Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2014, Puskesmas merupakan
unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesahatan perorangan tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya
kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas tersebut, puskesmas menyelenggarakan fungsi
yaitu penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP) tingkat pertama di wilayah kerjanya.
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan
dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat. Upaya kesehatan masyarakat tingkat
pertama meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat
pengembangan. UKM esensial meliputi pelayanan promosi kesehatan, pelayanan kesehatan
lingkungan, pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana, pelayanan gizi, dan
pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
adalah suatu kegiatan dan atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan
untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat
penyakit dan memulihkan kesehatan perorangan.
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang :
a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat.
b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu
c. Hidup dalam lingkungan sehat
d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya
kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas puskesmas menyelenggarakan fungsi:

1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya


Dalam menyelenggarakan fungsi ini, puskesmas berwenang untuk:
a. Melaksankan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat
dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan
c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat
dalam bidang kesehatan
d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerja sama
dengan sektor lain terkait
e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat
f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia puskesmas
g. Memantau pelakasanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan
h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan
cakupan pelayan kesehatan
i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap system kewaspadaan dini dan respon penanggulangan
penyakit.

2. Penyelengggaran UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya


Dalam menyelenggarakan fungsi ini, puskesmas berwenang untuk:
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan dan bermutu.
b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya promotif
dan preventif.
c. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat.
d. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan dan
keselamatan pasien, petugas dan pengunjung.
e. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja
sama inter dan antar profesi,
f. Melaksanakan rekam medis
g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses
pelayanan kesehatan.
h. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan
i. Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan vasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama di wilayah kerjanya
j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem
rujukan.

2.2 Manajemen
Manajemen adalah ilmu atau seni tentang bagaimana menggunakan sumber daya secara
efisien, efektif dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan
sebelumnya. Dalam hal ini manejemen mengandung tiga prinsip pokok yang menjadi ciri
utama penerapannya yaitu efisien dalam pemanfaatan sumber daya, efektif dalam memilih
alternatif kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi, dan rasional dalam pengambilan
keputusan manejerial.

2.2.1 Perencanaan
a. Pengertian
Perencanaan adalah suatu proses memulai dengan sasaran-sasaran, batasan strategi,
kebijakan, dan rencana detail untuk mencapainya, mencapai organisasi untuk menerapkan
keputusan, dan termasuk tinjauan kinerja dan umpan balik terhadap pengenalan siklus
perencanaan baru (Steiner). Perencanaan merupakan fungsi terpenting dalam manajemen
karena fungsi ini akan menentukan fungsi-fungsi manajemen lainnya.
Perencanaan manajerial akan memberikan pola pandang secara menyeluruh terhadap
semua pekerjaan yang dijalankan, siapa yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan.
Perencanaan merupakan tuntutan terhadap proses pencapaian tujuan secara efektif dan
efisien.

b. Langkah-langkah Perencanaan
Dalam perencanaan, terdapat beberapa langkah-langkah perencanaan yaitu sebagai
berikut :
1) Analisa situasi
2) Mangidentifikasi masalah prioritas
3) Menentukan tujuan program
4) Mengkaji hambatan dan kelemahan program
5) Menyusun Rencana Kerja Operasional (RKO)

2.2.2 Pengorganisasian
a. Pengertian
Pengorganisasian merupakan salah satu fungsi manajemen yang juga mempunyai
peranan penting, melalui fungsi pengorganisasian seluruh sumber daya yang dimiliki oleh
organisasi (manusia dan yang bukan manusia) akan diatur penggunaannya secara efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan.
Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolong-golongkan dan
mengatur berbagai macam kegiatan menetapkan tugas-tugas pokok dan wewenang dan
pendelegasian wewenang oleh pimpinan staf dalam mencapai tujuan organisasi

b. Manfaat Pengorganisasian
Dengan mengembangkan fungsi pengorganisasian seorang manajer akan mengetahui:
1. Pembagian tugas untuk perorangan dan kelompok
2. Hubungan organisatoris antar manusia yang akan terjadi anggota atau staf organisasi
3. Pendelegasian wewenang. Manajer atau pimpinan akan melimpahkan wewenang
kepada staf sesuai dengan tugas pokok yang diberikan kepadanya
4. Pemanfaatan staf dan fasilitas fisik yang dimiliki organisasi

c. Langkah-langkah Pengorganisasian
Ada lima langkah penting dalam pengorganisasian yaitu sebagai berikut :
1. Tujuan organisasi harus dipahami oleh staf
2. Membagi pekerjaan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pokok untuk mencapai tujuan
3. Menggolongkan kegiatan pokok kedalam satuan kegiatan yang praktis
4. Menetapkan kewajiban yang dilaksanakan oleh staf dan menyediakan fasilitas
pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya
5. Mendelegasikan wewenang

2.2.3 Penggerakan dan Pelaksanaan


a. Pengertian
Fungsi manajemen ini merupakan fungsi penggerak semua kegiatan program
(ditetapkan pada fungsi pengorganisasian) untuk mencapai tujuan program (yang dirumuskan
dalam fungsi perencanaan). Fungsi manajemen ini lebih menekankan bagaimana manajer
mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya (manusia dan yang bukan manusia)
untuk mencapai tujuan yang telah disepakati.

b. Tujuan dan Fungsi Pelaksanaan


Tujuan pelaksanaan yaitu
a. Menciptakan kerja sama yang lebih efisien
b. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan staf
c. Menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan
d. Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang meningkatkan motivasi dan prestasi
kerja staf
e. Memuat organisasi berkembang secara dinamis.
2.2.4 Pengawasan dan Pengendalian
a. Prinsip Pengawasan
Fungsi pengawasan dan pengendalian merupakan fungsi yang terakhir dari proses
manajemen. Fungsi ini mempunyai kaitan erat dengan ketiga fungsi perencanaan. Melalui
fungsi pengawasan dan pengendalian, standar keberhasilan program yang dituangkan dalam
bentuk target, prosedur kerja dan sebagainya harus selalu dibandingkan dengan hasil yang
dicapai atau yang mampu dikerjakan oleh staf. Jika ada kesenjangan dan penyimpangan yang
terjadi harus segera diatasi. Penyimpangan harus dapat dideteksi secara dini dicegah,
dikendalikan atau dikurangi oleh pimpinan. Fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan
agar penggunaan sumber daya dapat lebih diefesienkan, dan tugas-tugas staf untuk mencapai
tujuan program dapat lebih diefektifkan.

b. Standar Pengawasan
Standar pengawasan mencakup :
1. Standar norma. Standar ini dibuat berdasarkan pengalaman staf melaksanakan
kegiatan program yang sejenis atau yang dilaksanakan dalam situasi yang sama di
masa lalu.
2. Standar kriteria. Standar ini diterapkan untuk kegiatan pelayanan oleh petugas yang
sudah mendapat pelatihan. Standar ini terkait dengan tingkat profesionalisme staf.

