Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

HELLP SYNDROME

Pembimbing:

Dr.Marwan Sp.OG

Disusun oleh:

Romulus P Sianipar 100100180

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya, makalah
ini dapat diselesaikan tepat waktu.

Ucapan terima kasih dan penghargaan saya sebagai penyusun ucapkan


kepada Dr. dr. Letta S Lintang, M.Ked(OG), Sp.OG(K) sebagai pembimbing di
Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP. Haji Adam Malik Medan Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan waktunya dalam membimbing dan
membantu selama pelaksanaan makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
sebab itu, segala kritik dan saran yang membangun atas makalah ini dengan
senang hati penyusun terima. Penyusun memohon maaf atas segala kekurangan
yang diperbuat dan semoga penyusun dapat membuat makalah lain yang lebih
baik di kemudian hari.
Akhir kata, penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca.

Medan, April 2015

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................................
i
Daftar Isi..............................................................................................................................
ii
Bab I Pendahuluan..........................................................................................................
1
1.1. Latar belakang ...............................................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................
2
1.3. Tujuan Penulisan ...........................................................................................
2
1.4. Manfaat Penulisan .........................................................................................
2
Bab II Tinjauan Pustaka....................................................................................................
3
2.1. Definisi...........................................................................................................
3
2.2. Epidemiologi .................................................................................................
3
2.3. Klasifikasi ……………………………………………………………..........
3
2.4. Etiologi ………………………………………..............................................
4
2.5. Patofisiologi ...................................................................................................
5
2.6. Gejala Klinis...................................................................................................
5
2.7. Diagnosis........................................................................................................
7

ii
2.8. Penatalaksanaan..............................................................................................
8
2.9. Prognosa.........................................................................................................
12
Bab III Laporan Kasus.......................................................................................................
13
Bab IV Diskusi ................................................................................................................
24
Bab V Kesimpulan ..........................................................................................................
26
Daftar Pustaka ....................................................................................................................
27

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sindroma HELLP yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated Liver


Enzymes dan Low Platelet counts pertama sekali dilaporkan oleh Louis Weinstein
tahun 1982 pada penderita preeklamsia berat. Sindroma ini merupakan kumpulan
gejala multisistem pada penderita preeklamsia berat dan eklamsia yang terutama
ditandai dengan adanya hemolisis, peningkatan kadar enzym hepar dan penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia).
Sindroma HELLP dikatakan merupakan varian yang unik preeklampsia.
Sekali berkembang dengan cepat dapat menyebabkan penderita menjadi gawat,
berakhir dengan kegagalan fungsi hati dan ginjal, repiratory distress syndrome
pada penderita dan kematian ibu dan janin.
Kadang-kadang sindroma ini sulit atau salah didiagnosa, karena
munculnya cepat dan bisa mendahului tanda-tanda preeklampsia atau dapat juga
didiagnosa sebagai hepatitis, kelainan gastrointestinal dan kandung empedu,
apendisitis ataupun pielonepritis.
Batasan sindroma HELLP sampai saat ini masih kontroversi. Menurut
Godlin, Sindroma HELLP merupakan bentuk awal preeklampsia berat. Weinstein
melaporkan sindroma HELLP merupakan varian unik preeklampsia. Di lain pihak
banyak penulis melaporkan bahwa sindroma HELLP merupakan bentuk yang
ringan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) yang terlewatkan karena
pemeriksaan laboratorium yang tidak adekuat.
Salah satu alasan yang menyebabkan kontroversi terhadap sindroma ini
adalah karena perbedaan dalam kriteria diagnostik dan metode yang digunakan.
Walaupun hampir semua peneliti sepakat bahwa sindroma ini merupakan pertanda
keadaann penyakit yang berat dan dengan prognosis yang buruk.
Insiden sindroma HELLP sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Hal ini disebabkan karena onset sindroma inisulit diduga serta gambaran klinisnya
sangat bervariasi dan perbedaan dalam kriteria diagnosis. Insiden sindroma

1
HELLP berkisar 2-12% dari pasien dengan preeklampsia berat, dan berkisar 0,2
sampai 0,6% dari seluruh kehamilan.
Sampai saat ini penanganan sindroma HELLP masih kontroversi.
Beberapa peneliti menganjurkan terminasi kehamilan dengan segera tanpa
memperhitungkan usia kehamilan, mengingat besarnya resiko maternal serta
jeleknya luaran perinatal apabila kehamilan diteruskan. Beberapa peneliti lain
menganjurkan pendekatan yang konservatif untuk mematangkan paru-paru janin
dan memperbaiki gejala klinis ibu. Namun semua peneliti sepakat bahwa
terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi definitif.1

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah tinjauan teoritis, temuan klinis, serta penatalaksanaan hellp
syndrome di Ruang Rawat Inap Terpadu (RINDU) B-1 RSUP H. Adam Malik
Medan?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya:
1. Menelaah lebih dalam tentang tinjauan teoritis hellp syndrome
2. Memaparkan pembahasan klinis hellp syndrome dari segi terminologis,
etiologi, kriteria diagnostik, penatalaksaan serta prognosis dan komplikasi

