Anda di halaman 1dari 42

BAB I

IDENTIFIKASI KASUS

A. Identitas pasien
Nama : Ny. I
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 81 tahun
Berat badan : 45kg
Alamat : Salem Gede
Agama : Islam
Suku bangsa : Sunda
Status pernikahan : Menikah
Status pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal masuk : 11 Maret 2018
Tanggal keluar : 19 Maret 2018
Ruangan : Agate Atas

B. Anamnesis
Heteroanamnesis, dilakukan tanggal 13 Maret 2017 di ruang Agate Atas
A. Keluhan utama
Penurunan kesadaran
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSU dr.Slamet,
diantar keluarga dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 7 hari sebelum
masuk rumah sakit (SMRS), keluhan dirasakan semakin memberat sejak 1 hari
SMRS. Anak pasien mengatakan sebelum keluhan muncul pasien mengalami
demam terus menerus yang diikuti dengan adanya mual muntah yang terjadi
lebih dari satu kali dalam sehari. Pasien juga mengalami pusing, kepala terasa
berat dengan leher pegal terus menerus. Pasien juga merasa lemas sehingga
sulit untuk melakukan aktivitas sehari hari. Anak pasien juga mengatakan
pasien sering bangun pada malam hari untuk BAK namun BAK keluar hanya
sedikit, dan berwarna kuning. Tidak ada keluhan nyeri saat BAK. Pasien juga
mengalami bengkak di kedua kaki sejak 5 hari SMRS dan semakin membesar
1 hari SMRS.

1
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa seperti saat ini. Pasien
memiliki riwayat darah tinggi tidak terkontrol sejak 5 tahun yang lalu. Pasien
juga memiliki riwayat DM sejak 2 tahun yang lalu dengan gula tertinggi lebih
dari 600. Pasien juga memiliki riwayat terserang stroke 2 tahun yang lalu.
Pasien jarang berobat ke dokter.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluhan yang serupa pada keluarga pasien, tidak ada
keluarga yang memiliki riwayat penyakit jantung ataupun darah tinggi.
E. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi baik pada makanan, obat, maupun alergen lain.

C. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Sakit berat
 Kesadaran : Somnolen (GCS : 8)
 Tekanan darah : 140/90 mmHg
 Nadi : 84/menit, reguler
 Respirasi : 24x/menit
 Suhu : 36,30 C
 Kepala : Bentuk kepala normal, pertumbuhan rambut normal, bentuk
wajah simetris, pupil bulat isokor, konjungtiva anemis tidak ada pada kedua mata,
sklera ikterik tidak ada pada kedua mata, Pterygium grade IV pada kedua mata.
 Leher : Pembesaran tiroid (-), pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-),
jugular vena pressure tidak meningkat.
 Cor :
o Inspeksi : iktus cordis samar terlihat pada sela iga V, linea
midclavicularis sinistra
o Palpasi : iktur cordis teraba pada sela iga V, linea midclavicularis
sinistra
o Perkusi : batas jantung kanan berada pada sela iga V linea sternalis
dextra, batas jantung kiri berada pada linea axillaris anterior
o Auskultasi : S1 S2 irreguler, Murmur Sistolik (-), Gallop (-)
 Pulmo :

2
o Inspeksi : bentuk dan ukuran dada normal
o Perkusi : Terdengar sonor pada seluruh lapang paru kiri. Terdengar
redup pada lapang paru kanan mulai dari ICS 3.
o Palpasi : Massa (-), krepitasi (-), fremitus taktil tidak simetris, fremitus
vokal tidak simetris.
o Auskultasi : VBS ka = ki, Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-)
 Abdomen :
o Inspeksi : abdomen tampak membuncit
o Auskultasi : BU (+) di empat kuadran
o Perkusi : terdengar timpani di empat kuadran, shifting dullness (-)
o Palpasi : hepatomegali (-), pembesaran lien (-), undulasi (-), nyeri tekan
sulit dinilai, nyeri ketok CVA sulit dinilai
 Ekstremitas :
o Akral hangat (+), edema ekstremitas superior (-), ekstremitas inferior
(+)

D. Pemeriksaan Penunjang
A. Hematologi : 13 Maret 2018
 Darah Rutin :
 Hemoglobin : 13,9 g/Dl
 Hematokrit : 42%
 Leukosit : 12.400/mm3
 Trombosit : 289.000/mm3
 Eritrosit : 4,86 juta/mm3
 Kimia Klinik :
 Ureum : 164 mg/Dl
 Kreatinin : 3.8 mg/Dl
 GDS : 107 mg/dL
 Elektrolit :
 Na+ : 127 mEq/L
 K+ : 4.2 mEq/L
 Cl- : 103 mEq/L

3
LFG : (140-usia) x BB / (72x kadar kreatinin)

(140-81) x 45 / (72x3,8) = 2655/273,6 = 9,7 x 0,85 = 8,25 ml/min/1,73m2

E. Resume
Pasien Ny. I usia 81 tahun dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 7 hari SMRS,
keluhan dirasakan semakin memberat sejak 1 hari SMRS. Anak pasien mengatakan
sebelum keluhan muncul pasien mengalami demam terus menerus yang diikuti dengan
adanya mual muntah yang terjadi lebih dari satu kali dalam sehari. Pemeriksaan fisik
ditemukan adanya bengkak pada kedua ekstrimitas bawah. Pemeriksaan lab kimia darah
menunjukan kadar ureum : 164 mg/dl, kreatinin : 3,8 mg/dl, lab elektrolit Na+ : 127
mEq/L, K+: 4.2 mEq/L, Cl-: 103 mEq/L.

F. Diagnosis Kerja
- CKD grade V e.c HHD + DM Tipe 2 dengan komplikasi Ensefalopati Metabolik +
Gangguan elektrolit (Hiponatremi dan Hipokalemia).

G. Terapi

 Infus NaCl 0,9% 20 gtt


 Kidmin
 Ranitidine 2x1 IV
 Ondancentron 2x1 IV
 Mecobalamin 2x1 IV
 Citicolin 2x500mg IV
 Amlodipin 1x5mg
 Folavit 1x1
 Bicnat 2x1
 Calos 2x1
 Diet Neftisol 6 x 250 kkal/hari
 Novorapid 10-10-10
 Drip KCl 25 mEq dlm RL 500 cc selama 6 jam.