c. Manfaat Pengawasan
Fungsi pengawasan dan pengendalian dilaksanakan dengan tepat, organisasi yang akan
memperoleh manfaatnya yaitu :
1. Dapat mempengaruhi sejauh mana kegiatan program sudah dilaksanakan oleh staf,
apakah sesuai dengan standar atau rencana kerja, apakah sumber dayanya sudah
digunakan sesuai dengan yang sudah ditetapkan. Dalam hal ini, fungsi pengawasan
dan pengendalian bermanfaat untuk meningkatkan efesiensi kegiatan program
2. Dapat mengetahui adanya penyimpangan pada pemahaman staf melaksanakan tugas-
tugasnya
3. Dapat mengetahui apakah waktu dan sumber daya lainnya mencukupi kebutuhan dan
telah dimanfaatkan secara efisien
4. Dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan
5. Dapat mengetahui staf yang perlu diberikan penghargaan, dipromosikan atau
diberikan pelatihan lanjutan.

d. Evaluasi
Fungsi pengawasan perlu dibedakan dengan evaluasi yang juga sering dilakukan untuk
mengetahui kemajuan pelaksanaan program. Perbedaaannya terletak pada sasarannya, sumber
data, siapa yang akan melaksanakannya dan waktu pelaksanaannya. Antara evaluasi dengan
fungsi pengawasan juga mempunyai kesamaan tujuan yaitu untuk memperbaiki efesiensi dan
efektifitas pelaksanaan program dengan memperbaiki fungsi perencanaan.

2.3. Penyakit Scabies

2.3.1 Pengertian

Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes Scabies var hominis dan produknya.Sarcoptes scabies bersifat obligat parasit yang
mutlak memerlukan induk semang untuk berkembang biak.
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung
dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor dan tidak bermata.
Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang
jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4
pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada
betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir
dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat yang dapat dilihat pada gambar
berikut.
Gambar 1. Tungau Scabies Betina

Tungau skabies tidak dapat terbang namun dapat berpindah secara cepat saat kontak
kulit dengan penderita. Yang menjadi penyebab utama gejala – gejala pada skabies ini ialah
Sarcoptes scabiei betina. Bila tungau betina telah mengandung (hamil), ia membuat
terowongan pada lapisan tanduk kulit dimana ia meletakkan telurnya

Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati,
kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang
betina. Tungau betina yang telah dibuahi, menggali terowongan dalam stratum korneum,
dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari
sampai mencapai jumlah 40 atau 50.

Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas,
biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini
dapat tinggal dalam terowongan tetapi dapat juga ke luar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi
nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus
hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari tetapi
ada juga yang menyebutkan selama 8-17 hari.

Gambar 2. Siklus Hidup Tungau Skabies

2.3.2 Patogenesis
Sarcoptes scabiei dapat menyebabkan reaksi kulit yang berbentuk eritem, papul atau
vesikel pada kulit dimana mereka berada. Timbulnya reaksi kulit disertai perasan
gatal.Masuknya S. scabiei ke dalam epidermis tidak segera memberikan gejala pruritus. Rasa
gatal timbul 1 bulan setelah infestasi primer serta adanya infestasi kedua sebagai manifestasi
respons imun terhadap tungau maupun sekret yang dihasilkan terowongan di bawah kulit.
Tungau skabies menginduksi antibodi IgE dan menimbulkan reaksi hipersensitivitas
tipe cepat. Lesi-lesi di sekitar terowongan terinfiltrasi oleh sel-sel radang. Lesi biasanya
berupa eksim atau urtika, dengan pruritus yang intens, dan semua ini terkait dengan
hipersensitivitas tipe cepat. Pada kasus skabies yang lain, lesi dapat berupa urtika, nodul atau
papul, dan ini dapat berhubungan dengan respons imun kompleks berupa sensitisasi sel mast
dengan antibodi IgE dan respons seluler yang diinduksi oleh pelepasan sitokin dari sel Th2
dan/atau sel mast.
Di samping lesi yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei secara langsung, dapat pula
terjadi lesi-lesi akibat garukan penderita sendiri.2 Dengan garukan dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder

2.3.3 Bentuk Skabies


Terkadang diagnosis skabies sukar ditegakkan karena lesi kulit bisa bermacam-macam.
Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk khusus skabies antara lain :
a. Skabies Nodula
Bentuk ini sangat jarang dijumpai dan merupakan suatu bentuk
hipersensitivitas terhadap tungau skabies, dimana pada lesi tidak ditemukan Sarcoptes
scabiei. Lesi berupa nodul yang gatal, merah cokelat, terdapat biasanya pada genitalis
laki-laki, inguinal dan ketiak yang dapat menetap selama berbulan-bulan. Untuk
menyingkirkan dengan limfoma kulit diperlukan biopsi. Bentuk ini juga terkadang
mirip dengan beberapa dermatitis atopik kronik. Apabila secara inspeksi, kerokan atau
pun biopsi tidak jelas, maka penegakan diagnosis dapat melalui adanya riwayat
kontak dengan penderita skabies atau lesi membaik denngan pengobatan khusus
untuk skabies.
b. Skabies Incognito
Seperti semua bentuk dermatitis yang meradang, skabies juga memberi
respons terhadap pengobatan steroid baik topikal maupun sistemik. Pada kebanyakan
kasus, skabies menjadi lebih parah dan diagnosis menjadi lebih mudah ditegakkan.
Tetapi pada beberapa kasus, pengobatan steroid membuat diagnosis menjadi
kabur, dan perjalanan penyakit menjadi kronis dan meluas yang sulit dibedakan
dengan bentuk ekzema generalisata. Penderita ini tetap infeksius, sehingga diagnosis
dapat ditegakkan dengan adanya anggota keluarga lainnya.
c. Skabies Pada Bayi
Skabies pada bayi dapat menyebabkan gagal tumbuh atau menjadi ekzema
generalisata. Lesi dapat mengenai seluruh tubuh termasuk kepala, leher, telapak
tangan dan kaki. Pada anak-anak seringkali timbul vesikel yang menyebar dengan
gambaran suatu impetigo atau infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus yang
menyulitkan penemuan terowongan.

Gambar 3. Skabies pada Bayi (regio Pedis)

Gambar 4. Skabies Pada masa kanak-kanak (regio palmaris)

d. Skabies Norwegia
Skabies jenis ini sering disebut juga skabies berkrusta (crusted scabies) yang
memiliki karakteristik lesi berskuama tebal yang penuh dengan infestasi tungau.
Istilah skabies Norwegia merujuk pada Negara yang pertama mendeskripsikan
kelainan ini yang kemudian diganti dengan istilah skabies berkrusta.
Bentuk lesi jenis skabies ini ditandai dengan dermatosis berkrusta pada
tangan dan kaki, pada kuku dan kepala. Penyakit ini dikaitkan dengan penderita yang
memiliki defek imunologis misalnya usia tua, debilitas, disabilitas pertumbuhan,
contohnya seperti sindrom Down, juga pada penderita yang mendapat terapi
imunosupresan.
Tidak seperti skabies pada umumnya, penyakit ini dapat menular melalui
kontak biasa. Masih belum jelas apakah hal ini disebabkan jumlah tungau yang sangat
banyak atau karena galur tungau yang berbeda. Studi lain menunjukkan pula bahwa
transmisi tidak langsung seperti lewat handuk dan pakaian paling sering
menyebabkan skabies berkrusta. Terapi yang dapat diberikan selain skabisid adalah
terapi suportif dan antibiotik. Berikut dipaparkan gambaran skabies berkrusta.

