Anda di halaman 1dari 17

MANAJEMEN KUALITAS TUGAS TM 6: PENGENDALIAN KUALITAS SIX SIGMA (

KELAS E,F))

1. Bagaimana Sejarah dan Aspek Six Sigma?


2. Bagaimana Prinsip Dasar Six Sigma?
3. Bagaimana Metodologi Six Sigma?
4. Bagaimana Proses Definisi?
5. Bagaimana Proses Pengukuran?
6. Bagaimana Proses Analisis?
7. Bagaiamana Proses Perbaikan?
8. Menurut Brue (2002) mencatat ada 5 pihak2 yang harus bertanggung jawab dalam
pelaksanaan six sigma, sebut dan jelaskan.
9. Apa yang saudara ketahui tentang Diagram SIPOC, Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA) , CTQ dan DPMO, jelaskan dengan contoh.
10. Sigma dalam statistik dikenal sebagai standar deviasi yang menyatakan nilai simpangan
terhadap nilai tengah. Six Sigma merupakan proses disiplin tinggi yang membantu
mengembangkan dan mengantarkan produk mendekati sempurna. Salah satu metodologi
dalam upaya peningkatan menuju target Six Sigma adalah DMAIC (Define, Measure,
Analyze, Improve, Control), jelaskan
11. Berikan kasus atau contoh tentang pengendalian kualitas dengan metode six sigma dengan
metodologi dan analisis serta langkah2 perbaikan.
JAWABAN TUGAS TM 6 : PENGENDALIAN KUALITAS SIX SIGMA
MANAJEMEN KUALITAS
Dra. Heni Nastiti, MM

Nama : Muhammad Aulia


NIM : 1710111164
Mata Kuliah : Manajemen Kualitas
Lokal :F

Jawaban Tugas TM 6: PENGENDALIAN KUALITAS SIX SIGMA.

1. Sejarah dari pengendalian kualitas SIX SIGMA bermula dari sekitar tahun 1986 dan awal
1990, Motorola yang merupakan salah satu perusahaan besar Amerika Serikat dan Eropa
yang sedang bersaing dengan ketat dengan perusahaan Jepang, memulai program six sigma
dan menyempumakan beberapa tekniknya. Pemimpin puncak Motorola menyadari bahwa
produk yang mereka hasilkan benar - benar jelek dan mereka tidak mempunyai program
kualitas. Tetapi pada tahun 1987 ada pendekatan baru yang muncul pada bagian
komunikasi Motorola yang pada saat itu dipegang oleh George Fischer, seorang eksekutif
mapan dari Kodak. Konsep inovatif itu dinamakn six sigma.Banyak hal yang dilibatkan six
sigma di Motorola, tetapi dua hal utama adalah cara yang konsisten untuk keluar dan
membandingkan kinerja kebutuhan pelanggan (pengukuran sigma) dan target kualitas
(tujuan sigma).
Dengan dukungan yang cukup besar dari chairman Bob Galvin, six sgma memberi
Motorola otot yang ekstra kuat untuk mencapai tujuan perbaikan yang kelihatannya tidak
mungkin terlaksana yaitu target awal tahun 1990, 10 kali perbaikan Iagi setiap dua tahun
berikutnya atau 100 kali perbaikan dalam 4 tahun. Pada tahun 1988 Bob Galvin menerima
penghargaan Malcom Bridge National Quality Award untuk Motorola yang secara singkat
dinamainya six sigma (enam sigma). Sejumlah penasahaan seperti Texas Instruments dan
ABB Ialu menerapkannya, namun six sigma baru dikenal luas setelah penerapannya di
Allied Signal dan General Electric pada pertengahan tahun 90-an.