4
FOLLOW UP
Follow Up
11 Maret 2018
S: O: A: PD :
- Penurunan Cek ureum, kreatinin
kesadaran o KU: SB - Ensefalopati PT :
- Lemas badan o KS: Somnolen metabolik - Infus NaCl 20 gtt
o TD: 120/80 - CKD
o N: 84 x/mnt - Kidmin 1x1 tab
o R: 20 x/mnt - Ranitidine 2x1 tab
o S: 36,3oC
o SPO2: 94% - Ondancentron 2x1 tab
o Kepala : - Mecobalamin 2x1 tab
normocephal
o Mata : CA +/+ - Citicolin 2x500mg
SI -/- - Amlodipin 1x5mg
o THT : dbn
o Mulut : dbn - Folavit 1x1
o Leher : dbn - Bicnat 2x1
o Cor :
BJ I-II (+/+) reg, - Calos 2x1
BJ III-IV (-/-) - R/HD
M (-/-), G (-/-)
o Pulmo :
VBS ki = ka
Rh (-/-), Wz (-/-)
o Abdomen :
BU (+), NT (+),
Asites (-)
o Ekstremitas :
Akral hangat +/+
Edema +/+

Hasil Laboratorium 11 Maret 2018

 Kimia Darah
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Ureum 308 mg/dL 13-30
Kreatinin 21 mg/dL 0,3-1,3

5
12 Maret 2018
S: O: A: PD :
- Somnolen Cek ureum kreatinin
- Lemas badan o KU: SB - Ensefalopati PT :
- Nafsu makan o KS: Somnolen metabolik - Infus NaCl 20 gtt
menurun o TD: 120/90 - CKD
o N: 80 x/mnt - Kidmin 1x1 tab
o R: 20 x/mnt - Ranitidine 2x1 tab
o S: 36,4oC
o SPO2: 91% - Ondancentron 2x1 tab
o Kepala : - Mecobalamin 2x1 tab
normocephal
o Mata : CA -/- - Citicolin 2x500mg
SI -/- - Amlodipin 1x5mg
o THT : dbn
o Mulut : dbn - Folavit 1x1
o Leher : dbn - Bicnat 2x1
o Cor :
BJ I-II (+/+) reg, - Calos 2x1
BJ III-IV (-/-)
M (-/-), G (-/-)
o Pulmo :
VBS ki = ka
Rh (-/-), Wz (-/-)
o Abdomen :
BU (+), NT (+),
Asites (+)
o Ekstremitas :
Akral hangat +/+
Edema +/+

Hasil Laboratorium 12 Maret 2018

 Kimia Darah
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Ureum 207 mg/dL 13-30
Kreatinin 6,9 mg/dL 0,3-1,3

6
13 Maret 2018
S: O: A: PD :
- Lemas Cek kimia darah
- Gangguan o KU: SB - Ensefalopati PT :
komunikasi o KS: Somnolen metabolik - Infus NaCl 0,9% 30-40
- Nafsu makan o TD: 140/90 - CKD
menurun o N: 84 x/mnt gtt
o R: 36 x/mnt - Kidmin 1x1 tab
o S: 36,3oC
o SPO2: 92% - Ranitidine 2x1 tab
o Kepala : - Ondancentron 2x1 tab
normocephal
o Mata : CA -/- - Mecobalamin 2x1 tab
SI -/- - Citicolin 2x500mg
o THT : dbn
o Mulut : dbn - Amlodipin 1x5mg
o Leher : dbn - Folavit 1x1
o Cor :
BJ I-II (+/+) reg, - Bicnat 2x1
BJ III-IV (-/-) - Calos 2x1
M (-/-), G (-/-)
o Pulmo : - Diet Nefrisol 6 x 250
VBS ki = ka kkal/hari
Rh (-/-), Wz (-/-)
o Abdomen : - Masuk insulin bolus 10
BU (+), NT (-), unit IV
Asites (-)
o Ekstremitas :
Akral hangat +/+
Edema +/+

Hasil Laboratorium 13 Maret 2018

 Kimia Darah
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Ureum 195 mg/dL 13-30
Kreatinin 6,9 mg/dL 0,3-1,3

GDS 478 Mg/dL <200

7
14 Maret 2018
S: O: A: PD :
- Lemas badan Cek elektrolit
- Gangguan o KU: SB - Ensefalopati PT :
komunikasi o KS: Somnolen Metaboli - Infus NaCl 0,9% 20 gtt
- Sulit bangun o TD: 100/80 - CKD
- Nafsu makan o N: 82 x/mnt - Kidmin 1x1 tab
menurun o R: 20 x/mnt - Ranitidine 2x1 IV
o S: 37,5oC
o SPO2: 92% - Ondancentron 2x1 IV
o Kepala : - Mecobalamin 2x1 IV
normocephal
o Mata : CA -/- - Citicolin 2x500mg IV
SI -/- - Amlodipin 1x5mg
o THT : dbn
o Mulut : dbn - Folavit 1x1
o Leher : dbn - Bicnat 2x1
o Cor :
BJ I-II (+/+) reg, - Calos 2x1
BJ III-IV (-/-) - Diet Neftisol 6 x 250
M (-/-), G (-/-)
o Pulmo : kkal/hari
VBS ki = ka
Rh (-/-), Wz (-/-)
o Abdomen :
BU (+), NT (+),
Asites (+)
o Ekstremitas :
Akral hangat +/+
Edema -/-

Hasil Laboratorium 14 Maret 2018

 Elektrolit
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Natrium (Na) 127 mEq/L 135-145
Kalium (K) 4.2 mEq/L 3.6-5.5
Klorida 103 mEq/L 98-108
Kalsium (Ca 4.04 mEq/L 4.7-5.2
Bebas)

8
15 Maret 2018
S: O: A: PD : -
- Penurunan PT :
kesadaran o KU: SB - Ensefalopati - Infus NaCl 0,9% 20 gtt
- Gangguan o KS: Somnolen metabolik
komunikasi o TD: 120/60 - CKD - Kidmin 1x1 tab
- Nafsu makan o N: 80 x/mnt - Gangguan - Ranitidine 2x1 IV
menurun o R: 20 x/mnt elektrolit
o S: 36,5oC - Ondancentron 2x1 IV
o SPO2: 92% - Mecobalamin 2x1 IV
o Kepala :
normocephal - Citicolin 2x500mg IV
o Mata : CA -/- - Amlodipin 1x5mg
SI -/-
o THT : dbn - Folavit 1x1
o Mulut : dbn - Bicnat 2x1
o Leher : dbn
o Cor : - Calos 2x1
BJ I-II (+/+) reg, - Diet Neftisol 6 x 250
BJ III-IV (-/-)
M (-/-), G (-/-) kkal/hari
o Pulmo : - Novorapid 10-10-10
VBS ki = ka
Rh (-/-), Wz (-/-) - Drip KCl 25 mEq dlm RL
o Abdomen : 500 cc selama 6 jam.
BU (+), NT (-),
Asites (-)
o Ekstremitas :
Akral hangat +/+
Edema +/+

9
16 Maret 2018
S: O: A: PD :
- Penurunan Lab darah rutin
kesadaran o KU: SB - CKD PT :
- Gangguan o KS: Somnolen - Ensefalopati - Infus NaCl 0,9% 20 gtt
komunikasi o TD: 100/70 - Gangguan
- Mencret 3x dalam o N: 80 x/mnt elektrolit - Kidmin 1x1 tab
sehari darah (-), o R: 22 x/mnt - Diare akut - Ranitidine 2x1 IV
lendir (-) o S: 37oC
o SPO2: 93% - Ondancentron 2x1 IV
o Kepala : - Mecobalamin 2x1 IV
normocephal
o Mata : CA -/- - Citicolin 2x500mg IV
SI -/- - Amlodipin 1x5mg
o THT : dbn
o Mulut : dbn - Folavit 1x1
o Leher : dbn - Bicnat 2x1
o Cor :
BJ I-II (+/+) reg, - Calos 2x1
BJ III-IV (-/-) - Diet Neftisol 6 x 250
M (-/-), G (-/-)
o Pulmo : kkal/hari
VBS ki = ka - Novorapid 10-10-10
Rh (-/-), Wz (-/-)
o Abdomen : - Drip KCl 25 mEq dlm RL
BU (+), NT (-), 500 cc selama 6 jam.
Asites (-)
o Ekstremitas : - Molagit 3x1
Akral hangat +/+
Edema +/+

