Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era perdagangan bebas sudah dimulai. Babak baru dunia perindustrian

kian menghadapi tantangan yang semakin ketat dalam dunia perdagangan

akan berlangsung. Era ini memiliki sejumlah karakteristik antara lain : kinerja

perusahaan harus mampu memenuhi harapan pihak terkait, adanya tuntutan

agar perusahaan selalu menyempurnakan kinerjanya, ketatnya persaingan

antar produk sejenis dan diantara produk tertentu dengan substitusinya,

menguatnya saling ketergantungan antara satu perusahaan dengan lainnya dan

cepatnya perubahan selera pelanggan. Tantangan ini harus ditindak lanjuti

oleh setiap perusahaan apabila ingin tetap eksis.

Untuk dapat unggul dalam persaingan bisnis global, setiap organisasi

bisnis dituntut untuk mampu menghasilkan output baik barang maupun jasa

yang berkualitas sama atau bahkan melebihi ekspektasi pelanggan, sehingga

dapat menciptakan customers satisfaction dan menumbuhkan loyalitas dari

pada pelanggan. Untuk itu, harus dirancang aktivitas-aktivitas transformasi

yang dapat memberikan added value juga sekaligus dapat menumbuhkan core

competence bagi organisasi bisnis. Aktivitas penambahan nilai yang

dilakukan berlandaskan pada filosofi kualitas akan dapat memberikan

kontribusi positif bagi organisasi bisnis dalam mencapai tujuannya melalui

1
efisiensi dan reduksi biaya-biaya, yang pada akhirnya akan dapat

meningkatkan market share dan pendapatan perusahaan.

Menyadari hal tersebut, banyak perusahaan-perusahaan mulai

menerapkan dan mengembangkan metode-metode pengendalian untuk

meningkatkan kapabilitas proses produksinya dalam menghasilkan output

yang memiliki derajat kesesuaian (conformance) tinggi terhadap standar-

standar yang telah ditetapkan berdasarkan umpan balik dari pelanggan. Salah

satu metode atau pendekatan yang banyak digunakan saat ini yaitu Six Sigma.

Six Sigma merupakan pendekatan menyeluruh untuk menyelesaikan

masalah dan peningkatan proses melalui fase DMAIC (Define, Measure,

Analyze, Improve, Control). Elemen penting dalam Six Sigma yaitu

memproduksi hanya 3.4 cacat untuk setiap satu juta kesempatan atau operasi –

3.4 DPMO (Defect Per Million Opportunities).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang makalah, maka dapat penulis ambil

sebagai rumusan masalah adalah : “bagaimana perusahaan menerapkan

pengembangan metode Six Sigma untuk meningkatkan proses produksinya

dalam Era Globalisasi ”.

C. Tujuan dan Manfaat

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Diajukan dan di persentasikan pada mata kuliah Seminar Manajemen

Keuangan.

2
2. Di harapakan para pembaca / mahasiswa dapat memahami apa itu Six

Sigma dan bagaimana perusahaan menerapannya dalam meningkatkan

proses produksinya.

Dan manfaat dari penulisan makalah ini adalah :

1. Dengan memahami isi makalah ini di harapkan akan menambah

pengetahuan bagi pembaca / mahasiswa

2. Dapat mengetahui bagaimana metode Six sigma.

D. Sistimatika Penulisan

Untuk mempermudah para pembaca mengenai isi makalah ini maka

penulis sertakan sistimatika penulisan :

1. BAB I Pendahuluan, terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan

dan Manfaat Penulisan serta Sistimatika Penulisan.

2. BAB II Pembahasan, terdiri dari Sejarah Six Sigma, Pengertian Six Sigma,

Tujuan Six Sigma, Keuntungan Six Sigma, Konsep dasar Six Sigma,

Metodologi Six Sigma, Langkah – langkah Six Sigma, Peningkatan

Kapabilitas Proses Menuju Target Six Sigma, Apresiasi Level pada Six

Sigma, Six Sigma Sebagai Alat Ukur.

