular Gagal jantung kronik: faktor yang
menyebabkan seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, penyebaran kalsifikasi
mengenai sistem vaskuler, Hipertensi ginjal: keseimbangan Na, aktivitas sistem renin
angiotensin aldosteron penurunan zat dipresor dari medula ginjal, aktivitas sistem
saraf simpatis, cardiac output dan hopokalsemia.
Kelainan neuropsikiatri : Kelainan psikiatri : Emosi labil, dilusi, insomnia, depresi,
kelainan mental berat (konfusi, dilusi, gejala psikosis)
Kelainan Nerologi : Neuropati perifer: gatal, Gangguan sensoris: rasa terbakar,
hiperestesi, parestesi.
2.1.8 Diagnosis
Anamnesis
20
Gejala objektif (signs)
Laboratorium rutin
• DM : poliuria, polidipsia,
• Nefrosklerosis : hipertensi
• DM : neuropati, retinopati
21
• Polikistik : ballotement ginjal, hematuria
Pemeriksaan laboratorium
22
Pemeriksaan penunjang
a. Foto polos perut :
o nefromegali bilateral
o Nefromegali unilateral
o Kalkuli
b. USG :
iii. Nefrotomogram
v. Pielografi antegrade
23
2.1.10 Penatalaksanaan
d. Peranan diet :
Kebutuhan cairan
c. Terapi simtomatik
- Asidosis metabolik : suplemen alkali
- Anemia
- Keluhan GIT
- Kelainan kulit
24
- Kelainan neuromuskular
- Hipetensi
- Kelainan sistem kardiovaskular
- Kelainan edokrin
- Masalah infeksi
- Indikasi elektif
1. LFG (formula Cockcroft dan Gault) antara 5 dan 8 ml/m/1,73 m2
25
- Indikasi non medik CAPD :
2.1.11 Komplikasi
2.1.12 Prognosis
• Usia < 40 tahun mulai program HD memiliki masa hidup lebih panjang, hingga 20
tahun. Usia > 55 tahun memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapat
komplikasi sistem kardiovaskular.
• Prognosis bergantung pada : saat rujukan, etiologi GGT, hipertensi, penyakit sistem
kardiovaskular, kepribadian dan personalitas, kepatuhan pasien.
26
2.2 Ensefalopati Metabolik
2.2.1 Definisi
otak. Ensefalopati metabolik adalah pengertian umum keadaan klinis yang ditandai dengan :
Ensefalopati metabolik merupakan suatu kondisi disfungsi otak yang global yang
menyebabkan terjadi perubahan kesadaran, perubahan tingkah laku, dan kejang yang
disebabkan oleh kelainan pada otak atau di luar otak. Prosesnya disfungsi otak ini termasuk
gangguan metabolik (elektrolit, fungsi renal, dan disfungsi hepar), beberapa defisiensi
(substrat metabolik, hormon tiroid, vitamin B12, dll), racun (obat-obatan, alkohol, dll), atau
kelainan toksik sistemik (misalnya sepsis). Pada ensefalopati metabolik terdapat disfungsi
difus otak, yang onsetnya cepat dengan fluktuasi tingkat kesadaran (perhatian dan
konsentrasi).
2.2.2 Klasifikasi
- Penyakit jacob-creutzfeldt
- Penyakit pick
- Penyakit Alzheimer
27
b. Degenerasi di substansia alba otak, yaitu :
- Penyakit schilder
metabolisme sel
- Penyakit paru-paru
- Anemia
(2). Iskemia, yang bisa berkembang karena “Cerebral Blood Flow (CBF)” yang
menurun akibat penurunan cardiac output seperti pada kondisi aritmia, infark jantung,
dekompensasi kordis, dan stenosis aorta. CBF menurun akibat penurunan resistensi
vaskular perifer. CBF menurun akibat resistensi vaskular yang meningkat, seperti
(3). Hipoglikemia, yang bisa timbul karena pemberian insulin atau pembuatan insulin
endogenik meningkat.