10
17 Maret 2018
S: O: A: PD :
- Lemas badan -
- Gangguan o KU: SB - Ensefalopati PT :
komunikasi o KS: Somnolen Metabolik - Infus NaCl 0,9% 20 gtt
- Sulit bangun o TD: 110/70 - CKD
- Nafsu makan o N: 80 x/mnt - Gangguan - Kidmin 1x1 tab
menurun o R: 20 x/mnt elektrolit - Ranitidine 2x1 IV
o S: 36,8oC
o SPO2: 96% - Ondancentron 2x1 IV
o Kepala : - Mecobalamin 2x1 IV
normocephal
o Mata : CA -/- - Citicolin 2x500mg IV
SI -/- - Amlodipin 1x5mg
o THT : dbn
o Mulut : dbn - Folavit 1x1
o Leher : dbn - Bicnat 2x1
o Cor :
BJ I-II (+/+) reg, - Calos 2x1
BJ III-IV (-/-) - Diet Neftisol 6 x 250
M (-/-), G (-/-)
o Pulmo : kkal/hari
VBS ki = ka - Novorapid 10-10-10
Rh (-/-), Wz (-/-)
o Abdomen : - Drip KCl 25 mEq dlm RL
BU (+), NT (+), 500 cc selama 6 jam.
Asites (+)
o Ekstremitas :
Akral hangat +/+
Edema +/+

11
18 Maret 2018
S: O: A: PD : -
- Penurunan PT :
kesadaran o KU: SB - Ensefalopati - Infus NaCl 0,9% 20 gtt
- Gangguan o KS: Somnolen metabolik
komunikasi o TD: 120/60 - CKD - Kidmin 1x1 tab
- Nafsu makan o N: 80 x/mnt - Gangguan - Ranitidine 2x1 IV
menurun o R: 20 x/mnt elektrolit
o S: 36,5oC - Ondancentron 2x1 IV
o SPO2: 92% - Mecobalamin 2x1 IV
o Kepala :
normocephal - Citicolin 2x500mg IV
o Mata : CA -/- - Amlodipin 1x5mg
SI -/-
o THT : dbn - Folavit 1x1
o Mulut : dbn - Bicnat 2x1
o Leher : dbn
o Cor : - Calos 2x1
BJ I-II (+/+) reg, - Diet Neftisol 6 x 250
BJ III-IV (-/-)
M (-/-), G (-/-) kkal/hari
o Pulmo : - Novorapid 10-10-10
VBS ki = ka
Rh (-/-), Wz (-/-) - Drip KCl 25 mEq dlm RL
o Abdomen : 500 cc selama 6 jam.
BU (+), NT (-),
Asites (-)
o Ekstremitas :
Akral hangat +/+
Edema +/+

12
19 Maret 2018
S: O: A: PD :
- Gangguan Lab darah rutin
komunikasi o KU: SR - CKD PT :
- Mencret (-) o KS: CM - Ensefalopati - Infus NaCl 0,9% 20 gtt
- Mual muntah (-) o TD: 100/60 - Gangguan
o N: 70 x/mnt elektrolit - Kidmin 1x1 tab
o R: 20 x/mnt - Diare akut - Ranitidine 2x1 IV
o S: 36,5oC
o SPO2: 93% - Ondancentron 2x1 IV
o Kepala : - Mecobalamin 2x1 IV
normocephal
o Mata : CA -/- - Citicolin 2x500mg IV
SI -/- - Amlodipin 1x5mg
o THT : dbn
o Mulut : dbn - Folavit 1x1
o Leher : dbn - Bicnat 2x1
o Cor :
BJ I-II (+/+) reg, - Calos 2x1
BJ III-IV (-/-) - Diet Neftisol 6 x 250
M (-/-), G (-/-)
o Pulmo : kkal/hari
VBS ki = ka - Novorapid 10-10-10
Rh (-/-), Wz (-/-)
o Abdomen : - Drip KCl 25 mEq dlm RL
BU (+), NT (-), 500 cc selama 6 jam.
Asites (-)
o Ekstremitas : - Molagit 3x1
Akral hangat +/+
Edema -/-

13
BAB I
LATAR BELAKANG

Gagal ginjal kronik, berdasarkan studi di Amerika, Eropa, Australia, dan Asia
menunjukkan bahwa insidens dan prevalens gagal ginjal kronik sebanyak 9-13% di
populasi umum. Gagal ginjal kronik memiliki prognosis yang buruk yang berujung pada
kematian.

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Chronic Kidney Disease

2.1.1 Definisi

Chronic Kidney Disease (CKD) didefinisikan sebagai abnormalitas dari fungsi atau
struktur ginjal > 3 bulan, dengan implikasi terhadap kesehatan. CKD diklasifikasikan
berdasarkan penyebab, GFR dan kategori albuminuria. Kriteria untuk CKD:

Marker dari kerusakan ginjal (1 / >) -Albuminuria (AER ≥ 30 mg/24 jam; ACR ≥ 30 mg/g
-Abnormalitas sedimen urin
-Abnormalitas elektrolit karena penyakit tubular
-Terdeteksi adanya abnormalitas dari histologinya
-Abnormalitas pada Struktur dilihat dari Imaging
-Riwayat transpalntasi ginjal

Menurunnya GFR GFR < 60 ml/min/1.73 m2

2.1.2 Epidemiologi

Sedikitnya 6 % dari pupolasi dewasas di AS memiliki CKD Stage 1 dan 2. Sekitar


4,5% dari grup ini berkembang menjadi stage 3 dan4. Insidensi CKD meningkat seiring
meningkatnya usia, sekitar ¼ dari usia >64 tahun menderita CKD. Seseorang yang memiliki
diabetes mellitus tipe 2 memiliki faktor resiko tinggi terjadinya CKD. CKD sering beriringan
dengan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi dan penyakit jantung. 5 year survival rate
CKD lebih buruk dibandingkan kanker.

15
2.1.3 Faktor Risiko

Insidensi CKD meningkat pada pupolasi:

 Diabetes
 Hipertensi
 Penyakit jantung
 Riwayat keluarga dengan penyakit ginjal

2.1.4 Klasifikasi

Berdasarkan Penyebab: CKD dibedakan ada tidkanya penyakit sistemik dan lokasi
dari kelainan patologi-anatomi ginjal.

Berdasarkan GFR

Berdasarkan Albuminuria

16
2.1.5 Patogenesis

2.1.6 Patofisiologi

 Gangguan Cairan, elektrolit, dan asam-basa


- Retensi Na+ → retensi air → Hipertensi
- Retensi K+ → hiperkalemia
- Produksi HCO3 ↓ → Metabolik asidosis
 Gangguan metabolisme kalsium dan phospat

17
 Gangguan kardiovaskular
- Hipertensi → LVH → HHD → Dekompensasio kordis
- Hipertensi + dislipidemia → Iskemik vaskular → koroner, serebrovaskular,
vaskular perifer.

 Gangguan hematologi
- Produksi eritropoietin↓ → Anemia

 Gangguan Homeostasis
- Aktivitas faktor pembekuan III menurun → Bleeding

 Gangguan Neuromuskular
- Metabolit nitrogenous meningkat → neurotoxic → keram, kejang, koma,
gangguan tidur.