1.4 Manfaat Penulisan


1. Menjadi sumber informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai hellp
syndrome
2. Menjadi media mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat
mengenai hellp syndrome

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Sindroma HELLP yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated Liver
Enzymes dan Low Platelet counts pertama sekali dilaporkan oleh Louis Weinstein
tahun 1982 pada penderita preeklamsia berat. Sindroma ini merupakan kumpulan
gejala multisistem pada penderita preeklamsia berat dan eklamsia yang terutama
ditandai dengan adanya hemolisis, peningkatan kadar enzim hepar dan penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia).1

2.2. Epidemiologi
Insiden sindroma HELLP sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Hal ini
disebabkan karena onset sindroma inisulit diduga serta gambaran klinismya
sangat bervariasi dan perbedaan dalam kriteria diagnosis. Insiden sindroma
HELLP berkisar 2-12% dari pasien dengan preeklampsia berat, dan berkisar 0,2
sampai 0,6% dari seluruh kehamilan.1

2.3. Klasifikasi
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, ada dua klasifikasi pada sindoma
HELLP. Menurut Audibert dkk, dikatakan sindroma HELLP partial apabila hanya
dijumpai satu atau lebih perubahan parameter sindroma HELLP seperti hemolysis
(H), elevated liver enzymes (EL) dan low platelet (LP). Dan sindroma HELLP
murni apabila dijumpai perubahan pada ketiga parameter tersebut. Selanjutnya
sindroma HELLP partial dapat dibagi atas beberapa sub grup, yaitu Hemolysis
(H), Low Platelet counts (LP), Hemolysis + low platelet counts (H+LP), dan
hemolysis + elevated liver enzymes (H+EL).
Klasifikasi yang kedua hanya berdasarkan jumlah platelet. Menurut
klasifikasi ini, Martin mengelompokkan penderita sindroma HELLP dalam 3
kategori, yaitu: kelas I jumlah platelet ≤ 50.000/mm3, kelas II jumlah platelet >
50.000 - ≤ 100.000/mm3 dan kelas III jumlah platelet > 100.000 - ≤ 150.000/
mm3.1

3
Tabel 1 Klasifikasi Sindroma HELLP

2.4. Etiologi
Etiologi dan patogenesis dari sindroma HELLP ini selalu dihubungkan dengan
preeklampsia, walaupun etiologi dan patogenesis dari preeklampsia sampai saat
ini juga belum dapat diketahui dengan pasti. Banyak teori yang dikembangkan
dari dulu hingga kini untuk mengungkapkan patogenesis dari preeklampsia,
namun dalam dekade terakhir ini perhatian terfokus pada aktivasi atau disfungsi
dari sel endotel. Tetapi apa penyebab dari perubahan endotel ini belum juga
diketahui dengan pasti. Saat ini ada empat buah hipotesis yang sedang diteliti
untuk mengungkapkan etiologi dari preeklampsia, yaitu : iskemia plasenta, Very
Low Density Lipoprotein versus aktivitas pertahanan toksisitas, maladaptasi imun
dan penyakit genetik. Sindroma HELLP ini merupakan manifestasi akhir dari
hasil kerusakan endotel mikrovaskular dan aktivasi dari trombosit intravaskular.2,3

2.5. Patofisiologi
Terjadinya sindroma HELLP merupakan manifestasi akhir kerusakan endotel
mikrovaskular dan aktivasi platelet intravaskular. Pada sindroma HELLP terjadi

4
anemia mikroangiopati akibat fragmentasi, sel darah merah akan lebih mudah
keluar dari pembuluh darah yang telah mengalami kebocoran akibat kerusakan
endotel dan adanya deposit fibrin. Pada gambran darah tepi akan terlihat
gambaran spherocytes, schistoscytes, triangular cell dan burr cell.
Pada sindroma HELLP terjadi perubahan pada hepar. Pada gambaran
histopatologisnya terlihat nekrosis parenkim periportal atau fokal yang disertai
dengan deposit hialin dari bahan seperti fibrin yang terdapat pada sinusoid.
Adanya mikrotrombi dan deposit fibrin pada sinusoid tersebut menyebabkan
obstruksi aliran darah di hepar yang akan merupakan dasar terjadinya peningkatan
enzim hepar dan terdapatnya nyeri perut kwadran kanan atas. Gambaran nekrosis
seluler dan pendarahan dapat terlihat dengan MRI. Pada kasus yang berat dapat
dijumpai adanya pendarahan intrahepatik dan hematom subkapsular atau ruptur
hepar.
Penurunan jumlah platelet pada sindroma HELLP disebabkan oleh
meningkatnya komsumsi atau destruksi platelet. Meningkatnya komsumsi platelet
terjadi karena agregasi platelet yang diakibatkan karena kerusakan sel endotel,
penurunan produksi prostasiklin, proses imunologis maupun peningkatan jumlah
radikal bebas.
Beberapa penelitian berangapan bahwa DIC merupakan proses primer
yang terjadi pada sindroma HELLP. Walaupun gambran histopatologis
mikrotrombi yang mirip antara sindroma HELLP dan DIC tetapi pada sindroma
HELLP tidak terjadi koagulopati intravaskular. Pada sindroma HELLP terjadi
mikroangiopati dan kadar fibrinogen yang normal.1

2.6. Gejala Klinis1,2


1. Hemolisis
Tanda hemolisis dapat dilihat dari ptekie, ekimosis, hematuria dan secara
laboratorik adanya Burr cells pada apusan darah tepi.
2. Elevated liver enzymes
Dengan meningkatnya SGOT, SGPT (> 70 iu) dan LDH (> 600 iu) maka
merupakan tanda degenerasi hati akibat vasospasme luas. LDH > 1400 iu,
merupakan tanda spesifik akan kelainan klinik.

5
3. Low platelets
Jumlah trombosit < 100.000/mm3 merupakan tanda koagulasi intravaskuler.

Sindroma HELLP merupakan salah satu keadaan preeklampsia yang


memburuk yang dapat didiagnosis dengan parameter laboratorium, sementara
proses kerusakan endotel juga terjadi diseluruh sistem tubuh, karenanya
diperlukan suatu parameter yang lebih dini dimana preeklampsia belum sampai
menjadi perburukan, dan dapat ditatalaksana lebih awal yang akan menurunkan
terutama morbiditas dan mortalitas ibu, dan mendapatkan janin se-
viable mungkin. 1,2

Pada pemeriksaan darah tepi terdapat bukti-bukti hemolisis dengan adanya


kerusakan sel eritrosit, antara lain burr cells, helmet cells. Hemolisis ini
mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin dan lactate dehydrogenase (LDH).
Disfungsi hepar direfleksikan dari peningkatan enzim hepar yaitu Aspartate
transaminase (AST/GOT), Alanin Transaminase (ALT/GPT), dan juga
peningkatan LDH. Semakin lanjut proses kerusakan yang terjadi, terdapat
gangguan koagulasi dan hemostasis darah dengan ketidaknormalan protrombin
time, partial tromboplastin time, fibrinogen, bila keadaan semakin parah dimana
trombosit sampai dibawah 50.000 /ml biasanya akan didapatkan hasil-hasil
degradasi fibrin dan aktivasi antitrombin III yang mengarah
terjadinya Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Insidens DIC pada
sindroma hellp 4-38%.1,2

2.7. Diagnosis

6
Diagnosis sindroma HELLP yang paling pasti dengan adanya tanda-tanda dan
gejala preeklampsia-eklampsia pada pasien hamil bersama dengan tiga serangkai
kelainan laboratorium menunjukkan hemolisis mikroangiopati, disfungsi hepar
dan trombositopenia. Meskipun dianggap sebagai standar emas, biopsi hati jarang
diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Temuan histologis umum di biopsi
tersebut meliputi perdarahan periportal dan deposit fibrin di sinusoid hati.3

Tabel 2 Diagnosis sindroma HELLP3

Melihat progresi alaminya, tampak bahwa trombositopenia terjadi pertama


kali kemudian diikuti oleh peningkatan enzim hati, dan akhirnya hemolisis.
Tingkat penurunan trombosit biasanya 35-50% per 24 jam (rata-rata penurunan
harian 40.000). Membutuhkan hitungan kurang dari 100.000 untuk menentukan
trombositopenia yang buruk, disebut sebagai morbiditas ganda bagi ibu, ketika
pasien dengan preeklamsia berat mengalami gejala ringan trombositopenia
(trombosit = 100.000-150.000) bekerjasama dengan fungsi hati yang abnormal
dan peningkatan laktat dehidrogenase (LDH). Selain itu, patologi yang signifikan
seperti ruptur hepar atau subkapsular hematom dapat terjadi pada pasien dengan
sindroma HELLP sebelum penurunan trombosit di bawah 100.000.
Bergantung pada kelainan laboratorium, sindroma HELLP dikelompokkan
ke dalam subtipe yang berbeda klasifikasi Mississippi dan Tennessee (Tabel 1).
Tingkat kelainan laboratorium sekarang ini sulit untuk ditegakkan hanya dengan

