TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Puskesmas
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2014, Puskesmas merupakan
unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesahatan perorangan tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya
kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas tersebut, puskesmas menyelenggarakan fungsi
yaitu penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP) tingkat pertama di wilayah kerjanya.
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan
dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat. Upaya kesehatan masyarakat tingkat
pertama meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat
pengembangan. UKM esensial meliputi pelayanan promosi kesehatan, pelayanan kesehatan
lingkungan, pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana, pelayanan gizi, dan
pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
adalah suatu kegiatan dan atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan
untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat
penyakit dan memulihkan kesehatan perorangan.
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang :
a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat.
b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu
c. Hidup dalam lingkungan sehat
d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya
kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas puskesmas menyelenggarakan fungsi:
2.2 Manajemen
Manajemen adalah ilmu atau seni tentang bagaimana menggunakan sumber daya secara
efisien, efektif dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan
sebelumnya. Dalam hal ini manejemen mengandung tiga prinsip pokok yang menjadi ciri
utama penerapannya yaitu efisien dalam pemanfaatan sumber daya, efektif dalam memilih
alternatif kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi, dan rasional dalam pengambilan
keputusan manejerial.
2.2.1 Perencanaan
a. Pengertian
Perencanaan adalah suatu proses memulai dengan sasaran-sasaran, batasan strategi,
kebijakan, dan rencana detail untuk mencapainya, mencapai organisasi untuk menerapkan
keputusan, dan termasuk tinjauan kinerja dan umpan balik terhadap pengenalan siklus
perencanaan baru (Steiner). Perencanaan merupakan fungsi terpenting dalam manajemen
karena fungsi ini akan menentukan fungsi-fungsi manajemen lainnya.
Perencanaan manajerial akan memberikan pola pandang secara menyeluruh terhadap
semua pekerjaan yang dijalankan, siapa yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan.
Perencanaan merupakan tuntutan terhadap proses pencapaian tujuan secara efektif dan
efisien.
b. Langkah-langkah Perencanaan
Dalam perencanaan, terdapat beberapa langkah-langkah perencanaan yaitu sebagai
berikut :
1) Analisa situasi
2) Mangidentifikasi masalah prioritas
3) Menentukan tujuan program
4) Mengkaji hambatan dan kelemahan program
5) Menyusun Rencana Kerja Operasional (RKO)
2.2.2 Pengorganisasian
a. Pengertian
Pengorganisasian merupakan salah satu fungsi manajemen yang juga mempunyai
peranan penting, melalui fungsi pengorganisasian seluruh sumber daya yang dimiliki oleh
organisasi (manusia dan yang bukan manusia) akan diatur penggunaannya secara efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan.
Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolong-golongkan dan
mengatur berbagai macam kegiatan menetapkan tugas-tugas pokok dan wewenang dan
pendelegasian wewenang oleh pimpinan staf dalam mencapai tujuan organisasi
b. Manfaat Pengorganisasian
Dengan mengembangkan fungsi pengorganisasian seorang manajer akan mengetahui:
1. Pembagian tugas untuk perorangan dan kelompok
2. Hubungan organisatoris antar manusia yang akan terjadi anggota atau staf organisasi
3. Pendelegasian wewenang. Manajer atau pimpinan akan melimpahkan wewenang
kepada staf sesuai dengan tugas pokok yang diberikan kepadanya
4. Pemanfaatan staf dan fasilitas fisik yang dimiliki organisasi
c. Langkah-langkah Pengorganisasian
Ada lima langkah penting dalam pengorganisasian yaitu sebagai berikut :
1. Tujuan organisasi harus dipahami oleh staf
2. Membagi pekerjaan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pokok untuk mencapai tujuan
3. Menggolongkan kegiatan pokok kedalam satuan kegiatan yang praktis
4. Menetapkan kewajiban yang dilaksanakan oleh staf dan menyediakan fasilitas
pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya
5. Mendelegasikan wewenang
b. Standar Pengawasan
Standar pengawasan mencakup :
1. Standar norma. Standar ini dibuat berdasarkan pengalaman staf melaksanakan
kegiatan program yang sejenis atau yang dilaksanakan dalam situasi yang sama di
masa lalu.