 Gangguan GI
- Ureum meningkat → fetor uremik, dysgeusia, abdominal pain, nausea vomit.
- GI Bleeding

18
 Gangguan Endokrin-metabolit
- Degradasi insulin ↓ → hipoglikemik
- Penurunan Hormon estrogen – testosteron → gangguan reproduksi
 Gangguan dermatologis
- Anemia → pucat
- Bleeding → ekimosis
- Uremia → pruritus

2.1.7 Manifestasi Klinis

 Ureum darah < 150 mg%, tanpa keluhan maupun gejala, seringkali ditemukan pada
pemeriksaan rutin

 Ureum darah > 200 mg%, gambaran klinik makin nyata

 GGK tingkat awal: LFG kurang 25% dari normal gambaran klinik sangat minimal
kelainan yang sering: albuminuria, hiperurikemia, hipertensi

 GGK berat disertai sindrom azotemia sangat komplek. Kelainan- kelainan berbagai
organ

 Kelainan Hemopoeisis : Anemia

 Kelainan Mata

Penimbunan/deposit garam Ca pada konjungtiva

Iritasi dan hipervaskularisasi

Red eye syndrome

 Kelainan Selaput Serosa : Pleuritis, Perikarditis


 Kelainan kulit : Gatal: hiperparatiroidisme, Kulit kering dan bersisik, Easy brushing :
gangguan faal trombosit dan kenaikan permeabilitas kapiler-kapiler pembuluh darah

19
 Kelainan saluran cerna
Uremia (gastritis uremikum)

Iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus

Mual dan muntah
 Kelainan kardiopulmonal : Kardiovaskular Gagal jantung kronik: faktor yang
menyebabkan seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, penyebaran kalsifikasi
mengenai sistem vaskuler, Hipertensi ginjal: keseimbangan Na, aktivitas sistem renin
angiotensin aldosteron penurunan zat dipresor dari medula ginjal, aktivitas sistem
saraf simpatis, cardiac output dan hopokalsemia.
 Kelainan neuropsikiatri : Kelainan psikiatri : Emosi labil, dilusi, insomnia, depresi,
kelainan mental berat (konfusi, dilusi, gejala psikosis)
 Kelainan Nerologi : Neuropati perifer: gatal, Gangguan sensoris: rasa terbakar,
hiperestesi, parestesi.

2.1.8 Diagnosis

 Anamnesis

Gejala subjektif (symptoms)

Umum Lemah badan, cepat lelah


Saluran cerna Nafsu makan turun, mual muntah,
Neuromuskular Tungkai lemah, parestesi, kram otot, daya
Kelamin konsentrasi turun, insomnia, dan gelisah
Kardiovaskular Libido turun, nokturia, atau oliguria
Sesak nafas, sembab, batuk, nyeri
perikardial

20
Gejala objektif (signs)

Umum Tampak sakit, mengurus


Kulit Hiperpigmentasi, kering
Kepala Sembab, anemia, retinopati
Kardiovaskular Hipertensi, kardiomegali, sembab
Neuromuskular Neuropati perifer, mioklonus, asteriksis?

Laboratorium rutin

Kenaikan BUN dan kreatinin serum, anemia normokrom normositer, leukopenia,


trombopati/trombositopenia, heperurikemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, proteinuria,
hematuria, silinderuria

- Gambaran Klinik (spesifik) yang sugestif berhubungan dengan etiologi Gagal


Ginjal Kronik

Keluhan subjektif (symptoms)

• Glomerulonefritis : sindrom nefritik akut, sindrom nefritik kronik

• DM : poliuria, polidipsia,

• Nefrosklerosis : hipertensi

• Nefritis interstisialis : ISK rekuren, artritis, gout, obat-obatan

• Obstruksi : kolik ginjal,

Pemeriksaan fisik diagnosis

• DM : neuropati, retinopati

21
• Polikistik : ballotement ginjal, hematuria

• SLE : FUO, atralgia, fotosensitif, kelainan kulit

• Obstruksi saluran kemih : hidronefrosis, prostat hipertrofi

 Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Faal Ginjal (LFG) Pemeriksan ureum kreatinin serum dan


asam urat sudah cukup memadai sebagai
uji saring untuk faal ginjal

Etiologi GGK Jika > 105 CFU/ml urin dicurigai ISK


berkomplikasi
• analisis urin rutin
Pemeriksan elektrolit serum dan urin
• Mikrobiologi urin (CFU per ml urin)
penting untuk diagnosis GGK yang
• Kimia darah berhubungan dengan nefropati

• Elektrolit Beberapa pemeriksaaan imunodiagnosa


untuk glomerulopati al :
• Imunodiagnosis
ACB (antibody coated baciluria)

ANA (anti nuclear antibody)

Pemeriksaan Lab untuk perjalanan penyakit

• progresivitas penurunan faal ginjal : ureum kreatinin serum, klirens kreatinin

• Hemopoesis : Hb, trombosit, fibrinogen, faktor pembekuan

• Elektrolit : serum Na, K, Hoo3, Ca, PO4, Mg

• Endokrin : PTH, T3 dan T4

22
 Pemeriksaan penunjang
a. Foto polos perut :

o nefromegali bilateral

o Nefromegali unilateral

o Kalkuli

b. USG :

i. Nefropati obstruksi akut atau kronik

ii. Penyakit ginjal polikistik

iii. Nefrotomogram

iv. Pielografi retrograde

v. Pielografi antegrade

vi. Micturating cysto urography : indikasi bila dicurigai ada VUR

2.1.9 DIAGNOSIS BANDING

1. Stadium terminal GGK (ESRD)

• Gambaran klinis komplek disertai azotemia : perikarditis, paru uremi,


neuropati perifer, anemia berat, perdarahan sal.cerna, koma

2. Acute on Chronic Renal Failure

3. Gagal Ginjal Akut atau Nekrosis Akut Tubular

• Jarang dijumpai hipertensi atau anemia

23
2.1.10 Penatalaksanaan

a. Tujuan terapi konservatif :

• mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif

• Meringankan keluhan akibat akumulasi toksin azotemia

• Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal

• Memelihara keseimbangan cairan elektrolit

b. Prinsip terapi konservatif :

a. Mencegah buruknya faal ginjal

b. Memperlambat penurunan progresif faal ginjal

c. Terapi alleviative gejala azotemia

d. Peranan diet :

 Diet rendah protein

 Kebutuhan jumlah kalori harus adekuat tergantung derajat penurunan faal


ginjal

 Kebutuhan cairan

 Kebutuhan elektrolit dan mineral

 Pembatasan asupan garam dapur

c. Terapi simtomatik
- Asidosis metabolik : suplemen alkali
- Anemia
- Keluhan GIT
- Kelainan kulit

24
- Kelainan neuromuskular
- Hipetensi
- Kelainan sistem kardiovaskular
- Kelainan edokrin
- Masalah infeksi

d. Terapi pengganti ginjal


Terdapat 2 pilihan untuk ESRD :
a. Dialisis
i. Hemodialisis (HD)
ii. Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
b. Transplantasi ginjal

e. Indikasi inisiasi terapi dialisis :


- Indikasi absolut :
1. Perikarditis
2. Ensefalopati/neuropati azotemik
3. Bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik
4. Hipertensi refrakter
5. Muntah persisten
6. BUN > 120 mg% dan kreatinin >10 mg%

- Indikasi elektif
1. LFG (formula Cockcroft dan Gault) antara 5 dan 8 ml/m/1,73 m2

- Indikasi medik Dialisis Peritoneal (CAPD) :


1. Pasien anak dan orangtua (>65 tahun)
2. Pasein dengan penyakit sistem kardiovaskuler
3. Pasien yg cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis
4. Kesulitan pembuatan AV shunting
5. Pasien dengan stroke
6. Pasien GGT dengan residual urin masih cukup
7. Pasien neuropati diabetik disertai komorbid dan komortalitas

25
- Indikasi non medik CAPD :

1. Keinginan pasien sendiri

2. Mandiri dan memiliki kemampuan intelektual yg cukup memadai

3. Tinggal di daerah yang jauh dari pusat perawatan ginjal

2.1.11 Komplikasi

Komplikasi potensial dari CKD adalah:

2.1.12 Prognosis

• Usia < 40 tahun mulai program HD memiliki masa hidup lebih panjang, hingga 20
tahun. Usia > 55 tahun memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapat
komplikasi sistem kardiovaskular.