Gambar 5. Skabies berkrusta pada regio abdomen

e. Skabies Pada Penderita HIV/AIDS


Gejala skabies pada umumnya tergantung pada respons imun, karena itu tidak
mengherankan bahwa spektrum klinis skabies penderita HIV berbeda dengan penderita
yang memiliki status imun yang normal.

Meskipun data yang ada masih sedikit, tampaknya ada kecenderungan bahwa
penderita dengan AIDS biasanya menderita bentuk skabies berkrusta (crusted scabies).
Selain itu, skabies pada penderita AIDS biasanya juga menyerang wajah, kulit, dan kuku
dimana hal ini jarang didapatkan pada penderita status imunologi yang normal.

2.3.4 Gejala Klinis


Ada 4 tanda kardinal :
1. Pruritus nokturnal
artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih
tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. Pada awalnya gatal terbatas hanya
pada lesi tetapi seringkali menjadi menyeluruh. Pada infeksi inisial, gatal timbul
setelah 3 sampai 4 minggu, tetapi paparan ulang menimbulkan rasa gatal hanya dalam
waktu beberapa jam. Namun studi lain menunjukkan pada infestasi rekuren, gejala
dapat timbul dalam 4-6 hari karena telah ada reaksi sensitisasi sebelumnya.
2. Penyakit ini menyerang secara kelompok
misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh angota keluarga terkena infeksi.
Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Penularan skabies
terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama dan
hubungan seksual. Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui
perlengkapan tidur, pakaian atau handuk.
3. Adanya terowongan (kunikulus),
pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk
garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu
ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi
polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Berikut dipaparkan gambaran kelainan
kulit pada skabies.

Gambar 6. Kelainan kulit pada sela-sela jari dan penis


Gambar 7. Kelainan kulit pada bagian punggung

Gambar 8. Kelainan kulit pada mammae

Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang


tipis, yaitu : sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat
ketiak bagian depan, areola mamae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna
(pria), dan perut bagian bawah. Skabies jarang ditemukan di telapak tangan, telapak
kaki, dibawah kepala dan leher namun pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan
telapak kaki.Berikut dipaparkan gambaran tempat predileksi skabies.

Gambar 9. Tempat Predileksi Skabies


4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu
atau lebih stadium hidup tungau ini. Berikut merupakan gambaran mikroskopik tungau
skabies.

Gambar 10. Tungau Skabies pada Stratum Korneum


Gambar 11. Tungau Skabies Dewasa

Terdapat berbagai variasi dalam gambaran klinis, mulai dari bentuk-bentuk yang
tidak khas pada orang-orang yang tingkat kebersihannya tinggi, berupa papul-papul saja
pada tempat predileksi. Tidak jarang terjadi infeksi sekunder akibat garukan dengan
kebersihan kuku yang kurang baik. Pada kasus-kasus yang kebersihannya kurang baik
dapat terlihat ektima, impetigo, selulitis, folikulitis, dan furunkulosis.

2.3.5 Penegakan Diagnosis


Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis yaitu adanya pruritus nokturna dan
erupsi kulit berupa papul, vesikel, dan pustule di tempat predileksi, distribusi lesi yang khas,
terowongan-terowongan pada predileksi, adanya penyakit yang sama pada orang-orang
sekitar. Terowongan terkadang sulit ditemukan, dan petunjuk yang lazim adalah penyebaran
yang khas. Diagnosis definitif bergantung pada identifikasi mikroskopis adanya tungau, telur
atau fecal pellet. Seringkali tungau tidak dapat dapat ditemukan ditemukan walau terdapat
lesi skabies nodula yang klasik di genitalia, atau ruam yang khas dengan riwayat gatal-gatal
pada anggota keluarga yang lain. Dari beberapa penelitian yang telah lama dilakukan
beberapa ahli menemukan bahwa dari sebagian besar penderita skabies hanya dapat
ditemukan sedikit tungau dari setiap penderita.
Hal ini yang terkadang menimbulkan kesalahan diagnosis. Selain itu, kesalahan
diagnosis juga disebabkan oleh pemeriksaan yang tidak adekuat. Infestasi skabies sering
disertai infeksi sekunder sehingga erupsi kulit tidak khas lagi dan menyulitkan pemeriksaan.
Karena sulitnya menemukan tungau, maka Lyell menyatakan diagnosis skabies harus
dipertimbangkan pada setiap penderita dengan keluhan gatal yang menetap walalupun
dengan cara ini dikatakan perevalensi skabies menjadi lebih tinggi dari yang sebenarnya.
Diagnosis pasti skabies ditegakkan dengan ditemukannya tungau melalui pemeriksaan
mikroskop, yang dapa dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
1. Kerokan kulit
Kerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan atau papula
menggunakan scalpel nomor 15. Kerokan diletakkan pada kaca objek, diberi minyak
mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup dan dengan pembesaran 20X atau
100X dapat dilihat tungau, telur atau fecal pellet.
2. Mengambil tungau dengan jarum
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap (kecuali pada orang
kulit hitam pada titik yang putih) dan digerakkan tangensial. Tungau akan memegang
ujung jarum dan dapat diangkat keluar.
3. Epidermal shave biopsy
Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari dan jari telunjuk,
dengan hati-hati diiris puncak lesi dengan scalpel nomor yang 15 dilakukan sejajar
dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga tidak terjadi
perdarahan dan tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu
ditetesi minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.
4. Kuretase terowongan
Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau puncak papula
kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah diletakkan di gelas objek dan
ditetesi minyak mineral.
5. Tes tinta Burowi
Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan alkohol,
maka jejak terowongan akan terlihat sebagai garis yang karakteristik, berbelok-belok,
karena ada tinta yang masuk. Tes ini tidak sakit dan dapat dikerjakan pada anak dan
pada penderita yang non-kooperatif.
6. Tetrasiklin topikal
Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai. Setelah dikeringkan
selama 5 menit kemudian hapus larutan tersebut dengan isopropilalkohol. Tetrasiklin
akan berpenetrasi ke dalam melalui stratum korneum dan terowongan akan tampak
dengan penyinaran lampu wood, sebagai garis linier berwarna kuning kehijauan
sehingga tungau dapat ditemukan.
7. Apusan kulit
Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi dan diangkat
dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakkan di atas gelas objek (enam buah
dari lesi yang sama pada satu gelas objek) dan diperiksa dengan mikroskop.
8. Biopsi plong (punch biopsy)
Biopsy berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau atau telur. Yang
perlu diperhatikan adalah bahwa jumlah tungau hidup pada penderita dewasa hanya
sekitar 12, sehingga biopsi berguna bila diambil dari lesi yang meradang. Secara
umum digunakan punch biopsy, tetapi biopsy mencukur epidermis adalah lebih
sederhana dan biasanya dilakukan tanpa anestetik local pada penderita yang tidak
kooperatif.
Dari berbagai cara pemeriksaan diatas, kerokan kulit merupakan cara yang paling
mudah dilakukan dan memberikan hasil yang paling memuaskan. Mengambil tungau
dengan jarum memerlukan keterampilan khusus dan jarang berhasil karena biasanya
terowongan sulit diidentifikasi dan letak tungau sulit diketahui. Swab kulit mudah
dilakukan tetapi memerlukan waktu lama karena dari 1 lesi harus dilakukan 6 kali
pemeriksaan sedangkan pemeriksaan dilakukan pada hampir seluruh lesi.

