Rawat inap di RS :
Oksigen, bila perlu dengan pemantauan
saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen
inspirasi. Tujuannya : mempertahankan
PaO2 ≥ 8 kPa dan SaO2 ≥ 92 %
Terapi oksigen pada pasien dengan penyakit
dasar PPOK dengan komplikasi gagal napas
dituntun dngan pengukuran analisis gas
darah berkala
Cairan : bila perlu dengn cairan intravena
Nutrisi
Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan
parasetamol
Ekspektoran/mukolitik
Rawat di ICU :
Bronkoskopi dapat bermanfaat utnuk retensi
sekret, mengambil sampel untuk kultur guna
penelusuran mikrobiologi lain dan
menyingkirkan kelainan endobronkial
Terapi antibiotika
Pemilihan antibiotika dengan spektrum
sesempit mungkin, berdasarkan perkiraan
etiologi yang menyebabkan CAP pada
kelompok pasien tertentu, sesuai dengan
pedoman terapi empirik inisial ATS 2001
(lihat tabel 1, 5 dan gambar 2). Syarat untuk
alih terapi (ATS 2001) :
- Berkurangnya keluhan batuk dan sesak
napas
- Suhu Afebris (< 100 °F) pada dua
pengukuran terpisah 8 jam lamanya, o
leukosit berkurang / menjadi normal)
- Saluran gastrointestinal berfungsi baik,
masukan oral adekuat
Prinsip-prinsip terapi
a. Edukasi
b. Berhenti merokok
c. Obat-obatan (bronkodilator, antiinflamasi, antibiotik,
antioksidan, mukolitik, phosphodiesterase-4 inhibitor)
d. Rehabilitasi : latihan fisik, psikososial
e. Terapi oksigen : jika PaO2 <60mmHg atau Sat O2 <90%,
PaO2 di antara 55-59 mmHg atau Sat O2 >89% disertai
korpulmonale, perubahan P pulmonal, Ht > 55% dan
tanda-tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, dan
penyakit paru lain
f. Ventilasi mekanis : pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik,
atau pada PPOK derajat berat dengan gagal napas
kronik.
g. Nutrisi
9. Edukasi 1. Perjalanan penyakit dan pengobatan PPOK
2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3. Menghindari faktor pencetus
4. Efek samping obat
5. Prognosis
6. Menyesuaikan keterbatasan aktivitas
10. Prognosis Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
11. Penelaah Kritis SMF Paru
12. Indikator 1. Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas
Medis kronik
2. Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil
AGD menunjukkan pH normal, PCO2 > 60mmHg, dan PO2
<60mmHg
3. Sputum tidak berwarna atau jernih
4. Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat
PPOK (hasil spirometri)
5. Penggunaan bronkodilator sesuai rencana peengobatan,
tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan
13. Referensi 1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PPOK : Diagnosis
dan Penatalaksanaan. 2011.
2. GOLD, Global Strategy for Diagnosis, Management and
Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease,
updated 2014
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
BADAN LAYANAN UMUM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER AGOESDJAM
KABUPATEN KETAPANG
2019
ASMA BRONKIAL
1. Definisi Adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas
yang ditandai dengan obstruksi jalan napas yang
dapat hilang dengan atau tanpa pengobatan
akibat hiperreaktivitas bronkus terhadap
berbagai rangsangan yang melibatkan sel-sel
elemen selular terutama mastosit, eosinofil,
limfosit T, makrofag, netrofil dan epitel
2. Anamnesis Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari
pasien asma antara lain:
Apakah ada batuk yang berulang terutama
pada malam menjelang dini hari?
Apakah pasien mengalami mengi atau dada
terasa berat atau batuk setelah terpajan
allergen atau polutan?
Apakah pada waktu pasien mengalami
selesma (common cold) merasakan sesak di
dada dan selesmanya menjadi
berkepanjangan (10 hari atau lebih)?
Apakah ada mengi atau rasa berat di dada
atau batuk setelah melakukan aktifitas atau
olahraga?
Apakah gejala-gejala tersebut di atas
berkurang/hilang setelah pemberian obat
pelega (bronkodilator)?
Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika
terjadi perubahan musim/ cuaca atau suhu
yang ekstrim (tiba-tiba)?
Apakah ada penyakit alergi lainnya (rhinitis,
dermatitis atopi, konjungtivitis alergi)?
Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang
tua, anak, saudara kandung, saudara
sepupu) ada yang menderita asma atau
alergi?
3. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari
normal sampai didapatkannya kelainan. Perlu
diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit
alergi lainnya. Tanda asma yang paling sering
ditemukan adalah mengi, namun pada sebagian
pasien asma tidak didapatkan mengi di luar
serangan. Begitu juga pada asma yang sangat
berat, mengi dapat tidak terdengan (silent chest),
biasanya pasien dalam keadaan sianosis dan
kesadaran menurun.
Secara umum pasien yang sedang mengalam
serangan asma dapat ditemukan hal-hal sebagai
berikut, sesuai derajat serangan:
Inspeksi:
o Pasien terlihat gelisah
o Sesak (napas cuping hidung, napas
cepat, retraksi sela iga, retraksi
epigastrium, retraksi suprasternal)
o Sianosis
Palpasi
o Biasanya tidak ditemukan kelainan
o Pada serangan berat dapat terjadi
pulsus paradoksus
Perkusi
Biasanya tidak ditemukan kelainan
Auskultasi
o Ekspirasi memanjang
o Mengi
o Suara lendir
4. Kriteria Diagnosis Episode berulang sesak napas, dengan atau
tanpa mengi dan rasa berat di dada akibat faktor
pencetus.
Dibagi menjadi :
1. Asma intermiten, gejala asma < 1 kali/minggu,
asimptomatik, APE di antara serangan normal,
asma malam ≤ 2 kali/bulan, APE ≥ 80 %,
variabilitas < 20 %.
2. Asma persisten sedang, gejala asma ≥ 1
kali/seminggu, < 1 kali/hari, asma malam > 2
kali/bulan, APE ≥ 80 %, variabilitas 20-30 %.
3. Asma persisten sedang, gejala asma tiap hari,
tiap hari menggunakan beta-2 agonis kerja
singkat, aktivitas terganggu saat serangan,
asma malam > 1 kali/minggu, APE > 60 % dan
< 80 % prediksi atau variabilitas > 30 %.
Asma persisten berat, gejala asma terus menerus,
asma malam sering, aktivitas terbatas, dan APE ≤
60 % prediksi atau variabilitas > 30 %. Asma
eksaserbasi akut dapat terjadi pada semua
tingkatan derajat asma.
5. Diagnosis Kerja Asma Bronkial
6. Diagnosis Banding Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Bronkitis kronik
Gagal jantung kongestif
Batuk kronik akibat lain-lain
Disfungsi laring
Obstruksi mekanis
Emboli paru
7. Pemeriksaan Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat
Penunjang spirometer
Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan
alat peak flow rate meter
Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/
tidaknya hipereaktivitas bronkus
Uji alergi (tes tusuk kulit/ skin prick test)
untuk menilai ada tidaknya alergi
Foto thoraks
Laboratorium: jumlah eosinofil, sputum
dan analisis gas darah atas indikasi
8. Tata Laksana 1. Asma intermiten tidak memerlukan obat
pengendali
2. Asma persisten ringan memerlukan obat
pengendali kortikosteroid inhalasi (500 ug
BDP atau ekuivalennya) atau pilihan
lainnya: teofilin lepas lambat, kromolin,
antileukotrien.
3. Asma persisten sedang memerlukan obat
pengendali berupa kortikosteroid inhalasi
(200-1000 ug BDP atau ekuivalennya)
ditambah dengan beta-2 agonis aksi lama
(LABA) atau pilihan lain kortikosteroid
inhalasi (500-1000 ug BDP atau
ekuivalennya) + teofilin lepas lambat atau
Kortikosteroid Inhalasi (500-1000 ug BDP
atau ekuivalennya) + LABA oral atau
kortikosteroid inhalasi dosis ditinggikan (>
1000 ug BDP atau ekuivalennya) atau
kortikosteroid inhalasi 500-1000 ug BDP
atau ekuivalennya) + antileukotrien.
4. Asma persisten berat memerlukan
kortikosteroid Inhalasi (> 1000 ug BDP atau
ekivalennya) + LABA inhalasi + salah satu
pilihan berikut :
Teofilin lepas lambat
Antileukotrien
LABA oral
BDP = Budesonide propionat
Sedangkan untuk penghilang sesak diberikan
beta 2-agonis kerja singkat inhalasi tetapi tidak
boleh lebih dari 3-4 kali sehari. Antikolinergik
inhalasi, agonis beta-2 kerja singkat oral dan
teofilin lepas lambat dapat diberikan sebagai
pilihan lain selain agonis beta-2 kerja singkat
inhalasi. Bila terjadi eksaserbrasi akut maka
tahap penatalaksanaannya sebagai berikut :
1. Oksigen
2. Inhalasi agonis beta-2 tiap 20 menit sampai
3 kali selanjutny tergantung respons terapi
awal
3. Inhalasi antikolinergik (Ipatropium
bromida) setiap 4-6 jam terutama pada
obstruksi berat (atau dapat diberikan
bersama-sama dengan agonis beta-2)
4. Kortikosteroid oral atau parenteral dengan
dosis 40-60 mg/hari setara prednison
5. Aminofilin tidak dianjurkan (bila diberikan
dosis awal 5-6 mg/kgBB dilanjutkan infus
aminofilin 0,5-0,6 mg/kgBB/jam)
6. Antibiotik bila ada infeksi sekunder
7. Pasien diobservasi 1-3 jam kemudian
dengan pemberian agonis beta-2 tiap 60
menit. Bila setelah masa observasi terus
membaik, pasien dapat dipulangkan
dengan pengobatan (3-5 hari) inhalasi
agonis beta-2 diteruskan, steroid oral
diteruskan, penyuluhan dan pengobatan
lanjutan, antibiotik diberikan bila ada
indikasi, perjanjian kontrol berobat
8. Bila setelah observasi 1-2 jam tidak ada
perbaikan atau pasien termasuk golongan
risiko tinggi : pemeriksaan fisik tambah
berat, APE (arus puncak ekspirasi) > 50 %
dan < 70 % dan tidak ada perbaikan
hipoksemia (dari hasil analisis gas darah)
pasien harus dirawat.