• Prognosis bergantung pada : saat rujukan, etiologi GGT, hipertensi, penyakit sistem
kardiovaskular, kepribadian dan personalitas, kepatuhan pasien.

26
2.2 Ensefalopati Metabolik

2.2.1 Definisi

Ensefalopati metabolik adalah gangguan neuropsikiatrik akibat penyakit metabolik

otak. Ensefalopati metabolik adalah pengertian umum keadaan klinis yang ditandai dengan :

1. Penurunan kesadaran sedang sampai berat

2. Gangguan neuropsikiatrik : kejang, lateralisasi

3. Kelainan fungsi neurotransmitter otak

4. Tanpa disertai tanda-tanda infeksi bakterial yang jelas

Ensefalopati metabolik merupakan suatu kondisi disfungsi otak yang global yang

menyebabkan terjadi perubahan kesadaran, perubahan tingkah laku, dan kejang yang

disebabkan oleh kelainan pada otak atau di luar otak. Prosesnya disfungsi otak ini termasuk

gangguan metabolik (elektrolit, fungsi renal, dan disfungsi hepar), beberapa defisiensi

(substrat metabolik, hormon tiroid, vitamin B12, dll), racun (obat-obatan, alkohol, dll), atau

kelainan toksik sistemik (misalnya sepsis). Pada ensefalopati metabolik terdapat disfungsi

difus otak, yang onsetnya cepat dengan fluktuasi tingkat kesadaran (perhatian dan

konsentrasi).

2.2.2 Klasifikasi

Klasifikasi ensefalopati metabolik dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu :

1. Ensefalopati metabolik primer merupakan penyakit yang memperlihatkan

a. Degenerasi di substansia grisea otak, yaitu :

- Penyakit jacob-creutzfeldt

- Penyakit pick

- Penyakit Alzheimer

- Epilepsi mioklonik progresif

27
b. Degenerasi di substansia alba otak, yaitu :

- Penyakit schilder

2. Ensefalopati metabolik sekunder, sangat beragam hingga diklasifikasikan menurut

sebab pokoknya, sebagai berikut

a. Kekurangan zat asam, glukosa, dan kofaktor-kofaktor yang diperlukan untuk

metabolisme sel

(1). Hipoksia, yang bisa timbul karena :

- Penyakit paru-paru

- Anemia

- Intoksikasi karbon monoksida

(2). Iskemia, yang bisa berkembang karena “Cerebral Blood Flow (CBF)” yang

menurun akibat penurunan cardiac output seperti pada kondisi aritmia, infark jantung,

dekompensasi kordis, dan stenosis aorta. CBF menurun akibat penurunan resistensi

vaskular perifer. CBF menurun akibat resistensi vaskular yang meningkat, seperti

pada ensefalopati hipertensif, sindrom hiperventilasi, dan sindrom hiperviskositas.

(3). Hipoglikemia, yang bisa timbul karena pemberian insulin atau pembuatan insulin

endogenik meningkat.

(4). Defisiensi kofaktor thiamin, niacin, pyridoxin, dan vitamin B1

b. Penyakit-penyakit organik di luar susunan saraf

(1). Penyakit non-endokrinologik seperti :

Penyakit hepar, ginjal, jantung, dan paru

28
(2). Penyakit endokrinologik seperti :

Penyakit addison, cushing sindrom, tumor pankreas, feokromositoma dan

tirotoksikosis

c. Intoksikasi eksogenik :

(1). Sedativa, seperti barbiturat, opiat, obat anti kolinergik, ethanol, dan penenang

(2). Racun yang menghasilkan banyak katab(olit acid, seperti paraldehyde,

methylalcohol, dan ethylene

(3). Inhibitor enzim, seperti cyanide, salicylat, dan logam-logam berat.

d. Gangguan balans air dan elektrolit

(1). Hipo dan hipernatremia

(2). Asidosis respiratorik dan metabolik

(3). Alkalosis respiratorik dan metabolik

(4). Hipo dan hiperkalemia

2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi terjadinya ensefalopati metabolik dapat dilihat pada tabel 2.1. Secara umum,

penyebab ensefalopati metabolik dibagi menjadi intoksikasi obat atau ketergantungan obat,

abnormalitas elektrolit dan glukosa, disfungsi organ mayor (seperti hepar, ginjal, paru, dan

endokrin), defisiensi nutrisi, terpapar terhadap toksin,sindrom paraneoplastik.

29
Tabel 2.1 Etiologi Ensefalopati Metabolik

Etiologi

Hipoksia - Anemia

- Penyakit Paru

- Hipoventilasi alveolar

Iskemia - Penyakit kardiovaskuler (termasuk cardiac arrest)

- Aritmia

- Penyakit mikrovaskular

- Hipotensi

- Hipertensi

Penyakit Sitemik - Penyakit hepar

- Penyait ginjal

- Penyait pankratikus

- Malnutrisi (defisiensi vitamin)

- Disfungsi endokrin (hipoglikemia atau hiperglikemia dan keadaan

hiperosmolar)

- Gangguan keseimbangan cairan, asam basa, dan elektrolit

- Vaskulitis

- Infeksi dan sepsis

- Keganasan (Sindrom paraneoplastik)

Agen Toksik - Alkohol, sedatif (barbiturat, narkotik, da obat penenang)

- Pengobatan psikiatri (antidepresan trisiklik, obat-obat

antikolinergik, Fenotiazin, MAO Inhibitor

- Logam berat

30
- Organofosfat, bensin

- Obat-obat lain (Kortikosteroid, penisilin, anti konvulsan)

Selain itu, terdapat beberapa faktor risiko yang berhubugan dengan terjadinya ensefalopati

metabolik, antara lain:

a. Usia tua (> 70 tahun)

b. Jenis kelamin laki-laki

c. Status fungsional buruk

d. Malnutrisi

e. Penyalahgunaan zat kimia

f. Kondisi kesehatan pre-morbid atau gangguan kognitif

g. Polypharmacy termasuk pengobatan yang berefek terhadap neurootransmitter (seperti

antikolinergik atau dopaminergik)

h. Kondisi fisik terbatas

i. Gangguan penglihatan atau pendengaran

j. Riwayat delirium sebelumnya

2.2.4 Patofisiologi

Berbagai mekanisme dapat berkontribusi terhadap terjadinya ensefalopati, namun

faktor toksik, anoksik, dan metabolik merupakan mekanisme tersering dan signifikan.