2. Terdapat enam komponen utama konsep Six Sigma sebagai strategi bisnis (Pande, Peter.
2000):
a) Mengutamakan pelanggan: pelanggan bukan hanya berarti pembeli, tapi bisa juga
berarti rekan kerja kita, team yang menerima hasil kerja kita, pemerintah, masyarakat
umum pengguna jasa, dll.

b) Manajemen yang berdasarkan data dan fakta: bukan berdasarkan opini, atau pendapat
tanpa dasar

c) Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan: Six Sigma sangat tergantung
kemampuan kita mengerti proses yang dipadu dengan manajemen yang bagus untuk
melakukan perbaikan.

d) Manajemen yang proaktif: peran pemimpin dan manajer sangat penting dalam
mengarahkan keberhasilan dalam melakukan perubahan.

e) Selalu mengejar kesempurnaan

f) Kolaborasi tanpa batas: kerja sama antar tim yang harus mulus.

3. Strategi penerapan six sigma yang diciptakan oleh DR. Mikel Harry dan Richard Schroeder
disebut sebagai The Six Sigma Breakthrough Strategy. Strategi ini merupakan metode
sistematis yang menggunakan pengumpulan data dan analisis statistik untuk menentukan
sumber-sumber variasi dan cara-cara untuk menghilangkannya (Harry dan Scroeder,
2000).
Proyek six sigma mempunyai impact besar terhadap kepuasan konsumen dan impact yang
signifikan pada bottom-line terpilih. Manajemen puncak mempunyai peranan penting
selama seleksi proyek dan sebagai leader. Proyek didefinisikan secara jelas dalam hal
expected key deliverables, yaitu DPMO level atau sigma quality levels, RTY, Quality Cost
dsb. Dalam pendekatan keseluruhan, masalah nyata dibalik kedalam masalah satistik. Hal
ini dilakukan dengan mapping proses, yaitu mendefinisikan variable-variabel kunci input
proses (key process input variables KPIVs or ‘ x’s) dan variable-variabel kunci output
proses (key process output variables KPOVs or ‘ y’s). kekuatan statistical tools digunakan
untuk menentukan statistical solution.
4. Langkah ini adalah langkah operasional awal dalam program peningkatan kualitas six
sigma. Pada tahap define ada 2 hal yang perlu dilakukan yaitu:
1. Mendefinisikan proses inti perusahan
Proses inti adalah suatu rantai tugas, biasanya mencakup berbagai departemen atau
fungsi yang mengirimkan nilai (produk, jasa, dukungan, informasi) kepada para
pelanggan eksternal. Dalam hal pemilihan tema Six Sigma pertama-tama yang
dilakukan adalah mempertimbangkan dan menjelaskan tujuan dari suatu proses inti
akan dievaluasi. (Peter S. Pende, 2000)
2. Mendefinisikan kebutuhan spesifik kebutuhan pelanggan
Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi pemain paling penting didalam semua
proses, yakni pelanggan, pelanggan bisa internal maupun eksternal adalah tugas Black
Belt dan tim untuk menentukan dengan baik apa yang diinginkan pelanggan eksternal.
Pekerjaan ini membuat suara pelanggan (voice to customer – VOC) menjadi hal yang
menantang. Dalam hal mendefinisikan kebutuhan spesifik dari pelanggan adalah
memahami dan membedakan diantara dua kategori persayaratan kritis, yaitu
persyaratan output dan persyartan pelayanan. (Peter S. Pende, 2000)1

Persyaratan output berkaitan dengan karakteristik dan atau features dari produk akhir
(barang/jasa) yang diserahkan kepada pelanggan pada akhir dari suatu proses. Dalam hal
ini dapat saja berbagai macam persyaratan output, tetapi pada dasarnya semua itu berkaitan
dengan daya guna (usability) dan efektivitas dari produk akhir itu di mata pelanggan.
(Vincent Gaspersz, 2002 : 64)