3. BAB III Penutup, terdiri dari Kesimpulan dan Saran

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Six Sigma

Pada tahun 1988 Bob Galvin menerima penghargaan Malcolm Baldridge

National Quality Award untuk motorola, yang secara singkat diberi nama Six

Sigma (enam sigma). Six Sigma, sebagaimana diterapkan dan dikembangkan

oleh Motorola, adalah suatu perpanjangan drastis dari gagasan lama mengenai

pengendalian statistik dari proses produksi sebagaimana halnya untuk

mengkualifikasi sebagai suatu subjek yang sepenuhnya berbeda.

B. Pengertian Six Sigma

Six sigma terdiri dari dua kata yaitu Six yang berarti enam dan sigma yang

berarti sebuah simbol atau lambang standar deviasi yang lebih dapat diartikan

sebagai ukuran satuan dalam statistik yang melambangkan kemampuan suatu

proses dan ukuran suatu nilai sigma.

Pengertian six sigma secara umum adalah sebuah proses bisnis yang dapat

dikaitkan dengan sebuah kinerja, yang di mana sebuah kinerja harus

ditingkatkan dalam sebuah perusahaan. Kinerja dapat ditingkatkan dengan cara

mendesain dan memonitor kegiatan bisnis setian hari untuk mengurangi hingga

menghindari kecacatan dan sumber daya yang tersedia pada saat dibutuhkan

oleh konsumen, hal tersebut dilakukan demi mencapai sebuah kepuasan dari

konsumen,

4
Six sigma memiliki artian yang sangat luas dan memiliki beberapa artian

dari beberapa sumber, yaitu strategi Six Sigma merupakan metode sistematis

yang menggunakan pengumpulan data dan analisis statistik untuk menentukan

sumber- sumber variasi dan cara-cara untuk menghilangkannya

Beberapa definisi dari Six Sigma adalah sebagai berikut :

Six Sigma diartikan sebagai metode berteknologi canggih yang

digunakan oleh para insinyur dan statistikiawan dalam memperbaiki /

mengembangkan proses atau produk. (Miranda dkk, hal 10, 2006)

Six Sigma adalah suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4

kegagalan dalam persejuta kesempatan (DPMO) untuk setiap transaksi produk

(barang dan jasa), upaya giat menuju kesempurnaan (zero-deffect-kegagalan

nol). (Gasperz, hal 5, 2002)

C. Tujuan Six Sigma

Tujuan Six Sigma adalah membantu orang dan proses guna memiliki

aspirasi yang tinggi untuk mengirimkan produk dan layanan bebas cacat. Istilah

zero defect tidak berlaku disini. Six Sigma menyadari bahwa selalu ada potensi

terjadinya cacat, bahkan dalam proses yang berjalan dengan baik ataupun dalam

produk yang dibuat dengan baik.

Fokus Six Sigma adalah mengedepankan pelanggan yang menggunakan

data untuk mendapatkan fakta dan data untuk mendapatkan solusi-solusi yang

lebih baik. Tiga bidang utama yang menjadi target Six Sigma yaitu :

1. Meningkatkan kepuasan pelanggan

5
2. Mengurangi waktu siklus

3. Mengurangi cacat (defect)

D. Keuntungan Six Sigma

Keuntungan dalam Six Sigma ini berbeda untuk setiap perusahaan yang

bersangkutan, tergantung pada usaha yang dijalankannya, biasanya ada

perbaikan dalam hal-hal berikut ini :

1. Pengurangan biaya

2. Perbaikan produktivitas

3. Pertumbuhan pangsa pasar

4. Pengurangan waktu siklus

5. Pengurangan produk cacat (defect)

E. Konsep Dasar Six Sigma

Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai yang

mereka harapkan. Apabila produk (barang dan / atau jasa) diproses pada

tingkat kinerja kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4

kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) atau bahwa 99,99966 persen

dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk (barang dan /

atau jasa) itu. Dengan demikian, Six Sigma dapat dijadikan ukuran target

kinerja proses industri tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi

produk antara pemasok (industri) dan pelanggan (pasar). Semakin tinggi

target Sigma yang dicapai, semakin baik kinerja proses industri. Sehingga

6 sigma secara otomatis lebih baik daripada 4 Sigma, dan 3 Sigma. Six

6
Sigma juga dapat dianggap sebagai strategi terobosan yang memungkinkan

perusahaan melakukan peningkatan luar biasa (dramatic) di tingkat bawah dan

sebagai pengendalian proses industri yang berfokus pada pelanggan dengan

memperlihatkan kemampuan proses. (Gaspersz, 2007, p37)

Six Sigma Motorola merupakan suatu metode atau teknik

pengendalian dan peningkatan kualitas dramatic yang diterapkan oleh

perusahaan Motorola sejak tahun 1986, yang merupakan terobosan baru

dalam bidang manajemen kualitas. Banyak ahli manajemen kualitas

menyatakan bahwa metode Six Sigma Motorola dikembangkan dan

diterima secara luas oleh dunia industri, karena manajemen industri frustasi

terhadap sistem-sistem manajemen kualitas yang ada, yang tidak mampu

melakukan peningkatan kualitas secara dramatik menuju tingkat kegagalan nol

(zero defect). Banyak sistem manajemen kualitas, seperti Malcolm

Baldrige Quality Award (MBNQA), ISO 9000, dan lain-lain, hanya

menekankan pada upaya peningkatan terus-menerus berdasarkan kesadaran

mandiri manajemen, tanpa memberikan solusi yang ampuh bagaimana

terobosan-terobosan harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas secara

dramatik menuju tingkat kegagalan nol.

Prinsip-prinsip pengendalian dan peningkatan kualitas Six Sigma

Motorola mampu menjawab tantangan ini, dan terbukti perusahaan

Motorola selama kurang lebih 10 tahun setelah implementasi konsep Six

Sigma telah mampu mencapai tingkat kualitas 3,4 DPMO (defects per million

7
opportunities) kegagalan per sejuta kesempatan.

(Gaspersz, 2007, p37-38)

Beberapa keberhasilan Motorola yang patut dicatat dari aplikasi

program Six Sigma, adalah sebagai berikut:

• Peningkatan produktivitas rata-rata : 12,3% per tahun.

• Penurunan COPQ (cost of poor quality) lebih daripada 84%.

• Eliminasi kegagalan dalam proses sekitar 99,7%.

• Penghematan biaya manufakturing lebih daripada $11 milyar.

• Peningkatan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata: 17% dalam

penerimaan, keuntungan, dan harga saham Motorola.

(Gaspersz, 2007, p38)

F. Metodologi Six Sigma

Pendekatan metode six sigma yang dibutuhkan untuk melakukan

peningkatan terus menerus yaitu pendekatan yang sistematis berdasarkan ilmu

pengetahuan dan fakta dengan menggunakan peralatan, pelatihan dan

pengukuran, sehingga semua kebutuhan pelangan dapat terpenuhi.

Terdapat pendekatan yang digunakan dalam pendekatan metode six sigma,

yaitu sebagai berikut:

DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control)

Metodologi DMAIC digunakan pada saat sebuah perusahaan sudah

terdapat sebuah produk jadi atau produk yang masih dalam tahap proses,

8
namun belum mencapai spesifikasi yang dibutuhkan oleh pelanggan. Berikut

adalah penjelasan dari metodologi DMAIC:

1. Define, menentukan tujuan proyek dan ekspektasi pelanggan.

2. Measure, mengukur proses untuk dapat menentukan kinerja sekarang

atau sebelum mengalami perbaikan.

3. Analyze, menganalisa dan menentukan akar permasalahan dari suatu

cacat atau kegagalan.

4. Improve, memperbaiki proses menghilangkan atau mengurangi

jumlah cacat atauu kegagalan.

5. Control, mengawasi kinerja proses yang akan datang

setelah mengalamai perbaikan.

G. Langkah – langkah Six Sigma

Ada lima tahap atau langkah dasar dalam menerapkan strategi Six Sigma ini

yaitu Define-Measure–Analyze-Improve-Control (DMAIC), dimana tahapannya

merupakan tahapan yang berulang atau membentuk siklus peningkatan kualitas

dengan Six Sigma.

a. Define (D)

Langkah ini adalah langkah operasional awal dalam program peningkatan

kualitas

six sigma. Pada tahap define ada 2 hal yang perlu dilakukan yaitu:

9
1. Mendefinisikan proses inti perusahan

Proses inti adalah suatu rantai tugas, biasanya mencakup berbagai departemen

atau fungsi yang mengirimkan nilai (produk, jasa, dukungan, informasi) kepada

para pelanggan eksternal. Dalam hal pemilihan tema Six Sigma pertama-tama

yang dilakukan adalah mempertimbangkan dan menjelaskan tujuan dari suatu

proses inti akan dievaluasi. (Pande, 2002)

2. Mendefinisikan kebutuhan spesifik kebutuhan pelanggan

Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi pemain paling penting

didalam semua proses, yakni pelanggan, pelanggan bisa internal maupun

eksternal adalah tugas Black Belt dan tim untuk menentukan dengan baik apa

yang diinginkan pelanggan eksternal. Pekerjaan ini membuat suara pelanggan

(voice to customer – VOC) menjadi hal yang menantang. Dalam hal

mendefinisikan kebutuhan spesifik dari pelanggan adalah memahami dan

membedakan diantara dua kategori persayaratan kritis, yaitu persyaratan output

dan persyartan pelayanan. (Pande, 2002)

Tahap ini mendefinisikan beberapa hal yang terkait dengan:

1. Pendefinisian Kriteria Pemilihan Proyek Six Sigma, dimana pemilihan

proyek terbaik adalah berdasarkan identifikasi proyek yang terbaik

sepadan dengan kebutuhan, kapabilitas, dan tujuan organisasi sekarang.

2. Pendefinisian Peran Orang-orang yang Terlibat dalam Proyek Six

Sigmasesuai dengan pekerjaannya

10
3. Pendefinisian Kebutuhan Pelanggan dalam Proyek Six Sigma

berdasarkan kriteria pemilihan proyek Six Sigma dimana proses

transformasi pengetahuan dan metodologi Six Sigma melalui sistem

pelatihan yang terstruktur dan sistematik untuk kelompok orang yang

terlibat dalam programSix Sigma.

4. Pendefinisian Proses Kunci Beserta Pelanggan dari Proyek Six Sigma

yang dilakukan sebelum mengetahui model proses “SIPOC (Suppliers-

Inputs- Processes-Outputs-Customers)”. SIPOC adalah alat yang

berguna dan paling banyak digunakan dalam manajemen dan

peningkatan proses. Atau “SIRPORC (Suppliers-Inputs

Requirements-Processes-Output Requirements-Customers) apabila

kebutuhan Input dan Output dimasukkan ke dalam SIPOC dan

persyaratan Output harus berkaitan langsung dengan kebutuhan

pelanggan.

5. Pendefinisian Kebutuhan Spesifik dari Pelanggan yang Terlibat dalam

Proyek Six Sigma

6. Pendefinisian Pernyataan Tujuan Proyek Six Sigma, dimana pernyataan

tujuan proyek yang harus ditetapkan untuk setiap proyek Six Sigma

terpilih adalah benar apabila mengikuti prinsip SMART, yaitu Spesifik,

Measureable, Achievable-Result-oriented, Time-bound.

7. Daftar Periksa pada Tahap DEFINE (D) untuk memudahkan sekaligus

11
meyakinkan kita bahwa kita telah menyelesaikan tahap DEFINE (D)

dengan baik.

b. Measure (M)

Dalam langkah yang kedua dalam tahapan operasional pada program

peningkatan kualitas Six Sigma terdapat 3 hal pokok yang dilakukan yaitu:

(Gaspersz, 2002)

1. Menentukan karakteristik kualitas kunci

CTQ ditetapkan berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan

yang diturunkan secara langsung dari persyaratan – persayaratan output dan

pelayanan. Dalam buku lain menyebutkan bahwa karakteristik kualitas sama

dengan jumlah kesempatan penyebab cacat (opportunities to failure).

(Breyfogle III, Forest W, 1999)

2. Mengembangkan rencana pengumpulan data

Pada dasarnya pengukuran karakteristik kualitas dapat dilakukan pada tiga

tingkat, yaitu:

a) Rencana pengukuran tingkat proses, adalah mengukur setiap langkah

atau aktivitas dalam proses dan karakteristik kualitas input yang

diserahkan oleh pemasok yang mengendalikan dan mempengaruhi

karaktersitik kualitas output yang diinginkan. Tujuan dari pengukuran

ini adalah mengidentifikasi setiap perilaku yang mengatur setiap

langkah dalam proses.

12
b) Pengukuran tingkat output, mengukur karakteristik kualitas output yang

dihasilkan suatu proses dibandingkan dengan karakteristik kualitas

yang diinginkan pelanggan.

c) Rencana pengukuran tingkat outcome, mengukur bagaimana baiknya

suatu produk atau jasa itu memenuhi kebutuhan spesifik dari pelanggan.

Jadi pada tingkat ini adalah mengukur kepuasan pelanggan dalam

menggunakan produk dan/atau jasa yang diserahkan kepada

pelanggan. (Gaspersz, 2002)

d) Pengukuran baseline kinerja

Peningkatan kualitas six sigma yang telah ditetapkan akan berfokus

pada upaya- upaya yang giat dalam peningkatan kualitas menuju

kegagalan nol (zero defects) sehingga memberikan kepuasan total

kepada pelanggan. Maka sebelum peningkatan kualitas six sigma

dimulai, kita harus mengetahui tingkat kinerja sekarang atau dalam

terminologi Six Sigma disebut sebagai baseline kinerja.

Setelah mengetahui baseline kinerja maka kemajuan peningkatan-

peningkatan yang dicapai dapat diukur sepanjang masa berlaku Six

Sigma:

a. Pengukuran baseline kinerja pada tingkat proses, biasanya

dilakukan apabila itu terdiri dari beberapa sub proses. Pengukuran

kinerja pada tingkat proses akan memberikan baganan secara jelas

dan konprehensif tentang segala sesuatu yang terjadi dalam sub

13
proses itu.

b. Pengukuran baseline kinerja pada tingkat output, dilakukan secara

langsung pada produk akhir yang akan diserahkan pada pelanggan.

Pengukuran dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana output

akhir dari proses itu untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari

pelanggan, sebelum produk itu diserahkan pada pelanggan.

c. Pengukuran baseline kinerja pada tingkat outcome, dilakukan

secara langsung pada pelanggan yang menerima output (produk

dan jasa) dari suatu proses.

Ukuran hasil baseline kinerja yang digunakan dalam Six Sigma

adalah tingkat DPMO (Defects Per Millions Oppurtunities)

dan pencapaian tingkat sigma. (Gaspersz, 2002)

c. Analyze (A)

Analyze merupakan langkah operasional ketiga dalam program

peningkatan kualitas. Pada tahap ini, tiga hal yang perlu dilakukan yaitu:

 Menentukan stabilitas dan kemampuan proses

Proses industri harus dipandang sebagai suatu penigkatan terus-menerus,

yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide-ide untuk menghasilkan

suatu produk (barang dan/atau jasa), pengembangan produk, proses

produksi, sampai kepada distribusi kepada pelanggan. Berdasarkan

informasi sebagai umpan balik yang dikumpulkan dari pengguna produk

14
itu dapat dikembangkan ide untuk menciptakan produk baru atau

memperbaiki produk lama beserta proses produksinya.

d. Improve (I)

Setelah sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas

teridentifikasi, maka perlu dilakukan penetapan rencana tindakan untuk

melakukan peningkatan kualitas Six Sigma. Pada dasarnya rencana-

rencana tindakan akan mendeskripsikan tentang alokasi sumber-sumber

daya serta prioritas dan/atau alternatif yang dilakukan dalam implementasi

dari rencana tersebut.

e. Control (C)

Perlu adanya pengawasan untuk meyakinkan bahwa hasil yang diiginkan

sedang dalam proses pencapaian. Hasil dari tahap improve harus

diterapkan dalam kurun waktu tertentu untuk dapat dilihat pengaruhnya

terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Pada tahap ini hasil-hasil

peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan, praktek-

praktek terbaik yang sukses dalam meningkatkan proses distandarisasikan

dan disebarluaskan, prosedur-prosedur didokumentasikan dan dijadikan

pedoman kerja standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer

dari tim Six Sigma kepada pemilik atau penanggung jawab proses.

H. Peningkatan Kapabilitas Proses Menuju Target Six Sigma

Setelah kita mengetahui posisi kinerja bisnis dan industri pada saat

15
sekarang (baseline measurement), misalnya pada kapabilitas 3 Sigma yang

menghasilkan kesalahan atau kegagalan sebesar 66.807 DPMO (defects per

million opportunities), kita harus melakukan berbagai upaya peningkatan

(improvement) menuju target 6 sigma (Six Sigma) yang hanya akan

menghasilkan 3,4 DPM atau 3,4 DPMO.

Peningkatan dari kapabilitas proses 3 sigma menjadi 4 sigma

membutuhkan sekitar 10 kali improvement, peningkatan dari kapabilitas

proses 4 sigma menjadi 5 sigma membutuhkan sekitar 30 kali

improvement, sedangkan peningkatan dari kapabilitas 5 sigma menjadi 6

sigma membutuhkan sekitar 70 kali improvement. Dengan demikian apabila

kita menganggap bahwa kinerja bisnis dan industri di Indonesia sekarang

masih berada pada tingkat kapabilitas 3 sigma, maka dibutuhkan sekitar

21.000 (= 10 x 30 x 70) kali peningkatan untuk mencapai target Six Sigma.

Hal ini berarti semakin tinggi kapabilitas sigma, semakin tinggi pula

upaya peningkatannya agar mencapai keunggulan dan kesempurnaan.

Upaya peningkatan dari 5 sigma menjadi 6 sigma akan lebih tinggi

daripada upaya peningkatan 4 sigma menjadi 5 sigma, juga lebih tinggi

daripada upaya peningkatan dari 3 sigma menjadi 4 sigma (Gaspersz, 2007,

p49)

I. Apresiasi Level pada Six Sigma

Model statistika dalam fungsi-fungsi pengembangan dan peningkatan Six

Sigma disebut dengan “Six Sigma Improvement Initiative”. Tujuan model

16
statistik adalah untuk menggambarkan unit-unit „sigma’ sehubungan

dengan pengukuran suatu kinerja proses. Misalnya, jika kinerja proses

bisnis berada di level 5 (lima) sigma, berarti tingkat kinerja proses bisnis

tersebut sebesar 99.9767%. Hal itu berarti, dalam setiap satu juta aktivitas

proses hanya akan terjadi 233 kali kegagalan proses, dan kinerja prosesnya

berada di bawah satu tingkat dibandingkan dengan kinerja terbaik (sigma

level enam).

J. Six Sigma Sebagai Alat Ukur

Secara statistik, six sigma berarti proses kita tidak akan membuat barang

cacat lebih dari 3,4 setiap satu juta produk atau jasa yang diterima oleh

pelanggan, semakin sedikit cacat yang anda buat maka sigma levelnya akan

semakin tinggi.

Six sigma sesuai dengan arti sigma, yaitu distribusi atau penyebaran

(variasi) dari rata-rata (mean) suatu proses atau prosedur. Six sigma diterapkan

untuk memperkecil variasi (sigma).

Six sigma sebagai sistem pengukuran menggunakan Defect per Million

Oppurtunities (DPMO) sebagai satuan pengukuran. DPMO merupakan ukuran

yang baik bagi kualitas produk ataupun proses, sebab berkorelasi langsung

dengan cacat, biaya dan waktu yang terbuang. Dengan menggunakan tabel

konversi ppm

dan sigma pada lampiran, akan dapat diketahui tingkat sigma. Cara

17
menentukan DPMO adalah sebagai berikut:

Untuk dapat melihat lebih jelas tentang sigma level, lihat tabel di bawah ini:

Tabel 2.1. Hubungan Sigma dan DPMO

Sigma Parts per Million

6 Sigma 3,4 defects per million

5 Sigma 233 defects per million

4 Sigma 6.210 defects per million

3 Sigma 66.807 defects per million

2 Sigma 308.537 defects per million

1 Sigma 690.000 defects per million

(Sumber : Pende, 2000)

18
19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Six sigma secara umum adalah sebuah proses bisnis yang dapat

dikaitkan dengan sebuah kinerja, yang di mana sebuah kinerja harus

ditingkatkan dalam sebuah perusahaan.

Fokus Six Sigma adalah mengedepankan pelanggan yang

menggunakan data untuk mendapatkan fakta dan data untuk mendapatkan

solusi-solusi yang lebih baik. Tiga bidang utama yang menjadi target Six

Sigma yaitu :

1. Meningkatkan kepuasan pelanggan

2. Mengurangi waktu siklus

3. Mengurangi cacat (defect)

Metode six sigma yang dibutuhkan untuk melakukan peningkatan terus

menerus yaitu pendekatan yang sistematis berdasarkan ilmu pengetahuan

dan fakta dengan menggunakan peralatan, pelatihan dan pengukuran,

sehingga semua kebutuhan pelangan dapat terpenuhi.

Terdapat pendekatan yang digunakan dalam pendekatan metode six

sigma, yaitu sebagai berikut:

1. Define (menentukan tujuan proyek dan ekspektasi pelanggan)

20
2. Measure (mengukur proses untuk dapat menentukan kinerja sekarang

atau sebelum mengalami perbaikan)

3. Analyze ( menganalisa dan menentukan akar permasalahan dari suatu

cacat atau kegagalan)

4. Improve ( memperbaiki proses menghilangkan atau mengurangi jumlah

cacat atauu kegagalan )

5. Control ( mengawasi kinerja proses yang akan datang

setelah mengalamai perbaikan )

Pada konsep Six sigma Semakin tinggi target Sigma yang dicapai,

semakin baik kinerja proses industri. Sehingga 6 sigma secara otomatis

lebih baik daripada 4 Sigma, dan 3 Sigma. Six Sigma juga dapat

dianggap sebagai strategi terobosan yang memungkinkan perusahaan

melakukan peningkatan luar biasa (dramatic) di tingkat bawah dan sebagai

pengendalian proses industri yang berfokus pada pelanggan dengan

memperlihatkan kemampuan proses.Six Sigma juga dapat dianggap

sebagai strategi terobosan yang memungkinkan perusahaan melakukan

peningkatan luar biasa (dramatic) di tingkat bawah dan sebagai

pengendalian proses industri yang berfokus pada pelanggan dengan

memperlihatkan kemampuan proses.

B. SARAN

21
Dari pembahasan dalam makalah ini, ada beberapa saran untuk para

pengusaha khususnya :

1. Munculnya Metode Six Sigma merupakan alternatif yang menarik bagi

para pengusaha karena saat ini banyak para pengusaha yang bersaing

untuk meningkatkan proses produksinya. Melalui Six sigma para

pengusaha dapat meningkatkan proses produksinya.

2. Dalam manajemen kualitas six sigma telah menghadirkan Six Sigma

Motorola, jadi perusahaan dapat mencoba terobosan baru dalam

bidang manajemen kualitas.

3. Suatu perusahaan tidak akan menyadari bahwa selalu ada potensi untu

cacat. Untuk itu sesuai dengan tujuan Six Sigma membantu orang dan

proses guna memiliki aspirasi yang tinggi untuk mengirimkan produk

dan layanan bebas cacat dan Six Sigma menyadari bahwa selalu ada

potensi terjadinya cacat, bahkan dalam proses yang berjalan dengan baik

ataupun dalam produk yang dibuat dengan baik.

22
DAFTAR PUSTAKA

Aditya S , Jabbar M. Rambe A dan Siregar Khawarita. 2013. Pengendalian Kualitas


dengan Diagram Kontrol MEWMA dan Pendekatan Lean Six Sigma Di
PT. XYZ. Teknik Industri FT USU Vol 3, No. 5, Desember 2013 pp. 35-
46. Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Sumatra.
Gasperz, Vincent. 2002. Pedoman Implementasi Six Sigma Terintegerasi dengan
ISO 9001: 2000 MBNQA dan HCCP. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Umum
Gaspersz, Vincent. 2007. Lean Six Sigma for manufacturing and service industries,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hidayat, Anang. 2007. Teori – terori dasar six sigma. Jakarta : Salemba Empat
Manggala, D. 2005. Mengenal Six sigma Secara Sederhana. Jakarta:
www.branda.net
Miranda dan Tunggal. 2002. Six Sigma (gambaran umum, penerapan proses, dan
metode-metode yang digunakan untuk perbaikan GE dan MOTOROLA),
Harvarindo, Jakarta.
Pande, Pete & Larry Holpp, 2002. what is Six Sigma?, McGraw-Hill, New York.
Pyzdek, Thomas. 2002. The Six Sigma Hand Book. Edisi Pertama Jakarta: PT.
Salemba Emban Patria.
Susetyo J, Winarni dan Hartanto C. 2011. Aplikasi Six Sigma dan Kaizen Sebagai
Metode Pengendalian Dan Perbaikan Kualitas Produk. Jurnal Teknologi,
Volume 4 Nomor 1, Juni 2011, 61-53.

23

Anda mungkin juga menyukai