a. Gangguan metabolisme asam-basa

Fungsi dan eksitabilitas otak sangat sensitif terhadap pH. pH cairan tubuh diatur

dengan sangat ketat. Barrier permeabilitas memisahkan sistem saraf pusat dengan cairan

tubuh. Cairan ekstraselular otak mengandung lebih banyak proton dan ion magnesium,

namun lbih sedikit pottasium. Lingkungan ekstraselular otak diatur atau diprogram untuk

31
mengandung lebih banyak H+. Banyak saluran ion bervoltase pada sistem saraf sensitif

terhadap perubahan pH. Asidosis (penurunan pH) menghambat saluran ion bervoltase dan

saluran ion yang diaktivasi oleh glutamat. Karena channel sodium dan kalsium lebih sensitif

terhadap perubahan pH dibandingkan channel pottasium, maka peningkatan pH (alkalosis)

akan meningkatkan entri kalsium dan sodium ke dalam sel neuron, membuat neuron tersebut

lebih mudah tereksitasi. Seringkali menyebabkan kejang dan gangguan kesadaran.

Normalnya cairan ekstraselular otak adalah isotonik dengan plasma. Jika osmolaritas

plasma berubah dengan cepat maka otak akan bertindak sebagai osmometer, otak akan

membengkak jika osmolaritas plasma menurun dan mengkerut jika osmolaritas plasma

meningkat akibat kehilangan cairan. Kondisi hiponatremia maupun hipernatremia dapat

mengganggu CNS dengan cara mengubah osmolalitas sel-sel otak. Adapun gejala neurologis

hiponatremia adalah sakit kepla, mual, inkoordinasi, delirium, dan akhirnya kejang fokal atau

generalisata dengan apneu. Peningkatan konsentrasi sodium dalam cairan tubuh akan

meningkatkan osmolalitas cairan dan menginduksi manifestasi serebral berat. Gejala

neurologis yang terjadi tanpa adanya perubahan struktural pada otak, kemungkinan

merupakan akibat langsung dari hiperosmolalitas. Keluhan dan gejala muncul akibat edema

serebral. Hal ini khususnya terjadi dengan rehidrasi yang cepat dan disebabkan oleh karena

peningkatan klorida dan pottasium pada otak.

Konsentrasi pottasium ekstraselular otak memiliki efek besar terhadap eksitabilitas

serebral, tetapi gangguan serebral amat jarang pada pasien hiperkalemia ataupun

hipokalemia. Deplesi pottasium dapat mengakibatkan kelemahan otot. Pada kasus yang berat,

kelemahan otot mengalami progresi menjadi kuadripegia, gagal nafas mirip dengan Guillan

Barre syndrome. Adapun hiperkalemia dapat ditemukan pada pasien dengan hemolisis sel

darah merah.

32
Hipokloremia merupakan sindrom yang ditandai dengan anoreksia, gagal tumbuh,

letargi, kelemahan otot, dan alkalosis metabolik hipokalemik yang dapat ditemukan pada

bayi-bayi yang mengonsumsi formula yang dapat mengurangi klorida selama 1 bulan atau

lebih. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan lingkar kepala, keterlambatan

bahasa, dan defisit visual motor.

Kalsium merupakan kation ekstraselular utama. Kadar kalsium serum baik rendah

maupun tinggi dapat menimbulkan gangguan neurologis. Terdapat 3 bentuk kalsium dalam

serum yaitu terikat protein, chelated, dan terionisasi. Secara umum gejala neurologis

berhubungan dengan kadar kalsium terionisasi dengan jumlah 2,5 mg/dl atau kurang.

Hiperkalsemia dapat terjadi akibat hiperparatiroidisme, menyertai penyait maligna seperti

leukimia, dan pasien dengan gagal ginjal stadium akhir.

b. Hepatic encephalopathy

Kerusakan hati baik akut maupun kronik aka menginisisasi terjadinya serangkaian

keluhan neuropsikiatrik yang disebut dengan ensefalopati hepatik. Pada gagal hati akut,

perubahan morfologi pada otak didominasi oleh perubahan astrositik, terutama

pembengkakan astrositik, dan edema otak sitotoksik. Seiring dengan progresivitas edema

otak, tekanan intrakranial meningkat dan menghasilkan herniasi serebral. Pada gagal hati

kronik, kelainan mikroskopik prinsipal diantaranya aalah pembesaran dan peningkatan

jumlah astrosit protoplasmik. Sel-sel ini merupakan astrosit dengan nukleus yang membesar,

pucat, dan penyusutan pada protein asidik fibrilari glial. Sel-sel tersebut dapat ditemukan

pada korteks serebral, basal ganglia, nuklei batang otak, dan lapisan purkinje serebelum. Hal

ini juga dapat ditemukan pada ensefalopati HIV. Terdapat 2 faktor terpenting pada

patogenesis ensefalopati yakni peningkatan konsentrasi amonia pada plasma maupun otak. Di

otak, amonia akan diubah menjadi glutamine yang siklusnya berjalan dari astrosit sampai

33
neuron, dan selanjutnya akan diubah menjadi glutamate. Setelah pelepasan glutamate ke

celah sinaptik, reuptake terjadi pada astrosit. Penurunan konsumsi oksigen dan metabolisme

glukosa terjadi secara sekunder pada ensefalopati hepatikum.

c. Gagal ginjal

Dasar molekuar ensefalopati uremikum masih kompleks dan belum dimengerti

dengan baik. Sejauh ini, ensefalopati tersebut bisa muncul akibat uremia. Terjadi akumulasi

asam organik toksik pada sistem saraf pusat. Asam-asam yang memasuki otak ini akan

mengubah fungsi pompa ion sodium natrium. Aliran darah serebral juga menunjukkan defek

pada penggunaan oksigen. Defek ini mungkin muncul karena peningkatan permeabilitas otak

dan gangguan fungsi membran sehingga memungkinkan produk-produk toksik memasuki

jaringan otak.

2.2.5 Manifestasi Klinis

Setiap pasien dengan ensefalopati metabolik mempunyai gambaran klinis yang khas,

tergantung dari penyakit penyebabnya dan komplikasi yang disebabkan oleh keadaan

komorbid atau pengobatan. Meskipun adanya perbedaan-perbedaan individual ini, penyakit

spesifik seringkali menghasilkan pola-pola klinis yang berulang-ulang, dan jika dikenali

jarang sekali menghasilkan diagnosis yang keliru. Pemeriksaan secara menyeluruh dan detail

dari kesadaran, respirasi, reaksi pupil, pergerakan bola mata, fungsi motorik, dan

elektroensefalogram (EEG) dapat membedakan ensefalopati metabolik dengan kelainan

psikiatrik atau dengan penyakit struktural.

Aspek klinis kesadaran

34
Pada pasien dengan ensefalopati metabolik biasanya didahului oleh delirium. Penurunan daya

ingat jangka pendek, penurunan kemampuan untuk mempertahankan atau memindahkan

perhatian, proses pikir terganggu, gangguan persepsi, delusi dan atau halusinasi serta

gangguan siklus bangun-tidur.