Tes tinta Burowi dan uji tetrasiklin jarang memberikan hasil positif karena
biasanya penderita datang pada keadaan lanjut dan sudah terjadi infeksi sekunder
sehingga terowongan tertutup oleh krusta dan tidak dapat dimasuki tinta atau salep.

2.3.6 Terapi
Terapi skabies harus segera dilakukan setelah penegakan diagnosis. Penundaan terapi
dapat menyebabkan infestasi tungau yang semakin banyak dan kemungkinan peningkatan
keparahan gejala.Terapi skabies ini juga harus tuntas bagi penderita dan juga dilakukan bagi
keluarga penderita yang memiliki gejala yang sama karena skabies yang tidak terobati
biasanya memiliki hubungan dengan peningkatan kejadian pyoderma oleh Streptococcus
pyogenes. Terdapat sejumlah terapi skabies yang efektif dan pemilihannya tergantung pada
biaya dan potensi toksiknya. Terkadang penderita menggunakan obat lebih lama dari waktu
yang dianjurkan, sehingga mengetahui kuantitas obat yang tepat untuk diresepkan akan dapat
mencegah timbulnya iritasi akibat pemakaian obat yang berlebihan, yang pada akhirnya
disalahartikan sebagai kegagalan terapi. Skabisid topikal sebaiknya dipakai di seluruh tubuh
kecuali wajah. Obat harus segera dibersihkan secara menyeluruh setelah periode waktu yang
dianjurkan. Pagi hari setelah terapi, pakaian, sprei, dan handuk dicuci menggunakan air
panas. Tungau akan mati pada suhu 130oC. Pasien dapat diberikan edukasi untuk
meningkatkan kebersihan lingkungan dan perorangan.
Penderita hendaknya diberikan pengertian bahwa meskipun penyakit telah diobati
secara adekuat, rasa gatal akan tetap ada sampai beberapa bulan. Seluruh anggota keluarga
yang memiliki gejala harus diterapi, termasuk pasangan seksual. Para ahli merekomendasikan
terapi untuk anggota keluarga bersifat simultan, karena angka kesembuhan setelah 10 minggu
lebih tinggi.Terapi topikal untuk skabies yang sering digunakan adalah sebagai berikut :
1. Krim Permetrin ( Elimite, Acticin), yaitu suatu skabisid berupa piretroid sintesis
yang efektif pada manusia dengan toksisitas rendah, bahkan dengan pemakaian yang
berlebihan sekalipun dan obat ini telah dipergunakan lebih dari 20 tahun.Krim
permetrin ditoleransi dengan baik, diserap minimal dan tidak diabsorbsi sistemik,
serta dimetabolisasi dengan cepat. Obat ini merupakan terapi pilihan lini pertama
rekomendasi dari CDC untuk terapi tungau tubuh. Penggunaan obat ini biasanya pada
sediaan krim dengan kadar 1% untuk terapi tungau pada kepala dan kadar 5% untuk
terapi tungau tubuh. Studi menunjukkan Penggunaan permethrin 1% untuk tungau
daerah kepala lebih baik dari lindane karena aman dan tidak diabsorbsi secara
sistemik. Cara pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area tubuh dari leher ke
bawah dan dibilas setelah 8-14 jam.Bila diperlukan, pengobatan dapat diulang setelah
5-7 hari kemudian. Belum ada laporan terjadinya resistensi yang signifikan tetapi
beberapa studi menunjukkan adanya resistensi permethrin 1% pada tungau kepala
namun dapat ditangani dengan pemberian permethrin 5%.Permetrin sebaiknnya tidak
digunakan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan atau pada wanita hamil dan
menyusui namun studi lain mengatakan bahwa obat ini merupakan drug of choice
untuk wanita hamil. Dikatakan bahwa permethrin memiliki angka kesembuhan hingga
97,8% jika dibandingkan dengan penggunaan ivermectin yang memiliki angka
kesembuhan 70%. Tetapi penggunaan 2 dosis ivermectin selama 2 minggu memiliki
keefektifan sama dengan permethrin. Efek samping yang sering timbul adalah rasa
terbakar dan yang jarang adalah dermatitis kontak dengan derajat ringan sampai
sedang.
2. Lindane 1% (gamma-benzen heksaklorida), merupakan pilihan terapi lini kedua
rekomendasi CDC. Dalam beberapa studi memperlihatkan keefektifan yang sama
dengan permetrin. Studi lain menunjukkan lindane kurang unggul dibanding
permetrin.Lindane memiliki angka penyembuhan hingga 98% dan diabsorbsi secara
sistemik pada penggunaan topikal terutama pada kulit yang rusak. Sediaan obat ini
biasanya sebanyak 60 mg. Cara pemakaiannya adalah dengan dioleskan dan dibiarkan
selama 8 jam. Sama seperti pada permetrin, kadang diperlukan pengolesan ulang 1
minggu setelah terapi pertama. Salah satu kekurangan obat ini adalah absorbsi secara
sistemik terutama pada bayi, anak dan orang dewasa dengan kerusakan kulit yang
luas. Lindane memiliki efek samping yaitu toksik pada sistem saraf pusat dengan
keluhan utama kejang. Lindane sebaiknya tidak digunakan untuk bayi, anak dibawah
2 tahun, dermatitis yang meluas, wanita hamil atau menyusui, penderita yang pernah
mengalami kejang atau penyakit neurologi lainnya.
3. Sulfur, biasanya diresepkan sebagai sulfur presipitat (6%) dalam petrolatum. Sulfur
dipakai saat malam hari selama 3 malam dan dibersihkan secara menyeluruh 24 jam
terakhir. Kekurangannya adalah sulfur berbau, meninggalkan noda dan berminyak,
mengiritasi, membutuhkan pemakaian berulang, namun relatif aman, efektif dan tepat
untuk bayi berumur kurang dari 2 bulan dan selama kehamilan atau menyusui.
4. Benzil benzoat 25%, merupakan produk alamiah, disebut juga balsam Peru dan
telah dipergunakan lebih dari 60 tahun. Obat ini merupakan skabisid kerja cepat yang
efektif terhadap semua stadium namun tidak dijual bebas di Amerika Serikat.
Penggunaannya diberikan setiap malam selama 3 kali. Obat ini sulit diperoleh, sering
memberi iritasi dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai. Benzyl benzoate
memiliki keefektifan yang sama dengan lindane.
5. Krim Krotamiton (Eurax) dianggap tidak cukup efektif untuk mengobati skabies.
Kualitas krim ini dibawah permetrin dan efektivitasnya setara dengan benzyl benzoat
atau sulfur.
Penyakit yang serius akibat skabies jarang didapatkan, kecuali pada bayi dan
penderita skabies berkrusta. Tetapi pruritus dan infeksi yang ditimbulkan dapat menjadi
masalah dan memerlukan terapi khusus. Lesi dengan fecal pellet terkadang memberi rasa
gatal untuk beberapa saat setelah tungau mati. Hal ini memerlukan pemberian
antihistamin dan bila gatal tetap mengganggu dapat diberikan steroid oral dalam waktu
yang singkat. Bila didapatkan superinfeksi oleh bakteri, antibiotic harus diberikan.
Terdapat istilah acarofobia yaitu penderita dengan delusi. Penderita mulai merasa bahwa
pada kulit mereka masih terdapat tungau meskipun telah diobati. Bila gangguan ini
berkelanjutan maka diperlukan pertolongan psikiater.
2.3.7 Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor prediposisi (antara lain higiene), maka penyakit ini
dapat diberantas dan memberikan prognosis yang baik. Oleh karena manusia merupakan
penjamu (hospes) definitif, maka apabila tidak diobati dengan sempurna, Sarcoptes
scabiei akan tetap hidup tumbuh pada manusia.
BAB III
HASIL PRAKTIK KLINIK