7
anamnesis atau pemeriksaan fisik. Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium
harus ditata dengan indikasi klinis minimal,
dan untuk menyingkirkan ada atau tidaknya diagnosis preeklampsia. Pemeriksaan
laboratorium yang khas meliputi darah lengkap, studi koagulasi, serum kreatinin,
urin protein, glukosa darah, apusan darah tepi dan tes fungsi hati.
Meskipun beberapa derajat hemolisis sering dicatat dan merupakan ciri
khas dari tiga serangkai untuk diagnosis, anemia yang dihasilkan jarang atau
ringan. Banyak sekali dokter menggunakan LDH tinggi sebagai indikator
hemolisis yang lebih baik dari hemoglobin. Ada lima perbedaan pada isomer
LDH, dan hanya LDH1 dan LDH2 yang dilepaskan dari sel darah merah yang
lisis. Namun, iskemia hepar juga menyebabkan peningkatan total LDH pada
sebagian besar pasien dengan preeklamsia berat atau sindroma HELLP. Oleh
karena itu, peningkatan tidak langsung bilirubin, haptoglobin rendah dan apusan
darah tepi abnormal dengan schistocytes dan atau burr cells digunakan untuk
diagnosis tambahan hemolisis selain LDH.
Elevasi yang signifikan dari alkaline phosphatase seringkali terlihat pada
kehamilan normal. Namun, peninggian transaminase, laktat dehidrogenase dan
bilirubin adanya menunjukkan keadaan patologi pada hepar.
Sayangnya tidak ada konsensus berkaitan dengan parameter laboratorium
untuk diagnosis sindroma HELLP. Kelainan laboratorium sering kembali ke
normal dalam waktu singkat pengiriman dengan secara berkala terjadi peburukan
dalam 24-48 jam pertama postpartum.3

2.8. Penatalaksanaan
Sampai saat ini penanganan sindroma HELLP masih kontroversi. Beberapa
peneliti menganjurkan terminasi kehamilan dengan segera tanpa
memperhitungkan usia kehamilan, mengingat besarnya resiko maternal serta
jeleknya luaran perinatal apabila kehamilan diteruskan. Beberapa peneliti lain
menganjurkan pendekatan yang konservatif untuk mematangkan paru-paru janin
dan memperbaiki gejala klinis ibu . Namun semua peneliti sepakat bahwa
terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi defenitif.1

8
Karena sifat progresif dari penyakit, pasien tersebut harus selalu dirawat di
rumah sakit dengan istirahat yang ketat dan perawatan dalam proses persalinan
karena potensi untuk memuburuknya kondisi ibu atau janin secara tiba-tiba.
Pasien yang didiagnosis dengan sindroma HELLP sebelum 35 minggu harus
dipindahkan ke perawatan tersier. Setelah penilaian status dan stabilisasi ibu, janin
dievaluasi dengan melacak denyut jantung janin, dan ultrasonografi.3
Penanganan sindroma HELLP lebih sulit bila dibandingkan dengan
penanganan preeklampsia, disamping itu perlu penanganan multi disiplin.
Prioritas pertama adalah stabilisasi kondisi ibu terutama terhadap tekanan darah,
balans cairan dan abnormalitas pembekuan darah. Kontrol terhadap tekanan darah
yang tinggi perlu segera dilakukan, terutama bila dijumpai tanda-tanda iritabilitas
syaraf pusat dan kegagalan ginjal.
Seperti penanganan preeklampsia, pemberian sulfas magnesikus masih
merupakan pilihan utama. Transfusi dan pemberian trombosit sering diperlukan
untuk membrantas anemi ataupun koagulopati, tetapi pemberian transfusi darah
harus hati-hati dengan memperhitungkan keseimbangan cairan, apalagi pada
penderita dengan gangguan fungsi ginjal. Pemberian trombosit dapat
dipertimbangkan apabila kadar trombosit kurang dari 50.000 /mm3, apalagi jika
seksio sesarea akan dilakukan.
Kadang-kadang hasil pemeriksaan laboratorium tidak menggambarkan
jauhnya kerusakan yang terjadi pada jaringan hepar, jumlah penumpukan fibrin,
perdarahan dan lobular nekrosis. Itulah sebabnya beberapa peneliti seperti
Weinstein kurang menyetujui penanganan konservatif dan lebih menganjurkan
untuk segera melakukan terminasi kehamilan.1

9
Tabel 3 Penatalaksanaan sindroma HELLP3

Persalinan yang segera diindikasikan pada pasien dengan usia kehamilan


diatas 34 minggu, atau adanya tanda-tanda kegawatdaruratan janin atau jika
terdapat komplikasi sindroma HELLP seperti MOD, DIC, gagal ginjal, edema
pulmonum, infark hati atau perdarahan.
Sindroma HELLP dianggap sebagai sindrom respon inflamasi sistemik,
mirip dengan kondisi inflamasi pada preeklamsia berat, antiinflamasi atau agen
imunosupresif seperti kortikosteroid diberikan sebagai pertimbangan untuk
pengobatannya. Tidak ada konsensus mengenai penggunaan steroid dosis tinggi
seperti dexamethasone (10mg setiap 12 jam IV) pada kelas 1 dan 2 sindroma
HELLP atau kelas 3 sindrom HELLP yang rumit, selain untuk indikasi membantu
kematangan paru-paru janin.3
Sindroma HELLP bukan merupakan indikasi untuk operasi caesar.
Persalinan pervaginam diupayakan pada pasien dengan kehamilan di atas 32
minggu, atau adanya persalinan aktif atau pecah ketuban. Pada pasien dengan usia
kehamilan kurang dari 30 minggu dengan serviks yang kurang baik (Bishop skor