28
(2). Penyakit endokrinologik seperti :
tirotoksikosis
c. Intoksikasi eksogenik :
(1). Sedativa, seperti barbiturat, opiat, obat anti kolinergik, ethanol, dan penenang
Etiologi terjadinya ensefalopati metabolik dapat dilihat pada tabel 2.1. Secara umum,
penyebab ensefalopati metabolik dibagi menjadi intoksikasi obat atau ketergantungan obat,
abnormalitas elektrolit dan glukosa, disfungsi organ mayor (seperti hepar, ginjal, paru, dan
29
Tabel 2.1 Etiologi Ensefalopati Metabolik
Etiologi
Hipoksia - Anemia
- Penyakit Paru
- Hipoventilasi alveolar
- Aritmia
- Penyakit mikrovaskular
- Hipotensi
- Hipertensi
- Penyait ginjal
- Penyait pankratikus
hiperosmolar)
- Vaskulitis
- Logam berat
30
- Organofosfat, bensin
Selain itu, terdapat beberapa faktor risiko yang berhubugan dengan terjadinya ensefalopati
d. Malnutrisi
2.2.4 Patofisiologi
faktor toksik, anoksik, dan metabolik merupakan mekanisme tersering dan signifikan.
Fungsi dan eksitabilitas otak sangat sensitif terhadap pH. pH cairan tubuh diatur
dengan sangat ketat. Barrier permeabilitas memisahkan sistem saraf pusat dengan cairan
tubuh. Cairan ekstraselular otak mengandung lebih banyak proton dan ion magnesium,
namun lbih sedikit pottasium. Lingkungan ekstraselular otak diatur atau diprogram untuk
31
mengandung lebih banyak H+. Banyak saluran ion bervoltase pada sistem saraf sensitif
terhadap perubahan pH. Asidosis (penurunan pH) menghambat saluran ion bervoltase dan
saluran ion yang diaktivasi oleh glutamat. Karena channel sodium dan kalsium lebih sensitif
akan meningkatkan entri kalsium dan sodium ke dalam sel neuron, membuat neuron tersebut
Normalnya cairan ekstraselular otak adalah isotonik dengan plasma. Jika osmolaritas
plasma berubah dengan cepat maka otak akan bertindak sebagai osmometer, otak akan
membengkak jika osmolaritas plasma menurun dan mengkerut jika osmolaritas plasma
mengganggu CNS dengan cara mengubah osmolalitas sel-sel otak. Adapun gejala neurologis
hiponatremia adalah sakit kepla, mual, inkoordinasi, delirium, dan akhirnya kejang fokal atau
generalisata dengan apneu. Peningkatan konsentrasi sodium dalam cairan tubuh akan
neurologis yang terjadi tanpa adanya perubahan struktural pada otak, kemungkinan
merupakan akibat langsung dari hiperosmolalitas. Keluhan dan gejala muncul akibat edema
serebral. Hal ini khususnya terjadi dengan rehidrasi yang cepat dan disebabkan oleh karena
serebral, tetapi gangguan serebral amat jarang pada pasien hiperkalemia ataupun
hipokalemia. Deplesi pottasium dapat mengakibatkan kelemahan otot. Pada kasus yang berat,
kelemahan otot mengalami progresi menjadi kuadripegia, gagal nafas mirip dengan Guillan
Barre syndrome. Adapun hiperkalemia dapat ditemukan pada pasien dengan hemolisis sel
darah merah.
32
Hipokloremia merupakan sindrom yang ditandai dengan anoreksia, gagal tumbuh,
letargi, kelemahan otot, dan alkalosis metabolik hipokalemik yang dapat ditemukan pada
bayi-bayi yang mengonsumsi formula yang dapat mengurangi klorida selama 1 bulan atau
lebih. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan lingkar kepala, keterlambatan
Kalsium merupakan kation ekstraselular utama. Kadar kalsium serum baik rendah
maupun tinggi dapat menimbulkan gangguan neurologis. Terdapat 3 bentuk kalsium dalam
serum yaitu terikat protein, chelated, dan terionisasi. Secara umum gejala neurologis
berhubungan dengan kadar kalsium terionisasi dengan jumlah 2,5 mg/dl atau kurang.