3.1 Gambaran Umum Institusi


3.1.1 Kondisi Geografi
Peta Wilayah :

Puskesmas Nan Balimo Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok mulai beroperasional
pada bulan april 2008. Puskesmas Nan Balimo mempunyai 2 (dua) Kelurahan yaitu
Kelurahan Nan Balimo dengan luas wilayah 759 Ha dan Kelurahan Laing dengan luas
wilayah 815 Ha. Puskesmas Nan Balimo merupakan puskesmas non perawatan atau
puskesmas rawat jalan.
Puskesmas Nan Balimo terletak di Kecamatan Tanjung Harapan dengan batas-batas
wilayah sebagai berikut :
 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Aripan Kabupaten Solok
 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kel PPA dan Kampung Jawa
 Sebelah Timur berbatasan dengan kelurahan tanjung paku
 Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Kampung jawa
Jarak antara Puskesmas Nan Balimo dengan Ibukota Propinsi Sumatera Barat 67 km,
dengan Luas wilayah kerja 1474 Ha yang terbagi atas 2 (dua) kelurahan, yaitu :
 Kelurahan Nan Balimo
 Kelurahan Laing

3.1.2 Kondisi Demografi


Berdasarkan data statistik tahun 2014 jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas
Nan Balimo sebanyak 8682 jiwa, dimana menurut kelurahan yaitu:
1. Kelurahan Nan Balimo, jumlah penduduk sebanyak 7080 jiwa
2. Kelurahan Laing, jumlah penduduk sebanyak 1111 jiwa
Mata pencarian penduduk di Kelurahan Nan Balimo dan Kelurahan Laing pada
umumnya bekerja di sektor perdagangan dan sektor pertanian.

3.1.3 Visi Dan Misi


A. Visi
 “Terwujudnya masyarakat Nan Balimo dan laing mandiri untuk hidup sehat”
B. Misi
 Meningkatkan pemberdayaan masyarakat untuk ber-PHBS
 Meningkatkan kemitraan dengan stake holder bidang kesehatan
 Meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan
 Meningkatkan sumber daya manusia kesehatan
 Memantapkan manajemen Puskesmas dan sistim informasi
 Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerja
 Memelihara dan meningkatkan UKP dan UKM serta kesehatan lingkungan

3.1.4 Sarana Dan Prasarana Kesehatan


1. Gedung Puskesmas
1 buah gedung puskesmas induk yang terletak di Kelurahan Nan Balimo Kota
Solok
2. Puskesmas Pembantu
 Pustu Gelanggang Betung
 Pustu Tembok
 Pustu Laing Taluk
 Pustu Laing Pasir
3. Pos Kesehatan Kelurahan
 Poskeskel Nan Balimo
 Poskeskel Laing
4. Sarana Transportasi
 Kendaraan Dinas Roda 4 : 1 Unit
 Kendaraan Dinas Roda 2 : 13 Unit
Tabel 3.1. Data Sarana Dan Prasarana Kesehatan Di Wilayah Kerja Puskesmas Nan
BalimoTahun 2015
No Jenis Sarana Jumlah
1. Puskesmas Induk 1 Unit
2. Puskesmas Pembantu 4 Unit
3. Poskeskel 2 Unit
4. Posyandu Balita 10 Unit
5. Posyandu Lansia 4 Unit
6. Kendaraan Dinas Roda 4 1 Unit
7. Kendaraan Dinas Roda 2 13 Unit
Sumber : Profil Puskesmas Nan Balimo 2015

3.1.5 Ketenagaan Puskesmas


Ketenagaan puskesmas di Puskesmas Nan Balimo terlampir pada tabel 3.2.
Tabel 3.2. Ketenagaan Puskesmas
No Jenis Tenaga Jumlah Ket
1 Dokter Umum 2
2 Dokter Gigi 2
3 Kesehatan Masyarakat 3 1 Kepala Puskesmas
4 Tenaga Perawat 10 1 Sukarela
5 Tenaga Bidan 13 1 sukarela
6 Tenaga Sanitarian 1
7 Tenaga Gizi 3
8 Perawat Gigi 1
9 Tenaga Apotik/gudang obat 3
10 Tenaga Analis 1
11 Tenaga Refraksi Optisi 0
12 Tenaga RM 1
13 Tenaga Elektromedik 0
14 Tenaga Umum 0
15 Tenaga Supir 1
16 Penjaga Malam 1
17 Tenaga Kebersihan 1
Total 41
Sumber :Profil Puskesmas Nan Balimo 2015

3.2 Gambaran Umum Program Pelayanan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Nan


Balimo
3.2.1 Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial
1) Promosi kesehatan
Kegiatan yang dilakukan :
 Penyuluhan ke Sekolah
 Penyuluhan di Posyandu
 Penyuluhan Keliling
 Pembinaan kelurahan model Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Kawasan Tanpa
Rokok (PHBSKTR)
 Pelaksanaan kegiatan Kelurahan Siaga

