Radikulopati
Radikulopati
A. Definisi
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan
struktur radiks akibat proses patologis yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf
dengan pola gangguan bersifat dermatomal.
B. Etiologi
Terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya radikulopati, yaitu proses kompresif,
proses inflamasi, dan proses degeneratif sesuai dengan struktur dan lokasi terjadinya
proses patologis.
1. Proses Kompresif
Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan radikulopati
adalah :
a. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus
b. Dislokasi traumatik
c. Fraktur kompresif
d. Skoliosis
e. Tumor medulla spinalis
f. Neoplasma tulang
g. Spondilosis
h. Spondilolistesis dan Spondilolisis
i. Stenosis spinal
j. Spondilitis tuberkulosis
k. Spondilosis servikal
2. Proses Inflamasi
Kelainan-kelainan inflamasi sehingga mengakibatkan radikulopati adalah :
a. Guillain–Barré syndrome
b. Herpes Zoster
C. Tipe-tipe Radikulopati
1. Radikulopati Lumbar
Radikulopati lumbar merupakan bentuk radikulopati pada daerah lumbar yang
disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Radikulopati lumbar
sering juga disebut siatika. Pada radikulopati lumbar, keluhan nyeri punggung bawah
(low back pain) sering didapatkan.
2. Radikulopati Servikal
Radikulopati servikal umumnya dikenal dengan “saraf terjepit” merupakan kompresi
pada satu atau lebih radiks saraf pada leher. Gejala pada radikulopati servikal
seringnya disebabkan oleh spondilosis servikal.
3. Radikulopati Torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari kompresi saraf pada
punggung tengah. Daerah ini strukturnya tidak banyak membengkok seperti pada
daerah lumbar atau servikal. Oleh karena itu, area toraks lebih jarang menyebabkan
sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering ditemukan pada bagian ini adalah nyeri
pada infeksi herpes zoster.
D. Patofisiologi
1. Proses Kompresif pada Lumbal Spinalis
Pergerakan antara vertebral L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa sehingga lebih
sering terjadi gangguan. Vertebra lumbalis memiliki beban yang besar untuk
menahan bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi, nukleus, dan jaringan
lunaknya lebih besar dan kuat. Pada banyak kasus, proses degenerasi dimulai
pada usia lebih awal seperti pada masa remaja dengan degenerasi nukleus
pulposus yang diikuti protusi atau ekstrasi diskus. Secara klinis yang sangat
penting adalah arah protusi ke posterior, medial, atau ke lateral yang
menyebabkan tarikan malah robekan nukleus fibrosus.
Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari
radiks. Protusi diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan berhubungan
dengan riwayat trauma sebelumnya. Bila proses ini berlangsung secara
progresif dapat terbentuk osteofit. Permukaan sendi menjadi malformasi dan
tumbuh berlebihan, kemudian terjadi penebalan dari ligamentum flavum.
B. Dislokasi Traumatik
Pada trauma yang menimbulkan dislokasi dari sendi faset vertebra akan
menimbulkan nyeri punggung yang hebat. Keadaan ini akan menyebabkan
penyempitan foramen intervertebral, sehingga radiks dan jaringan yang
berdekatan mengalami iritasi dan kompresi di dalam kanalnya dengan gejala-
gejala radikuler.
C. Fraktur Kompresif
Pada fraktur yang bersifat kompresif, bila terjadi penekanan pada radiks atau
penyempitan pada foramen intervertebral yang dapat mengenai satu atau lebih
radiks saraf akan menimbulkan defisit neurologi.
F. Neoplasma Tulang
Tumor ganas dapat merupakan tumor primer dari tulang ataupun sekunder hasil
metastase dari tempat lain, seperti kelenjar mammae, paru-paru, prostat, tiroid,
ginjal, lambung, dan uterus.