Respirasi

Cepat atau lambat, penyakit ensefalopati metabolik hampir selalu menyebabkan kelainan

pernapasan baik dari sisi kedalaman ataupun irama. Kebanyakan perubahan ini terjadi secara

non-spesifik dan merupakan bagian dari penekanan batang otak yang lebih luas. Namun

demikian, pada keadaan-keadaan tertentu, perubahan pernapasan dapat meberikan gambaran

khas penyakit spesifik yang menyebabkan.

Perubahan respirasi neurologis dalam ensefalopati metabolik

Pasien-pasien dalam keadaan stupor atau koma ringan seringkali menampilkan gambaran

pernapasan Cheyne Stokes. Pada keadaan depresi batang otak yang lebih dalam hiperventilasi

neurogenik dapat terjadi sebagai akibat dari penekanan daerah inhibisi batang otak atau dari

terjadinya edema pulmonar neurogenik.

Hipoglikemia dan kerusakan anoksik lebih sering lagi menyebabkan hiperpnea transien,

sedangkan ketoasidosis diabetik dan penyebab koma lainnya yang menghasilkan asidosis

metabolik akan menunjukkan pernapasan lambat dan dalam (Kussmaul). Baik ensefalopati

hepatik dan keadaan inflamasi sistemik sama-sama menyebabkan hiperventilasi persisten

yang pada akhirnya menyebabkan alkalosis respiratorik primer. Pada keadaan-keadaan ini,

peningkatan frekuensi napas terkadang berhasil menutupi keadaan metabolik dasarnya dan

apabila pasien tersebut juga mempunyai rigiditas ekstensor gambaran klinisnya dapat secara

sekilas menyerupai penyakit struktural atau asidosis metabolik berat. Namun demikian

35
dengan melakukan pemeriksaan klinis secara teliti, biasanya dapat ditemukan diagnosis kerja

yang sesuai.

Efektivitas respirasi harus dievaluasi secara berulang-ulang pada saat penyakit metabolik

menekan otak, hal ini disebabkan karena formasio retikularis batang otak secara khusus

rentan terhadap depresi kimiawi. Anoksia, hipoglikemia dan obat-obatan dapat secara selektif

menginduksi hipoventilasi atau apnea sementara pada saat yang bersamaan tidak

mengganggu fungsi batang otak lainnya seperti respons pupil dan kendali tekanan darah.

Pupil

Pada pasien dengan koma dalam, keadaan pupil menjadi kriteria klinis yang paling penting

dan mampu membedakan antara kerusakan struktural dengan penyakit metabolik. Adanya

refleks cahaya pupil yang tetap terjaga, walaupun disertai dengan depresi pernapasan,

kekakuan deserebrasi atau flasiditas motorik tetap mengindikasikan ensefalopati metabolik.

Ketiadaan refleks cahaya pupil mengimplikasikan adanya penyakit struktural dibanding

metabolik.

Aktivitas motorik

Pasien dengan penyakit ensefalopati metabolik biasanya memperlihatkan dua tipe kelainan

motorik: (1) kelainan non-spesifik dari kekuatan, tonus dan refleks termasuk juga kejang

fokal dan umum; (2) gerakan tidak bertujuan khas yang hampir patognomonik untuk

penyakit ensefalopati metabolik. Kelainan motorik difus sering ditemukan pada koma

metabolik dan menggambarkan derajat serta distribusi depresi SSP.

Kelemahan fokal juga seringkali ditemukan pada pasien dengan penyakit ensefalopati

metabolik. Pasien dengan penyakit ensfalopati metabolik juga sering mengalami kejang fokal

36
atau umum yang tidak dapat dibedakan dengan kejang akibat penyakit otak struktural.

Meskipun demikian, pada saat ensefalopati metabolik menyebabkan kejang fokal, fokusnya

seringkali berpindah-pindah dari satu serangan ke serangan yang lain, temuan ini jarang

didapatkan pada lesi struktural. Kejang migratorik seperti tersebut di atas sering ditemukan

pada uremia dan sangat sulit dikendalikan.

Tremor, asteriksis dan mioklonus multifokal merupakan manifestasi terutama dari

penyakit ensefalopati metabolik; ketiga manifestasi di atas jarang ditemukan pada lesi

struktural fokal kecuali mempunyai komponen toksik atau infeksi. Tremor pada ensefalopati

metabolik biasanya kasar dan iregular dengan laju 8-10 kali per detik. Tremor biasanya

hilang saat istirahat dan paling mudah ditemukan pada jari-jemari tangan yang terjulur.

Asteriksis digambarkan sebagai gerakan mengepak telapak tangan bila dihiperekstensikan

pada pergelangan tangan dan banyak ditemukan pada banyak penyakit ensefalopati

metabolik.

Mioklonus multifokal merupakan gerakan berkedut kasar mendadak, non-ritmis dan tidak

berpola yang melibatkan sebagian atau sekelompok otot pada satu bagian dan kemudian

bagian tubuh yang lain, terutama pada wajah dan tungkai proksimal. Mioklonus multifokal

biasanya menyertai ensefalopati uremikum, penisilin intravena dosis tinggi, narkosis CO2 dan

ensefalopati hiperosmolar hiperglikemik. Mioklonus multifokal pada pasien koma

menandakan adanya penyakit metabolik yang berat.

2.2.6 Diagnosis

Adanya gangguan kesadaran, gangguan atensi, fluktuasi gejala dan keparahan dari

waktu ke waktu, adanya halusinasi, disorientasi atau distorsi persepsi, proses pemikiran yang

tidak terorganisir dengan baik (bicara inkoheren atau gangguan memori) seharusnya menjadi

tanda peringatan bagi dokter. Penting untuk mengetahui riwayat kesehatan pasien

37
sebelumnya berdasarkan data dari rumah sakit/klinik berobat pasien sebelumnya.

Pemeriksaan klinis juga akan menunjukkan lokasi kelainan neurologis ketika terdapat lesi

pada otak, namun kebanyakan kasus menunjukkan adanya gangguan pada tanda vital

(takikardia, hipotensi, hipertensi, takipnea). Pemeriksaan neurologis yang lengkap dan

sistematik juga menunjukkan penyebab spesifik terjadinya ensefalopati. Sebagai contoh,

ekstremitas basah dan pucat pada syok hipotensi, ikterik pada ensefalopati hepatikum, nafas

berbau keton pada ketoasidosis diabetikum.

Pemeriksaan laboratorium dapat membantu menunjukkan penyebab yang mendasari

terjadinya ensefalopati. Pemeriksaan tersebut antara lain pemeriksaan darah lengkap; kadar

elektrolit serum, ureum, kreatinin, kadar gula darah; evaluasi hormon thyroid, parathyroid,

dan horon adrenal lainnya; tes fungsi hepar, amilase, lipase, dan amonia; Kadar troponin;

analisa gas darah; evaluasi cairan serebrospinal; kultur cairan tubuh (darah, urin, feses,

sputum); serta toksikologi serum dan urin termasuk kadar obat-obatan anti epileptik dan

logam berat.

Electroencephalography (EEG) mungkin menunjukkan gelombang trifasik yang

biasanya menunjukkan ensefalopati uremikum atau hepatikum, tapi hal ini tidak spesifik.

Pemeriksaan neuroimaging dapat membantu untuk menyingkirkan kemungkinan terjadinya

lesi struktural dan pemeriksaan punksi lumbal yang biasanya mengarahkan pada

kemungkinan ensefalopati toxometabolik. MRI otak menunjukkan temuan spesifik pada

kondisi seperti myelinolysis pontine pusat dari koreksi segera hiponatremia, keracunan kabon

monoksida, methanol, ethylene glucol, siklosporin, atau intoksikasi metronidazole.

