Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ADVOKASI, BINA SUASANA, PEMBERDAYAAN, DAN KEMITRAAN DALAM


STRATEGI PROMOSI KESEHATAN

Di Ajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Promosi Kesehatan
Dosen Pengasuh
Winda Triana, M.Kes
Di Susun Oleh :
Sanjung Marjeli N1A117045

Program Studi Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Jambi
2018
i

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah sang pencipta alam semesta. Syukur selalu
penyusun panjatkan, karena atas rahmat dan nikmat-Nya tugas makalah ini dapat terselesaikan
dengan tepat pada waktunya.
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas dari ibu Winda Triana, M.Kes. selaku dosen
mata kuliah promosi kesehatan. Tugas ini bertujuan agar penyusun, mahasiswa, mempunyai
pengetahuan yang cukup mengenai “advokasi, bina suasana, pemberdayaan, dan kemitraan
dalam strategi promosi kesehatan”.
Sebagai manusia yang merupakan tempatnya salah dan lupa, kami juga menyadari bahwa
makalah ini tentunya banyak mengundang sesuatu yang kontroversional karena penyusun
melakukan kekhilafan, dengan ini kami juga memohon maaf apabila ada beberapa kesalahan
atau kekurangan. Bagi kami, saran dan kritik dari pembaca, atau pengguna makalah ini
merupakan hal yang paling indah sebagai apresiasi dari karya penyusun ini. Saran dan kritik
yang membangun nantinya akan kita jadikan bahan pertimbangan untuk kedepannya.
Demikianlah kata pengantar kami dan apabila ada kesalahan mohon dimaafkan. Dan
terimakasih juga atas perhatian para pembaca yang telah memperhatikan makalah ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Jambi, Februari 2018

Penyusun
1

BAB I PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Promosi kesehatan adalah suatu proses membantu individu masyarakat meningkatkan
kemampuan dan keterampilannya mengontrol berbagai faktor yang berpengaruh pada
kesehatan,sehigga dapat meningkatkan derajat kesehatan nya (WHO).Menurut Green dan
Kreuter (1991),promosi kesehatan adalah kombinasi dari pendidikan kesehatan dan faktor-faktor
organisasi,ekonomi dan lingkungan yang seluruhnya mendukung terciptanya perilaku yang
kondusif terhadap kesehatan.Adapun yang dimaksud dengan perilaku kesehatan menurut Kasl
dan Cobb (1996) meliputi : a) perilaku pencegahan, b) perilaku sakit, dan c) perilaku peran sakit.
Misi dari promosi kesehatan adalah advokasi,mediasi dan pemberdayaan.Yang dimaksud
dengan advokasi adalah upaya meyakinkan para pengambil kebijakan agar memberikan
dukungan berbentuk kebijakan terhadap suatu program. Mediasi adalah upaya mengembangna
jejaring atau kemitraan, lintas program, lintas sector dan lintas institusi guna menggalang
duungan bagi implementasi program. Adapun pemberdayaan berarti upaya meningkatkan
kemampuan kelompok sasaran sehingga kelompok sasaran mampu mengembangkan tindakan
tepat atas berbagai permasalahan yang dialami.
Konsep pemberdayaan mengemukan sejak dicanangkannya Strategi Global WHO tahun
1984, yang ditindaklanjuti dengan rencana aksi dalam Piagam Ottawa (1986). Dalam deklarasi
tersebut dinyatakan tentang perlunya mendorong terciptanya: a. Kebijakan berwawasan
kesehatan, b. lingkungan yang mendukung, c. Reorentasi dalam pelayanan kesehatan, d.
Keterampilan individu, dan e. gerakan masyarakat. Olehnya itu, untuk lebih jelasnya makalah ini
akan membahas masalah pemberdayaan masyarakat dalam konsep promosi kesehatan.
1.2.TUJUAN
1. Untuk mengetahui advokasi dalam strategi promosi kesehatan.
2. Untuk mengetahui bina suasana dalam strategi promosi kesehatan.
3. Untuk mengetahui pemberdayaan dalam strategi promosi kesehatan.
4. Untuk mengetahui kemitraan dalam strategi promosi kesehatan.