5. Dalam langkah yang kedua dalam tahapan operasional pada program peningkatan kualitas
Six Sigma terdapat 3 hal pokok yang dilakukan yaitu: (Vincent Gaspersz, 2002: 72-198)
• Menentukan karakteristik kualitas kunci
CTQ ditetapkan berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan yang
diturunkan secara langsung dari persyaratan – persayaratan output dan pelayanan.
Dalam buku lain menyebutkan bahwa karakteristik kualitas sama dengan jumlah
kesempatan penyebab cacat (opportunities to failure). (Breyfogle III, Forest W, 1999:
140)
• Mengembangkan rencana pengumpulan data
Pada dasarnya pengukuran karakteristik kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat,
yaitu:
1. Rencana pengukuran tingkat proses, adalah mengukur setiap langkah atau aktivitas
dalam proses dan karakteristik kualitas input yang diserahkan oleh pemasok yang
mengendalikan dan mempengaruhi karaktersitik kualitas output yang diinginkan.
Tujuan dari pengukuran ini adalah mengidentifikasi setiap perilaku yang mengatur
setiap langkah dalam proses.
2. Pengukuran tingkat output, mengukur karakteristik kualitas output yang dihasilkan
suatu proses dibandingkan dengan karakteristik kualitas yang diinginkan
pelanggan.
3. Rencana pengukuran tingkat outcome, mengukur bagaimana baiknya suatu produk
atau jasa itu memenuhi kebutuhan spessifik dari pelanggan. Jadi pada tingkat ini
adalah mengukur kepuasan pelanggan dalam menggunakan produk dan/atau jasa
yang diserahkan kepada pelanggan. (Vincent Gaspersz, 2002: 96)
• Pengukuran baseline kinerja
Peningkatan kualitas six sigma yang telah ditetapkan akan berfokus pada upaya-upaya
yang giat dalam peningkatan kualitas menuju kegagalan nol (zero defects) sehingga
memberikan kepuasan total kepada pelanggan. Maka sebelum peningkatan kualitas six
sigma dimulai, kita harus mengetahui tingkat kinerja sekarang atau dalam terminologi
Six Sigma disebut sebagai baseline kinerja. Setelah mengetahui baseline kinerja maka
kemajuan peningkatan-peningkatan yang dicapai dapat diukur sepanjang masa berlaku
Six Sigma:
1. Pengukuran baseline kinerja pada tingkat proses, biasanya dilakukan apabila itu
terdiri dari beberapa sub proses. Pengukuran kinerja pada tingkat proses akan
memberikan baganan secara jelas dan konprehensif tentang segala sesuatu yang
terjadi dalam sub proses itu.
2. Pengukuran baseline kinerja pada tingkat output, dilakukan secara langsung pada
produk akhir yang akan diserahkan pada pelanggan. Pengukuran dimaksudkan
untuk mengetahui sejauh mana output akhir dari proses itu untuk memenuhi
kebutuhan spesifik dari pelanggan, sebelum produk itu diserahkan pada pelanggan.
3. Pengukuran baseline kinerja pada tingkat outcome, dilakukan secara langsung pada
pelanggan yang menerima output (produk dan jasa) dari suatu proses.

6. Analyze merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas.. Pada
tahap ini, tiga hal yang perlu dilakukan yaitu:

1. Menentukan stabilitas dan kemampuan proses


Proses industri harus dipandang sebagai suatu penigkatan terus-menerus, yang dimulai
dari sederet siklus sejak adanya ide-ide untuk menghasilkan suatu produk (barang
dan/atau jasa), pengembangan produk, proses produksi, sampai kepada distribusi
kepada pelanggan. Berdasarkan informasi sebagai umpan balik yang dikumpulkan dari
pengguna produk itu dapat dikembangkan ide untuk menciptakan produk baru atau
memperbaiki produk lama beserta proses produksinya. Dalam menentukan apakah
suatu proses berada dalam kondisi stabil dan mampu, maka akan dibutuhkan alat-alat
statistika sebagai alat analisis. Prosedur lengkap penggunaan alat-alat statistik untuk
pengembangan industri menuju stabil dan mampu (stability dan capability).