2.2.7 Penatalaksanaan

Penanganan ensefalopati meliputi menstabilkan pasien dan cepat mengobati kondisi

yang mendasari yang menyebabkan terjadinya ensefalopati dan memberikan perawatan

38
suportif. Pada pasien dalam keadaan koma, maka diperlukan tindakan emergensi umum

meliputi:

1. Menjaga jalan napas (airway)

2. Amankan oksigenasi

Pasien koma idealnya harus mempertahankan PaO2 lebih tinggi dari 100mmHg dan

PaCO2 antara 35 dan 40mmHg.

3. Pertahankan sirkulasi

Pertahankan tekanan darah arterial rerata (mean arterial pressure/MAP; 1/3 sistolik +

2/3 diastolik) antara 70 dan 80mmHG dengan mempergunankan obat-obatan

hipertensif dan atau hipotensif seperlunya. Secara umum, hipertensi tidak boleh

diterapi langsung kecuali tekanan diastolik di atas 120mmHg. Pada pasien lansia

dengan riwayat hipertensi kronik, tekanan darah tidak boleh diturunkan melebihi level

dasar pasien tersebut, oleh karena hipotensi relatif dapat menyebabkan hipoksia

serebral. Pada pasien muda dan sebelumnya sehat, tekanan sistolik di atas 70 atau 80

mmHg biasanya cukup

4. Ukur kadar glukosa

Kadar glukosa harus dipertahankan secara ketat antara 80 dan 110mg/dL, bahkan

setelah episode hipoglikemia yang diterapi dengan glukosa prinsip kehati-hatian harus

diterapkan untuk mencegah hipoglikemia ulangan. Infus glukosa dan air (dekstrosa

5% atau 10%) sangat disarankan untuk diberikan sampai situasi stabil.

5. Hentikan kejang

Kejang berulang dengan etiologi apapun dapat menyebabkan kerusakan otak dan

harus dihentikan. Kejang umum dapat diterapi dengan lorazepam (sampai 0,1mg/kg)

atau diazepam (0,1-0,3mg/kg) intravena.

39
6. Perbaiki keseimbangan asam basa

Pada keadaan asidosis atau alkalosis metabolik, kadar pH biasanya akan kembali ke

keadaan normal dengan memperbaiki penyebabnya sesegera mungkin karena asidosis

metabolik dapat menekan fungsi jantung dan alkalosis metabolik dapat mengganggu

fungsi pernapasan. Asidosis respiratorik mendahului kegagalan napas, sehingga harus

menjadi peringatan kepada klinisi bahwa bantuan ventilator mekanis mungkin

diperlukan. Peningkatan kadar CO2 juga dapat menaikkan tekanan intrakranial,

sehingga harus di jaga dalam kadar senormal mungkin. Alkalosis respiratorik dapat

menyebabkan aritmia jantung dan menghambat upaya penyapihan dari dukungan

ventilator.

7. Sesuaikan suhu tubuh

Hipertermia merupakan keadaan yang berbahaya karena meningkatkan kebutuhan

metabolisme serebral, bahkan pada tingkat yang ekstrim dapat mendenaturasi protein

selular otak. Suhu tubuh di atas 38,5°C pada pasien hipertermia harus diturunkan

dengan menggunakan antipiretik dan bila diperlukan dapat digunakan pendinginan

fisik (eq. selimut pendingin). Hipotermia signifikan (di bawah 34°C) dapat

menyebabkan pneumonia, aritmia jantung, kelainan elektrolit, hipovolemia, asidosis

metabolik, gangguan koagulasi, trombositopenia dan leukopenia. Pasien harus

dihangatkan secara bertahap untuk mempertahankan suhu tubuh di atas 35°C.

8. Kendalikan agitasi

Obat-obatan dengan dosis sedatif harus dihindarkan sampai dapat diperoleh diagnosis

yang jelas dan pasti bahwa permasalahan yang terjadi adalah metabolik bukan

struktural. Agitasi dapat dikendalikan dengan merawat pasien di dalam ruangan

bercahaya dan ditemani oleh keluarga atau anggota staff keperawatan serta berbicara

dengan nada yang menenangkan kepada pasien. Dosis kecil lorazepam (0,5 sampai

40
1,0mg per oral) dapat diberikan dengan dosis tambahan setiap 4 jam sejauh yang

diperlukan dapat digunakan untuk mengendalikan agitasi. Apabila ternyata tidak

mencukupi, maka dapat diberikan haloperidol 0,5 sampai 1,0mg per oral atau

intramuskular dua kali sehari, dosis tambahan setiap 4 jam dapat diberikan sesuai

dengan keperluan. Pada pasien yang telah mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan

sedatif secara rutin, dosis yang lebih besar dapat diperlukan oleh karena adanya

toleransi silang. Penelitian terbaru menunjukkan valproat, benzodiazepine, dan atau

antipsikotik dapat meredakan agitasi pada saat obat-obatan primer telah gagal. Untuk

sedasi jangka waktu sangat pendek, seperti yang diperlukan untuk melakukan CT-

scan, maka sedasi intravena dengan menggunakan propofol atau midazolam dapat

digunakan, oleh karena obat-obatan ini mempunyai masa kerja singkat dan midazolam

dapat dibalikkan efeknya setelah prosedur selesai.

9. Lindungi mata

Erosi kornea dapat timbul dalam jangka waktu empat sampai enam jam bila mata

pasien koma terbuka baik secara penuh atau sebagian. Keratitis akibat paparan dapat

menyebabkan terjadinya ulserasi kornea bakterial sekunder. Pencegahan terhadap

keadaan di atas dapat diperoleh dengan meneteskan air mata buatan setiap empat jam

atau dengan menggunakan balut korneal polietilen. Memeriksa refleks kornea dengan

kapas berulang-ulang juga dapat merusak kornea, teknik yang lebih aman digunakan

adalah dengan meneteskan tetes mata saline dari jarak 10-15 cm.

2.2.8 Prognosis

Kebanyakan ensefalopati metabolik adalah reversibel, tetapi beberapa memiliki

potensi untuk kecacatan jangka panjang. Semakin tua usia pasien dan semakin parah

ensefalopati dan kegagalan multiorgan yang dialami, maka semakin tinggi mortalitas.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci AS. Lane LC. Chronic kidney disease. Dalam: Long DL. Fauci AS. Kasper DL.
Hauser SL. Jameson JL. Loscalzo J. penyunting. Harrison’s principles of internal
medicine Edisi ke-18. New York: McGraw-Hill;2012
2. Dhaemeizar. Widodo. Arwanto A. Sudhana IW. Azmi S. Prastanto S. dkk. Konsensus
nutrisi pada penyakit ginjal kronik. Jakarta: PERNEFRI: 2011
3. Brown C. Haddad N. Hebert LA. Retarding progression of kidney disease. Dalam:
Feehaly J. Floege J. Johnson RJ. Penyunting. Comprehensive clinical nephrology. St.
Louis: ElsevierSaunders: 2010
4. Suhardjono. Penyakit ginjal kronik. Suatu epidemiologi global baru: protect your
kidney save your heart. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI):2010
5. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (PAPDI). Penyakit Ginjal Kronis.

42

Anda mungkin juga menyukai