2. Standar kriteria. Standar ini diterapkan untuk kegiatan pelayanan oleh petugas yang
sudah mendapat pelatihan. Standar ini terkait dengan tingkat profesionalisme staf.
c. Manfaat Pengawasan
Fungsi pengawasan dan pengendalian dilaksanakan dengan tepat, organisasi yang akan
memperoleh manfaatnya yaitu :
1. Dapat mempengaruhi sejauh mana kegiatan program sudah dilaksanakan oleh staf,
apakah sesuai dengan standar atau rencana kerja, apakah sumber dayanya sudah
digunakan sesuai dengan yang sudah ditetapkan. Dalam hal ini, fungsi pengawasan
dan pengendalian bermanfaat untuk meningkatkan efesiensi kegiatan program
2. Dapat mengetahui adanya penyimpangan pada pemahaman staf melaksanakan tugas-
tugasnya
3. Dapat mengetahui apakah waktu dan sumber daya lainnya mencukupi kebutuhan dan
telah dimanfaatkan secara efisien
4. Dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan
5. Dapat mengetahui staf yang perlu diberikan penghargaan, dipromosikan atau
diberikan pelatihan lanjutan.
d. Evaluasi
Fungsi pengawasan perlu dibedakan dengan evaluasi yang juga sering dilakukan untuk
mengetahui kemajuan pelaksanaan program. Perbedaaannya terletak pada sasarannya, sumber
data, siapa yang akan melaksanakannya dan waktu pelaksanaannya. Antara evaluasi dengan
fungsi pengawasan juga mempunyai kesamaan tujuan yaitu untuk memperbaiki efesiensi dan
efektifitas pelaksanaan program dengan memperbaiki fungsi perencanaan.
2.3.1 Pengertian
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes Scabies var hominis dan produknya.Sarcoptes scabies bersifat obligat parasit yang
mutlak memerlukan induk semang untuk berkembang biak.
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung
dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor dan tidak bermata.
Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang
jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4
pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada
betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir
dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat yang dapat dilihat pada gambar
berikut.
Gambar 1. Tungau Scabies Betina
Tungau skabies tidak dapat terbang namun dapat berpindah secara cepat saat kontak
kulit dengan penderita. Yang menjadi penyebab utama gejala – gejala pada skabies ini ialah
Sarcoptes scabiei betina. Bila tungau betina telah mengandung (hamil), ia membuat
terowongan pada lapisan tanduk kulit dimana ia meletakkan telurnya
Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati,
kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang
betina. Tungau betina yang telah dibuahi, menggali terowongan dalam stratum korneum,
dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari
sampai mencapai jumlah 40 atau 50.
Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas,
biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini
dapat tinggal dalam terowongan tetapi dapat juga ke luar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi
nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus
hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari tetapi
ada juga yang menyebutkan selama 8-17 hari.
2.3.2 Patogenesis
Sarcoptes scabiei dapat menyebabkan reaksi kulit yang berbentuk eritem, papul atau
vesikel pada kulit dimana mereka berada. Timbulnya reaksi kulit disertai perasan
gatal.Masuknya S. scabiei ke dalam epidermis tidak segera memberikan gejala pruritus. Rasa
gatal timbul 1 bulan setelah infestasi primer serta adanya infestasi kedua sebagai manifestasi
respons imun terhadap tungau maupun sekret yang dihasilkan terowongan di bawah kulit.
Tungau skabies menginduksi antibodi IgE dan menimbulkan reaksi hipersensitivitas
tipe cepat. Lesi-lesi di sekitar terowongan terinfiltrasi oleh sel-sel radang. Lesi biasanya
berupa eksim atau urtika, dengan pruritus yang intens, dan semua ini terkait dengan
hipersensitivitas tipe cepat. Pada kasus skabies yang lain, lesi dapat berupa urtika, nodul atau
papul, dan ini dapat berhubungan dengan respons imun kompleks berupa sensitisasi sel mast
dengan antibodi IgE dan respons seluler yang diinduksi oleh pelepasan sitokin dari sel Th2
dan/atau sel mast.
Di samping lesi yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei secara langsung, dapat pula
terjadi lesi-lesi akibat garukan penderita sendiri.2 Dengan garukan dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder
d. Skabies Norwegia
Skabies jenis ini sering disebut juga skabies berkrusta (crusted scabies) yang
memiliki karakteristik lesi berskuama tebal yang penuh dengan infestasi tungau.
Istilah skabies Norwegia merujuk pada Negara yang pertama mendeskripsikan
kelainan ini yang kemudian diganti dengan istilah skabies berkrusta.
Bentuk lesi jenis skabies ini ditandai dengan dermatosis berkrusta pada
tangan dan kaki, pada kuku dan kepala. Penyakit ini dikaitkan dengan penderita yang
memiliki defek imunologis misalnya usia tua, debilitas, disabilitas pertumbuhan,
contohnya seperti sindrom Down, juga pada penderita yang mendapat terapi
imunosupresan.
Tidak seperti skabies pada umumnya, penyakit ini dapat menular melalui
kontak biasa. Masih belum jelas apakah hal ini disebabkan jumlah tungau yang sangat
banyak atau karena galur tungau yang berbeda. Studi lain menunjukkan pula bahwa
transmisi tidak langsung seperti lewat handuk dan pakaian paling sering
menyebabkan skabies berkrusta. Terapi yang dapat diberikan selain skabisid adalah
terapi suportif dan antibiotik. Berikut dipaparkan gambaran skabies berkrusta.
Meskipun data yang ada masih sedikit, tampaknya ada kecenderungan bahwa
penderita dengan AIDS biasanya menderita bentuk skabies berkrusta (crusted scabies).
Selain itu, skabies pada penderita AIDS biasanya juga menyerang wajah, kulit, dan kuku
dimana hal ini jarang didapatkan pada penderita status imunologi yang normal.
Terdapat berbagai variasi dalam gambaran klinis, mulai dari bentuk-bentuk yang
tidak khas pada orang-orang yang tingkat kebersihannya tinggi, berupa papul-papul saja
pada tempat predileksi. Tidak jarang terjadi infeksi sekunder akibat garukan dengan
kebersihan kuku yang kurang baik. Pada kasus-kasus yang kebersihannya kurang baik
dapat terlihat ektima, impetigo, selulitis, folikulitis, dan furunkulosis.
Tes tinta Burowi dan uji tetrasiklin jarang memberikan hasil positif karena
biasanya penderita datang pada keadaan lanjut dan sudah terjadi infeksi sekunder
sehingga terowongan tertutup oleh krusta dan tidak dapat dimasuki tinta atau salep.
2.3.6 Terapi
Terapi skabies harus segera dilakukan setelah penegakan diagnosis. Penundaan terapi
dapat menyebabkan infestasi tungau yang semakin banyak dan kemungkinan peningkatan
keparahan gejala.Terapi skabies ini juga harus tuntas bagi penderita dan juga dilakukan bagi
keluarga penderita yang memiliki gejala yang sama karena skabies yang tidak terobati
biasanya memiliki hubungan dengan peningkatan kejadian pyoderma oleh Streptococcus
pyogenes. Terdapat sejumlah terapi skabies yang efektif dan pemilihannya tergantung pada
biaya dan potensi toksiknya. Terkadang penderita menggunakan obat lebih lama dari waktu
yang dianjurkan, sehingga mengetahui kuantitas obat yang tepat untuk diresepkan akan dapat
mencegah timbulnya iritasi akibat pemakaian obat yang berlebihan, yang pada akhirnya
disalahartikan sebagai kegagalan terapi. Skabisid topikal sebaiknya dipakai di seluruh tubuh
kecuali wajah. Obat harus segera dibersihkan secara menyeluruh setelah periode waktu yang
dianjurkan. Pagi hari setelah terapi, pakaian, sprei, dan handuk dicuci menggunakan air
panas. Tungau akan mati pada suhu 130oC. Pasien dapat diberikan edukasi untuk
meningkatkan kebersihan lingkungan dan perorangan.
Penderita hendaknya diberikan pengertian bahwa meskipun penyakit telah diobati
secara adekuat, rasa gatal akan tetap ada sampai beberapa bulan. Seluruh anggota keluarga
yang memiliki gejala harus diterapi, termasuk pasangan seksual. Para ahli merekomendasikan
terapi untuk anggota keluarga bersifat simultan, karena angka kesembuhan setelah 10 minggu
lebih tinggi.Terapi topikal untuk skabies yang sering digunakan adalah sebagai berikut :
1. Krim Permetrin ( Elimite, Acticin), yaitu suatu skabisid berupa piretroid sintesis
yang efektif pada manusia dengan toksisitas rendah, bahkan dengan pemakaian yang
berlebihan sekalipun dan obat ini telah dipergunakan lebih dari 20 tahun.Krim
permetrin ditoleransi dengan baik, diserap minimal dan tidak diabsorbsi sistemik,
serta dimetabolisasi dengan cepat. Obat ini merupakan terapi pilihan lini pertama
rekomendasi dari CDC untuk terapi tungau tubuh. Penggunaan obat ini biasanya pada
sediaan krim dengan kadar 1% untuk terapi tungau pada kepala dan kadar 5% untuk
terapi tungau tubuh. Studi menunjukkan Penggunaan permethrin 1% untuk tungau
daerah kepala lebih baik dari lindane karena aman dan tidak diabsorbsi secara
sistemik. Cara pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area tubuh dari leher ke
bawah dan dibilas setelah 8-14 jam.Bila diperlukan, pengobatan dapat diulang setelah
5-7 hari kemudian. Belum ada laporan terjadinya resistensi yang signifikan tetapi
beberapa studi menunjukkan adanya resistensi permethrin 1% pada tungau kepala
namun dapat ditangani dengan pemberian permethrin 5%.Permetrin sebaiknnya tidak
digunakan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan atau pada wanita hamil dan
menyusui namun studi lain mengatakan bahwa obat ini merupakan drug of choice
untuk wanita hamil. Dikatakan bahwa permethrin memiliki angka kesembuhan hingga
97,8% jika dibandingkan dengan penggunaan ivermectin yang memiliki angka
kesembuhan 70%. Tetapi penggunaan 2 dosis ivermectin selama 2 minggu memiliki
keefektifan sama dengan permethrin. Efek samping yang sering timbul adalah rasa
terbakar dan yang jarang adalah dermatitis kontak dengan derajat ringan sampai
sedang.
2. Lindane 1% (gamma-benzen heksaklorida), merupakan pilihan terapi lini kedua
rekomendasi CDC. Dalam beberapa studi memperlihatkan keefektifan yang sama
dengan permetrin. Studi lain menunjukkan lindane kurang unggul dibanding
permetrin.Lindane memiliki angka penyembuhan hingga 98% dan diabsorbsi secara
sistemik pada penggunaan topikal terutama pada kulit yang rusak. Sediaan obat ini
biasanya sebanyak 60 mg. Cara pemakaiannya adalah dengan dioleskan dan dibiarkan
selama 8 jam. Sama seperti pada permetrin, kadang diperlukan pengolesan ulang 1
minggu setelah terapi pertama. Salah satu kekurangan obat ini adalah absorbsi secara
sistemik terutama pada bayi, anak dan orang dewasa dengan kerusakan kulit yang
luas. Lindane memiliki efek samping yaitu toksik pada sistem saraf pusat dengan
keluhan utama kejang. Lindane sebaiknya tidak digunakan untuk bayi, anak dibawah
2 tahun, dermatitis yang meluas, wanita hamil atau menyusui, penderita yang pernah
mengalami kejang atau penyakit neurologi lainnya.
3. Sulfur, biasanya diresepkan sebagai sulfur presipitat (6%) dalam petrolatum. Sulfur
dipakai saat malam hari selama 3 malam dan dibersihkan secara menyeluruh 24 jam
terakhir. Kekurangannya adalah sulfur berbau, meninggalkan noda dan berminyak,
mengiritasi, membutuhkan pemakaian berulang, namun relatif aman, efektif dan tepat
untuk bayi berumur kurang dari 2 bulan dan selama kehamilan atau menyusui.
4. Benzil benzoat 25%, merupakan produk alamiah, disebut juga balsam Peru dan
telah dipergunakan lebih dari 60 tahun. Obat ini merupakan skabisid kerja cepat yang
efektif terhadap semua stadium namun tidak dijual bebas di Amerika Serikat.
Penggunaannya diberikan setiap malam selama 3 kali. Obat ini sulit diperoleh, sering
memberi iritasi dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai. Benzyl benzoate
memiliki keefektifan yang sama dengan lindane.
5. Krim Krotamiton (Eurax) dianggap tidak cukup efektif untuk mengobati skabies.
Kualitas krim ini dibawah permetrin dan efektivitasnya setara dengan benzyl benzoat
atau sulfur.
Penyakit yang serius akibat skabies jarang didapatkan, kecuali pada bayi dan
penderita skabies berkrusta. Tetapi pruritus dan infeksi yang ditimbulkan dapat menjadi
masalah dan memerlukan terapi khusus. Lesi dengan fecal pellet terkadang memberi rasa
gatal untuk beberapa saat setelah tungau mati. Hal ini memerlukan pemberian
antihistamin dan bila gatal tetap mengganggu dapat diberikan steroid oral dalam waktu
yang singkat. Bila didapatkan superinfeksi oleh bakteri, antibiotic harus diberikan.
Terdapat istilah acarofobia yaitu penderita dengan delusi. Penderita mulai merasa bahwa
pada kulit mereka masih terdapat tungau meskipun telah diobati. Bila gangguan ini
berkelanjutan maka diperlukan pertolongan psikiater.
2.3.7 Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor prediposisi (antara lain higiene), maka penyakit ini
dapat diberantas dan memberikan prognosis yang baik. Oleh karena manusia merupakan
penjamu (hospes) definitif, maka apabila tidak diobati dengan sempurna, Sarcoptes
scabiei akan tetap hidup tumbuh pada manusia.
BAB III
HASIL PRAKTIK KLINIK
Puskesmas Nan Balimo Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok mulai beroperasional
pada bulan april 2008. Puskesmas Nan Balimo mempunyai 2 (dua) Kelurahan yaitu
Kelurahan Nan Balimo dengan luas wilayah 759 Ha dan Kelurahan Laing dengan luas
wilayah 815 Ha. Puskesmas Nan Balimo merupakan puskesmas non perawatan atau
puskesmas rawat jalan.
Puskesmas Nan Balimo terletak di Kecamatan Tanjung Harapan dengan batas-batas
wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Aripan Kabupaten Solok
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kel PPA dan Kampung Jawa
Sebelah Timur berbatasan dengan kelurahan tanjung paku
Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Kampung jawa
Jarak antara Puskesmas Nan Balimo dengan Ibukota Propinsi Sumatera Barat 67 km,
dengan Luas wilayah kerja 1474 Ha yang terbagi atas 2 (dua) kelurahan, yaitu :
Kelurahan Nan Balimo
Kelurahan Laing
2) Kesehatan Lingkungan
a. Kegiatan yang dilakukan :
Inspeksi sanitasi dasar
Rumah sehat
Pemeriksaan tempat tempat umum dan tempat pengolahan makanan dan
minuman (ttu-tpm)
Sanitasi total berbasis masyarakat (STBM)
Pengelolaan sampah rumah tangga
Pembinaan dan Pengawasan kwalitas air
Penyuluhan higiene sanitasi ke sekolah
Penyuluhan kawasan sehat
b. Hasil Kegiatan
Tabel 3.3 Hasil kegiatan program kesehatan lingkungan
No Kegiatan Target % Pencapaian %
1 Akses air bersih * 92 90,8
2 Jamban keluarga * 90 70,5
3 Pembuangan limbah 75 85,13
4 Pengelolaan sampah 95 84,9
5 Rumah sehat 80 87,12
6 TTU 75 89,4
7 TPM 65 82,5
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Nan Balimo 2014
3) Kesehatan Ibu dan Anak serta KB
a. Kegiatan yang dilakukan :
a) Program Kesehatan Ibu
Kelas Ibu Hamil
PelayananAnte Natal Care (ANC)
Kunjungan ibu hamil risiko tinggi
Kunjungan nifas
Pemantauan stiker program perencanaan dan pencegahan komplikasi
(P4K/ANC) berkualitas
otopsi verbal,dll
b) Program Kesehatan Anak
Deteksi dini tumbuh kembang (DDTK)
Kelas Ibu Balita
c) Program Keluarga Berencana
pelayanan dan konseling
penanganan komplikasi ringan
b. Hasil Kegiatan
Tabel 3.4 Hasil kegiatan Program Kesehatan Ibu
No. Kegiatan SPM seksi KIA Target Pencapaian (%)
Pencapaian
No Program Kegiatan sasaran Target(%)
(%)
Jumlah KN Lengkap
2 170 90 82,7
sasaran 170
3 DDTK 2x/tahun 659 90 82,9
Jumlah neonatus
4 komplikasi yg 0 80 26,6
ditangani
5 (Bayi) Pelayanan Bayi
6 DDTK 4x/th 170 90 90,5
7 Yankes anak balita 170 85 84,6
b. Hasil Kegiatan
Tabel 3.7 Hasil kegiatan Perbaikan Gizi Masyarakat
b. Hasil Kegiatan
Tabel 3.8 Hasil kegiatan Program P2P
8 Pemberian VAR/SAR - 9
3. Posyandu
b. Tujuan Kegiatan
-Untuk melihat adanya jentik-jentik di rumah suspek DBD dan minimal
10 rumah di lingkungannya
-Memberikan bubuk abate di bak penampungan air yang beresiko
menimbulkan jentik nyamuk Aides agepti
-Ditemukannya positif jentik nyamuk pada 8 rumah
-Mengajarkan pada masyarakat tentang 3M plus
c. Manfaat
-Mencegah penyebaran penyakit DBD
-Meningkatkan Angka Bebas Jentik (ABJ)
Masalah U S G P Prioritas
Tingginya Angka 4 3 4 48 P1
Kejadian dan Penularan
Scabies
Rendahnya Pencapaiana 4 3 3 36 P2
Pemeriksaan IVA
Diagram Sebab Akibat dari Ishikawa
( Fishbone) Tingginya Angka Kejadian dan Penularan Scabies.
METODE
MAN
Rendahnya Tingkat
Kebersihan
DANA
SARANA LINGKUNGAN
3.3.4 Analisis Sebab Akibat Masalah
Berdasarkan Diagram Sebab Akibat dari Ishikawa ( Fishbone) maka dapat dilakukan
analisis sebab akibat masalah tersebut untuk selanjutnya diambil tindakan perbaikan. Dari
berbagai penyebab yang ditemukan maka selanjutnya dicari alternatif pemecahan masalah
tersebut.
No Variabel masalah
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis data, didapatkan jumlah angka kejadian Scabies di Puskesmas Nan
Balimo, Kecamatan Tanjung Harapan, Kota Solok periode Januari – September 2015
sebanyak 107 orang.
Penyebab tingginya angka kejadian Scabies di Puskesmas Nan Balimo periode Januari
– September 2015 dari hasil wawancara kepada pemegang program Scabies di Puskesmas
Nan Balimo adalah pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang penyakit Scabies masih
kurang, kurangnya motivasi dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya untuk
melakukan pemeriksaan kesehatannya, dan lokasi puskesmas yang cukup jauh dari
pemukiman penduduk serta kurangnya pelaporan dari praktek dokter swasta yang menangani
kasus Scabies. Alternatif pemecahan masalah yang diusulkan adalah memberikan penyuluhan
kepada masyarakat mengenai tanda dan cara penularan scabies , membuat format pelaporan
yang jelas kepada dokter praktek swasta yang menangani kasus Scabies, dan Meningkatkan
kebersihan lingkungan sekitar.
3.2 Saran
Dalam rangka peningkatan penemuan Scabies maka disarankan agar mengadakan dan
melakukan monitoring kegiatan pencegahan Scabies tiap bulannya, mmaksimalkan kinerja
petugas dan membangun koordinasi dengan baik lintas sektor, memaksimalkan peran dokter
swasta maupun petugas kesehatan lainnya pada pelaksananaan peningkatan kebersihan, dan
memperluas relasi antara dokter praktek swasta/ fasilitas kesehatan di luar puskesmas agar
deteksi dini penyakit Scabies yang berada di wilayah kerjanya tetap terpantau dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. DEPKES. 2012.http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
scabies
5. Dinas Kesehatan Kota Solok. 2015.Profil Kesehatan Kota Solok. Solok: Dinas Kesehatan
Kota Solok.