b. Hepatic encephalopathy
Kerusakan hati baik akut maupun kronik aka menginisisasi terjadinya serangkaian
keluhan neuropsikiatrik yang disebut dengan ensefalopati hepatik. Pada gagal hati akut,
pembengkakan astrositik, dan edema otak sitotoksik. Seiring dengan progresivitas edema
otak, tekanan intrakranial meningkat dan menghasilkan herniasi serebral. Pada gagal hati
jumlah astrosit protoplasmik. Sel-sel ini merupakan astrosit dengan nukleus yang membesar,
pucat, dan penyusutan pada protein asidik fibrilari glial. Sel-sel tersebut dapat ditemukan
pada korteks serebral, basal ganglia, nuklei batang otak, dan lapisan purkinje serebelum. Hal
ini juga dapat ditemukan pada ensefalopati HIV. Terdapat 2 faktor terpenting pada
patogenesis ensefalopati yakni peningkatan konsentrasi amonia pada plasma maupun otak. Di
otak, amonia akan diubah menjadi glutamine yang siklusnya berjalan dari astrosit sampai
33
neuron, dan selanjutnya akan diubah menjadi glutamate. Setelah pelepasan glutamate ke
celah sinaptik, reuptake terjadi pada astrosit. Penurunan konsumsi oksigen dan metabolisme
c. Gagal ginjal
dengan baik. Sejauh ini, ensefalopati tersebut bisa muncul akibat uremia. Terjadi akumulasi
asam organik toksik pada sistem saraf pusat. Asam-asam yang memasuki otak ini akan
mengubah fungsi pompa ion sodium natrium. Aliran darah serebral juga menunjukkan defek
pada penggunaan oksigen. Defek ini mungkin muncul karena peningkatan permeabilitas otak
jaringan otak.
Setiap pasien dengan ensefalopati metabolik mempunyai gambaran klinis yang khas,
tergantung dari penyakit penyebabnya dan komplikasi yang disebabkan oleh keadaan
spesifik seringkali menghasilkan pola-pola klinis yang berulang-ulang, dan jika dikenali
jarang sekali menghasilkan diagnosis yang keliru. Pemeriksaan secara menyeluruh dan detail
dari kesadaran, respirasi, reaksi pupil, pergerakan bola mata, fungsi motorik, dan
34
Pada pasien dengan ensefalopati metabolik biasanya didahului oleh delirium. Penurunan daya
perhatian, proses pikir terganggu, gangguan persepsi, delusi dan atau halusinasi serta
Respirasi
Cepat atau lambat, penyakit ensefalopati metabolik hampir selalu menyebabkan kelainan
pernapasan baik dari sisi kedalaman ataupun irama. Kebanyakan perubahan ini terjadi secara
non-spesifik dan merupakan bagian dari penekanan batang otak yang lebih luas. Namun
Pasien-pasien dalam keadaan stupor atau koma ringan seringkali menampilkan gambaran
pernapasan Cheyne Stokes. Pada keadaan depresi batang otak yang lebih dalam hiperventilasi
neurogenik dapat terjadi sebagai akibat dari penekanan daerah inhibisi batang otak atau dari
Hipoglikemia dan kerusakan anoksik lebih sering lagi menyebabkan hiperpnea transien,
sedangkan ketoasidosis diabetik dan penyebab koma lainnya yang menghasilkan asidosis
metabolik akan menunjukkan pernapasan lambat dan dalam (Kussmaul). Baik ensefalopati
yang pada akhirnya menyebabkan alkalosis respiratorik primer. Pada keadaan-keadaan ini,
peningkatan frekuensi napas terkadang berhasil menutupi keadaan metabolik dasarnya dan
apabila pasien tersebut juga mempunyai rigiditas ekstensor gambaran klinisnya dapat secara
sekilas menyerupai penyakit struktural atau asidosis metabolik berat. Namun demikian
35
dengan melakukan pemeriksaan klinis secara teliti, biasanya dapat ditemukan diagnosis kerja
yang sesuai.
Efektivitas respirasi harus dievaluasi secara berulang-ulang pada saat penyakit metabolik
menekan otak, hal ini disebabkan karena formasio retikularis batang otak secara khusus
rentan terhadap depresi kimiawi. Anoksia, hipoglikemia dan obat-obatan dapat secara selektif
menginduksi hipoventilasi atau apnea sementara pada saat yang bersamaan tidak
mengganggu fungsi batang otak lainnya seperti respons pupil dan kendali tekanan darah.
Pupil
Pada pasien dengan koma dalam, keadaan pupil menjadi kriteria klinis yang paling penting
dan mampu membedakan antara kerusakan struktural dengan penyakit metabolik. Adanya
refleks cahaya pupil yang tetap terjaga, walaupun disertai dengan depresi pernapasan,
metabolik.