2. Menentukan target kinerja dari karakteristik kualitas kunci


Setelah melakukan analisis kapabilitas maka langkah selanjutnya adalah menetapkan
target-target kinerja dari setiap karakteristik kualitas kunci untuk ditingkatkan.
Konseptual penetapan target kinerja dalam program pendekatan kualitas Six Sigma
merupakan hal yang sangat penting, oleh karena itu harus mengikuti prinsip dari
SMART (specific-measurable-achievabl-result oriented-time bound) yaitu :
1. Specific, target kinerja berkaitan langsung dengan peningkatan kinerja dari setiap
karakteristik kualitas kunci yang berkaitan langsung dengan kebutuhan pelanggan
dan mempengaruhi kepuasan pelanggan.
2. Measurable, target kinerja harus dapat diukur dengan menggunakan indikator
pengukuran yang tepat, guna mengevaluasi keberhasilan, peninjauan ulang, dan
tindakan perbaikan di waktu mendatang.
3. Achievable, target kinerja peningkatan kualitas harus dapat dicapai melalui usaha
yang menantang.
4. Result-oriented, target kinerja dari peningkatan kualitas harus berfokus pada hasil-
hasil berupa peningkatan kinerja karakteristik kualitas kunci.
5. Time-bound, target kinerja harus menetapkan batas waktu pencapaian target
karakteristik kualitas kunci dan target tersebut harus tercapai pada batas waktu yang
telah ditetapkan.

3. Mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas


Dalam program peningkatan kualitas Six Sigma membutuhkan identifikasi masalah
secara tepat, menemukan sumber dan akar penyebab dari masalah kualitas tersebut, dan
mengajukan solusi masalah yang efektif dan efisien. (Vincent Gaspersz, 2002 : 201-
280).

7. Tahap perbaikan (improvement) merupakan tahap untuk menghasilkan ide, desain, dan
implementasi perbaikan serta validasi perbaikan. Tahap perbaikan dilakukan dengan
melakukan pengukuran trhadap tingkat kerusakan yang terjadi pada proses produksi,
rekomendasi perbaikan, menganalisa, dan kemudian melalukan tindakan perbaikan.

8. pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan six sigma adalah sebagai
berikut,

1. Executive Leaders
Pimpinan puncak perusahaan yang komit untuk mewujudkan six sigma, memulai dan
memasyarakatkannya di seluruh bagian, divisi, departemen dan cabang-cabang
perusahaan.

2. Champions
Yaitu orang-orang yang sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan proyek six
sigma. Mereka merupakan pendukung utama yang berjuang demi terbentuknya black
belts dan berupaya meniadakan berbagai rintangan/hambatan baik yang bersifat
fungsional, finansial, ataupun pribadi agar black belts berfungsi sebagaimana
mestinya. Bisa dikatakan Champions menyatu dengan proses pelaksanaan proyek,
para anggotanya berasal dari kalangan direktur dan manajer, bertanggung jawab
terhadap aktivitas proyek sehari-hari, wajib melaporkan perkembangan hasil kepada
executive leaders sembari mendukung tim pelaksana. Sedangkan tugas-tugas lainnya
meliputi memilih calon-calon anggota black belt, mengidentifikasi wilayah kerja
proyek, menegaskan sasaran yang dikehendaki, menjamin terlaksananya proyek sesuai
dengan jadwal, dan memastikan bahwa tim pelaksana telah memahami maksud/tujuan
proyek.

3. Master Black Belt


Orang-orang yang bertindak sebagai pelatih, penasehat (mentor) dan pemandu. Master
black belt adalah orang-orang yang sangat menguasai alat-alat dan taktik six sigma,
dan merupakan sumber daya yang secara teknis sangat berharga. Mereka memusatkan
seluruh perhatian dan kemampuannya pada penyempurnaan proses. Aspek-aspek
kunci dari peranan master black belt terletak pada kepiawaiannya untuk memfasilitasi
penyelesaian masalah tanpa mengambil alih proyek/tugas/pekerjaan.