Tumor ganas primer yang sering ditemukan adalah multiple myeloma yang
menyerang dan merusak tulang terutama pada laki-laki dewasa tua berusia 40
tahun. Dapat menyebabkan kolaps vertebra dengan keluhan pertama ialah nyeri
punggung.
Tumor ganas sekunder juga sering ditemukan pada vertebra, dapat merupakan
tumor osteoblastik (metastasis dari kelenjar mammae) atau osteolitik yang dapat
berasal dari kelenjar mammae, paru-paru, ginjal, dan tiroid. Tumor tersebut
menyebabkan destruksi tulang dengan akibat “wedge shape” atau kolaps pada
vertebra yang terkena, satu atau beberapa radiks akan ikut terlibat.
G. Spondilosis
Spondilosis merupakan penyakit degeneratif pada tulang belakang. Bila usia
bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang belakang, yang
terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan ke semua arah
dari annulus fibrosus. Annulus mengalami kalsifikasi dan perubahan hipertrofik
I. Stenosis Spinal
Stenosis spinal merupakan penyempitan kanal medulla spinalis yang mungkin
terjadi secara kongenital atau menyempit karena penonjolan annulus, hipertrofi
sendi faset, atau ligamen longitudinal posterior yang tebal atau mengeras,
sehingga menekan saraf yang mengandung beberapa radiks.
Penyempitan kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh pedikel yang pendek karena
kongenital, lamina dan sendi faset yang tebal, kurva skoliosis, dan lordotik.
4. Proses Inflamasi
A. Guillain–Barré syndrome
Guillain-Barré syndrome (GBS) merupakan kelainan sistem imun tubuh yang mana
menyerang bagian dari system saraf perifer. Gejala pertama dari kelainan ini
derajatnya bervariasi meliputi kelemahan atau sensasi kesemutan pada kedua
tungkai kaki. Dalam banyak kasus kelemahan simetris dan sensasi abnormal
menyebar ke lengan dan tubuh bagian atas. Gejala ini dapat meningkatkan intensitas
sampai otot-otot tertentu tidak dapat digunakan sama sekali dan, bila berat, pasien
GBS hampir mengalami lumpuh total. Dalam kasus-kasus gangguan yang
mengancam kehidupan - berpotensi mengganggu pernapasan dan, pada saat yang
bersamaan, dengan gangguan tekanan darah atau denyut jantung - dan dianggap
sebagai kegawatdaruratan medis. Pasien GBS sering memakai ventilator untuk
membantu pernapasan dan diawasi dengan ketat untuk masalah seperti detak
jantung yang tidak normal, infeksi, pembekuan darah, dan tekanan darah tinggi atau
rendah.
Guillain-Barré dapat mempengaruhi siapa pun. Hal ini bisa menyerang pada usia
berapa pun dan kedua jenis kelamin sama-sama rentan terhadap gangguan tersebut.
Sindrom ini jarang terjadi, namun, hanya menyerang sekitar satu orang dalam
100.000 populasi. Biasanya Guillain-Barré terjadi beberapa hari atau minggu setelah
pasien memiliki gejala infeksi virus pernapasan atau pencernaan. Kadang-kadang
operasi akan memicu sindrom. Dalam kasus yang jarang vaksinasi dapat
meningkatkan risiko GBS.
Setelah manifestasi klinis pertama dari penyakit, gejala dapat berkembang selama
beberapa jam, hari, atau minggu. Kebanyakan pasien GBS mencapai tahap
kelemahan terbesar dalam 2 minggu pertama setelah gejala muncul. Gejala-gejala
yang dapat timbul pada pasien GBS adalah kehilangan sensitivitas, seperti
kesemutan, kebas (mati rasa), rasa terbakar, atau nyeri, dengan pola persebaran
yang tidak teratur dan dapat berubah-ubah. Kelumpuhan pada pasien GBS biasanya
Menurut penelitian, penyebab GBS ialah adanya sistem kekebalan tubuh yang
menyerang tubuh itu sendiri, yang dikenal sebagai penyakit autoimun. Biasanya sel-
sel dari sistem kekebalan tubuh menyerang hanya material asing dan organisme
yang masuk tubuh atau kita sebut sebagai antigen. Pada sindrom Guillain-Barré,
sistem kekebalan tubuh mulai menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi
akson dari saraf perifer, atau bahkan menyerang akson itu sendiri.
Pada penyakit di mana selubung mielin saraf perifer “yang injuri atau rusak”, saraf
tidak bisa mengirimkan sinyal secara efisien. Itulah sebabnya otot-otot mulai
kehilangan kemampuan mereka untuk merespon perintah otak, perintah yang harus
dilakukan melalui jaringan saraf. Otak juga menerima sinyal sensorik lebih sedikit
dari seluruh tubuh, yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk merasakan tekstur,
panas, nyeri, dan sensasi lainnya. Secara bergantian, otak dapat menerima sinyal
yang tidak tepat yang mengakibatkan kesemutan, "crawling-skin" atau sensasi nyeri.
Karena sinyal menuju dan dari lengan serta kaki harus melakukan perjalanan jarak
terpanjang mereka yang paling rentan terhadap gangguan, sehingga kelemahan otot
dan sensasi kesemutan biasanya pertama kali muncul di tangan dan kaki kemudian
mulai dirasakan kebagian atas tubuh.
Ketika Guillain-Barré didahului oleh infeksi virus atau bakteri, maka kemungkinan
virus atau bakteri tersebut telah mengubah sifat sel dalam sistem saraf sehingga
sistem kekebalan tubuh memperlakukan mereka sebagai sel asing. Hal ini juga
memungkinkan bahwa virus membuat sistem kekebalan tubuh menjadi kurang
mengenali sel myelin dan akson sebagai sel tubuhnya sendiri , yang memungkinkan
beberapa sel-sel kekebalan, seperti beberapa jenis limfosit dan makrofag, untuk
menyerang myelin. Limfosit T yang tersensitisasi bekerja sama dengan limfosit B
untuk memproduksi antibodi terhadap komponen selubung mielin dan dapat
berkontribusi pada kerusakan myelin.
B. Herpes Zoster
Herpes zoster paling sering termanifestasi pada satu atau lebih ganglia vertebra
posterior atau ganglia sensoris kranial, kemungkinan karena partikel virus yang
menetap dalam ganglia ini dalam keadaan tidak aktif sejak episode awal varicella.
Hal ini menyebabkan rasa sakit dan temuan karakteristik kutaneus sepanjang
dermatom sensoris yang sesuai dari ganglia yang terlibat. Jarang melibatkan sel
5. Proses Degeneratif
a. Jalur Poliol
Hiperglikemia menyebabkan peningkatan kadar glukosa intraseluler dalam saraf,
menyebabkan saturasi pada jalur glikolisis normal. Glukosa ekstra masuk ke dalam
proses jalur poliol dan diubah menjadi sorbitol dan fruktosa oleh enzim aldosa
reduktase dan sorbitol dehidrogenase. Akumulasi dari sorbitol dan fruktosa
menyebabkan myoinositol saraf berkurang, menurunkan aktivitas membran Na+/ K+-
ATPase, mengganggu transportasi aksonal, dan terjadi gangguan struktural saraf,
menyebabkan potensial aksi menjadi abnormal.
b. Produk Akhir Glikasi Lanjut (Advanced Glycation End Products-AGE)
Reaksi nonenzimatik dari glukosa berlebih dengan protein, nukleotida, dan hasil lipid
pada produk akhir glikasi lanjut (AGE), kemungkinan memiliki peran dalam
mengganggu integritas neuronal dan mekanisme perbaikan melalui gangguan
metabolisme sel saraf dan transportasi aksonal.
c. Stress Oksidatif
Peningkatan produksi radikal bebas pada diabetes dapat merugikan melalui
beberapa mekanisme yang belum sepenuhnya dipahami. Ini termasuk kerusakan
langsung pada pembuluh darah yang menyebabkan iskemia saraf dan memfasilitasi
dari reaksi AGE.
a. Gejala Sensoris
Neuropati sensorik biasanya onsetnya perlahan dan menunjukkan distribusi stoking-
dan-sarung tangan (stocking-and-glove distribution) di ekstremitas distal. Gejala
b. Gejala Motorik
Kelainan motorik meliputi kelemahan distal, proksimal, atau beberapa kelemahan
yang bersifat fokal. Pada ekstremitas atas, gejala motor distal meliputi gangguan
koordinasi halus pada tangan, seperti membuka tutup botol atau mengunci pintu.
Kaki sering terpeleset atau jatuh dan lecet kemungkinan merupakan gejala awal dari
kelemahan kaki. Gejala kelemahan anggota gerak bawah proksimal meliputi
kesulitan menaiki atau meuruni tangga, atau sulit bangun dari posisi duduk atau
terlentang. Sedangkan gejala kelemahan anggota gerak atas proksimal ialah
kesulitan dalam mengangkat lengan atas.
Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada servikal,
torakal, atau lumbar). Nyeri radikular yang muncul akibat lesi iritaif di radiks posterior
tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan.
Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai, dinamakan iskialgia,
karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan nervus iskiadikus dan lanjutannya ke
perifer. Radikulopati setinggi segmen torakal jarang terjadi, karena segmen ini lebih rigid
daripada segmen servikal maupun lumbar. Jika terjadi radikulopati setinggi segmen
torakal, maka akan timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen, dan panggul.
Radikulopati Servikal
Mendapatkan riwayat penyakit yang rinci merupakan hal yang penting untuk
menegakkan diagnosis dari radikulopati servikal. Pemeriksa harus mengajukan
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
1. Pertama, apa keluhan utama pasien (misalnya : nyeri, mati rasa (baal), kelemahan
otot), dan lokasi dari gejala?
Skala analog visual dari 0-10 dapat digunakan untuk menentukan tingkat nyeri
yang dirasakan oleh pasien.
Gambar anatomi nyeri juga dapat membantu dokter dalam memberikan suatu
tinjauan singkat pola nyeri pada pasien.
2. Apakah aktivitas dan posisi kepala dapat memperparah atau meringankan
gejalanya?
Informasi ini dapat membantu baik untuk mendiagnosis maupun dalam
penatalaksanaannya.
3. Apakah pasien pernah mengalami cedera diarea leher? Jika iya, kapan terjadinya,
seperti apa mekanisme terjadi cederanya, dan apa yang dilakukan pada saat itu?
4. Apakah pasien pernah mengalami episode gejala serupa sebelumnya atau nyeri
leher yang terlokalisir?
5. Apakah pasien memiliki gejala sugestif dari myelopathy servikal, seperti perubahan
gaya berjalan, disfungsi usus atau kandung kemih, atau perubahan sensoris atau
kelemahan pada ekstremitas bawah?
6. Apa pengobatan sebelumnya yang telah dicoba oleh pasien (baik berupa resep
dokter atau mengobati sendiri) :
Penggunaan dari es dan/atau penghangat
Obat-obatan (seperti : acetaminophen, aspirin, nonsteroidal anti-inflammatory
drugs [NSAIDs])
Terapi fisik, traksi, atau manipulasi
Suntikan
Operasi
7. Tanyakan riwayat sosial pasien, meliputi olahraga dan posisi pasien, pekerjaan, dan
penggunaan dari nikotin dan / atau alkohol.
8. Kekhasan pasien dengan radikulopati servikal ialah datang dengan mengeluh adanya
ketidaknyamanan pada leher dan lengan. Ketidaknyamanan tersebut dapat berupa
sakit tumpul sampai nyeri hebat seperti rasa terbakar. Biasanya, nyerinya ini
menjalar menuju batas medial skapula, dan keluhan utama pasien ialah nyeri bahu.
Ketika radikulopatinya sedang berlangsung, nyeri tersebut menjalar menuju lengan
atas atau bawah dan menuju tangan, sepanjang distribusi sensori dari radiks saraf
yang terlibat.
9. Pasien yang lebih tua kemungkinan memiliki episode sakit leher sebelumnya atau
membeitahukan riwayat memiliki radang sendi tulang servikal atau leher.
Radikulopati Lumbal
1. Timbulnya gejala pada pasien dengan radikulopati lumbosakral sering tiba-tiba dan
berupa LBP (nyeri punggung bawah). Beberapa pasien menyatakan nyeri punggung
yang sudah ada sebelumnya menghilang ketika sakit pada kaki mulai terasa.
2. Duduk, batuk, atau bersin dapat memperburuk rasa sakit, yang berjalan dari bokong
turun ke tungkai kaki posterior atau posterolateral menuju pergelangan kaki atau
kaki.
3. Tanyakan penjalaran dari nyerinya, kelemahan otot, dan adanya perubahan postur
tubuh, cara duduk dan berdiri, kesulitan ketika berdiri setelah duduk atau berbaring,
dan perubahan dalam posisi berjalan.
4. Tanyakan apakah ada gangguan sensasi (seperti : kesemutan, baal, dan rasa
terbakar) dan gangguan dalam berkemih ataupun defekasi.
5. Ketika memperoleh riwayat pasien, waspadai setiap red flags (yaitu, indikator
kondisi medis yang biasanya tidak hilang dengan sendirinya tanpa manajemen). Red
flags tersebut dapat menyiratkan kondisi yang lebih rumit yang memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut (misalnya, tumor, infeksi). Adanya demam, penurunan
berat badan, atau menggigil memerlukan evaluasi menyeluruh. Usia pasien juga
merupakan faktor ketika mencari kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala
pasien. Individu dengan usia kurang dari 20 tahun dan yang lebih dari 50 tahun
memiliki risiko keganasan lebih tinggi yang dapat menyebabkan nyeri (misalnya,
tumor, infeksi).
G. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah suatu hal yang penting. Penting memperhatikan
abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan
neurologis harus diperhatikan :
Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan gangguan
saraf perifer dan segmental.
Lhermitte’s Test
4. Tes Distraksi
Tes ini dilakukan ketika pasien sedang merasakan nyeri radikuler. Pembuktian
terhadap adanya penjepitan dapat diberikan dengan tindakan yang mengurangi
penjepitan itu, yakni dengan mengangkat kepala pasien sejenak.
Distraction Test
2. Modifikasi/Variasi Tes Lasegue (Bragard’s Sign, Sicard’s Sign, dan Spurling’s Sign)
Merupakan modifikasi dari tes Lasegue yang mana dilakukan tes Lasuge disertai dengan
dorsofleksi kaki (Bragard’s Sign) atau dengan dorsofleksi ibu jari kaki (Sicard’s Sign).
Dengan modifikasi ini, stretching nervus iskiadikus di daerah tibial menjadi meningkat,
sehingga memperberat nyeri. Gabungan Bragard’s sign dan Sicard’s sign disebut
Spurling’s sign.
5. Naffziger Tests
Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit. Tekanan harus
dilakukan hingga pasien mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya. Kompresi vena
jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff, dengan tekanan 40
mmHg selama 10 menit. Dengan penekanan tersebut, dapat mengakibatkan tekanan
intrakranial meningkat. Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal, dapat
menimbulkan nyeri radikular pada pasien dengan space occupying lesion yang menekan
radiks saraf. Pada pasien ruptur diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular
pada radiks saraf yang bersangkutan.Pasien dapat diperiksa dalam keadaan berbaring
atau berdiri.
3. Myelography
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yang detail, terutama elemen
osseus vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif, karena melibatkan
penetrasi pada ruang subarakhnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai tes
preoperative dan seringkali dilakukan bersamaan dengan CT-Scan.
5. Laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid, fosfatase
alkali/asam, dan kalsium.
Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.
I. Diagnosis Banding
1. Radikulopati Servikal
- Cedera Pleksus Brakhialis
- Rotator Cuff Injury
2. Radikulopati Lumbar
- Cedera Diskus Lumbosakral
J. Penatalaksanaan
1. Terapi Non Farmakologi
a. Akut :
- Imobilisasi
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
- Modalitas termal (terapi panas dan dingin)
- Pemijatan
- Traksi (tergantung kasus)
- Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat)
b. Kronik
- Terapi psikologis
- Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas termal)
- Latihan kondisi otot
- Rehabilitasi vokasional
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
2. Terapi Farmakologi
- NSAIDs
Contoh : Ibuprofen
Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan cara
menurunkan sintesis prostaglandin
Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 300 – 800 mg per oral setiap 6 jam (4x1 hari) atau 400 – 800 mg
IV setiap 6 jam jika dibutuhkan
- Tricyclic Antidepressants
Contoh : Amitriptyline
Mekanisme Aksi : Menghambat reuptake serotonin dan / atau
norepinefrin oleh membran saraf presynaptic, dapat meningkatkan
konsentrasi sinaptik dalam SSP. Berguna sebagai analgesik untuk nyeri
kronis dan neuropatik tertentu.
Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 100 – 300 mg 1x1 hari pada malam hari
- Muscle Relaxants
Contoh : Cyclobenzaprine
B. Klasifikasi Nyeri
1. Berdasarkan Waktu
a. Nyeri Akut
Berlangsung dalam beberapa detik, atau paling lama sampai beberapa minggu,
biasanya bersifat nosiseptif
b. Nyeri Kronik
Nyeri yang menetap, berlangsung selama ± 3-6 bulan, dapat bersifat nosiseptif,
neuropatik, atau gabungan keduanya.
2. Nyeri Neuropatik
Nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada sistem
saraf, baik sentral maupun perifer. Beberapa pasien yang mengalami nyeri
neuropatik menggambarkan nyerinya sebagai nyeri yang aneh, tidak biasa, yang
mungkin dapat berupa sensasi nyeri terbakar atau tersengat listrik.
3. Nyeri Psikogenik
Sebagian besar pasien dengan nyeri kronik memiliki gangguan psikologis. Pasien
kemungkinan dapat menjadi cemas atau depresi, atau mengalami kesulitan dalam
menghadapi masalah. Masalah psikologis bukan hanya suatu konsekuensi nyeri,
tetapi juga berkontribusi terhadap nyeri itu sendiri. Nyeri psikogenik merupakan
suatu istilah sederhana untuk semua jenis nyeri yang hanya dapat dijelaskan secara
psikologis, tanpa adanya kerusakan jaringan dan sistem saraf sebagai penyebab
utamanya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton & Hall. Textbook of Medical Physiology 11th Edition
2. Adams and Victor’s. Principle of Neurology 8th Edition
3. Richard S. Snell. Clinical Neuroanatomy 6th Edition
4. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI. Edisi Ketiga
5. http://emedicine.medscape.com/article/94118-clinical . Cervical Radiculopathy Clinical
Presentation. Diakses 20 Oktober 2012, pkl : 08.00 WIB
6. http://emedicine.medscape.com/article/95025-overview. Lumbosacral Radiculopathy.
Diakses 20 Oktober 2012, pkl : 09.00 WIB
7. http://www.theacpa.org/default.aspx. American Chronic Pain Association - The ACPA –
American Chronic Pain Association. Diakses pkl : 10.00 WIB
8. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/pain.html#cat59 . Pain: MedlinePlus. Diakses 20
Oktober 2012, pkl : 13.00 WIB