1.3.MANFAAT
2

1. Bagi akademisi,penelitian ini dapat menjadi referensi untruk meningkatkan wawasan,


pengetahuan dan pengembangan teori tentang advokasi, bina suasana, pemberdayaan, dan
kemitraan dalam strategi promosi kesehatan.
2. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan
yang lebih mendalam serta sebagai dasar penelitian selanjutnya tentang advokasi, bina
suasana, pemberdayaan, dan kemitraan dalam strategi promosi kesehatan.
1.4.PERTANYAAN KAJIAN
1. Bagaimana advokasi dalam strategi promosi kesehatan ?
2. Bagaimana bina suasana dalam strategi promosi kesehatan ?
3. Bagaimana pemberdayaan dalam strategi promosi kesehatan ?
4. Bagaimana kemitraan dalam strategi promosi kesehatan ?
3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Pengertian Advokasi dalam Promosi Kesehatan
Beberapa pengertian advokasi sebagai berikut :
WHO ( 1989) diukutip dalam UNFPA dan BKKBN (2002) menggunkan advocacy is a
combination on individual and social action design to gain political commitment, policy support,
social acceptance and systems support for particular health goal or programme. Jadi advokasi
adalah kombinasi kegiatan individu dan sosial yang dirancang untuk memperoleh komitmen
politis, dukungan kebijakan, penerimaan sosial dan sisitem yang mendukung tujuan atau
program kesehatan tertentu.
Definisi Chapela 1994 yang dikutip WISE (2001) secara harfiah:” melakakukan advokasi
berarti mempertahankan, berbicara mendukung seseorang atau sesuatu atau mempertahankan
ide. Sedangkan advokator adalah seseorang yang melakukan kegiatan atau negosiasi yang
ditujukan untuk mencapai sesuatu untuk seseorang,kelompok ,masyarakt tertentu atau secara
keseluruhan.
Dalam tulisan Sharma dikutip beberapa penegrtian yang berkait dengan advokasi misalnya :
1. Advokasi adalah bekerja dengan orang dan organisasi untuk membuat sesuatu
perubahan (CEDPA).
2. Advokasi adalah proses dimana orang terlibat dalam proses pembuatan keputusan yang
mempengaruhi kehidupan mereka.
3. Advokasi terdiri berbagai strategis ditujukan untuk mempengaruhi pembuatan
keputusan dalam satu organisasi ditingkat lokal, nasional maupun internasional.
Strategis advokasi termasuk lobi, pemasaran sosial, KIE, pengorganisasian masyarakat
maupun berbagai taktik lainya.
Kenapa advokasi penting dalam promosi kesehatan ?dalam mencapai tujuan kesehatan
masyarakat , ditemukanberbagai hambatan seperti ditemuykan oleh Champon dan Lupton (1994)
dikutip dari Wise 2001:
a. Adanaya ide politik yang mementingkan luaran ekonomi dengan menyampingkan
kesehatan dan kualitas hidup manusia.
b. Hambatan dari politisi dan birokrasi atau tidak adanya peraturan dan perundangan yang
mendukung promosi kesehatan dan ketiaadaan partisipasi masyarakat dalam
perencanaan program kesehatan.
4

c. Gencarnya pemasaran produk yang tidak aman dan tidak sehat bagi masyarakt
terutama dengan adanya pengaruh perusahaan multinasional dengan kekuatan besar.
d. Adanya nilai budaya yang berpengaruh atas nilai, sikap, dan prilaku individual atau
masalaj kesehatan masyarakat.
2.2. Pengertian Bina Suasana ( Dukungan Sosial ) dalam Promosi Kesahatan
Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong
individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan.Seseorang akan
terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada
(keluarga di rumah, orang-orang yang menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis
agama, dan lain-lain, dan bahkan masyarakat umum) memiliki opini yang positif terhadap
perilaku tersebut.
Dukungan Sosial (Socil suppor t)Strategi dukunngan sosial ini adalah suatu kegitan
untuk mencari dukungan sosial melalui tokoh -tokoh masyarakat ( toma), baik tokoh masyarakat
formal maupun informal.
Bina suasana adalah menjalin kemitraan untuk pembentukan opini publik dengan
berbagai kelompok opini yang ada di masyarakat seperti : tokoh masyarakat, tokoh agama,
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dunia usaha/swasta, media massa, organisasi profesi
pemerintah dan lain-lain. Bina suasana dilakukan untuk sasaran sekunder atau petugas pelaksana
diberbagai tingkat administrasi (dari pusat hingga desa).
Strategi bina suasana perlu ditetapkan untuk menciptakan norma-norma dan
kondisi/situasi kondusif di masyarakat dalam mendukung PHBS. Bina suasana sering dikaitkan
dengan pemasaran sosial dan kampanye, karena pembentukan opini memerlukan kegiatan
pemasaran sosial dan kampanye. Namun perlu diperhatikan bahwa bina suasana dimaksud untuk
menciptakan suasana yang mendukung, menggerakkan masyarakat secara partisipatif dan
kemitraan.
Dukungan sosial adalah ketersediaan sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik
dan psikologis sehingga kita dapat melaksanakan kehidupan dengan baik, dukungan sosial ini
adalah orang lain yang berinteraksi dengan petugas. Contoh nyata adalah dukungan sarana dan
prasarana ketika kita akan melakukan promosi kesehatan atau informasi yang memudahkan kita
atau dukungan emosional dari masyarakat sehingga promosi yang diberikan lebih diterima
tingkat (sasaran sekunder).
5