4. Black Belts
Dipandang sebagai tulang punggung budaya dan pusat keberhasilan six sigma,
mengingat mereka adalah orang-orang yang: memimpin proyek perbaikan kinerja
perusahaan; dilatih untuk menemukan masalah, penyebab beserta penyelesaiannya;
bertugas mengubah teori ke dalam tindakan; wajib memilah-milah data, opini dengan
fakta, dan secara kuantitatif menunjukkan faktor-faktor potensial yang menimbulkan
masalah produktivitas serta profitabilitas; bertanggung jawab mewujudnyatakan six
sigma. Para calon anggota black belts wajib memenuhi syarat-syarat seperti: memiliki
disiplin pribadi; cakap memimpin; menguasai ketrampilan teknis tertentu; mengenal
prinsip-prinsip statistika; mampu berkomunikasi dengan jelas; mempunyai motivasi
kerja yang memadai.

5. Green Belts
Adalah orang-orang yang membantu black belts di wilayah fungsionalnya. Pada
umumnya green belts bertugas: secara paruh waktu di bidang yang terbatas;
mengaplikasikan alat-alat six sigma untuk menguji dan menyelesaikan problema-
problema kronis; mengumpulkan/ menganalisis data, dan melaksanakan percobaan-
percobaan; menanamkan budaya six sigma dari atas ke bawah.

9. Diagram SIPOC adalah suatu alat visual yang digunakan untuk mengdokumentasikan
proses-proses bisnis dari awal hingga akhir dan berfungsi untuk mengidentifikasikan
elemen-elemen relevan dari proyek perbaikan yang akan dikerjakan. Identifikasi SIPOC
ini biasanya dilakukan sebelum proyek perbaikan proses (process improvement) tersebut
dimulai. Contohnya: diagram SIPOC pada produksi Smartphone.

Suplier Input
Process Output Customer
Baterai
PT. AAA
LCD
PT.XXX Kamera
PCB Perakitan Ditributor
PT.UUU Smartphone
AAA
Casing Pengujian 5
Kotak Pengepakan Smartphone Distributor
6 CCC
Buku Manual
Smartphone Distributor
Adaptor 666
7
Label

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah pendekatan sistematik yang
menerapkan suatu metode pentabelan untuk membantu proses pemikiran yang digunakan
oleh engineers untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial dan efeknya.

DPMO merupakan salah satu dari penilaian Kapabilitas Proses (Process Capability) untuk
mengukur seberapa baiknya suatu proses produksi. Penilaian Kapabilitas Proses lainnya
antara lain DPU (Defects Per Unit), Z-score (Sigma Level), Cp danCpk.
Contoh Kasus perhitungan DPMO (Defects Per Million Opportunities) Six Sigma

Dalam sebuah proses produksi, terdapat 4 langkah proses perakitan dan masing-masing
langkah tersebut memiliki kesempatan untuk terdapat kegagalan (cacat) dan melakukan
perakitan produk. Jumlah Input yang dimasukan ke dalam proses perakitan adalah 500unit.
Dalam proses perakitanterdapat 2 defect (cacat). Berapakah DPMO (Defects Per Million
Opportunities) Produksi tersebut ?

Penyelesaian :

D (Jumlah Defect) =2
U (Jumlah Unit) = 500
O (Jumlah Kesempatan) = 4
DPMO =?

DPMO = ( D / (U x O)) x 1,000,000

DPMO = (2 / (500 x 4)) x 1,000,000


= 0.001 x 1,000,000
= 1,000 DPMO
Untuk lebih jelasnya silahkan liat gambar berikut:
CTQ adalah kunci karakteristik yang dapat diukur dari sebuah produk atau proses yang
harus mencapai performansi standard atau batas/limit dari spesifikasinya agar dapat
memuaskan keinginan dan kebutuhan dari customer. Dengan adanya CTQ ini maka
improvement atau upaya desain yang dilakukan akan bersekutu dan searah dengan
requirement dari customer.