Aktivitas motorik
Pasien dengan penyakit ensefalopati metabolik biasanya memperlihatkan dua tipe kelainan
motorik: (1) kelainan non-spesifik dari kekuatan, tonus dan refleks termasuk juga kejang
fokal dan umum; (2) gerakan tidak bertujuan khas yang hampir patognomonik untuk
penyakit ensefalopati metabolik. Kelainan motorik difus sering ditemukan pada koma
Kelemahan fokal juga seringkali ditemukan pada pasien dengan penyakit ensefalopati
metabolik. Pasien dengan penyakit ensfalopati metabolik juga sering mengalami kejang fokal
36
atau umum yang tidak dapat dibedakan dengan kejang akibat penyakit otak struktural.
Meskipun demikian, pada saat ensefalopati metabolik menyebabkan kejang fokal, fokusnya
seringkali berpindah-pindah dari satu serangan ke serangan yang lain, temuan ini jarang
didapatkan pada lesi struktural. Kejang migratorik seperti tersebut di atas sering ditemukan
penyakit ensefalopati metabolik; ketiga manifestasi di atas jarang ditemukan pada lesi
struktural fokal kecuali mempunyai komponen toksik atau infeksi. Tremor pada ensefalopati
metabolik biasanya kasar dan iregular dengan laju 8-10 kali per detik. Tremor biasanya
hilang saat istirahat dan paling mudah ditemukan pada jari-jemari tangan yang terjulur.
pada pergelangan tangan dan banyak ditemukan pada banyak penyakit ensefalopati
metabolik.
Mioklonus multifokal merupakan gerakan berkedut kasar mendadak, non-ritmis dan tidak
berpola yang melibatkan sebagian atau sekelompok otot pada satu bagian dan kemudian
bagian tubuh yang lain, terutama pada wajah dan tungkai proksimal. Mioklonus multifokal
biasanya menyertai ensefalopati uremikum, penisilin intravena dosis tinggi, narkosis CO2 dan
2.2.6 Diagnosis
Adanya gangguan kesadaran, gangguan atensi, fluktuasi gejala dan keparahan dari
waktu ke waktu, adanya halusinasi, disorientasi atau distorsi persepsi, proses pemikiran yang
tidak terorganisir dengan baik (bicara inkoheren atau gangguan memori) seharusnya menjadi
tanda peringatan bagi dokter. Penting untuk mengetahui riwayat kesehatan pasien
37
sebelumnya berdasarkan data dari rumah sakit/klinik berobat pasien sebelumnya.
Pemeriksaan klinis juga akan menunjukkan lokasi kelainan neurologis ketika terdapat lesi
pada otak, namun kebanyakan kasus menunjukkan adanya gangguan pada tanda vital
ekstremitas basah dan pucat pada syok hipotensi, ikterik pada ensefalopati hepatikum, nafas
terjadinya ensefalopati. Pemeriksaan tersebut antara lain pemeriksaan darah lengkap; kadar
elektrolit serum, ureum, kreatinin, kadar gula darah; evaluasi hormon thyroid, parathyroid,
dan horon adrenal lainnya; tes fungsi hepar, amilase, lipase, dan amonia; Kadar troponin;
analisa gas darah; evaluasi cairan serebrospinal; kultur cairan tubuh (darah, urin, feses,
sputum); serta toksikologi serum dan urin termasuk kadar obat-obatan anti epileptik dan
logam berat.
biasanya menunjukkan ensefalopati uremikum atau hepatikum, tapi hal ini tidak spesifik.
lesi struktural dan pemeriksaan punksi lumbal yang biasanya mengarahkan pada
kondisi seperti myelinolysis pontine pusat dari koreksi segera hiponatremia, keracunan kabon
2.2.7 Penatalaksanaan
38
suportif. Pada pasien dalam keadaan koma, maka diperlukan tindakan emergensi umum
meliputi:
2. Amankan oksigenasi
Pasien koma idealnya harus mempertahankan PaO2 lebih tinggi dari 100mmHg dan
3. Pertahankan sirkulasi
Pertahankan tekanan darah arterial rerata (mean arterial pressure/MAP; 1/3 sistolik +
hipertensif dan atau hipotensif seperlunya. Secara umum, hipertensi tidak boleh
diterapi langsung kecuali tekanan diastolik di atas 120mmHg. Pada pasien lansia
dengan riwayat hipertensi kronik, tekanan darah tidak boleh diturunkan melebihi level
dasar pasien tersebut, oleh karena hipotensi relatif dapat menyebabkan hipoksia
serebral. Pada pasien muda dan sebelumnya sehat, tekanan sistolik di atas 70 atau 80
Kadar glukosa harus dipertahankan secara ketat antara 80 dan 110mg/dL, bahkan
setelah episode hipoglikemia yang diterapi dengan glukosa prinsip kehati-hatian harus
diterapkan untuk mencegah hipoglikemia ulangan. Infus glukosa dan air (dekstrosa
5. Hentikan kejang
Kejang berulang dengan etiologi apapun dapat menyebabkan kerusakan otak dan
harus dihentikan. Kejang umum dapat diterapi dengan lorazepam (sampai 0,1mg/kg)
39
6. Perbaiki keseimbangan asam basa
Pada keadaan asidosis atau alkalosis metabolik, kadar pH biasanya akan kembali ke
metabolik dapat menekan fungsi jantung dan alkalosis metabolik dapat mengganggu
sehingga harus di jaga dalam kadar senormal mungkin. Alkalosis respiratorik dapat
ventilator.
metabolisme serebral, bahkan pada tingkat yang ekstrim dapat mendenaturasi protein
selular otak. Suhu tubuh di atas 38,5°C pada pasien hipertermia harus diturunkan
fisik (eq. selimut pendingin). Hipotermia signifikan (di bawah 34°C) dapat
8. Kendalikan agitasi
Obat-obatan dengan dosis sedatif harus dihindarkan sampai dapat diperoleh diagnosis
yang jelas dan pasti bahwa permasalahan yang terjadi adalah metabolik bukan
bercahaya dan ditemani oleh keluarga atau anggota staff keperawatan serta berbicara
dengan nada yang menenangkan kepada pasien. Dosis kecil lorazepam (0,5 sampai
40
1,0mg per oral) dapat diberikan dengan dosis tambahan setiap 4 jam sejauh yang
mencukupi, maka dapat diberikan haloperidol 0,5 sampai 1,0mg per oral atau
intramuskular dua kali sehari, dosis tambahan setiap 4 jam dapat diberikan sesuai
dengan keperluan. Pada pasien yang telah mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan
sedatif secara rutin, dosis yang lebih besar dapat diperlukan oleh karena adanya
antipsikotik dapat meredakan agitasi pada saat obat-obatan primer telah gagal. Untuk
sedasi jangka waktu sangat pendek, seperti yang diperlukan untuk melakukan CT-
scan, maka sedasi intravena dengan menggunakan propofol atau midazolam dapat
digunakan, oleh karena obat-obatan ini mempunyai masa kerja singkat dan midazolam
9. Lindungi mata
Erosi kornea dapat timbul dalam jangka waktu empat sampai enam jam bila mata
pasien koma terbuka baik secara penuh atau sebagian. Keratitis akibat paparan dapat
keadaan di atas dapat diperoleh dengan meneteskan air mata buatan setiap empat jam
atau dengan menggunakan balut korneal polietilen. Memeriksa refleks kornea dengan
kapas berulang-ulang juga dapat merusak kornea, teknik yang lebih aman digunakan
adalah dengan meneteskan tetes mata saline dari jarak 10-15 cm.
2.2.8 Prognosis
potensi untuk kecacatan jangka panjang. Semakin tua usia pasien dan semakin parah
ensefalopati dan kegagalan multiorgan yang dialami, maka semakin tinggi mortalitas.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Fauci AS. Lane LC. Chronic kidney disease. Dalam: Long DL. Fauci AS. Kasper DL.
Hauser SL. Jameson JL. Loscalzo J. penyunting. Harrison’s principles of internal
medicine Edisi ke-18. New York: McGraw-Hill;2012
2. Dhaemeizar. Widodo. Arwanto A. Sudhana IW. Azmi S. Prastanto S. dkk. Konsensus
nutrisi pada penyakit ginjal kronik. Jakarta: PERNEFRI: 2011
3. Brown C. Haddad N. Hebert LA. Retarding progression of kidney disease. Dalam:
Feehaly J. Floege J. Johnson RJ. Penyunting. Comprehensive clinical nephrology. St.
Louis: ElsevierSaunders: 2010
4. Suhardjono. Penyakit ginjal kronik. Suatu epidemiologi global baru: protect your
kidney save your heart. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI):2010
5. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (PAPDI). Penyakit Ginjal Kronis.
42