2.3. Pengertian Pemberdayaan dalam Promosi Kesehatan


Empowerment yang dalam bahasa Indonesia berarti “pemberdayaan”, adalah sebuah
konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat kebudayaan Barat,
utamanya Eropa. Memahami konsep empowerment secara tepat harus memahami latar belakang
kontekstual yang melahirkannya. Konsep empowerment mulai nampak sekitar dekade 70-an dan
terus berkembang hingga 1990-an. (Pranarka & Vidhyandika,1996).
Pranarka dan Vidhyandika (Hikmat, 2004) menjelaskan bahwa konsep pemberdayaan
dapat dipandang sebagai bagian atau sejiwa sedarah dengan aliran yang muncul pada paruh abad
ke-20 yang lebih dikenal sebagai aliran ostmodernisme. Aliran ini menitikberatkan pada sikap
dan pendapat yang berorientasi pada jargon antisistem, antistruktur, dan antideterminisme yang
diaplikasikan pada dunia kekuasaan. Pemahaman konsep pemberdayaan oleh masing-masing
individu secara selektif dan kritis dirasa penting, karena konsep ini mempunyai akar historis dari
perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat. Prijono Dan Pranarka (1996)
membagi dua fase penting untuk memahami akar konsep pemberdayaan, yakni: pertama,
lahirnya Eropa modern sebagai akibat dari dan reaksi terhadap alam pemikiran, tata masyarakat
dan tata budaya Abad Pertengahan Eropa yang ditandai dengan gerakan pemikiran baru yang
dikenal sebagai Aufklarung atau Enlightenment, dan kedua, lahirnya aliran aliran pemikiran
eksistensialisme, phenomenologi, personalisme yang lebih dekat dengan gelombang Neo-
Marxisme, Freudianisme, strukturalisme dan sebagainya.
Perlu upaya mengakulturasikan konsep pemberdayaan tersebut sesuai dengan alam
pikiran dan kebudayaan Indonesia. Perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan
Barat diawali dengan proses penghilangan harkat dan martabat manusia (dehumanisasi). Proses
penghilangan harkat dan martabat manusia ini salah satunya banyak dipengaruhi oleh kemajuan
ekonomi dan teknologi yang nantinya dipakai sebagai basis dasar dari kekuasaan (power).
Power adalah kemampuan untuk mendapatkan atau mewujudkan tujuan. Bachrach dan
Baratz (1970) membuktikan bahwa power adalah konsep rasional (rational concept). Dalam
pandangan mereka, power yang dilakukan A hanya dilakukan dalam hubungan individu atau
kelompok B untuk memenuhi kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan yang diberikan oleh B yang rela
melakukan pilihan atas sanksi yang ada atau akan kehilangan sesuatu yang lebih tinggi
(kekuasaan atau uang). Ironisnya, kekuasaan itu kemudian membuat bangunanbangunan yang
cenderung manipulatif, termasuk sistem pengetahuan, politik, hukum, ideologi dan religi. Akibat
6

dari proses ini, manusia yang berkuasa menghadapi manusia yang dikuasai. Dari sinilah muncul
keinginan untuk membangun masyarakat yang lebih manusiawi dan menghasilkan system
alternatif yang menemukan proses pemberdayaan. Sistem alternatif memerlukan proses
“empowerwent of the powerless.” Namun empowerment hanya akan mempunyai arti kalau
proses pemberdayaan menjadi bagian dan fungsi dari kebudayaan, yaitu aktualisasi dan
koaktualisasi eksistensi manusia dan bukan sebaliknya menjadi hal yang destruktif bagi proses
aktualisasi dan koaktualisasi eksistensi manusia (Prijono Dan Pranarka, 1996).
Para ilmuwan sosial dalam memberikan pengertian pemberdayaan mempunyai rumusan
yang berbeda-beda dalam berbagai konteks dan bidang kajian, artinya belum ada definisi yang
tegas mengenai konsep tersebut. Namun demikian, bila dilihat secara lebih luas, pemberdayaan
sering disamakan dengan perolehan daya, kemampuan dan akses terhadap sumber daya untuk
memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, agar dapat memahami secara mendalam tentang
pengertian pemberdayaan maka perlu mengkaji beberapa pendapat para ilmuwan yang memiliki
komitmen terhadap pemberdayaan masyarakat.
Robinson (1994) menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses pribadi dan
sosial; suatu pembebasan kemampuan pribadi, kompetensi, kreatifitas dan kebebasan bertindak.
Ife (1995) mengemukakan bahwa pemberdayaan mengacu pada kata “empowerment,” yang
berarti memberi daya, member ”power” (kuasa), kekuatan, kepada pihak yang kurang berdaya.
Segala potensi yang dimiliki oleh pihak yang kurang berdaya itu ditumbuhkan, diaktifkan,
dikembangkan sehingga mereka memiliki kekuatan untuk membangun dirinya. Pemberdayaan
masyarakat dalam pengembangan masyarakat menekankan kemandirian masyarakat itu sebagai
suatu sistem yang mampu mengorganisir dirinya. Payne (1997) menjelaskan bahwa
pemberdayaan pada hakekatnya bertujuan untuk membantu klien mendapatkan daya, kekuatan
dan kemampuan untuk mengambil keputusan dan tindakan yang akan dilakukan dan
berhubungan dengan diri klien tersebut, termasuk mengurangi kendala pribadi dan sosial dalam
melakukan tindakan. Paul (1987) menyatakan bahwa pemberdayaan berarti pembagian
kekuasaan yang adil sehuingga meningkatkan kesadaran politis kekuasaan kelompok yang lemah
serta memperbesar pengaruh mereka terhadap proses dan hasil-hasil pembangunan. Rappaport
(1987) mengatakan bahwa pemberdayaan diartikan sebagai pemahaman secara psikologis
pengaruh kontrol individu terhadap keadaan sosial, kekuatan politik dan hak-haknya. MacArdle
(1989) mengartikan pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang orang
7

secara konsekuen melaksanakan keputusan itu. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif
diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan “keharusan” untuk lebih
diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, ketrampilan serta
sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan tanpa tergantung pada pertolongan dari hubungan
eksternal.
Pemberdayaan dapat diartikan sebagai suatu pelimpahan atau pemberian kekauatan
(power) yang akan menghasilkan hierarki kekuatan dan ketiadaan kekuatan, seperti yang
dikemukakan Simon (1990) dalam tulisannya tentang Rethinking Empowerment. Simon
menjelaskan bahwa pemberdayaan suatu aktivitas refleksi, suatu proses yang mampu
diinisiasikan dan dipertahankan hanya oleh agen atau subyek yang mencari kekuatan atau
penentuan diri sendiri (selfdetermination). Sementara proses lainnya hanya dengan memberikan
iklim, hubungan, sumber-sumber dan alat-alat prosedural yang melaluinya masyarakat dapat
meningkatkan kehidupannya. Pemberdayaan merupakan sistem yang berinteraksi dengan
lingkungan sosial dan fisik. Dengan demikian pemberdayaan bukan merupakan upaya
pemaksaan kehendak, proses yang dipaksakan, kegiatan untuk kepentingan pemrakarsa dari luar,
keterlibatan dalam kegiatan tertentu saja,dan makna-makna lain yang tidak sesuai dengan
pendelegasian kekuasaan atau kekuatan sesuai potensi yang dimiliki masyarakat.
Sulistiyani (2004) menjelaskan lebih rinci bahwa secara etimologis pemberdayaan
berasal dari kata dasar "daya" yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian
tersebut, maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk memperoleh daya, kekuatan atau
kemampuan, dan atau proses pemberian daya, kekuatan atau kemampuan dari pihak yang
memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. Berdasarkan beberapa pengertian
pemberdayaan yang dikemukakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya
pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau memberikan daya,
kekuatan atau kemampuan kepada individu dan masyarakat lemah agar dapat mengidentifikasi,
menganalisis, menetapkan kebutuhan dan potensi serta masalah yang dihadapi dan sekaligus
memilih alternatif pemecahnya dengan mengoptimalkan sumberdaya dan potensi yang dimiliki
secara mandiri.
Pemberdayaan sebagai proses menunjuk pada serangkaian tindakan yang dilakukan
secara sistematis dan mencerminkan pentahapan kegiatan atau upaya mengubah masyarakat yang
kurang atau belum berdaya, berkekuatan, dan berkemampuan menuju keberdayaan. Makna
8

"memperoleh" daya, kekuatan atau kemampuan menunjuk pada sumber inisiatif dalam rangka
mendapatkan atau meningkatkan daya, kekuatan atau kemampuan sehingga memiliki
keberdayaan. Kata "memperoleh" mengindikasikan bahwa yang menjadi sumber inisiatif untuk
berdaya berasal dari masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, masyarakat harus menyadari akan
perlunya memperoleh daya atau kemampuan. Makna kata "pemberian" menunjukkan bahwa
sumber inisiatif bukan dari masyarakat. Inisiatif untuk mengalihkan daya, kemampuan atau
kekuatan adalah pihak-pihak lain yang memiliki kekuatan dan kemampuan, misalnya pemerintah
atau agen-agen pembangunan lainnya .
2.4. Pengertian Kemitraan dalam Promosi Kesehatan
Secara teoritis, Eisler dan Montuori (1997) membuat pernyataan yang menarik yang berb
unyi bahwa “memulai dengan mengakui dan memahami kemitraan pada diri sendiri dan orang la
in, dan menemukan alternatif yang kreatif bagi pemikiran dan perilaku dominatormerupakan la
ngkah pertama ke arah membangun sebuah organisasi kemitraan.” Dewasa inigaya-gaya seperti
perintah dan kontrol kurang dipercaya. Di dunia baru ini, yang dibicarakan orang adalah tentang
karyawan yang “berdaya”, yang proaktif, karyawan yang berpengetahuan yang menambah nila
i dengan menjadi agen perubahan.
Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama
dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (2003),
kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau
organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Ada berbagai pengertian
kemitraan secara umum (Promkes Depkes RI) meliputi:
1. kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal antara dua
pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan ”mitra” atau ”partner”.
2. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk kebersamaan yang
saling menguntungkan dan saling mendidik secara sukarela untuk mencapai
kepentingan bersama.
3. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor, kelompok
masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk bekerja sama mencapai
tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip, dan peran masing-masing.
4. Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau organisasi untuk
bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan melaksanakan serta membagi tugas,
9

menanggung bersama baik yang berupa resiko maupun keuntungan, meninjau ulang
hubungan masing-masing secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila
diperlukan. (Ditjen P2L & PM, 2004).
Kemitraan adalah upaya yang melibatkan berbagai sektor, kelompok masyarakat,lembaga
pemerintah maupun bukan pemerintah, untuk bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan bersama
berdasarkan kesepakatan prinsip dan peran masing-masing, dengan demikian untuk membangun
kemitraan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu persamaan perhatian, saling percaya dan
saling menghormati, harus saling menyadari pentingnya kemitraan, harus ada kesepakatan misi,
visi, tujuan dan nilai yang sama, harus berpijak padalandasan yang sama, kesediaan untuk
berkorban.
Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama
dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (2003) ”
kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau
organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata mitra adalah teman, kawan
kerja, pasangan kerja, rekan. Kemitraan artinya perihal hubungan atau jalinan kerjasama
sebagai mitra.Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau kerja
sama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok.
10