Contoh CTQ tree

Misalkan seorang pengusaha bernama Joko meluncurkan sebuah toko yang menjual
perlengkapan anak kecil. Setelah berbicara dengan calon pembeli yang ada, ia
mengidentifikasi satu kebutuhan pokok yaitu “good customer service”. Jadi, Joko
menggunakan CTQ tree untuk membuat daftar requirement performansi yang dapat diukur
yang akan menolongnya dalam mencapai good quality service yang tadi.

Berikut CTQ tree hasil dari identifikasi oleh Joko:

Contoh di atas dibuat untuk memudahkan Anda dalam menganalogikan masalah


(kebutuhan) tersebut dengan kebutuhan utama yang terdapat pada organisasi Anda masing-
masing. CTQ merepresentasikan karakteristik produk atau service yang ditentukan oleh
customer. Karakteristik ini dapat terdiri dari batas spesifikasi upper dan lower atau faktor
lainnya yang terkait dengan produk tersebut. Biasanya CTQ harus diinterpretasikan dari
pernyataan kualitatif customer menjadi sesuatu yang dapat dikerjakan (actionable) dan
spesifikasi bisnis yang kuantitatif. Customer sering mengekspresikan keinginan mereka
dalam bahasa percakapan biasa, namun ahli CTQ dapat mengkonversinya sehingga
menjadi bentuk besaran yang dapat diukur menggunakan berbagai tool lain seperti
DFMEA dan lain sebagainya.

10. Tahapan DMAIC adalah sebagai berikut


1. Define
Tahapan DMAIC yang pertama dalam Six Sigma adalah DEFINE yaitu tahapan
untuk mendefinisikan dan menyeleksi permasalahan yang akan diselesaikan beserta
Biaya, manfaat dan dampak terhadap Pelanggan (customer)
Alat-alat (Tools) yang digunakan dalam tahapan Define ini antara lain :
• Function Deployment Process Map
• SIPOC Map (Diagram Supplier, Input, Proses, Output dan Customer)
• Pareto Chart
• FMEA (Failure Mode Effect Analysis)
• Affinity Diagram
• Relation Diagram
• Cause and Effect Analysis (Fishbone Chart dan Cause and Effect Matrix)
2. Measure
Measurement adalah Tahapan Pengukuran terhadap Permasalahan yang telah
didefinisikan untuk diselesaikan. Dalam tahap ini terdapat Pengambilan data yang
kemudian Mengukur Karakteristiknya serta kapabilitas dari proses pada saat ini
untuk menentukan langkah apa yang harus diambil untuk melakukan perbaikan dan
peningkatan selanjutnya.
Alat-alat (Tools) yang digunakan dalam tahapan Measurement adalah :
• Cause and Effect Analysis (Fishbone Chart dan Cause dan Effect Matrix)
• Probability Distributions (Distribusi Probabiliti)
• Basic Statistic seperti Mean, Median dan Modus
• Gage Reproducibility and Repeatability (GR&R)
• Process Capability
3. Analysis
Tahapan Analysis adalah tahapan untuk menemukan solusi untuk memecahkan
masalah berdasarkan Root Cause (Akar Penyebab) yang telah di-identikasikan. Di
dalam Tahapan ini, kita harus dapat menganalisis dan melakukan validasi terhadap
Akar Permasalahan (Root Causes) atau Solusi melalui pernyataan-pernyataan
Hypothesis.
Alat-alat (Tools) yang digunakan dalam tahapan Analysis adalah :
• Uji Hipotesis (Hypothesis Testing)
• Regression
• Correlation Analysis
• ANOVA (Analysis of Variance)
• Multi-Vari Analysis
• Contingency Table

4. Improve
Setelah mendapat Akar Permasalahan dan Solusi serta men-validasi-nya, tahap
selanjutnya adalah melakukan tindakan perbaikan terhadap permasalahan tersebut
dengan melakukan pengujian dan percobaan untuk dapat meng-optimasi-kan solusi
tersebut sehingga benar-benar bermanfaat untuk menyelesaikan permasalahan yang
kita alami. Di Tahap Improvement, alat yang digunakan adalah DOE atau Design
of Experiment yang terdiri dari :
• Factorial Design
• General Full Factorial Design
• Fractional Factorial Design

