Anda di halaman 1dari 20

PPOK

DEFENISI
• Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang
• dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang
tidak
• sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan
• respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun /
• berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap
derajat
• berat penyakit.
• Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK
karena:
• Emfisema merupakan diagnosis patologik
• Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis
Selain itu keduanya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara
dalam saluran napas.
EPIDEMIOLOGI
• The Asia Pacific COPD Round Table Group memperkirakan, jumlah
• penderita PPOK sedang hingga berat dinegara-negara Asia pasifik tahun
• 2006 mencapai 56,6 Juta penderita dengan prevalensi 6,3 %. Angka
• prevalensi berkisar 3,5 – 6,7%, seperti : China dengan angka kasus
• mencapai 38,160 juta jiwa, Jepang (5,014 juta jiwa) dan Vietnam (2,068
• juta jiwa) sementara di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita
• dengan prevalensi 5,6%. Angka ini bisa meningkat dengan makin
• banyaknya jumlah perokok karena 90 % penderita PPOK adalah perokok
• atau mantan perokok.
FAKTOR RESIKO
• 1. Asap rokok
• 2. Polusi udara
• Dalam ruangan
• Diluar ruangan
• 3. Stres oksidatif
• 4. Gen
• 5. Tumbuh kembang paru
• 6. Sosial ekonomi
DIAGNOSIS
Gejala Keterangan
Sesak Progresif (sesak bertambah berat seiring
berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persistent (menetap sepanjang hari)
Dijelaskan oleh bahasa pasien sebagai
"Perlu usaha untuk bernapas,"
Berat, sukar bernapas, terengah-engah

Batuk Kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak


Batuk kronik berdahak Setiap batuk kronik berdahak dapat
mengindikasikan PPOK
Riwayat terpajan factor Asap rokok.
resiko, terutama Debu dan bahan kimia di tempat kerja
Asap dapur
Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri, jika salah satu indikator
ini ada pada individu di atas usia 40 tahun.
• Gambaran Klinis
• 1. Anamnesis
• Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
• pernapasan
• Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
• Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
• Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat
• badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang,
• lingkungan asap rokok dan polusi udara
• Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
• Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
• 2. Pemeriksaan Fisis
• PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
• Inspeksi
• - Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup /
• mencucu)
• - Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal
• sebanding)
• - Penggunaan otot bantu napas
• - Hipertropi otot bantu napas
• - Pelebaran sela iga
• - Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut
• vena jugularis di leher dan edema tungkai
• - Penampilan pink puffer atau blue bloater
• Palpasi
• Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
• Perkusi
• Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
• diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
• Auskultasi
• - Suara napas vesikuler normal, atau melemah
• - Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas
• biasa atau pada ekspirasi paksa
• - Ekspirasi memanjang
• - Bunyi jantung terdengar jauh
• Pemeriksaan rutin
• 1. Faal Paru
• Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP
• - Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan
• atau VEP1/KVP (%).
• - Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
• (VEP1/KVP) < 75%
• - VEP1 % merupakan parameter yang paling umum
• dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau
• perjalanan penyakit
• - Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin
• dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat
• dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti
• harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
Pemeriksaan spirometri
Persiapan
• Spirometer perlu di kalibrasi secara teratur.
• Spirometer harus menghasilkan hard copy /rekaman secara otomatis
• untuk mendeteksi kesalahan teknis atau untuk mengidentifikasi apakah
• uji sudah memenuhi syarat.
• Petugas yang melakukan uji spirometri perlu pelatihan untuk
• mendapatkan hasil yang efektif .
• Usaha maksimal dari pasien diperlukan dalam melaksanakan uji ini
• guna menghindari kesalahan diagnosis maupun manajemen.
Kinerja
• Spirometri harus dilakukan menggunakan teknik yang memenuhi
• standar
• Volume ekspirasi dilakukan dengan benar
• Rekaman harus dilakukan cukup waktu untuk mencatat suatu kurva
• volume/waktu yang dicapai, mungkin memerlukan waktu lebih dari 15
• detik pada penyakit berat.
• Baik KVP maupun VEP1 harus merupakan nilai terbesar yang
• diperoleh dari salah satu 3 kurva dengan teknis yang benar, nilai KVP
• dan nilai VEP1 dalam tiga kurva harus bervariasi dengan perbedaan
• tidak lebih dari 5% atau 100 ml.
• Rasio VEP1/KVP harus diambil dari kurva yang secara teknis dapat
• diterima dengan nilai terbesar dari KVP maupun VEP1.
Evaluasi
• Pengukuran spirometri dievaluasi dengan membandingkan hasil
• pengukuran terhadap nilai acuan yang tepat berdasarkan usia, tinggi
• badan, jenis kelamin dan ras
• Nilai VEP1 pasca bronkodilator < 80% prediksi serta nilai VEP1/KVP
• <0,70 memastikan ada hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
• reversibel
• Uji bronkodilator
• - Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak
• ada gunakan APE meter.
• - Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8
• hisapan, 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai
• VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <20% nilai
• awal dan <200 ml
• - Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
• Persiapan
• Uji harus dilakukan ketika pasien secara klinis stabil dan bebas dari
• infeksi pernapasan.
• Pasien sebaiknya tidak menggunakan bronkodilator inhalasi kerja
• cepat enam jam sebelum uji, bronkodilator kerja lama 12 jam
• sebelum uji, atau teofilin lepas lambat 24 jam sebelum uji.
• Spirometri
• VEP1 harus diukur sebelum diberikan bronkodilator
• Bronkodilator harus diberikan dengan inhaler dosis terukur melalui
• perangkat spacer atau nebulizer untuk meyakinkan telah dihirup
• Dosis bronkodilator harus ditentukan untuk mendapatkan kurva
• tertinggi pada dosis tertentu
• Protokol dosis yang memungkinkan adalah 400 g 2-agonis,
• hingga 160 g antikolinergik, atau gabungan keduanya. VEP1 harus
• diukur lagi 10-15 menit setelah diberikan bronkodilator kerja singkat
• atau 30-45 menit setelah diberikan bronkodilator kombinasi.
• Kesimpulan:
• Peningkatan VEP1 yang baik dan dianggap bermakna bila lebih besar
dari
• 200 ml atau 12% di atas VEP1 sebelum pemberian bronkodilator. Hal
ini
• sangat membantu untuk melihat perubahan serta perbaikan klinis.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis Gejala
PPOK Onset pada usia pertengahan.
Gejala progresif lambat.
Lamanya riwayat merokok.
Sesak saat aktivitas
Sebagian besar hambatan aliran udara ireversibel.
Asma Onset awal sering pada anak.
Gejala bervariasi dari hari ke hari.
Gejala pada malam / menjelang pagi.
Disertai alergi, rinitis atau eksim .
Riwayat keluarga dengan asma.
Sebagian besar keterbatasan aliran udara reversibel
Gagal Jantung Auskultasi,terdengar ronchi halus di bagian basal.
kongestif Foto toraks tampak jantung membesar, edema paru.
Uji fungsi paru menunjukkan restriksi bukan obstruksi.
Bronkiektasis Sputum produktif dan purulen.
Umumnya terkait dengan infeksi bakteri.
Auskultasi terdengar ronki kasar
Foto toraks /CT-scan toraks menunjukkan pelebaran
dan penebalan bronkus.
Diagnosis Gejala

Tuberkulosis Onset segala usia


Foto toraks menunjukkan infiltrat di paru.
Konfirmasi mikrobiologi (sputum BTA)
Prevalensi tuberkulosis tinggi di daerah endemis
Bronkiolitis obliterans Onset pada usia muda, bukan perokok.
Mungkin memiliki riwayat rheumatoid arthritis atau
pajanan asap.
CT-scan toraks pada ekspirasi menunjukkan daerah
hypodense
Panbronkiolitis Lebih banyak pada laki-laki bukan perokok.
diffusa Hampir semua menderita sinusitis kronis.
Foto toraks dan HRCT toraks menunjukkan nodul opak
menyebar kecil di centrilobular dan gambaran
hiperinflasi
Klasifikasi PPOK

Derajat Klinis Faal paru


Gejala klinis Normal
(batuk, produksi sputum)
Derajat I : Gejala batuk kronik dan VEP1 / KVP < 70 %.
PPOK produksi sputum ada tetapi tidak VEP1 80% prediksi
Ringan sering. Pada derajat ini pasien
sering tidak menyadari bahwa
fungsi paru mulai menurun
Derajat II : Gejala sesak mulai dirasakan VEP1 /KVP < 70 %
PPOK saat aktivitas dan kadang 50% < VEP1 < 80%
Sedang ditemukan gejala batuk dan prediksi
produksi sputum. Pada derajat
ini biasanya pasien mulai
memeriksakan kesehatannya

Anda mungkin juga menyukai