2) Kesehatan Lingkungan
a. Kegiatan yang dilakukan :
 Inspeksi sanitasi dasar
 Rumah sehat
 Pemeriksaan tempat tempat umum dan tempat pengolahan makanan dan
minuman (ttu-tpm)
 Sanitasi total berbasis masyarakat (STBM)
 Pengelolaan sampah rumah tangga
 Pembinaan dan Pengawasan kwalitas air
 Penyuluhan higiene sanitasi ke sekolah
 Penyuluhan kawasan sehat
b. Hasil Kegiatan
Tabel 3.3 Hasil kegiatan program kesehatan lingkungan
No Kegiatan Target % Pencapaian %
1 Akses air bersih * 92 90,8
2 Jamban keluarga * 90 70,5
3 Pembuangan limbah 75 85,13
4 Pengelolaan sampah 95 84,9
5 Rumah sehat 80 87,12
6 TTU 75 89,4
7 TPM 65 82,5
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Nan Balimo 2014
3) Kesehatan Ibu dan Anak serta KB
a. Kegiatan yang dilakukan :
a) Program Kesehatan Ibu
 Kelas Ibu Hamil
 PelayananAnte Natal Care (ANC)
 Kunjungan ibu hamil risiko tinggi
 Kunjungan nifas
 Pemantauan stiker program perencanaan dan pencegahan komplikasi
(P4K/ANC) berkualitas
 otopsi verbal,dll
b) Program Kesehatan Anak
 Deteksi dini tumbuh kembang (DDTK)
 Kelas Ibu Balita
c) Program Keluarga Berencana
 pelayanan dan konseling
 penanganan komplikasi ringan

b. Hasil Kegiatan
Tabel 3.4 Hasil kegiatan Program Kesehatan Ibu
No. Kegiatan SPM seksi KIA Target Pencapaian (%)

1 Cakupan kunjungan ibu hamil K1 100% 107,5%

2 Cakupan kunjungan ibu hamil K4 95% 96%

3 Cakupan ibu hamil dengan 80% 20,3%


komplikasi yang ditangani

4 Cakupan pertolongan persalinan 90% 93.4%


nakes

5 Kunjungan nifas 85% 82,7%

6 Peserta KB aktif 71% 71,6%

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Nan Balimo 2014

Tabel 3.5 Hasil Kegiatan Program Kesehatan Anak

Pencapaian
No Program Kegiatan sasaran Target(%)
(%)

1 (Anak) Jumlah KN1 170 90 88,23

Jumlah KN Lengkap
2 170 90 82,7
sasaran 170
3 DDTK 2x/tahun 659 90 82,9
Jumlah neonatus
4 komplikasi yg 0 80 26,6
ditangani
5 (Bayi) Pelayanan Bayi
6 DDTK 4x/th 170 90 90,5
7 Yankes anak balita 170 85 84,6

8 Jlh kematian neonatus 0 - 4

9 Jlh kematian bayi 0 - 1


10 Jlh Kematian Balita 0 - 0
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Nan Balimo 2014

Tabel 3.6 Hasil Kegiatan Program Keluarga Berencana

Peserta KB Baru Peserta KB Aktif DROP OUT


Jml
No Kelurahan Kumulatif Kumulatif Kumulatif
PUS
Jml % Jml % Jml %

1 Nan Balimo 1250 108 8,64 908 72,6 83 6,64

2 Laing 174 41 23,6 133 76,4 23 13,2

Total 1424 149 16,12 1041 74,5 106 16,5


Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Nan Balimo 2014

4) Perbaikan Gizi Masyarakat


a. Kegiatan yang dilakukan :
 Penimbangan Masal & Pembr Vit A (bln Feb&Agst)
 Pengukuran Status Gizi muridtk/PAUD
 Pengukuran Status Gizi Siswa SD, SLTP & SLTA
 Pemberian PMT Pemulihan
 Kelas gizi
 Survey GAKY tingkat rumah tangga.
 Kegiatan rutin seperti :
 Pemberian vit A
 Pemberian tablet Fe
 GERNASDARZI

b. Hasil Kegiatan
Tabel 3.7 Hasil kegiatan Perbaikan Gizi Masyarakat

No Kegiatan Target (%) Pencapaian(%)


D/S Balita 69 65,7
N/D’ Balita 87 89.4
BGM/D Balita 3 0,9
Pendistribusian Vit A 85 98
Ibu hamil mendapat 90 tablet Fe 95 96
Bayi usia 0-6 bulan mendapat asi ekslusif 80 90.9
Balita gizi buruk mendapat perawatan - -
Cakupan rumah tangga yg konsumsi
90 100
beryodium
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Nan Balimo 2014

5) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit


a. Kegiatan yang dilakukan :
1) Prog. P2P
 Sosialisasi P2P dan Surveilans
 Pemeriksaan kontak TB
 Penyegaran Kader TB
 Penyuluhan HIV – AIDS,IMS & TB untuk pemuda dan Lapas
 Survey Epidemiologi
 PTM
 Posbindu
2) Kusta
 Penemuan dan penanganan kasus

3) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit TBC


 Pelacakan Kasus Kontak
 PMO TB
 TB mangkir
 Penyaringan suspect
4) Pencegahan dan Pemberantasan DBD
 Sosialisasi DBD
 Pemantauan Jentik
 PE
5) Penemuan dan Penanggulangan Pneumonia
 penemuan dan penanganan kasus
6) Penemuan dan Penanganan Kasus Rabies
 Pelacakan Kasus
7) Program Imunisasi
 Pelayanan Imunisasi
 BIAS
 TT WUS
 Sweeping
 Pelacakan KIPI

b. Hasil Kegiatan
Tabel 3.8 Hasil kegiatan Program P2P

No Kegiatan Target % Pencapaian %


1 Penemuan kasus BTA (+) * 70 38
2 Angka Bebas Jentik(ABJ) 92 77,43
3 Penemuan kasus Pneumoni * - 18 org
4 Pengobatan Diare 100 100
5 Penanganan kasus DBD 100 100
6 Penemuan kasus Kusta - -

7 Rabies : Kasus Gigitan - 19 org

8 Pemberian VAR/SAR - 9

9 IVA : diperiksa 237 org 63org


10 hasil (+) - 2 org
Pemakaian Zink pada diare
11 100 100
pada anak balita
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Nan Balimo 2014

Tabel 3.9 Hasil Kegiatan Program Imunisasi

No Kegiatan Target % Pencapaian %


1 Imunisasi lengkap 90 91.2
2 HB 0 85 92.4
3 BCG 95 95.3
4 Polio 1 95 96.5
5 DPT HB 1 95 101.2
6 DPT HB 3 90 95.9
7 Polio 4 90 98.2
8 Campak 90 91.2
9 BIAS Campak 95 96.3
10 BIAS DT/TT 95 93.9
11 TT WUS SMU 85 91.1
12 TT WUS POSYANDU 85 82.9
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Nan Balimo 2014

3.2.2 Program Pengembangan (Inovasi)


a. Kegiatan
1. UKS
 Skrining murid kelas 1 SD/SLTP/SLTA
 Pembinaan Sekolah Sehat
 Pelatihan Dokter Kecil/KaderKesehatan
2. Perkesmas
 Asuhan keperawatan pada keluarga
 Kunjungan rumah KK Resti
3. Kesehatan Jiwa
 Penemuan dini dan penanganan kasus jiwa
 Rujukan kasus jiwa
4. Kesehatan Mata
 Penemuan dan penangan kasus
 Rujukan
5. Kesehatan Lansia
 Pelayanan di dalam dan luar gedung
 Pembinaan kelompok lansia
 Senam lansia
 Penyuluhan kesehatan lansia
 Deteksi Dini Kesehatan Lansia
6. PKPR (Pelayanan Kes Peduli Remaja)
 pelatihan kader PKPR
 Penyuluhan & konsultasi ke sekolah
 konsultasi bagi remaja
7. Kesehatan Gigi & Mulut
 Dalam Gedung :
 Pelayanan kedaruratan Gigi
 Pelayanan Kesehatan Gigi dan mulut dasar
 Pelayanan medik gigi dasar
 Luar Gedung
 UKGS
 UKGM

3.3 Hasil Kegiatan Puskesmas


Kegiatan kepaniteraan klinik senior kedokteran Baiturrahmah dilakukan selama 5
minggu di beberapa puskesmas, salah satunya puskesmas nan balimo kota solok.
Kegiatan dari puskesmas ini di mulai dengan adanya pengarahan dari dinas kesehatan
berupa materi terkait program- program yang menjelaskan tentang kegiatan puskesmas.
Kepaniteraan klinik senior melakukan kegiatan di dalam gedung berupa pembelajaran
mengenai program –program, program ini dilakukan di masing- masing pemegang
program, mahasiswa yang berjumlah 6 orang dibagi dalam 3 kelompok, yakni kelompok
KIA, Imunisasi dan gizi , serta poli umum dan P3K. setiap kelompok berisikan 2 orang
dan akan diganti setiap minggu nya sehingga mendapat kesempatan yang sama untuk
mempelajari setiap program dari masing – masing poli.
Kemudian juga dilakukan kegiatan diluar gedung diantaranya adalah :
1. Gerakan Sayang Ibu (GSI)

a. Waktu dan Tempat


Adapun waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan ini adalah :
Tanggal : 8 Oktober 2015
Tempat : Kantor Kelurahan Laing
b. Tujuan Kegiatan
-Untuk melihat penyuluhan tentang resiko dan komplikasi ibu hamil
-Untuk melihat penyuluhan gizi untuk ibu hamil
c. Manfaat
-Mengetahui resiko dan komplikasi ibu hamil
-Mengetahui gizi untuk ibu hamil
-Mencegah resiko dan komplikasi ibu hamil

2. Deteksi Dini Tumbuh Kembang

a. Waktu dan Tempat


Adapun waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan ini adalah :
Tanggal : 9 Oktober 2015
Tempat : PAUD Ambun Suri Kelurahan Laing
b. Tujuan Kegiatan
-Melakukan penimbangan berat badan
-Melakukan pengukuran tinggi badan
-Melakukan pemeriksaan mata
-Mengisi kuisioner tumbuh kembang anak
c. Manfaat
-Mengetahui perkembangan dan pertumbuhan anak
-Mengetahui kelainan perkembangan dan pertumbuhan anak

3. Posyandu

d. Waktu dan Tempat


Adapun waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan ini adalah :
Tanggal : 13 Oktober 2015
Tempat : Posyandu Telaga Biru Kelurahan Laing
e. Tujuan Kegiatan
-Melakukan penimbangan berat badan
-Melakukan pengukuran tinggi badan
-Memberikan imunisasi
-Melakukan penyuluhan tentang Diare
f. Manfaat
-Mengetahui perkembangan dan pertumbuhan anak
-Meningkatkan pengetahuan ibu tentang Diare
-Meningkatkan imunitas anak dengan pemberian imunisasi

4. Penyelidikan Epidemiologi (PE)


a. Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan ini adalah :
Tanggal : 15 September 2015
Tempat : Gelanggang Betung Kecamatan Tanjung Harapan

b. Tujuan Kegiatan
-Untuk melihat adanya jentik-jentik di rumah suspek DBD dan minimal
10 rumah di lingkungannya
-Memberikan bubuk abate di bak penampungan air yang beresiko
menimbulkan jentik nyamuk Aides agepti
-Ditemukannya positif jentik nyamuk pada 8 rumah
-Mengajarkan pada masyarakat tentang 3M plus

c. Manfaat
-Mencegah penyebaran penyakit DBD
-Meningkatkan Angka Bebas Jentik (ABJ)

5. Deteksi Dini Tumbuh Kembang

a. Waktu dan Tempat


Adapun waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan ini adalah :
Tanggal : 19 Oktober 2015
Tempat : PAUD Ar-Rahma Kelurahan Nan Balimo
PAUD Harapan Bunda Kelurahan Laing
b. Tujuan Kegiatan
-Melakukan penimbangan berat badan
-Melakukan pengukuran tinggi badan
-Melakukan pemeriksaan mata
-Mengisi kuisioner tumbuh kembang anak
c. Manfaat
-Mengetahui perkembangan dan pertumbuhan anak
-Mengetahui kelainan perkembangan dan pertumbuhan anak

3.4. Fokus Kajian Program


3.4.1 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilakukan melalui analisis data sekunder, observasi dan wawancara
dengan penanggung jawab program di Puskesmas Nan Balimo. Terdapat 5 upaya kesehatan
masyarakat esensial yang dijalankan, yaitu promosi kesehatan, kesehatan lingkungan,
kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana, perbaikan gizi masyarakat, serta
pencegahan dan pengendalian penyakit. Identifikasi masalah dilakukan pada masing-masing
program wajib di Puskesmas Nan Balimo. Pada program esensial tersebut masih terdapat
kesenjangan antara target dan pencapaian.
Berdasarkan keseluruhan program yang belum mencapai target, dipilih dua masalah
yang memiliki skor tertinggi berdasarkan skala prioritas Urgens, Seriousness, Growth (USG).
Penilaian dua masalah prioritas tersebut ditentukan berdasarkan data laporan tahunan
puskesmas, wawancara dengan pemegang program dan pimpinan puskesmas. Permasalahan
ini tidak hanya dilihat dari kesenjangan antara target dan pencapaian, tetapi juga dilihat dari
Urgensi, Seriousness,dan Growth.
Uraian tiga permasalahan kesehatan yang dipilih tersebut yaitu:
1. Tingginya angka kejadian scabies
Jumlah kejadian scabies di Puskesmas Nan Balimo ditemukan sebanyak 107 orang
2. Rendahnya Pencapaiaan Pemeriksaan IVA
Jumlah pencapaian pemriksaan IVA di Puskesmas Nan Balimo hanya ditemukan
sebanyak 63 orang yang seharusnya mencapai target 273 orang

3.4.2. Penetapan Prioritas Masalah


Beberapa masalah yang ditemukan di Puskesmas Nan Balimo harus ditentukan
prioritas masalahnya dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas.
Upaya yang dilakukan untuk menentukan prioritas masalah tersebut adalah
menggunakan teknik skoring sebagai berikut :
1. Urgensi (merupakan masalah yang penting untuk diselesaikan)
Nilai 1 : tidak penting
Nilai 2 : kurang penting
Nilai 3 : cukup penting
Nilai 4 : penting
Nilai 5 : sangat penting
2. Seriousness (tingkat keseriusan masalah)
Nilai 1 : tidak penting
Nilai 2 : kurang penting
Nilai 3 : cukup penting
Nilai 4 : penting
Nilai 5 : sangat penting
3. Growth (tingkat perkembangan masalah)
Nilai 1 : tidak penting
Nilai 2 : kurang penting
Nilai 3 : cukup penting
Nilai 4 : penting
Nilai 5 : sangat penting

3.4.3. Penilaian prioritas masalah program di Puskesmas Nan Balimo


Berdasarkan keseluruhan program yang belum mencapai target, dipilih dua masalah
yang memiliki skor tertinggi berdasarkan skala prioritas USG. Penilaian dua masalah
prioritas tersebut ditentukan berdasarkan data laporan tahunan puskesmas dan wawancara
dengan pemegang program. Permasalahan ini tidak hanya dilihat dari kesenjangan antara
target dan pencapaian, tetapi juga dilihat dari Urgensi, Seriousness,dan Growth. Adapun
masalah yang menjadi prioritas utama berdasarkan skala USG adalah Tingginya Angka
kejadian dan Penularan Scabies sebesar 107 orang .

Masalah U S G P Prioritas
Tingginya Angka 4 3 4 48 P1
Kejadian dan Penularan
Scabies
Rendahnya Pencapaiana 4 3 3 36 P2
Pemeriksaan IVA
Diagram Sebab Akibat dari Ishikawa
( Fishbone) Tingginya Angka Kejadian dan Penularan Scabies.

METODE
MAN

Kurangnya Kesadarana Kurangnya Sosialisasi


Masyarakat akan Pentingnya tentang Scabies
Kebersihan

Masih Rendahnya Tingginya


Pengetahuan Masyarakat Angka
tentang Mudahnya Kejadian dan
Penularan Penularan
Scabies yang
mencapai 107
orang pada
tahun 2015.
Kurangnya dana untuk Pemamfaatan media
Pemamfaatan Media informasi Lokasi yang Jauh
Sosialisasi Informasi yang Kurang
yang kurang maksimal
Maksimal

Rendahnya Tingkat
Kebersihan

DANA
SARANA LINGKUNGAN
3.3.4 Analisis Sebab Akibat Masalah
Berdasarkan Diagram Sebab Akibat dari Ishikawa ( Fishbone) maka dapat dilakukan
analisis sebab akibat masalah tersebut untuk selanjutnya diambil tindakan perbaikan. Dari
berbagai penyebab yang ditemukan maka selanjutnya dicari alternatif pemecahan masalah
tersebut.

No Variabel masalah

Faktor Penyebab masalah


Alternatif Pemecahan masalah
penyebab

1 Manusia  Masih rendahnya kesadaran  Memberikan penyuluhan kepada


masyarakat akan pentingnya masyarakat mengenai pentingnya
kebersihan menjaga kebersihan
 Masih rendahnya pengetahuan  Menjelaskan kepada masyarakat
masyarakat tentang Scabies mengenai Scabies dan cara
penularannya
 Memotivasi masyarakat menjaga
kebersihan lingkungan sekitar
 Meningkatkan kerjasama petugas
puskesmas dengan petugas pustu/
poskeskel/ praktek swasta
 Mendata jumlah anak dan dewasa
yang terkena Scabies.

2 Metode  Kurangnya sosialisasi / penyuluhan  Mengadakan penyuluhan tentang


pada masyarakat mengenai Scabies Scabies
 Membuat leaflet, stiker, poster untuk
mengingatkan masyarakat tentang
Scabies
3 Money  Kurangnya dana untuk sosialisasi  Memaksimalkan penggunaan sumber
dana puskesmas yang ada dengan cara
menambahkan alokasi dana BPJS
kesehatan
4 Sarana  Kurangnya pemanfaatan media  Memanfaatkan semua sarana informasi
informasi yang ada
 Terbatasnya transportasi masyarakat  Melakukan pemeriksaan ecara dor to
dor
5 Lingkungan  Kurangnya kebersihan lingkungan  Meningkatkan kegiatan gotong royong
 Memperbaiki akses menuju puskesmas
tempat tinggal
 Lokasi puskesmas jauh dari
pemukiman penduduk

3.3.5 Plan Of Action


Berdasarkan permasalahan yang ditemukan dalam analisis sebab akibat maka
ditentukan Plan of Action yang bertujuan untuk merencanakan kegiatan sesuai dengan
masalah yang terjadi pada Tingginya Angka Kejadian Dan Penularan Scabies di Wilayah
Puskesmas Nan Balimo.

NO KEGIATAN TUJUAN SASARAN LOKASI VOLUME PELAKS-


. ANA
KEGIATAN

1. Penyuluhan kepada Meningkatkan Masyarakat Puskesmas, 1 kali dalam Dokter,


masyarakat mengenai pengetahuan posyandu 1 bulan kader dan
Scabies masyarakat petugas
puskesmas

2. Membuat leaflet, Meningkatkan Masyarakat Puskesmas, 1 kali dalam Dokter,


stiker, poster pengentahuan posyandu 1 bulan kader dan
petugas di
puskesmas

3. Pemberian reward Agar dapat Masyarakat Puskesmas, Setiap 1 kali Dokter,


(seperti menarik minat posyandu, dalam kader, dan
panci,piring,sendok) masyarakat rumah sebulan petugas
masyarakat puskesmas

4. Mendata jumlah Mengetahui Masyarakat Rumah Setiap 1 kali Petugas


masyarakat yang jumlah warga dalam puskesmas
terkena scabies masyarakat sebulan
yang terkena
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis data, didapatkan jumlah angka kejadian Scabies di Puskesmas Nan
Balimo, Kecamatan Tanjung Harapan, Kota Solok periode Januari – September 2015
sebanyak 107 orang.
Penyebab tingginya angka kejadian Scabies di Puskesmas Nan Balimo periode Januari
– September 2015 dari hasil wawancara kepada pemegang program Scabies di Puskesmas
Nan Balimo adalah pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang penyakit Scabies masih
kurang, kurangnya motivasi dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya untuk
melakukan pemeriksaan kesehatannya, dan lokasi puskesmas yang cukup jauh dari
pemukiman penduduk serta kurangnya pelaporan dari praktek dokter swasta yang menangani
kasus Scabies. Alternatif pemecahan masalah yang diusulkan adalah memberikan penyuluhan
kepada masyarakat mengenai tanda dan cara penularan scabies , membuat format pelaporan
yang jelas kepada dokter praktek swasta yang menangani kasus Scabies, dan Meningkatkan
kebersihan lingkungan sekitar.

3.2 Saran

Dalam rangka peningkatan penemuan Scabies maka disarankan agar mengadakan dan
melakukan monitoring kegiatan pencegahan Scabies tiap bulannya, mmaksimalkan kinerja
petugas dan membangun koordinasi dengan baik lintas sektor, memaksimalkan peran dokter
swasta maupun petugas kesehatan lainnya pada pelaksananaan peningkatan kebersihan, dan
memperluas relasi antara dokter praktek swasta/ fasilitas kesehatan di luar puskesmas agar
deteksi dini penyakit Scabies yang berada di wilayah kerjanya tetap terpantau dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. DEPKES. 2012.http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
scabies

2. Richard, Dedy. 2012. http://repository.unand.ac.id


3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat

4. Laporan Tahunan Scabies Tahun 2015. Solok: Puskesmas Nan Balimo

5. Dinas Kesehatan Kota Solok. 2015.Profil Kesehatan Kota Solok. Solok: Dinas Kesehatan
Kota Solok.

Anda mungkin juga menyukai