10
<5) dan tidak adanya persalinan aktif, operasi caesar merupakan pilihan yang
lebih baik. Seksio sesaria elektif juga dianjurkan untuk pasien dengan retardasi
pertumbuhan janin atau oligohidramnion.
Magnesium sulfat harus diberikan selama proses persalinan dan awal
postpartum untuk profilaksis terhadap kejang tanpa memandang tekanan darah.
Ini dimulai pada awal periode observasi, terus berlanjut sampai periode
intrapartum, dan kemudian selama 24-48 jam postpartum. Regimen standar
termasuk dosis awal 6 gram magnesium lebih dari 20 menit diikuti dengan dosis
pemeliharaan dua gram per jam secara intravena. Pemantauan serial tekanan darah
diindikasi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dengan serum kreatinin
lebih dari 1 mg / dl.
Seperti pada pasien dengan preeklamsia berat, antihipertensi yang
digunakan untuk tekanan darah sistolik di atas 160, dan atau tekanan diastolik
lebih dari 105 untuk menghindari pendarahan intraserebral. Antihipertensi yang
menjadi pilihan adalah hydralazine, labetalol dan nifedipin. Tekanan darah harus
diperiksa setiap 15 menit selama pemberian terapi antihipertensi, dan setelah
stabil daat dievaluasi setiap jam.3

Tabel 4 Antihipertensi pada Sindroma HELLP3

2.8. Prognosa
Penderita HELLP mempunyai kemungkinan 19 – 27% untuk mendapat
resiko sindroma ini pada kehamilan berikutnya. Dan mempunyai resiko sampai

11
43% untuk mendapat preeklampsia pada kehamilan berikutnya. Sindroma HELLP
kelas 1 merupakan resiko terbesar untung berulang.
Sibak dkk melaporkan angka kematian ibu pada sindroma HELLP 1.1%.
dengan komplikasi seperti DIC ( 21%), solusio plasenta (16%), gagal ginjal akut (
7,7%), udema pulmonum (6%), hematom subkapsular hepar (0,9%) dan ablasio
retina (0,9%).
Angka morbiditas dan mortalitas pada anak berkisar 10 – 60% tergantung
dari keparahan penyakit ibu. Anak yang ibunya menderita sindroma HELLP
mengalami perkembangan janin terhmbat ( IUGR) dan sindroma kegagalan
pernapasan.1

BAB III

LAPORAN KASUS

12
ANAMNESE PRIBADI
Nama : Yariade Gule
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Nias
Agama : Kristen
Alamat : Jl. Karya Perdana

I. ANAMNESIS UMUM (Allo Anamnese)


Ny. Y, 27 tahun, G1P0A0, Nias, Kristen, IRT, SMP menikah dengan Tn. M, 29
tahun, Batak, Kristen, Wiraswasta, SMK datang ke RSHAM dengan

KU : Penurunan Kesadaran

Telaah : Hal ini dialami os sejak 22/03/2015 pukul 12.00 WIB. Pasien merupakan
rujukan dari RS luar, setelah sebelumnya os kejang sebanyak 3x. Pasien masuk ke
IGD RSHAM Medan pukul 14.00 WIB. Riwayat tekanan darah tinggi sebelum
kehamilan (-). Riwayat nyeri ulu hati (-). Riwayat pandangan kabur (-). Riwayat
sakit kepala bagian frontalis (+). Riwayat kejang (-). Riwayat mules-mules mau
melahirkan (+). Riwayat keluar lendir darah (+). Riwayat keluar air dari kemaluan
(-). BAK (+) normal BAB (+) normal. RPT : HT (-), DM (-), Asma (-), Penyakit
Jantung (-)

RPO: -

HPHT : 13-8-2014

TTP : 20-5-2015

ANC : Tidak Jelas

Riwayat Persalinan:

13
1. Hamil ini

II.PEMERIKSAAN FISIK
Status Presens
Sensorium : Somnolen Anemia :+

Tekanan darah : 120/70 mmHg Ikterik :-

Laju Nadi : 124 x/menit Sianosis :-

Laju Pernafasan : 40 x/menit Dyspnoe :+

Suhu : 37.6 ºC Oedem : + (pretibial)

Proteinuria : (+3)

Status Generalista
Kepala : Conjunctiva Palpebra Inferior Pucat (+/+), Sklera ikterik (-/-)

Leher : JVP: R+2 cm H2O

Dinding Toraks : Inspeksi : Simetris Fusiformis

Palpasi : Stem fremitus Kanan=Kiri, Kesan Normal


Perkusi : Beda Pada Kedua Lapangan Paru
Batas Jantung: Atas : ICR II sinistra
Kanan : ICR IV LSD
Kiri : ICR V 2 cm medial LMCS
Auskultasi :
Jantung: S1(N) S2(N) S3(-) S4(-) , regular
Paru : Suara Pernafasan : Bronkial (+/+)
Suara Tambahan: Ronkhi (+),Wheezing:(-)

Ekstremitas: dingin, CRT: > 3 detik

Status Obstetrik

Abdomen : Membesar Asimetris

Tinggi Fundus Uterus : 2 jari diatas pusat

14
Tegang : letak lintang

Terbawah : letak lintang

Gerakan :-

His :-

Denyut Jantung Janin : -

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

USG TAS
-Tidak dilakukan

Kesan: Penurunan kesadaran ec dd Eklamsia + PG + KDR (30-32) minggu + PK


+ KJDK + Inpartu

HASIL LABORATORIUM (23/3/2015) :


Hb : 15.00 gr% AST/SGOT : 1278 U/l

Ht : 42.10 % LDH : 3867 U/l

Trombosit : 92.000/mm3 Ureum : 83 mg/dl

Leukosit : 29.89/mm3 Kreatinin : 3.05 mg/dl

D-dimer : 1200 ng/mL Natrium : 140 mEq/L

Fibrinogen : 412.0 mg/dl Kalium : 3.3 mEq/L

Albumin : 2,8 g/dl Klorida : 105 mEq/L

LDH : 3867 U/l

IV. DIAGNOSA:

15
Penurunan kesadaran ec dd Eklamsia + PG + KDR (30-32) minggu + PK + KJDK
+ Inpartu

V. TERAPI di IGD : - O2 4-6 L/menit via sungkup


- Injeksi MgSO4 20% (20cc) bolus iv line perlahan
- IUFD RL + MgSO4 40% (30cc), 14 gtt/i → 24 jam
- IUFD RL + Cyntocin 10-10-5-5 IU 20gtt/i
- Inj Ceftriaxone 1gr/12 jam ( skin test )
- Inj Methergine 1 amp
- Catheher menetap → oup 30 cc/ jam, warna kemerahan

Sesampainya di RSHAM Medan ternyata pembukaan serviks sudah lengkap dan


terlihat kepala bayi melalui introitus vagina dan segera akan dilakukan partus
spontan pervaginam (psp).

Laporan PSP a/i KJDK pada tanggal 23/3/2015 pukul 15.00 :


1. Ibu berbaring dengan posisi litotomi
2. Terlihatnya kepala bayi di introitus vagina dan his yang adekuat
3. Lalu dengan spontan lahir berturut-turut kepala bayi kemudia diikuti seluruh
tubuh. Lahir bayi ♀, BBL 1100 gr , A/P 0/0, maserasi (-)
4. Dengan PTT lahir plasenta secara spontan, kesan lengkap
5. Evaluasi jalan lahir, laserasi grade II, dilakukan repair
6. KU ibu post psp.
Sens = Somnolen
TD = 130/90 mmHg
HR = 114x/ menit
RR = 37x/ menit
T = 37.5◦C

Rencana : Awasi vital sign, kontraksi uterus dan tanda-tanda pendarahan


Konsul anastesi untuk perawatan ICU

FOLLOW UP

Tanggal Subjective Objective Assessment Plan

24-03- Penurunan Interna HELLP Syndrome - IVFD RL 500cc +


2015 Kesadaran + PG + KDR (38- MgSO4 40% 30cc 
S: Mata kuning (+)
(Obgyn) (+) 39) + LL + AH 14 gtt/I
Sejak kurang lebih 1

16
Pukul hari yang lalu, riwayat - Inj. Dexamethason
09.00 transfusi darah (+) 10mg IV /12 jam
WIB total 4 bag, Riwayat
- SC
batuk (-), Riwayat
demam berulang (+) Interna

O: - Inj Ceftriaxone
1gr/12jam
Sens: compos mentis
Toleransi operasi
TD: 160/100 mmHg
moderate risk. Saat ini
toleransi dari bagian
HR: 100 x/menit
kami ialah moderate
risk. Apabila
RR: 24 x/menit
diperlukan transfusi,
maka kami
T: 37.5º
kembalikan kebagian
anastesi untuk jumlah
transfusi PRC &
Anastesi Trombosit yang
diperlukan .
Kes: ACC tindakan
Anestesi

Operasi SC
berlangsung dari pukul
09.05 – 09.50

R/ Cek LFT, RFT,


Fibrinogen, D-dimer,
LDH, Darah lengkap,
KGDs, Elektrolit, HBs
Ag, Anti HCV

17
Telah lahir bayi pukul 09.50 WIB, dengan jenis kelamin laki-laki, berat badan 1750 g, panjang
badan 43 cm, lingkar kepala 31 cm, apgar score 4/8, anus (+).

Bayi dirawat diperinatologi

16-03- Nyeri luka Sens: compos mentis Post SC a/I PEB + - O2 2-4l/I
- IVFD RL 20
15 operasi HELLP Syndrome
TD: 100/60 mmHg gtt/i
(Obgyn) + Letak Lintang +
- Inj.
HR: 80 x/menit NH1
Ceftriaxone

RR: 20 x/menit 1gr/12j


- Inj. Ketorolac
T: 37.0º 30 mg/8j
- Inj.
Anemis: - Gentamicyn
80mg/8j
Icteric: + - Inj.
Dexamethason
Dyspnoe: -
10-10-5-5/12j
Cyanosis: - - R/ transfusi
PRC dan
Oedema: - Trombosit

SL:

Mata: Conj. Palpebra PRC = Delta Hb x 4 x

inf. anemis (-), sclera BB

icteric (+/+) = (10-7,4) x 4 x 50

T/H/M: dbn = 520 cc ( 3 bag)

Thorax: Sp: Vesikuler,


St; -
Trombosit = 6 bag
Abd:soepel, peristaltic
(+) N

18
TFU:1 jari bp,
kontraksi baik

P/V: -, Lokia (+) rubra

L/O: Tertutup verban,


kes: kering

BAK: Via kateter,


UOP: 80 cc/jam,
warna kuning pekat

BAB: -, flatus (+)

Lab:

Hb: 7.4 gr%

Eri: 3.24 106/mm3

Leu: 35.15 103/mm3

HT: 23.3%

Trom: 33 103/mm3

Fibrinogen:215 mg/dl

D-dimer: 1200 ng/ml

SGOT: 75

SGPT: 46

LDH: 1031

KGDs: 79.5 mg/dl

Ureum: 65.4 mg/dl

19
Kreatinin: 0.74 mg/dl

Na/K/Cl: 136/4.3/106

HbsAg: -

Anti HCV: -

17-03- Nyeri luka Sens: compos mentis Post SC a/I PEB + - O2 2-4l/I
- IVFD RL 20
15 operasi, HELLP Syndrome
TD: 100/60 mmHg gtt/i
(Obgyn) demam (+) + Letak Lintang +
- Inj.
HR: 92 x/menit NH2
Ceftriaxone

RR: 20 x/menit 1gr/12j


- Inj. Ketorolac
T: 38.3º 30 mg/8j
- Inj.
Anemis: + Gentamicyn
80mg/8j
Icteric: + - Inj.
Dexamethason
Dyspnoe: -
10-10-5-5/12j
Cyanosis: - - PCT tab
3x500mg
Oedema: -

SL:

Abd:soepel, peristaltic
(+) N

TFU: 2 jari bp,


kontraksi baik

P/V: -, Lokia (+) rubra

L/O: Tertutup verban,


kes: kering

BAK: Via kateter,


UOP: 60 cc/jam,

20
warna kuning pekat

BAB: -, flatus (+)

18-03- Nyeri luka Sens: compos mentis Post SC a/I PEB + - O2 2-4l/I
- IVFD RL 20
2015 operasi HELLP Syndrome
TD: 110/70 mmHg gtt/i
+ Letak Lintang +
(Obgyn) - Inj.
HR: 92 x/menit NH3
Ceftriaxone

RR: 20 x/menit 1gr/12j


- Inj. Ketorolac
T: 37.0º 30 mg/8j
- Inj.
Anemis: + Gentamicyn
80mg/8j
Icteric: +

Dyspnoe: -

Cyanosis: -

Oedema: -

SL:

Abd:soepel, peristaltic
(+) N

TFU: 2 jari bp,


kontraksi baik

P/V: -, Lokia (+) rubra

L/O: Tertutup verban,


kes: kering

BAK: Via kateter,


UOP: 60 cc/jam,
warna kuning pekat

BAB: (+), flatus (+)

21
19-03- - Sens: compos mentis Post SC a/I PEB + - Cefadroxil tab
2015 HELLP Syndrome 2x500 mg
TD: 120/80 mmHg - Asam
+ Letak Lintang +
(Obgyn) Mefenamat
HR: 92 x/menit NH4
tab 3x500 mg
RR: 20 x/menit - Ranitidin tab
2x150 mg
T: 37.0º - Vitamin B
comp 1x1
Anemis: + - Pasien PBJ

Icteric: +

Dyspnoe: -

Cyanosis: -

Oedema: -

SL:

Abd:soepel, peristaltic
(+) N

TFU: 2 jari bp,


kontraksi baik

P/V: -, Lokia (+) rubra

L/O: Tertutup verban,


kes: kering

BAK: (+) normal


warna kuning pekat

BAB: (+), flatus (+)

22
BAB IV

DISKUSI

23
Sindroma HELLP ini merupakan kumpulan Pada pasien ini didapati
gejala multisistem pada penderita preeklamsia pemeriksaan laboratorium:
berat dan eklamsia yang terutama ditandai
Hb : 9.00 gr%
dengan adanya hemolisis, peningkatan kadar
enzim hepar dan penurunan jumlah trombosit AST : 75 U/L
(trombositopenia)
LDH : 1242 IU/L

Trombosit : 41.000/mm3

Gejala dan tanda sindroma HELLP, yaitu: Pada pasien ini ditemukan ialah
malaise, ketidaknyamanan abdomen kuadran gejala badan kuning, nyeri
atas (nyeri ulu hati), nyeri kepala, proteinuria, kepala, edema pretibial. Tanda
hipertensi, mual muntah, pandangan kabur, yang ditemukan ialah hipertensi
perdarahan, asites, jaundice, nyeri pada (TD 160/100 mmHg),
bahudan leher, edema pretibial proteinuria (+3)

Klasifikasi sindroma HELLP menurut Pada pasien ini masuk dalam


Mississipi tedapat kelas 1,2 dan 3 dipandang kelas 1 klasifikasi Mississipi
dari jumlah platelet, AST atau ALT, dan LDH. dan komplit dalam klasifikasi
Sedangkan menurut Tennessee dibagi atas Tennessee
komplit atau parsial

Etiologi dan patogenesis dari sindroma Pada pasien ini ditegakkan


HELLP ini selalu dihubungkan dengan diagnosa preeklamsia dengan
preeklampsia. tekanan darah 160/100 mmHg,
serta proteinuria +3

Penanganan sindroma HELLP masih Pada pasien ini dilakukan


kontroversi. Prioritas pertama adalah operasi SC dengan
stabilisasi kondisi ibu terutama terhadap pertimbangan janin didapati
tekanan darah, balans cairan dan abnormalitas letak lintang pada pemeriksaan
pembekuan darah. ultrasonografi. Operasi
dilakukan pada tanggal 15
Persalinan yang segera diindikasikan pada
Maret 2015 berlangsung dari
pasien dengan usia kehamilan diatas 34

24
minggu, atau adanya tanda-tanda pukul 09.05 – 09.50 WIB dan
kegawatdaruratan janin atau jika terdapat lahir bayi pukul 09.50 WIB,
komplikasi sindroma HELLP seperti MOD, dengan jenis kelamin laki-laki,
DIC, gagal ginjal, edema pulmonum, dll. berat badan 1750 g, panjang
badan 43 cm, lingkar kepala 31
Tidak ada konsensus mengenai penggunaan
cm, apgar score 4/8, anus (+).
steroid dosis tinggi seperti dexamethasone
Bayi dirawat diperinatologi.
(10mg setiap 12 jam IV) pada kelas 1 dan 2
sindroma HELLP atau kelas 3 sindrom Pasien diberikan terapi injeksi
HELLP yang rumit, selain untuk indikasi dexamethason 10-10-5-5/12 jam
membantu kematangan paru-paru janin. post SC. Hal ini bukan
ditujukan untuk mebantu
Magnesium sulfat harus diberikan selama
kematangan pari-paru janin,
proses persalinan dan awal postpartum untuk
melainkan untuk menekan fakor
profilaksis terhadap kejang tanpa memandang
inflamasi.
tekanan darah.
Pasien diberikan terapi
magnesium sulfat pada saat
masuk IVFD RL 500cc + MgSO4
40% 30cc  14 gtt/i

BAB 5

RESUME

Ny. W, 26 tahun, G1P0A0, Jawa, Islam, SMK, Ibu rumah tangga, menikah dengan
Tn. M, 25 tahun, Jawa, Islam, SMK, Wiraswasta datang ke RSHAM dengan
badan berwarna kuning. Hal ini dialami pasien sejak hamil muda. Pasien
merupakan rujukan dari RS luar. Riwayat kencing berwarna merah dialami pasien

25
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat tekanan darah tinggi sebelum
kehamilan (-). Riwayat nyeri ulu hati (-). Riwayat pandangan kabur (-). Riwayat
sakit kepala (+) pada bagian frontal. Riwayat mual (-) dan muntah (-). Riwayat
kejang (-). Riwayat mules-mules mau melahirkan (-). Riwayat keluar lendir darah
(-). Riwayat keluar air dari kemaluan (-). BAK (+) normal BAB (+) normal. Dari
hasil pemeriksaan dijumpai sensorium compos mentis, tekanan darah
160/100mmHg, HR, RR dan suhu dalam batas normal. Dijumpai proteinuria +3.
Dari status generalisata dijumpai sclera icterik dan yang lain batas normal. Pada
pemeriksaan abdomen dijumpai abdomen membesar asimetris, TFU pertengahan
antara prosesus sipoideus dengan pusat, dan His -. DJJ 152x/menit. Dari USG
kesan IUP (31-32) minggu + severe oligohidramnion + letak lintang + Anak
Hidup. Pasien kemudian diterapi dengan MgSO4 20% 4gr bolus (4-5 menit),
Injeksi Dexamethasone 10mg IV/12 jam(2x) sebelum kelahirannya dan SC.

DAFTAR PUSTAKA

1. Roeshadi H. Ilmu Kedokteran Fetomaternal : sindroma HELLP. Surabaya:


Himpunan Kedokteran Fetomaternal, Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia ; 2004. 505-500.

26
2. Martin JN, Blakes PG, Perry KG, etal. The Natural Hystory of HELLP
Syndrome : Patern of Disease Progression and Regression. AmJ Obstet
Gynecol 1991; 164 : 1500 –13.
3. Hemant S, Chabi S, Frey D. Review Article: Hellp Syndrome. The Journal
of Obstetric and Gynecology of India [internet] 2009 [cited 2015 April 5].
Available from URL: http://medind.nic.in/jaq/t09/i1/jaqt09i1p30.pdf.

27

Anda mungkin juga menyukai