BAB III PEMBAHASAN


3.1. Advokasi dalam strategi promosi kesehatan
Ada 5 pendekatan utama dalam advokasi (UNFPA dan BKKBN 2002) yaitu:
A. Melibatkan para pemimpin
Para pembuat undang-undang,mereka yang terlibatdalam ppenyusunan hukum,
peraturan maupun pemimpin poilitik,yaitu mereka yangmenetapkan kebijakan publik
sangat berpengaruh dalam menciptakan perubahan yang terkait dengan masalah sosial
termaksud kesehatan dan kependudukan. Oleh karena itu, sangat penting melibatkan
mereka semaksimum mungkin dalamisu yang akan diadvokasikan.
B. Bekerja dengan media massa
Media massa sangat penting berperan dalam membentuk oponi publik. Media
juga sangat kiuat dalam mempengaruhi presespsi publik atas isu atau masalah tertentu.
Mengenal, membangun dan menjaga kemitraan dengan media massasangat penting
dalam proses advokasi.
C. Membangun kemtraan
Dalam upaya advokasi sangat penting dilakukan uapaya jaringan, kemtraan yang
brekelanjutan dengan individu, prganisasi-organisasi dan sektor lain yang bergerak
dalam isu yang sama. Kemitraan ini dibentuk oleh individu, kelompok yang bekerja
sama yang nertujuan untuk mencapai tujun umum yang sama atau hampir sama.
Namum membangun pengembangan kemitraan tidak mudah, memrlukan aktual,
perencanaan yang matang serta memerlukan penilaian kebutuhan serta minat dari calon
mitra.
D. Memobilisasi masa
Memobilisasi massa merupaka suatu proses mengorganisasikan individu yang
telah termotivasi kedalam kelompok-kelompok atau mengorganisasikan kelompok yang
sudah ada.dengan mobilisasi dimaksudkan agar motivasi individu dapat diubah menjadi
tindakan kolektif.
E. Membangun kapasitas
Membngaun kapasitas disini dimasudkan melembagakan kemempuan utnuk
mengembangkan dan mengelolah program yang komprehensif dan membangun critical
11

mass pendukukung yang memiliki ketereampilan advokasi. Kelompok ini dapat


diidentifikasikan dari LSM tertentu,kelompok profesi serta kelompok lain.
1. Mekanisme Dan Kelompok Advokasi
Dari berbagai pengalaman nasional maupun global, dapat di identifikasi berbagai
mekanisme dan metode yang digunakan oleh advokator masalah kesehatan masyarakat
(Wise, 2001) pemanfaatan media masa hampir selalu ada untuk memngangkat isu publik
agarmenjadi perhatian politisi.media massa ini mencakup semua yaitu koran, media TV,
bahkan akhir-akhir ini internet sanget banyak dimanfaatkan ditingkat global. Disamping
itu ada rapat-rapat umum, pertemuan kelompok profesional, even tertentu.pada intinya
para advokator kesehatan masyrakat menggunakan metode apapun yang dapat
menginformasikan, membujuk, memotovasi masyrakat, pengelola program dan politisi
agar merekamelindungi dan mendukung upaya promosi kesehatan.
2. Indikator Advokasi
Bila sasaran advokasi adalah anggota legislatif atau pembuat kebijakan kesehatan,
maka indikator yang paling mudah di nilai dari hasil akhir advokasi adalah : adanya
peraturan, ketentuan atau kebijakan yag mendukung isu yang diadvokasi, adanya
perencanaaan program ke arah isu yang advokasi serta dukungan pendanaannya dan
persetujuan alokasi anggaran yang diberikan oleh legislatif misalnya DPRD setempat.
3.2. Bina Suasana dalam Strategi Promosi Kesehatan
Teori Cara Melakukan Pendekatan Bina Suasana Pada Masyarakat. Bina suasana dilakukan
melalui 3 pendekatan, yaitu :
A.Pendekatan Individu
Bina Suasana Individu ditujukan kepada individu-individu tokoh masyarakat. Dengan
pendekatan ini diharapkan :
a. Dapat menyebarluaskan opini yang positif terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan.
b. dapat menjadi individu-individu panutan dalam hal perilaku yang
sedang diperkenalkan.Yaitudengan bersedia atau mau mempraktikkan perilaku yang
sedang diperkenalkan tersebut (misalnya seorang pemuka agama yang rajin
melaksanakan 3 M yaitu Menguras, Menutup dan Mengubur demi mencegah munculnya
wabah demam berdarah).
12

c. dapat diupayakan agar mereka bersedia menjadi kader dan turut menyebarluaskan
informasi guna menciptakan suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku individu.
B.Pendekatan Kelompok
Bina Suasana Kelompok ditujukan kepada kelompok-kelompok dalam masyarakat,
seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga (RW), Majelis Pengajian,
Perkumpulan Seni, Organisasi Profesi, Orga-nisasi Wanita, Organisasi Siswa/Mahasiswa,
Organisasi Pemuda, dan lain-lain. Pendekatan ini dapat dilakukan oleh dan atau bersama-sama
dengan pemuka/tokoh masyarakat yang telah peduli.
Dengan pendekatan ini diharapkan kelompok-kelompok tersebut menjadi peduli terhadap
perilaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui atau mendukungnya. Bentuk dukungan ini
dapat berupa kelompok tersebut bersedia juga mempraktikkan perilaku yang sedang
diperkenalkan, mengadvokasi pihak-pihak yang terkait dan melakukan kontrol sosial terhadap
individu-individu anggotanya.
C.Pendekatan Masyarakat Umum
Bina Suasana Masyarakat Umum dilakukan terhadap masyarakat umum dengan membina
dan memanfaatkan media-media komunikasi, seperti radio, televisi, koran, majalah, situs
internet, dan lain-lain, sehingga dapat tercipta pendapat umum yang positif tentang perilaku
tersebut.
Dengan pendekatan ini diharapkan :
1. Media-media massa tersebut menjadi peduli dan mendukung perilaku yang
sedang diperkenalkan.
2. Media-media massa tersebut lalu bersedia menjadi mitra dalam rangka menyebar-luaskan
informasi tentang perilaku yang sedang diperkenalkan dan menciptakan pendapat umum
(opini publik) yang positif tentang perilaku tersebut.
3. Suasana atau pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula sebagai pendukung
atau “penekan” (social pressure) oleh individu-individu anggota masyarakat, sehingga
akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku yang sedang diperkenalkan.
Metode bina suasana dapat berupa :
1. Pelatiha
2. Konferensi pers
3. Dialog terbuka
13

4. Penyuluhan
5. Pendidikan
6. Pertunjukkan tradisional.
7. Diskusi meja bundar (Round table discussiaon)
8. Pertemuan berkala di desa
9. Kunjungan lapangan
10. Studi banding
11. Traveling seminar.
Kemitraan dalam kesehatan berarti menggalang partisipasi semua sektor
untuk meningkatkan harkat hidup dan derajat kesehatan, semua sektor, kelompok masyarakat,
lembaga pemerintah dan non pemerintah bekerjasama berdasarkan kesepakatan dan fungsi
masing-masing.
Untuk menjaga kelanggengan dan keseimbangan bina suasana diperlukan :
a. forum komunikasi
b. dokumen dan data yang up to date (selalu baru)
c. mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat
d. hubungan yang terbuka, serasi dan dinamis dengan mitra
e. menumbuhkan kecintaan terhadap kesehatan
f. memanfaatkan kegiatan dan sumber-sumber dana yang mendukung upaya
pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat
g. adanya umpan balik dan penghargaan
3.3. Pemberdayaan dalam Strategi Promosi Kesehatan
A. Upaya pemberdayaan serangkaian upaya untuk:
1. Self efficacy , maka upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan pendidikan
kesehatan yang terus menerus menggunakan beberapa metode yang cocok, kombinasi
komunikasi massa,komunikasi kelompok serta komunikasi interpersonal. Yang lain
adalah memberikan pelatihan tentang tindakan-tindakan yang diperlukan dalam
kesehatan, dalam upaya-upaya meningkatkan (promotif), upaya pencegahan (preventif),
upaya pengobatan (kuratif) maupun upaya pemulihan (rehabilitatife) sehingga
masyarakat mempunyai kemampuan dan kepercayaan diri untuk mengambil tindakan
yang rasional.
14

2. Health literacy, dimana pada bidang ini diperlukan upaya pendidikan masyarakat tentang
pengenalan tema-tema dan isu kesehatan tertentu dan terkini, serta memberikan pelatihan
sehingga masyarakat yang sudah memahaminya mampu dan mau mengkomunikasikan
kepada anggota masyarakat lain. Sebagai contoh masyarakat mulai diperkenalkan dengan
penyakit-penyakit akibat gaya hidup, misalnya akibat merokok, akibat minum minuman
keras, akibat menyalahgunakan narkotika, dan isu-isu lain.
Dengan demikian, sebenarnya pemberdayaan adalah suatu proses membantu memperkuat
kemampaun masyarakat, sehingga menjembatani jarak komunikasi antara petugas (provider) dan
kelompok sasaran ( target audiences/ communities). Hal ini sangat diperlukan mengingat sifat
dasar dari promosi kesehatan maupun pendidikan kesehatan yang cenderung bersifat top-down.
B. Langkah-langkah Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu sebagai proses dan
sebagai hasil. Sebagai hasil, pemberdayaan masyarakat adalah suatu perubahan yang signifikan
dalam aspek sosial politik dalam aspek sosial politik yang dialami oleh individu dan masyarakat,
yang seringkali berlangsung dalam waktu yang cukup panjang, bahkan seringkali lebih dari 7
tahun (Raeburn,1993).
Sebagai suatu proses, Jackson (1989), Labonte (1994), dan Rissel (1994) mengatakan,
pemberdayaan masyarakat melibatkan beberapa komponen berikut, yaitu:
1. Pemberdayaan personal.
2. Pengembangan kelompok kecil.
3. Pengorganisasian masyarakat.
4. Kemitraan.
5. Aksi sosial dan politik.
Dengan demikian,pemberdayaan masyarakat mempunyai spektrum yang cukup luas,meliputi
jenjang sasaran yang diberdayakan (level of objects), kegiatan internal masyarakat/komunitas
maupun eksternal berbentuk kemitraan (partnership) dan jejaring (networking) serta dukungan
dari atas berbentuk kebijakan politik yang mendukung kelestarian pemberdayaan.
Untuk itu maka pemberdayaan masyarakat dapat dilakasanakan dengan mengikuti langkah-
langkah:
1. Merancang keseluruhan program, termaksud didalamnya kerangka waktu
kegiatan,ukuran program,serta memberikan perhatian kepada kelompok masyarakat yang
15

terpinggirkan.Perancangan program dilakukan menggunakan pendekatan partisipatoris,


dimana antara agen perubahan (pemerintah dan LSM) dan masyarakat bersama-sama
menyusun perencanaan. Perencanaan partisipatoris (participatory planning) ini dapat
mengurangi terjadinya konflik yang muncul antara dua pihak tersebut selama program
berlangsung dan setelah program dievaluasi.Sering terjadi apabila sutu kegiatan berhasil,
banyak pihak bahkan termaksud yang tidak berpartisipasi, berebut saling claim tentang
peran diri maupun kelompoknya. Sebaliknya jika program tidak berhasil, individu
maupun kelompok bahkan yang sebenarnya berkontribusi atas kegagalan tersebut, saling
menyalahkan.
2. Menetapkan tujuan. Tujuan promosi kesehatan biasanya dikembangkan pada tahap
perencanaan dan bisanya berpusat pada mencegah penyakit,mengurangi kesakitan dan
kematian dan manajemen gaya hidup melalui upaya perubahan perilaku yang secara
spesifik berkaitan dengan kesehatan. Adapun tujuan pemberdayaan biasanya berpusat
bagaimana masyarakat dapat mengontrol keputusannya yang berpengaruh pada kesehatan
dan kehidupan masyarakatnya.
3. Memilih strategi pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses yang
terdiri dari lima pendekatan, yaitu: pemberdayaan, pengembangan kelompok kecil,
pengembangan dan penguatan pengorganisasian mayrakat, pengembangan dan penguatan
jaringan antarorganisasi, dan tindakan politik. Strategi pemberdayaan meliputi:
pendidikan masyarakat, mendorong tumbuhnya swadaya masyarakat sebagai pra-syarat
pokok tumbuhnya tanggung jawab sebagai anggota masyarakat (community
responsibility), fasilitasi upaya mengembangkan jejaring antar masyarakat, serta advokasi
kepada pengambil keputusan (decision maker).
4. Implementasi strategi dan manajemen.Implementasi strategi serta manajemen program
pemberdayaan dilakukan dengan cara: a.meningkatkan peran serta pemercaya
(stakeholder), b.menumbuhkan kemampuan pengenalan masalah, c. mengembangkan
kepemimpinan local, d.membangun keberdayaan struktur organisasi, e. meningkatkan
mobilisasi sumber daya, f. memperkuat kemampuan stakeholder untuk “bertanya
mengapa?”, g. meningkatkan control stakeholder atas manajemen program, dan membuat
hubungan yang sepadan dengan pihak luar.
16

5. Evaluasi program.Pemberdayaan masyarakat dapat berlangsung lambat dan lama, bahkan


boleh dikatakan tidak pernah berhenti dengan sempurna. Sering terjadi, hal-hal tertentu
yang menjadi bagian dari pemberdayaan baru tercapai beberapa tahun sesudah kegiatan
selesai.Oleh karenanya, akan lebih tepat jika dievaluasi diarahkan pada proses
pemberdayaannya daripada hasilnya.
3.4. Kemitraan dalam Strategi Promosi Kesehatan
A. Model-model Kemitraan dan Jenis Kemitraan
Secara umum, model kemitraan dalam sektor kesehatan dikelompokkan menjadi dua
(Notoadmodjo, 2003) yaitu:

1. Model I
Model kemitraan yang paling sederhana adalah dalam bentuk jaring kerja
(networking) atau building linkages. Kemitraan ini berbentuk jaringan kerja saja. Masing-
masing mitra memiliki program tersendiri mulai dari perencanaannya, pelaksanaannya
hingga evalusi. Jaringan tersebut terbentuk karena adanya persamaan pelayanan atau
sasaran pelayanan atau karakteristik lainnya.
2. Model II
Kemitraan model II ini lebih baik dan solid dibandingkan model I. Hal ini karena
setiap mitra memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap program bersama. Visi,
misi, dan kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuan kemitraan direncanakan,
dilaksanakan, dan dievaluasi bersama.
Menurut Beryl Levinger dan Jean Mulroy (2004), ada empat jenis atau tipe
kemitraan yaitu:

1. Potential Partnership
Pada jenis kemitraan ini pelaku kemitraan saling peduli satu sama lain tetapi
belum bekerja bersama secara lebih dekat.
2. Nascent Partnership
Kemitraan ini pelaku kemitraan adalah partner tetapi efisiensi kemitraan tidak
maksimal
3. Complementary Partnership
17

Pada kemitraan ini, partner/mitra mendapat keuntungan dan pertambahan


pengaruh melalui perhatian yang besar pada ruang lingkup aktivitas yang tetap dan relatif
terbatas seperti program delivery dan resource mobilization.
4. Synergistic Partnership
Kemitraan jenis ini memberikan mitra keuntungan dan pengaruh dengan masalah
pengembangan sistemik melalui penambahan ruang lingkup aktivitas baru seperti
advokasi dan penelitian.
Bentuk-bentuk/tipe kemitraan menurut Pusat Promosi Kesehatan Departemen
Kesehatan RI yaitu terdiri dari aliansi, koalisi, jejaring, konsorsium, kooperasi dan
sponsorship. Bentuk-bentuk kemitraan tersebut dapat tertuang dalam:
a. SK bersama
b. MOU (Memorantum of understanding)
c. Pokja
d. Forum Komunikasi
e. Kontrak Kerja/perjanjian kerja
B. Tahap – tahap Kemitraan
Untuk mengembangkan kemitraan di bidang kesehatan secara konsep terdiri atas 3
tahap yaitu:
1. Kemitraan lintas program di lingkungan sektor kesehatan sendiri
2. Kemitraan lintas sektor di lingkungan institusi pemerintah
3. Membangun kemitraan yang lebih luas, lintas program, lintas sektor lintas bidang dan lint
as organisasi yang mencakup:
a) Unsur pemerintah
b) Unsur swasta atau dunnia usaha
c) Unsur LSM da organisasi massa
d) Unsur organisasi profesi
18

BAB IV PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Oleh karena konsep perubahan yang terjadi pada individu dan masyarakat juga
dipengaruhi oleh kebijakan maupun perubahahn organisasi, dan politik bahkan faktor ekonomi,
maka lingkungan yang mendukung perubahan prilaku menjadi penting. Oleh karena itu,
advokasi sebagai salah satu strategi promosi kesehatan untuk mendukung perubahan perilaku
individu maupun masyarakat menjadi penting. Advokasi pada hakekatnya adalah bekerja dengan
dan organisasi untuk membuat suatu perubahan, suatu proses dimana orang terlibat dalam proses
pembuatan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Dengan demikian, advokasi menjadi suatu pengetahuan maupun keterampilan yang akan
sangat membantu bagi mereka yang berkecimpung dalam bidang ksehatan
masyarakat.karenamasalah ksehatan perlu juga memberoleh perahtian dari para pembuat
keputusan terkait diluar bidang ksehatan, maka advokasi masalah kesehatan sendiri bagi hal
layak di luar kesehatan juga menjadi salah satu tugas yang harus dilakukan dalam bidang
promosi kesehatan.
Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong
individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan atau bina
suasana sama juga dengan Dukungan sosial adalah ketersediaan sumber daya yang memberikan
kenyamanan fisik dan psikologis sehingga kita dapat melaksanakan kehidupan dengan baik,
dukungan sosial ini adalah orang lain yang berinteraksi dengan petugas. Contoh nyata adalah
dukungan sarana dan prasarana ketika kita akan melakukan promosi kesehatan atau informasi
yang memudahkan kita atau dukungan emosional dari masyarakat sehingga promosi yang
diberikan lebih diterima.
Empowerment yang dalam bahasa Indonesia berarti “pemberdayaan”, adalah sebuah
konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat kebudayaan
Barat, utamanya Eropa. Memahami konsep empowermentsecara tepat harus memahami latar
belakang kontekstual yang melahirkannya. Konsep empowerment mulai nampak sekitar dekade
70-an dan terus berkembang hingga 1990-an. (Pranarka & Vidhyandika,1996).
Secara teoritis, Eisler dan Montuori (1997) membuat pernyataan yang menarik yang
berbunyi bahwa “memulai dengan mengakui dan memahami kemitraan pada diri sendiri dan
orang lain, dan menemukan alternatif yang kreatif bagi pemikiran dan perilaku dominator
19

merupakan langkah pertama ke arah membangun sebuah organisasi kemitraan.” Dewasa inigaya-
gaya seperti perintah dan kontrol kurang dipercaya. Di dunia baru ini, yang dibicarakan orang
adalah tentang karyawan yang “berdaya”, yang proaktif, karyawan yang berpengetahuan yang
menambah nilai dengan menjadi agen perubahan.
4.2. SARAN
Dalam memberikan promosi kesehatan mencakup advokasi, bina suasana, pemberdayaan,
dan kemitraan diharapkan dapat bekerja sama antara individu dan organiasi dalam membuat
suatu perubahan.
DAFTAR RUJUKAN

Soekidko Notoadmojo, Promosi Kesehatan, penenrbit Rineka Cipta, Jakarta, 2010.

Anonym, 2009. Model Kemitraan Keperawatan Komunitas DalamPengembangan Kesehatan .


Dinas Kesehatan kabupaten Ngawi (online).( http://www.dinkesngawi.net/ di akses 2
Oktober 2009).

Anonym. 2007. Prinsip-prinsip Kemitraan. Sebuah Pernyataan Komitmen .


Global Humanitarian Platform (online). (www.globalhumanitarianplatform.org di akses
2 Oktober 2009)

http://documents.tips/documents/kemitraan-dalam-promosi-kesehatan.html

Anda mungkin juga menyukai