5. Control
Tujuan dari tahapan Control adalah untuk menetapkan Standarisasi serta
mengontrol dan mempertahankan Proses yang telah diperbaiki dan ditingkatkan
tersebut dalam jangka panjang dan mencegah potensi permasalahan yang akan
terjadi di kemudian hari ataupun ketika ada pergantian proses, tenaga kerja maupun
pergantian manajemen. Alat-alat (Tools) yang digunakan dalam tahapan Control
adalah :
• Poka Yoke (Mistake Proofing)
• Process Control Plan
• Process Control Chart

11. Berikut ini adalah contoh penerapan atau usulan penerapan pengendalian kualitas metode
SIX SIGMA yang diambil dari junal INTEGRASI SISTEM INDUSTRI, VOLUME 6 NO
1 FEBRUARI 2019 yang berjudul “SIX SIGMA DMAIC SEBAGAI METODE
PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK KURSI PADA UKM”, ditulis oleh Fandi
Ahmad dari Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara, Lembaga Administrasi Negara
Bandung. Penelitian dalam jurnal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan proses
berdasarkan produk cacat dengan pendekatan metode six sigma DMAIC kemudian untuk
mengetahui usulan penerapan pengendalian kualitas dengan mengalisis penyebab cacat
pada proses produksi kursi kemudian mengupayakan perbaikan berkesinambungan dengan
konsep 5W+1H.

Adapun hasil dari penelitian adalah sebagai berikut,


1. Tahap Define
Pada tahap ini ditentukan sasaran dan tujuan perbaikan, yang menjadi obyek
penelitian adalah kursi , karena produk ini merupakan produk yang paling rutin
diproduksi setiap bulannya. Identifikasi CTQ dikembangkan dari spesifikasi yang
bersumber dari voice of customer dan standart spesifikasi yang ada di perusahaan.
Kondisi kursi yang diproduksi dan diterima oleh konsumen harus terbebas dari
cacat (kursi lecet dan penyok, ukuran tidak standar, kursi tidak rata, warna tidak
sesuai, jahitan sham tidak rapi, sambungan kayu tidak kuat dan kursi mengkerut).
2. Tahap Measure
Dari hasil perhitungan diagram pareto didapatkan bahwa cacat yang dominan yang
memberikankontribusi sampai diatas 10% dari cacat yang terjadi dan yang
dikualifikasikan sebagai CTQ yang sehingga harus segera dilakukan tindakan
perbaikan adalah Kursi lecet dan penyok ,Ukuran tidak standar dan jahitan tidak
rapi.Dari perhitungan didapatkannilai DPMO sebesar 47.361 dan bila
dikonversikanke dalam nilai sigma maka nilainya adalah 3,17

3. Tahap Analyze
Berdasarkan hasil dari tahap measure diketahui CTQ yang paling dominan adalah
Kursi lecet dan penyok , ukuran tidak standar dan jahitan tidak rapi selanjutnya
evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui penyebab jenis cacat yang sering terjadi
dijelaskan oleh diagram sebab akibat yang merupakan suatu pendekatan terstruktur
yang memungkinkan lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab
suatu masalah, ketidaksesuaian dan kesenjangan yang ada (Nasution, 2001).

4. Tahap Improvement
Tahap keempat metodologi DMAIC adalah Improve. Pada tahap ini dilakukan
perbaikan akarmasalah yang telah ditemukan dan dijelaskan pada tahap
analyze.Berikut ini Analisa dengan metode 5W+1H defect kursi pada bagian
produksi:
1. What
a. Melakukan tindakan pencegahan
b. Memperbaiki ruang produksi
c. Membuat SOP instruksi kerja
d. Mengadakan pelatihan proses produksi
e. Memperbaiki ruang produksi
Usulan:
a. Memberi training akan standar prosedure lengkap dengan langkah kerja
yang ada serta lebih memperjelas pekerja pada saat penanganan bahan baku
pada saat proses produksi berlangsung
b. Melakukan evaluasi pada petugas berkaitan dengan minimasi produk cacat
serta membuat laporan tingkat kesalahan jika perlu memberikan sangsi
yang tegas
c. Membuat SOP terkait dengan proses produksi yang jelas, sederhana dan
mudah untuk dipahami
d. Dengan menggelar pelatihan secara periodik sehingga kemampuan antar
individu dengan yang lain dapat berimbange.Melengkapi ruang produksi
dengan exaust fan dan penambahan ventilasi sehingga debu hasil produksi
bisa langsung terbuang.

2. Why
Jawab:
a. Karena hal ini mengakibatkan ketidakpuasan pada konsumen
b. Karena hal ini mengakibatkan kesalahan ukuran dan menambah waktu
produksi.
Usulan:
Adanya pengecekan berulang serta Lebih berhati hati pada saat melakukan
proses produksi dan meningkatkan kedisiplinan pekerja.

3. Where
Jawab: Fokus perbaikan dilakukan setiap divisi

Usulan: Pelatihan cara mengecek keseluruhan dari segi bentuk, hasil jahitan,
bentuk sambungan dan kerapihan kursi pada saat kursi sudah selesai dan
Perbaikan cara pengolahan bahan baku serta Tersedianya instruksi kerja untuk
setiap proses serta cek list pemeriksaan pada setiap kegiatan produksi dan,
disesuaikan dengan standar waktu yang telah disusun sebelumnya.

4. When
Jawab: Perbaikan dilakukan secepatnya dan dilakukan audit secara periodik.
Usulan: Perbaikan dilakukan diprioritaskan pada bagian yang tingkat kesalah
yang sering terjadi kemudian dilakukan sesaat setelah dilakukan evaluasi tanpa
menunggu kejadian.
5. Who
Jawab: Diimplementasikan oleh seluruh pekerja di lapangan dan juga Pemegang
kebijakan selaku pihak yang menyusun standar kerja
Usulan: Seluruh lini management perusahaan harus satu suara dan bahu membahu
mengingatkan dan memberi usulan terhadap setiap kejadian kejadian yang terjadi
dan mencatat nya agar dapat mengusulkan perbaikan proses kedepan. Dan konsep
perbaikan dilakukan oleh pemegang kebijakan yang berkaitan dengan performance
produksi.

6. How
Jawab: Perbaikan dilakukan dengan melibatkan semua bagian dan dilakukan proses
pengukuran serta evaluasi secara periodic
Usulan: Dilakukannya pengukuran tingkat cacat produksi secara periodik
kemudian hasil pengukuran tingkat cacat digunakan sebagai bahan evaluasi untuk
memperbaiki proses produksi.

Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan sebagai bahwa jenis kerusakan yang terjadi pada
proses produksi kursi terdapat 6 jenis yaitu kursi lecet dan penyok, ukuran tdak standar dan
jahitan tidak rapi dengan enggunakan diagram dapat diketahui beberapa faktor yang dapat
menyebabkan cacat produksi yaitu terdapat pada faktor machine, method, man dan
material. Kemudian di dalam usulan perbaikan yang diberikan mengacu pada faktor
penyebab cacat hasil analisa diagram fishbone, dan 5W + 1H, kemudian dari perhitungan
didapatkan nilai DPMO sebesar 47.361 dan bila dikonversikan ke dalam nilaisigma maka
nilainya adalah 3,17. Untuk mengatasi masalah yang terjadi dapat diminimalisir dengan
cara membuat standard kerja baru, serta mengadakan training secara berkelanjutan,
melakukan maintenance mesin secara berkala dan adanya gerakan sadar mutu.

Dari hasil penelitian yang dilakukan dalam jurnal ini dapat diambil kesimpulan bahwa
penerapan pengendalian kualitas metode SIX SIGMA dapat membantu manejer atau
pemilik perusahaan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas dari kinerja perusahaan
yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai