Anda di halaman 1dari 4

A.

Perubahan otoritas KNIP dan lembaga


kepresidenan
Resky Valiza (XI-MIPA 1)
Perkembangan keragaman ideologi dan partai politik dengan perubahan otoritas knip dan
lembaga kepresidenan pada awal kemerdekaan

Komite Nasional Indonesia (KNI) sesuai hasil sidang PPKI pada tanggal 18 dan 19 Agustus
1945, berfungsi sebagai pembantu presiden sampai Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR)
dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terbentuk. Komite Nasional Indonesia disusun dari
tingkat pusat yang disebut Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sampai tingkat
kawedanan yang disebut Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID).

KNIP diresmikan dan keanggotaannya dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung
Kesenian Jakarta. Dengan begitu, KNIP resmi berfungsi sebagai pembantu presiden.
Pemerintah Republik Indonesia pun telah berjalan sesuai UUD 1945 karena presiden dalam
menjalankan tugasnya sebagai pemimpin negara tertinggi telah dibantu oleh Komite
Nasional Indonesia. Itulah perwujudan dari Aturan Peralihan Pasal IV UUD 1945.

1. Perubahan Otoritas KNIP dan Hubungannya dengan Lembaga Kepresidenan pada Awal
Kemerdekaan.

Dalam perkembangannya, kelompok pemuda yang dipimpin oleh Syahrir merasa tidak puas
terhadap sistem kabinet presidensial sehingga berusaha memengaruhi para anggota KNIP
lainnya untuk mengajukan petisi kepada Soekarno-Hatta. Isi petisi itu berupa tuntutan
pemberian status Majelis Permusyawaratan Rakyat kepada KNIP. Karena petisi itu, KNIP
mengadakan rapat pleno pada tanggal 16 Oktober 1945. Atas desakan sidang KNIP tersebut,
Drs. Moh. Hatta mengeluarkan Maklumat Nomor X Tahun 1945 yang menetapkan bahwa
Komite Nasional Pusat sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif dan
ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Selain itu, menyetujui bahwa pekerjaan
KNIP sehari-hari sehubungan dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah badan
pekerja yang dipilih di antara mereka dan bertanggung jawab kepada Komite Nasional
Indonesia Pusat. Badan Pekerja KNIP (BP-KNIP) akhirnya dibentuk dan diketuai oleh Sutan
Syahrir dan wakilnya Amir Syarifuddin
a) Maklumat tanggal 3 november 1945

KNIP setelah berhasil dengan aksi pertamanya segera bertindak lagi dengan mengajukan
usul kepada pemerintah agar rakyat diberi kesempatan untuk mendirikan partai politik
(dengan beberapa pembatasan).

Pemerintah kemudian mengeluarkan maklumat 3 November 1945 yang isinya

(1) pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karena adanya parta-partai itulah
dapat fipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada dalam masyrakat,

(2) pemerintah berharap supaya partai-partai itu telah tersusun, sebelumnya dilakukan
pemilihan anggota badan-badan perwakilan rakyat pada bulan januari 1946.

Maka pasca dikeluarkannya maklumat tersebut, muncul berbagai partai politik di Indonesia.
Antara lain:

1. Majelis Syura Indonesia (Masyumi) yang dipimpin oleh Sukiman Wirsosanjoyo

2. Partai Komunis Indonesia (PKI) yang didirikan oleh Moh Jusuf

3. Partai Buruh Indonesia (PBI) yang dipimpin oleh Njono

4. Partai Rakyat Jelata dipimpin oleh Sutan Dewanis

5. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) yang dipimpin oleh Probowinoto

6. Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang dipimpin oleh Amir Syarifudin

7. Partai Rakyat Sosialis (PRS) yang dipimpin oleh Sutan Syahrir

8. Partai Katholik Republik Indonesia (PKRI) yang dipimpin oleh I.J Kasimo

9. Partai Rakyat Marhein Indonesia (Permai) yang dipimpin oleh J.B Assa

10. Partai Nasional Indonesia yang dipimpin oleh Sidik Djojosukarto


B. Penyusunan Kekuatan Pertama

a) Pembentukan BKR

Badan Keamanan Rakyat (atau biasa disingkat BKR) adalah suatu badan yang dibentuk untuk
melakukan tugas pemeliharaan keamanan bersama-sama dengan rakyat dan jawatan-
jawatan negara. BKR dibentuk oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI
dalam sidangnya pada tanggal 22 Agustus 1945 dan diumumkan oleh Presiden Soekarno
pada tanggal 23 Agustus 1945.

Pembentukan BKR merupakan perubahan dari hasil sidang PPKI pada tanggal 19 Agustus
1945 yang sebelumnya merencanakan pembentukan tentara kebangsaan. Perubahan
tersebut akhirnya diputuskan pada tanggal 22 Agustus 1945 untuk tidak membentuk tentara
kebangsaan. Keputusan ini dilandasi oleh berbagai pertimbangan politik.

Para pemimpin pada waktu itu memilih untuk lebih menempuh cara diplomasi untuk
memperoleh pengakuan terhadap kemerdakaan yang baru saja diproklamasikan. Tentara
pendudukan Jepang yang masih bersenjata lengkap dengan mental yang sedang jatuh
karena kalah perang, menjadi salah satu pertimbangan juga, untuk menghindari bentrokan
apabila langsung dibentuk sebuah tentara kebangsaan.

Anggota BKR saat itu adalah para pemuda Indonesia yang sebelumnya telah mendapat
pendidikan militer sebagai tentara Heiho, Pembela Tanah Air (PETA), KNIL dan lain
sebagainya. BKR tingkat pusat yang bermarkas di Jakarta dipimpin oleh Moefreni Moekmin.
Melalui Maklumat Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945, BKR diubah menjadi Tentara
Keamanan Rakyat (TKR) dan setelah mengalami beberapa kali perubahan nama akhirnya
menjadi Tentara Nasional Indonesia.

Pembentukan BKR ini membuat sebagian pemuda merasa tidak puas. Mereka menuntut
dibentuknya tentara nasional. Setelah mengalami tindakan provokasi pasukan Sekutu dan
Belanda yang mengancam keamanan negara, aksinya pemerintah menyadari perlu
dibentuknya tentara kebangsaan. Untuk itu, pemerintah menugaskan KNIL Mayor Oerip
Soemohardjo untuk menyusun tentara kebangsaan. Pada tanggal 5 Oktober 1945,
pemerintah mengeluarkan maklumat yang meresmikan berdirinya Tentara Keamanan
Rakyat (TKR).

Berdasarkan maklumat pemerintah itu Oerip Soemohardjo mendirikan Markas Tertinggi TKR
di Yogyakarta, Ia menjabat sebagai Kepala Staf Umum TKR. Sebagai Panglima TKR,
pemerintah menunjuk Supriyadi, tokoh pemberontakan PETA di Blitar. Karena Supriyadi
ternyata tidak pernah menduduki jabatannya, Markas Tertinggi TKR mengadakan pemilihan
pemimpin tertinggi pada bulan November 1945. Orang yang terpilih adalah Kolonel
Soedirman, Komandan Divisi V / Banyumas. Sebulan kemudian, SOedirman dilantik sebagai
Panglima Besar TKR dengan pangkat Jenderal, Sedangkan Oerip Soemohardjo tetap menjadi
Kepala Staf Umum TKR dengan pangkat Letnan Jenderal.

Perkembangan Tentara Kebangsaan

7 Januari 1946 : TKR berganti nama menjadi Tentara keselamatan rakyat.

24 Januari 1946 : TKR berganti nama menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Pergantian
nama itu dilatarbelakangi oleh upaya mendirikan tentara kebangsaan yang percaya pada
kekuatan sendiri.

3 Juni 1947 : TRI berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pergantian nama
itu dilatar belakangi oleh upaya mereorganisasi tentara kebangsaan yang benar-benar
profesional. Mulai tanggal 3 Juni 1947, secara resmi telah diakui berdirinya TNI sebagai
penyempurnaan dari TRI. Segenap anggota angkatan perang yang tergabung dalam TRI dan
anggota kelaskaran dimasukkan ke dalam TNI. Dalam organisasi ini telah dimiliki TNI
Angkatan Darat (TNI AD), TNI Angkatan Laut (TNI AL), dan TNI Angkatan Udara (TNI AU).
Semua itu terkenal dengan sebutan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Saat ini
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia kembali bernama Tentara Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai