Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Six Sigma
2. Apa saja yang termasuk aspek dasar Six Sigma
3. Apa saja metode yang digunakan dalam Six Sigma
4. Bagaimana Langkah-langkah implementasi Six Sigma
5. Bagaimana menginterpretasikan Six Sigma
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Six Sigma
2. Mengetahui aspek dasar Six Sigma
3. Mengetahui metode six Sigma
4. Mengetahui Langkah-langkah implementasi Six Sigma
5. Memahami cara menginterptretasikan Six Sigma
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Six Sigma
Six sigma adalah strategi bisnis dengan konsep analisis statistik dengan cara
peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan dalam persejuta kesempatan untuk setiap
transaksi produk (barang atau jasa). Sig sigma dibuat untuk menghilangkan pemborosan,
mengurangi biaya karena kualitas yang buruk dan memperbaiki efektivitas semua kegiatan
operasi dengan target kesempurnaan.
Six Sigma merupakan metode pengendalian dan peningkatan kualitas yang sudah
diterapkan oleh perusahaan Motorola dari tahun 1987. Metode ini dikembangkan oleh
William B. Smith JR dan Mikel J. Harry pada tahun 1981. Six sigma terdiri dari dua kata
yaitu Six yang berarti enam dan sigma yang berarti sebuah simbol atau lambang standar
deviasi dalam statistik yang melambangkan kemampuan suatu proses dan ukuran suatu nilai
sigma.
Prinsip dasar Six Sigma adalah perbaikan produk dengan melakukan perbaikan pada
proses sehingga proses tersebut menghasilkan produk yang sempurna. Pendekatan Six Sigma
digunakan untuk mengidentifikasikan hal-hal yang berkaitan dengan penanganan error dan
pengerjaan ulang produk akan menghabiskan biaya, waktu, mengurangi peluang
mendapatkan pendapatan, mengurangi peluang mendapatkan pendapatan, dan mengurangi
kepercayaan pelanggan.
Definisi dan pengertian six sigma menurut para ahli

 Menurut Miranda dkk (2006), six sigma adalah sebuah metode berteknologi canggih
yang digunakan oleh para insinyur dan statistikiawan dalam
memperbaiki/mengembangkan proses atau produk. 
 Menurut Gasperz (2002), six sigma adalah suatu visi peningkatan kualitas menuju
target 3,4 kegagalan dalam persejuta kesempatan (DPMO) untuk setiap transaksi
produk (barang dan jasa), upaya giat menuju kesempurnaan (zero-deffect-kegagalan
nol).
 Menurut Brue (2002), six sigma adalah konsep statistik yang mengukur suatu proses
yang berkaitan dengan cacat atau kerusakan. Mencapai enam sigma berarti proses
menghasilkan hanya 3,4 cacat per sejuta peluang. 
 Menurut Harry dan Scroeder (2000), six sigma adalah strategi yang menggunakan
metode sistematis dalam pengumpulan data dan analisis statistik untuk menentukan
sumber-sumber variasi dan cara-cara untuk menghilangkannya.
 Menurut Nasution (2015), six sigma adalah strategi bisnis untuk menghilangkan
pemborosan, mengurangi biaya karena kualitas yang buruk, dan memperbaiki
efektivitas semua kegiatan operasi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan harapan
pelanggan.

2.2 Aspek Dasar Six Sigma


Six Sigma merupakan metode pemecahan masalah dari akibat cacat dan tingginya
biaya yang disebabkan oleh rendahnya kualitas produk maupun proses. Six Sigma dapat
menjadi filosofi manajemen yang bertujuan mencapai kualitas yang lebih baik melalui
peningkatan kualitas terus menerus (countinous improvement). Menurut Pande dkk
(2002), terdapat enam aspek utama yang perlu diperhatikan oleh manajemen yang ingin
menerapkan konsep six sigma, yaitu:

1. Benar-benar mengutamakan pelanggan: seperti kita sadari bersama, pelanggan bukan


hanya berarti pembeli, tapi bisa juga berarti rekan kerja kita, team yang menerima
hasil kerja kita, pemerintah, masyarakat umum pengguna jasa, dll.
2. Manajemen yang berdasarkan data dan fakta: bukan berdasarkan opini, atau pendapat
tanpa dasar. 
3. Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan: Six Sigma sangat tergantung
kemampuan kita mengerti proses yang dipadu dengan manajemen yang bagus untuk
melakukan perbaikan. 
4. Manajemen yang proaktif: peran pemimpin dan manajer sangat penting dalam
mengarahkan keberhasilan dalam melakukan perubahan.
5. Kolaborasi tanpa batas: kerja sama antar tim yang harus mulus. 
6. Selalu mengejar kesempurnaan.

2.3 Metode Six Sigma

Metode six sigma dibutuhkan untuk melakukan peningkatan terus menerus melalui
pendekatan yang sistematis berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta dengan menggunakan
peralatan, pelatihan dan pengukuran, sehingga semua kebutuhan pelanggan dapat terpenuhi.
Menurut Gaspersz (2007), terdapat dua metodologi six sigma yang dapat digunakan, yaitu:

1. DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control)


DMAIC digunakan untuk meningkatkan proses bisnis yang telah ada. DMAIC
digunakan pada saat sebuah perusahaan sudah memiliki sebuah produk jadi atau
produk yang masih dalam tahap proses, namun belum mencapai spesifikasi yang
dibutuhkan oleh pelanggan. DMAIC digunakan untuk meningkatkan proses bisnis
yang terdiri dari lima tahap, yaitu:
a. Define.
Mendefinisikan secara formal sasaran peningkatan proses yang konsisten dengan
permintaan atau kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan. 
b. Measure.
Mengukur kinerja proses pada saat sekarang (baseline measurements) agar dapat
dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Lakukan pemetaan proses dan
mengumpulkan data yang berkaitan dengan indikator kinerja kunci (key
performance indicator = KPI). 
c. Analyze.
Menganalisis hubungan sebab-akibat berbagai faktor yang dipelajari untuk
mengetahui faktor-faktor dominan yang perlu dikendalikan. 
d. Improve.
Mengoptimisasikan proses menggunakan analisis-analisis seperti Design of
Experiments (DOE), dan lain-lain, untuk mengetahui dan mengendalikan kondisi
optimum proses. 
e. Control.
Melakukan pengendalian terhadap proses secara terus-menerus untuk
meningkatkan kapabilitas proses menuju Six Sigma.

2. DMADV (Define, Measure, Analyze, Design, Verify).


DMADV digunakan untuk menciptakan desain proses baru dan/atau desain
produk baru dalam cara sedemikian rupa agar menghasilkan kinerja bebas kesalahan
(zero defects/errors). DMADV adalah strategi perancangan proses baru dengan
memanfaatkan perangkat-perangkat kerja dan metode-metode terbaik di dalam
perencanaan produk maupun proses, baik itu proses pengembangan produk, desain
atau redesain proses pelayanan, atau proses bisnis internal. Tahap-tahap dalam proses
DMADV adalah sebagai berikut:
a. Define.
Mendefinisikan secara formal sasaran dari aktivitas desain proses baru dan / atau
desain produk baru yang secara konsisten berkaitan langsung dengan permintaan
atau kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan. 
b. Measure.
Mengindentifikasi critical-to-qualities (CTQs), kapabilitas produk (product
capabilities), kapabilitas proses (process capabilities), evaluasi resiko, dll. 
c. Analyze.
Mengembangkan dan mendesain alternatif-alternatif, menciptakan high-level
design, dan mengevaluasi kapabilitas desain agar mampu memilih desain terbaik. 

d. Design.

Mengembangkan desain secara terperinci (develop detail design), optimisasi


desain (optimize design), dan rencana untuk verifikasi desain. Pada tahap ini
mungkin membutuhkan simulasi. 
e. Verify.
Memverifikasi desain, setup pilot runs, implementasi proses baru (untuk desain
proses baru) atau produk baru (untuk desain produk baru), kemudian
menyerahkan kepada pemilik proses
2.4 Langkah-Langkah Implementasi Six Sigma
1. Define 
Define merupakan fase awal dalam Six Sigma. Pada Fase ini, tim akan
mendefinisikan keinginan dan kebutuhan konsumen, serta membuat perencanaan
penyelesaian proyek. Pada fase ini tim harus selalu berhubungan dengan sponsor
atau Champion untuk memastikan proyek ini tetap sejalan dengan tujuan bisnis,
prioritasnya serta ekspektasinya. Menurut Nasution (2015), tujuan define adalah
untuk mengidentifikasi produk atau proses yang akan diperbaiki dam menentukan
sumber-sumber apa yang dibutuhkan dalam pelaksanaan proyek. Sebelum
menentukan dan melangkah ke proses define, terlebih dahulu menentukan
potential project yang layak dilakukan.
Menurut Pande (2002), pada tahap define terdapat dua hal yang perlu dilakukan,
yaitu:
a. Mendefinisikan proses inti perusahaan.
Proses inti adalah suatu rantai tugas, biasanya mencakup berbagai departemen
atau fungsi yang mengirimkan nilai (produk, jasa, dukungan, informasi)
kepada para pelanggan eksternal. Dalam hal pemilihan tema Six Sigma
pertama-tama yang dilakukan adalah mempertimbangkan dan menjelaskan
tujuan dari suatu proses inti akan dievaluasi.
b. Mendefinisikan kebutuhan spesifik kebutuhan pelanggan.
Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi pemain paling penting didalam
semua proses, yakni pelanggan, pelanggan bisa internal maupun eksternal
adalah tugas Black Belt dan tim untuk menentukan dengan baik apa yang
diinginkan pelanggan eksternal. Pekerjaan ini membuat suara pelanggan
(voice to customer – VOC) menjadi hal yang menantang. Dalam hal
mendefinisikan kebutuhan spesifik dari pelanggan adalah memahami dan
membedakan diantara dua kategori persayaratan kritis, yaitu persyaratan
output dan persyaratan pelayanan.
2. Measure 
Measure atau pengukuran adalah langkah transisi kunci dalam sebuah proyek
Six Sigma. Dalam langkah ini tim akan memformulasikan ulang permasalahan
serta memulai pencarian akar masalah. Menurut Soemohadiwidjojo (2017), tujuan
dari langkah measure adalah mencari peluang untuk perbaikan/peningkatan
kinerja dan menetapkan ukuran yang akan dijadikan basis pengukuran
peningkatan kinerja setelah project Six Sigma diimplementasikan. Saat memulai
tahap measure, mula-mula yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi proses-
proses internal yang krusial yang mempengaruhi CTQ. Adapun tools yang dapat
digunakan pada fase ini adalah diagram pareto, Gage R & R, dan Measurement
System Analysis. Pada tahap ini juga menghitung nilai dari DPO (Defect Per
Opportunity) dan juga DPMO (Defect Per Million Opportunity), serta tingkat
sigma pada perusahaan.
Menurut Gaspersz (2002), terdapat tiga hal pokok yang dilakukan dalam tahap
measure atau pengukuran, yaitu:
a. Menentukan karakteristik kualitas kunci
CTQ ditetapkan berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik
pelanggan yang diturunkan secara langsung dari persyaratan-persyaratan
output dan pelayanan. Dalam buku lain menyebutkan bahwa karakteristik
kualitas sama dengan jumlah kesempatan penyebab cacat (opportunities to
failure).
b. Mengembangkan rencana pengumpulan data
Pada dasarnya pengukuran karakteristik kualitas dapat dilakukan pada
empat tingkat, yaitu:
 Rencana pengukuran tingkat proses, adalah mengukur setiap
langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik kualitas input
yang diserahkan oleh pemasok yang mengendalikan dan
mempengaruhi karakterstik kualitas output yang diinginkan.
Tujuan dari pengukuran ini adalah mengidentifikasi setiap perilaku
yang mengatur setiap langkah dalam proses. 
 Pengukuran tingkat output, mengukur karakteristik kualitas output
yang dihasilkan suatu proses dibandingkan dengan karakteristik
kualitas yang diinginkan pelanggan. 
 Rencana pengukuran tingkat outcome, mengukur bagaimana
baiknya suatu produk atau jasa itu memenuhi kebutuhan spesifik
dari pelanggan. Jadi pada tingkat ini adalah mengukur kepuasan
pelanggan dalam menggunakan produk dan/atau jasa yang
diserahkan kepada pelanggan.
 Pengukuran baseline kinerja. Peningkatan kualitas six sigma yang
telah ditetapkan akan berfokus pada upayaupaya yang giat dalam
peningkatan kualitas menuju kegagalan nol (zero defects) sehingga
memberikan kepuasan total kepada pelanggan. Maka sebelum
peningkatan kualitas six sigma dimulai, kita harus mengetahui
tingkat kinerja sekarang atau dalam terminologi Six Sigma disebut
sebagai baseline kinerja.
3. Analyze
Langkah ketiga yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas dengan metode Six
Sigma adalah Analyze. Menurut Soemohadiwidjojo (2017), analyze bertujuan
untuk pencarian dan analisis terhadap hal-hal mendasar (root cause) yang
menyebabkan terjadinya variasi pada sistem atau proses yang berpotensi
menimbulkan defect. Dari hasil analisis tersebut, selanjutnya dilakukan
penyusunan prioritas penyelesaian masalah sesuai dengan kontribusi
permasalahan terhadap kepuasan pelanggan dan profitabilitas organisasi. Adapun
tools yang dapat digunakan adalah fishbone diagram, pareto diagram dan FMEA.
Analyze merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan
kualitas. Terdapat tiga hal yang perlu dilakukan pada tahap ini, yaitu:
a. Eksplorasi
Pada tahap eksplorasi terdapat beberapa prinsip yang dapat digunakan, yaitu:
 Mengetahui apa yang anda perlu tahu. Mengaculah pada project charter dan
problem statement untuk memutuskan apa saja data-data yang diperlukan saat
analisis.
 Mempunyai hipotesis. Hipotesis atas penyebab masalah membantu kita
memfokuskan jenis data yang akan dianalisis.
 Banyak bertanya mengenai frekuensi, akibat dan tipe gejala yang berkaitan
dengan masalah.
b. Membuat hipotesis
Pada tahap ini, tim proyek mendiskusikan (brainstorming) mengenai
kemungkinan-kemungkinan penyebab masalah berdasarkan eksplorasi yang
telah dilakukan. Hasil Brainstorming ini yang nantinya dijadikan hipotesis
sementara atas penyebab mana yang akan dituntaskan.
c. Verifikasi penyebab
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memverifikasi penyebab, yaitu
analisa logika, statistik dan eksperimental. Teknik dasar statistik untuk
menentukan hubungan sebab akibat ada dua, yaitu: mengetahui korelasi antara
potensi penyebab (X’s) dan output (Y) dan stratifikasi data untuk melihat pola
di dalamnya.
4. Improve 
Langkah keempat yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas dengan
metode six sigma adalah improve. Tujuan fase improve adalah untuk mencari dan
mengimplementasikan solusi yang akan mengeliminasi penyebab masalah,
menurunkan variasi proses dan mencegah terulang lagi terjadinya kejadian yang
sama.
Pada tahap ini dilakukan pemberian usulan perbaikan atau rencana tindakan
yang akan dilakukan setelah mengetahui sumber dan akar penyebab masalah-
masalah yang ada. Pengembangan rencana tindakan merupakan salah satu
aktivitas yang penting dalam melaksanakan peningkatan mutu melalui metode six
sigma, oleh sebab itu setiap rencana tindakan harus memberikan alasan kegunaan
mengapa rencana tindakan tersebut penting untuk dilakukan, bagaimana
mengimplemetasikan rencana tindakan tersebut, dimana rencana tindakan tersebut
akan diimplementasikan, siapa yang akan menjadi penanggung jawab dari rencana
tindakan tersebut apabila diterapkan, dan berapa besar biaya yang akan
dibutuhkan untuk melaksanakan rencana tindakan tersebut, serta manfaat positif
apakah yang dapat diterima oleh perusahaan dengan mengimplementasikan
rencana tindakan tersebut.
5. Control 
Tahap kelima yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas dengan metode six
sigma adalah control. Tujuan fase control adalah memastikan bahwa pelaksanaan
implementasi, pengukuran performa proses dan dokumentasi hasil dapat berjalan
secara lancar dan efektif, juga untuk mengantisipasi perlunya penyesuaian operasi
terhadap perubahan customer requirements. Tanpa adanya control, process
improvement dapat kembali ke keadaan semula.
Hasil dari tahap improve harus diterapkan dalam kurun waktu tertentu untuk
dapat dilihat pengaruhnya terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Pada tahap
ini hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan,
praktek-praktek terbaik yang sukses dalam meningkatkan proses distandarisasikan
dan disebarluaskan, prosedur-prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman
kerja standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim Six
Sigma kepada pemilik atau penanggung jawab proses.
Menurut pande (2002), hal-hal yang perlu dilakukan dalam tahap control adalah:
a. Dokumentasi terhadap improvement.
Dokumentasi terhadap Improvement diperlukan sebagai guidelines
pelaksanaan. Pembuatan dokumentasi sebaiknya melibatkan pihak
operasional yang menjalankan solusi yang telah di tetapkan. Selain
dokumentasi sebaiknya ringkas, mudah dimengerti, mudah diakses di
perbaharui sesuai kebutuhan.
b. Membuat pengukuran/indikator jalannya proses.
Indikator diperlukan sebagai pedoman dalam mempertahankan dan
mengatur performa proses dari waktu ke waktu. Selain indikator
pengaturan ditetapkan kemudian proses dimonitor dengan cara membuat
grafik data (run chart) untuk melihat kestabilan dan performa proses. 
c. Membangun sebuah perencanaan manajemen proses yang mengakomodasi
hal-hal berikut: peta proses saat ini, action alarms, penanggulangan darurat
dan perencanaan untuk Continuous Improvement.
DAFTAR PUSTAKA

Miranda dan Kusuma, A.W. 2006. Six Sigma: Gambaran Umum, Penerapan Proses dan
Metode-Metode yang Digunakan untuk Perbaikan. Jakarta: Harvarindo.

Gaspersz, Vincent. 2002. Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi


dengan ISO 9001:2000, MBQNA dan HACCP. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Gaspersz, Vincent. 2007. Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Brue, Greg. 2002. Six Sigma for Manager. Jakarta: Canary.

Harry, Mi.J., dan Schroeder, Richard. 2000. Six Sigma: The Breakthrough Management
Strategy Revolutionizing The World's Top Corporations. New York: Bantam Doubleday
Dell.

Nasution, M.N. 2015. Manajemen Mutu Terpadu. Bogor: Ghalia Indonesia.

Pande, P.S., Neuman, R.P., dan Cavanagh, R.R. 2002. The Six Sigma Way Team
Fieldbook: An Implementation Guide for Project Improvement Teams. New York:
McGraw-Hill. 

Soemohadiwidjoyo, A.T. 2017. Six Sigma: Metode Pengukuran Kinerja Perusahaan


Berbasis Statistik. Jakarta: Raih Asa Sukses.

Anda mungkin juga menyukai